Disusun oleh :
Biologi Swadana 2011
PRODI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
A. LATAR BELAKANG
Sipermertin merupakan insektisida golongan organoklorin yang
digunakan untuk mengendalikan hama pada kapas dan sayuran. Sama halnya
dengan insektisida golongan organoklorin dan organofosfat, tidak dipungkiri
bahwa senyawa ini juga memiliki dampak negatif bagi makluk hidup dan
lingkungan jika penggunaannya tidak bijaksana. Sipermetrin sangat bersifat
toksik bagi ikan dan makhluk invertebratara yang hidup di air. Senyawa ini
juga berbahaya bagi manusia karena merupakan racun yang menyerang sistem
saraf, menekan sistem kekebalan tubuh dan menghambat pembentukan
antibodi terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroba.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara menentukan ambang atas dan ambang bawah dalam
melakukan uji pendahuluan toksisitas larutan sipermetrin terhadap ikan
nila?
2. Bagaimana cara melakukan uji sesungguhnya (uji definitif) toksisitas
larutan sipermetrin terhadap ikan nila?
3. Berapakah konsentrasi yang dapat digunakan sebagai dasar uji kadar aman?
4. Berapakah konsentrasi yang digunakan dalam dasar penentuan tingkat
toksisitas racun larutan sipermetrin pada ikan nila?
C. TUJUAN
1. Mengetahui cara untuk menentukan ambang atas dan ambang bawah dalam
melakukan uji pendahuluan toksisitas larutan sipermetrin terhadap ikan
nila.
lingkungan
dikenal
istilah
toksikologi
lingkungan
dan
ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir
sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi
lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan
(Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun
kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas
termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan
lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan
bagian dari toksikologi lingkungan. Kebutuhan akan toksikologi lingkungan
meningkat ditinjau dari:
1) Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi
juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan
organisme terpajan oleh zat xenobiotik maka zat ini akan masuk ke dalam
organisme dan dapat menimbulkan efek biologis.
Zat toksik atau racun dapat diklasifikasikan atas dasar: sumber, jenis,
wujud, sifat kimia/ fisik, terbentuk dan efek kesehatan.
1) Sumber
a) Alamiah
b) Buatan
c) Domestic, industrial, komersial
2) Jenis
3) Wujud: padat, gas, cair.
4) Sifat kimia/fisik: korosif, radioaktif, evaporative, explosive, reaktif
5) Terbentuknya: primer, sekunder, tersier.
6) Efek bagi kesehatan:
a) Fibrosis : Pertumbuhan jaringan ikat dalam jumlah yang berlebihan
(silikosis,cobaltosis, baritosis, asbestosis, bagasosis dll)
b) Granuloma : Benjolan akibat proses peradangan menahun (berilicosis)
c) Demam : Meningkatnya temperatur tubuh (Mn,Zn,Sn, As, Cd)
d) Asphyxia : keadaan dimana darah & jaringan keurangan O2
e) Alergi : Reaksi berlebih terhadap materi tertentu (debu organik &
anorganik)
f) Kanker : Pertumbuhan sel yang tidak terkendali ( benzidin& garamgaram, Cr)
g) Mutasi : Perubahan susunan & jumlah gen (radioaktif)
h) Teratogen: Cacat (redioaktif, helium)
insektisida)
kurva
dosis
dan
respon
untuk
kematian
dan
mikroskopis.
c) Menyiapkan saringan kedua untuk aktifitas mutagenik
d) Uji reproduktif dan cacat lahir (teratologi)
e) Uji pharmakokinetik dari hewan uji : absorbsi, distribusi, metabolisme
dan eliminasi dari
kontinu,
irreversibel
Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu berarti spesifik toksisitas akut/
khronis.
Dosis adalah jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, besar,
kecilnya menentukan efek. Sedangkan efek dosis ini merupakan fungsi
dari usia, jenis kelamin, berat badan, portal of entry, frekuensi, interval
waktu, kecepatan eksresi, kombinasi dengan zat lain. Terdapat beberapa
istilah mengenai dosis yaitu yang umum digunakan adalah Lethal Dosis
(LD) : yaitu dosis yang mematikan X % hewan uji dengan satuan
berat/berat badan. Dikenal LD10, LD50, LD100, Min LD dan Dosis
Therapheutik yaitu dosis yang tepat untuk pengobatan. atau dapat juga
dilihat dari konsentrasi LC10, LC5O, LC100. Di dalam PP 18 tahun 1999
dikatakan bahwa limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain
yang apabila diuji dengan metoda toksikologi memiliki LD50 di bawah
nilai ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 15 g/kg berat badan.
Sedangkan dalam PP No 85 tahun 1999 dikatakan bahwa bila nilai LD50
secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah
yang mengandung salah satu zat pencemar pada lampiran III PP tersebut
harus
dilakukan
evaluasi
sifat
khronis,
yaitu
mutagenisitas,
karsinogenisitas, teratogenisitas.
Uji toksisitas biasanya dilakukan dengan menggunakan hewan uji
seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, anjing dan lain-lain. Pemilihan
hewan uji tergantung pada jenis toksikannya dan ketersediaan dana.
Setelah diperoleh hasil uji toksisitas, untuk dapat diketahui efeknya
terhadap manusia, maka perlu dilakukan extrapolasi.
diperlukan
kesepakatan
diantara
kenyataan
ekologi
dan
(1984),
ikan
nila
(Oreochromis
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras,
sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk
meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari
ikan
nila
adalah
warna
tubuhnya
hitam
dan
agak
nila
Sepertiga
berukuran
sisik
besar,
belakang
kasar
menutupi
dan
sisi
tersusun rapi.
bagian
depan.
rotifera,
Daphnia
sp.,
benthos,
perifiton
dan
C. Sipermetrin
Sipermertin merupakan insektisida golongan organoklorin yang
digunakan untuk mengendalikan hama pada kapas dan sayuran. Penggunaan
sipermetrin sangat popular karena efektifitas dan harganya yang murah. Sama
halnya dengan insektisida golongan organoklorin dan organofosfat, tidak
dipungkiri bahwa senyawa ini juga memiliki dampak negatif bagi makluk
hidup dan lingkungan jika penggunaannya tidak bijaksana. Sipermetrin sangat
bersifat toksik bagi ikan dan makhluk invertebratara yang hidup di air.
Senyawa ini juga berbahaya bagi manusia karena merupakan racun yang
menyerang sistem saraf, menekan sistem kekebalan tubuh dan menghambat
pembentukan antibodi terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroba.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. VARIABEL PENELITIAN
Variabel control
: Jenis ikan
Variabel bebas
: Dosis sipermetrin
Variabel tergayut
B. INSTRUMEN PENELITIAN
Alat:
Bak air 20 L (15 buah)
Gelas ukur 5 ml (1 buah)
Gelas beaker 100 ml (1 buah)
Gelas beaker 1 L (5 buah)
Pipet tetes (3 buah)
Bahan:
Larutan sipermetrin
Air
C. CARA KERJA
1. Uji Pendahuluan
a. Menyiapkan alat dan bahan, berupa gelas beker, gelas ukur, bak mandi,
ikan,air atau aquadest dan larutan sipermetrin.
b. Membuat larutan stok, dengan konsentrasi 1 %, kombinasinya 990 ml
aquadest ditambahkan 10 ml sipermetrin, kemudian melakukan
pengenceran berseri hingga pengenceran 10-5 (5 kali pengenceran). Setiap
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL UJI PENDAHULUAN
Konsentrasi
10-1
Ulangan ke2
-2
10
10
10
10
08.29
08.30
08.37
3
1
2
3
1
2
-5
08.28
3
1
2
-4
Keterangan
Ikan semua mati
3
1
2
-3
Waktu memasukkan
08.38
Hidup semuanya
Hidup semuanya
B. PEMBAHASAN
Pada praktikum ekotoksikologi mengenai Tahapan Uji Ekotoksisitas
Larutan Sipermetrin Pada Ikan Nila yang bertujuan untuk mengetahui cara
melakukan uji pendahuluan toksisitas larutan sipermetrin terhadap ikan nila,
Mengetahui cara untuk melakukan uji sesungguhnya (uji definitif) toksisitas
larutan sipermetrin terhadap ikan nila, mengetahui berapa konsentrasi yang
dapat digunakan sebagai dasar uji kadar aman, dan mengetahui berapa
konsentrasi yang digunakan dalam dasar penentuan tingkat toksisitas racun
(skala Loomis) larutan sipermetrin pada ikan nila. Alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah, gelas ukur 5 ml, pipet tetes, gelas beaker
100 ml dan 1000 ml, 15 bak 20 L, larutan sipermetrin, dan air.
Untuk melakukan uji toksisitas ada beberapa tahapan uji yang harus
dilakukan yaitu, uji pendahuluan, uji sesungguhnya (uji definitif), uji kadar
aman (uji kronis), dan uji bioakumulasi (BCF= Bio Consentration Faktor).
Sedangkan untuk praktikum uji tahapan toksisitas ini praktikan hanya
melakukan dua uji yaitu uji pendahuluan selama 24 jam dan uji definitif
selama 96 jam untuk mengetahui dasar konsentrasi uji kadar aman dan dasar
penentuan tingkat toksisitas racun.
Uji pertama yang dilakukan adalah uji pendahuluan pertama melakukan
pengenceran larutan sipermetrin siapkan air pada gelas beker 1000 ml = 1 liter
dikurangi 10 ml dan masukkan larutan sipermetrin 10 ml lakukan pengenceran
sebanyak lima kali pengenceran dengan konsentasi 10 -1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5
(larutan stok), yang kemudian pada setiap pengenceran diambil
untuk
N
a
=k (log )
n
n
keterangan:
N = konsentrasi AA
N = konsentrasi AB
k = variasi konsentrasi
a = konsentrasi terendah pada saat melakukan perlakuan
atau untuk lebih mudahnya menggunakan skala Doudoroff. Pada uji definitif
ini skala Doudoroff dibulatkan tanpa koma, sehingga menjadi 15, 25, 39, 63,
dan 89 untuk pengenceran 10-5. Dikarenakan larutan stok sipermetrin yang
digunakan adalah pengenceran 10-4 sehingga volume perlakuan dari skala
Doudoroff dikalikan 10 menjadi 150, 250, 390, 630, dan 890. Sehingga
didapatkan taraf perlakuan 150 x 10-4, 250 x 10-4, 390 x 10-4, 630 x 10-4, dan
890 x 10-4 dengan pengulangan masing-masing perlakuan tiga kali.
Setelah didapatkan taraf perlakuan untuk uji definitif, dilakukan
penerapan perlakuan tersebut pada ikan nila, uji definitif ini dilakukan selama
96 jam dengan pengamatan mortalitas ikan nila setiap 24 jam sekali. Dari data
mortalitas pada uji definitif digunakan untuk dasar uji kadar aman
menggunakan analisis Probit menggunakan program aplikasi SPSS. Hasil
pengamatan selama 96 jam dan analisis Probitnya adalah sebagai berikut.
Tabel Mortalitas Hasil Uji Definitif
Konsentras
i
150
Ket
Mati
Hidu
17-Okt
1
2
3
10 10 10
18-Okt
1
2
3
1
10 10
9
19-Okt
1
2
3
1
2
9
10
8
20-Okt
1
2
3
1
2
9
10
8
p
9,4175
Mati
Hidu
p
250
10
9,4175
Mati
Hidu
p
390
10
9,6675
Mati
Hidu
p
630
10
8,835
Mati
Hidu
p
890
9,165
10
10
-
10
10
-
10
10
10
10
-
10
10
10
9,33
-
10
10
10
10
9,67
1
9
9,67
-
10
10
10
10
1
10
9
9,67
1
10
9
9,33
10
9
2
8
9,33
-
10
10
10
9,67
2
10
8
8,33
1
10
9
9
10
9
3
7
8,67
1
9
9
2
8
7,67
2
8
8,33
Log-Kadar
-1,8200
-1,6000
-1,4000
-1,2000
1,0500
Viabilitas
9,4175
9,4175
9,6675
8,8350
9,1650
Total
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
Lc0,5 = 2,089
Kadar sesungguhnya invers log 2,089 = 122,740
Interpretasi data dari analisis tersebut adalah bahwa
pada uji ini taraf perlakuan pada uji definitif menggunakan
skala Doudoroff yang diberikan pada ikan nila masih masuk
dalam batas aman karena bioindikator (ikan nila) tetap
survive. Angka pada taraf perlakuan ini juga dapat dijadikan
dasar penentuan tingkat toksisitas racun larutan sipermetrin terhadap ikan
nila.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Menggunakan uji pendahuluan toksisitas larutan sipermetrin
dengan mengamati angka mortalitas ikan nila dalam perlakuan
didapatkan nilai ambang atasnya pada pengenceran 10 -3 dan
ambang
bawah pada
nilai
DAFTAR PUSTAKA
Muregesan A.G, T. Jeyasanthi dan S. Maheswari, Isolationand
Characterization of Cypermethrin Utilizing Bacteria from
Brinjal Cultivated Soil, J. Microbiologi Research, pp. 4(1), 010013, (2010)
Tyler, C., 2000, Environmental Toxicology and Chemistry, pp. 19,
801-809
Bradbury, S. P. and Coats, J. R, 1989, Toxicokinetics and
Toxicodynamics of Pyrethroid Insecticides in Fish, J. Environ
Toxicol Chem, pp. 8:373380