Disusun Oleh:
Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi, dan
untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh
dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut
bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya
demi keamanan manusia
Ikan merupakan organisme perairan yang paling mudah terpengaruh oleh kondisi
perairan yang terdampak akibat buangan limbah atau polutan baik yang berasal dari
industri maupun rumah tangga. Tidak menutup kemungkinan bahwa kadar limbah batik
di perairan dapat melebihi baku mutu yang ditentukan, sehingga menimbulkan efek
negatif berupa kematian biota. Untuk mengetahui unsur pencemar penyebab
terganggunya kehidupan biota dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap biota yang
ada, dapat diketahui dari hasil uji toksisitas dengan menggunakan hewan uji Uji
toksisitas berdasarkan waktu jenisnya bervariasi yaitu uji toksisitas akut dermal, uji
toksisitas subkronik dermal,uji toksisitas kronik dermal, dan uji iritasi. Uji toksisitas
merupakan pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat
(24 jam selama 14 hari) setelah pemaparan suatu sediaan uji dalam sekali pemberian
melalui rute dermal.
Oleh karena itu pada praktikum dilakukan uji toksisitas pada air limbah dengan
menggunakan dua bioindikator yaitu ikan nila dan tanaman air seperti kangkung air. Air
limbah yang diuji adalah limbah tekstil dimana ikan nila sebagai bioindikator
dimasukkan ke dalam reaktor yang ditambahkan limbah tekstil dengan perbandingan
1:9 dari total 10 Liter volume air dan dilakukan pengamatan fisik ikan selama 7 hari.
Kangkung air sebelum ditambahkan air limbah tekstil, dilakukan tahap aklimatisasi
selama 7 hari yang diamati fisik dari kangkung air selama tahap tersebut. Pada saat
penambahan air limbah tekstil, dilakukan pengujian dengan lima konsentrasi yang
berbeda yaitu 0%; 25%; 50%; 75% dan 100% yang diamati selama 15 hari.
Uji toksisitas dilakukan pada biota air yaitu ikan nila dan tanaman air sebagai
bioindikator pada air limbah tekstil terhadap lingkungan dengan mengamati perubahan
fisik terhadap ikan selama 7 hari dan tanaman air selama 15 hari. Perbandingan limbah
tekstil dengan air permukaan pada ikan 1:9 dengan total volume 10 L sedangkan pada
tanaman tiap toples secara berurutan memiliki konsentrasi sebesar 0%; 25%; 50%; 75%
dan 100%.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Toksisitas
Uji toksisitas dapat diartikan uji kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan
apabila memasuki tubuh. Uji toksisitas merupakan suatu cara yang representatif untuk
mengestimasi bahaya yang ditimbulkan suatu zat. Uji toksisitas mengukur proporsi
organisme yang terpengaruh akibat terpapar suatu konsentrasi zat tertentu atau limbah.
Toksisitas diekspresikan sebagai LD50 yaitu kondisi atau dosis dalam kondisi spesifik
menyebabkab mortalitas setengah dari populasi dalam jangka waktu tertentu dimana
secara eksperimental efek 50% populasi merupakan ukuran toksisitas yang
reproduksibel suatu bahan toksik terhadap suatu organisme uji (Soemirat, 2003).
Menurut Soemirat (2003) terdapat dua jenis uji toksisitas dasar yaitu:
a. Uji toksisitas akut merupakan uji yang dilihat efek pada suatu organisme atas
paparan yang relatif jangka pendek terhadap rentang kehidupan mikroorganisme.
Uji toksisitas akut berjalan selama 24 jam hingga 96 jam, dalam uji toksisitas akut
titik akhir yang paling umum ditandai dengan adanya mortalitas. Uji ini dilakukan
untuk menentukan konsentrasi tertentu suatu bahan toksik yang dapat memberi
kesan kematian terhadap 50% dari jumlah organisme yang diuji.
b. Uji toksisitas kronis menggambarkan efek jangka panjang terkait perubahan
bertahan hidup suatu organisme yang diuji. Uji toksisitas kronis lebih sensitif
daripada uji toksisitas akut, hasil akhir dilihat pertumbuhan dari mikroorganisme
yang diuji. Tujuan uji toksitas kronis adalah memberikan informasi tentang efek
utama senyawa uji organ sasaran yang di pengaruhinya. Manfaat uji toksitas kronis
adalah mengetahui Efek Spektrum efek toksik, engetahui apakah efek spectrum
suatu senyawa berhubungan dengan dosis, mengetahui harga NOEL, dan
mengetahui reversibiltas spektrum efek toksis yang terjadi.
2.3 Faktor-faktor Toksisitas
Menurut Mangkoediharjo (2009), limbah atau toksikan di alam ada yang bersifat
tunggal dan campuran dimana keberadaan materi tersebut di lingkungan akan
berinteraksi dengan komponen atau faktor lain. Tingkat toksisitas dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor berikut:
a. Berkaitan dengan toksik itu sendiri, toksisitas dapat dipengaruhi oleh komposisi
toksikan dimana ada kemungkinan komponen toksikan memiliki perbedaan
toksisitas.
b. Berkaitan dengan pemaparan toksikan yang akan menghasilkan efek negatif jika
kontak bereaksi dengan target biota pada konsentrasi dan waktu tertentu. Faktor-
faktor berkaitan dengan pemaparan toksik adalah
1. Jenis toksikan
2. Durasi pemaparan
3. Frekuensi pemaparan
4. Konsentrasi toksikan
c. Berkaitan dengan lingkungan dimana sifat-sifat lingkungan yang mempengaruhi
toksik juga mempengaruhi tingkat racun toksikan.
d. Berkaitan dengan biota, toksisitas dari zat racun berbeda untuk berbagai spesies biota
karena perbedaan ketahanan dan kemudahan spesies biota dalam menerima zat
raacun tersebut. Perbedaan antar spesies biota yang diuji tersebut berkaitan dengan
faktor-faktor genetik.
Menurut Soemirat (2003) terdapat empat jenis sistem pemeriksaan uji toksisitas yang
sering digunakan yaitu:
a. Sistem Statik
Sistem statik merupakan uji toksisitas dimana organisme uji didedahkan dalam
larutan bahan toksik yang tidak ditukar selama masa uji. Bahan toksis dibuat dalam
masa tahap awal uji toksisitas. Sistem statik tidak cocok digunakan apabila
konsentrasi bahan toksik yang diuji menurun secara signifikan dalam masa uji.
b. Sistem semi statik
Sistem semi statik adalah sistem yang hampir sama dengan sistem statik dimana uji
organisme uji didedahkan dalam larutan uji yang harus ditukar secara berkala
disepanjang pengujian dilakukan. Larutan uji ditukar dengan mengganti organisme
uji ke dalam larutan uji yang baru atau dengan memompa sebagian larutan dan
menambahkan larutan baru.
c. Sistem Aliran Kontinyu
Sistem pendedahan ini dilakukan dimana larutan uji dan air kawalan mengalir masuk
dan keluar baik secara tetesan atau dari tangki pendedahan pada masa uji. Sistem ini
dilakukan apabila bahan toksik yang diuji adalah jenis yang mudah menguap, mudah
terurai serta mudah terikat pada permukaan tangki uji atau bahan toksik yang
mempunyai tingkat BOD tinggi. Sistem ini digunakan untuk mengelak pengumpulan
hasil metabolisme yang banyak dalam masa pendedahan uji toksisitas.
d. Sistem Toksisitas In-situ
Sistem toksisitas in-situ dilakukan di lapangan dan sistem ini dapat membuktikan
data-data laboratorium atau menilai pengaruh keadaan di lapangan terhadap
organisme yang diuji.
2.5 Bioindikator
Menurut Yulianto (2012) dalam uji toksisitas di samping tolak ukur kematian atau
letalitas juga sering digunakan tolak ukur subletal dengan beberapa tolak ukur subletal
yaitu:
a. Perubahan sifat biologi penting seperti laju pertumbuhan, kemampuan fertilitas,
perkembangan telur, tingkat bertahan hidup anak ikan.
b. Gangguan fungsi yang dapat diamati dengan pengukuran hematologik dan derajat
metabolik.
c. Gangguan patomorfologik meliputi perubahan morfologik hinga kerusakan
histologik dan sitologik dimana perubahan partomorfologik merupakan perubahan
morfologik hingga kerusakan tingkat pencemaran air tempat ikan tersebut hidup dan
atau ditemukan.
Whole effluent toxicity didefinisikan sebgai efek berbahaya atau toksisitas bagi populasi
organisme perairan yang disebabkan oleh paparan efluen. Uji WET digunakan untuk
mengukur efek kombinasi dari seluruh senyawa di dalam efluen dimana WET
memungkinkan untuk menghitung toksisitas dari sumber yang tidak berkarakteristiksasi
dan bisa menunjukkan tingkat toksisitas melalui organisme akuatik (Soemirat, 2003).
Pengujian WET terdapat tiga cara yaitu uji static non-renewal, uji static renewal dan uji
static flow through. Pengujian static non renewal dimana hewan uji dipaparkan pada
larutan uji yang sama selama durasi pengujian dan pada static renewal, hewan uji
dipaparkan pada larutan dengan konsentrasi sampel uji setiap 24 jam. Metode WET
dilakukan pengenceran air limbah yaitu 6,25%; 12,5%; 25%; 50%; dan 100%.
Pengenceran dilakukan terlebih dahulu apabila terdapat sedikit informasi yang diketahui
terkait air limbah. Seri pengenceran penting untuk dilakukan agar memperoleh hasil
yang tepat dan dapat diandalkan. Serangkaian pengenceran yang tepat dapat digunakan
untuk mengidentifikasi secara akurat hubungan konsentrasi serta ketepatan perkiraan
konsentrasi efek dari hubungan tersebut (Yulianto, 2012).
2.8 Hewan Uji Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ada 2 jenis hewan uji yang umum digunakan pada uji toksisitas dengan metode WET
yaitu organisme air tawar dan air laut. Untuk memutuskan menggunakan organisme air
tawar atau air laut dapat dilihat dari tempat lokasi pembuangan, jenis limbah yang
dibuang yang berasal dari pengolahan dan kepekaan organisme uji terhadap bahan
toksik secara relatif. Hewan uji yang direkomendasikan yaitu menggunakan hewan uji
air tawar, air laut, tanaman seperti alga hijau, invertebrata dan vertebrata (Yulianto,
2012).
Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dalam
klasifikasi hewan termasuk satu kelas dengan ikan mas yang banyak digunakan sebagai
hewan uji toksisitas. Ikan nila mudah berkembang biak, pertumbuhannya yang cepat,
mengahasilkan anak yang banyak, ukuran badan relatif besar, tahan penyakit, sangat
mudah beradaptasi dengan lingkungan, relatif murah harganya, serta tidak memerlukan
pakan khusus. Namun selain beberapa kelebihan ikan nila jika dibandingkan beberapa
jenis ikan air tawar lainnya, nila termasuk ikan yang agak sensitif dan membutuhkan
perhatian yang lebih besar agar hasilnya optimal. Selain itu, ikan nila dapat
menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik pada air ataupun terhadap suatu senyawa
pencemar yang terlarut dalam konsentrasi tertentu. Ikan nila juga peka terhadap
berbagai zat pencemar pada perairan tawar. Penggunaan ikan nila sebagai organisme
dalam uji toksisitas memberikan dampak penting, uji toksisitas ini dilakukan untuk
mengetahui efek letal suatu senyawa toksik. Kenyamanan lingkungan kolam merupakan
salah satu faktor keberhasilan pembesaran ikan jenis ini (Soemirat, 2003).
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
Praktikum Pengaruh Toksisitas Limbah pada Biota Air dilaksanakan pada hari kamis
tanggal pada 27 Februari 2020 pukul 15:00 – 17:30 WITA. Dilakukan pengamatan
berat, panjang, dan respirasi ikan pada tanggal 27 Februari - 5 Maret 2020. Dilakukan
pengamatan berat tanaman, panjang akar, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan
tinggi tanaman pada proses aklimatisasi pada tanggal 27 Februari – 5 Maret 2020.
Dilakukan proses penambahan air limbah pada tanaman pada hari kamis tanggal 5
Maret 2020 pukul 15.00 – 16.30 WITA serta dilakukan pengamatan pada tanggal 5
Maret – 24 Maret 2020.
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Pengaruh Toksisitas pada Biota Air yaitu:
1. Toples plastik dengan volume 5 L
2. Gelas ukur 1000 mL
3. Timbangan digital
4. Saringan
5. Penggaris
6. Gelas kimia 1000 mL
7. Jerigen 5 L
8. Pipet ukur 25 mL
9. Alat tulis
10. Aerator
11. Selang aerator
12. Reaktor
13. Gelas ukur 1000 mL
14. Penggaris
15. Stopwatch
16. Kamera
17. Jerigen 25 L
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pengaruh Toksisitas pada Biota Air yaitu:
1. Akuades
2. Tanaman eceng gondok
3. Air limbah air asam tambang
4. Ikan nila
5. Pakan ikan
6. Tissue
Cara kerja yang dilakukan dalam mengetahui pengaruh toksisitas pada tanaman antara
lain:
1. Disiapkan tanaman kemudian diukur berat dan panjangnya.
2. Dimasukkan air limbah tekstil yang telah diencerkan dengan akuades dengan
konsentrasi 0 %, 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 % dari volume 1000 mL pada tanaman
yang sudah diaklimatisasi.
3. Dimasukkan tanaman ke dalam toples yang telah berisi limbah tekstil.
4. Ditandai batas awal air dengan menggunakan spidol.
5. Didiamkan selama 1 hari pada tempat yang terkena sinar matahari dan terhindar dari
hujan.
6. Diamati ukuran dan jumlah daun, panjang akar dan panjang tanaman, berat dan
tingkat absorbsi.
7. Bila terjadi pengurangan volume air dilakukan penambahan air bersih sebagai
kontrol volume air dengan menggunakan gelas ukur 1000 mL.
8. Diulangi langkah dari langkah ke 5 hingga hari ke-15.
Toksisitas Limbah
pada Biota Air
Tanaman Ikan
Dibersihkan
tanaman Diberi keterangan pada ikan sebanyak 4
ekor berupa ciri-ciri fisik dan
dimasukkan ke dalam akuarium dan
pasang aerator
Diukur panjang, berat,
ukuran daun lalu masukkan
kedalam ember berisi
akuades
Ditumbuhkan tanaman
dengan air limbah tahu
konsentrasi 0, 25, 50, 75,
100% Diamati masing-masing ikan
selama 7 hari dan
diidentifikasi jika ada yang
mati
4.1.2 Pengamatan Kondisi Fisik Tanaman Air (Eceng Gondok) saat Aklimatisasi
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Panjang Daun Tanaman Air (Eceng Gondok)
Pengamatan Panjang Daun (cm)
Hari Ke- 1 2 3 4 5
0% 25% 50% 75% 100%
0 11,5 6,5 10,1 8,7 7,6
1 11,6 6,5 10,1 8,8 7,6
2 11,6 6,5 10,1 8,8 7,6
3 11,6 6,5 10,1 8,8 7,6
4 11,7 6,5 10,1 8,8 7,6
5 11,7 6,5 10,1 8,8 7,6
6 11,7 6,5 10,1 8,8 7,6
7 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
8 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
9 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
10 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
11 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
12 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
13 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
14 11,8 6,6 10,1 8,8 7,6
(Data Primer, 2020).
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Lebar Daun Tanaman Air (Eceng Gondok)
Pengamatan Lebar Daun (cm)
Hari Ke- 1 2 3 4 5
0% 25% 50% 75% 100%
0 7,5 6,5 10,8 8 7,3
1 7,5 6,5 10,8 8 7,3
2 7,5 6,5 10,8 8 7,3
3 7,5 6,5 10,8 8 7,3
4 7,5 6,5 10,8 8 7,3
5 7,5 6,5 10,8 8 7,3
6 7,5 6,5 10,8 8 7,3
7 7,5 6,5 10,8 8 7,3
8 7,5 6,5 10,8 8 7,3
9 7,5 6,5 10,8 8 7,3
10 7,5 6,5 10,8 8 7,3
11 7,5 6,5 10,8 8 7,3
12 7,5 6,5 10,8 8 7,3
13 7,5 6,5 10,8 8 7,3
14 7,5 6,5 10,8 8 7,3
(Data Primer, 2020).
Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Air (Eceng Gondok)
Pengamatan Jumlah Daun
Hari Ke- 1 2 3 4 5
0% 25% 50% 75% 100%
0 8 10 20 8 13
1 8 10 20 8 13
2 8 10 20 8 13
3 8 10 20 8 13
4 8 10 20 8 13
5 8 10 20 8 13
6 8 10 20 8 13
7 8 10 20 8 13
8 8 10 20 8 13
9 8 10 20 8 13
10 8 10 20 8 13
11 8 10 20 8 13
12 8 10 20 8 13
13 8 10 20 8 13
14 8 10 20 8 13
(Data Primer, 2020).
Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Panjang Akar Tanaman Air (Eceng Gondok)
Pengamatan Panjang Akar (cm)
Hari Ke- 1 2 3 4 5
0% 25% 50% 75% 100%
0 25 5,8 22 12,1 8,2
1 25 5,9 22,2 12,3 8,2
2 25,5 5,9 22,2 12,3 8,2
3 25,5 5,9 22,2 12,3 8,2
4 25,5 5,9 22,2 12,3 8,2
5 26 5,9 22,2 12,5 8,2
6 26 5,9 22,2 12,5 8,2
7 26 5,9 22,2 12,5 8,2
8 26 5,9 22,5 12,5 8,2
9 26 5,9 22,5 12,5 8,2
10 26 5,9 22,5 12,5 8,2
11 26 5,9 22,5 12,5 8,2
12 26 5,9 23 12,5 8,2
13 26 5,9 23 12,5 8,2
14 26 5,9 23 12,5 8,2
(Data Primer, 2020).
Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Adsorbsi Tanaman Air (Eceng Gondok)
Pengamatan Adsorbsi (mL)
Hari Ke- 1 2 3 4 5
0% 25% 50% 75% 100%
0 1000 1000 1000 1000 1000
1 1000 1000 1000 1000 1000
2 950 960 950 970 985
3 940 960 730 900 930
4 930 950 805 890 920
5 920 940 800 880 915
6 900 925 785 870 910
7 890 920 780 860 900
8 880 915 775 850 895
9 870 910 770 840 880
10 865 905 760 835 885
11 860 890 750 830 880
12 855 880 735 820 860
13 - - - - -
14 - - - - -
(Data Primer, 2020).
4.2 Perhitungan
V toples = πr2 t
= 3,14 x (9,75)2 x 18 cm
= 5,37 L
4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Pengamatan Toksisitas Ikan
Ikan ke-1
4
3 Ikan ke-2
2 Ikan ke-3
1 Ikan ke-4
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari ke-
100
Ikan ke-1
80
60 Ikan ke-2
40 Ikan ke-3
20 Ikan ke-4
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari ke-
20
Lebar Daun (Cm)
15
Tinggi Tanaman (Cm)
10
Panjang Akar (Cm)
5
Jumlah daun
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hari Ke-
80 0%
25%
60 50%
40 75%
20 100%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hari ke-
Gambar 4.5 Grafik Ukuran Daun dengan Air Limbah
Grafik Tinggi Tanaman dengan Air Limbah
40
35
Tinggi Tanaman (cm)
30
0%
25
25%
20
15 50%
10 75%
5 100%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hari ke-
15 25%
10 50%
5
75%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 100%
Hari ke-
20
25%
15
10 50%
5
75%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 100%
Hari ke-
800
25%
600
400 50%
200
75%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 100%
Hari ke-
4.4 Pembahasan
Praktikum Pengaruh Toksisitas pada Biota Air (ikan) sebagai bioindikator dari limbah
air asam tambang sebagai sumber pencemarnya. Digunakan ikan nila yang berjumlah 4
ekor. Ikan nila dipilih karena ikan nila sensitif terhadap perubahan lingkungan di
sekitarnya sehingga cocok dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air. Pada hari ke
0 yang dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi ciri-ciri awal dari masing-
masing ikan nila. Identifikasi dimulai dari tingkat respirasi, berat, panjang, serta ciri
fisik dari ikan. Pada hari pertama dilakukan adaptasi ikan dengan limbah air asam
tambang. Hasilnya diketahui bahwa ikan 1 mengalami perubahan panjang tubuh 0,2 cm
pada hari ke 1 dan mati pada hari ke 2. Ikan 2 mengalami perubahan panjang tubuh 0,2
cm pada hari ke 1. Ikan 3 pada hari pertama tidak mengalami perubahan panjang tubuh.
Pada hari terakhir ikan 3 mengalami perubahan panjang tubuh menjadi 5,9 cm. Pada
ikan 4, ikan bertambah panjang menjadi 4,4 cm pada hari ke 3 dan mengalami kenaikan
lagi pada hari ke 6 menjadi 4,5 cm. Faktor penyebab hal tersebut adalah kemampuan
ikan dalam beradaptasi dengan limbah air asam tambang yang mengandung bahan-
bahan tertentu sehingga mempengaruhi kemampuan dari ikan nila tersebut.
Berat ikan nila yang dijadikan sebagai bioindikator dapat dilihat pada tabel
pengamatan. Berat ikan hanya diukur pada hari ke- 0 dan ke- 1 pengamatan yaitu berat
ikan pertama 2,6 gram. Berat ikan kedua yaitu 2,8 gram, berat ikan ketiga 2,1 gram
dan berat ikan ketiga sebesar 2,7 gram. Berat ikan pada hari kedua tidak mengalami
perubahan. Pengamatan berat ikan tidak dilakukan pada ketiga dan hari selanjutnya
karena timbangan digital yang digunakan mengalami kerusakan. Dapat disimpulkan
berat ikan tidak mengalami perubahan berdasarkan data yang diambil sebelumnya.
Tingkat respirasi pada ikan nila yang dijadikan sebagai bioindikator dapat dilihat pada
tabel pengamatan. Pada tabel pengamatan, menunjukkan bahwa tingkat respirasi setiap
ikan berbeda dan mengalami perubahan selama 1 minggu di akuarium. Pada hari ke 0,
masing-masing ikan mengalami perbedaan tingkat respirasi. Tingkat respirasi yang
paling rendah adalah ikan 1 yaitu 55 kali/menit dan respirasi ikan paling tinggi adalah
ikan 3 yaitu 71 kali/menit. Pada hari pertama diketahui pada ikan 2, 3 dan 4 mengalami
penurunan respirasi karena proses awal dalam beradaptasi dengan limbah air asam
tambang. Pada hari ke 2 terdapat peningkatan respirasi pada ikan 1 dan 2. Sedangkan
ikan 3 dan 4 mengalami penurunan respirasi. Pada hari ke 3 dan 4 ikan 3 dan 4
mengalami kenaikan tingkat respirasi. Pada hari ke 5 ikan 1 dan 2 mengalami
peningkatan respirasi dan ikan 3 serta 4 tetap mengalami penurunan respirasi. Pada hari
ke 6 ikan 2 mengalami penurunan respirasi yaitu hanya 18 kali/menit. Pada hari ke 7
ikan 1 dan ikan 4 mengalami penurunan respirasi. Terjadinya perubahan tingkat
respirasi pada ikan dikarenakan kemampuan ikan dalam beradaptasi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada ikan nila, diketahui bahwa masing-masing ikan
memiliki ciri-ciri tersendiri. Pada hari ke 0 dilakukan identifikasi ciri-ciri awal dari
masing-masing ikan nila. Ikan 1 memiliki badan bewarna putih dan terdapat warna
merah muda didekat ekor. Pada ikan 2 memiliki warna putih dengan corak titik
berwarna hitam dibagian badan. Ikan 3 memiliki titik hitam di ekor dan berukuran lebih
kecil. Ikan 4 memiliki badan bewarna putih dan tidak terdapat corak apapun pada
tubuhnya. Ciri-ciri tersebut digunakan agar dapat membedakan antara ikan 1,2,3 dan 4
serta mempermudah dalam mengidentifikasi perubahan fisik atau kondisi pada ikan
Praktikum Pengaruh Toksisitas pada Biota Air (eceng gondok) sebagai bioindikator
dengan limbah air asam tambang sebagai sumber pencemarnya. Tanaman eceng gondok
harus melewati tahapan aklimatisasi selama 7 hari sebelum masuk pada tahap inti. Pada
tanaman eceng gondok yang telah dimasukkan dalam wadah plastik sebanyak 5 buah
dengan masing-masing diberi air aklimatisasi. Selama proses aklimatisasi, tanaman
eceng gondok diamati dan dicatat perubahan kondisi fisiknya yaitu berupa ukuran daun,
jumlah daun, panjang akar, tinggi tanaman dan berat tanaman. Pada hari ke 0 panjang
daun 11 cm dan lebar 7,4 cm, jumlah daun 18 lembar, panjang akar 21 cm, tinggi
tanaman 33 cm dan berat tanaman 157,2 gr. Pada hari ke 1 panjang daun 11,5 cm dan
lebar 7 cm, jumlah daun 19 lembar, panjang akar 21 cm, tinggi tanaman 35 cm. Pada
hari ke 2 sampai hari ke 4 tidak ada perubahan, panjang, lebar daun, dan jumlah daun
tetap, panjang akar naik 3 cm, tinggi tanaman tetap. Pada hari ke 5 dan hari ke 6
panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun tetap, panjang akar naik 0,5 cm dan tinggi
tanaman tetap. Pada hari ke 7 hanya panjang akar yang naik sebesar 0,5 menjadi 25 cm.
Hasil yang flukluatif tersebut diakibatkan karena tanaman eceng gondok sedang
beradaptasi dengan lingkungan baru.
Setelah diaklimatisasi tanaman dimasukkan ke limbah air asam tambang. Pada tanaman
1 tidak diberi air limbah, tanaman 2 sebanyak 25% limbah air asam tambang, tanaman 3
sebanyak 50% limbah air asam tambang, tanaman 4 sebanyak 75% limbah air asam
tambang dan tanaman 5 sebanyak 100% limbah air asam tambang. Pada tanaman 1
ukuran terpanjang daun tanaman eceng gondok adalah 11,8 cm dan terkecil adalah 11,5
cm. Rata-rata panjang ukuran daun tanaman eceng gondok sebesar 11,7 cm dan lebar
sebesar 7,5 cm. Pada tanaman 2 ukuran terpanjang daun tanaman eceng gondok adalah
6,6 cm dan terkecil adalah 6,5 cm. Rata-rata panjang ukuran daun tanaman eceng
gondok sebesar 6,55 cm dan lebar sebesar 6,5 cm. Pada tanaman 3 rata-rata panjang
ukuran daun tanaman eceng gondok sebesar 10,1 cm dan lebar sebesar 10,8 cm. Pada
tanaman 4 ukuran terpanjang daun tanaman eceng gondok adalah 8,8 cm dan terkecil
adalah 8,7 cm. Rata-rata panjang ukuran daun tanaman eceng gondok sebesar 8,79 cm
dan lebar sebesar 8 cm. Pada tanaman 5 rata-rata panjang ukuran daun tanaman eceng
gondok sebesar 7,6 cm dan lebar sebesar 7,3 cm. Hal ini disebabkan karena
pertumbuhan eceng gondok sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya. Untuk
jumlah daun pada tanaman 1 berkisar 8 lembar, tanaman 2 berkisar 10 lembar, tanaman
3 berkisar 20 lembar, tanaman 4 berkisar 8 lembar dan tanaman 5 berkisar 13 lembar.
Pada hasil pengamatan akar dan kemampuan adsorbsi tanaman eceng gondok adalah
pada tanaman 1 akar terpanjang sebesar 26 cm dan terpendek sebesar 25 cm dengan
kemampuan adsorbsi sebesar 5 - 50 mL. Pada tanaman 2 akar terpanjang sebesar 5,9 cm
dan terpendek sebesar 5,8 cm dengan kemampuan adsorbsi sebesar 5 - 40 mL. Pada
tanaman 3 akar terpanjang sebesar 23 cm dan terpendek sebesar 22 cm dengan
kemampuan adsorbsi sebesar 10 - 50 mL. Pada tanaman 4 akar terpanjang sebesar 12,5
cm dan terpendek sebesar 12,1 cm dengan kemampuan adsorbsi sebesar 5 - 70 mL.
Pada tanaman 5 akar memiliki panjang 8,2 cm dengan kemampuan adsorbsi 5 - 55 mL.
Hasil dari pengamatan tersebut disebabkan oleh kemampuan akar dalam menyerap air
selama dari proses aklimatisasi.
Faktor kesalahan pada praktikum kali ini adalah kurang telitinya dalam mengukur
volume limbah, saat dilakukan penimbangan berat ikan dan tanaman ada air di sekitar
timbangan sehingga data yang diperoleh kurang akurat, serta saat mengukur tinggi dan
lebar daun menggunakan penggaris sehingga hasil yang didapat kurang akurat. Dan
terakhir ada akar tanaman yang patah.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum uji toksisitas selanjutnya dilakukan dengan metode Whole
Effluent Toxicity (WET) yang menggunakan variasi konsentrasi limbah yang lebih
banyak sehingga hasil data uji toksisitas lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
3. Yulianto.R., 2012, Uji Toksisitas Akut, Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.