PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI
Disusun Oleh :
Tim Asisten Ekotoksikologi 2009
BUKU PETUNJUK
PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI
Dosen pengampu :
Dr. Ir. Djoko Suprapto
Dr. Ir. Haeruddin, M.Si.
Ir. Siti Rudiyanti, M.Si.
Koordinator praktikum :
Dr. Ir. Haeruddin, M.Si.
Asisten praktikum :
ERLIN SULISTYOWATI
JULANDO YUNIB P
NIA HERNU PUTRI
RAHMAT IBRAHIM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawa kimia terhadap
organisme dan pengaruhnya terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung (DFG, 1983 dalam Rudolph, 1991). Lebih lanjut dijelaskan oleh Nagel (1988), Rudolph & Boje
(1986) dalam Rudolph (1991) bahwa penelitian mengenai ekotoksikologi menitikberatkan pada perubahan
struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimia lingkungan, yang mengakibatkan efek yang berbahaya bagi
organisme.
Ekotoksikologi mulai berkembang di beberapa negara maju sejak tahun 1962, dimana pada tahun
tersebut Rachel Carson (seorang peneliti USA) menerbitkan sebuah buku yang menggambarkan mengenai
dampak pencemaran bahan kimia dan penggunaan pestisida yang persisten secara besar-besaran (de Kruijf,
1988). Sampai saat ini diduga lebih dari 63.000 senyawa kimia telah digunakan secara luas di seluruh dunia
(Moriarty, 1983), dan setiap tahunnya industri-industri yang menggunakan bahan kimia dalam proses
produksinya telah menciptakan 200-1000 senyawa sintetis kimia baru.
Dengan demikian penelitian ekotoksikologi dirasa sangat penting untuk dilakukan. Penelitian
ekotoksikologi diharapkan mampu untuk menduga tingkat pencemaran di lingkungan, dampaknya terhadap
kehidupan organisme, menentukan standar kualitas lingkungan khususnya perairan, dan sebagai kontrol
terhadap bahan-bahan kimia yang menyebabkan turunnya kualitas perairan.
Ikan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis penting bagi manusia. Disamping itu,
selama beberapa dekade terakhir ini ikan dijadikan obyek penelitian untuk mengetahui akumulasi dari residu
bahan-bahan kimia di lingkungan perairan. Ikan menjadi model standar di berbagai kawasan di dunia untuk
menentukan kualitas lingkungan dan penurunan fungsi habitatnya yang menyebabkan menurunnya stok ikan
dunia.
Ketersediaan plankton secara langsung maupun tidak langsung merupakan faktor penting bagi
kehidupan ikan dan segala macam biota yang hidup didalam air, baik air tawar, air payau maupun air laut,
karena plankton khususnya fitoplankton merupakan primary producer atau makanan penghasil yang pertama
dalam siklus mata rantai (Partini, 1999)
Tujuan praktikum
Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik deterjen yang dipaparkan ke ikan uji
Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik pestisida yang dipaparkan ke ikan uji
Mengetahui nilai IC50-96 jam dari bahan toksik pestisida dan deterjen yang dipaparkan ke plankton
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deterjen
Deterjen dalam arti luas adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun cuci
piring alkali dan cairan pembersih. Secara khusus, deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung
senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Deterjen juga merupakan merek dagang dari surfaktan
sebagai bahan baku utamanya (Rulianto, 2001) yang tersusun dari bahan aktif ABS (Alcyl Benzene
Sulfonate). Senyawa ini termasuk senyawa sintetis keras dan sulit terurai di lingkungan.
Komposisi kimia deterjen terdiri dari tiga kelompok penyusun yaitu surfaktan, bahan pembentuk, dan
bahan tambahan lainnya. Surfaktan berfungsi sebagai bahan pembasah yang menyebabkan turunnya
tegangan muka air. Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ionik (anionik, kationik, dan
zwitterionik/amphoteric) dan nonionik (www.wikipedia.com).
Deterjen dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada ikan. Pengaruh secara
langsung mengakibatkan lethal (kematian) atau sub lethal yang menghambat pertumbuhan dan reproduksi.
Bahan yang terkandung dalam deterjen dapat memacu pertumbuhan eceng gondok dan gulma air. Tanaman
yang menutup permukaan perairan akan menghambat proses masuknya sinar matahari dan oksigen,
sehingga mengganggu metabolisme ikan dan menyebabkan penurunan kualitas perairan.
B. Pestisida
Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris) yang berasal dari bahasa latin yaitu
pestis dan caedo, yang diartikan sebagai racun pembasmi hama. FAO (1986) mendefenisikan pestisida
sebagai campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi, dan mengendalikan
hewan/tumbuhan pengganggu, dengan tujuan kesejahteraan manusia. Sedangkan menurut PP RI No. 6 tahun
1995, pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta
mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
Dewasa ini pestisida digunakan secara kurang bijaksana sehingga membawa dampak pada
pengguna, hama sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya. Menurut Wudianto (1997), dampak
buruk penggunaan pestisida yaitu :
1. Keracunan bagi pengguna secara cepat (akut) maupun lambat (kronis)
2. Meracuni organisme inang (induk)
3. Hama menjadi resisten
4. Terjadi resurjensi, peningkatan populasi generasi berikutnya
5. Munculnya hama sekunder
6. Merusak organisme yang bermanfaat
Kultur Alga
Pengujian ini digunakan untuk mengukur toksisitas kronik dari bahan-bahan uji (contoh, bahan2 kimia,
air sungai, air limbah) terhadap sel tunggal selama 96-h, dengan waktu yang tetap. Oleh karena pertumbuhan
dari sel-sel fitoplankton pada setiap individu sangat cepat, suatu pengujian 96-h dianggap sebagai suatu
ukuran dari toksisitas. Penggunaan sejenis rantai harus dihindarkan karena penjumlahan sel lebih sulit.
Pengujian ini sudah dilaksanakan dengan baik pada sel Dunaliaella tertiolecta dan Tetraselmis sp. rangsangan
dan pertumbuhan dari kedua spesies ini sangat terukur.
Tipe media kultur yang digunakan harus sesuai dengan spesies yang akan dibiakkan. Ada beberapa
cara yang digunakan untuk menyiapkan media pertumbuhan dari alga. Selain alamiah kultur fitoplankton
dapat ditempatkan pada media buatan dan dapat diuji.
kepadatan kultur (cells/ml) dan rata-rata pertumbuhan harus dimonitor secara teratur. perhitungan
jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop, selain itu dapat juga menggunakan
spectrophotometer untuk mengukur absorbansi. Jika menggunakan absorbansi, grafik yang dibuat
menggambarkan hubungan antara data absorbansi dan kepadatan sel (cells/ml). Grafik pertumbuhan
menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu yang juga dibutuhkan saat kultur-kultur berada
pada fase eksponen pertumbuhan. Kultur-kultur alga yang dewasa tidak dapat digunakan dalam percobaan
ini. Pemeliharaan kultur alga yang berumur kurang dari 7 hari harus di pelihara dengan metode fase eksponen
pertumbuhan.
Perhitungan nilai IC25 dan IC50 menggunakan program ICPIN. Nilai IC 25 adalah nilai dari kosenterasi
yang menyebabkan 25% pertumbuhan sel tidak terjadi.
Kegunaan
Media hidup ikan uji
Hewan uji
Alat penambah O2
Wadah stok hewan uji
Kegunaan
Media hidup ikan uji
Hewan uji
Bahan toksik
Bahan toksik
Wadah ikan uji
Mengambil ikan mati
Membedah tutup insang ikan
Dokumentasi kondisi insang ikan
Metode
Metode yang digunakan adalah metode bioassay statis, yang dibagi menjadi dua uji yaitu uji
pendahuluan dan uji lanjut.
1. Uji pendahuluan, dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ambang batas atas (LC 100-24jam) dan ambang
batas bawah (LC0-48jam). Pada wadah uji dimasukkan ikan uji dengan kepadatan 1 gr/L (atau sesuai ukuran
ikan) dengan konsentrasi bahan toksik (pestisida/deterjen) berdasarkan basis 10 deret logaritmik
(Busvine, 1971 dalam Taufik dan Koesoemadinata, 1999) yaitu 0,1 mg/L, 1 mg/L, 10 mg/L, 100 mg/L, dan
1000 mg/L.
2. Uji lanjut, dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dimana ikan uji mati 50 % selama jangka waktu 96 jam
(LC50-96 jam). Untuk menentukan konsentrasi uji lanjut berdasarkan nilai ambang atas dan ambang bawah
adalah sebagai berikut :
Log
N
a
k ( Log )
n
n
a b c d e
n a b c d
5a
b
Keterangan :
Y = probit mortalitas ikan uji
X = logaritma konsentrasi (mg/L)
1
x by
n
Y = a + bX
a = konstanta
b = slope
m = nilai X pada Y 50 %
Kultur Alga
Alat dan bahan
Pemeliharaan alga
pH meter, thermometer
autoclave
Spectrophotometer
Uji toksisitas
Alat ukur kualitas air (pH, DO, conductivity meter dan termometer)
Autoclave
1L botol Erlenmeyer
1 L gelas beker
2 L gelas beker
Spectrophotometer
5% larutan Lugol
Untuk memulai uji toksisitas alga, isi 1 L Erlenmeyer dengan 500 ml media pertumbuhan alga dan
pindahkan sekitar 5 ml alga dari Erlenmeyer tersebut. Tempatkan kapas pada leher tabung dan beri label
pada tabung yang berisi tanggal mulai uji. Kebersihan harus dilakukan dalam percobaan ini untuk
menghindari kontaminasi.
2.
3.
setelah beberapa hari, saat terjadi perubahan warna, tambahkan tabung dengan 800 ml alga.
Kultur alga tersebut akan mengalami kepadatan sekitar 1 x 10 6 sel/ml dalam 4 - 7 hari percobaan.
Spesies alga yang tidak dapat tumbuh secara cepat, sangat cocok untuk uji 96-h.
4.
kepadatan kultur (cells/ml) dan rata-rata pertumbuhan harus dimonitor secara teratur. Hal ini
dapat dilakukan dengan membuat perhitungan jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer dan
mikroskop, selain itu dapat juga menggunakan spectrophotometer untuk mengukur absorbansi. Jika
menggunakan absorbansi, grafik yang dibuat menggambarkan hubungan antara data absorbansi dan
kepadatan sel (cells/ml). Grafik pertumbuhan menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu
yang juga dibutuhkan saat kultur-kultur berada pada fase eksponen pertumbuhan. Kultur-kultur alga yang
dewasa tidak dapat digunakan dalam percobaan ini. Pemeliharaan kultur alga yang berumur kurang dari 7
hari harus di pelihara dengan metode fase eksponen pertumbuhan.
Prosedur percobaan
Pertumbuhan medium alga, kecuali pengaturan air yang disispkan tanpa EDTA. Kira-kira 2,5 liter pengaturan
air dibutuhkan untuk uji toksisitas. Persiapkan media tambahan untuk pengurangan selama autoclaving.
Siapkan pengaturan air pada hari sebelum uji inisiasi.
Penentuan kepadatan sel dari kultur
1. The inoculum harus dipersiapkan dalam 2-3 jam dari tes inisiasi. Untuk menyuntikkan kultur alga
menggunakan uji vessel dengan kepadatan sel 1 x 108 cells/mL. apabila diperlukan, dapat menggunakan
spectrophotometer untuk menentukan uji tersebut. Untuk menentukan jumlah kepadatan sel digunakan
hemositometer.
2. Haemositometer adalah perhitungan dalam membagi jumlah sel menjadi lebih mudah. Homositometer
memiliki 25 sisi persegi yang besar. Dari beberapa sisi terdapat 16 sisi persegi yang lebih kecil, jumlah
semua sisi perseginya 400. Jumlah sel dalam setiap persegi mencapai 400 persegi untuk mendapatkan
kepadatan sel selanjutnya.
3. Untuk menentukan kepadatan sel (cell/mL), nilai dari alga ditadai dengan (x) didalam 400 persegi
diformulasikan dengan rumus:
(x / 400) 1000
.00025
cells/mL
Contoh, jika 372 alga yang telah dihitung dalam 400 persegi maka:
(372 / 400) 1000
cells/mL
.00025
= 3,720,000 cells/mL
= 3.72 x 108 cells/mL
Dalam keadaan ini dibutuhkan lebih dari kepadatan minimum yang dibutuhkan untuk menggunajkan
kultur stok alga untuk disuntikan pada uji vessel dan stok akan dikurangi menjadi 1 x 10 6 cellc/mL.
Catat kepadatan kulturnya dan beberapa penyesuaian yang terjadi. Perhitumgan jumlah sel
disesuaikan oleh hemositometer.
Apabila terjadi perbedaan yang signifikan pada kedua perhitungan tersebut, lakukan perhitungan yang
ketiga. Catat baberapa perbedaanseperti ukuran sel atau penambahan organisme.
4. pengujian dapat diterima apabila kepadatan sel pada tabung kontrol mendekati 2 x 10 5 sel/ml pada akhir
pengujian.hal tersebut juga menunjukan bahwa kepadatan sel pada tabung kontrol tidak sekedar lebih
dari 20% diantara pengulangan.
Analisa data
1. lampirkan data kepadatan sel (sel/ml) pada setiap pengulangan.
2. percent inhibition (I) atau Stimulation (S) dari pertumbuhan relatif dihitung berdasarkan rumus :
I % = C T x 100
I % = T C x 100
TOXSTAT. Analisa statistik yang ditampilkan akan tergantung dengan sasaran hasil dari pelatihan,
dimana seharusnya ditetapkan pada saat sebelum memulai pengujian. NOEC adalah konsenterasi
tertinggi dari sampel yang secara statistik tidak terjadi efek yang negatif pada pertumbuhan. Kecuali jika
penetapan beberapa efek yang kurang baik dianggap sebagai larangan pertumbuhan. Perbandingan
perbandingan statistik hendaknya pada satu sisi dan menggunakan probabilitas = 0,05. jika pertumbuhan
pada tempat yang tersimulasi dengan kontrol sama, maka tidak perlu melakukan analisa statistik. Nilai
NOEC digunakan untuk uji pada konsentrasi yang tinggi.
Untuk menggunaakan program TOXSTAT, masukan data dan tampilkan a log
10
uji Shapiro-Wilks dan Bartlett untuk menentukan normalitas dan homogenitas suatu variabel, apabila uji
tersebut sudah dilakukan, lakukan uji ANOVA dan Dunnett t-test. Analisa non-parametrik menggunakan
uji Steel dan uji Many-One.
Perhitungan nilai IC25 dan IC50 menggunakan program ICPIN. Nilai IC25 adalah nilai dari kosenterasi
yang menyebabkan 25% pertumbuhan sel tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
de Kruijf, H.A.M. 1988. What is Ecotoxicology ?. Proceeding of the Indo-Dutch Training course on Aquatic
Ecotoxicology. H.A.M. de Kruijf, D. de Zwart, P.N. Viswanathan, dan P.K. Ray (Editor). Allied
Publishers Private Ltd. India.
KELOMPOK 1
Feri
Ferbiansyah
Ahmad Hisyam
C
Roswita
Larosa
KELOMPOK 2
KELOMPOK 3
KELOMPOK 4
Ani Saputra
Aricahyawan
Hamida Dwi P
Antonius Hot A
Guntur Dwi K
Mutiara S
Arni Hastuti
Siti Rachella
Ayu Wulandari
Fuquh Rahmat
S
Rizka Liana S
Bayu Nugroho J
Susilowati
Reza Maulana
Dessy Puspitasari
Varlinda
Ria Saftri
Vina Triyustari
Yeremias V
Mitak
Wigati
Sinta Fajarwati
Yudhit V
Yunan Ardi B
KELOMPOK 6
Alhafids
KELOPMOK 8
Abdul syukur
KELOMPOK 9
Edwin Agus N
Deni Novangki
KELOMPOK 7
Ana Farica
Febrianti
Amalia
Dimas Ario S
Lucky Hendrawan
Dita Ambarsari
Fredy Hermanto
Filipus Alfa
Linda Ambika
Heny Budi S
Maria Sofa
Indri Putri
Nurul Fathonah
Sebrina
Monica Dwi K
Surya Dwi V
mega retno
Ricky Subiakto
Marta Dyyu S
Martha Sekar A
Muliawati
Handayani
Steven Antoni
Sansistya Dita N
KELOMPOK
5
Rambu Paji
M
Hesti
Wijayanti
Joko Purnomo
M. Surti
Wardani
Marisa
Nuzulia
Putri Purnama
S
Stefanus
Aditya
KELOMPOK
10
Daniel Dwi P
Dian
Arifiyani
Ferry Wahyu
W
Khoirul Abroni
Putri March F
Vitrio Deo