Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATERI KULIAH BIOINDIKATOR

Novilia Ulanda 2011013320012

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
BANJARBARU
1.1. Konsep Biondikator dan Biomonitoring
1.2. Spesies sebagai Bioindikator
1.3. Populasi sebagai Bioindikator
1.4. Komunitas sebagai Bioindikator
1.5. Ekosistem Sebagai Bioindikator
1.6. Lanskap  Sebagai Bioindikator
1.7. Bioindikator dan Kesehatan Manusia
1.1. Konsep Biondikator dan Biomonitoring

Keanekaragaman hayati memainkan peran sentral dalam membuat kehidupan


berkelanjutan di planet ini untuk semua organisme. Itu nasib spesies manusia saling
terkait dengan nasib semua organisme apakah tanaman, hewan atau mikroba yang hidup
di sekitar kita dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi hidup kita. Cara
paling sederhana untuk memahami ini hanya untuk mengingat mode transfer energi,
nutrisi, oksigen dan siklus air terjadi. Kita planet terkait erat oleh komunikasi global
sistem, pertukaran bahan dan perawatannya dimana semuanya saling bergantung. Untuk
contoh kesehatan kita tergantung pada lingkungan kita tinggal dan makanan yang kita
makan. Untuk melindungi diri kita, kita perlu melindungi planet kita, ekosistem dan
spesies individu yang ada di seluruh dunia.

Apa itu bioindikator?


Bioindikator adalah organisme, penanda kimia atau proses biologis yang titik
perubahannya bisa diamati terhadap kondisi lingkungan yang berubah dan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek dari pencemar pada lingkungan.
Itu juga bisa didefinisikan sebagai respons yang diinduksi secara antropogenik di efek
biomolekuler, biokimia dan fisiologis pada satu atau lebih organisme, populasi,
komunitas atau tingkat ekosistem organisasi biologis. Bioindikator dapat memberi tahu
kita tentang efek kumulatif polutan yang berbeda dalam ekosistem dan tentang
bagaimana lama masalah dapat bertahan, misalnya: a) kelimpahan organisme laut besar
atau penggelapan karang pigmentasi dapat menunjukkan bahwa karang telah terkena
kualitas air yang buruk selama beberapa minggu atau bulan, b) berkurangnya fotosintesis
pada tanaman atau karang dapat menunjukkan stres karena paparan herbisida.

Kriteria pemilihan bioindikator :


 Indikator harus memiliki hubungan biasa dengan titik akhir yang signifikan secara
ekologis.
 Indikator harus memiliki dosis tertentu responsif terhadap stresor spesifik yaitu harus
menjadi sensitif dan spesifik.
 Indikator terkadang bahkan harus menggantikan peran tersebut dari respon lainnya.
 Indikator harus mudah dikumpulkan dan seharusnya menjadi hemat biaya

Mikroorganisme sebagai bioindikator :


Mikroorganisme adalah kelompok organisme yang beragam ditemukan dalam
jumlah besar dan lebih mudah dideteksi dan Sampel. Kehadiran beberapa
mikroorganisme baik berkorelasi dengan jenis polusi tertentu dan itu berfungsi sebagai
indikator baku pencemaran. Beberapa bakteri menghasilkan protein stres sebagai respons
terhadap kontaminan seperti kadmium dan benzena.

Tumbuhan sebagai bioindikator :


Ada atau tidak adanya tanaman atau vegetatif hidup dapat memberikan petunjuk
penting tentang lingkungan kesehatan, atau mereka dapat menjadi akumulator logam atau
mereka produk metabolisme, misalnya alga total biomassa dalam sistem perairan
berfungsi sebagai penting metrik untuk polusi organik dan pemuatan nutrisi semacam itu
seperti nitrogen dan fosfor.
Biomonitoring dapat diartikan sebagai suatu teknik penggunaan respon makhluk hidup
(organisme) secara sistematis untuk mengevaluasi perubahan-perubahan kualitas
lingkungan. Biomonitoring menggunakan pengetahuan tentang ekosistem dengan berbagai
dinamikanya untuk memantau berbagai langkah pengendalian lingkungan. Teknik ini
diharapkan mampu menggambarkan tentang cocok atau tidaknya kondisi lingkungan
dengan organisme tertentu. Keberadaan organisme tersebut mengindikasikan kondisi
ekosistem dan kualitas lingkungan secara khusus atau spesifik.

Jenis Biomonitoring
Berdasarkan kategori minat komunitas pakar, biomonitoring dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Bioassessments study
Bioassessments study mengkaji kehidupan suatu komunitas, termasuk fungsi dan
struktur komunitas. bioassessments melibatkan sampling lapangan dari komunitas biologis
untuk mengkarakterisasi struktur komunitas (yaitu keragaman dan toleransi terhadap
polusi). Hal ini termasuk misalnya mengukur indikator kualitas air seperti oksigen terlarut,
mengevaluasi kondisi habitat, dan menentukan kondisi komunitas serangga akuatik.
2. Toxicity bioassays
Toxicity bioassays adalah melakukan kegiatan pengujian di laboratorium dan
menganalisis dampak polutan terhadap bentukbentuk kehidupan (tumbuhan dan hewan).
Tujuan pengujian toksisitas adalah untuk menentukan apakah suatu senyawa atau sampel
air memiliki potensi untuk menjadi racun bagi organisme biologis dan, jika demikian,
sejauh mana dampak Toksisitas dapat dievaluasi di seluruh organisme (in vivo) atau
menggunakan molekul atau sel (in vitro).

1.2. Spesies sebagai Bioindikator


Bioindikator berasal dari dua kata yaitu bio dan indicator, bio artinya mahluk hidup
seperti hewan, tumbuhan dan mikroba. Sedangkan indicator artinya variable yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya
pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. jadi
bioindikator adalah komponen biotik (mahluk hidup) yang dijadikan sebagai indikator.
Bioindikator juga merupakan indikator biotis yang dapat menunjukkan waktu dan lokasi,
kondisi alam (bencana alam), serta perubahan kualitas lingkungan yang telah terjadi
karena aktifitas manusia.
Bioindikator dapat dibagi menjadi dua, yaitu bioindikator pasif dan bioindikator aktif.
Bioindikator pasif adalah suatu spesies organisme, penghuni asli di suatu habitat, yang
mampu menunjukkan adanya perubahan yang dapat diukur (misalnya perilaku, kematian,
morfologi) pada lingkungan yang berubah di biotop (detektor). Bioindikator aktif adalah
suatu spesies organisme yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap polutan, yang mana
spesies organisme ini umumnya diintroduksikan ke suatu habitat untuk mengetahui dan
memberi peringatan dini terjadinya polusi.
Indikator biologi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Spesies indikator: kehadiran atau ketidakhadirannya mengindikasikan terjadi perubahan
di lingkungan tersebut. mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan lingkungan
(stenoecious), bila kehadiran, distribusi serta kelimpahannya tinggi, maka spesies tersebut
merupakan indikator positif. Sebaliknya, ketidakhadiran atau hilangnya suatu spesies
karena perubahan lingkungannya, disebut indikator negatif.
2. Spesies monitoring: mengindikasikan terdapatnya polutan di lingkungan baik kuantitas
maupun kualitasnya. Monitoring sensitif, sangat rentan terhadap berbagai polutan, sangat
cocok untuk menunjukkan kondisi yang akut dan kronis. Monitoring akumulating,
merupakan spesies yang resisten dan dapat mengakumulasi polutan dalam jumlah besar ke
dalam jaringannya, tanpa membahayakan kehidupannya. Monitoring akumulating dapat
berupa indikator pasif, yaitu spesies yang secara alami terdapat di lingkungan yang
terpolusi, serta indikator aktif (eksperimental),. yaitu spesies yang sengaja dibawa dari
lingkungan alami yang tidak terpolusi ke lingkungan yang terpolusi (transplantasi).
3. Spesies uji, adalah spesies yang dipakai untuk mengetahui pengaruh polutan tertentu,
sehingga sangat cocok untuk studi toksikologi.

Fitoplankton adalah organisme pertama yang akan tergganggu oleh masuknya beban
pencemar di perairan. Hal ini disebabkan karena fitoplankton merupakan organisme yang
langsung memanfaatkan beban pencemaran tersebut. Oleh sebab itu, perubahan yang ada
di perairan disebabkan akibat dari adanya masukkan yang menyebabkan kelimpahan,
komposisi dan komunitas fitoplankton. Oleh karena itu fitoplankton dijadikan sebagai
bioindikator perairan karena sifat hidupnya relatif menetap dengan jangka hidup yang
relative panjang dan mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan.

1.3. Populasi sebagai Bioindikator

Pencemaran udara terjadi di terminal disebabkan bahan bakar bensin yang berasal dari
berbagai jenis kendaraan bermotor. Berbagai gas yang di keluarkan oleh knalpot
kendaraan bermotor antara lain: gas CO2, NO2, dan NO yang dikenal dengan NOx, SO2,
Kendaraan bermotor merupakan alat transportasi sehingga selalu berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya dan selama diperjalanan mengeluarkan hasil pembakarannya.
Oleh karena itu kendaraan bermotor disebut sebagai sumber yang bergerak dari bahan
pencemar (Rukaesih, 2004). Asap kendaraan bermotor bisa mengeluarkan partikel Pb
yang kemudian bisa mencemari udara. Emisi Pb dari pembakaran mesin menyebabkan
jumlah Pb udara dari asap buangan kendaraan meningkat sesuai meningkatnya jumlah
kendaraan. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi Pb dalam
lingkungan adalah pemakaian mesin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia.
Liken salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara.
Liken sangat sensitif terhadap pencemaran udara. Liken dapat menyerap gas dan partikel
polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan Liken sebagai
bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin indikator
ambient dalam pengoperasiannya memerlukan biaya besar dan penanganan khusus.

1.4. Komunitas sebagai Bioindikator

Bioindikator
 Bioindikator merupakan kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan,
yang keberadaannya atau perilakunya sangat erat berhubungan dengan kondisi
lingkungan tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai satu petunjuk kualitas lingkungan
atau uji kuantitatif.
 Bioindikator menunjukkan sensitivitas dan/atau toleransi terhadap kondisi lingkungan
sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat penilai kondisi lingkungan.
 Suatu organisme yang dapat memberikan respon, indikasi, peringatan dini, representasi,
refleksi, dan informasi kondisi atau perubahan suatu ekosistem.
Fungsi Bioindikator
 Sebagai indikator, yaitu kehadirannya menyimpulkan tentang permasalah lingkungan
 Sebagai spesies uji, yaitu responnya menyimpulkan masalah lingkungan yang luas
 Monitor, yaitu menyediakan bukti adanya perubahan lingkungan

Bioindikator berdasarkan Pengaruh terhadap Organisme


 Bioindikator Polusi, yaitu spesies yang sensitif dan mendeteksi polutan
 Bioindikator Lingkungan, yaitu kelompok spesies yang merespon secara prediktif
(akumulator, organisme bioassay)
 Bioindikator Ekologi, yaitu spesies yang sensitif terhadap fragmentasi habitat atau tekanan
lingkungan
 Bioindikator Keanekaragaman Hayati, yaitu kepadatan dan keanekaragaman suatu
kelompok spesies dapat mengindikasikan perubahan lingkungan

Parameter
 Ukuran untuk mengukur suatu keadaan secara relatif. Parameter pada umumnya adalah
entitas yang dapat membantu dalam menghubungkan atau mengelompokkan kerangka
kerja tertentu.
 Parameter adalah karakteristik apapun yang dapat membantu dalam menentukan atau
mengklasifikasikan sistem tertentu (artinya suatu peristiwa, proyek, objek, situasi, dll.).
Artinya, parameter merupakan elemen sistem yang berguna, atau kritis, ketika
mengidentifikasi sistem, atau ketika mengevaluasi kinerjanya, status, kondisi, dll.
Komunitas
 Komunitas adalah kumpulan berbagai populasi yang hidup di suatu waktu dan daerah
tertentu yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Dalam derajat
keterpaduan komunitas, lebih kompleks jika dibandingkan dengan individu dan populasi.
Semua organisasi merupakan bagian dari komunitas dan dari komponennya tersebut akan
saling terhubung dengan keragaman interaksinya. Contoh yang termasuk komunitas adalah
populasi ganggang, populasi ikan, dan populasi hewan di sekitarnya yang membentuk
suatu komunitas terumbu karang.
 Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila
terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata.
Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari
jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran
individunya tidak merata, maka keanekaragaman jenisnya rendah.

Parameter Komunitas dalam Bioindikator


 Kelimpahan
Kelimpahan adalah jumlah tepat individu suatu takson yang terdapat di dalam sebuah kawasan,
populasi, atau komunitas tertentu.
Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif spesies organisme
dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan densitas berdasarkan
penakrsiran kualitatif.
 Dominansi
Dominansi merupakan suatu pengendalian yang diterapkan makhluk hidup atas komposisi spesies
dalam komunitasnya. Spesies dominan adalah spesies yang secara ekologik sangat berhasil dan
yang mampu menentukan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Indeks dominansi
berkiasar antara 0-1, dimana semakin kecil nilai indeks dominansi maka menunjukkan bahwa
tidak ada spesies yang mendominansi, begitupun sebaliknya semakin besar indeks dominansi
maka menunjukkan ada spesies tertentu yang mendominansi di wilayah tersebut.
 Biodiversitas
Secara umum, biodiversitas adalah keberagaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan
variasi gen, spesies, dan ekosistem di suatu wilayah. Keragaman ini mencakup perbedaan bentuk,
ukuran, warna, tekstur, hingga sifat.
Biodiversitas atau keanekaragamn hayati merupakan suatu aspek lingkungan yang harus dijaga.
Keanekaragaman ini menjadi indikator sistem ekologi dan sarana untuk mengetahui perubahan
spesies.

1.5. Ekosistem Sebagai Bioindikator

Ekosistem lamun dapat dijadikan sebagai suatu bioindikator kesehatan lingkungan selain
berperan sebagai tempat mencari makan, membesarkan anakan, atau sebagai tempat
memijah. Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup.
Perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari daratan dan lautan
sehingga menjadi ekosistem yang produktivitas organiknya tinggi. pada daun, memiliki
produktifitas yang tinggi, menfiksasi karbon di kolom air sebagian masuk ke sistem rantai
makanan dan sebagian tersimpan dalam biomassa dan sedimen. Eksistensi lamun merupakan
adaptasi terhadap salinitas tinggi, kemampuan menancapkan akar di substrat, dan
kemampuan untuk tumbuh dan bereproduksi pada saat terbenam.
Arthropoda yang Digunakan Secara Frequent
1. Semut Semut telah digunakan secara luas sebagai efektif bioindikator gangguan untuk
manajemen ekosistem dan restorasi keanekaragaman hayati berkenaan dengan kepentingan
eko-fungsional mereka dan sensitivitas tinggi terhadap gangguan ekosistem yang ditimbulkan
dengan menipisnya hutan, invasi spesies, kebakaran hutan, konversi hutan, fragmentasi
hutan, dan bentuk-bentuk gangguan lainnya.
2. Kupu-kupu dan ngengat Kupu-kupu telah digunakan sebagai indikator ekosistem yang
sehat karena mereka memiliki asosiasi yang kuat dengan variabel habitat seperti kondisi
cerah, ladang penuh bunga, padang rumput, daerah perbukitan, tepi hutan, dan kelimpahan
tanaman herba. Pemantauan kelimpahan kupu-kupu dapat menunjukkan keberadaan

1.6. Lanskap  Sebagai Bioindikator

Menurut Kuniyoshi dan Braga (2010) organisme dalam habitatnya secara konstan mendapat
pengaruh oleh berbagai polutan. Polutan sangat mungkin berinteraksi dengan kehidupan
organisme mendukung sesuatu yang abnormal dan hal itu mungkin dari tingkat molekuler
sampai konsekuensi serius pada ekosistem. Hal ini seperti disajikan Bioindikator dapat
meliputi beberapa variasi skala dari aspek makro molekul, sel, organ, organisme, populasi,
sampai biocoenosis (ekosistem), sehingga bentuk indikator meliputi: (1) reaksi biokimia dan
fisiologis, (2) abnormalitas anatomi, morfologi, bioritme dan tingkah laku, (3) perubahan
populasi hewan atau tumbuhan secara kronologis, (4) perubahan pada ekosistem maupun
gabungan ekosistem, (5) perubahan pada struktur ataupun fungsi ekosistem, dan (6)
perubahan bentuk lahan atau landscape (Setiawan, 2008). Timbulnya variasi dalam suatu
populasi tergantung pada sensitifitasnya terhadap fluktuasi perubahan lingkungan, yakni
interaksi antar spesies yang ada. Setiap spesies akan menunjukkan efek yang berbeda dalam
menanggapi suatu kompetisi, dan biodiversitas yang meningkat pada suatu komunitas akan
sangat mendukung terwujudnya stabilitas komunitas tersebut (Setyono & Sutarto, 2008).
Timbulnya variasi dalam suatu populasi tergantung pada sensitifitasnya terhadap fluktuasi
perubahan lingkungan, yakni interaksi antar spesies yang ada. Setiap spesies akan
menunjukkan efek yang berbeda dalam menanggapi suatu kompetisi dan biodiversitas yang
meningkat pada suatu komunitas akan sangat mendukung terwujudnya stabilitas komunitas
tersebut (Zulkifli & Setiawan, 2011).Pengembangan sistem bioindikator dapat dilihat sebagai
hubungan timbal balik antara faktor lingkungan dengan parameter. aktor lingkungan
berpengaruh terhadap parameter biologis dalam bentuk hubungan sebab-akibat (kausatif).
Bila parameter biologis menjadi indikator maka harus dipandang kebalikan dari hubungan
kausatif. Syarat untuk menetapkan atau memilih organisme sebagai bioindikator, yaitu: (1)
Takson yang tinggi atau lebih tinggi, harus memilih takson dengan taksonomi jelas, diketahui
secara terperinci, dan mudah untuk diidentifikasi; (2) Status biologi diketahui jelas, peka
terhadap tekanan maupun perubahan lingkungan; (3) Organisme memiliki kelimpahan tinggi
dan mudah disurvei/diamati; (4) Tersebar dalam ruang dan waktu; dan (5) Memiliki
hubungan yang kuat dengan komunitas luas atau tidak memiliki hubungan kuat dengan
komponen tekanan (Hordkinson & Jackson, 2005). Menurut Holt and Miller (2010)
bioindikator mencakup proses biologis, spesies, atau komunitas dan digunakan untuk menilai
kualitas lingkungan dan bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu. Perubahan
lingkungan sering dikaitkan dengan gangguan antropogenik (misalnya, polusi, perubahan
penggunaan lahan) atau pemicu alami (misalnya, kekeringan dan pembekuan akhir musim
semi), meskipun penyebab stres antropogenik menjadi fokus utama penelitian bioindikator.
Pengembangan secara luas dan penerapan bioindikator telah terjadi terutama sejak 1960-an.
Selama bertahun- tahun, pakar telah memperluas repertoar bioindikator untuk membantu
mempelajari semua jenis lingkungan (akuatik dan terestrial), menggunakan semua kelompok
taksonomi utama.

1.7. Bioindikator dan Kesehatan Manusia

Seiring dengan perkembangan peradaban kota, kebutuhan akan sarana dan prasarana semakin
meningkat, seperti perkembangan pusat-pusat industri dan meningkatnya volume kendaraan
bermotor. Disisi lain, pembangunan pusat-pusat industri juga dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif seperti penurunan kualitas lingkungan berupa polusi udara, polusi air, polusi
tanah, dan polusi suara. Dalam aktivitas produksinya, industri tersebut menyebabkan
timbulnya polutanpolutan yang dibebaskan dalam udara yang dapat menyebabkan
pencemaran udara Pemantauan kualitas udara dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pemantau kualitas udara atau dengan melakukan biomonitoring terhadap keberadaan suatu
bioindikator yang ada di lingkungan. Bioindikator adalah organisme yang keberadaannya
dapat digunakan untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan mengkualifikasikan pencemaran
lingkungan (Conti dan Cecchetti, 2000). Bioindikator sangat berkaitan erat dengan kondisi
lingkungan disekitarnya. Respon bioindikator terhadap keberadaan polutan seringkali lebih
mencerminkan dampak kumulatifnya terhadap fungsi dan keanekaragaman dari lingkungan
sekitar dibandingkan alat monitor (Jovan, 2008). Lumut kerak atau lichenes adalah salah satu
organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan lichen
sangat sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas (kecuali di
daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial, memiliki bentuk morfologi yang
relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak memiliki lapisan kutikula sehingga
lichenes dapat menyerap gas dan partikel polutan secara langsung melalui permukaan
talusnya. Penggunaan lichenes sebagai bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan
menggunakan alat atau mesin indikator ambien yang dalam pengoperasiannya memerlukan
biaya yang besar dan penanganankhusus (Loopi et.al, 2002).
 Bioindikator adalah organisme yang keberadaannya dapat digunakan untuk
mendeteksi, mengidentifikasi dan mengkualifikasikan pencemaran lingkungan.
 Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke
udara oleh aktivitas atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga
kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai
peruntukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Hasairin, A., & Siregar, R. (2018, June). Analisis Populasi Liken Makro Epifitik
sebagai Bioindikator Kualitas Udara di Kawasan Terminal Pinang Baris Kota Medan.
In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi (pp. 156-161).
Jain, A., Singh, B. N., Singh, S. P., Singh, H. B., & Singh, S. (2010). Exploring
biodiversity as bioindicators for water pollution. In National Conference on Biodiversity,
Development and Poverty Alleviation (pp. 50-56).
Pratiwi, A., & Lanskap, F. A. (2019). Bioindikator Kualitas Perairan Sungai. Jurnal
Ilmiah Manusia dan Kesehatan, 1(1), 1-6.
Rahardjanto, A. (2019). Bioindikator (Teori dan aplikasi dalam biomonitoring) (Vol.
1). UMMPress.
Rustam, A., Kepel, T. L., Kusumaningtyas, M. A., Ati, R. N. A., Daulat, A., Suryono,
D. D., & Hutahaean, A. A. (2016). Ekosistem lamun sebagai bioindikator lingkungan di P.
Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Biologi Indonesia, 11(2).

Anda mungkin juga menyukai