Anda di halaman 1dari 13

BENTUK DOKUMENTASI DAN ARSIP

BIODIVERSITAS

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biodiversitas

Dosen Pengampu: Dr. SULISETIJONO, M.Si

Nama Penyusun: Kelompok 1

INDAH MUFTIHATUR ROHMAH (200602210002)

WAHYUNI RISALATUL AZMAH (200602210006)

LUTFIYATUL AZIZAH (200602210015)

NIA NOVITA NURROHMAH (200602220001)

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144 Telp./Faks. (0341)558933

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagian besar masyarakat menggunakan istilah biodiversitas untuk
menunjukkan keanekaragaman atau kekayaan jenis organisme di suatu habitat
tertentu atau di suatu ekosistem. Oleh karena yang beraneka adalah jenis
organisme, keanekaragaman jenis ini lebih sering disebut dengan istilah
keanekaragaman hayati.
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati merupakan hasil evolusi
selama jutaan tahun. Hasil evolusi, baik secara anagenesis maupun
kladogenesis, dapat menghasilkan dua tipe takson, yaitu monotipik dan
politipik. Takson monotipik adalah takson yang hanya memiliki satu anggota,
sedangkan takson politipik adalah takson yang memiliki lebih dari satu
anggota.
Takson-takson monotipik biasanya bersifat endemik dan kecepatan
evolusinya rendah dalam arti jarang atau sukar muncul variasi baru dari
takson ini. Oleh karena sifatnya yang demikian, sumbangan takson monotipik
terhadap biodiversitas menjadi rendah. Berbeda dengan takson monotipik,
takson politipik pada umumnya memiliki distribusi yang luas dan memiliki
kecepatan evolusi yang lebih tinggi sehingga dengan demikian sumbangannya
terhadap biodiversitas juga tinggi.
Pada zaman sekarang ini tampaknya banyak orang yang semakin tidak
mengenal alam, mungkin saja hal ini juga merupakan “efek samping” dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketika semua kebutuhan akan
bahan alam terutama yang berasal dari sumber daya hayati dapat dihasilkan
melalui rekayasa seolah-olah manusia tidak perlu lagi mengenal alam. Oleh
karena itu sangatlah dibutuhkan pengetahuan tentang pentingnya
mendokumentasikan keanekaragaman hayati dengan cara apapun.
Dokumentasi biodiversitas dapat dilaksanakan dalam dua cara,
pertama dalam bentuk hidup seperti pembangunan kebun binatang, kebun
raya, kebun fauna dan sebagainya yang pada dasarnya adalah melakukan
koleksi dalam bentuk hidup. Cara ke-2 yaitu pembangunan museum sejarah
alam, atau museum zoologi, atau herbarium. Dalam makalah ini hanya khusus
membahas masalah dokumentasi biodiversitas berupa herbarium dan arsip
biodiversitas di museum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam makalah ini perlu dibahas
permasalahan dokumentasi biodiversitas berupa herbarium dan arsip
biodiversitas di museum.

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dokumentasi biodiversitas
berupa herbarium dan arsip biodiversitas di museum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dokumentasi Biodiversitas berupa Herbarium


Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah
dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi
dengan data-data mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi,
morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium juga memuat
waktu dan nama pengkoleksi.
Spesimen-spesimen tersebut bisa berupa tumbuhan utuh atau bagian-bagian
tumbuhan. Biasanya tumbuhan ini dikeringkan dan dilekatkan pada selembar
kertas, atau dapat juga disimpan dalam kotak atau disimpan dalam alkohol atau
bahan pengawet lainnya. Kata herbarium juga berarti tempat menyimpan koleksi
herbarium, seperti Herbarium Bogorinse yang telah menyimpan sekitar satu juta
koleksi herbarium dari seluruh dunia. Herbarium digunakan sebagai bukti autentik
serta acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis tumbuhan (Esa, dkk, 2016).
Pada masa sekarang herbarium tidak hanya merupakan suatu spesimen yang
diawetkan tetapi juga mempunyai suatu lingkup kegiatan botani tertentu, sebagai
sumber informai dasar untuk para ahli taksonomi dan sekaligus berperan sebagai
pusat penelitian dan pengajaran, juga pusat informasi bagi masyarakat umum.
Herbarium diartikan juga sebagai bank data dengan sejumlah data mentah yang
belum diolah. Masing-masing specimen dapat memberikan bermacam-macam
informasi, tergantung kelengkapan spesimen, data dan asal-usul materialnya.
Selain itu Hafidah, dkk (2020) menyatakan dalam jurnalnya bahwa herbarium
dapat digunakan untuk membantu identifikasi tumbuhan dengan keunggulan
mudah dibawa dan praktis digunakan
Ada dua jenis herbarium yakni herbarium kering dan herbarium basah.
Herbarium kering, adalah herbarium yang dibuat dengan cara pengeringan, namun
tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan
perbandingan pada saat determinasi selanjutnya. Herbarium basah adalah
Spesiesmen tumbuhan yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di
buat dari komponen macam zat dengan komposisi yang berbeda-beda.
Herbarium basah biasanya menggunakan larutan seperti FAA (larutan yang
terdiri dari Formalin, alkohol dan asam glasial dengan formulasi tertentu) dan
alkohol. Awetan basah merupakan media nyata dalam ebntuk spesimen. Adapun
kelebihan sediaan awetan basah adalah dapat diamati secara lanngsung bentuk
sediaan secara sesungguhnya, tidak merusk sumber daya alam, spesimen yang
diawetkan tidak kehilangan sifat aslinya seperti bentuk, susunan bahkan warnanya.
Namun larutan yang dipakan perlu dengan formulasi yang tepat supaya dapat
mengawetkan spesimen dengan baik dengan bentuk dan warna yang tidak berubah
(Ananta, dkk, 2018).
Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan herbarium adalah lebih kurang
selama 2 minggu pada suhu kamar. Hal ini sesuai dengan pendapat Widjaja (2014)
yang menyatakan bahwa pembuatan herbarium biasanya membutuhkan waktu
lebih kurang 2 minggu dan suhu yang digunakan pada pembuatan herbarium
adalah suhu kamar berkisar 30–35° C.
Salah satu contohnya dapat kita temukan di gedung Herbarium Bogoriense
yang terletak di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong. Gedung Herbarium
Bogoriense merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati di Indonesia bahkan di
dunia. Karena, di dalamnya tersimpan 2 juta spesimen kering, basah, mikroba
jamur, dan fosil yang digunakan sebagai pusat acuan oleh para peneliti botani baik
dari dalam maupun luar negeri. Sementara untuk herbarium kering jumlahnya
mencapai 1,280 juta spesimen, sedangkan herbarium basah yang tersimpan
mencapai sekitar 50.000 spesimen dan diawetkan dalam alkohol. Wah, tidak salah
jika gedung yang saat ini berusia sekitar 164 tahun ini, memiliki arti yang sangat
penting bagi dunia ilmu pengetahuan di Indonesia bahkan dunia.
Kegiatan-kegiatan pembuatan herbarium di gedung Herbarium Bogoriense
meliputi: Kegiatan pertama Eksplorasi, yaitu kegiatan mencari dan mengumpulkan
berbagai macam tumbuhan yang tersebar di seluruh nusantara. Kegiatan ini
merupakan suatu kegiatan yang luar biasa, karena tim peneliti akan mencari ke
dalam hutan-hutan liar dan gunung-gunung selama berminggu-minggu di dalam
daerah yang sangat terpencil yang jauh dari perkotaan. Segala resiko, tantangan,
dan bahaya dapat datang kapan saja selama kegiatan ini.
Kedua pengawetan, spesimen basah di masukan ke dalam cairan pengawet,
kemudian di masukkan ke dalam ruangan pendingin dengan suhu minus 20 derajat
selama 2 x 24 jam. sedangkan yang kering direndam dalam alkohol berkadar 70%,
kemudian di masukan ke dalam oven atau penggarangan agar air dan atau
getahnya hilang.
Ketiga Mounting dan Re-mounting, Mounting adalah proses pemindahan
spesimen yang sudah kering di atas kertas mounting (kertas art) dan dilem atau
dijahit dengan jarum dan benang agar spesimen tidak bergerak ataupun jatuh.
Sedangkan re-mounting adalah kegiatan me-mounting ulang spesimen yang sudah
lama akibat kertas yang rusak, dsb.
Keempat labeling, memberi label (gambar 2.1) yang berisi keterangan-
keterangan tentang tumbuhan tersebut diletakkan di sudut kiri bawah atau sudut
kanan bawah, lalu spesimen dipisahkan sesuai dengan kelompoknya kemudian
diidentifikasiberdasarkan morfologi dan fisiologinya.
Gambar 2.1 spesimen herbarium telah diplak dan diberi label identifikasi
(Kalima, 2014)
Kelima penyimpanan, yaitu menyimpan koleksi di dalam amplop coklat,
kemudian dimasukkan ke dalam lemari atau tempat yang bersih dan terjaga. ruang
penyimpanan juga harus dingin dengan suhu berkisar 16 derajat agar ridak mudah
rusak dan tidak mudah terserang oleh jamur.
Langkah diatas merupakan cara membuat herbarium kering, sedangkan
langkah untuk membuat kerbarium basah menurut Ananta, dkk (2018) adalah
sebagai berikut: pertama bersihkan spesimen, sediakan formalin yang telah
diencerkan, masukkan spesimen kedalam botol selai dengan posisi tegak atau yang
diinginkan, masukkan pengawet, tutup rapat botol supaya udara tidak bisa msuk
dan keluar kemudian terakhir tempelkan label pada botol yang berisi nama latin
dan nama lokal, famili, kolektor, habitat, lokasi, tanggal koleksi dan manfaatnya.
Spesimen herbarium perlu disimpan dengan baik supaya tetap awet dan
terjaga. Menurut Kalima (2014) penyimpanan herbarium kering dilakukan dnegan
menyusun spesimen herbarium kering didalam kertas manila atau stop map
kemudian diberi nama spesies dan nomor koleksi. Setelah itu dikelompokkan lagi
dalam satu famili, dimasukkan kedalam plastik atau kotak dan disimpan dalam
lemari yang tentunya perlu dijaga kelembapannya.
Gambar 2.2 lemari penyimpanan kotak koleksi diususun secara alfabetik famili,
marga dan spesies (Kalima, 2014)
B. Arsip Biodiversitas di Museum
Definisi museum menurut ICOM (International Council of Museum) tahun
2007 menyatakan bahwa museum merupakan sebuah lembaga nirlaba, institusi
permanen dalam pelayanan masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk
umum, yang memperoleh, melestarikan, penelitian, berkomunikasi, dan pameran
warisan berwujud dan tidak berwujud kemanusiaan dan lingkungannya untuk
tujuan pendidikan, studi, dan hiburan.
Ilmu yang mempelajari museum di sebut dengan museologi. Museologi
adalah ilmu sosial yang mempelajari museum secara menyeluruh, mulai dari
sejarah muncul dan berkembangnya, filosofi yang termaktub dalam visi dan
misinya, hingga peran pendidikan, sosial, dan politik serta kebijakan yang
ditempuhnya (Vergo, 2006).
Museum sebagai lembaga pendidikan dapat berkontribusi bagi penduduk,
seperti lingkungan masyarakat, wilayah, dan bertindak secara formatif serta
menggambarkan museum semacam universitas rakyat. Dengan tujuan membuat
masyarakat menyadari dan memperkuat akan identitasnya serta menimbulkan
percaya diri akan potensi yang dimilikinya dalam hubungan bermasyarakat
(Hauenschild, 1988:10). Namun, museum bukan hanya mengenai identitas,
melainkan ingin memberikan kontribusi yang nyata untuk mengatasi permasalahan
kehidupan sehari-hari dengan menunjukkan masalah dan memberikan solusi yang
mungkin bisa diambil melalui pameran museum. Dengan konsep pameran tersebut
sangat berpengaruh akan konsep pelestarian koleksi tak benda (Magetsari, 2009).
Prinsip dasar dari museum lebih berorientasi pada publik secara radikal dan
ekstensif. Dalam arti bahwa museum berorientasi pada publik, hal ini dapat terlihat
dalam pamerannya yang lebih berorientasi pada publik dibandingkan dengan
koleksi museum. Selain itu, koleksi museum yang dipamerkan merupakan koleksi
living heritage masyarakat yang dilayaninya. Dalam penyajiannya living heritage
ditampilkan dari sisi ilmiah maupun sisi masyarakat, sehingga museum bukan
hanya pelestari kebudayaan materi berupa benda budaya namun juga koleksi
kebudayaan non-materi, seperti memori kolektif yang dimiliki oleh masyarakat.
Melalui pengetahuan pengunjung terpanggil untuk ikut berpartisipasi dalam
petualangan yang diciptakan museum, bahkan melibatkan diri dalam
pengembangan sosial budaya dan dalam bidang ekonomi di wilayahnya
(Hauenschild, 1988: 5-12).
Contoh spesimen herbarium yang menjadi arsip biodiversitas di museum
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 contoh spesimen herbarium (Tim LIPI, 2018)


Gambar 2.3 merupakan salah satu contoh dari koleksi herbarium yang ada di
Cianjur Herbarium Hortus Botanicus Tjibodensis. Lembaga ini memiliki jumlah
spesimen 10.964 nomor, dengan koleksi tanaman dikotil, monokotil, gymnosperm,
pteridophyta, bryophyta (45 koleksi basah) dan Xylarium. Koleksi herbarium yang
berada di lembaga ini bersifat sebagai media penelitian, pendidikan, dan acuan
identifikasi (Tim LIPI, 2018).

Gambar 2.4 Contoh koleksi herbarium (Tim LIPI, 2018)

Gambar 2.4 merupakan salah satu contoh koleksi herbarium yang berada di
Bandung Herbarium Jatinangoriense (BUNP) dibawah naungan Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran.
Memiliki 8.120 spesimen dengan spesialisasi penelitian pada tumbuhan tinggi
(tumbuhan obat, bakau, lamun, bambu), tumbuhan rendah (jamur mikro, algae,
lumut kerak dan paku) dan etnobotani. Sifat koleksi herbarium digunakan untuk
kepentingan penelitian, acuan determinasi, pendidikan, pengajaran, dan
pengabdian kepada masyrakat (Tim LIPI, 2018).
Gambar 2.5 contoh koleksi herbarium basah

Gambar tersebut merupakan salah satu contoh koleksi herbarium basah


berupa makroalga yang diambil di pantai Sindangkerta Tasikmalaya. Pembuatan
herbarium basah tersebut dilakukan dalam kegiatan kuliah lapangan mahasiswa
Departemen Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah


dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi
dengan data-data mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi,
morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium juga memuat
waktu dan nama pengkoleksi. Ada dua jenis herbarium yakni herbarium kering dan
herbarium basah. Herbarium kering, adalah herbarium yang dibuat dengan cara
pengeringan, namun tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati
dan dijadikan perbandingan pada saat determinasi selanjutnya. Herbarium basah
adalah Spesiesmen tumbuhan yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan
yang di buat dari komponen macam zat dengan komposisi yang berbeda-beda.

Sedangkan museum merupakan sebuah lembaga nirlaba, institusi permanen


dalam pelayanan masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang
memperoleh, melestarikan, penelitian, berkomunikasi, dan pameran warisan
berwujud dan tidak berwujud kemanusiaan dan lingkungannya untuk tujuan
pendidikan, studi, dan hiburan. Arsip biodiversitas yang berada di musem dapat
berupa awetan kering dan basah yaitu salah satunya adalah herbarium.

B. Saran

Perlu dilakukan studi pustaka lebih lanjut mengenai dokumentasi biodiversitas


berupa herbarium dan arsip biodiversitas di museum.
DAFTAR PUSTAKA

Ananta, Evi Dian, dkk. 2018. Kelayakan Awtan Basah Sebagai media Pembelajaran
Submateri Protista Mirip Tumbuhan. Artikel Penelitian. Prodi Pendidikan
Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA Universitas Tanjungpura
Pontianak.

Eka, Nalar Mutiara, dkk. 2016. Sebaran dan Karakter Morfologi Endandra
(Lauraceae) dari Sumatera, koleksi Herbarium Bogoriese Pusat Penelitian
Biologi LIPI. Jurnal Biologi. Vol 5. No 4. Hal: 32-38

Hafidah, Siti Hadiyanti Nur, dkk. 2020. Pengenalan Etnobotani melalui Pembuatan
Herbarium Kering di Lingkungan Sekolah MI Muhammadiyah Plumbon
Wonogiri. Buletin KKN Pendidikan. Vol 2. No 2.

Hauenschild, Andrea. (1988). “Claim and Reality of New Museology: Case Studies
in Canada, the United States and Mexico”., diakses pada tanggal 15 Maret
2021. http://museumstudies.si.edu/claims2000.htm

Kalima, Titi. 2014. Panduan Teknis Pengumpulan Herbarium Rotan. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.

Magetsari, Noerhadi. 2009. “Pemaknaan Museum untuk Masa kini”. Makalah dalam
Diskusi dan Komunikasi Museum di Jambi tanggal 4-7 Mei 2009. Direktorat
Permuseuman
Tim LIPI. 2018. Index Herbariorum Indonesianum. Jakarta: LIPI Press.

Widjaja, E. A., Y. Rahayuningsih, J. S. Rahajoe, R. Ubaidillah, I. Maryanto, E. B.


Walujo, & G. Semiadi. 2014. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia
2014. Jakarta: LIPI Press.
Vergo, Peter. (1989). ‘Introduction’ dalam The New Museology. Hal 1-5. London:
Reaktion Books

Anda mungkin juga menyukai