Anda di halaman 1dari 12

Makalah

KONSERVASI PADA TINGKAT SPESIES DAN POPULASI


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah KSDA yang diampuh
oleh ibu Dr. Marini Susanti Hamidun, S.Si, M.Si)

DISUSUN OLEH :
Nurlen Duhe
Kelas B Biologi Nondik

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami tim penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Konservasi Pada Tingkat Spesies
Dan Populasi”
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Gorontalo, 16 Februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Krisis Keanekaragaman Hayati............................................................... 2
2.2 Karakteristik Spesies Yang Dilindungi ................................................... 4
2.3 Prinsip Inventarisasi Satwa Liar ............................................................. 7
BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994
adalah keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber termasuk
diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta kompek-komplek
ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup
keanekaragaman dalam spesies, antar spesies dan ekosistem.
Menurut Barnes, (1997) biodiversitas merupakan berbagai macam jenis
jumlah dan pola penyebaran dari suatu organisme atau sumber daya alam
hayati dan ekosistem. Biodiversitas terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah
total jenis perunit area dan kemerataan (kelimpahan, dominasi dan penyebaran
spasial individu jenis yang ada). Indeks yang menggabungkan kedua hal
tersebut dalam suatu nilai tunggal disebut indeks biodiversitas. Variabel-
variabel yang disatukan ke dalam suatu nilai tunggal menyangkut jumlah
jenis, kelimpahan spesies relatif, homogenitas dan ukuran petak contoh. Untuk
itu, indeks biodiversitas tergantung pada indeks kekayaan (Richnree indisces),
indeks keragaman (Diversity indisces) dan indeks kemerataan (Evenness
indisces).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu krisis keanekaragaman hayati ?
2. Bagaimana karakteristik spesies yang dilindungi ?
3. Bagaimana prinsip inventarisasi satwa liar ?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu krisis keanekaragaman hayati.
2. Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana karakteristik spesies yang
dilindungi.
3. Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana prinsip inventarisasi satwa
liar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Krisis Keanekaragaman Hayati
Indonesia seharusnya merupakan tempat keanekaragaman hayati terkaya
dunia. Di Negara kepulauan ini terdaapat 515 spesies mamalia (12% dari total
mamalia dunia), 25 ribu spesies tumbuhan berbunga (10% dari tumbuhan
berbunga dunia), 1.500 spesies burung, 600 spesies reptilian dan 270 spesies
amphibi. Di bidang kelautan, Indonesia memiliki kekayaan jenis terumbu
karang dan ikan yang luar biasa, termasuk 97 jenis ikan karang yang hanya
hidup di perairan laut Indonesia. Sementara itu, dalam hal kekayaan jenis ikan
air tawar, Indonesia memiliki sekitar 1.400 jenis. Jumlah itu hanya dapat
disaingi oleh Brasil. Tidak hanya fauna, Negara ini juga diberkahi kekayaan
flora yang berlimpah. Terdapat lebih dari 38 ribu jenis tumbuhan tingkat
tinggi (memiliki akar, batang dan daun) di bumi Indonesia. Jumlah itu
menjadikan Indonesia sebagai 5 besar Negara yang memiliki kekayaan flora
terbesar dunia.
Sejarah geologi dan topografi Indonesia juga mendukung kekayaan dan
kekhasan hayatinya. Misalnya, letak Indonesia dalam lintasan distribusi
keanekaragaman hayati benua Asia, benua Australia dan peralihan Wallacea,
adanya variasi iklim bagian barat yang lembab dan bagian timur yang kering
sehingga mempengaruhi pembentukan ekosistem dan distribusi binatang dan
tumbuhan di dalamnya. Di lain pihak, tingkat keterancaman dan kepunahan
spesies di Indonesia juga tinggi. Di tengah anugrah yang berlimpah, kini
kondisi keanekaragaman hayati terancam akibat dampak perubahan iklim,
pembakaran hutan, pemburuan liar, perkembangan industri dan eksploitasi
sumber daya semena-mena.
Ada dua penyebab kerusakan keanekaragaman hayati (biodiversity), yaitu
sebagai berikut :
1. Penyebab Utama
a) Kerusakan habitat yang berhubungan dengan proyek-proyek mega
yang dibiayai secara internasioanl seperti pembangunan bendungan
dan jalan bebas hambatan, serta kegiatan pertambangan dikawasan
hutan yang kaya akan keragaman hayati.
b) Kerusakan keanekaragaman hayati pada kawasan-kawasan budidaya
adalah dorongan ekonomi dan teknologi untuk menggantikan
keragaman dengan homogenitas pada sector kehutanan, pertanian,
perikanan dan peternakan. Revolusi hijau dalam dalam pertanian,
revolusi putih di perusahaan susu dan revolusi biru di sector perikanan
adalah revolusi-revolusi dimana keragaman hayati secara sengaja
digantikan dengan keseragaman hayati dan monokultur.
2. Penyebab Sekunder
a) Tekanan populasi, penggusuran penduduk dan penggusuran keragaman
hayati berjalan seiring, dan penduduk tergusur yang maikn
menghancurkan keragaman hayati adalah dampak tingkat kedua dari
penyebab utama kerusakan seperti yang disebut di atas.
b) Dampak negatif intensifikasi di lahan pertanian dan perkebunan, erosi,
kebakaran, pestisida dan pupuk anorganik menyebabkan pencemaran
di daratan dan perairan sangat nyata menurunkan keragaman hayati.
c) Pencemaran/polusi baik tanah, perairan maupun udara.
d) Eksploitasi jenis tertentu secara besar-besaran.
Ada beberapa aspek permasalahan dalam usaha pengelolaan biodiversitas/
keanekaragaman hayati di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Aspek Pemanfaatan (Ekonomis)
a) Berbagai potensi pemanfaatan keanekaragaman hayati masih banyak
yang belum diketahui.
b) Prinsip keseimbangan pendayagunaan keanekaragaman hayati belum
diperhatikan, sehingga terdapat anggapan bahwa produktivitas tinggi
identik dengan dominasi spesies tertentu (monokultur).
2. Aspek Pelestarian (Ekologis)
a) Belum adanya kontinuitas program pelestarian dan pengolahan
keanekaragaman hayati bagi instansi/pemerintah.
b) Penelitian aplikatif tidak dipublikasikan kepada masyarakat luas.
3. Aspek Pendidikan (Edukatif)
a) Sosialisasi kepentingan keanekaragaman hayati belum optimal,
sehingga belum menjiwai perilaku masyarakat maupun pengambil
keputusan.
b) Sosialisasi keanekaragaman hayati belum melibatkan “informal
leader” seperti ulama, tetua adat dan tokoh masyarakat lainnya
sehingga isu ini belum membumi.
4. Aspek Kebijakan Pemerintah (Policy)
a) Belum ada mekanisme kontrol yang kuat oleh independen yang
legitimate (LSM dan Masyarakat lainnya).
b) Belum ada standar regional tentang monitoring method keberhasilan
dan kemajuan usaha pelestarian keanekaragaman hayati.
c) Belum adanya riset untuk menciptakan adanya mekanisme pendukung
pendayagunaan jenis unggulan daerah.
d) Belum difokuskan program pelestarian ex situ/in situ pada semua
instansi terkait.
2.2 Karakteristik Spesies Yang Dilindungi
Indonesia merupakan salah satu negara yang secara resmi menjadi Negara
anggota yang ke-51 pada bulan Desember pada tahun 1973 Dan
Implementasinya pemerintah mengeluarkan Keppres No.43 Tahun 1978 untuk
meratifikasi Konvensi Convention On Intenational Trade Endangered Species
Of Wild Fauna And Flora tersebut. Hal ini dilakukan karena kesadaran
Indonesia mempunyai sumber daya hayati dan keanekaragaman hayati yang
sangat banyak jumlahnya. Wilayah indonesia yang meliputi 17.000 pulau
seluas 735.355 mil persegi (1904,56 km²) memiliki 10% dari tanaman
berbunga di dunia, 12% mamalia, dan 17% dari Ieptil, amfibi, dan burung
hidup bersama dengan hampir 240 juta orang.
Negara yang dikenal dengan Negara megabiodiversity ini mempunyai
lebih dari 17.000 pulau serta mempunyai tujuh kawasan biogeografi yang
penting. Banyak pulau yang terpencil selama ribuan tahun sehingga
mengakibatkan tingkat kekhasan tumbuhan dan hewannya sengat tinggi Dari
429 spesies burung endemic misalnya, 251 unik pada satu pulau saja. Tiga
pusat utama kekayaan itu terdapat pada Irian Jaya (sangat kaya spesies dan
endemik), Kalimantan (sangat kaya spesies, endemic menengah) dan Sulawesi
(kekayaan spesies tingkat menengah, endemik tinggi). Hal ini mejadikan
Indonesia memiliki peranan penting dalam perdagangan tumbuhan dan satwa
langka didunia, yang mana tumbuhan meupun satwa Langka yang
diperdagangkan merupakan hasil dari tangkapan dari alam. Akibat dari
kondisi tersebut Indonesia memiliki daftar panjang terhadap tumbuhan dan
satwa yang terancam punah.
Ada pula catatan yang menunjukkan bahwasannya perkembangan hukum
lingkungan internasional dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian
perlindungan burung-burung pertanian (Convention on Conservation of Bird
Useful to Agriculture) tahun 1902 di Eropa. Burung dan binatang lainnya yang
berfungsi membantu pertanian yang telah berlaku sebagai suatu kebiasaan
selama 30 tahun dalam kehidupan petani-petani Jerman, yang kemudian
meminta kekaisaran Astro-Hungaria melakukan perindungan serupa.
Perjanjian serupa sesungguhnya pernah diusulkan oleh pemerintah Swiss
(1872) tetapi tidak ditanggapi oleh pemerintah Negara lainnya. Perjanjian
dengan tujuan serupa, Anglo American Treaty 1916, kemudian dilakukan oleh
Amerika-Kanada.
Hukum Lingkungan yang bersifat use-oriented maksudnya adalah produk
hukum yang melulu memberikan hak kepada masyarakat Internasional untuk
mengeksploitasi Lingkungan dan sumber daya alam tanpa membebani
kewajban untuk menjaga, melindungi, dan melestarikannya. Konferensi yang
diikuti lebih dari 113 negara dan beberapa puluh peninjau yang menghasilkan
Deklarasi Stockholm berisi 26 prinsip lingkungan hidup dan 109 rekomendasi
rencana aksi Ingkungan hidup manusia hingga dalam suatu resolusi khusus
serta menetapkan 5 juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia.
Khusus dalam perdagangan hewan langka beserta bagian-bagian tubuhnya
ataupun produk olahannya menjadi momok yang menakutkan terhadap
kelangsungan Hidup hewan langka. Tidak sedikit hewan langka marak
diperdagangnkan secara bebas tidak hanya dalam perdagangan dalam Negara
saja, akan tetapi hingga kepada perdagangan Internasional. Hal ini yang
mendorong masyarakat iternasional untuk Mengatur perdagangan hewan
langka. Pada tahun 1973 terbentuklah sebuah konvensi yang mengatur tentang
perdagangan satwa langka yakni CITES (Convention on International Trade
in Endangered Species/CITES). Terbentuknya CITES dikarenakan adanya
peranjian internasional yang disusun berdasarkan resolsui sidang IUCN.
CITES ini merupakan perjanjan yang berfokus pada perlindungan satwa dan
tumbuhan Langka dalam perdagangan internesional yang nantinya akan
mengancam kelestarian tumbuhan dan satwa Langka. Konvensi ini juga
bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati melalui pelarangan
perdagangan spesies tertentu secara internasional.
Ada 4 hal pokok yang mendasari dibentuknya CITES adalah sebagai
berikut :
1. Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap satwa dan tumbuhan
langka.
2. Meningkatnya nilai sumber tumbuhan dan satwa Langka bagi manusia.
3. Peran dari masyarakat dan Negara dalam upaya perlindungan tumbuhan
dan satwa langka sangat tinggi.
4. Makin mendesaknya kebutuhan kerja sama Internasional untuk melindungi
jenis-jenis tersebut dari eksploitasi berlebihan melalui kontrol perdagangan
internasional.
Dalam mengendalikan perdagangan satwa langka, CITES dibagi dalam
tiga Appendix yaitu, appendix 1 terdiri dari semua flora dan fauna yang sangat
terancam punah dan hanya diperdagangkan dalam keadaan yang sangat
khusus, dalam Appendix ini semua spesies yang terdaftar dalam Appendix ini
tidak boleh diperdagangkan. Appendix Il berisi flora dan fauna yang walaupun
saat ini belum terancam punah, tetapi akan segera menjadi punah bila
perdagangannya tidak diatur dengan ketentuan yang ketat. Appendix III
mencantumkan spesies yang dilaporkan oleh Negara peserta agar Negara
anggota lainnya ikut membantu ketentuan tersebut sehingga dapat berlaku
secara efektif.
2.3 Prinsip Inventarisasi Satwa Liar
Inventarisasi satwa liar sangat penting untuk mengetahui potensi dan
strategi pengelolaan yang baik dalam mengelola satwa Iiar dengan
memperhatikan aspek kelestarian, ekologi, dan aspek ekonomi dari satwa
tersebut. Metode sensus merupakan metode yang memiliki karakteristik
menyeluruh dan memerlukan banyak sumber daya untuk melakukan proses
penghitungannya. Ada beberapa metode turunan dan metode sensusya itu
metode pengamatan bergerak, metode pengamatan diam, driving count,
concertration count, dan metode penjagalan. Metode pengamatan diam,
metode pengamatan bergerak, dan metode pengamatan penentuan waktu
optimum dilakukan di Kebun Raya Bogor. Waktu optimum digunakan untuk
mengetahui peluang terjadinya perjumpaan paling banyak.
Pengamat diam (cilent detection) adalah menghitung satwa ketika satwa
tidak dalam keadaan terganggu dan metode pengamatan dimana pengamat
mendekati satwa setenang mungkin (assilent as possible) (Mustari 2007).
Pengamat bergerak adalah metode yang dilakukan dengan cara pengamat
melakukan penghitungan sambil bergerak dimana pengamat bebas bergerak
selama masih berada di dalam luasan areal yang ditentukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Biodiversitas merupakan berbagai macam jenis jumlah dan pola
penyebaran dari suatu organisme atau sumberdaya alam hayati dan
ekosistem.biodiversitas terdiri atas duakomponen, yaitu jumlah total jenis
perunit area dan kemerataan (kelimpahan, dominasi dan penyebaran spasial
individu jenis yang ada). Indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut
dalam suatu nilai tunggal disebut indeks biodiversitas. Variabel-variabel yang
disatukan ke dalam suatu nilai tunggal menyangkut jumlah jenis, kelimpahan
spesies relatif, homogenitas dan ukuran petak contoh. Untuk itu, indeks
biodiversitas tergantung pada indeks kekayaan (Richnree indisces), indeks
keragaman (Diversity indisces) dan indeks kemerataan (Evenness indisces)
(Barnes et al., 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, B. V., Donald, R.Z., Shirley. R.D., and Stephen, H. S.1997. Forest
Ecology. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588p.
Budiman. A, Arief. AJ, Tjakawidjaya. A.H. Peran museum zoology dalam
Penelitian dan Konservasi keanekaragaman hayati (ikan). Jurnal Iktiologi
Indonesia Vol.2,No.2,Th.2002:51-55
Husnah, Tjahjo. D. W. H, Nastiti. A, Oktaviani. D, Nasution. S. H, Sulistiono.
Status keanekaragaman hayati sumberdaya perikanan perairan umum di
Sulawesi. (Badan riset kelautan dan perikanan 2008).
Karmilasanti, Supartini. Keanekaragaman jenis tumbuhan obat dan
pemanfaatannya di kawasan tane’ Olen Desa Detulang Malinau,
Kalimantan timur. (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda).
Nabdi. M. S. Konservasi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Hutan Tropis
Berbasis Masyarakat.
Reid and Miller, 1989; Moyle and Leydi, 1992; Dudgeon, 2000 Suhartini. Peran
Konservasi Keanekaragaman Hayati Dalam Menunjang Pembangunan
yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai