Anda di halaman 1dari 16

BUKU PETUNJUK

PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI
Disusun Oleh :
Tim Asisten Ekotoksikologi 2009

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009

BUKU PETUNJUK
PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI

Dosen pengampu :
Dr. Ir. Djoko Suprapto
Dr. Ir. Haeruddin, M.Si.
Ir. Siti Rudiyanti, M.Si.

Koordinator praktikum :
Dr. Ir. Haeruddin, M.Si.
Asisten praktikum :
ERLIN SULISTYOWATI
JULANDO YUNIB P
NIA HERNU PUTRI
RAHMAT IBRAHIM

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawa kimia terhadap
organisme dan pengaruhnya terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung (DFG, 1983 dalam Rudolph, 1991). Lebih lanjut dijelaskan oleh Nagel (1988), Rudolph & Boje
(1986) dalam Rudolph (1991) bahwa penelitian mengenai ekotoksikologi menitikberatkan pada perubahan
struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimia lingkungan, yang mengakibatkan efek yang berbahaya bagi
organisme.
Ekotoksikologi mulai berkembang di beberapa negara maju sejak tahun 1962, dimana pada tahun
tersebut Rachel Carson (seorang peneliti USA) menerbitkan sebuah buku yang menggambarkan mengenai
dampak pencemaran bahan kimia dan penggunaan pestisida yang persisten secara besar-besaran (de Kruijf,
1988). Sampai saat ini diduga lebih dari 63.000 senyawa kimia telah digunakan secara luas di seluruh dunia
(Moriarty, 1983), dan setiap tahunnya industri-industri yang menggunakan bahan kimia dalam proses
produksinya telah menciptakan 200-1000 senyawa sintetis kimia baru.
Dengan demikian penelitian ekotoksikologi dirasa sangat penting untuk dilakukan. Penelitian
ekotoksikologi diharapkan mampu untuk menduga tingkat pencemaran di lingkungan, dampaknya terhadap
kehidupan organisme, menentukan standar kualitas lingkungan khususnya perairan, dan sebagai kontrol
terhadap bahan-bahan kimia yang menyebabkan turunnya kualitas perairan.
Ikan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis penting bagi manusia. Disamping itu,
selama beberapa dekade terakhir ini ikan dijadikan obyek penelitian untuk mengetahui akumulasi dari residu
bahan-bahan kimia di lingkungan perairan. Ikan menjadi model standar di berbagai kawasan di dunia untuk
menentukan kualitas lingkungan dan penurunan fungsi habitatnya yang menyebabkan menurunnya stok ikan
dunia.
Ketersediaan plankton secara langsung maupun tidak langsung merupakan faktor penting bagi
kehidupan ikan dan segala macam biota yang hidup didalam air, baik air tawar, air payau maupun air laut,
karena plankton khususnya fitoplankton merupakan primary producer atau makanan penghasil yang pertama
dalam siklus mata rantai (Partini, 1999)
Tujuan praktikum
Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik deterjen yang dipaparkan ke ikan uji
Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik pestisida yang dipaparkan ke ikan uji
Mengetahui nilai IC50-96 jam dari bahan toksik pestisida dan deterjen yang dipaparkan ke plankton

TINJAUAN PUSTAKA
A. Deterjen
Deterjen dalam arti luas adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun cuci
piring alkali dan cairan pembersih. Secara khusus, deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung
senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Deterjen juga merupakan merek dagang dari surfaktan
sebagai bahan baku utamanya (Rulianto, 2001) yang tersusun dari bahan aktif ABS (Alcyl Benzene
Sulfonate). Senyawa ini termasuk senyawa sintetis keras dan sulit terurai di lingkungan.
Komposisi kimia deterjen terdiri dari tiga kelompok penyusun yaitu surfaktan, bahan pembentuk, dan
bahan tambahan lainnya. Surfaktan berfungsi sebagai bahan pembasah yang menyebabkan turunnya
tegangan muka air. Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ionik (anionik, kationik, dan
zwitterionik/amphoteric) dan nonionik (www.wikipedia.com).
Deterjen dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada ikan. Pengaruh secara
langsung mengakibatkan lethal (kematian) atau sub lethal yang menghambat pertumbuhan dan reproduksi.
Bahan yang terkandung dalam deterjen dapat memacu pertumbuhan eceng gondok dan gulma air. Tanaman
yang menutup permukaan perairan akan menghambat proses masuknya sinar matahari dan oksigen,
sehingga mengganggu metabolisme ikan dan menyebabkan penurunan kualitas perairan.
B. Pestisida
Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris) yang berasal dari bahasa latin yaitu
pestis dan caedo, yang diartikan sebagai racun pembasmi hama. FAO (1986) mendefenisikan pestisida
sebagai campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi, dan mengendalikan
hewan/tumbuhan pengganggu, dengan tujuan kesejahteraan manusia. Sedangkan menurut PP RI No. 6 tahun
1995, pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta
mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
Dewasa ini pestisida digunakan secara kurang bijaksana sehingga membawa dampak pada
pengguna, hama sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya. Menurut Wudianto (1997), dampak
buruk penggunaan pestisida yaitu :
1. Keracunan bagi pengguna secara cepat (akut) maupun lambat (kronis)
2. Meracuni organisme inang (induk)
3. Hama menjadi resisten
4. Terjadi resurjensi, peningkatan populasi generasi berikutnya
5. Munculnya hama sekunder
6. Merusak organisme yang bermanfaat

7. Mencemari lingkungan baik tanah, air, maupun udara


Pestisida yang digunakan adalah pestisida berbahan aktif sihalotrin lamda. (Lambda-cyhalotrin; cyhalotrin), merupakan insektisida non-sitemik dan bekerja sebagai racun kontak serta racun lambung yang
kuat. Insektisida ini memiliki repellent effect dan knock down effect yang kuat, residu yang panjang dan
digunakan di bidang perlindungan tanaman untuk mengendalikan serangga dari ordo Lipidotera dan
Coleoptera, seperti aphids dan thrips. Lambda-sihalotrin memiliki LD 50 (tikus) sebear 79 mg/kg; LD50 dermal
(tikus) 632-696 mg/kg menimbulkan iritasai ringan pada mata, tetapi tidak pada kulit; LC 50 inhalasi (4 jam) 0.06
mg/lt udara; NOEL (1 tahun, anjing) 0,5 mg/kg; dan ADI 0,005 mg/lt bb. Sihalotrin-lambda bersifat toksik untuk
arthopoda non-target, tetapi umumnya caepat pulih kembali karena degradasinya yang cepat
C. Bioassay test
Bioassay adalah metode uji menggunakan organisme dengan tujuan untuk mengetahui daya racun
atau efek yang ditimbulkan dari faktor-faktor fisika dan kimia lingkungan. Bioassay test biasanya digunakan
untuk studi pencemaran perairan dan penetapan konsentrasi aman dari berbagai residu yang masuk ke
perairan.
Prinsip bioassay test meliputi pemaparan ikan oleh bahan toksik selama beberapa waktu pada skala
laboratorium dan mengamati mortalitas dan gejala-gejala lain yang timbul selama 96 jam. Untuk menentukan
nilai TLm (Tolerance Limit median), dihitung berdasarkan jumlah ikan uji yang digunakan dan
kelulushidupannya (survival rate) pada konsentrasi bahan toksik yang berbeda.
D. Analisis probit
Pengukuran toksisitas (daya racun) dari suatu jenis bahan pencemar dapat dilakukan dengan
menetapkan nilai LC50 dari bahan pencemar tersebut terhadap hewan uji dengan menggunakan analisa probit.
Analisa probit adalah suatu metode pengujian yang umum digunakan untuk menilai toksisitas dari suatu
bahan pencemar yang diukur dari lethal concentration. Lethal concentration dapat diartikan sebagai berapa
miligram bahan pencemar untuk setiap kilogram hewan uji yang dapat mengakibatkan kematian sebanyak
50% dari populasinya. Analisa probit termasuk kedalam uji statistik parametrik yang menghendaki data
tersebar normal.
E.

Kultur Alga
Pengujian ini digunakan untuk mengukur toksisitas kronik dari bahan-bahan uji (contoh, bahan2 kimia,

air sungai, air limbah) terhadap sel tunggal selama 96-h, dengan waktu yang tetap. Oleh karena pertumbuhan
dari sel-sel fitoplankton pada setiap individu sangat cepat, suatu pengujian 96-h dianggap sebagai suatu

ukuran dari toksisitas. Penggunaan sejenis rantai harus dihindarkan karena penjumlahan sel lebih sulit.
Pengujian ini sudah dilaksanakan dengan baik pada sel Dunaliaella tertiolecta dan Tetraselmis sp. rangsangan
dan pertumbuhan dari kedua spesies ini sangat terukur.
Tipe media kultur yang digunakan harus sesuai dengan spesies yang akan dibiakkan. Ada beberapa
cara yang digunakan untuk menyiapkan media pertumbuhan dari alga. Selain alamiah kultur fitoplankton
dapat ditempatkan pada media buatan dan dapat diuji.
kepadatan kultur (cells/ml) dan rata-rata pertumbuhan harus dimonitor secara teratur. perhitungan
jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop, selain itu dapat juga menggunakan
spectrophotometer untuk mengukur absorbansi. Jika menggunakan absorbansi, grafik yang dibuat
menggambarkan hubungan antara data absorbansi dan kepadatan sel (cells/ml). Grafik pertumbuhan
menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu yang juga dibutuhkan saat kultur-kultur berada
pada fase eksponen pertumbuhan. Kultur-kultur alga yang dewasa tidak dapat digunakan dalam percobaan
ini. Pemeliharaan kultur alga yang berumur kurang dari 7 hari harus di pelihara dengan metode fase eksponen
pertumbuhan.
Perhitungan nilai IC25 dan IC50 menggunakan program ICPIN. Nilai IC 25 adalah nilai dari kosenterasi
yang menyebabkan 25% pertumbuhan sel tidak terjadi.

MATERI DAN METODE


Materi
1. Alat dan bahan yang diperlukan dalam aklimatisasi hewan uji
No.
1.
2.
3.
4.

Alat dan bahan


Air
Ikan
Aerator
Kontainer

Kegunaan
Media hidup ikan uji
Hewan uji
Alat penambah O2
Wadah stok hewan uji

2. Alat dan bahan yang diperlukan selama perlakuan


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Alat dan bahan


Air
Ikan
Deterjen
Pestisida
Toples
Seser
Gunting
Kamera

Kegunaan
Media hidup ikan uji
Hewan uji
Bahan toksik
Bahan toksik
Wadah ikan uji
Mengambil ikan mati
Membedah tutup insang ikan
Dokumentasi kondisi insang ikan

Metode
Metode yang digunakan adalah metode bioassay statis, yang dibagi menjadi dua uji yaitu uji
pendahuluan dan uji lanjut.
1. Uji pendahuluan, dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ambang batas atas (LC 100-24jam) dan ambang
batas bawah (LC0-48jam). Pada wadah uji dimasukkan ikan uji dengan kepadatan 1 gr/L (atau sesuai ukuran
ikan) dengan konsentrasi bahan toksik (pestisida/deterjen) berdasarkan basis 10 deret logaritmik
(Busvine, 1971 dalam Taufik dan Koesoemadinata, 1999) yaitu 0,1 mg/L, 1 mg/L, 10 mg/L, 100 mg/L, dan
1000 mg/L.
2. Uji lanjut, dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dimana ikan uji mati 50 % selama jangka waktu 96 jam
(LC50-96 jam). Untuk menentukan konsentrasi uji lanjut berdasarkan nilai ambang atas dan ambang bawah
adalah sebagai berikut :
Log

N
a
k ( Log )
n
n

a b c d e

n a b c d

Dimana : N = konsentrasi ambang atas


N = konsentrasi ambang bawah
Analisa probit
Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai LC 50-96 jam adalah sebagai berikut :
1
xy
n
b
1
2
x 2 x
n
xy

LC50-96 jam = antilog m


dimana m

5a
b

Keterangan :
Y = probit mortalitas ikan uji
X = logaritma konsentrasi (mg/L)

1
x by
n

Y = a + bX

a = konstanta
b = slope

m = nilai X pada Y 50 %

Kultur Alga
Alat dan bahan
Pemeliharaan alga

Menjaga lingkungan dengan cahaya (400 ft-c), pada 27 1 o C

Vacuum ffiltrasi apparatus dan 45 -m Miliporefilters

pH meter, thermometer

autoclave

larutan yang mengandung nutrient untuk media pertumbuhan alga

botol Erlenmeyer (250 ml, 500ml, or 1L)

kain atau busa dan kertas timah untuk membungkus botol.

Pipet tetes (0,1 1 mL) dan ujungnya steril

Mikroskop, hemocytometer dan kaca penutup

Pasteur pipettes dan gelembung

Spectrophotometer

0,1 N HCL dan 0,1N NaOH

Uji toksisitas

Menjaga lingkungan dengan cahaya (400 ft-c), pada 27 1 o C

Vacuum ffiltrasi apparatus dan 45 -m Miliporefilters

Alat ukur kualitas air (pH, DO, conductivity meter dan termometer)

Autoclave

1L botol Erlenmeyer

250 mL botol Erlenmeyer (18 botol/uji)

kain atau busa dan kertas timah untuk membungkus botol.

Pipet tetes (0,1 1 mL) dan ujungnya steril

1-L gelas ukur

1 L gelas beker

2 L gelas beker

glass stir rods

larutan yang mengandung nutrient untuk media pertumbuhan alga

Mikroskop, hemocytometer dan kaca penutup

Pasteur pipettes dan gelembung

Spectrophotometer

5% larutan Lugol

Informasi tentang kultur alga


Persiapan wadah kaca
Wadah kaca digunakan untuk kultur alga diberi label dan pisahkan dari wadah kaca laboratorium utama
untuk mengurangi penyebab dari kontaminasi. Semua wadah kaca yang digunakan untuk kultur alga
harus bersih. Seperti yang telah dijelaskan sebeumnya.
Menyusun media kultur
1. Tipe media kultur yang digunakan harus sesuai dengan spesies yang akan dibiakkan. Ada beberapa cara
yang digunakan untuk menyiapkan media pertumbuhan dari alga. Selain alamiah kultur fitoplankton dapat
ditempatkan pada media buatan dan dapat diuji. Persiapan media meliputi penambahan terhadap
konsentrasi logam berat, nutrien, dan vitamin to autoclaved, dan menyaring air laut. Larutan tersebut
dapat dipersiapkan terlebih dahulu dan dijaga suhunya pada suhu yang sejuk untuk beberapa bulan.
Kultur alga secara normal diatur dalam EDTA, tetapi saat kultur alga berada dalam media uji dapat
dipersiapkan tanpa EDTA.
2. Autoclave suatu volume yang mengalami pengurangan air dalam 15 menit pada 15 psi. Setelah itu tutup
wadah dengan kertas timah dan tempatkan pada suhu yang dingin dalam satu malam. Setelah
pendinginan, siapkan media dengan penambahan larutan nutrien pada setiap medianya.

3. Saring medianya tersebut dengan menggunakan saringan yang ukurannya 0,45 m.


4. Media kultur tidak dapat digunakan secara langsung, biasanya disimpan terlebih dahulu pada botol yang
berwarna gelap dan disimpan beberapa bulan pada pendingin. Sebelum menggunakan media
penyimpanann terlebih dahulu dileyakkan pada suhu 27 0 C.
Penyuntikan Media Stok Kultur
1.

Untuk memulai uji toksisitas alga, isi 1 L Erlenmeyer dengan 500 ml media pertumbuhan alga dan
pindahkan sekitar 5 ml alga dari Erlenmeyer tersebut. Tempatkan kapas pada leher tabung dan beri label
pada tabung yang berisi tanggal mulai uji. Kebersihan harus dilakukan dalam percobaan ini untuk
menghindari kontaminasi.

2.

Tempatkan tabung-tabung tersebut pada ruang inkubasi. Goyang-goyangkan tabung-tabung


tersebut setidaknya sekali dalam sehari dan acak letak tabung-tabung tersebut saat didalam incubator.

3.

setelah beberapa hari, saat terjadi perubahan warna, tambahkan tabung dengan 800 ml alga.
Kultur alga tersebut akan mengalami kepadatan sekitar 1 x 10 6 sel/ml dalam 4 - 7 hari percobaan.
Spesies alga yang tidak dapat tumbuh secara cepat, sangat cocok untuk uji 96-h.

4.

kepadatan kultur (cells/ml) dan rata-rata pertumbuhan harus dimonitor secara teratur. Hal ini
dapat dilakukan dengan membuat perhitungan jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer dan
mikroskop, selain itu dapat juga menggunakan spectrophotometer untuk mengukur absorbansi. Jika
menggunakan absorbansi, grafik yang dibuat menggambarkan hubungan antara data absorbansi dan
kepadatan sel (cells/ml). Grafik pertumbuhan menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu
yang juga dibutuhkan saat kultur-kultur berada pada fase eksponen pertumbuhan. Kultur-kultur alga yang
dewasa tidak dapat digunakan dalam percobaan ini. Pemeliharaan kultur alga yang berumur kurang dari 7
hari harus di pelihara dengan metode fase eksponen pertumbuhan.

Prosedur percobaan

Persiapan media kaca


Siapkan semua media kaca untuk digunakan dalam pengujian larutan dan uji lainnya. Setelah tabung-tabung
Erlenmeyer dibersihkan (18 tabung) masukan kapas atau busa, tutup bagian atas tabung dengan kertas
timah, autoclave pada 15 psi selama 15 menit dan dinginkan.
Persiapan pengaturan air

Pertumbuhan medium alga, kecuali pengaturan air yang disispkan tanpa EDTA. Kira-kira 2,5 liter pengaturan
air dibutuhkan untuk uji toksisitas. Persiapkan media tambahan untuk pengurangan selama autoclaving.
Siapkan pengaturan air pada hari sebelum uji inisiasi.
Penentuan kepadatan sel dari kultur
1. The inoculum harus dipersiapkan dalam 2-3 jam dari tes inisiasi. Untuk menyuntikkan kultur alga
menggunakan uji vessel dengan kepadatan sel 1 x 108 cells/mL. apabila diperlukan, dapat menggunakan
spectrophotometer untuk menentukan uji tersebut. Untuk menentukan jumlah kepadatan sel digunakan
hemositometer.
2. Haemositometer adalah perhitungan dalam membagi jumlah sel menjadi lebih mudah. Homositometer
memiliki 25 sisi persegi yang besar. Dari beberapa sisi terdapat 16 sisi persegi yang lebih kecil, jumlah
semua sisi perseginya 400. Jumlah sel dalam setiap persegi mencapai 400 persegi untuk mendapatkan
kepadatan sel selanjutnya.
3. Untuk menentukan kepadatan sel (cell/mL), nilai dari alga ditadai dengan (x) didalam 400 persegi
diformulasikan dengan rumus:

(x / 400) 1000

.00025

cells/mL

Contoh, jika 372 alga yang telah dihitung dalam 400 persegi maka:
(372 / 400) 1000
cells/mL
.00025

= 3,720,000 cells/mL
= 3.72 x 108 cells/mL
Dalam keadaan ini dibutuhkan lebih dari kepadatan minimum yang dibutuhkan untuk menggunajkan
kultur stok alga untuk disuntikan pada uji vessel dan stok akan dikurangi menjadi 1 x 10 6 cellc/mL.
Catat kepadatan kulturnya dan beberapa penyesuaian yang terjadi. Perhitumgan jumlah sel
disesuaikan oleh hemositometer.

Pelaksanaan Uji Test


1. Secara normal ada 5 uji konsentrasi, ditambah kendali negatif yang diujikan. Ada tiga pengulangan dari
setiap perlakuan, dari dari 18 wadah uji. Konsentrasi uji harus dipersiapkan dengan menggunakan 0,5
faktor pelemahan (contoh, 100, 50, 25, 12.5, dan 6.25).
2. Apabila menggunakan air sungai, kira-kira dibutuhkan 1L. Ambil 1L air sample kemudian masukkan air
kedalam gelas beker dan hangatkan pada suhu 27 0C. ukur pH dan konduktivitasnya. Tambahkan larutan
nutrien pada sampel untuk mendapatkan konsentrasi yang sama seperti air kontrol - hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa beberapa alga yang tidak bisa tumbuh bukan hanya karena kekurangan nutrisi
pada konsenterasi tinggi. Pada keadaan ini terdapat jumlah nutrien, sama dengan kontrol, untuk semua
konsenterasi. Gunakan larutan nutrien tanpa EDTA.
3. Siapkan larutan uji untuk beberapa perlakuan. Siapkan beberapa perlakuan yang berhubungan dengan
analisis kimia untuk memverifikasi konsenterasi uji. Salurkan 100 ml dari larutan uji pada tiga tabung
berukuran 250 ml. ukur pH dan konduktivitas dari larutan yang sama untuk air kontrol, kecil, sedang dan
tinggi konsenterasinya.
4. salah satu dari uji konsenterasi akan membuat kepadatan sel dari stok kultur yang telah di periksa dan
disesuaikan. Setelah itu dilakukan penyuntikan beberapa tabung kultur berukuran 1 ml yang berisi 1 x 10 6
sel/ml . hal ini akan menghasilkan kepadatan 1 x 10 4 sel/ml

pada beberapa tabung.catat waktu

inokulasinya dan akhiri uji ini dengan waktu yang sama .


5. susun secara acak tabung-tabung pada inkubator. Catat temperature setiap hari. Konduksi uji 27 dan
suhu 1 o C dibawah intensitas cahaya 400 ft-c. kocok tabun-tabung tersebut dua hari sekali daan
susunan selalu diubah posisinya sekali dalam sehari. Beberapa tabung harus ditutup dengan kapas
untuk menghindari kontaminasi pada saat pengujian.
Tahap akhir uji dan perhitungan sel
1. siapkan botol kecil (berukuran 2ml), beri label pada botol tersebut, beri perlakuan dan dilakukan
pengulangan.
2. setelah 96 h, goyang-goyangkan tabung agar bahan-bahan didalamnya tecampur, khususnya bagi sel
alga yang nengendap dibawah tabung tersebut.ampil sample sekitar 0,9 ml dari tabung-tabung tersebut
dengan menggunakan pipet, pindahkan sample tersebut kedalam botol kecil yang telah di beri label dan
beri 0,1 ml dari 5% larutan lugol.
3. gunakan haemocytometer untuk menghitung sel dari sample pada botol tersebut. Catatjumlah sel setiap
400 persegi dengan beberapa pengulangan. Dua perhitungan sel harus selesai untuk bebberapa tabung.

Apabila terjadi perbedaan yang signifikan pada kedua perhitungan tersebut, lakukan perhitungan yang
ketiga. Catat baberapa perbedaanseperti ukuran sel atau penambahan organisme.
4. pengujian dapat diterima apabila kepadatan sel pada tabung kontrol mendekati 2 x 10 5 sel/ml pada akhir
pengujian.hal tersebut juga menunjukan bahwa kepadatan sel pada tabung kontrol tidak sekedar lebih
dari 20% diantara pengulangan.
Analisa data
1. lampirkan data kepadatan sel (sel/ml) pada setiap pengulangan.
2. percent inhibition (I) atau Stimulation (S) dari pertumbuhan relatif dihitung berdasarkan rumus :
I % = C T x 100

I % = T C x 100

Dimana : C = Control response, dan T = treatment response.


3. analisa statistik untuk menentukan

nilai NOEC dan LOEC dapat digunakan menggunakan program

TOXSTAT. Analisa statistik yang ditampilkan akan tergantung dengan sasaran hasil dari pelatihan,
dimana seharusnya ditetapkan pada saat sebelum memulai pengujian. NOEC adalah konsenterasi
tertinggi dari sampel yang secara statistik tidak terjadi efek yang negatif pada pertumbuhan. Kecuali jika
penetapan beberapa efek yang kurang baik dianggap sebagai larangan pertumbuhan. Perbandingan
perbandingan statistik hendaknya pada satu sisi dan menggunakan probabilitas = 0,05. jika pertumbuhan
pada tempat yang tersimulasi dengan kontrol sama, maka tidak perlu melakukan analisa statistik. Nilai
NOEC digunakan untuk uji pada konsentrasi yang tinggi.
Untuk menggunaakan program TOXSTAT, masukan data dan tampilkan a log

10

terlebih dahulu. Gunakan

uji Shapiro-Wilks dan Bartlett untuk menentukan normalitas dan homogenitas suatu variabel, apabila uji
tersebut sudah dilakukan, lakukan uji ANOVA dan Dunnett t-test. Analisa non-parametrik menggunakan
uji Steel dan uji Many-One.
Perhitungan nilai IC25 dan IC50 menggunakan program ICPIN. Nilai IC25 adalah nilai dari kosenterasi
yang menyebabkan 25% pertumbuhan sel tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
de Kruijf, H.A.M. 1988. What is Ecotoxicology ?. Proceeding of the Indo-Dutch Training course on Aquatic
Ecotoxicology. H.A.M. de Kruijf, D. de Zwart, P.N. Viswanathan, dan P.K. Ray (Editor). Allied
Publishers Private Ltd. India.

Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Tangerang.


Moriarty, I. 1983. Ecotoxicology: the study of pollutants in ecosystems. Academic Press. London.
Rudolph, P. 1991. Fish in ecotoxicology: precautionary action and risk assessment. Proceeding of an
International Symposium. T. Braunbeck, W. Hanke, dan H. Segner (Editor). VCH. Weinheim.
Rulianto, A. dan Agus Hidayat. 2001. Sulitnya mencuci deterjen. Tempo. Jakarta.
Taufik, I. dan Koesoemadinata, S. 2000. Evaluasi Toksisitas Akut dan Kronis Pestisida terhadap Udang Galah
di Laboratorium. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta.
Wudianto, R. 1997. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
www.wikipedia.com.

Kelompok Ekotoksikologi MSP 2006

KELOMPOK 1
Feri
Ferbiansyah
Ahmad Hisyam
C
Roswita
Larosa

KELOMPOK 2

KELOMPOK 3

KELOMPOK 4

Ani Saputra

Aricahyawan

Hamida Dwi P

Antonius Hot A

Guntur Dwi K

Anita Permata sari

Mutiara S

Arni Hastuti

Siti Rachella

Ayu Wulandari
Fuquh Rahmat
S

Rizka Liana S

Bayu Nugroho J

Susilowati

Reza Maulana

Dessy Puspitasari

Varlinda

Ria Saftri

Vina Triyustari
Yeremias V
Mitak

Wigati

Sinta Fajarwati

Yudhit V

Yunan Ardi B

KELOMPOK 6
Alhafids

KELOPMOK 8
Abdul syukur

KELOMPOK 9
Edwin Agus N

Deni Novangki

KELOMPOK 7
Ana Farica
Febrianti
Amalia

Dimas Ario S

Lucky Hendrawan

Dita Ambarsari
Fredy Hermanto

Filipus Alfa
Linda Ambika

Heny Budi S
Maria Sofa

Indri Putri
Nurul Fathonah
Sebrina

Monica Dwi K
Surya Dwi V

mega retno
Ricky Subiakto

Marta Dyyu S
Martha Sekar A
Muliawati
Handayani
Steven Antoni

Sansistya Dita N

KELOMPOK
5
Rambu Paji
M
Hesti
Wijayanti
Joko Purnomo
M. Surti
Wardani
Marisa
Nuzulia
Putri Purnama
S
Stefanus
Aditya
KELOMPOK
10
Daniel Dwi P
Dian
Arifiyani
Ferry Wahyu
W
Khoirul Abroni
Putri March F
Vitrio Deo

Anda mungkin juga menyukai