Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LINGKUNGAN

Disusun oleh :
Chrissandy Wardana
Linda Susilowati
Lidia Maziyyatun Nikmah
Yenny Febriana R.A
Robby Septiawan N

1318104010
1318104010
1318104010
1318104010
1318104010

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Laporan ini sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu
perjuangan beliau dalam menegakkan Agama Allah di muka bumi ini. Penulisan
laporan ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Ibu Harry Sulistyowati selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Ilmu
Lingkungan
2. Ucapan terima kasih penulis kepada sahabat/teman-teman yang telah
banyak memberikan bantuan serta motivasi sehingga laporan ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis
dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat
sebagai ibadah disisi-Nya, amin.

Jember, 16 November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan dan peradaban daerah kota atau wilayah
menimbulkan

berbagai

dampak

positif maupun negatif. Diantara dampak

negatifnya adalah seperti penurunan kualitas lingkungan berupa polusi udara,


polusi air, polusi tanah, dan polusi suara. Pencemaran udara adalah proses
masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas atau
alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga kualitas udara
turun sampai ke tingkat tertentu dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai
peruntukannya. Keberadaan zat pencemar dalam udara dapat membahayakan
makhluk hidup termasuk manusia.
Pemantauan kualitas udara dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pemantau kualitas udara atau dengan melakukan biomonitoring terhadap
keberadaan suatu bioindikator yang ada di lingkungan. Bioindikator adalah
organisme

yang

keberadaannya

dapat

digunakan

untuk

mendeteksi,

mengidentifikasi dan mengkualifikasikan pencemaran lingkungan. Bioindikator


sangat berkaitan erat dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.

Respon

bioindikator terhadap keberadaan polutan seringkali lebih mencerminkan


dampak kumulatifnya terhadap fungsi dan keanekaragaman dari lingkungan
sekitar.
Lumut kerak atau Lichen adalah salah satu organisme yang digunakan
sebagai bioindikator pencemaran udara. Hal ini disebabkan Lichen sangat sensitif
terhadap pencemaran udara, memiliki sebaran geografis yang luas (kecuali
didaerah perairan), keberadaannya melimpah, sesil, perennial, memiliki
bentuk morfologi yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama dan
tidak memiliki lapisan kutikula sehingga lichenesdapat menyerap gas dan partikel
polutan secara langsung melalui permukaan talusnya. Penggunaan Lichen sebagai
bioindikator dinilai lebih efisien dibandingkan menggunakan alat atau mesin
indikator yang dalam pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan
penanganan khusus.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari praktikum ini adalah Bagaimana pengaruh polusi
kendaraan bermotor terhadap tingkat keanekaragaman Lichen diwilayah kampus
Universitas Jember ?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
polusi kendaraan bermotor terhadap tingkat keanekaragaman Lichen diwilayah
kampus Universitas Jember.
1.4 Manfaat
Manfaat dilakukannya praktikum ini adalah dapat memberikan informasi
mengenai jenis-jenis Lichen yang berpotensi sebagai bioindikator pencemaran
udara, sehingga jenis

Lichen tersebut dapat dijadikan sebagai metode

alternatif pemantauan kualitas udara yang murah dan ramah lingkungan di masa
yang akan datang.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Lichen


Lichen (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan algae sehingga
secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut kerak ini hidup
secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub
utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi.
Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam
pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada
bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichen tidak memerlukan syarat hidup yang
tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichen
yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi
tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali. Lichens
menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia yang unik untuk dapat beradaptasi
pada habitat yang ekstrim. Senyawa tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik
matahari, mengusir atau menolak (repellen) herbivora, membunuh mikroba dan
mengurangi kompetisi dengan tumbuhan, dan lainnya. Diantaranya berbagai jenis
pigmen dan antibiotik yang juga membuat lichen ini sangat berguna bagi manusia
pada masyarakat tradisional. Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi
seperti putih, hijau keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah dan hitam (
Sebagian besar lichen tumbuh secara ekstrim lambat untuk tumbuh 2 cm
saja, lichens yang tumbuh pada batu bisa menempuh waktu bertahun-tahun.
Pengukuran pertumbuhan lichen, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih
3 cm/tahun tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan yang
turun dan sinar matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya. Walaupun
lichen hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan, lichens
sangat sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah
yang mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini
terjadi lichen dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan udara
dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan
seperti SO2 sangat mudah masuk (
Struktur morfologi lichen yang tidak memiliki lapisan kutikula, stomata
dan organ absorptif, memaksa lichen untuk bertahan hidup di bawah

cekaman polutan yang terdapat di udara. Jenis lichen yang toleran dapat bertahan
hidup di daerah dengan kondisi lingkungan yang udaranya tercemar. Sementara
itu, jenis lichen yang sensitif biasanya tidak dapat ditemukanpada daerah dengan
kualitas udara yang buruk. Perbedaan sensitifitas lichen terhadap polusi
udara berkaitan erat dengan kemampuannya mengakumulasi polutan (Conti dan
Ceccheti 2000). Sensitifitas lichen terhadap pencemaran udara dapat dilihat
melalui perubahan keanekaragamannya dan akumulasi polutan pada talusnya.
Pemanfaatan lichen sebagai bioindikator telah digunakan di berbagai kota di
Indonesia.

2.2

Manfaat

dan

Keunggulan

Lichen

sebagai

Bioindikator

pada

Biomonitoring Pencemaran Udara


Biomonitoring adalah penggunaan respon biologi secara sistematik untuk
mengukur dan mengevaluasi perubahan dalam lingkungan, dengan menggunakan
bioindikator. Sedangkan bioindikator adalah organisme atau respons biologis yang
menunjukan masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Salah satu cara pemantauan
pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator.
Tumbuhan adalah bioindikator yang baik dan daun adalah bagian tumbuhan yang
paling peka pencemar. Jenis-jenis tumbuhan bioindikator pencemaran udara antara
lain adalah dari spesies Bryophyta, Lichen, dan tumbuhan tingkat tinggi (Wijaya,
2012).
Lumut kerak atau lichen adalah salah satu organisme yang dapat
digunakan sebagai bioindikator adanya pencemaran udara karena lumut kerak
mudah menyerap zat-zat kimia yang ada di udara dan dari air hujan. Selain itu,
lumut kerak mempunyai akumulasi klorofil yang rendah, tidak mempunyai
kutikula, sensitif terhadap pencemaran udara, mengabsorbsi air dan nutrien secara
langsung dari udara, dan dapat mengakumulasi berbagai material tanpa seleksi
serta bahan yang terakumulasi tidak akan terekskresikan lagi. Adanya kemampuan
ini menjadikan lumut kerak sebagai bioindikator yang baik untuk melihat adanya

suatu kondisi udara pada suatu daerah yang tercemar atau sebaliknya. Lumut
kerak sangat berguna dalam menunjukkan beban polusi yang terjadi dalam waktu
yang lama. Untuk melihat apakah udara pada suatu daerah telah tercemar atau
tidak, dapat di lihat dari pertumbuhan lumut kerak yang menempel di pohonpohon atau batu. Lumut kerak yang berada pada suatu daerah yang telah tercemar
akan menunjukkan respon pertumbuhan yang kurang baik dibandingkan dengan
lumut kerak yang tumbuh subur di daerah yang tidak tercemar, seperti berubah
warna menjadi pucat (Usuli, 2013).
Upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran atau polusi udara adalah
dengan jalan alternatif yang murah dan lebih sederhana namun tetap efektif serta
akurat dimana salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan tumbuhan
lichen sebagai bioindikator dalam pemantauan kualitas udara atau yang dikenal
dengan biomonitoring. Pemantauan kualitas udara suatu wilayah biasanya
menggunakan pengukuran tingkat polusi udara secara fisika-kimia, dimana
penggunaan metode tersebut menghasilkan hasil yang objektif dan akurat. Akan
tetapi metode fisik dan kimia tidak memberikan informasi yang cukup tentang
risiko yang terkait dengan eksposur (paparan). Sebaliknya, metode biologis
memungkinkan penilaian langsung dari resiko eksposur. Data biologis dapat
digunakan untuk memperkirakan dampak lingkungan dan dampak potensial
terhadap organisme lain, termasuk manusia. Dibandingkan pemantauan secara
fisik dan kimia, data biologis tidak perlu dilakukan secara terus menerus,
melainkan dapat dilakukan secara periodik. Pemantauan fisika-kimia memerlukan
penggunaan peralatan yang mahal dan tenaga yang terampil, serta pemeliharaan
yang teratur dan tersedianya suku cadang. Sedangkan pemantauan biologi
umumnya lebih murah daripada metode lain dan dengan demikian sangat cocok
untuk pemantauan jangka panjang di daerah yang luas tanpa menyediakan
peralatan yang canggih dan berteknologi tinggi (Wijaya, 2012).

Anda mungkin juga menyukai