Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

JUDUL:
BIOKONSERVASI DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Disusu Oleh:
Siti Umi

(24020114120036)

Aisya Prameswari H

( 24020114120046)

Stefanus Fajar
Anis Alfianti

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
AGUSTUS, 2016

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan hidayah-ya, sehingga penulis

dapat

menyelesaikan makalah berjudul Biokonservasi dan keanekaragaman hayati.


Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini,
maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Erry Wiryani, MS selaku dosen pengampu matakuliah Biokonservasi
2. Pihak pihak yang membantu pembuatan makalah ini

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki laporan ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah tentang Biokonservasi dan Keanekaragaman Hayati ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Semarang 30 Agustus 2016


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. PERUMUSAN MASALAH............................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1 Biologi Konservasi.........................................................................................3
2.1.1 Devinisi Biologi Konservasi...................................................................3
2.1.2 Pentingnya Biologi Konservasi...............................................................3
2.1.3 Prinsip-Prinsip Etika Biologi Konservasi...............................................4
2.2 Keanekaragaman Hayati................................................................................6
2.2.1 Devinisi Keanekaragaman Hayati...........................................................6
2.2.2 Tingkatan Keanekaragaman hayati.........................................................7
2.2.3 Manfaat Keanekaragaman Hayati........................................................11
2.2.4 Hilangnya Keanekaragaman Hayati......................................................13
2.2.5 Dampak hilangnya spesies terhadap manusia.......................................14
2.2.6 Usaha Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia.....................15
BAB IV..................................................................................................................17
4.1

Kesimpulan..............................................................................................17

4.2 Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keanekaragaman hayati adalah perbedaan diantara makhluk hidup yang
berbeda jenis, spesiesnya, dan perbedaan ekosistemnya. keanekaragaman hayati
terjadi karena adanya perbedaan sifat, seperti ukuran, bentuk, warna, fungsi organ,
tempat hidup (ekosistem) dan lain lain (Azhari, 1997).
Keanekaragaman hayati sangat penting bagi kelangsungan dan kelestarian
makhluk hidup. Keanekaragaman dapat terjadi akibat proses evolusi dan adaptasi.
Evolusi adalah perubahan yang terjadi dalam waktu lama yang akan membentuk
makhluk hidup yang berbeda dengan asalnya sehingga akan menimbulkan spesies
baru. Sedangkan adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap lingkungan
yang berbeda akan menghasilkan makhluk hidup yang berbeda pula (Bertens,
1997).
Seiring dengan perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan
pertanian dan perkebuanan yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri
dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin banyaknya
jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya, lahan
pertanian dan perkebunan pun semakin sempit, yang mana dikarenakan adanya
pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan kita.
Selain itu juga banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah dan
tingginya kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita. Banyak
sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan vegetasi
yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul (Haba,
2005). Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang
bertanggung jawab. Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada
kita semua kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi
penyebab mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor,
banjir, dll (Soerjani, 1996). Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur
tebang pilih menjadi hal yang paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan

kita yang seharusnya lebat dengan pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal
tersebut, banyak sekali yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun
tidak. Banyak hewan-hewan yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini
karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka.
Mereka juga kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang
pertanian kita. Jika kita sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya
sendiri. Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan
adalah alam semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali bencana banjir,
longsor, dll yang terjadi di daerah sekitar kita ini. Hal tersebut menimbulkan
degradasi habitat sehingga mengakibatkan hilangnya beberapa keanekaragaman
hayati (Keraf , 2002).

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi keanekaragaman hayati dan Biokenservasi?
2. Bagaimana mekanisme hilanghnya keanekaragaman hayati?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui definisi keanekaragaman hayati dan biokonservasi
2. Mengetahui mekanisme hilangnya keanekaragaman hayati dan upaya
pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biologi Konservasi
2.1.1 Devinisi Biologi Konservasi
Biologi Konservasi merupakan gabungan dari berbagai bidang ilmu sebagai
tanggapan terhadap adanya kritis keanekaragaman hayati. Secara umum biologi
konservasi bertujuan untuk mempelajari dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
manusia, mengembangkan cara untuk mencegah adanya kepunahan spesies, dan
untuk mengembalikan spesies tersebut ke dalam ekosistemnya (Primack, 1998).
Biologi Konservasi adalah ilmu lintas-disiplin (terpadu) yang dikembangkan
untuk menghadapi berbagai tantangan demi melindungi spesies dan ekosistem.
Terdapat tiga tujuan: pertama, menyelidiki dampak manusia terhadap keberadaan
dan

kelangsungan

hidup

spesies,

komunitas,

dan

ekosistem;

kedua,

mengembangkan pendekatan praktis untuk mencegah kepunahan spesies, menjaga


variasi genetik dalam spesies, serta melindungi dan memperbaiki komunitas
biologi

dan

fungsi

ekosistem

terkait;

dan

ketiga,

mempelajari

serta

mendokumentasi seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi (Indrawan, 2012).


2.1.2 Pentingnya Biologi Konservasi
Biologi konservasi muncul seiring dengan maraknya munculnya ancaman
terhadap keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Adanya ancaman-ancaman
seperti adanya hujan asam, penebangan hutan, dan perburuan bebas yang
mengakibatkan meledaknya kepunahan spesies. Sehingga dengan adanya
permasalahan ini beberapa orang ada yang merasa tertantang untuk melakukan
tindakan penghentian kerusakan tersebut. Sehingga muncullah biologi konservasi
yang

merupakan

cabang

ilmu

biologi

yang

mempelajari

alam

dan

keanekaragaman hayati di bumi dengan tujuan untuk melindungi spesies, habitat,


dan ekosistem dari kepunahan (Primack, 1998).
Biologi konservasi muncul karena belum adanya disiplin ilmu lain yang
secara terpadu mampu mengatasi ancaman kritis terhadap keanekaragaman hayati.
Baik itu biologi pertanian, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, dan perikanan,

secara umum belum mengemukakan perlindungan spesies dan hanya membahas


mengenai metode pengembangan spesies untuk kepentingan pasar dan rekreasi.
Sehingga biologi konservasi muncul sebagai ilmu yang memiliki pendekatan
teoritis terhadap perlindungan keanekaragaman hayati dengan prioritasnya adalah
pelestarian seluruh komunitas biologi dalam jangka panjang, sedangkan aspek
ekonomi sebagai faktor sekunder (Primack, 1998).
2.1.3 Prinsip-Prinsip Etika Biologi Konservasi
Biologi konservasi berdasarkan pada serangkaian prinsip-prinsip pokok
yang secara umum disepakati oleh bidang-bidang ilmu dalam biologi konservasi.
Prinsip-prinsip tersebut mungkin tidak dapat langsung dibuktikan. Namun,
menyepakati semua prinsip-prinsip tersebut bukanlah suatu persyaratan mutlak
bagi ahli biologi konservasi. Sebagai contoh, kaum keagamaan yang aktif dalam
pergerakan konservasi yang tidak percaya pada teori evolusi, kemungkinan tidak
sepakat dengan sebagian prinsip-prinsip biologi konservasi. Namun rangkaian
pernyataan ideologi dan etika tersebut membentuk landasan filosofi dari disiplin
ilmu ini dan dapat memberi inpirasi bagi pendekatan penelitian dan aplikasi yang
praktis. Sepanjang individu-individu atau organisasi-organisasi sepakat dengan
satu atau dua dari prinsip-prinsip tersebut, mereka seringkali mendukung upayaupaya konservasi. Inilah prinsip-prinsip yang tengah berkembang tersebut:
1. Keanekargaman spesies dan komunitas biologi harus dilindungi
Pada umumnya, kebanyakan orang turut mrnikmati manfaat
keanekaragaman hayati, sehingga setuju dengan prinsip ini. Ratusan
juta orang berkunjung setiap tahunnya ke kebun binatang, taman
nasional, kebun raya, dan akuarium; merupakan bukti adanya minat
masyarakat umum untuk mengamati spesies dan komunitas biologi
yang khas dan sangat menarik. Bahkan pernah dikatakan bahwa
manusia mempunyai kecenderungan genetik yang disebut biofilia,
untuk menyukai kenaekaragaman hayati (Indrawan, 2012).
2. Kepunahan spesies dan populasi yang terlalu cepat harus dihindari

Di satu sisi, kepunahan spesies dan populasi merupakan hasil


proses alamiah sehingga merupakan peristiwa yang wajar. Hilangnya
populasi suatu spesies dari suatu lokasi biasanya diimbangi dengan
pembentukan suatu populasi beru melalui penyebaran. Namun,
aktivitas manusia menyebabkan tingkat kepunahan bertambah seratus
kali lipat. Kepunahan akibat kegiatan manusia ini tidak diiringi
penigkatan populasi ataupun spesies baru (Indrawan, 2012).
3. Kompleksitasitas ekologi harus dipelihara
Banyak

hal

yang

sangat

berharga

dan

menarik

dari

keanekaragaman hayati hanya dapat ditemukan pada lingkungan


alami. Misalnya, tumbuhan dengan bunga-bunga yang aneh dipolinasi
oleh serangga-serangga yang khusus pula. Ketika satwa-satwa dan
tumbuh-tumbuhan teroisah dan terisolasi, milnya kebun binatang dan
kebun raya, hubungan antarspesies tersebut tidak lagi terjadi.
Walaupun

sebagian

dari

keanekaragaman

hayati

spesies

itu

dilestarikan di kebun binatang dan kebun raya, kompleksitas ekologi


yang terjadi di komunitas alaminya akan hilang, tanpa adanya
pelestaria terhadap habitat alaminya (Indrawan, 2012).
4. Evolusi harus berlanjut
Adaptasi evolusi merupakan proses yang mengarah pada
pembentukan spesies baru dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
Oleh karena itu, populasi harus dibiarkan dan bahkan didukung agar
melanjutkan perkembangannya di alam. Proses-proses buatan manusia
yang membatasi atau bahkan menghambat populasi-populasi untuk
berkembang harus dihindari. Ketika mereka tak dapat lagi bertahan di
alam, memutuskan proses evolusi alami dari spesies tersebut. Jika
dilepas ke alam bebas, spesies hasil penangkaran itu belum tentu dapat
beradaptasi, apalagi bertahan hidup di alam bebas (Indrawan, 2012).

5. Kenaekaragaman hayati memiliki nilai instrinsik


Disamping memberikan nilai ekonomi, ilmiah dan estetika yang
berharga bagi manusia, spesies dan komunitas biologi ketika mereka
hidup memiliki nilai tersendiri. Nilai ini didapat tidak hanya dari sejrah
evolusi mereka serta peran ekologisnya yang unik namun juga dari
keberadaannya (Indrawan, 2012).
2.2 Keanekaragaman Hayati
2.2.1 Devinisi Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity)
adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang
secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu
mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem
dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.
Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam
ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan
sebagai ukuran kesehatan sistem biologis (Soerjani, 1996).
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati adalah pusat dari biologi
konservasi, tetapi frase keanekaragaman hayati. Kenaekaragaman hayati
didefinisikan sebagai jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, termasuk
gen yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bantu menjadi
lingkungan hidup (Indrawan,2012).
Keanekaan sistem pengetahuan dan kebudayaan masyarakat juga terkait erat
dengan keanekaragaman hayati. Sehingga keanekaragaman hayati mencakup
semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana seperti
jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu berpikir seperti manusia, mulai
dari satu tegakan pohon di pekarangan rumah hingga ribuan tegakan pohon yang
membentuk suatu sistem jejaring kehidupan yang rumit (Haba, 2005).
Proses evolusi memiliki arti bahwa kolam keragaman hidup bersifat
dinamis, akan meningkat ketika varian genetik baru dihasilkan, spesies atau
ekosistem baru terbentuk; akan menurun ketika varian genetik dalam salah satu

spesies berkurang, salah satu spesies punah atau sebuah ekosistem yang kompleks
menghilang. Konsep ini meliputi hubungan antar makhluk hidup dan prosesprosesnya (Haba, 2005).
Peringkat negara dengan keanekaragaman dan endemisme tertinggi di dunia
Nilai

Nilai

Keanekaragaman

Endemisme

Brazil

30

18

48

Indonesia

18

22

40

Kolombia
Australia
Mexico

26
5
8

10
16
7

36
21
15

Madagaskar

12

14

Peru
Cina
Filipina
India
Ekuador

9
7
0
4
5

3
2
8
4
0

12
9
8
8
5

Venezuela

Negara

Nilai Total

(Soerjani, 1996)
2.2.2 Tingkatan Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati biasanya dipertimbangkan pada tiga tingkatan:
keragaman genetik, keragaman spesies dan keragaman ekosistem.

Keragaman genetik merujuk kepada perbedaan informasi genetik yang


terkandung dalam setiap individu tanaman, hewan dan mikroorganisme.
Keragaman genetik terdapat di dalam dan antara satu populasi spesies
maupun spesies yang berbeda.

Keragaman spesies merujuk pada berbedanya spesies-spesies yang


hidup.

Keragaman ekosistem berkaitan dengan perbedaan dari habitat,


komunitas biotik, dan proses ekologi, termasuk juga tingginya
keragaman yang terdapat pada ekosistem dengan perbedaan habitat dan
berbagai jenis proses ekologi.

1. Keragaman Genetik
Kenaekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam suatu spesies, baik
diantara populasi-populasi yang terpisah secara geografis maupun diantara
individu-individu dalam suatu populasi (Indrawan, 2012).
Keragaman genetik mengacu pada variasi gen di dalam spesies. Ini meliputi
variasi genetik antara populasi yang berbeda dari spesies yang sama, seperti 4
jenis rosella pipi putih, Platycercus eximius. Hal tersebut juga meliputi variasi
genetik dalam populasi yang sama, dimana tampak relatif tinggi pada eukaliptus
yang tersebar luas seperti Eucalyptus cloeziana, E. delegatensis, dan E. saligna.
Keragaman genetik dapat diukur dengan menggunakan variasi berdasarkan DNA
dan tehnik lainnya (Keraf , 2002).
Variasi genetik baru terbentuk dalam populasi suatu organisme yang dapat
bereproduksi secara seksual melalui kombinasi ulang dan pada individu melalui
mutasi gen serta kromosom. Kumpulan variasi genetik yang berada pada populasi
yang bereproduksi terbentuk melalui seleksi. Seleksi tersebut mengarah kepada
salah satu gen tertentu yang disukai dan menyebabkan perubahan frekuensi gengen pada kumpulan tersebut.
Perbedaan yang besar dalam jumlah dan penyebaran dari variasi genetik ini
dapat terjadi sebagian karena banyaknya keragaman dan kerumitan dari habitathabitat yang ada, serta berbedanya langkah-langkah yang dilakukan tiap
organisme untuk dapat hidup. Jumlah yang diperkirakan adalah terdapat kurang
lebih 10,000,000,000 gen berbeda yang tersebar pada biota-biota di dunia,
walaupun tidak semuanya memberikan kontribusi yang sama pada keragaman
genetik. Secara khusus, gen-gen yang mengontrol dasar proses biokimia

dipertahankan secara kuat oleh berbagai kelompok spesies (atau taksa) dan
umumnya memperlihatkan perbedaan yang kecil.

Gen lain yang lebih

terspesialisasi meperlihatkan tingkat variasi yang lebih besar.


2. Keragaman Spesies
Kenaekaragaman spesies merupakan semua spesies di bumi termasuk
bakteri dan protista serta spesies dari Kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur,
hewan, yang bersel banyak ataupun multiseluler) (Indrwan, 2012).
Keragaman spesies mengacu kepada spesies yang berbeda-beda. Aspekaspek keragaman spesies dapat diukur melalui beberapa cara. Sebagian besar cara
tersebut dapat dimasukkan ke dalam tiga kelompok pengukuran: kekayaan
spesies, kelimpahan spesies dan keragaman taksonomi atau filogenetik (Keraf ,
2002).
Pengukuran kekayaan spesies menghitung jumlah spesies pada suatu area
tertentu. Pengukuran kelimpahan spesies mengambil contoh jumlah relatif dari
spesies yang ada. Contoh yang biasanya diperoleh sebagian besar terdiri dari
spesies yang umum, beberapa spesies yang tidak terlalu sering dijumpai dan
sedikit spesies yang jarang sekali ditemui. Pengukuran keragaman spesies yang
menyederhanakan informasi dari kekayaan dan kelimpahan relatif spesies ke
dalam satu nilai indeks merupakan yang paling sering digunakan. Pendekatan
lainnya adalah dengan mengukur keragaman taksonomi atau filogenetik, yang
mempertimbangkan hubungan genetik antara kelompok-kelompok spesies.
Pengukuran yang didasarkan pada analisa yang menghasilkan klasifikasi secara
hirarkis

ini

pada

umumnya

ditampilkan

dalam

bentuk

pohon yang

mengesampingkan pola percabangan agar dapat mewakili secara keseluruhan


evolusi filogenetik dari taksa terkait (Haba, 2005).
Pengukuran keragaman taksonomi yang berbeda-beda berhubungan dengan
bermacam-macamnya karakteristik taksa dan hubungan yang ada. Tingkat spesies
pada umumnya dinilai sebagai yang paling sesuai untuk memperkirakan
keragaman antara organisme. Hal ini disebabkan karena spesies merupakan fokus
utama dari mekanisme evolusi sehingga terjabarkan dengan baik. Pada tingkat

10

global, diperkirakan 1.7 juta spesies telah dijelaskan; saat ini diperkirakan jumlah
total spesies yang ada berkisar antara lima juta hingga hampir mencapai 100 juta
spesies. Di Australia, dengan perkiraan jumlah total spesies lokal (kecuali bakteri
dan virus) 475,000, kira-kira setengahnya telah diketahui, hanya seperempatnya
telah dijelaskan secara formal. Estimasi jumlah spesies ini diharapkan dapat
meningkat melalui studi terhadap beberapa kelompok yang jarang diperhatikan;
seperti mikroorganisme, fungi, nematoda, hama dan serangga.
Pada skala yang lebih besar keragaman spesies tidak tersebar secara merata
di seluruh dunia. Satu pola yang paling jelas dalam penyebaran spesies di dunia
adalah sebagian besar kekayaan spesies terpusat pada wilayah katulistiwa dan
cenderung menurun ke arah kutub. Secara umum, terdapat lebih banyak spesies
per unit area di wilayah tropis dibandingkan dengan wilayah sub-tropis dan lebih
banyak spesies di wilayah sub-tropis dibandingkan wilayah di daerah kutub.
Sebagai tambahan, keragaman di ekosistem darat pada umumnya berkurang
sengan bertambahnya ketinggian. Faktor lain yang dipercaya mempengaruhi
keragaman di darat adalah curah hujan dan tingkat nutrien. Pada ekosistem laut,
kekayaan spesies cenderung terpusat pada lempeng benua, walaupun komunitas
laut dalam juga cukup tinggi (Haba, 2005).
3. Keragaman Ekosistem
Keanekaragaman komunitas atau ekosistem berpacu pada komunitas biologi
yang berbeda serta asosiasinya dalam lingkungan fisik masing-masing (Indrawan,
2012). Keragaman ekosistem memetakan perbedaan yang cukup besar antara tipe
ekosistem, keragaman habitat dan proses ekologi yang terjadi pada tiap-tiap
ekosistem. Lebih sulit untuk menjelaskan keragaman ekosistem dibandingkan
dengan keragaman spesies atau genetik dikarenakan oleh batasan dari komunitas
(hubungan antar spesies) dan karena ekosistem lebih mudah berubah. Karena
konsep ekosistem adalah dinamis dan beragam, hal ini dapat diterapkan pada
berbagai skala, walaupun untuk kepentingan pengelolaan pada umumnya
dikelompokkan menjadi kelompok besar komunitas yang serupa, seperti hutan
sub-tropis atau terumbu karang. Elemen kunci dalam mempertimbangkan

11

ekositem adalah pada kondisi alaminya, proses ekologi seperti aliran energi dan
siklus air dipertahankan (Keraf , 2002).
Pengklasifikasian ekosistem di Bumi yang sangat beragam menjadi sistem
yang dapat dikelola adalah tantangan besar bagi ilmu pengetahuan, dan sangatlah
penting untuk mengelola dan menjaga biosfer ini. Pada tingkat global, sebagian
besar sistem klasifikasi telah mencoba untuk mengambil jalan tengah antara
kerumitan ekologi dari komunitas dan sederhananya klasifikasi habitat yang
umum.
Umumnya sistem-sistem ini menggunakan kombinasi dari definisi tipe
habitat berdasarkan iklim; sebagai contoh, hutan tropis yang lembab, atau padang
rumput sub-tropis. Beberapa sistem juga menggunakan biogeografi global untuk
memperhitungkan perbedaan-perbedaan biota antar wilayah dunia yang mungkin
memiliki iklim dan karakteristik fisik serupa (Bertens, 1997).
Australia

dengan

wilayah-wilayahnya

memetakan

sejumlah

besar

lingkungan daratan dan perairan, mulai dari daerah es kutub hingga padang
rumput subtropis dan hutan tropis, dari terumbu karang hingga laut dalam. Tiaptiap wilayahnya memperlihatkan ragam habitat dan interaksi yang besar antara
maupun di dalam komponen biotik dan abiotiknya. Sebagai contoh, padang
rumput spinifex di wilayah subtropis memetakan komunitas baik dengan maupun
tanpa pepohonan. Pada tiap spinifex itu sendiri terdapat bermacam habitat mikro.
Spesies-spesies berbeda terlibat dalam proses-proses ekologi seperti pada
penyebaran biji (contoh, oleh spesies-spesies semut) dan daur ulang nutrien yang
terdapat pada tiap habitat mikro. Pengukuran dari keragaman ekosistem masih
berada pada tahap awal. Akan tetapi, keragaman ekosistem merupakan elemen
penting dari keseluruhan keanekaragaman hayati dan seharusnya dapat tercermin
pada setiap pendugaan keanekaragaman hayati (Haba, 2005).
2.2.3 Manfaat Keanekaragaman Hayati
Meurut Bertens (1997) Keanekaragaman hayati dapat memberikan
manfaat, baik secara ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial dan budaya.

12

1. Manfaat dari Segi Ekonomi


Jenis hewan (fauna) dan tumbuhan (flora) dapat diperbarui dan dimanfaatkan
secara berkelanjutan. Beberapa jenis kayu memiliki manfaat bagi kepentingan
masyarakay Indonesia maupun untuk kepentingan ekspor. Jenis kayu-kayu
tersebut antara lain adalah kayu ramin, gaharu, meranti, dan jati jika di ekspor
akan menghasilkan devisa bagi negara. Beberapa tumbuhan juga dapat
dijadikan sebagai sumber makanan yang mengandung karbohidrat, protein,
vitamin serta ada tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-oabatan dan
kosmetika. Sumber daya yang berasal dari hewan dapat dimanfaatkan sebagai
sumber

makanan

dan

untuk

kegiatan

industri.

Dua pertiga wilayah Indonesia adalah perairan yang dapat dijadikan sumber
daya alam yang bernilai ekonomi. Laut, sungai, dan tambak merupakan
sumber-sumber

perikanan

yang

berpotensi

ekonomi.

Beberapa

jenis

diantaranya dikenal sebagai sumber bahan makanan yang mengandung protein.


2. Manfaat dari Segi Wisata dan Ilmu Pengetahuan
Kekayaan aneka flora dan fauna sudah sejak lama dimanfaatkan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Hingga saat ini masih banyak jenis hewan
dan tumbuhan yang belum dipelajari dan belum diketahui manfaatnya. Dengan
demikian keadaan ini masih dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan
pengetahuan dan penelitian bagi berbagai bidang pengetahuan. Misalnya
penelitian mengenai sumber makanan dan obat-obatan yang berasal dari
tumbuhan. Umumnya secara langsung manusia menjadikan hewan sebagai
objek wisata atau hiburan.
3. Manfaat dari Segi Sosial dan Budaya
Masyarakat Indonesia ada yang menetap di wilayah pegunungan, dataran
rendah, maupun dekat dengan wilayah perairan. Masyrakat tersebut telah
terbiasa dan menyatu dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Kegiatan

13

memanen hasil hutan maupun pertanian merupakan kebiasaan yang khas bagi
masyarakat

yang

tinggal

di

pegunungan

atau

dataran

tinggi.

Masyarakat tersebut yang hidup berdekatan dengan laut, sungai, dan hutan
memiliki aturan tertentu dalam upaya memanfaatkan tumbuhandan hewan.
Masyarakat memiliki kepercayaan tersendiri mengenai alam. Dengan adanya
aturan-aturan

tersebut,

keanekaragaman

hayati

akan

terus

terjaga

kelestariannya.
2.2.4 Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Menurut Keraf (2002), saat ini tidak sedikit hutan yang rusak, akibatnya
kehidupan hewan di dalamnya akan terganggu.
1. Hilangnya Habitat
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberadaan keanekaragaman hayati
adalah habitat. Hutan merupakan habitat asli tempat hidup makhluk hidup.
Penebangan serta perusakan hutan secara terus-menerus terganggunya
ekosistem makhluk hidup dan pada akhirnya keanekaragaman hayati akan
berkurang dan hilang.
2. Degradasi Habitat
Polusi merupakan perubahan lingkungan yang menimbulkan pengaruh negatif
terhadap kesehatan dan kehidupan makhluk hidup.
3. Spesies-Spesies Pendatang
Kehadiran spesies pendatang dapat mengalahkan atau mendominasi spesies
asli. Pada abad ke-19 pembangunan Kanal Erie telah menyebabkan masuknya
belut laut ke Danau Agung.
4. Eksploitaso Secara Berlebihan

14

Eksploitasi sumber daya alam dikatakan berlebihan jika jumlah sumber daya
alam yang diambil lebih besar dibandingkan dengan kemamuan memperbarui
diri sumber daya alam yang diambil.

2.2.5 Dampak hilangnya spesies terhadap manusia


Keanekaragaman hayati adalah sumber daya di mana keluarga,
masyarakat, bangsa dan generasi masa depan bergantung. Ini adalah hubungan
antara semua organisme di bumi, mengikat masing-masing menjadi suatu
ekosistem interdependant, di mana semua spesies memiliki peran mereka masingmasing dan ini adalah jaring kehidupan. Aset alam bumi yang terdiri dari
tumbuhan, hewan, tanah, air, atmosfer dan manusia merupakan bagian dari
ekosistem bumi, yang berarti jika ada krisis keanekaragaman hayati, kesehatan
dan mata pencaharian beresiko juga. Keanekaragaman hayati berkurang berarti
jutaan orang menghadapi masa depan di mana persediaan makanan lebih rentan
terhadap hama dan penyakit, dan di mana air tawar dalam pasokan tidak teratur
atau pendek. Kesehatan manusia juga sangat terkait dengan kesehatan ekosistem,
yang memenuhi banyak kebutuhan kita yang paling penting (Bertens, 1997).
Hilangnya keanekaragaman hayati dari bakteri bermanfaat bagi mamalia
karismatik dan mengancam kesehatan manusia. Hilangnya keanekaragaman
berupa Hewan-hewan, tumbuhan, dan mikroba berarti penyangga penyakit
menular juga menghilang. Contoh penyakit menular yaitu virus West Nile,
penyakit Lyme, dan hantavirus. Spesies penyangga seperti opossum yang hilang
saat hutan terfragmentasi menyebabkan berkembang kaki putih tikus. Jumlah
tikus meningkat dari kedua vektor kutu blacklegged dan patogen yang
menyebabkan

penyakit

Lyme.

Begitu

juga

pada

ekosistem

dengan

keanekaragaman burung yang rendah terdapat spesies burung lebih rentan


terhadap virus, sehingga meningkatkan tingkat infeksi pada nyamuk dan orangorang. Sebagai perbandingan, ekosistem yang berisi keragaman yang lebih tinggi

15

dari burung memiliki banyak spesies yang tidak layak sebagai tuan rumah bagi
virus.
Betapa berharganya keanekaragaman hayati bagi kehidupan manusia, jasa
ekosistem adalah cara untuk menggambarkan semua layanan yang kita dapatkan
dari dunia alam yang sering kita anggap remeh. Itu bisa berupa air, tanah formasi
dan perlindungan, kerusakan polusi dan penyerapan, stabilitas iklim dan
pemulihan dari bencana alam. Ekosistem menyelamatkan nyawa manusia karena
manusia panen 50,000-70,000 spesies tanaman untuk obat tradisional di seluruh
dunia. Ekosistem mempertahankan keamanan pangan yaitu sekitar 100 juta ton
metrik kehidupan air, termasuk ikan, moluska dan krustasea yang diambil dari
alam setiap tahun untuk kehidupan manusia. Daging dari hewan liar membentuk
kontribusi yang penting untuk sumber pangan dan mata pencaharian di banyak
negara, terutama yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi dan kerawanan
pangan.
2.2.6 Usaha Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Dalam usaha menjaga kelestarian sumber daya hayati agar tidak punah
adalah dengan cara menjaga keutuhan lingkungan tempat hidup makhluk hidup.
Jika sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan aktivitas eksploitasi sumber
daya hayati secara terus-menerus tanpa diimbangi dengan usaha pelestarian maka
dalam waktu yang relatif singkat sumber daya hayati akan punah (Azhari, 1997).
1. Cagar Alam
Cagar alam adalah kawasan perlindungan alam yang memiliki tumbuhan, hewan,
dan ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi. Perkembangan dan
pertumbuhan hewan dan tumbuhan, berlangsung secara alami. Sesuai dengan
fungsinya cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan, dan wisata.
Terdapat dua jenis cagar alam yaitu cagar alam darat dan cagar alam laut. Di
Indonesia cagar alam darat antara lain : Cagar Alam Morowali di Sulawesi tengah,
Cagar Alam Nusa Kambangandi Jawa Tengah, Cagar Alam Gunung Papandayan
16

di Jawa Barat, Cagar Alam Dolok Sipirok di Sumatera Utara, Cagar Alam Hutan
Pinus Janthoi di NAD (Aceh). Sedangkan cagar alam laut antara lain : Cagar
Alam Kepulauan Aru Tenggara di Maluku, Cagar Alam Pulau Anak Krakatau di
Lampung, dan Cagar Alam Kepulauan Karimata di Kalimantan Barat.
2. Suaka Margasatwa
Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dan untuk kelangsungan hidup satwa
dapat

dilakuakn

pembinaan

terhadap

habitatnya.

Di

Indonesia

suaka

margasatwadarat antara lain : Suaka Margasatwa Rawa Singkil di NAD (Aceh),


Suaka Margasatwa Padang Sugihan di Sumatera Selatan, Suaka Margasatwa
Muara Angke di DKI Jakarta, Suaka Margasatwa Tambora Selatan di Nusa
Tenggara Barat, Suaka Margasatwa Lamandau di Kalimantan Tengah, dan Suaka
Margasatwa Buton di Sulawesi Tenggara. Sedangkan Suaka Margasatwa laut
antara lain : Suaka Margasatwa Kepulauan Panjang di Papua, Suaka Margasatwa
Pulau Kassa di Maluku, dan Suaka Margasatwa Foja di Papua.
3. Taman Nasional
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli
yang dikelola dengan sistem zonasi. Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk
tujuan

penelitian,

pengembangan

ilmu

pengetahuan,

dan

wisata.

Terdapat dua jenis taman nasional, yaitu taman nasional darat dan taman nasional
laut. Taman nasional darat antara lain ; Taman Nasional Leuser di Sumatera Utara,
Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, Taman Nasional Meru Betiri di Jawa
Timur, dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Riau. Sedangkan taman nasional
laut antara lain ; Taman Nasional Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Taman
Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, dan Taman Nasional Bunaken di
Sulawesi Utara.

17

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keanekaragaman hayati adalah perbedaan diantara makhluk hidup yang
berbeda jenis, spesiesnya, dan perbedaan ekosistemnya. keanekaragaman hayati
terjadi karena adanya perbedaan sifat, seperti ukuran, bentuk, warna, fungsi organ,
tempat hidup (ekosistem) dan lain lain. Biologi Konservasi adalah ilmu lintasdisiplin (terpadu) yang dikembangkan untuk menghadapi berbagai tantangan demi
melindungi spesies dan ekosistem. Terdapat tiga tujuan: pertama, menyelidiki
dampak manusia terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup spesies,
komunitas, dan ekosistem; kedua, mengembangkan pendekatan praktis untuk
mencegah kepunahan spesies, menjaga variasi genetik dalam spesies, serta
melindungi dan memperbaiki komunitas biologi dan fungsi ekosistem terkait; dan
ketiga, mempelajari serta mendokumentasi seluruh aspek keanekaragaman hayati
di bumi.
Hilangnya keanekaragaman hayati dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
1.Hilangnya Habitat
2. Degradasi Habitat
3. Spesies-Spesies Pendatang
5. Eksploitaso Secara Berlebihan

18

Pencegahan yang dilakukan untuk mengatasi hilangnya keanekaragaman


hayati dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu:
1. Cagar Alam
2. Suaka Margasatwa
3. Taman Nasional

4.2 Saran

19

DAFTAR PUSTAKA
Azhari Samlawi, Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta:
DIKTI, 1997.
Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Haba, John. Illegal Logging, Penyebab dan Dampaknya. Jakarta: PMB-LIPI.
2005.
Indrawan, Richard B. Primack dan Jatna Supriatna. 2012. Biologi Konservasi.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas, 2002.
Richard B. Primack. 1998. A Primer of Conservation Biology. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Soerjani, Mohamad, Pembangunan dan Lingkungan, Jakarta: Institut Pendidikan
dan Pengembangan Lingkungan (IPPL), 1996.

20

21

22

Anda mungkin juga menyukai