Anda di halaman 1dari 42

PENGOBATAN PARASIT PADA IKAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

Disusun Untuk Memenuhi Laporan Akhir Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan

Disusun oleh:

Kelompok 12/Perikanan A

Fitri Andayani 230110170013


Hagi Nuansa Pebriani 230110170053
Aisyah Nuryanti 230110170056

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat-Nya penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan
laporan akhir praktikum Parasit dan Penyakit Ikan yang berjudul “Identifikasi
Parasit pada Ikan”.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai kegiatan praktikum Parasit dan Penyakit Ikan di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan memberikan ilmu pengetahuan
mengenai identifikasi parasite pada ikan. Laporan ini dapat tersusun tak lepas dari
bantuan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tim dosen mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan
2. Tim asisten laboratorium mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan
Semoga laporan ini dapat menuntun ke arah yang lebih baik lagi dan
mampu menambah kemampuan penulis dalam meningkatkan ketelitian. Kritik
dan saran untuk laporan ini sangat dinantikan.

Jatinangor, Mei 2019

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

BAB HALAMAN
KATA PENGANTAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK............................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... vi

I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 2
1.3 Manfaat ..................................................................................... 2

II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 3


2.1 Ikan Patin .................................................................................. 3
2.1.1 Klasifikasi ................................................................................. 3
2.1.2 Biologi dan Morfologi Ikan Patin ............................................. 3
2.2 Parasit Ikan ............................................................................... 4
2.2.1 Ektoparasit ................................................................................ 5
2.2.2 Endoparasit ............................................................................... 5
2.3 Pemeriksaan Parasit Ikan .......................................................... 6
2.4 Pengobatan ................................................................................ 7
2.4.1 Obat Herbal ............................................................................... 7
2.4.2 Obat Kimia ................................................................................ 9

III BAHAN DAN METODE ................................................................. 11


3.1 Tempat dan Waktu .................................................................. 11
3.2 Alat dan Bahan........................................................................ 11
3.2.1 Alat.......................................................................................... 11
3.2.2 Bahan ...................................................................................... 11
3.3 Prosedur Kerja ........................................................................ 12

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 13


4.1 Hasil ........................................................................................ 13
4.1.1 Data Kelompok ....................................................................... 13
4.1.2 Data Angkatan ........................................................................ 13
4.2 Pembahasan ............................................................................ 13
4.2.1 Pembahasan Kelompok........................................................... 14
4.2.2 Pembahasan Angkatan ............................................................ 15

V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 19


5.1 Kesimpulan ............................................................................. 19
5.2 Saran ....................................................................................... 19

ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 20

LAMPIRAN ....................................................................................... 23

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1. Data Kelompok Sebelum PengobatanError! Bookmark not defined.
2. Data Kelompok Sebelum PengobatanError! Bookmark not defined.

iv
DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman


1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ............................................. 3
2. Acriflavine HCl ................................................................................ 9

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1. Alat-Alat Praktikum ...................................................................... 24
2. Bahan-Bahan Praktikum ................................................................ 25
3 Prosedur Bagan Alir ...................................................................... 26
4. Dokumentasi Kegiatan .................................................................. 27
5. Data Kelompok Sebelum Pengobatan ........................................... 28
6. Data Kelompok Sebelum Pengobatan ........................................... 31

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan patin telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1970- an dan kemudian
berkembang hingga saat ini. Selain populer sebagai ikan konsumsi, ikan patin
juga terkenal sebagai ikan hias utamanya yang berukuran kecil, karena warna dan
caranya berenang yang membuat konsumen menyukainya. Menurut Khairuman &
Sudenda (2002), di Indonesia sedikitnya terdapat dua jenis ikan patin yang
populer dan banyak dibudidayakan, yaitu patin siam dan patin lokal.
Menurut Suhardi et. al (2014) Berdasarkan hasil pengamatan selama
penelitian mengenai tingkat serangan ektoparasit pada ikan patin (Pangasius
hyphothalamus) pada beberapa pembudidaya ikan Patin di kota Pontianak
ditemukan dua jenis parasit yang dominan adalah Ichthyophthirius multifiliis dan
Dactylogyrus sp.Kemudian menuru Ertanti et al. (2011) menambahkan,
ektoparasit yang dapat menyerang ikan air tawar adalah dari jenis
Ichthyophthirius multifiliis yang merupakan salah satu protozoa yang
menyebabkan penyakit white spot. Faktor yang mendukung berkembangnya
cacing monogenea (Gyrodactylus sp dan Dactylugyrus sp) adalah kualitas air
yang menurun, kepadatan populasi ikan yang tinggi, suhu air yang berubah dan
kekurangan pakan (Grace et al., 2011)
Pengobatan yang digunakan pada ikan Patin saat pratikum untuk
mengobatin penyakit pada ikan Patin menggunakan dua bahan dengan
menggunakan bahan kimia Methylene Blue, Acriflavine HCl, ElBayou dan bahan
alami yang menggunakan Daun Sirih, Daun Pepaya, dan Daun Jambu yang
dengan takaran yang dibutuhkan untuk pengobatan pada ikan Patin yang sedang
di amati. rti garam dan kunyit.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang karakteristik parasit terutama jenis
dan tingkat infeksinya sangat penting dalam rangka melakukan pengendalian dan
pengobatan penyakit secara terpadu terhadap ikan khususnya ikan Patin.

1
2

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan pengobatan
pada ikan yang terkena penyakit dan kembali mengidentifikasi parasit pada ikan
Patin.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum pengobatan ikan adalah mahasiswa dapat
mengetahui bagaimana cara pengobatan yang baik dan benar serta mengetahui
bahan –bahan apa aja yang baik digunakan sebagai obat pada penyakit atau
parasite pada ikan Patin.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ikan Patin


Tahun 2009, ikan patin merupakan salah satu dari sepuluh ikan yang
dikonsumsi paling banyak di AS. Kriteria peniliaian terhadap sepuluh besar
tersebut didasarkan pada tonase ikan yang terjual di pasaran. Menurut National
Fisheries Institute di AS, ikan dengan daging berwarna putih dan beraroma ringan
yang ada di pasaran AS merupakan ikan patin hasil budidaya di Asia. Dengan kata
lain, penggunaan ikan patin dalam berbagai industri makanan di AS,
menggambarkan adanya peluang yang dapat terus dimanfaatkan oleh para
eksportir dan pengusaha ikan patin.

2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi dan identifikasi ikan Patin menurut Saanin (1968) adalah
sebagai berikut :

Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Silluroide
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypopthalmus

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)

2.1.2 Biologi dan Morfologi Ikan Patin


Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120

3
4

cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik.
Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah
bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya
terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung
memilki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang berigi dan besar di
sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam
atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil
sekali.adapun sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin
tidak memiliki sisik. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak,
sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13
jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang
dikenal sebagai patil (Susanto dan Amri 1996).
Ikan patin bersifat nokturnal (melakukan aktivitas di malam hari)
sebagaimana umumnya ikan catfish lainnya. Selain itu, patin suka bersembunyi di
dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya. Hal yang membedakan patin
dengan ikan catfish pada umumnya yaitu sifat patin yang termasuk omnivora atau
golongan ikan pemakan segala. Di alam, makanan ikan ini antara lain ikan-ikan
kecil lainnya, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udangan kecil dan
moluska (Susanto dan Amri 1996).

2.2 Parasit Ikan


Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh,
insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut.
Dengan kata lain parasit hidup dari pengorbanan inangnya. Parasit dapat berupa
udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, dan jamur. Manfaat yang diambil
parasit terutama adalah zat makanan dari inangnya.
Penyakit pada ikan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu
proses kehidupan ikan, sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal. Secara
umum penyakit dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penyakit infeksi dan non
infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit, jamur,
bakteri, dan virus dan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup
5

seperti pakan, lingkungan, keturunan dan penanganan (Afrianto dan Liviawaty


1992).
Pada umumnya parasit dapat dikelompokan berdasarkan, tempat di tubuh
ikan, waktu terdapat pada tubuh ikan, kelangsungan hidup pada inang
(Ketergantungan pada Inang), Inang bagi parasit dan parasit terhadap inangnya.
Berdasarkan tempat ditubuh ikan, parsit dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
ektoparasit dan endoparasit.

2.2.1 Ektoparasit
Ektoparasit merupakan organisme parasit yang menginfeksi bagian luar
dari inang (ikan) dan dapat menimbulkan kerugian pada budidaya ikan (Stickney,
1994 dalam Purbomartono, 2005). Pada ikan budidaya, ektoparasit dapat
menimbulkan mortalitas yang tinggi terutama pada fase pembenihan yang
merupakan periode sensitif terhadap serangan ektoparasit (Purbomartono, 2005).
Ektoparasit pada ikan air tawar seringkali menjadi wabah penyakit pada kegiatan
usaha budidaya ikan (Mukaromah, 2011).
Ektoparasit berdasarkan sistematika penyebabnya digolongkan menjadi
tiga, yaitu ektoparasit protozoa, ektoparasit cacing, dan ektoparasit udang renik
(Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

2.2.2 Endoparasit
Endoparasit yaitu parasit yang hidup pada organ dalam tubuh seperti hati,
limfa, otak, sistem pencernaan, sirkulasi darah, rongga perut, otot daging dan
jaringan tubuh lainnya. Penyakit endoparasit tidak mudah dideteksi dengan cepat
karena penyakit ini terdapat di dalam tubuh sehingga perlu dilakukan pembedahan
untuk dapat mengidentifikasi jenis endoparasit yang terdapat di dalam tubuh ikan.
Plumb (1994) dalam Sarjito dan Desrina (2006) mengemukakan bahwa kegagalan
domestikasi terutama untuk calon induk karena cacing endoparasit sering terjadi.
Oleh sebab itu, sebelum suatu jenis ikan dibudidayakan perlu diketahui penyakit
yang menginfeksi ikan tersebut agar tidak terjadi penularan pada saat
dibudidayakan.
6

Endoparasit adalah parasit yang hidupnya di dalam tubuh (seperti usus,


jaringan, dan cairan tubuh) dari inangnya. Endoparasit (parasit yang berada dalam
tubuh ikan) yang mungkin menginfeksi ikan air tawar adalah dari golongan
Metazoa. Dari golongan Metazoa yang mungkin menginfeksi ikan air tawar
adalah filum Plathyhelminthes, Nemathelminthes dan Acanthocephala (Kabata,
1985).

2.3 Pemeriksaan Parasit Ikan


Diagnosa adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada dan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Dalam memulai pemeriksaan
ikan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah terdapat makro parasit
seperti lintah ataupun organisme dari jenis crustacea.
Jika parasit telah diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan
seberapa parah serangan parasit dengan menentukan jumlah parasit per ikan. Jika
ditemui parasit dalam jumlah sedikit sebetulnya masih dianggap wajar dan tidak
mengganggu proses akuakultur. Jika jumlah parasit yang menyerang ikan sangat
banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian pada
ikan-ikan yang lain. Selanjutnya pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan
mengeruk kulit dan insang ikan (Murni 2014).
Sisik dan kulit merupakan bagian dari sistem pelindungan fisik tubuh ikan.
Umumnya kerusakan sisik dan kulit dapat terjadi akibat penanganan (handling
stress), kelebihan populasi, dan infeksi parasit. Kelebihan populasi (overcrowded)
atau multikultur dapat menyebabkan trauma akibat berkelahi disertai lepasnya
sisik dan kerusakan kulit. Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan
berupa kerusakan insang, kulit, sirip serta kehilangan sisik.
Kerusakan pada sisik dan kulit akan mempermudah patogen menginvasi
inang. Banyak kasus menunjukkan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari
infeksi sekunder oleh bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit yang berat dan
berakibat pada kerusakan pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulit dan sisik,
tetapi tidak semua ikan memiliki sisik misalnya pada ikan lele (Clarias sp)
(Irianto 2005).
7

Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan berupa kerusakan pada


sisik dan kulit akan memepengaruhi dan mempermudah patogen menginfeksi
inang. Banyak kasus menunjukan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari
infeksi standar oleh bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit dan berakibat pada
kerusakan pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulir dan sisik tetapi tidak semua
ikan memiliki sisik ikan yang tidak memiliki sisik melindungi diri dengan
mengeluarkan lendir pada sekujur tubuhnya. Ikan juga dapat menghasilkan gelatin
pada kulitnya. Gelatin merupakan salah satu jenis protein konvensi yang diperoleh
melalui proses hidrolisi kalogen dari kulit tulang dan jaringan (Damanik 2005).
Pemeriksaan pada bagian kulit, sisik, dan sirip ikan dilakukan untuk
mengamati jenis ektoparasit yang menginfeksi ikan. Beberapa golongan parasit
yang bersifat ektoparasit antara lain adalah ciliata, beberapa flagellata,
monogenea, copepod, isopod, branchiuran dan lintah

2.4 Pengobatan
Pengertian pengobatan menurut World Health Organization (WHO),
pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah pemilihan dan penggunaan obat modern
dan obat tradisional oleh seseorang untuk mengatasi penyakit atau gejala
penyakit. Pada ikan pengobatan dilakukan untuk mengobati dari serangan parasit.

2.4.1 Obat Herbal


Menurut Undang-Undang RI No. 23 (1992) obat tradisional didefinisikan
sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Terdapat lebih kurang 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan sekitar
54% diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika. Namun hanya sekitar 0,3% dari
jumlah tumbuhan tersebut yang telah diselidiki manfaatnya oleh peneliti. Sebagai
negara yang beriklim tropis, hutan tropika Indonesia sangat potensial
dikembangkan sebagai sumber obat herbal (Inayah dan Ernayenti, 2007).

Pada praktikum obat herbal yang di gunakan untuk pengobatan ikan ada 3
yaitu : Daun Sirih, Daun Pepaya dan Daun Jambu :
8

1. Daun Sirih
Daun sirih merupakan salah satu tanaman yang mempunyai aktivitas
sebagai antioksidan adalah daun sirih Piper betle Linn (Lim & Mohamed,1999;
Choundhary & Kale, 2002; Dasgupta & Bratati, 2004; Arambewela et al., 2006).
Kajian mengenai efek antioksidan daun sirih dalam penerapannya pada produk
perikanan masih terbatas. Hal ini menjadi dasar dilakukannya penelitian aplikasi
ekstrak daun sirih untuk menghambat proses oksidasi
2. Daun Pepaya
Daun pepaya muda banyak mengandung senyawa alkaloid dan getah
berwarna putih. Getah tersebut mengandung enzim papain yaitu enzim yang dapat
memecah protein atau bersifat proteolitik, sedangkan daun pepaya yang tua lebih
banyak mengandung senyawa fenolik (Razak 1996).
Salah satu bahan obat-obatan alami yang berasal dari tumbuhan
(fitofarmaka) yang diketahui mengandung zat antibakteri adalah daun pepaya,
seperti senyawa tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan lain-lain. Daun
pepaya muda banyak menghasilkan getah berwarna putih yang mengandung suatu
enzim pemecah protein atau proteolitik yang disebut enzim papain. Zat tersebut
dapat mengobati infeksi yang diberikan dari bakeri Aeromonas hydrophila (Fiqrie
2008).
3. Daun Jambun
Daun jambu memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi, terutama
quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai antibakteri, kandungan pada daun
Jambu lainnya seperti saponin, minyak atsiri, tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan
alkaloid.6 Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang
umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis flavonoid
yang ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, daun dan biji- bijian. Hal ini juga
dapat digunakan sebagai bahan dalam suplemen, minuman atau makanan.
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin
memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan
dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Minyak atsiri adalah
kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang
9

namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri
merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk
pengobatan) alami. Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman
dan digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi,
Tanin juga sebagai sumber asam pada buah. Alkaloid adalah sebuah golongan
senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat didunia
tumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan)

2.4.2 Obat Kimia


Bahan Kimia adalah media yang mengandung unsur kimiawi yang
sensitive atau resistan terhadap kondisi lingkungan tertentu.

1. Methylene Blue
Metil biru adalah pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai
bakterisida dan fungsida pada akuarium. Metil biru diketahui efektif untuk
pengobatan ichthyopthirius (white spot) dan jamur. Selain itu, juga sering
digunakan untuk mencegah serangan jamur pada telur ikan. Dalam budidaya
perikanan, petambak berusaha memastikan agar telur-telur tidak menjadi tempat
bertumbuhnya jamur. Methylene Blue (Metilen Biru) berfungsi untuk memastikan
hal tersebut. Dan juga dapat digunakan untuk mengobati keracunan amonia dan
nitrit. Methylene Blue adalah disinfektan pada budidaya perikanan dan anti jamur
dan anti parasit (Cipriano 2001).
2. Acriflavine HCl
Acriflavine HCl adalah antiseptik yang mampu menghambat sekaligus
membunuh pertumbuhan mikroorganisme dan bakteri yang merugikan ikan,
ampuh untuk mengatasi masalah pembusukan insang dan mengatasi masalah
jamur pada telur ikan serta Oodinium.

Gambar 2. Acriflavine HCl


10

Oodinium adalah parasit yang sering menyerang ikan yang berada dalam
kondisi stres. Oodinium dapat menjangkiti ikan air tawar ataupun ikan air laut.
Sirip adalah bagian dari tubuh ikan yang diserang Oodinium. Selanjutnya, tubuh
ikan terlihat seperti dibaluri tepung, inilah yang disebut Velvet. Tahap berikutnya,
sisik ikan terkelupas dan pada mata ikan terdapat selaput kabur. Hingga akhirnya
menyerang seluruh bagian tubuh. Acriflavine HCl juga efektif menyembuhkan
penyakit mulut ikan berjamur serta menangani saprolegnia yang hidup menempel
pada tubuh ikan atau hewan air lainnya. Acriflavine HCl tidak cocok digunakan
pada Crustasea (udang, kepiting, dll). Dianjurkan bahwa pengobatan dengan
Acriflavine dilakukan di tangki atau akuarium terpisah. Sebab ketika dimasukkan,
Acriflavine dapat menodai tanaman atau dekorasi dalam tangki (Kordi dan
Ghufran 2004).
3. ElBayu
Elbayu (Elbayou atau Erubazu) atau ada pula yang menyebutnya Elbagin,
adalah obat untuk ikan yang memiliki kandungan aktif Nifurstyrenat-Sodium.
Kandungan ini sangat efektif terhadap Aeromonas. Kelebihan Elbayu juga karena
bahannya yang cepat diserap ke dalam tubuh ikan dan menunjukkan hasil yang
baik untuk melawan serangan bakteri Aeromonas. Bakteri Aeromonas dapat
menginfeksi semua ukuran ikan bahkan menyebabkan tingkat kematian hingga 80
persen dalam jangka waktu 1-2 minggu. Dengan kata lain ini adalah ancaman
kerugian yang besar bagi peternak ikan.
Penyakit aeromonas pada ikan disebabkan oleh kondisi sanitiasi atau
nutrisi yang kurang atau karena perubahan suhu yang drastis. Infeksi aeromanis
pada ikan dapat dikenali dengan munculnya benjolan merah pada tubuh ikan.
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Parasit Dan Penyakit Ikan mengenai pengobatan pada ikan
Patin (Pangasius hypopthalmus) yang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 23
April 2019. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum pengobatan ikan :

3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum pengobatan ikan dapat dilihat
sebagai berikut :
No Jenis Alat Fungsi
1 Akuarium sebagai tempat menyimpan ikan
Instalasi aerasi
sebagai penyedia oksigen bagi ikan di dalam
2 (blower, batu aerasi,
akuarium
dan selang)
untuk melihat dan mengamati parasite yang ada
3 Mikroskop
ditubuh ikan
4 Pisau bedah sebagai membedah ikan
5 Pingset sebagai memisahkan jeroan ikan
6 Jarum tusuk sebagai menusuk bagian otak ikan agar cepat mati
7 Gunting sebagai membedah ikan

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum pengobatan ikan dapat dilihat
sebagai berikut :
No Jenis Alat Fungsi

1 Ikan Patin sebagai bahan yang akan diteliti


(Pangasius

11
hypopthalmu)

12
12

2 Acriflavine HCl Sabagai bahan kimia pengobatan

3.3 Prosedur Kerja


Prosedur pratikum pada praktikum pengobatan pada ikan sebagai berikut :
1. Ikan patin disiapkan sebagai ikan uji sebanyak 5 ekor
2. Aquarium diisi air sebanyak 2.5liter kemudian diberi larutan Acriflavine
HCl sebanyak 1,2 ml dan di aerasi
3. Ikan patin di injeksi oleh bakteri aeromonas dan vibrio yang telah di
inokulasi dan diinkubasi sebelumnya
4. Ikan dimasukkan kedalam akuarium yang telah berisi larutan Acriflavine
5. Diamkan ikan dalam akuarium selama 4 jam
6. Ikan patin tersebut kemudian diamati
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berikut merupakan hasil pengamatan pengobatan pada praktikum parasit
dan penyakit ikan.

4.1.1 Data Kelompok


Berikut merupakan hasil pengamatan kelompok pengobatan pada
praktikum parasit dan penyakit ikan.
Tabel 1. Data Kelompok Sebelum Pengobatan
Letak Luka
Perlakuan Dosis Lendir Keaktifan Luka
Sirip Insang Kulit

Acriflavine 1,2 ml Sedikit Kurang Sedikit - - -


HCL

Tabel 2. Data Kelompok Setelah Pengobatan


Letak Luka
Perlakuan Dosis Lendir Keaktifan Luka
Sirip Insang Kulit

Acriflavine 1,2 ml Banyak Kurang Sedikit - - -


HCL

4.1.2 Data Angkatan


Data angkatan hasil pengamatan sebelum pengobatan pada praktikum
parasit dan penyakit ikan terlampir pada lampiran 4. Data angkatan hasil
pengamatan setelah pengobatan pada praktikum parasit dan penyakit ikan
terlampir pada lampiran 5.

4.2 Pembahasan
Berikut merupakan pembahasan dari hasil pengamatan dan pengobatan
pada praktikum parasit dan penyakit ikan.

13
14

4.2.1 Pembahasan Kelompok


Pengamatan dan pengobatan ikan patin yang dilakukan kelompok 12
perikanan A menggunakan bahan kimiawi yaitu Acriflavine HCL dengan dosis
1,2 ml. Ikan patin yang digunakan adalah benih ikan patin. Acriflavine HCL
diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 1,2 ml, kemudian dimasukan kedalam
akuarium yang berisi 5 liter air dan dihomogenkan, lalu ikan patin dimasukkan ke
dalam akuarium. Ikan patin yang dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak 3
ekor.
Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 12 sebelum praktikum
dilaksanakan, benih ikan patin memiliki lendir yang tidak terlalu banyak, benih
ikan patin kurang aktif dalam berenang dan tidak terdapat luka pada benih ikan
patin.
Setelah praktikum dilaksanakan didapatkan hasil bahwa benih ikan patin
menjadi lebih banyak lendir dibanding sebelum pengobatan dilakukan dan
keaktifan dalam berenang masih kurang. Beberapa hari kemudian, ikan patin
kelompok 12 mati. Hal ini disebabkan Aeromonas hydrophila yang dapat
mematikan benih ikan patin. Menurut Lubis et al. (2014), Aeromonas hydrophila
adalah bakteri yang umum menyerang ikan, baik ikan air tawar maupun air
laut. A. hydrophila telah ditemukan pada berbagai jenis ikan air tawar di seluruh
dunia, dan ada kalanya pada ikan laut. Kemampuan A. hydrophila dalam
menimbulkan penyakit cukup tinggi (Sarono et al. 1993). Bakteri A. hydrophila
secara normal hidup di air tawar. Infeksi bakteri ini dapat terjadi akibat perubahan
kondisi lingkungan, stress, perubahan temperatur, air yang terkontaminasi dan
ketika host tersebut telah terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi
sekunder). Oleh karena itu bakteri ini disebut sebagai bakteri yang bersifat
patogen oportunistik (Mulia 2003).
Selain itu, ikan patin merupakan ikan yang tubuhnya tidak ditutupi oleh
sisik dan hanya diselaputi oleh lendir. Hal tersebut mengakibatkan ikan patin
mudah terluka dan terserang penyakit bakteri. Bakteri A. hydrophila merupakan
salah satu patogen yang sering menyerang ikan air tawar serta menginfeksi pada
semua fase kehidupan ikan (Kabata 1985 dalam Simanjuntak 2002).
15

Berdasarkan hasil pengamatan hal ini terjadi karena diakibatkan dari


bermacam faktor, baik karena faktor dari kesalahan tata cara pembudidayaan dan
faktor alam seperti lingkungan yang kurang steril, ikan yang mati terserang
bakteri A. hydrophila tidak langsung dipisahkan sehingga menyebar ke ikan
lainnya. Kualitas air yang buruk, oksigen terlarut yang rendah, kandungan bahan
organik yang tinggi dan keberadaan bakteri akan menciptakan lingkungan hidup
yang kurang baik bagi ikan dan menimbulkan stres. Menurut Hamza (2010),
bakteri terdapat disekitar system perairan. Apabila ikan mengalami stress maka
bakteri yang terdapat pada perairan tersebut dapat menimbulkan penyakit.
Pada umumnya sumber dan cara penularan penyakit akibat serangan
bakteri-bakteri antara lain melalui ikan yang sakit, ikan karir, air yang
terkontaminasi, makanan yang terkontaminasi, Kordi (2004) juga menyatakan
penyakit akibat bakteri A. hydrophila sangat mudah menular pada ikan lain yang
berada disekitar ikan yang terkena penyakit. Penularan penyakit dapat dibagi
menjadi 2, yaitu penularan secara vertical dan horizontal. Penularan vertical
adalah penularan penyakit dari induk ke progeninya, sedang penularan horizontal
adalah penularan penyakit ke ikan lain melalui kontak langsung, vector, peralatan
yang terkontaminasi, atau lingkungan
Kematian ikan kelompok 12 dapat timbul sewaktu-waktu, bersifat
eksplosif (meluas), penyebarannya cepat dan seringkali menimbulkan kematian
yang cepat pula. Penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur, virus,
faktor lingkungan dan nutrisi atau makanan (Cahyono, 2000).

4.2.2 Pembahasan Angkatan


Berdasarkan data angkatan hasil praktikum pengamatan dan pengobatan
pada ikan patin, terdapat beberapa pengobatan yang dilakukan yaitu dengan
pengobatan alami dan pengobatan kimia. Pengobatan alami menggunakan daun
jambu, daun papaya dan daun sirih. Sedangkan pengobatan kimiawi dengan
menggunakan Acriflavine HCL, El-Bayou, dan Methylene Blue.
Hasil yang didapat sebelum melakukan pengobatan dari setiap kelas
terdapat benih ikan patin yang ditemukan luka pada sirip, insang, dan kulit. Selain
itu lendir yang ditemukan sedikit dan pergerakan benih ikan patin yang kurang
16

aktif. Dari tiga perlakuan pengobatan herbal yaitu daun sirih, daun jambu, dan
daun pepaya, benih ikan patin yang masih bertahan hidup yaitu pada pengobatan
daun jambu. Pada pengobatan menggunakan daun pepaya dan daun sirih sebagian
benih ikan patin mengalami kematian.
Pada pengobatan dengan menggunakan pengobatan kimia yaitu
Acriflavine HCL, El-Bayou, dan Methylene Blue didapatkan hasil bahwa benih
ikan patin yang masih bertahan hidup yaitu pada pengobatan menggunakan El-
Bayou, sedangkan pada pengobatan menggunakan Acriflavine HCL dan
Methylene Blue mengalami kematian.
Ikan yang terserang penyakit biasanya ditandai dengan adanya perubahan
tingkah laku pada ikan, seperti kurangnya nafsu makan, berenang dipermukaan
dan pinggir pinggir kolam serta kurangnya keseimbangan berenang. Gejala klinis
pada ikan dapat dilihat adanya perubahan pada organ luar dan organ dalam tubuh
ikan, perubahan tersebut merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi ikan
budidaya yang sakit atau sedang sakit. Gejala klinis pada organ luar tubuh ikan
biasanya ditandai dengan warna tubuh ikan menjadi merah dan lama kelamaan
menyebabkan luka yang besar, terdapatnya lendir yang berlebihan pada tubuh
ikan dan kerontokan pada beberapa sirip ikan.
A. hydrophila merupakan gram negatif, fakultatif anaerob, non-sporefo
rming, bakteri berbentuk batang, bergerak dengan single polar flagellum,
katalasepositif, batang oksidase-positif, dapat memfermentasi glukosa. (Daskalov
2005). A. hydrophila tumbuh secara optimal pada suhu 28oC, memiliki
kemampuan untuk tumbuh pada suhu dingin, dilaporkan serendah 0,1oC.
Reservoir utamanya adalah lingkungan perairan seperti danau air tawar dan sungai
dan sistem air limbah (Martin and Maurice 2008).
Menurut Lubis et al. (2014), sampel ikan yang terserang
bakteri A.hydrophila memiliki gejala klinis berupa luka, warna tubuh pucat,
geripispada sirip-siripnya dan bergerak lambat. Selain itu, ciri-ciri ikan yang
terserang bakteri ini biasanya warna tubuh gelap, mata rusak, bernafas diatas
permukaan air, insang rusak berwarna merah keputihan, sehingga kesulitan
bernafas.
17

Daun papaya merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan


sebagai obat alami untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Kandungan
bahan kimia yang terkandung dalam daun pepaya seperti, senyawa polifenol,
alkaloid karpain, flavonoid, dan lain – lain. Selain itu, daun pepaya yang masih
segar juga diketahui banyak menghasilkan getah berwarna putih yang
mengandung suatu enzim pemecah protein atau proteolitik yang disebut enzim
papain, enzim ini diketahui sangat ampuh untuk menghambat laju pertumbuhan
bakteri (Razak, 1996). Pengobatan melalui sistem perendaman dalam larutan daun
pepaya sangat efektif karena senyawa anti bakteri yang larut dalam air dapat
diserap dengan baik oleh kulit, insang, hati, dan ginjal (Sukamto 2007).
Menurut Widarto (1990) dalam Sugianti (2005) bahwa daun sirih
mengandung minyak atsiri yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba.
Minyak atsiri dan ekstrak daun sirih mempunyai aktivitas terhadap beberapa
bakteri gram positif dan gram negatif (Darwis 1991 dalam Sugiati 2005). Adanya
bahan aktif berupa chlavicol yang terkandung di dalam atsiri daun sirih mampu
menghambat perkembangbiakan dari parasit (Herawati 2009).
Daun jambu biji merupakan salah satu tanaman herbal yang dapat menjadi
alternatif untuk mengendalikan penyakit viral pada ikan daun jambu biji
mengandung ekstrak quersetin yang terdiri dari senyawa tanin dan flavonoid.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa bioaktif yang dapat mengubah reaksi
tubuh terhadap senyawa lain, sehingga flavonoid mempunyai aktivitas sebagai
antivirus dan antioksidan, flavonoid berperan dalam penghambatan siklus sel
mikroba. Quersetin dalam ekstrak daun jambu biji mampu menghambat aktivitas
enzim reverse transkriptase, yaitu enzim yang diperlukan oleh virus untuk
mereplikasi diri (Amelia et al. 2012).
Pengobatan terhadap ikan yang terserang Aeromonas hydrophila dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu melalui penyuntikan,
pengusapan, perendaman dan melalui pakan yang dicampur dengan obat.
Pengobatan dengan sistem perendaman merupakan cara paling aplikatif
dibandingkan dengan penyuntikan dan perendaman pakan karena dapat
18

mempermudah proses pengobatan terutama untuk ikan yang berukuran kecil


dalam skala yang banyak (Supriyadi dan Rukyani, 1990).
Menurut Sumino et al. (2013) menyatakan bahwa pemakaian antibakteri
telah banyak digunakan dalam perikanan budidaya dan dianggap sebagai solusi
yang paling efektif dalam penanggulangan penyakit akan tetapi hal tersebut tidak
baik dilakukan dengan sering, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Irawan et al.
(2003) yang menyatakan bahwa penggunaan antibiotik maupun bahan kimia
secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri terhadap
antibiotik, selain itu juga dapat merusak lingkungan perairan serta meracuni ikan,
sehingga penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif (Irawan et al. 2003).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan kelompok 12 yang menggunakan Acriflavine HCl
menunjukkan tingkat lendir, luka dan keaktifan sebelum pengobatan masing-
masing adalah 1+, 1+ dan 2+. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri atau parasite
belum menyerang ikan secara inklusif. Setelah praktikum dilaksanakan
didapatkan hasil bahwa benih ikan patin menjadi lebih banyak lendir dibanding
sebelum pengobatan dilakukan dan keaktifan dalam berenang masih kurang tetapi
tidak terdapat luka 2+,1+ dan 1+. Beberapa hari kemudian, ikan patin kelompok
12 mati. Hal ini disebabkan Aeromonas hydrophila yang dapat mematikan benih
ikan patin. Menurut Lubis et al. (2014), Aeromonas hydrophila adalah bakteri
yang umum menyerang ikan, baik ikan air tawar maupun air laut. A.
hydrophila telah ditemukan pada berbagai jenis ikan air tawar di seluruh dunia,
dan ada kalanya pada ikan laut
Berdasarkan data angkatan tentunya Tingkat efektifitas obat herbal dan
kimia tentunya berbeda-beda obat kimia setelah pengobatan cenderung
menimbulkan efek yang buruk pada tingkat luka pada sirip, kepala dan kulit
dibandingkan obat herbal. Hal ini dikarenakan spesifik obat kimia bergantung
pada jenis ikan dan jenis parasite yang menyerang ikan.

5.2 Saran
Setiap pengamatan harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Kemudian sebaiknya alat praktikum harus
lebih steril lagi, agar hasil yang diharapkan lebih baik dan mengefesienkan waktu
dalam praktikum.

19
DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto, E dan E, Liviawati, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.


Penerbit Kanisius. Jakarta.

Amelia, N dan B. Prayitno. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava) untuk Menginaktifkan Viral Nervous Necrosis (VNN) pada Ikan
Kerapu Bebek (Epinephelus fuscoguttatus). Journal Of Aquaculture
Management and Technology.1 (1): 264-278.

Arambewela, L., Arawwawala, M., and Rajapaksa, D. 2006. Piper betel: a


Potential natural antioxidant. Original article. International Journal of
Food Science. 41 (Supplement 1). p. 10–14.

Cahyono B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.

Damanik, A., 2005, Gelatin Halal Gelatin Haram, Jurnal Halal LP POM MUI. No.
36 Maret 2001, Jakarta.

Daskalov. 2005. The importance of Aeromonas hydrophila in food safety. Food


Control 17 (2006) page 476-483. Department of Food Hygiene,
Technology and Control of Foods and Foodstuffs, Faculty of Veterinary
Medicine, Trakia University. Bulgaria.

Desrina, Sarjito dan Rohita Sari 2006. Histologi Ikan. Semarang: Jurusan
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro.

Ertanti, N., A. Azmijah. dan L.T. Suwanti. 2011. Prevalensi Ektoparasit Protozoa
Ichthyophthirius multifiliis pada Ikan Maskoki (carassius auratus) di Desa
Canggu Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Artikel Ilmiah. Fakultas
Kedokteran Hewan.

Fiqrie, R. M. 2008. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PEPAYA


PADA IKAN GURAMI YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas
hydrophila. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Grace, A., S. Subekti. dan B. Aksono. 2011. Prevalensi Cacing Ektoparasit


Monogenea Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Di Desa Laban
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik. Artikel Ilmiah. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Hamza A. 2010. Penyakit Yang Disebabkan Oleh Bakteri.


http://www.scribd.com/doc/213827 89/Penyakit-bakteri (Di akses 13 Mei
2019).

20
21

Herawati, Vivi Endar. 2009. Pemanfaatan Daun Sirih (Piper Betle) Untuk
Menanggulangi Ektoparasii'pada Ikan Hias Tetra. PENA Akuatika.
Volume 1 No 1.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultured in The Tropics. London
and Philadelphia : Taylor and Francis Press.

Khairuman, A dan Sudenda, D. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras.
Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kordi. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT
Bina Adiaksara. Jakarta.

Lim P.H. and Mohamed, S. 1999. Antioxidative and antimycotic effects of


turmeric, lemon-grass, betel leaves, clove, black pepper leaves and
garcinia atriviridis on butter cakes. J. Sci. Fd and Agric. 79: 1817–1822.

Lubis, Y. P. P., Yunasfi dan R. Leidonald. 2014. Jenis-jenis bakteri pada luka ikan
patin. Jurnal Aquacostamarine 2(1): 66-77.

Martin R Adam and Maurice O.M. 2008. Food Microbiology. Tirth Edition.
Printed by Cromwell Press Limited, Trowbridge, Wiltshire.

Murni, M. Y., Dahelmi, dan D. I. Roesma. 2014. Inventarisasi Jenis-Jenis Ikan


Cyprinidae di Sungai Batang Nareh, Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal
Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 3(4)- Desember 2014 : 275-282
(ISSN : 2303-2162).

Plumb JA. 1994. Health Maintenance of Cultured Fishes: Principal Microbial


Diseases. CRC Press Inc. USA. 254 p.

Purbomartono, C., M. Isnaetin, dan Suwarsito. 2010. Ektoparasit pada Benih Ikan
Gurami (Osphronemus goramy Lac.) di Unit Penelitian Rakyat Baji dan
Sidabowa, Kabupaten Banyumas.

Razak. 1996. Perubatan Tradisional Antara Manfaat dan Risiko. http://www.prn2.


usm.my/mainsite/bulletin/kosmik/1996/kosmik4.html

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. PT Bina Cipta.


Bandung.

Sarono, A., K.H. Nitimulyo., I.Y.B Leluno, Widodo, N. Thaib, E.B.S. Haryani,
S.Haryanto, Triyanto, Ustadi, A.N. Kusumahati, Novianti & S.W.
Setianingsih. 1993. Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri.
22

Kerjasama Pusat Karantina Pertanian dan Fakultas Pertanian Jurusan


Perikanan UGM. Yogyakarta

Simanjuntak SBI. 2002. Histologi Organ Limphoid Ikan Patin


Djambal (Pangasius djambal bleeker) yang diberi Immunostimulan
Spirulina, Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Stickney, R.R. 1994. Principles of Aquaculture. John Wiley and Sons, New York.

Sugianti, Budi. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Dalam


Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains Sekolah
Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.

Suhardi, Eka Indah Raharjo , Sunarto. 2014. TINGKAT SERANGAN


EKTOPARASIT PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophtalmus) YANG
DIBUDIDAYAKAN DALAM KARAMBA DI SUNGAI KAPUAS
KOTA PONTIANAK. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Muhammadiyah Pontianak. Jurnal Ruaya Vol. 1. No. 1.

Sukamto. 2007. Cara – Cara Pengobatan Ikan Dengan Menggunakan Ekstrak


Tanaman Herbal. Warta Puslitbangbun. Vol. 13 No. 3.

Sumino., A. Supriyadi, Wardiyanto. 2013. Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang


(Terminalia cattapa L.) untuk Pengobatan Infeksi Aeromonas salmonicida
pada Ikan Patin (Pangasioniodon hypophthalmus). Jurnal Sain Veterner.
31 (1): 79-88.

Supriyadi H. 2005. Penyakit infeksi dan Non Infeksi. Pelatihan Dasar Karantina
Ikan. Bogor.

Supriyadi, H. dan A. Rukyani. 1990. Imunoprofilaksis Dengan Cara Vaksinasi


Pada Uasaha Budidaya Ikan. Hal:64-70. Prosiding Seminar Nasional II
Penyakit Ikan Dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor.
227hlm.
LAMPIRAN

23
24

Lampiran 1. Alat yang digunakan

Mortar Pipet tetes

Gelas Ukur Selang aerasi

Akuarium Saringan

Suntikan
25

Lampiran 2. Bahan yang digunakan

Acriflavine HCl Inokulan bakteri aeromonas dan vibrio

Air Ikan patin


26

Lampiran 3. Prosedur Kerja

Akuarium disiapkan kemudian di bersihkan

Diisi dengan air sebanyak 5 liter

Acriflavine HCl dimasukkan kedalam akuarium sebanyak1,2 ml dalam 5


liter air

Bakteri Aeromonas dan Vibrio dikultur dan diisolasi

Isolat bakteri diinkubasi selama 24 jam

Bakteri aeromonas dan vibrio disuntikkan ke ikan patin sebanyak 0,1


ml/individu

Ikan patin yang sudah terinfeksi dimasukkan kedalam akuarium yang berisi
larutan Acriflavine HCl

Perubahan pada ikan diamati


27

Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan

Ikan patin disiapkan Akuarium dicuci dan diisi 5 liter air

Acriflavine HCl dimasukkan Inokulan aeromonas dan vibrio di


inkubasi

Ikan patin diinfeksi dengan bakteri Ikan dimasukan kedalam akuarium


aeromonas dan vibrio kemudian di aerasi

Ikan yang mati diamati untuk dilihat


gejala klinisnya
28

Lampiran 5. Data Angkatan Hasil Pengamatan Sebelum Pengobatan

Dosis Lendir Luka Keaktifan Letak Luka


Kelas Kelompok Perlakuan
(gram/liter) (+,++,+++) (+,++,+++) (+,++,+++) Sirip Insang Kulit
1 Daun Pepaya 2 gram 2+ 1+ 1+ Checklist

2 daun pepaya 125 1+ 2+ 1+ checklist


3 Daun Pepaya 3 gram 1+ 1+ 2+ - - -
A
4 Daun Pepaya 4,5 gram 2+ 1+ 1+ - - checklist
5 Daun Jambu 20 gram 2+ 1+ 2+ - - checklist
6 Daun Jambu 25 gram 1+ 1+ 1+ checklist - -
7 Daun Jambu 3gram 1+ 1+ 2+ checklist
8 Daun Sirih 25gram 1+ 1+ 2+ checklist
9 Daun Sirih 25 gram 2+ 1+ 1+ - - -
Acriflavine
10 HCL 0.16 ml/L 1+ 1+ 1+ - checklist -
Acriflavine
11 HCL 1 ml/L 1+ 1+ 1+ - - cheklist
Acriflavine
12 HCL 1,2 ml/L 1+ 1+ 1+ - - -
Check
13 El-Bayou 7 (0,35 g) 2+ 1+ 1+ List - -
14 El-Bayou 0,4 g 1+ 1+ 1+ - - -
15 El-Bayou 9 gram (0.45g) 2+ 1+ 1+ - - -
Methylene Check
16 Blue 1 ml/5l 3+ 1+ 1+ List - -
17 Methylene 0,25ml/L 2+ 2+ 2+ Check - -
29

Dosis Lendir Luka Keaktifan Letak Luka


Kelas Kelompok Perlakuan
(gram/liter) (+,++,+++) (+,++,+++) (+,++,+++) Sirip Insang Kulit
Blue list
Methylen
18 blue 3g 1+ 1+ 1+ - - -
1 Daun Sirih 1gr/L 1+ 1+ 3+
2 daun sirih 2gr/L 2+ 2+ 3+ cheklist - checklist
3 daun sirih 1,5gr/L 2+ 1+ 3+ cheklist cheklist
B
4 daun pepaya 25 gram 2+ 1+ 2+ cheklist
50 g (1 gr/ 100
5 Daun pepaya ml) 2+ 1+ 1+ checklist
75gr (1,5gr/100
6 Daun Pepaya ml) 2+ 1+ 1+ - - checklist
7 Daun Jambu 5 gr 2+ 1+ 2+ - cheklist cheklist
8 daun jambu 1gr/L 2+ 1+ 2+ cheklist - -
15 gr/ 5L =
9 Daun jambu 3gr/L 2+ 1+ 1+ cheklist cheklist -
10 methylen blue 0.25 2+ 1+ 1+ cheklist cheklist
11 metilen blue 0.5 1+ 1+ 2+
Methylen
12 blue O. 75ml/5 liter 2+ 1+ 2+ Checklist
acriflavine
13 HCL 0,2 ml 1+ 1+ 2+
Acriflavine
14 HCL 0.1 ml 1+ 1+ 2+
Acriflavine
15 HCL 3 ml 1+ 1+ 2+ - - -
30

Dosis Lendir Luka Keaktifan Letak Luka


Kelas Kelompok Perlakuan
(gram/liter) (+,++,+++) (+,++,+++) (+,++,+++) Sirip Insang Kulit
16 El - Bayou 0,05 gram 1+ 1+ 1+ - - -
17 El - Bayou 0,1 gram 1+ 1+ 1+ Checklist - Checklist
18 El - Bayou 0,15 gram 1+ 1+ 1+ - - -
1 Daun Jambu 3,5 g ++ ++ ++ checklist checklist
2 Daun Jambu 4 2+ 1+ 2+ Checklist - Checklist
C 3 Daun Jambu 4,5 g 2+ 1+ 2+ Checklist Checklist
4 Daun Sirih 3,5 2+ 1+ 2+ Checklist Checklist
5 Daun Sirih 4 2+ 1+ 3+ Checklist - Checklist
6 Daun Sirih 4,5 2+ 1+ 2+ Checklist
7 Daun Pepaya 3,5 2+ 1+ 2+ Checklist
8 Daun Pepaya 4 1+ 1+ 2+ checklist
9 El Bayou 0,04 gram/liter 2+ 1+ 1+ Checklist - Checklist
10 El Bayou 5(0,25 gr) 1+ 1+ 2+ Checklist
11 El Bayou 0.3 gr 3+ 1+ 2+
12 methylen blue 1ml/L 3+ 2+ 1+ checklist - checklist
Methylen
13 Blue 4 (0,2 gr) 1+ 2+ 2+ Checklist - -
Methylen
14 Blue 4,5 ml (2,25 ml) 1+ 2+ 1+ - - Checklist
15 Acriflavine 7 ml (1,4 ml) 1+ 1+ 1+ - - Checklist
16 Acriflavine 8 1+ 1+ 1+ checklist - -
31

Lampiran 6. Data Angkatan Hasil Pengamatan Setelah Pengobatan

Lendir Luka Keaktifan Letak Luka


Kelas Kelompok Perlakuan Dosis
(+,++,+++) (+,++,+++) (+,++,+++) Sirip Kepala Kulit
1 Daun Pepaya 2 gram 1+ 1+ 3+ - - -
2 daun pepaya 125 gram 1+ 1+ 2+
3 Daun Paya 150 gram 2+ 1+ 1+ - - -
4 Daun Pepaya 225 gram (4,5 g) 1+ 1+ 3+ - - -
5 Daun Jambu 20 gram 2+ 1+ 3+ - - -
6 Daun Jambu 25 gram 1+ 2+ 2+ chcklist - -
7 Daun Jambu 3gram 1+ 1+ 2+ - - -
8 daun sirih 25 gram 1+ 1+ 2+ checklist
9 Daun Sirih 25 gram 3+ 1+ 1+ - - -
Acriflavine
10 HCL 0.16 ml/L 2+ 2+ 2+ checklist checklist -
A Acriflavine
11 HCL 1 ml/L 1+ 2+ 2+ - checklist cheklist
Acriflavine
12 HCl 1,2ml/L 2+ 1+ 1+ - - -
13 EL Bayou 7gr (0,35gr) 1+ 1+ 3+ - - -
14 El Bayou 0,4 gr 3+ 2+ 3+ Checklist - -
15 El Bayou 9 gr (0.45) 1+ 1+ 3+
Methelene
16 Blue 1ml/5L 3+ 2+ mati Checklist - -
Methelene
17 Blue 0,25 ml/L 2+ 1+ 2+ - - -
18 Methelene 1,5 ml/L - - - - - -
32

Lendir Luka Keaktifan Letak Luka


Kelas Kelompok Perlakuan Dosis
(+,++,+++) (+,++,+++) (+,++,+++) Sirip Kepala Kulit
Blue
1 Daun Sirih 1g/L 1+ 2+ 3+ Checklist
2 daun sirih 10 gr/L 1+ 1+ 3+
3 daun sirih 1,5gr/l 1+ 1+ 2+ cheklist
4 Daun pepaya 25 gram 1+ 1+ 2+ cheklist - -
50 gr (10 gr/10
5 Daun pepaya L) 2+ 1+ 3+ - - -
75gr (1,5
6 Daun Pepaya gr/100ml) 1+ 1+ 3+ - - checklist
7 Daun Jambu 5 gram 1+ 1+ 3+ - cheklist -
8 daun jambu 1gr/L 2+ 1- 2+ cheklist - -
9 Daun jambu 15 gr 1+ 1+ 3+ - - -
B 10 methylen blue 0.25 1+ 1+ 3+ cheklist
11 Metylen blue 0.5 1+ 1+ 1+ cheklist
12 Methylen blue 0.75 1+ 1+ 1+ Checklist
acriflavine
13 HCL 0,2 ml 1+ 2+ 2+ Checklist
acriflavine
14 HCL 0.1ml 2+ 2+ 2+ checklist
Acriflavine
15 HCL 3 ml 2+ 3+ 1+ Checklist - -
16 El Bayou 0,05 gram 1+ 1+ 3+ - - -
17 El Bayou 0,1 gram 1+ 3+ 1+ Checklist Checklist checklist
18 El-Bayou 0,15 gram 1+ 1+ 3+ - - -
C 1 Daun Jambu 3,5 gram ++ + + checklist
33

Lendir Luka Keaktifan Letak Luka


Kelas Kelompok Perlakuan Dosis
(+,++,+++) (+,++,+++) (+,++,+++) Sirip Kepala Kulit
2 Daun Jambu 4 1+ - 1+ - - -
3 Daun Jambu 4,5 1+ 1+ 1+ Checklist Checklist
4 daun sirih 3,5 1+ 2+ 1+ checklist checklist
5 Daun Sirih 4 1+ 2+ 1+ Checklist - Checklist
6 Daun Sirih 4,5 1+ 2+ 1+ Checklist
7 Daun Pepaya 3.5 1+ 1+ 1+
8 Daun Pepaya 4 2+ 2+ -
9 El Bayou 0,04 gram/liter 1+ - 3+ - - -
10 El bayou 0,25 gr 1+ 1+ 3+ Checklist
11 El bayou 0,3 gr 3+ 2+ 2+
12 Methylen blue 1ml/l 3+ 3+ 1+
13 Methylen blue 4 (0,2 gr) 1+ 2+ 2+ Checklist - -
14 Methylen blue 4,5 ml (2,25 ml) 1+ 2+ 1+ - - Checklist
15 Acriflavine 7 ml (1,4 ml) 1+ 1+ 1+ - - Checklist
16 Acriflavine 8 1+ 1+ 1+ Checklist - -

Anda mungkin juga menyukai