Anda di halaman 1dari 12

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Keanekaragaman Hayati Zulfahmi,S.Hut.,M.Si

ANCAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Disusun Oleh:

MUHAMMAD RIDHO (12280211260)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Faktor-faktor yang
Mengancam Keanekaragaman Hayati” dapat kami selesaikan. Kami berharap makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini
dapat kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan
Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf.
Kami menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat makalah
yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Pekanbaru, 3 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I.....................................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................
C. Tujuan .........................................................................................................................
BAB II...................................................................................................................................
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh pengunaan lahan..........................................................................................
2.2 Polusi...........................................................................................................................
2.3 Eksploitasi berlebihan.................................................................................................
2.4 Perubahan iklim...........................................................................................................
2.5 Spesies invasif.............................................................................................................
BAB III..................................................................................................................................
PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan satwa liar, termasuk fauna (fauna) dan
flora, termasuk keanekaragaman jenisnya, serta komunitas ekologis di darat, laut, dan
perairan tempat tinggalnya, misalnya hutan tropis, hutan beriklim sedang. , danau air tawar,
lahan basah, dll. Kekayaan ini disebut keanekaragaman hayati. Kekayaan keanekaragaman
hayati penting bagi manusia karena merupakan sumber kehidupan, baik berupa pangan,
obat-obatan, maupun sumber daya genetik. Selain itu, keanekaragaman hayati juga
bermanfaat bagi lingkungan itu sendiri, khususnya untuk saling mendukung sistem
kehidupan dalam satu ekosistem.
Keberadaan keanekaragaman hayati yang kaya terancam punah akibat perilaku dan
keserakahan manusia, terutama dalam perburuan peradaban. Demi mengejar peradaban,
masyarakat seringkali mengubah hutan atau lahan pertanian menjadi kawasan industri atau
kawasan pemukiman. Tindakan ini mempunyai akibat yang mematikan karena di dalam
hutan yang dijadikan lahan industri mungkin terdapat beberapa tanaman yang berguna
sebagai bahan dasar untuk mengobati penyakit tertentu. Ada enam penyebab utama
penurunan atau kepunahan spesies atau habitat yang berkontribusi terhadap kekayaan
keanekaragaman hayati:
1) pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi sumber daya alam, baik biotik
maupun abiotik; 2) pengabaian spesies dan ekosistem; 3) kecerdasan yang buruk; 4)
dampak sistem perdagangan global; 5) ketidakseimbangan alokasi sumber daya; dan 6)
tidak menghargai keanekaragaman hayati.Khusus terkait dengan satwa liar ada 5 (lima)
masalah utama yang menjadi ancaman bagi keberadaan satwa liar. 1 Kelima masalah utama
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Habitat tempat satwa liar berada semakin sempit sebagai akibat perkembangan
penduduk pada umumnya dan khususnya pembukaan lahan kawasan hutan untuk
bebagai keperluan seperti untuk transmigrasi, pertanian tanaman pangan,
perkebunan, pembangunan sarana umum, industri dan lain-lain.

1
Koenadi Hardjasoemantri, Hukum Lingkungan: Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, Hal. 251. 6 Ibid.
2. Pembukaan lahan kawasan hutan sebagaimana di atas belum dilakukan dengan
perencanaan yang baik dan disertai dengan kajian tentang resiko gangguan bagi
satwa liar.
3. Lokasi pembangunan pertanian, perkebunan dan transmigrasi umumnya berada
berdekatan atau berbatasan dengan kawasan hutan dan kawasan konservasi
menimbulkan gangguan bagi satwa liar.
4. Pembukaan kawasan hutan untuk keperluan lain telah menimbulkan kerugian
besar karena sering menyebabkan kematian satwa liar yang dilindungi undang-
undang.
5. Penanggulangan untuk masalah di atas membutuhkan upaya terpadu tapi dalam
kenyataannya keterpaduan dimaksud belum terealisir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perubahan penggunaan lahan, polusi, eksploitasi berlebihan, perubahan
iklim, dan spesies invasif?
2. Bagaimana langkah mencegah perubahan penggunaan lahan, polusi, eksploitasi
berlebihan, perubahan iklim, dan spesies invasif?
3. Kapan perubahan penggunaan lahan, polusi, eksploitasi berlebihan, perubahan
iklim, dan spesies invasif dapat diatasi?
4. Mengapa perubahan penggunaan lahan, polusi, eksploitasi berlebihan, perubahan
iklim, dan spesies invasif bisa terjadi?
5. Siapa yang melakukan perubahan penggunaan lahan, polusi, eksploitasi
berlebihan, perubahan iklim, dan spesies invasif?

C. Tujuan
Untuk mengetahui apa itu, perubahan penggunaan lahan, polusi, eksploitasi berlebihan,
perubahan iklim, dan spesies invasif siapa pelakunya, kapan terjadinya, dimana
terjadinya, serta bagaimana cara mencegahnya.

BAB II
ANCAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

2.1 Perubahan Penggunaan Lahan


Ancaman terbesar terhadap keanekaragaman hayati di seluruh wilayah di dunia
disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan air (50%). Perubahan penggunaan lahan
dan air dalam hal ini mencakup penebangan hutan yang terus berlanjut, pertanian yang
tidak berkelanjutan, dan pertambangan/penggalian. Perubahan cara kita memanfaatkan
tanah dan air. Daratan dan lautan kita adalah rumah bagi banyak ekosistem berbeda, yang
dipengaruhi oleh aktivitas bisnis. Misalnya: Ketika pengembang mengeringkan dan mengisi
lahan basah atau lahan basah untuk membangun perumahan, mereka menghilangkan lahan
yang menampung kelebihan air saat terjadi badai. Konsekuensinya bisa sangat dramatis.
Ketika Superstorm Sandy melanda New York dan New Jersey pada tahun 2012,
kerusakan rawa pesisir berkurang sebesar 27% ($430 juta) di New Jersey, dimana masih
banyak rawa yang tersisa. Di New York, dimana sebagian besar lahan basah telah
dikeringkan dan dikembangkan, perlindungan lahan basah hanya mengurangi kerugian
sebesar 0,4% ($140 juta).
2.2 Polusi
Polusi meningkat. Polusi udara, tanah dan air menyebabkan masalah serius bagi banyak
ekosistem. Potongan-potongan kecil plastik yang tersuspensi di air laut menumpuk di dalam
tubuh ikan, burung, dan biota laut lainnya. Racun industri membunuh banyak spesies di
sungai dan danau. Polusi udara menembus tanah, dedaunan dan air. Hal ini menyebabkan
penurunan spesies, berkurangnya keanekaragaman dan melemahnya ekosistem. Ada banyak
jenis polusi, seperti plastik, yang mengancam kelangsungan hidup hewan di ekosistem.
Beberapa hewan laut bahkan mulai khawatir dengan munculnya sampah plastik yang
mengapung di laut, pencemaran udara, air, tanah, dan lain-lain yang terjadi di seluruh
dunia dan alam itu sendiri terkena dampaknya secara dinamis. Statistik mengejutkan yang
menyoroti dampak polusi yang luas adalah bahwa lebih dari 430 spesies, yang pada saat itu
terdaftar dalam Undang-Undang Spesies Terancam Punah (Endangered Species Act),
digambarkan sebagai spesies yang terkena dampak polusi secara signifikan. Polusi plastik
laut saja telah meningkat sepuluh kali lipat sejak tahun 1980, berdampak pada setidaknya
267 spesies, termasuk penyu, burung laut, dan banyak mamalia laut.
2.3 Eksploitasi berlebihan
Kegiatan seperti penebangan kayu, pertanian, dan perikanan dapat dilakukan secara
berkelanjutan, namun sering kali dilakukan dengan cara yang mengeksploitasi sumber daya
secara berlebihan. Ketika terlalu banyak spesies, bahkan beberapa spesies penting, hilang
dari ekosistem, seluruh kehidupan di kawasan tersebut bisa hilang. (Bayangkan sebuah
dinding batu yang terlalu banyak batunya telah dihilangkan, atau jaring laba-laba yang
terlalu banyak helaiannya telah dipotong.) Secara umum, manusia telah mengambil lebih
banyak dari alam daripada yang dapat mereka tangani. . Misalnya, 70% stok ikan di lautan
saat ini menjadi korban penangkapan ikan yang berlebihan. Sebuah studi pada tahun 2016
menemukan bahwa lautan mungkin akan kehilangan ikan pada tahun 2050.
Manusia memiliki sejarah panjang dalam memburu spesies hingga punah. Pada abad ke-
17 dan ke-18, dodo dan dugong Steller diburu hingga punah dan banyak orang mengetahui
kisah merpati penumpang, burung paling banyak di Amerika Utara dan punah pada tahun
1914 karena penangkapan ikan skala besar. Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa
berang-berang laut selatan yang ikonik juga mengalami nasib yang sama dan kini hanya
menempati 13% dari habitat bersejarahnya. Hampir seperlima dari seluruh spesies yang
terdaftar di bawah Undang-Undang Spesies Terancam Punah (Endangered Species Act)
berisiko mengalami eksploitasi berlebihan.

2.4 Perubahan Iklim

Kegiatan seperti penebangan kayu, pertanian, dan perikanan dapat dilakukan secara
berkelanjutan, namun sering kali dilakukan dengan cara yang mengeksploitasi sumber daya
secara berlebihan. Ketika terlalu banyak spesies, bahkan beberapa spesies penting, hilang
dari ekosistem, seluruh kehidupan di kawasan tersebut bisa hilang. (Bayangkan sebuah
dinding batu yang terlalu banyak batunya telah dihilangkan, atau jaring laba-laba yang
terlalu banyak helaiannya telah dipotong.)
Secara umum, manusia telah mengambil lebih banyak dari alam daripada yang dapat
mereka tangani. . Misalnya, 70% stok ikan di lautan saat ini menjadi korban penangkapan
ikan yang berlebihan. Sebuah studi pada tahun 2016 menemukan bahwa lautan mungkin
akan kehilangan ikan pada tahun 2050. Manusia memiliki sejarah panjang dalam memburu
spesies hingga punah. Pada abad ke-17 dan ke-18, dodo dan dugong Steller diburu hingga
punah dan banyak orang mengetahui kisah merpati penumpang, burung paling banyak di
Amerika Utara dan punah pada tahun 1914 karena penangkapan ikan skala besar. Namun,
banyak orang tidak menyadari bahwa berang-berang laut selatan yang ikonik juga
mengalami nasib yang sama dan kini hanya menempati 13% dari habitat bersejarahnya.
Hampir seperlima dari seluruh spesies yang terdaftar di bawah Undang-Undang Spesies
Terancam Punah (Endangered Species Act) berisiko mengalami eksploitasi berlebihan.

2.5 Spesies Invasif


Spesies invasif bertanggung jawab atas penurunan lebih dari 40% spesies yang terdaftar
di bawah Endangered Species Act dan dapat menyebabkan kerugian rata-rata $20 miliar
per tahun di Amerika Serikat. Banyak faktor lain yang berkontribusi terhadap krisis
keanekaragaman hayati, yang menyebabkan hampir seperlima permukaan bumi terancam
oleh spesies asing yang invasif. Spesies invasif diperkirakan akan meningkat sebesar 40%
pada tahun 2050. Perdagangan global memindahkan spesies dari ekosistem aslinya ke
wilayah lain di dunia, yang seringkali tidak memiliki potensi predator untuk berburu dan
mengendalikan jumlah mereka.
Pemanasan global memungkinkan spesies berbahaya seperti nyamuk pembawa penyakit
berkembang biak di wilayah lintang baru. Spesies asing seringkali mengganggu
keseimbangan habitat barunya. Misalnya, tikus Norwegia, yang berasal dari Asia Tengah
dan telah menginvasi hampir setiap wilayah di dunia, telah menyebabkan kepunahan
ratusan spesies dan menyebabkan kerugian sebesar $19 miliar per tahun di Amerika Serikat
saja.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Ancaman terbesar utama bagi keanekaragaman hayati di seluruh wilayah dunia
adalah karena perubahan penggunaan lahan dan air (50%). Meningkatnya polusi.
Polusi udara, tanah, dan air menimbulkan masalah serius bagi banyak ekosistem.
Kegiatan seperti penebangan kayu, pertanian, dan penangkapan ikan dapat
dilakukan secara berkelanjutan, Kita sudah melihat suhu yang lebih panas, lautan
yang lebih hangat, dan kejadian cuaca yang lebih buruk. Banyak spesies tidak
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi ini, dan jumlah mereka menurun Spesies
invasif telah menjadi faktor penurunan lebih dari 40 persen spesies yang terdaftar
di bawah Endangered Species Act (Undang-undang Spesies Terancam Punah).
2. Untuk mencegah hal tersebut kita sebagai manusia harus memikirkan apa
dampak buruk dari kegiatan yang kita lakukan agar tidak merugikan bagi hayati
dan membuatnya menjadi punah.
3. Semua hal tersebut bisa diatasi dengan kita berhati hati dalam betindak agar tidak
berkepanjangan ancaman tersebut terjadi.
4. Karena kita tidak memikirkan bagaimana keadaan hayati sehingga membuat
mereka menjadi terancam dan menjadikan mereka berpindah pindah bahkan
memasuki pemukiman warga.
5. Ancaman tersebut terjadi karena ulah manusia yang menjadi factor utamanya
namun hal tersebut ada juga ancaman dari perubahan iklim yang tidak dapat
dihindari dan tidak sesuai dengan kondisi makhluk hidup tersebut.

3.2 SARAN

Adapun saran yang


ingin saya sampaikan pada
makalah ini adalah
ungkapan diman saya ingin
belanjar dari hal tidak mengerti
menjadi mengerti
maka dari itu saya menginkan
dari pembaca agar
memberikan kritik serta
saran kepada si pembuat
makala agar kiranya dapat
membuat makalah yang
lebeh baik dari makalah
makalah yang ada.
Adapun saran yang ingin
saya sampaikan pada makalah
ini adalah
ungkapan diman saya ingin
belanjar dari hal tidak mengerti
menjadi mengerti
maka dari itu saya menginkan
dari pembaca agar
memberikan kritik serta
saran kepada si pembuat
makala agar kiranya dapat
membuat makalah yang
lebeh baik dari makalah
makalah yang ada.
Adapun saran yang ingin saya sampaikan pada makalah ini adalah ungkapan dimana
saya ingin belajar dari hal yang tidak di mengerti menjadi dimengerti maka dari itu saya
menginginkan dari pembaca agar memberikan kritik serta saran kepada pembuat makalah
agar kiranya dapat menjadikan makalah yang lebih baik dari makalah makalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Salim, E., 1993, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3S Jakarta


ReVele, P., Charles ReVele. 1988. The Environment, Third Edition, Jones and Bartlett, Boston.
Chusharini. 1997. Pengendalian Hama Terpadu, Buletin Mimbar no. 34 LPPMUNISBA,
Bandung.
Soemarwoto, O. 1992. Indonesia dalam Kancah Lingkungan Global. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
MacKinnon, K. G. Child dan J. Thorsell. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di
Daerah Tropika. Gajah Mada University Press, Jogyakarta.
Soule, E.M., 1991. . Conservation : Tactics for a Constant Crisis, Science vol. 253, USA.

Adams (2011). Impacts of climate change on coastal ecosystems

Asaad et al. (2018): DOI.org/10.1016/j.biocon.2018.03.037

CBD (2012). Impacts of microplastic in marine fauna

Eriksen et al. (2014): DOI:10.1371/journal.pone.0111913

Marfai & King (2008): DOI 10.1007/s00254-007-0906-4

Anda mungkin juga menyukai