Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BIODIVERSITAS

VALUE OF BIODIVERSITY

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biodiversitas

Dosen Pengampu:

Dr. Nur Kusuma Dewi, M.Si.

Dr. Margareta Rahayuningsih, S.Si, M.Si.

disusun oleh:
Abdullah Muamar (0402518003)
Arista Novi (0402518007)
Yuliana Putri (0402518018)
Rizka Oktaviani (0402418040)
Aini Sa’adah (0402518045)

PRODI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019

2
DAFTAR ISI

BAB I..................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3. Tujuan................................................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................................3
ISI DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1. Biodiversitas......................................................................................................................3
2.1.1. Value of Biodiversity..................................................................................................4
2.1.2. Indonesia Mega Biodiversity di Dunia......................................................................9
BAB III..............................................................................................................................................14
PENUTUP.........................................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keanekaragaman hayati merupakan hal yang penting bagi kehidupan.
Keanekaragaman hayati berperan sebagai indikator dari sistem ekologi dan sarana
untuk mengetahui adanya perubahan spesies. Keanekaragaman hayati juga
mencakup kekayaan spesies dan kompleksitas ekosistem sehingga dapat
memengaruhi komunitas organisme, perkembangan dan stabilitas ekosistem
(Rahayu 2016).

Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi kehidupan. Ia


tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja
(aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial,
lingkungan, aspek sistem pengtahuan, dan etika serta kaitan di antara berbagai
aspek ini.

Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sebagai pemasok pendapatan yakni


dapat menghasilkan devisa negara. Misal untuk bahan baku industri, rempah-
rempah, dan perkebunan. Contoh bahan baku industri yaitu kayu gaharu dan
cendana untuk industri kosmetik, kayu jati dan rotan untuk industri pembuatan
lemari dan kursi, kopi dan teh untuk pembuatan minuman, padi dan kacang
kedelai untuk bahan pokok yakni industri makanan, serta ubi kayu untuk
menghasilkan alkohol. Contoh rempah-rempah yaitu lada, cengkih, dan pala.
Contoh tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit dan karet.

Keanekaragaman hayati memiliki nilai biologis atau penunjang kehidupan


bagi makhluk hidup termasuk manusia. Tumbuhan menghasilkan gas oksigen (02)
yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk pernapasan serta menghasilkan zat
organik, misal buah, biji, dan umbi-umbian sebagai sumber makanan bagi
makhluk hidup lain. Hewan dapat dijadikan bahan makanan dan bahan sandang
oleh manusia. Beberapa jasad renik digunakan dalam pembuatan makanan, missal
untuk membuat tempe, oncom, dan kecap. Nilai biologis penting lainnya yaitu
sebagai sumber plasma nutfah (plasma benih). Oleh karena itu, pada makalah ini
akan dibahas mengenai nilai-nilai keanekaragaman hayati.

1
2
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan biodiversitas?

b. Nilai apa saja yang dapat diambil dari biodiversitas?

c. Bagaimana nilai ekonomi langsung dari biodiversitas?

d. Bagaimana nilai ekonomi tidak langsung dari biodiversitas?

1.3. Tujuan
a. Mendeskripsikan pengertian biodiversitas dan jenis-jenisnya

b. Menguraikan nilai-nilai yang menguntungkan dari biodiversitas

c. Memahami nilai ekonomi langsung dari biodiversitas

d. Memahami nilai ekonomi tidak langsung dari biodiversitas

3
4
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Biodiversitas
Keanekaragaman hayati atau Biodiversity adalah kata yang belum lama
diperkenalkan oleh pakar yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Kata ini
kemudian menjadi lebih bermakna setelah diperkenalkan oleh E.O.Wilson pada
tahun 1989 dalam buku dan tulisan ilmiahnya. Dalam perkembangan selanjutnya,
kata ini kemudian menjadi sangat popular dan dipakai bukan saja oleh ahli
lingkungan, tetapi juga oleh peneliti, pemerhati lingkungan, penyandang dana,
pendidik, ahli sosial, ekonomi, para pengambil kebijakan, dan banyak lagi orang
yang mengenal kata tersebut tetapi tidak mengetahui artinya (Supriatna, 2008).

Definisi keanekaragaman hayati cukup banyak, tetapi salah satu definisi


yang lebih mudah dipahami yaitu “kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan,
hewan, dan mikro organisme, genetika yang dikandungnya, dan ekosistem yang
dibangunnya menjadi lingkungan hidup”. Keanekaragaman hayati berkembang
dari (1) keanekaragaman tingkat gen, (2) keanekaragaman tingkat jenis dan (3)
keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan
karena didalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan
varietasvarietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem
akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan.
Gangguangangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat
menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya. Besar atau kecilnya
gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud ekosistem secara perlahan-
lahan atau secara cepat. Contoh adanya gangguan ekosistem, misalnya
penebangan pohon di hutan secara liar dan perburuan hewan secara liar yang
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dimana gangguan tersebut secara
perlahan-lahan dapat merubah ekosistem sekaligus mempengaruhi
keanekaragaman tingkat ekosistem. Bencana tanah longsor atau letusan gunung
berapi, bahkan dapat memusnahkan ekosistem, dan tentu juga akan memusnahkan
keanekaragaman tingkat ekosistem.

Ketiga macam keanekaragaman tersebut diatas tidak dapat dipisahkan satu


dengan yang lain. Ketiganya dipandang sebagai satu keseluruhan atau totalitas

5
keanekaragaman hayati, yaitu: 1. Dengan mengetahui adanya keanekaragaman
gen merupakan modal dasar untuk melakukan rekayasa genetika dan hibridisasi
(kawin silang) untuk memperoleh bibit unggul yang diharapkan. 2. Dengan
mengetahui adanya keanekaragaman jenis kita dapat mencari alternatif dari bahan
makanan, bahan sandang dan papan, juga dapat memilih hewan-hewan unggul
untuk dibudidayakan. 3. Dengan mengetahui adanya keanekaragaman ekosistem
kita dapat mengembangkan sumber daya hayati yang cocok dengan ekosistem
tertentu sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dan peternakan yang pada
akhirnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.1.1. Value of Biodiversity


Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi kehidupan.
Keanekaragaman hayati tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan
produk dan jasa saja (aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga
mencakup aspek sosial, lingkungan, aspek sistem pengetahuan dan etika serta
kaitan di antara berbagai aspek ini. Sebagai gudang keanekaragaman hayati,
Indonesia banyak disorot oleh berbagai kalangan yang berkepentingan dengan
flora dan fauna Indonesia, terutama yang bersifat endemik. Pada dasarnya, semua
hayati di dunia ini memiliki nilai tertentu, yaitu nilai ekonomi langsung dan nilai
ekonomi tidak langsung.

a. Nilai Ekonomi Langsung

Nilai ekonomi langsung dapat diamati dari kegiatan suatu masyarakat


yang memanen dan memanfaatkan hayati secara langsung, misalnya ada
hewan yang bertindak sebagai pemangsa alami hama. Burung pemangsa,
burung hantu dan ular sanca mengendalikan hama tikus di daerah yang
ditanami. Nilai ekonomi langsung meliputi nilai kegunaan konsumtif dan
nilai kegunaan produktif. Nilai kegunaan konsumtif diberikan untuk hayati
yang dikonsumsi masyarakat lokal yang tidak terlihat di pasar nasional
maupun internasional. Hayati yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat tradisional di negara berkembang, yaitu untuk kayu bakar, sayur-
sayuran, buah-buahan, daging, obat–obatan, tali-temali dan bahan bangunan.
Nilai kegunaan produktif, yaitu nilai untuk hayati yang diambil di alam dan
dijual ke pasar pada tingkat nasional maupun internasional.

6
Produk dinilai dengan metode ekonomi standar. Hayati dengan nilai
kegunaan produktif digunakan untuk bahan baku obat, bahan bangunan,
industri pakaian, perhiasan dan keperluan lainnya. Banyak sekali hayati khas
Indonesia yang memiliki nilai kegunaan produktif, di antaranya:

a. Meranti untuk bahan bangunan;

b. Eboni (kayu hitam) untuk bangunan dan alat rumah tangga;

c. Jati untuk bahan bangunan;

d. Karet untuk bahan alat rumah tangga, industri otomotif;

e. Rotan untuk alat rumah tangga;

f. Buah-buahan untuk konsumsi makanan pelengkap, misalnya durian, sirsak,


jambu biji, avokad, delima, kesemek, salak, sawo, nangka, rambutan,
mangga, manggis, markisa, melon, pisang, pepaya, dan kenari;

g. Tanaman penyegar, misalnya asam, jahe, kunir, kencur, vanili, teh, dan
kopi.

b. Nilai Ekonomi Tidak langsung

Nilai ekonomi tidak langsung dapat dibagi menjadi nilai kegunaan non-
komsumtif, nilai pilihan dan nilai eksistensi. Nilai kegunaan non-konsumtif
diberikan untuk berbagai jasa lingkungan yang kita nikmati tanpa melalui
penggunaan secara langsung, misalnya:

a) Orang Utan untuk kebun binatang, sebagai kebutuhan rekreasi dan


ekoturisme;

b) Aneka jenis burung endemik, seperti Cendrawasih, Jalak Bali, Elang Jawa,
dan burung Hantu untuk ekoturisme dan rekreasi serta nilai pendidikan dan
ilmiah;

c) Ayam Pelung, berbagai jenis ular untuk ekoturisme, rekreasi serta nilai
pendidikan dan ilmiah;

d) Komodo dan Maleo untuk nilai pendidikan dan ilmiah;

e) Damar, Rasamala, berbagai pohon kayu lainnya sebagai perlindungan


sumber air dan tanah, pengatur iklim dan monitor lingkungan;

7
f) Anggrek, Bunga Bangkai (Amorpophalus titanum), Kantung Semar
(Nepenthes), Teratai, Mawar, Melati Padma (Rafflesia arnoldi), dan bunga
lainnya untuk rekreasi, tanaman hias, ekoturisme, pendidikan dan ilmiah.

Nilai Pilihan dari spesies adalah potensi suatu spesies dalam memberikan
keuntungan ekonomi bagi masyarakat pada suatu saat di masa yang akan datang.
Solusi dengan adanya perubahan kebutuhan masyarakat saat ini sering kali ada
pada tumbuhan atau hewan yang belum tersentuh. Penelitian yang dilakukan
dengan daya guna keanekaragaman hayati, dikenal dengan istilah biodiversity
prospecting, yaitu penelaahan potensi jenis tumbuhan dan satwa liar beserta gen
dan produk kimiawinya yang berdaya guna, seperti,

a) Eceng gondok sangat prospektif dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan alat


rumah tangga, pakaian, perhiasan rumah, dan sebagainya;

b) Rumput alang-alang untuk produksi pemanis pengganti gula tebu;

c) Kelompok alga (Spirulina, Chlorella, Nostoc, Oscillatoria, Gloeocapsa,


Anabaena) prospektif untuk memenuhi kebutuhan gizi, pupuk biologis,
pembersih polutan, produksi cat dan pewarna tekstil;

d) Kelompok bakteri dan jamur. Margasatwa dengan nilai ekonomi tinggi menjadi
barang untuk perdagangan dalam negeri dan internasional, serta menjadi
sumber pangan penting untuk masyarakat setempat.

Perburuan tradisional kadang-kadang berhubungan dengan upacara adat, misalnya


perburuan berbagai jenis burung dan mamalia. Burung, primata, mamalia dan reptil
diketahui sebagai barang perdagangan. Primata merupakan hewan laboratorium yang
penting untuk percobaan. Mamalia dan reptil digunakan di berbagai macam industri.
Ikan air tawar dimanfaatkan untuk keperluan setempat dan perikanan. Banyak bakteri
dan jamur yang dimanfaatkan untuk bahan bioteknologi, baik sebagai fermenter
maupun jasa rekayasa genetik, contohnya yoghurt, anggur, keju dan antibiotik.

Nilai eksistensi merupakan nilai keberadaan suatu spesies. Saat ini di seluruh
dunia, orang peduli terhadap kehidupan liar dan sangat prihatin atas
perlindungannya, contoh: Komodo, Maleo, Anoa, Cendrawasih, Kakaktua, Orang
Utan, Harimau, Tapir, Coelacanth, Tarsius, Elang Jawa, Jalak Bali, Badak, Duyung,
Lumba-Lumba, Pesut, Meranti, Eboni, Matoa, Rafflesia Arnoldi, Amorpophalus
Tianum, Edelweiss (Anaphalis javanica), Anggrek dan masih banyak lagi. Khusus

8
untuk Coelacanth, masyarakat dunia mengira bahwa ikan tersebut merupakan ikan
purba yang telah lama punah, namun ternyata ikan ini masih eksis di perairan
Bunaken, diburu dan dijadikan sumber makanan oleh nelayan dan penduduk sekitar.
Selain di Bunaken, Coelancanth hanya ditemukan di Madagaskar.

Agar nilai-nilai biodiversitas tetap terjaga, kita perlu mengetahui ancaman apa
saja yang membahayakan kelestarian biodiversitas. Berdasarkan uraian tersebut
setidaknya ada 6 nilai keanekaragaman hayati yang bisa diuraikan:

a) Nilai eksistensi, nilai eksistensi merupakan nilai yang dimiliki oleh


keanekaragaman hayati karena keberadaannya (Ehrenfeld, 1991). Nilai ini tidak
berkaitan dengan potensi suatu organisme tertentu, tetapi berkaitan dengan
beberapa faktor berikut: (1) Faktor hak hidupnya sebagai salah satu bagian dari
alam; (2) Faktor yang dikaitkan dengan etika, misalnya nilainya dari segi etika
agama. Berbagai agama dunia menganjurkan manusia untuk memelihara alam
ciptaan Tuhan; dan (3) Faktor estetika bagi manusia, misalnya, banyak kalangan,
baik pecinta alam maupun wisatawan, bersedia mengeluarkan sejumlah uang
untuk mengunjungi taman-taman nasional guna melihat satwa di habitat aslinya,
meskipun mereka tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut.

b) Nilai jasa lingkungan, nilai jasa lingkungan yang dimiliki oleh keanekaragaman
hayati ialah dalam bentuk jasa ekologis bagi lingkungan dan kelangsungan hidup
manusia. Sebagai contoh jasa ekologis, misalnya hutan yang merupakan salah satu
bentuk dari ekosistem keanekaragaman hayati, mempunyai beberapa fungsi bagi
lingkungan sebagai: (1) Pelindung keseimbangan siklus hidrologi dan tata air
sehingga menghindarkan manusia dari bahaya banjir maupun kekeringan; (2)
Penjaga kesuburan tanah melalui pasokan unsur hara dari serasah hutan; (3)
Pencegah erosi dan pengendali iklim mikro. Keanekaragaman hayati bisa
memberikan manfaat jasa nilai lingkungan jika keanekaragaman hayati dipandang
sebagai satu kesatuan, dimana ada saling ketergantungan antara komponen yang
terdapat di dalamnya.

c) Sebagai nilai warisan, nilai warisan adalah nilai yang berkaitan dengan keinginan
untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati agar dapat dimanfaatkan oleh
generasi yang akan datang. Nilai ini seringkali terkait dengan nilai sosial-budaya
dan juga nilai pilihan. Spesies atau kawasan tertentu sengaja dipertahankan dan
diwariskan turun temurun untuk menjaga identitas budaya dan spiritual kelompok

9
etnis tertentu atau sebagai cadangan pemenuhan kebutuhan mereka di masa
datang.

d) Sebagai nilai pilihan, keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang


sekarang belum disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh manusia; namun
seiring dengan perubahan permintaan, pola konsumsi dan asupan teknologi, nilai
ini menjadi penting di masa depan. Potensi keanekaragaman hayati dalam
memberikan keuntungan bagi masyarakat di masa datang ini merupakan nilai
pilihan (Primack et al,1998).

e) Nilai konsumtif, manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman


hayati disebut nilai konsumtif dari keanekaragaman hayati. Contoh dari nilai
komsumtif ini adalah pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan maupun papan.

f) Nilai produktif, nilai produktif adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan
keanekaragaman hayati di pasar lokal, nasional maupun internasional. Persepsi
dan pengetahuan mengenai nilai pasar ditingkat lokal dan global berbeda. Pada
umumnya, nilai keanekaragaman hayati lokal belum terdokumentasikan dengan
baik sehingga sering tidak terwakili dalam perdebatan maupun perumusan
kebijakan mengenai keanekaragaman hayati pada tingkat global (Vermeulen dan
Koziell, 2002).

Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek bagi individu tertentu
pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai dari suatu
sumberdaya atau nilai dari keanekaragaman hayati berdasarkan pada persepsi dan lokasi
masyarakat yang berbeda-beda. Nilai keanekaragaman hayati hutan sendiri bersumber
dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat
secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai keanekragaman
hayati, dan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai keanekaragaman
hayati tersebut. Ada beberapa nilai dari keanekaragaman hayati bagi kepentingan
makluk hidup;

(1) Nilai ekologis, dimana setiap sumberdaya alam merupakan unsur dari ekosistem
alam. Sebagai contoh, suatu tumbuhan dapat berfungsi sebagai pelindung tata air dan
kesuburan tanah, atau suatu jenis satwa dapat menjadi kunci spesies yang penting
dari keseimbangan alam.

10
(2) Nilai keanekaragaman hayati sebagai nilai komersial, secara umum telah dipahami
bahwa kehidupan manusia tergantung mutlak kepada sumberdaya alam hayati.
Dimana keanekaragaman hayati mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi,
sebagai gambaran, sebagian besar penerimaan devisa negara maupun pendapatan asli
daerah dihasilkan dari penjualan kayu dan bentuk-bentuk lain dari eksploitasi hutan.

(3) Nilai keanekaragaman hayati sebagai nilai sosial dan nilai budaya, keanekaragaman
hayati mempunyai nilai sosial dan nilai budaya yang sangat besar. Secara umum
peran masyarakat secara sosial dalam menjaga keanekaragaman hayati ditentukan
oleh beberapa faktor. Pertama, sejauh mana pengetahuan lokal dapat dihargai dan
dimanfaatkan dalam membentuk sebuah sistem pengelolaan yang baik dari
keanekaragaman hayati tersebut. Kedua, seberapa besar kepedulian warga dari
komunitas lokal terhadap alam yang berada di sekitarnya, sehingga mampu
mendorong kearah upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola keanekaragaman
hayati baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Ketiga, seberapa besar
manfaat (material dan non-material) yang bisa diterima oleh masyarakat dari
kawasan konservasi sehingga keberadaan dari keanekaragaman hayati tersebut
memiliki nilai yang menguntungkan secara terus menerus. Nilai budaya bagi nilai
keanekaragaman hayati merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan masyarakat, karena bagi masyarakat yang memilikinya nilai
keanekaragaman hayati merupakan warisan yang diwariskan secara turun temurun,
sehingga faktor budaya merupakan hal terpenting dalam menilai suatu
keanekaragaman hayati.

(4) Nilai keanekaragaman hayati dari nilai rekreasi, dimana suatu keindahan dari
sumberdaya alam hayati dapat memberikan nilai untuk menjernihkan pikiran dan
melahirkan gagasan-gagasan baru bagi yang menikmatinya. Misalnya saja, kita
sering kali pergi berlibur ke alam, apakah itu gunung, gua atau laut dan lain
sebagainya, dengan maksud untuk merasakan keindahan alamnya.

(5) Nilai keanekaragaman hayati dari nilai penelitian dan pendidikan, jika dilihat fungsi
dan peran dari keanekragaman hayati itu sendiri, akan menimbulkan gagasan dan ide
cemerlang bagi manusia. Nilai ini akan memberikan suatu dorongan untuk
mengamati fenomena-fenomena alam dalam bentuk suatu tulisan atau penelitian.
Selain itu alam juga dapat menjadi media pendidikan untuk ilmu pengetahuan alam,

11
maka sangat diperlukan bahan untuk penelitian maupun penghayatan berbagai
pengertian dan suatu konsep ilmu pengetahuan.

2.1.2. Indonesia Mega Biodiversity di Dunia


Indonesia sebagai salah satu Negara Mega Biodiversity di dunia dikaruniai
Keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme atau tingkat keunikan ekologi,
dan organisme dalam struktur geografi yang sangat tinggi yang dapat dijadikan
salah satu modal dasar pembangunan yang berkelanjutan. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai sebuah institusi penelitian terbesar di
Indonesia saat ini sangat serius di dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
Indonesia akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati tersebut. Kepala
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti
Nuramaliati Prijono kepada Siaran Luar Negeri RRI Voice Of Indonesia di Bogor
Indonesia mengatakan, di dalam menghadapi krisis perubahan iklim global saat
ini bangsa Indonesia adalah merupakan bangsa yang paling siap karena memiliki
sumber daya hayati yang bervariasi.

"Sehingga kita berharap bahwa dengan lestarinya keanekaragaman hayati dan


apabila terjadi perubahan iklim yang cukup tinggi dimasa-masa mendatang
sebetulnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang lebih siap karena Indonesia
mempunyai sumber daya hayati yang cukup bervariasi dan seharusnya kita harus
lebih mampu mengembangkan itu untuk kesejahteraan bangsa."
Lebih lanjut Siti Nuramaliati Priyono menjelaskan, terkait dengan
keanekaragaman hayati atau Biodiversity, pada tahun 2010 ini oleh Sidang Pleno
ke-83 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jerman belum lama
ini, menetapkan tahun 2010 sebagai Tahun Internasional untuk Keanekaragaman
hayati, dan pada 22 Mei 2010 mendatang Indonesia bersama-sama dengan dunia
akan memperingati Hari Keanekaragaman Hayati sedunia.
Indonesia, kondisi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan keunggulan
masing-masing, sudah sepatutnya perlu mengembangkan ekologi lansekap yang
baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan
dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi
lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan flora dan fauna tersebut sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi dari konsep “Green Building”
dalam bentuk optimalisasi ruang terbuka hijau (RTH) pada lahan pembangunan
“Green Building”. Degradasi RTH di perkotaan dapat membuat berkurangnya
kualitas lingkungan. Kondisi RTH di Jakarta, sebagai contoh saat ini hanya 9%
dari perencanaan tata ruang RTH yang sebesar 30%. Bila kondisi pemenuhan

12
RTH tidak dapat dicapai, akan terus terjadi penurunan keanekaragaman hayati
didalamnya selain penurunan kualitas lingkungan (Greenship 2010)
Di Indonesia, Undang-undang Penataan Ruang No.24 tahun 2007, ikut
mengatur bahwa selayaknya lahan hijau diperkotaan harus memenuhi 30%
penyedian Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari RTH untuk Publik 20% dan
RTH untuk Private 10%, Konsil Bangunan Hijau Indonesia melalui perangkat
penilaiannya GREENSHIP sudah merekomendasikan hal itu melalui poin
ratingnya. Tolak ukur yang dipakai adalah dengan adanya area lansekap berupa
vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana
bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau dibawah tanah, dengan
luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam
tapak.
Tolak ukur lain yang dinilai adalah area lansekap didaerah lain seperti diatas
basement, roof garden, terrace garden dan wall garden sesuai Peraturan Menteri
PU No.5/PRT/M/2008 mengenai ruang terbuka hijau tentang kriteria vegetasi
untuk pekarangan. Diperkaya dengan penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan
budidaya lokal dalam skala provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia sebagai lembaga yang menyediakan data akan keanekaragaman hayati
di negeri ini. Sejauh ini memang yang menjadi permasalahan adalah bagaimana
kita dapat menentukan standard metrik untuk mengukur keanekaragaman hayati
disuatu daerah karena perbedaan tindakan sebagai solusi di setiap negara di
seluruh dunia melaksanakannya, untuk itu diperlukan suatu komunitas para
peneliti yang didukung pemerintah yang men-support lembaga seperti ; The
Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem
Services (IPBES) yang dibentuk badan PBB untuk memberikan guidelines.
Indonesia menjadi negara megabiodiversity, dengan tingkat keanekaragaman
tertinggi di dunia bersama dengan Brazil dan Kongo. Sebagai salah satu cara
menjaga status tersebut, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan mengeluarkan keputusan No. SK.132/IV-
KKH/2011 terkait dengan penetapan 14 spesies terancam punah yang dijadikan
spesies prioritas utama untuk peningkatan populasi 3 persen pada tahun 2010-
2014.
Ke-14 spesies tersebut yaitu harimau sumatera (Panthera trigis sumatrae),
gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), orangutan Kalimantan (Pongo
pygmaeus), badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), maleo (Macrocephalon maleo),
bekantan (Nasalis lavartus), owa Jawa (Hylobates moloch), elang Jawa (Nizaetus
bartelsi), babirusa (Babyrousa babyrousa), anoa (Bubalus quarlesi dan Bubalus
depressicornis), jalak Bali (Leucopsar rothschildi), komodo (Varanus

13
komodoensis), banteng (Bos javanicus), dan kakatua kecil jambul kuning
(Cacatua sulphurea).
Peningkatan 3 persen dari kondisi populasi pada 2008 sesuai kondisi biologis
dan habitatnya dari ke-14 spesies tersebut menjadi indikator kinerja penting dari
Rencana Strategis Ditjen PHKA 2010-2014. Sebagai langkah kerja, diterbitkan
Keputusan Dirjen PHKA No. SK.109/IV-KKH/2012 tentang peta jalan
peningkatan populasi 14 spesies prioritas utama terancam punah.
SK tersebut akan menjadi panduan oleh para unit kerja teknis dalam
mewujudkan pencapaian indikator kinerja utama program konservasi
keanekaragaman hayati serta perlindungan hutan yang meliputi perumusan basis
data dan informasi sebagai dasar pengukuran pertumbuhan populasi, identifikasi
kegiatan utama yang akan dilakukan, dan pemantauan serta pelaporan
pelaksanaan terkait peningkatan populasi.

Hasil capaian populasi

Hingga 2012 lalu, Kementerian Kehutanan menyatakan bahwa telah terjadi


peningkatan beberapa spesies yang masuk dalam 14 spesies prioritas terancam
punah. Menurut Kemenhut, bahwa untuk tahun 2012 populasi spesies prioritas
utama terancam punah telah berhasil ditingkatkan sebesar 32,4 persen dari target
kumulatif 1,5 persen.
Kemenhut menyatakan dalam Rencana Kerja 2014 bahwa terkait
peningkatan populasi spesies prioritas tersebut adalah dari jumlah individu tahun
2008 yang terdiri atas maleo sebanyak 1.983 ekor, jalak Bali sebanyak 114 ekor,
659 ekor kakaktua jambul kuning, elang Jawa sebanyak 57 ekor, harimau
Sumatera sebanyak 340 ekor, 27 ekor badak Jawa, gajah Sumatera sebanyak 340
ekor, 860 ekor anoa, babirusa sebanyak 681 ekor, orangutan Kalimantan sebanyak
5.920 ekor, bekantan sebanyak 1.172 ekor, owa Jawa sebanyak 989 ekor, Komodo
sebanyak 3.722 ekor, Banteng sebanyak 266 ekor.
Data tersebut kemudian dibandingkan dengan rencana jumlah individu
tahun 2014 yang meliputii maleo sebanyak 2.043 ekor, jalak Bali sebanyak 118
ekor, kakaktua jambul kuning sebanyak 679 ekor, elang Jawa sebanyak 59 ekor,
harimau Sumatera sebanyak 350 ekor, 28 ekor badak Jawa, gajah Sumatera
sebanyak 350 ekor, 886 ekor anoa, babirusa sebanyak 701 ekor, orangutan
Kalimantan sebanyak 6.098 ekor, 1.207 ekor bekantan, owa Jawa sebanyak 1.019
ekor, komodo 3.834 ekor, dan 274 ekor banteng.

14
Hambatan dan permasalahan

Hambatan dan permasalahan yang masih terjadi untuk peningkatan 14


spesies prioritas utama terancam punah tersebut tidaklah ringan. Hal ini terlihat
dengan masih adanya ancaman terhadap habitat dan spesies tersebut. Sebagai
contoh yang terjadi pada beberapa jenis satwa antara lain orangutan Kalimantan,
anoa, bekantan, komodo, maupun maleo.

Perburuan terhadap orangutan untuk diperdagangkan atau dipelihara masih


dapat dijumpai di Kalimantan. Sementara itu, bekantan juga diperdagangkan di
beberapa tempat di Kalimantan. Demikian juga halnya dengan Anoa di Sulawesi.
Satwa tersebut diburu untuk dimanfaatkan dagingnya.

Sedangkan maleo terancam terutama di lokasi tempat bertelur karena telur


maleo dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Sedangkan ancaman kepunahan komodo
dapat terjadi jika satwa mangsa komodo diburu oleh manusia.

Hal yang tidak kalah penting terhadap ancaman bagi satwa tersebut adalah
deforestasi. Hilangnya habitat mereka yang dialihfungsikan untuk keperluan lain.
Populasi satwa prioritas tersebut mengalami gangguan akibat perubahan fungsi
hutan yang dikonversi menjadi industri kehutanan, perkebunan, pertanian maupun
perumahan.

Pada tahun 2011, Forest Watch Indonesia (FWI) melalui laporan “Potret
Keadaan Hutan Indonesia” jilid II menjelaskan bahwa laju kerusakan hutan masih
tergolong tinggi, yaitu sekitar 1,5 juta ha kurun waktu tahun 2000-2009 . Dalam
periode tahun 2000-2009, luas tutupan hutan Indonesia yang terdeforestasi adalah
sebesar 15,15 juta ha.

Pulau Kalimantan menjadi daerah penyumbang deforestasi terbesar yaitu


sekitar 36,32 persen atau setara dengan 5,50 juta ha. Hal ini tentunya tidak dapat
diabaikan begitu saja bahwa ancaman terhadap habitat satwa liar terutama 14
spesies prioritas utama terancam punah sudah terjadi..

Konservasi Spesies dan Habitat

15
Untuk mencapai peningkatan populasi spesies prioritas utama terancam
punah tersebut perlu disandingkan dengan bagaimana meminimalisir laju
kerusakan habitat dan juga ancaman langsung terhadap spesiesnya. Asumsi-
asumsi dasar yang telah ditetapkan seyogyanya dipertajam dengan verifikasi dan
indikator pencapaiannya.

Pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan sebagai kegiatan utama


meliputi pembinaan populasi dan habitatnya, penanggulangan konflik,
perlindungan dan pengamanan, penyadartahuan, serta rehabilitasi dan
pelepasliaran perlu dikawal serta terukur sehingga setiap tahun mampu dilihat
perkembangannya apakah ke arah positif atau negatif.

Evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan populasi


mutlak diperlukan karena sejatinya peta jalan tersebut masih berliku menuju
pencapaiannya dengan ancaman utama berupa degradasi habitat dan perburuan,
perdagangan, serta kepemilikan satwa masih terjadi.

Tentu menjadi tanggung jawab bersama para pemangku kepentingan dan


masyarakat secara luas untuk mewujudkan konservasi spesies, terutama 14 spesies
prioritas ini untuk tetap menjaga Indonesia sebagai negara megabiodiversity.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Biodiversitas adalah keragaman makhluk hidup (hewan maupun tumbuhan),


penyusunnya, ruang lingkupnya yang ada di atmosfer.

2. Kenaekaragaman hayati (biodiversitas) terbagi menjadi tiga jenis yakni


keanekaragan tingkat gen, kenanekaragaman tingkat spesies, dan
keanekaragaman tingkat ekosistem.

3. Keanekaragan hayati yang tinggi menghasilkan nilai-nilai yang penting bagi


kehidupan manusia dan alam itu sendiri.

4. Nilai biodiversitas terbagi menjadi dua yaitu nilai ekonomi secara langsung dan
nilai ekonomi tidak langsung.

5. Nilai ekonomi biodiversitas yang langsung misalnya adalah hasil-hasil hutan


yang dapat kita konsumsi secara langsung maupun dijual dan dari penjualan
tersebut mendapat rupiah yang menguntungkan.

6. Nilai ekonomi biodiversitas secara tidak langsung yakni dapat dibagi menjadi
nilai kegunaan non-komsumtif, nilai pilihan dan nilai eksistensi.

3.2. Saran

Demikian makalah yang berisi value of biodiversity. Sebagai penulis


tentunya kami masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, apabila ada masukan
kami siap untuk menerima saran agar kami semua lebih baik lagi sebagai
pembelajar. Terima kasih.

17
DAFTAR PUSTAKA

Greenship. 2010. Konsil Bangunan Hijau Indonesia. Panduan Penerapan Greenship.

Rahayu G A. 2016. Keanekaragaman dan Peranan Fungsional Serangga pada Area


Reklamasi di Berau, Kalimantan Timur [magister]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Ehrenfeld, D. 1991. Nilai Keanekaragaman Hayati. Dalam Kuswata Kartawinata dan


Anthony J. Whitten (Ed). Krisis Biologi: Hilangnya Keanekaragaman Biologi.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Primack, R. B. dkk. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Vermeulen, S. dan Koziell, I. 2002. Integrating global and local values. A review of
biodiversity assessment. International Institute for Environment and Development,
London. UK.

18

Anda mungkin juga menyukai