Jenis Biomonitoring
Berdasarkan kategori minat komunitas pakar, biomonitoring dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Bioassessments study
Bioassessments study mengkaji kehidupan suatu komunitas, termasuk fungsi dan
struktur komunitas. bioassessments melibatkan sampling lapangan dari komunitas biologis
untuk mengkarakterisasi struktur komunitas (yaitu keragaman dan toleransi terhadap
polusi). Hal ini termasuk misalnya mengukur indikator kualitas air seperti oksigen terlarut,
mengevaluasi kondisi habitat, dan menentukan kondisi komunitas serangga akuatik.
2. Toxicity bioassays
Toxicity bioassays adalah melakukan kegiatan pengujian di laboratorium dan
menganalisis dampak polutan terhadap bentukbentuk kehidupan (tumbuhan dan hewan).
Tujuan pengujian toksisitas adalah untuk menentukan apakah suatu senyawa atau sampel
air memiliki potensi untuk menjadi racun bagi organisme biologis dan, jika demikian,
sejauh mana dampak Toksisitas dapat dievaluasi di seluruh organisme (in vivo) atau
menggunakan molekul atau sel (in vitro).
Fitoplankton adalah organisme pertama yang akan tergganggu oleh masuknya beban
pencemar di perairan. Hal ini disebabkan karena fitoplankton merupakan organisme yang
langsung memanfaatkan beban pencemaran tersebut. Oleh sebab itu, perubahan yang ada
di perairan disebabkan akibat dari adanya masukkan yang menyebabkan kelimpahan,
komposisi dan komunitas fitoplankton. Oleh karena itu fitoplankton dijadikan sebagai
bioindikator perairan karena sifat hidupnya relatif menetap dengan jangka hidup yang
relative panjang dan mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan.
Pencemaran udara terjadi di terminal disebabkan bahan bakar bensin yang berasal dari
berbagai jenis kendaraan bermotor. Berbagai gas yang di keluarkan oleh knalpot
kendaraan bermotor antara lain: gas CO2, NO2, dan NO yang dikenal dengan NOx, SO2,
Kendaraan bermotor merupakan alat transportasi sehingga selalu berpindah dari satu
tempat ke tempat lainnya dan selama diperjalanan mengeluarkan hasil pembakarannya.
Oleh karena itu kendaraan bermotor disebut sebagai sumber yang bergerak dari bahan
pencemar (Rukaesih, 2004). Asap kendaraan bermotor bisa mengeluarkan partikel Pb
yang kemudian bisa mencemari udara. Emisi Pb dari pembakaran mesin menyebabkan
jumlah Pb udara dari asap buangan kendaraan meningkat sesuai meningkatnya jumlah
kendaraan. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi Pb dalam
lingkungan adalah pemakaian mesin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia.
Liken salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara.
Liken sangat sensitif terhadap pencemaran udara. Liken dapat menyerap gas dan partikel
polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan Liken sebagai
bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin indikator
ambient dalam pengoperasiannya memerlukan biaya besar dan penanganan khusus.
Bioindikator
Bioindikator merupakan kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan,
yang keberadaannya atau perilakunya sangat erat berhubungan dengan kondisi
lingkungan tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai satu petunjuk kualitas lingkungan
atau uji kuantitatif.
Bioindikator menunjukkan sensitivitas dan/atau toleransi terhadap kondisi lingkungan
sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat penilai kondisi lingkungan.
Suatu organisme yang dapat memberikan respon, indikasi, peringatan dini, representasi,
refleksi, dan informasi kondisi atau perubahan suatu ekosistem.
Fungsi Bioindikator
Sebagai indikator, yaitu kehadirannya menyimpulkan tentang permasalah lingkungan
Sebagai spesies uji, yaitu responnya menyimpulkan masalah lingkungan yang luas
Monitor, yaitu menyediakan bukti adanya perubahan lingkungan
Parameter
Ukuran untuk mengukur suatu keadaan secara relatif. Parameter pada umumnya adalah
entitas yang dapat membantu dalam menghubungkan atau mengelompokkan kerangka
kerja tertentu.
Parameter adalah karakteristik apapun yang dapat membantu dalam menentukan atau
mengklasifikasikan sistem tertentu (artinya suatu peristiwa, proyek, objek, situasi, dll.).
Artinya, parameter merupakan elemen sistem yang berguna, atau kritis, ketika
mengidentifikasi sistem, atau ketika mengevaluasi kinerjanya, status, kondisi, dll.
Komunitas
Komunitas adalah kumpulan berbagai populasi yang hidup di suatu waktu dan daerah
tertentu yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Dalam derajat
keterpaduan komunitas, lebih kompleks jika dibandingkan dengan individu dan populasi.
Semua organisasi merupakan bagian dari komunitas dan dari komponennya tersebut akan
saling terhubung dengan keragaman interaksinya. Contoh yang termasuk komunitas adalah
populasi ganggang, populasi ikan, dan populasi hewan di sekitarnya yang membentuk
suatu komunitas terumbu karang.
Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila
terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata.
Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari
jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran
individunya tidak merata, maka keanekaragaman jenisnya rendah.
Ekosistem lamun dapat dijadikan sebagai suatu bioindikator kesehatan lingkungan selain
berperan sebagai tempat mencari makan, membesarkan anakan, atau sebagai tempat
memijah. Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup.
Perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari daratan dan lautan
sehingga menjadi ekosistem yang produktivitas organiknya tinggi. pada daun, memiliki
produktifitas yang tinggi, menfiksasi karbon di kolom air sebagian masuk ke sistem rantai
makanan dan sebagian tersimpan dalam biomassa dan sedimen. Eksistensi lamun merupakan
adaptasi terhadap salinitas tinggi, kemampuan menancapkan akar di substrat, dan
kemampuan untuk tumbuh dan bereproduksi pada saat terbenam.
Arthropoda yang Digunakan Secara Frequent
1. Semut Semut telah digunakan secara luas sebagai efektif bioindikator gangguan untuk
manajemen ekosistem dan restorasi keanekaragaman hayati berkenaan dengan kepentingan
eko-fungsional mereka dan sensitivitas tinggi terhadap gangguan ekosistem yang ditimbulkan
dengan menipisnya hutan, invasi spesies, kebakaran hutan, konversi hutan, fragmentasi
hutan, dan bentuk-bentuk gangguan lainnya.
2. Kupu-kupu dan ngengat Kupu-kupu telah digunakan sebagai indikator ekosistem yang
sehat karena mereka memiliki asosiasi yang kuat dengan variabel habitat seperti kondisi
cerah, ladang penuh bunga, padang rumput, daerah perbukitan, tepi hutan, dan kelimpahan
tanaman herba. Pemantauan kelimpahan kupu-kupu dapat menunjukkan keberadaan
Menurut Kuniyoshi dan Braga (2010) organisme dalam habitatnya secara konstan mendapat
pengaruh oleh berbagai polutan. Polutan sangat mungkin berinteraksi dengan kehidupan
organisme mendukung sesuatu yang abnormal dan hal itu mungkin dari tingkat molekuler
sampai konsekuensi serius pada ekosistem. Hal ini seperti disajikan Bioindikator dapat
meliputi beberapa variasi skala dari aspek makro molekul, sel, organ, organisme, populasi,
sampai biocoenosis (ekosistem), sehingga bentuk indikator meliputi: (1) reaksi biokimia dan
fisiologis, (2) abnormalitas anatomi, morfologi, bioritme dan tingkah laku, (3) perubahan
populasi hewan atau tumbuhan secara kronologis, (4) perubahan pada ekosistem maupun
gabungan ekosistem, (5) perubahan pada struktur ataupun fungsi ekosistem, dan (6)
perubahan bentuk lahan atau landscape (Setiawan, 2008). Timbulnya variasi dalam suatu
populasi tergantung pada sensitifitasnya terhadap fluktuasi perubahan lingkungan, yakni
interaksi antar spesies yang ada. Setiap spesies akan menunjukkan efek yang berbeda dalam
menanggapi suatu kompetisi, dan biodiversitas yang meningkat pada suatu komunitas akan
sangat mendukung terwujudnya stabilitas komunitas tersebut (Setyono & Sutarto, 2008).
Timbulnya variasi dalam suatu populasi tergantung pada sensitifitasnya terhadap fluktuasi
perubahan lingkungan, yakni interaksi antar spesies yang ada. Setiap spesies akan
menunjukkan efek yang berbeda dalam menanggapi suatu kompetisi dan biodiversitas yang
meningkat pada suatu komunitas akan sangat mendukung terwujudnya stabilitas komunitas
tersebut (Zulkifli & Setiawan, 2011).Pengembangan sistem bioindikator dapat dilihat sebagai
hubungan timbal balik antara faktor lingkungan dengan parameter. aktor lingkungan
berpengaruh terhadap parameter biologis dalam bentuk hubungan sebab-akibat (kausatif).
Bila parameter biologis menjadi indikator maka harus dipandang kebalikan dari hubungan
kausatif. Syarat untuk menetapkan atau memilih organisme sebagai bioindikator, yaitu: (1)
Takson yang tinggi atau lebih tinggi, harus memilih takson dengan taksonomi jelas, diketahui
secara terperinci, dan mudah untuk diidentifikasi; (2) Status biologi diketahui jelas, peka
terhadap tekanan maupun perubahan lingkungan; (3) Organisme memiliki kelimpahan tinggi
dan mudah disurvei/diamati; (4) Tersebar dalam ruang dan waktu; dan (5) Memiliki
hubungan yang kuat dengan komunitas luas atau tidak memiliki hubungan kuat dengan
komponen tekanan (Hordkinson & Jackson, 2005). Menurut Holt and Miller (2010)
bioindikator mencakup proses biologis, spesies, atau komunitas dan digunakan untuk menilai
kualitas lingkungan dan bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu. Perubahan
lingkungan sering dikaitkan dengan gangguan antropogenik (misalnya, polusi, perubahan
penggunaan lahan) atau pemicu alami (misalnya, kekeringan dan pembekuan akhir musim
semi), meskipun penyebab stres antropogenik menjadi fokus utama penelitian bioindikator.
Pengembangan secara luas dan penerapan bioindikator telah terjadi terutama sejak 1960-an.
Selama bertahun- tahun, pakar telah memperluas repertoar bioindikator untuk membantu
mempelajari semua jenis lingkungan (akuatik dan terestrial), menggunakan semua kelompok
taksonomi utama.
Seiring dengan perkembangan peradaban kota, kebutuhan akan sarana dan prasarana semakin
meningkat, seperti perkembangan pusat-pusat industri dan meningkatnya volume kendaraan
bermotor. Disisi lain, pembangunan pusat-pusat industri juga dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif seperti penurunan kualitas lingkungan berupa polusi udara, polusi air, polusi
tanah, dan polusi suara. Dalam aktivitas produksinya, industri tersebut menyebabkan
timbulnya polutanpolutan yang dibebaskan dalam udara yang dapat menyebabkan
pencemaran udara Pemantauan kualitas udara dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pemantau kualitas udara atau dengan melakukan biomonitoring terhadap keberadaan suatu
bioindikator yang ada di lingkungan. Bioindikator adalah organisme yang keberadaannya
dapat digunakan untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan mengkualifikasikan pencemaran
lingkungan (Conti dan Cecchetti, 2000). Bioindikator sangat berkaitan erat dengan kondisi
lingkungan disekitarnya. Respon bioindikator terhadap keberadaan polutan seringkali lebih
mencerminkan dampak kumulatifnya terhadap fungsi dan keanekaragaman dari lingkungan
sekitar dibandingkan alat monitor (Jovan, 2008). Lumut kerak atau lichenes adalah salah satu
organisme yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan lichen
sangat sensitif terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas (kecuali di
daerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial, memiliki bentuk morfologi yang
relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan tidak memiliki lapisan kutikula sehingga
lichenes dapat menyerap gas dan partikel polutan secara langsung melalui permukaan
talusnya. Penggunaan lichenes sebagai bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan
menggunakan alat atau mesin indikator ambien yang dalam pengoperasiannya memerlukan
biaya yang besar dan penanganankhusus (Loopi et.al, 2002).
Bioindikator adalah organisme yang keberadaannya dapat digunakan untuk
mendeteksi, mengidentifikasi dan mengkualifikasikan pencemaran lingkungan.
Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke
udara oleh aktivitas atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga
kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai
peruntukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasairin, A., & Siregar, R. (2018, June). Analisis Populasi Liken Makro Epifitik
sebagai Bioindikator Kualitas Udara di Kawasan Terminal Pinang Baris Kota Medan.
In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi (pp. 156-161).
Jain, A., Singh, B. N., Singh, S. P., Singh, H. B., & Singh, S. (2010). Exploring
biodiversity as bioindicators for water pollution. In National Conference on Biodiversity,
Development and Poverty Alleviation (pp. 50-56).
Pratiwi, A., & Lanskap, F. A. (2019). Bioindikator Kualitas Perairan Sungai. Jurnal
Ilmiah Manusia dan Kesehatan, 1(1), 1-6.
Rahardjanto, A. (2019). Bioindikator (Teori dan aplikasi dalam biomonitoring) (Vol.
1). UMMPress.
Rustam, A., Kepel, T. L., Kusumaningtyas, M. A., Ati, R. N. A., Daulat, A., Suryono,
D. D., & Hutahaean, A. A. (2016). Ekosistem lamun sebagai bioindikator lingkungan di P.
Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Biologi Indonesia, 11(2).