GRUP 6
1. Laelatul Fitri
2. Hazrina Fadiah Inssani
3. Tasyafiki Azraliani
4. Dhinira Kurnia Putri
5. Slamet Hidayat
7. Renata Philipa Plate
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR IS
..........................................................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................ii
1 PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 Pendahuluan......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................3
1.3 Ruang Lingkup..................................................................................................................3
2 PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
2.1 Pengertian Biodiversitas...................................................................................................4
2.2 Biodiversitas dengan Kesehatan Masyarakat....................................................................5
2.3 Biodiversitas dan Kerusakan Lingkungan Merupakan Isu Global Dalam Bidang
Kesehatan Masyarakat.................................................................................................................7
2.4 Kerusakan Lingkungan Dapat Mempengaruhi Biodiversitas...........................................8
2.5 Kerusakan lingkungan dan biodiversitas mempengaruhi Kesehatan masyarakat.............9
2.6 Upaya mengatasi masalah Kesehatan akibat pengaruh dari kerusakan lingkungan dan
biodiversitas...............................................................................................................................11
3 KESIMPULAN...........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15
i
ii
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULAN
1
2
terakhir menunjukan bahwa lebih dari setengah permukaan bumi yang menunjang
komunitas makhluk hidup telah terkena dampak kegiatan manusia. Diperkirakan pula
bahwa kita sekarang pada masa kepunahan masal jenis-jenis makhluk hidup. Keprihatinan
ini bertambah lagi dengan adanya kesadaran bahwa pengetahuan kita tentang keragaman
dan keanekaan jenis tumbuhan, hewan, jasad renik dan ekosistem dimana mereka berada
dan berinteraksi benar-benar kurang lengkap. Pengertian pembangunan semesta pada
beberapa dekade yang lalu tidak menganut azas keseimbangan. (Salim, 2018).
Menurut Darlington (2010) dalam penelitian Sutarno dan Ahmad Dwi Setyawan
(2015) Kerusakan alam dan hilangnya habitat telah menyebabkan puluhan ribu spesies
terancam punah. Dari 20 negara di dunia yang jenis-jenis alamiahnya terancam, maka
Indonesia menduduki posisi ke-5, dimana terdapat 1126 spesies yang terancam punah,
terdiri dari mamalia, burung, reptil, amfibia, ikan dan moluska. Beberapa tindakan manusia
secara “tidak sengaja” berdampak langsung terhadap hidupan liar. Misalnya, 4 jenis
amfibia sering terjebak dalam botol dan sampah, 18 jenis reptil terjebak dalam perangkap
udang, jaring atau kantung plastik; 49 jenis burung sering terkena tali pancing atau jaring
ikan, 49 mamalia laut terperangkap pada tali, jaring dan sesampahan; 97 jenis invertebrata
laut terkena pancing, terjebak dalam kantung plastik, botol minuman dan sesampahan
lainnya; 46 jenis ikan terjebak dalam tali pancing, jaring atau kantung plastik; dan 4 jenis
coral dan spons terkena pancing atau sesampahan (Ocean Conservancy, 2012). Penyebab
utama hilangnya biodiversitas adalah kerusakan habitat, perubahan iklim (pemanasan
global), eksploitasi yang berlebihan, pencemaran lingkungan, ketidaksengajaan/kecelakaan
dan datangnya spesies asing (WWF, 2012).
Faktor-faktor penyebab, pemacu, dan tekanan langsung berkontribusi terhadap
degradasi keanekaragaman hayati global dan jasa ekosistem. Eksploitasi berlebihan,
hilangnya habitat, dan masuknya spesies invasif mengancam keanekaragaman hayati dunia.
Tingkat kepunahan saat ini 100 kali dari pada sebelum manusia berevolusi. Dua spesies
telah punah setiap hari sejak 2010. Keanekaragaman hayati adalah penting bagi umat
manusia karena menyediakan bahan baku untuk makanan, obat-obatan dan industri.
Meskipun kawasan lindung telah dibuat dan investasi dilakukan, kita perlu berbuat lebih
banyak. (Sutarno & Ahmad, D, 2015) Berdasarkan uraian dan isu-isu tersebut kami akan
membahas mengenai Biodiversitas dan Kerusakan Lingkungan
3
2 Pengertian Biodiversitas
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati berdasarkan bahasa dari Konvensi
Keanekaragaman Hayati menggambarkan biodiversitas sebagai “keragaman kehidupan,
mencakup variasi di semua tingkatan, dari gen dalam suatu spesies hingga habitat yang
diciptakan secara biologis di dalam ekosistem.” (Sandifer, P.A., et al., 2015). Sumber
variabilitas ini termasuk binatang, tumbuh-tumbuhan, dan spesies mikrobial (Fischer, A.,
et al., 2007). Biodiversitas tidak hanya tertuju pada banyaknya spesies di bumi, namun juga
terdiri dari variasi genetik spesifik dan sifat dalam spesies (seperti varietas tanaman yang
berbeda), dan kumpulan spesies ini dalam ekosistem yang menjadi ciri landskap pertanian
dan lainnya seperti hutan, lahan basah, padang rumput, gurun, danau dan sungai. Setiap
ekosistem terdiri dari makhluk hidup yang berinteraksi satu sama lain dan dengan udara, air
dan tanah di sekitar mereka. Berbagai interkoneksi ini di dalam dan diantara ekosistem
membentuk jaring kehidupan, dimana manusia merupakan bagian terpenting tergantung
dari bagaimana manusia bertahan hidup (Romanelli, C., et al., 2015).
Kombinasi dari bentuk-bentuk kehidupan ini dan interaksinya satu sama lain, dan
dengan lingkungan sekitarnya, yang memungkinkan terjadinya kehidupan manusia di bumi.
Biodiversitas pun mencakup lebih dari sekadar keragaman kehidupan di bumi; itu juga
mencakup struktur komunitas biotik, habitat di mana komunitas hidup, dan variabilitas di
dalam dan di antara mereka. Definisi ini memberikan gambaran umum tentang istilah
biodiversitas, namun biodiversitas ini sendiri cenderung memiliki arti yang berbeda bagi
orang yang berbeda (Fischer, A., et al., 2007). Pengertian dari biodiversitas menjadi
fleksibel, inklusif dan reflektif tergantung dari tingkat kompleksitas interaksi biotik dan
abiotic. Interaksi ini akan menunjukan tingkatan variabilitas dalam spesies, antar spesies
dan dalam serta antar ekosistem sebagai bagian terpenting dari proses ekologikal dimana
semuanya menjadi bagian dari ekosistem (M.Mace, G., 2012)
4
5
barang itu kemudian berdampak negatif pada kesejahteraan manusia yaitu kesehatan
(Clark, N.E., et al., 2014).
Gambar 1. Jalur Langsung dan Tidak Langsung (Budaya) dari Biodiversitas ke Kesehatan
Manusia (Clark, N.E., et al., 2015)
kehidupan umat manusia. Jika kenakeragaman hayati hilang dengan pergerakan manusia
saat ini maka dalam waktu dekat, kelangsungan hidup manusia akan terancam.
(misalnya pelepasan sianida atau trawl praktik penangkapan ikan) mungkin juga
berdampak pada spesies non-target, dan/atau panen yang tidak lestari dapat mengubah
dinamika ekologi, seperti berkurangnya potensi penyebaran benih dan implikasinya untuk
rantai makanan (mempengaruhi juga manusia yang bergantung pada mereka) (World
Helath Organization & Secretariat of the Convention on Biological Diversity, 2015).
Contoh kasus kerusakan lingkungan yang mempengaruhi biodiversitas yaitu
penghancuran dan perubahan ekosistem alami dengan hilangnya jenis terumbu karang
seperti Mussismilia braziliensis dan Mussismilia hispida yang ditemukan di Kepulauan
Abrolhos yang membentang dari pantai Espírito Santo hingga selatan Bahia membuat
terumbu karang tersebut terkena penyakit yang membuat mereka keputihan, berbeda
dengan yang sehat. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibrio coralliityticus , V.
alginolyticus dan V. harveyi . Keragaman mikroba yang terkait dengan keberadaan
manusia didalilkan sebagai hipotesis dampak manusia pada penularan bakteri ini terkait
dengan kontaminasi organik dan tinja yang berpotensi mempengaruhi karang (Thompson,
2009, 2010 dalam Alho, 2012). Kemudian, deforestasi dan pembakaran di hutan Amazon
berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dioksida ke atmosfer (Werf van der et al.,
2009 dalam Alho, 2012). Sinar inframerah yang diserap oleh gas yang dilepaskan oleh
pembakaran ke atmosfer menghasilkan panas. Itu disebut efek rumah kaca. (Alho, 2012)
(World Health Organization and Secretariat of the Convention on Biological Diversity,
2015).
Perusakan dan perubahan ekosistem alam dengan hilangnya biodiversitas hasil dari
campur tangan manusia di alam, termasuk urban sprawl, konversi vegetasi alami menjadi
padang rumput atau lahan pertanian, perubahan iklim dan proyek infrastruktur besar seperti
jalan baru di Amazon, pembangkit listrik tenaga air, pemukiman manusia, pengenalan
invasif yang tidak disengaja atau disengaja spesies oleh manusia, dan bentuk-bentuk lain
dari perubahan lingkungan alam. Misalnya, di Brasil vektor demam berdarah, penyakit
yang menyerang ribuan orang setiap tahun adalah nyamuk Aedes aegypti, berasal dari
Afrika, mungkin dari wilayah ethiopia selama perdagangan budak. Ini juga merupakan
vektor perkotaan demam kuning (Who, 2007). Ini adalah nyamuk rumah tangga yang
tumbuh subur di wilayah urban sprawl. Spesies lain adalah Aedes albopictus ,
diperkenalkan di Brasil pada tahun 1986, yang dapat menjadi vektor sekunder demam
berdarah di pedesaan dan perkotaan (Segura dkk., 2003; Walker, 2007).
Deforestasi dan pembakaran di hutan Amazon berkontribusi pada peningkatan
emisi karbon dioksida ke atmosfer (Werf van der et al., 2009). Sinar infra merah yang
diserap oleh gas yang dilepaskan oleh pembakaran ke atmosfer dihasilkan makin panas. Itu
disebut efek rumah kaca. Perubahan iklim, yang dibahas selama Konferensi PBB di
Kopenhagen pada bulan Desember 2009, telah berdampak pada keanekaragaman hayati
dalam banyak cara, termasuk melalui proliferasi serangga vektor penyakit. Studi yang
dilakukan oleh Shuman (2010) menunjukkan bahwa dengan peningkatan suhu dan pola
curah hujan secara bertahap, perubahan iklim ini dapat diharapkan memiliki efek
substansial pada wabah penyakit menular ditularkan oleh serangga vektor dan air yang
terkontaminasi. Serangga vektor cenderung lebih aktif pada suhu yang lebih
tinggi. Misalnya, nyamuk tropis seperti spesies Anopheles yang mengirimkan malaria
memerlukan suhu di atas 16 °C untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Spesies ini bertelur
di air. Akibatnya, musim panas dan hujan akan kondusif bagi berjangkitnya jutaan kasus
baru (Shuman, 2010). Menurut penelitian ini, suhu diperkirakan akan meningkat antara 1,8
dan 5,8ºC pada akhir abad ini; siklus hidrologi juga diperkirakan akan berubah, karena
udara hangat menyimpan lebih banyak uap air daripada udara dingin.
Keanekaragaman hayati menimbulkan manfaat kesehatan. Misalnya,
keanekaragaman species dan genotipe menyediakan nutrisi dan obat-obatan.
Keanekaragaman hayati juga menopang ekosistem berfungsi yang menyediakan layanan
11
seperti: pemurnian air dan udara, hama dan penyakit kontrol dan penyerbukan. Namun itu
juga bisa menjadi sumber pathogen yang mengarah ke negative hasil kesehatan. Jenis
interaksi kedua muncul dari penggerak perubahan yang mempengaruhi keduanya
keanekaragaman hayati dan kesehatan secara paralel. Sebagai contoh, polusi udara dan air
dapat menyebabkan keanekaragaman hayati kerugian dan berdampak langsung pada
kesehatan. Ketiga jenis interaksi muncul dari dampak intervensi sektor kesehatan pada
keanekaragaman hayati dan intervensi terkait keanekaragaman hayati pada kesehatan
manusia. Misalnya, penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan pelepasan bahan aktif di
lingkungan dan merusak spesies dan ekosistem, yang pada gilirannya mungkin memiliki
efek negatif pada kesehatan manusia. Area lindung atau larangan berburu bisa mencegah
akses masyarakat lokal kedaging hewan liar dan sumber makanan dan obat-obatan liar
lainnya dengan dampak negatif bagi kesehatan. Interaksi positif jenis ini juga
dimungkinkan untuk contoh penetapan kawasan lindung dapat melindungi persediaan air
dengan positif kuntungan sehat.
Penyebab dari hilangnya keanekaragaman hayati termasuk perubahan penggunaan
lahan, hilangnya habitat, eksploitasi berlebihan, polusi, spesies invasive, dan perubahan
iklim. Banyak dari sebab semua ini mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung dan
melalui dampaknya terhadap keanekaragaman hayati.
Akses ke air bersih sangat penting bagi kesehatan manusia dan prioritas untuk
pembangunan berkelanjutan. Hampir 1 miliar orang tidak memiliki akses ke minuman yang
aman air dan 2 juta kematian tahunan disebabkan oleh air yang tidak aman, sanitasi dan
kebersihan. Keanekaragaman hayati dan ekosistem memainkan peran utama dalam
mengatur kuantitas dan kualitas pasokan air tetapi mereka sendiri terdegradasi oleh polusi
Beberapa kejadian dialami berbagai negara di dunia berkaitan penyakit menular,
termasuk penyakit bersumber hewan (zoonosis).
sebagai budaya dan ekosistem sebagai pengaturan, dapat digunakan untuk membingkai
hubungan antara keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya, dan kesahatan dan
kesejahteraan manusia. Peran budaya yang disediakan oleh ekosistem memberikan manfaat
melalui mana keterkaitan antara keanekaragaman hayati dan kesehatan dapat dilihat.
Dibutuhkan studi interdisipliner, dimana ahli epidemiologi bekerja sama dengan
ahli mikrobiologi mempelajari mikrobiota lingkungan (tanaman dan tanah), sistem
transportasi, rumah, perkantoran dan gedung-gedung publik. Kita sudah tahu
keanekaragaman hayati mikroba di kamar tidur anak-anak berkorelasi dengan penurunan
risiko asma dan atopi (Ege et al., 2011).
Akhirnya dibutuhkan kerjasama multi sektor, melalui konsep one health (satu
kesehatan) yang dapat didefinisikan sebagai suatu upaya kolaboratif dari berbagai sektor,
utamanya kesehatan manusia, hewan dan lingkungan. Baik di tingkat lokal, nasional
maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal. Multi dari pengawasan terintegrasi
pada manusia dan hewan, hal-hal tersebut adalah contoh dari apa yang dapat dilakukan
oleh setiap negara untuk menangani kasus penyakit zoonosis.
BAB III
KESIMPULAN
13
14
biodiversitas ini, secara sadar maupun tidak, mempengaruhi kualitas kehidupan semua
organisme yang ada, termasuk manusia.
6. Sebagai upaya untuk menanggulangi dampak negatif dari adanya kerusakan lingkungan
terhadap biodiversitas maka diperlukan penelitian lintas disiplin dan kerja sama lintas
sektoral. Penelitian lintas disiplin dapat dilakukan oleh ahli-ahli dalam bidang medis dan
sains, pengambil kebijakan, hingga pakar tata kota, sedangkan kerja sama lintas sektoral
dapat dicapai dengan mengedepankan proyek-proyek yang bersifat kolaboratif dalam
kaitannya dengan penguatan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Chivian, e.; Bernstein, A. (ed.) How human health depends on biodiversity. New York:
Oxford University Press, 2008.
Clark, N. E., et al., (2014). Biodiversity, cultural pathways, and human health: a
framework. Trends in Ecology & Evolution, 29, 199-200.
De Craen, A.J.M. et al. (1996) Effect of colour of drugs: systematic review of perceived
effect of drugs and of their effectiveness. Br. Med. J. 313, 1624–1626.
Ege, M.J.,etal., 2011. Exposure to environmental microorganisms and childhood asthma.
N.Engl.J.Med.364(8),701–709.
Fischer, A. and Young, J.C. (2007) Understanding mental constructs of biodiversity:
implications for biodiversity management and conservation. Biol. Conserv. 136, 271–282.
Kemenkes RI. Perkuat kemampuan negara untuk cegah, deteksi dan respon ancaman
Kesehatan masyarakat. 2016
Lachowycz, K. and Jones, A.P. (2012) Towards a better understanding of the relationship
between greenspace and health: development of a theoretical framework. Landsc. Urban Plann.
118, 62–69.
M.Mace, G. (2012). Biodiversity and ecosystem services: a multilayered relationship.
Trends in Ecology & Evolution Volume 27, 19-26.
Ocean Conservancy. 2012. International Clean-Up events in 2011.
oceanconservancy.org/2012data. di akses pada 31 Agustus 2021 pukul 09:12
Rickles, r. e.; Miller, G. Ecology. 4.ed. s. l.: W. h. Freeman, 2000.
Romanelli, C., et al., (2015). Introduction to the state of knowledge review / Biodiversity
and human health linkages: concepts, determinants, drivers of change and approaches to
integration. In C. Romanelli, Connecting Global Priorities: Biodiversity and Human Health (pp.
44-45). Switzerland: World Health Organization and Secretariat of the Convention on Biological
Diversity.
Salim, Emil. 2018. Perpustakaan Kementerian Lingkungan Hidup (menlhk.go.id) di Akses
pada 31 Agustus 2021 Pukul 06:50
15
16
Sandifer, P.A., Sutton-Grier, A.E., Ward, B.P., 2015. Exploring connections among
nature, biodiversity, ecosystem services, and human health and well-being: Opportunities to
enhance health and biodiversity conservation. J. Ecosystem Services 12 (2015).
Segura, M. N. O. et al. Encontro de Aedes albopictus no Estado do Pará, Brasil. Revista
de Saúde Pública, v.37, n.3, p.388-9, 2003.
SHUMAN, E. K. Global climate change and infectious diseases. The New England
Journal of Medicine, v.362, n.12, p.1061-3, 2010.
Stain, H.J. et al. (2011) The psychological impact of chronic environmental adversity:
responding to prolonged drought. Soc. Sci. Med. 73, 1593–1599.
Sutarno & Ahmad Dwi Setyawan. 2015. Makalah Utama: Biodiversitas Indonesia:
Penurunan dan upaya pengelolaan untuk menjamin kemandirian bangsa.V olume 1, Nomor 1,
Maret 2015
Walker, K. Asian tiger mosquito (Aedes albopictus). Pest and Diseases Image Library.
2007
World Health Organization and Secretariat of the Convention on Biological Diversity
(2015) Connecting Global Priorities: Biodiversity and Human Health, WHO Press. doi:
10.13140/RG.2.1.3679.6565.
WWF. 2012. Living Planet Report 2012. WWF, The Netherlands