Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

STRUKTUR POPULASI
(POLA-POLA DISPERSI DAN TABEL KEHIDUPAN)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi
Yang dibimbing oleh Dr. Fatchur Rohman, M.Si dan Dr. Vivi Novianti, M.Si

Disusun oleh :
Off C/2016 Kelompok 1
Berthody Perestroiko D (160341606073)
Livia Apriliani (160341606038)
Robiatul A’dawiyah (160341606036)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2018

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih karunia-Nya
makalah Ekologi dengan judul “Pola-pola Dispersi, Demografika, dan Tabel Kehidupan” ini
dapat selesai dengan tepat waktu.
Besar harapan dari penulis agar makalah ini dapat membantu memberikan wawasan
dan pengetahuan pembaca. Selesainya pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Fatchur Rohman, M.Si dan Ibu Dr. Vivi Novianti, M.Si selaku dosen pengampu yang
telah membimbing dalam pembelajaran Ekologi yang sedang kami tempuh.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengaharpkan adanya kritik dan saran yang
membangun, sehingga di lain kesempatan penulis dapat membuat karya yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 2 Maret 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan makhluk hidup dengan
lingkungannya. Obyek kajian ekologi dibedakan menjadi ekologi hewan, ekologi tumbuhan,
ekologi gulma, ekologi parasit, dan lain sebagainya. Lingkungan hidup dibedakan menjadi
lingkungan biotic dan abiotik. Lingkungan biotic berupa hubungan atau interksi interspesies atau
intraspesies makhluk hidup, sementara lingkungan abiotik berupa cahaya, pH, zat hara, dan lain
sebagainya.
Dalam ilmu ekologi, terdapat istilah populasi. Populasi merupakan kumpulan spesies
sejenis dalam suatu wilayah dan waktu tertentu (Krebs, 1989). Individu dalam satu populasi
memiliki kesamaan, baik genetik maupun morofloginya. Keberadaan populasi dalam suatu
ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor, misalnya kondisi lingkungan, kompetisi, dan lain-
lain. Adanya interaksi antarpopulasi baik secara langsung maupun tidak langsung dapat saling
mempengaruhi (Syafei, 1990).
Karakteristik populasi salah satunya adalah kepadatan (densitas). Keberadaan populasi
bersifat fluktuatif karena pengaruh lingkungannya dapat mempengaruhi jumlah populasi, entah
itu bertambah atau bahkan berkurang. Kepadatan populasi dapat dipengaruhi oleh natalitas,
mortalitas, imigrasi, dan emigrasi (Darmawan, 2005). Oleh karena itu, diperlukan kajian
mengenai struktur populasi, seperti pola-pola disperse, demografika, dan tabel kehidupan untuk
memahami pengendalian populasi agar tidak mengalami ledakan pertumbuhan atau bahkan
berkurang.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana karakteristik populasi?
b. Apa yang dimaksud dengan pola dispersi?
c. Apa yang dimaksud dengan tabel kehidupan?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui karakteristik populasi.
b. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pola dispersi.
c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tabel kehidupan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Populasi
Populasi merupakan individu sejenis yang hidup dalam suatu wilayah. Setiap
individu memiliki batas minimum dan batas maksimum kisaran toleransi dalam
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Di antara kedua batas itu terdapat kondisi
optimal yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan individu (Soegianto, 1994).
Populasi memiliki beberapa sifat, antara lain angka kelahiran (natalitas), angka kematian
(mortalitas), ratio seks (genetic), usia, potensi biotic, dan distribusi spasial (Ramli, 1989).
Kelahiran atau natalitas merupakan kemampuan populasi untuk bertambah.
Natalitas berbeda dengan pertumbuhan populasi, karena pertumbuhan populasi
dipengaruhi oleh natalitas dan mortalitas dalam populasi. Natalitas ekologi dinyatakan
sebagai laju pertambahan individu baru dalam populasi melalui satuan waktu (Elisa,
2009). Mortalitas diartikan sebagai jumlah kematian individu dalam populasi. Laju
mortalitas berjalan beriringan dengan laju kematian pada demografi manusia. Natalitas
dan mortalitas dapat menjadi salah satu cara untukmengetahui fluktuasi dan kecepatannya
pada suatu populasi (Ramli, 1989).
Ratio seks merupakan perbandingan antara individu jantan dan betina dalam suatu
populasi. Pada manusia, laki-laki memiliki angka kematian yang lebih tinggi dibanding
wanita, terutama saat memasuki usia tua. Sementara, pada insekta jumlah individu betina
lebih banyak disbanding individu jantan, walaupun kebanyakan dari individu betina itu
bersifat steril, misalnya pada semut (Ramli, 1989). sebuah populasi pasti terdiri dari
individu yang usianya berbeda-beda, perbedaan usia tersebut dibedakan menjadi masa
preproduktif (muda), umur produktif (dewasa), hingga postreproduktif (tua). Populasi
akan dinyatakan stabil apabila di dalamnya, 3 tahapan usia tersebut berada dalam keadaan
seimbang, utamanya jika lebih banyak individu reproduktif dibanding individu
nonreproduktif. (Ramli, 1989). Sebaran umur dalam suatu populasi akan mempengaruhi
tingkat kematian dan kelahiran individu. Persebaran umur dapat disajikan dalam piramida
umur, yaitu:
Gambar 2.1.1 Piramid umur.
Atas : Tiga tipe piramide umur dimana: piramida (1) menunjukkan cirri prereproduktif
besar, piramida (2) menunjukkan keseimbangan prereproduktif dan postreproduktif,
sementara piramida (3) mengindikasikan individu dewasa lebih banyak dibanding
individu prereproduktif.

Tengah : piramida umur untuk populasi laboratorium


dari binatang-binatang mengerat, Microtus agretis (kin)
saat berkembang pada laju eksponensial dalam
lingkungan yang tidak membatasi, dan (kanan) apabila
laju kelahiran sertan laju kematian sama (data dari
Leslie dan Ransom, 1940).

Bawah : Ekstrim-ekstrim dalam nisbah muda-tua dalam


ayam hutan di North Dakota (data dari Kimball, 1948)
dan dalam muskrat di Amerika Serikat Timur (data dari Petrides, 1950).
Sumber: Elisa. 2009. Ekologi Populasi. Yogyakarta: UGM.

Keberadaan populasi dalam suatu lingkungan mencakup keserasian reproduksi,


distribusi, adaptasi, dan ketahanan hidup. Hal ini ditentukan oleh biodiversitas atau variasi
genetic dalam populasi (Elisa, 2009). Kemampuan organism dalam bereproduksi diartikan
sebagai potensi biotic. Potensi biotic memperlihatkan kemampuan suatu populasi dalam
menambah jumlah anggotanya. (Ramli, 1989).
Pertumbuhan populasi akan terjadi semakin cepat dan tidak pernah berhenti
(pertumbuhan eksponensial). Pertumbuhan ini terjadi apabila faktor lingkungan tidak
membatasi pertumbuhan. Pertumbuhan eksponensial dapat terjadi sementara waktu
sampai faktor pembatas seperti sumber makanan, pasangan, persaingan, iklim, dan
beberapa faktor lain turut ikut mempengaruhi pertumbuhan populasi tersebut (Ramli,
1989).
2.2 Pola-pola Dispersi
Keberadaan dan keanekaragaman jenis organisme dalam suatu wilayah tergantung
pada beberapa faktor lingkungan, seperti mineral dan unsure hara, intensitas cahaya,
topografi, dan lan-lain. Menurut Sofiah, et al. (2013), distribusi atau pergerakan populasi
dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
1. Migrasi yang merupakan pergerakan keluar batas-batas populasi dan datang kembali
ke habitat awal secara periodik;
2. Emigrasi yang berupa pergerakan keluar dari habitat populasi sehingga populasi
berkurang;
3. Imigrasi, berupa pergerakan ke dalam batas populasi sehingga populasi bertambah.
Dispersi (penyebaran) sangat mempengaruhi keberadaan populasi dalam suatu
ekosistem. Pola penyebaran dapat menentukan kepadatan populasi dalam suatu wilayah,
karena pola dispersi menentukan jumlah individu dalam suatu wilayah. Pengetahuan
mengenai disperse sangat penting, karena dapat membantu peneliti dalam mengetahui
tingkat pengelompokan individu yang mempengaruhi populasi dalam satu wilayah
(Soegianto, 1994). Densitas (kepadatan) populasi dalam suatu ekosistem bersifat
fluktuatif. Beberapa pola dpenyebaran individu menurut Schowalter (2011) adalah:
a. Pola dispersi regular (uniform), yaitu jika dalam suatu populasi terdapat interaksi
langsung antarindividu yang berlawanan dalam menggunakan sumber daya di alam,
misalnya kumbang kayu yang menyerang suatu pohon untuk kebutuhan hidupnya.
Serangan kumbang ini bertujuan untuk membentuk lubang pada kayu agar tumbuh
jamur yang menjadi makanan bagi lawva kumbang kayu.
b. Pola dispersi acak, yaitu ketika posisi individu tidak bergantung pada individu lain.
Pola disperse acak ini akan terbentuk bila tidak ada hubungan fisik maupun kimia
suatu individu terhadap individu lainnya. Misalnya persebaran kutu aphid (Aphid
gossypii) pada daun pohon oak.
c. Pola dispersi agregat (menggerombol) dihasilkan dari pengelompokkan individu
akibat kesamaan perilaku. Misalnya, gerombolan ulat Malacosoma disstria di
pepohonan dalam hutan.
Gambar 2.2.1
Beberapa contoh pola
disperse menurut Schowalter
(2011).
Sumber:
Schowalter, Timothy D. 2011.
Insect Ecology: An Ecosystem
Approach. USA: Louisiana
State University.

Gambar 2.2.2 Tiga pola dasar penyebaran individu dalam suatu habitat (Krebs, 1789).
Sumber: Rani, Chair. 2003. Metode Pengukuran dan Analisis Pola Spasial (Dispersi) Organisme
Bentik. Jurnal Protein 19 (1): 1-15. ISSN: 1351-1368.

Pola-pola disperse dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hutchinson (1953), faktor-faktor
tersebut antara lain:
1. Faktor vektorial, berasal dari pengaruh lingkungan, misalnya angin, kelembaban, dan
intensitas vahaya.
2. Faktor reproduksi, berasal dari model reproduksi suatu organism, misalnya cloning
3. Faktor social, dipengaruhi dari kemampuan adaptasi individu
4. Faktor koaktif, berkaitan dengan interaksi intraspesies, misalnya kopetisi atau simbiosis
5. Factor stokastik yang dihasilkan dari kombinasi beberapa faktor sebelumnya.
Pola persebaran individu atau populasi dalam suatu habitat dapat dilakukan
melalui 3 metode, menurut Krebs (1989) metode tersebut antara lain:
a. Metode Plot (kwadrat)
Metode ini umum digunakan untuk mencuplik berbagai tipe organisme, seperti
tumbuhan, gulma, hewan-hewan epifauna yang bergerak lambat atau sesil (menetap).
Metode ini biasanya berbentuk lingkaran atau persegi.

Gambar 2.2.3 beberapa teknik penempatan plot dalam suatu wilayah penelitian
Sumber: Rani, Chair. 2003. Metode Pengukuran dan Analisis Pola Spasial (Dispersi)
Organisme Bentik. Jurnal Protein 19 (1): 1-15. ISSN: 1351-1368.

b. Metode Belt Transec


Metode ini umumnya digunakan untuk mempelajari ekosistem hutan dan belum pernah
diteliti sebelumnya. Metode ini sangat efektif untuk mempelajari perubahan keadaan
vegetasi berdasar kondisi tanah, topografi, serta elevasi. Metode belt transect juga dapat
digunakan untuk meneliti komunitas dalam ekosistem karang.

Gambar 2.2.4 metode belt transect


Sumber:

c. Metode Jarak (Distance Methods/ Plotless)


Teknik ini dikembangkan oleh para peneliti untuk menghasilkan perkiraan yang
cepat terhadap tipe-tipe vegetas dalam hutan. Teknik sampling ini sangat efisien bila
disbanding metode kuadrat, karena teknik ini menghindari kekosongan lokasi cuplikan,
yaitu saat persebaran organism sangat minim.

Gambar. 2.2.5 Skema sampling metode jarak oleh Byth & Ripley (1980)
Sumber: Rani, Chair. 2003. Metode Pengukuran dan Analisis Pola Spasial (Dispersi)
Organisme Bentik. Jurnal Protein 19 (1): 1-15. ISSN: 1351-1368.

2.3 Tabel Kehidupan


Pearl (1928) dalam Price (1975) memperkenalkan tabel hidup di bidang ekologi
tahun 1928, yaitu merupakan ringkasan kematian bagi anggota-anggota populasi. Di
dalam bidang ekologi, dengan cara penyajian dan analisa tertentu, tabel hidup dapat
menggambarkan sifat populasi yang lebih dalam, sehingga akan menyajikan parameter-
parameter populasi yaitu laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas) dan
individu-individu yang keluar dan masuk dalam populasi (imigrasi dan emigrasi).
Tabel kehidupan merupakan komponen yang sangat diperlukan dari banyak
model dalam ilmu asuransi. Faktanya, beberapa sarjana mulai memperkenalkan ilmu
asuransi sejak tahun 1693. Pada tahun tersebut, Edmund Halley menerbitkan “ An
Estimate of the Degrees of the Mortality of Mankind, drawn trom Various Tables of
Births and Funerals at the City of Bresnau”. Tabel kehidupan dinamakan Tabel Bresnau,
yang terdapat di paper Halley. Sampai sekarang tabel kehidupan banyak digunakan di
berbagai negara. Untuk itu mempelajari tabel kehidupan tersebut sangat penting.
Tabel kehidupan menggambarkan lama hidup, mortalitas, dan harapan hidup pada
interval umur tertentu. Sebuah tabel kehidupan biasanya berisi tentang tabulasi, oleh
umur seseorang, dari fungsi dasar qx, lx, dx dan kemungkinan tambahan fungsi turunan.
Dimana qx adalah probabilitas orang akan meninggal pada umur x, lx adalah jumlah orang
yang hidup pada umur x, sedangkan dx adalah jumlah orang yang meninggal pada umur x.
Probabilitas bersyarat dan tak bersyarat dari kematian dan survival dapat diestimasi
dengan menggunakan tabel kehidupan.
Ada dua macam tabel kehidupan yaitu tabel kehidupan dinamik/cohort/horizontal
dan tabel kehidupan statik atau vertikal. Tabel kehidupan ini baik untuk menunjukkan
fekunditas atau mortalitas spesifik untuk masing-masing kelompok umur dengan tepat.
Cara membuatnya ialah dengan mengamati sekelompok individu atau populasi sejak dari
telur atau lahir, menetas sampai menjadi dewasa dan mati.
Tabel hidup dapat menjawab secara rinci tingkat kematian dalam populasi
organisme, peran ekologis penyebab kematian dan harapan hidup atau potensi biotik dari
suatu organisme. Tabel hidup horizontal (cohort) merupakan tabel hidup sistem statis
yang tidak dapat diterapkan/berlaku bagi semua organisme, terutama organisme yang
berumur panjang. Tabel hidup cohort mampu menjelaskan laju reproduksi neto (Ro),
periode hidup rata-rata dalam suatu generasi (T), nilai potensial reproduksi suatu populasi
dalan satu generasi (rm), dan nilai kemampuan suatu populasi untuk memperbanyak diri
dalam satu generasi (λ) (Oloo, 1992).

Ada beberapa persyaratan dalam membuat tabel hidup horizontal :


1. Umur organisme yang diamati tidak lebih panjang dari pengamat/peneliti.
2. Organisme yang diamati adalah yang tidak mobile atau berpindah-pindah tempat
3. Dapat diketahui/diikuti tingkah laku dan perkembangbiakannya. (Boughey, 1973).
Tabel kehidupan vertikal merupakan tabel hidup sistem dinamis yang dapat
digunakan untuk memprediksi populasi organisme atau serangga yang memiliki rentang
hidup yang panjang atau lama. Tabel hidup ini didasarkan pada struktur umur atau stadia
perkembangan serangga setiap kelompok umur dianggap struktur umur tetap. Komponen-
komponen dalam tabel hidup ini antara lain jumlah individu yang hidup pada kelompok
umur x (lx), jumlah individu yang mati/angka kematian pada masing-masing kelompok
umur (mortalitas) (dx), proporsi individu yang mati pada kelompok umur x terhadap
jumlah individu dan hidup pada kelompok umur x atau laju kematian (qx), keperidian
spesifik individu-individu pada kelompok umur x atau jumlah anak (betina) perkapita
yang lahir pada kelompok umur x (mx), jumlah rata-rata individu pada kelompok umur x
dan kelompok umur berikutnya (x+1) (lx), jumlah individu yang hidup pada kelompok
umur c (tx), dan harapan hidup individu pada setiap kelompok umur atau stadia
perkembanan (ex). Melalui komponen-komponen tersebut dalam tabel hidup, dapat
diprediksi potensi pertumbuhan atau perkembangbiakan serangga di masa mendatang
(Pielou,1977).
Dugaan dari nilai ekspektasi disimbolkan lx sebagai ekspektasi jumlah orang yang
selamat pada umur x Maka,

dx adalah jumlah kematian pada interval (x,x+1), ndx adalah jumlah kematian pada
interval (x,x+n). Probabilitas bersyaratnya atau laju kematian pada interval (x,x+n) dapat
dihitung berdasarkan rumus tabel kehidupan

Dengan qx adalah probabilitas seseorang akan meninggal pada usia x tahun, nqx adalah
probabilitas seseorang berusia x tahun akan meninggal dalam waktu n tahun. sedangkan
peluang hidupnya,

Dengan px adalah probabilitas seseorang akan bertahan hidup pada usia x tahun, npx
adalah probabilitas seseorang berusia x tahun akan bertahan hidup hingga n tahun
kedepan.
Dengan n|mqx merupakan probabilitas seseorang berusia x tahun akan meninggal dalam
Waktu m tahun setelah bertahan hidup selama n. Pada definisi xpo adalah probabilitas
bayi baru lahir dan bertahan hidup sampai umur x, Contohnya., xpo= sx(x)

Saat ini banyak model matematik yang dikembangkan untuk menjelaskan


berbagai macam aspek dalam dinamika populasi, khususnya dalam bidang ekologi
serangga. Hubungan pemangsa dengan mangsanya seperti predator dengan mangsanya
atau parasitoid dengan inangnya merupakan contoh model yang perlu dijelaskan atau
dipecahkan dengan model statistik. Analisis dinamika populasi dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan untuk memprediksi populasi suatu organisme seperti serangga
(Cotton, 1980).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pertumbuhan populasi akan terjadi semakin cepat dan tidak pernah berhenti (pertumbuhan
eksponensial). Pertumbuhan ini terjadi apabila faktor lingkungan tidak membatasi
pertumbuhan. Pertumbuhan eksponensial dapat terjadi sementara waktu sampai faktor
pembatas seperti sumber makanan, pasangan, persaingan, iklim, dan beberapa faktor lain
turut ikut mempengaruhi pertumbuhan populasi tersebut.
2. Dispersi (penyebaran) sangat mempengaruhi keberadaan populasi dalam suatu ekosistem.
Pola penyebaran dapat menentukan kepadatan populasi dalam suatu wilayah, karena pola
dispersi menentukan jumlah individu dalam suatu wilayah. Pengetahuan mengenai disperse
sangat penting, karena dapat membantu peneliti dalam mengetahui tingkat pengelompokan
individu yang mempengaruhi populasi dalam satu wilayah
3. tabel kehidupan dapat menggambarkan sifat populasi yang lebih dalam, sehingga akan
menyajikan parameter-parameter populasi yaitu laju kelahiran (natalitas), laju kematian
(mortalitas) dan individu-individu yang keluar dan masuk dalam populasi (imigrasi dan
emigrasi).
3.2 Saran
Setelah mengetahui materi yang telah disampaikan, diharapkan mahasiswa mampu
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menganalisis lingkungan sekitar yang
berhubungan dengan materi ini, untuk itu diharapkan mahasiswa benar-benar paham materi
yang telah disampaikan.
DAFTAR RUJUKAN
Boughey, A.S. 1973. Ecology of Population. Second Edition. The Macmillan Company, New
York United Stated of America
Cotton, R.T. 1980. Tamarin Pod-Borer, Sitophilus linearis (Herbst.). Journal of Agricultural
Research. Washington D.C. Vol. XX. No. 6. http://preserve.nal.usda. gov/jag/v20/
v20i6/ 200439/a200439.htm. Diakses 21 Maret 2010.
Darmawan, R. 2005. Sains di Sekitar Kita. Jakarta: CV. Citramanunggal Laksana.
Elisa. 2009. Ekologi Populasi. Yogyakarta: UGM
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper Collins Publisher.
Oloo, G.W. 1992. Life Table and Intric Rate of Natural Increase of Pediobius fulvus (Hym:
Eulophidae) on Chilo partellus (Lepidoptera: Piralidae). J. Entomophaga. 17: 29– 35.
Pielou, E.C. 1977. Mathematical Ecology. John Willey and Sons. New York.
Price, P.W. 1975. Insect Ecology. John Wiley and Sons. New York.
Ramli, H. Dzaki. 1989. Panduan Pengajar Ekologi.Jakarta: P2LPTK.
Rani, Chair. 2003. Metode Pengukuran dan Analisis Pola Spasial (Dispersi) Organisme Bentik.
Jurnal Protein 19 (1): 1-15. ISSN: 1351-1368.
Schowalter, Timothy D. 2011. Insect Ecology: An Ecosystem Approach. USA: Louisiana State
University.
Soegianto, Agoes. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode ANalisis Populasi Komunitas. Jakarta:
Usaha Nasional.
Sofiah, Siti. Setiadi, Dede. Widyatmoko, Didik. 2013. Pola Penyebaran, Kelimpahan, dan
Asosiasi Bambu pada Komunitas Tumbuhan di Taman Wisata Alam Gunung
Baung Jawa Timur. Berita Biologi 12 (2): 239-247.
Syafei, Eden Suarsana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai