Anda di halaman 1dari 93

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN GAGAL JANTUNG


KONGESTIF DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI RUANG LAMBU BARAKATI RSUD BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

OLEH:

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari

OLEH

AISYAH NUR OKTAVIA


P00320018004

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
2021

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : Aisyah Nur Oktavia

NIM : P00320018004

Institusi Pendidikan : Poltekkes Kemenkes Kendari

Judul KTI : ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. N


DENGAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI DI RUANG LAMBU BARAKATI
RSUD BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI
TENGGARA

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini adalah benar-
benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil
ciplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, Juni 2021


Yang Membuat Pernyataan

(Aisyah Nur Oktavia)

ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

1. Nama Lengkap : Aisyah Nur Oktavia

2. Tempat, tanggal Lahir : Kendari, 3 Oktober 2000

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Suku/Kebangsaan : Muna / Indonesia

6. Alamat : Desa Lambusa, Kecamatan Konda

7. No. Telp/HP : 085255109758

II. PENDIDIKAN

1. SDN Lambusa, Tamat 2012

2. SMPN 1 Konda, Tamat 2015

3. SMAN 5 Kendari, Tamat 2018

4. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun 2018 s/d

2021

v
MOTTO

BANYAK DARI KEGAGALAN HIDUP ADALAH ORANG-ORANG YANG

TIDAK MENYADARI BETAPA DEKATNYA MEREKA DENGAN

KESUKSESAN KETIKA MEREKA MENYERAH

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat dan
karunia-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Gagal Jantung Kongestif Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, saya banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. terkhusus dosen pembimbing I dan

pembimbing II yang telah ikhlas meluangkan waktunya untuk membimbing selama

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan

terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Ibu Askrening, SKM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik kesehatan kendari.

2. Bapak dr. H. Hasmudin, Sp. B. selaku Kepala RS Bahteramas yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

3. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik kesehatan kendari juga sekaligus pembimbing I yang telah

membimbing saya dengan sebaik-baiknya demi tercapainya Karya Tulis Ilmiah

ini.

4. Kepala ruangan Lambu Barakati beserta anggota yang telah mengizinkan dan

membimbing penulis dalam melakukan penelitian.

5. Ibu Reni Devianti Usman, M.Kep.,Sp.KMB, selaku Sekretaris Jurusan

Keperawatan Politeknik kesehatan kendari.

6. Ibu Hj. Dali, SKM., M.kes, selaku pembimbing II yang telah membimbing saya

dengan sebaik-baiknya demi tercapainya Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
7. Bapak H. Taamu, A. Kep., S.Pd., M. Kes , Ibu Asminarsih Z.P,S.Kep., Ns.,

M.Kep., Sp. Kom dan Hj. Sitti Rachmi Misbah, S.Kp., M. Kes. selaku Dosen-

Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan-masukan sehingga

Karya Tulis Ilmiah ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

8. Kepada Seluruh Dosen dan Staf Politeknik kesehatan kendari Jurusan

Keperawatan yang membantu penulis dalam menempuh pendidikan.

9. Kepada orang tua saya tercinta, Alm. Azmani dan Waode Arni. Kakak saya

tercinta Sholeh Adi Sudarajad dan Baharudin Yusuf Adi dan segenap keluarga

yang telah memberikan doa, dukungan dan motivasi. Sekali lagi terimakasih

kepada keluarga besar saya yang telah memberi perhatian yang lebih selama

saya menempuh kuliah saya, dan segala pengorbanannya selama ini sampai

saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah saya.

10. Tak lupa juga saya mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat, teman

keperawatan angkatan 2018. semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

dimasa yang akan datang.

Kendari, Juni 2021

Penulis

viii
ABSTRAK

Aisyah Nur Oktavia (P00320018004). Asuhan Keperawatan Pada Ny. N


Dengan Gagal Jantung Kongestif Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
Di Ruang Lambu Barakati RUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara..
Pembimbing I (Indrinono Hadi, S.Kep., Ns., M.Kes) pembimbing II (Dali,
SKM., M.Kes).

Latar Belakang : Gagal Jantung Kongestif adalah sindrom klinis progresif yang
disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Mengatur
pasien dalam posisi tidur semi fowler akan membantu menurunkan konsumsi
oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-paru maksimal serta mengatasi
kerusakan. Data riskesdas 2018 mengungkapkan tiga provinsi dengan prevalensi
penyakit jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, Daerah Istimewa
Yogyakarta 2%, dan Gorontalo 2%. Dari data riskesdas di ketahui bahwa Sulawesi
Tenggara memiliki prevalensi 1,4%. Dari hasil pengambilan data awal di RSUD
Bahteramas Prov. Sulawesi Tenggara, pasien rawat inap dengan penyakit gagal
jantung tahun 2018 berjumlah 620 orang, tahun 2019 berjumlah 182 orang dan
tahun 2020 berjumlah 441 orang. Tujuan : studi kasus ini bertujuan untuk
menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada Ny. N. Dengan Gagal
Jantung Kongestif Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu
Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawei Tenggara. Metode : Penelitian ini
dilakukan dengan rancangan untuk studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny. N
Dengan Gagal Jantung Kongestif Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di
Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil :
Masalah keperawatan yang didapatkan pada Ny. N adalah Pola Napas Tidak
Efektif dengan intervensi Manajemen Jalan Napas yang dilakukan selama 4 hari
teratasi dan membaik dengan melakukan Perubahan Posisi Semi Fowler .
Kesimpulan : Masalah keperawatan Pola Napas Tidak Efektif dengan Luaran Pola
Napas membaik dan intervensi manajemen jalan napas, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 4 hari dari diagnosa tersebut, diagnosa tersebut dapat teratasi.

Kata Kunci : CHF, Asuhan Keperawatan, Posisi semi fowler, Kebutuhan


Oksigenasi
Pustaka : (2009-2020)

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i


HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN ........................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................v
MOTTO .............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................vii
ABSTRAK .........................................................................................................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................4
C. Tujuan Studi Kasus ..........................................................................4
D. Manfaat Studi Kasus ........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Gagal Jantung Kongestif...........................................6
B. Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi ..............................................18
C. Analisis Tindakan Keperawatan.......................................................32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Studi Kasus ....................................................................41
B. Subyek Studi Kasus..........................................................................41
C. Fokus Studi Kasus ............................................................................41
D. Definisi Operasional .........................................................................41
E. Tempat Dan Waktu ..........................................................................43
F. Pengumpulaan Data..........................................................................44
G. Penyajian Data..................................................................................45
H. Etika Penelitian ................................................................................45
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil studi kasus ...............................................................................47
B. Pembahasan ......................................................................................62
C. Keterbatasan Studi Kasus .................................................................68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................69
B. Saran .................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan GJK ....................................................... 14

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi .......................... 28

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ................................................. 55

Tabel 4.4 Daftar Obat Klien ......................................................................... 55

Tabel 4.5 Analisa Data ................................................................................. 56

Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan................................................................ 57

Tabel 4.7 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .................................... 58

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informasi & Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)


Lampiran 2 Standar Operasional Prosedur
Lampiran 3 Surat Ijin Pengambilan Data Awal
Lampiran 4 Surat Telah Melakukan Pengambilan Data Awal
Lampiran 5 Surat Keterangan Bebas Administrasi
Lampiran 6 Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 7 Bukti Proses Bimbingan

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal Jantung Kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan

oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al. 2015). Pasien dengan gagal

jantung biasanya terjadi tanpa tanda dan gejala sesak napas yang spesifik pada

saar istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga, retensi

air seperti kongestif paru, edema tungkai, terjadi abnormalitas dari struktur dan

fungsi jantung (Setiani, 2014). Gagal jantung kongestif dapat diartikan sebagai

suatu kondisi dimana jantung tidak lagi mampu memompa darah, sehingga

kebutuhan sel-sel tubuh akan metabolisme dan oksigen tidak adekuat (Udjianti,

2013).

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar

yang digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh mempertahankan

hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh (Andarmoyo, 2012).

Posisi adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan

posisi tubuh dalam meningkatkan kesejahteraan atau kenyamanan fisik dan

psikologis. Aktivitas intervensi keperawatan yang dilakukan untuk oasien

gagal jantung diantaranya menemptakan tempat tidur yang terapiutik,

mendorong pasien meliputi perubahan posisi, memonitor status oksigen

sebelum dan sesudah perubahan posisi, tempatkan posisi dalam kondisi body

aligement, posisikan untuk mengurangi dyspnea seperti posisi semi-fowler,

tinggikan 45o atau lebih diatas jantung untuk memperbaiki aliran balik.

1
Mengatur pasien dalam posisi tidur semi fowler akan membantu

menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-paru

maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan

perubahan membrane alveolus. Dengan posisi semi fowler, sesak napas

berkurang dan sekaligus akan meningkatkan durasi tidur klien (dikutip dalam

Melanie, 2014)

Menurut World Health Oragnization (WHO, 2016) angka kematian di

dunia akibat gagal jantung mencapai 17,5 juta orang pertahun. Kasus penyakit

gagal jantung terus mengalami peningkatan di seluruh dunia, di Amerika

Serikat kasus penyakit gagal jantung mencapai 550 ribu kasus per tahun. Data

tahun 2015 menunjukan bahwa 70 persen kematian didunia disebabkan oleh

penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4 juta kematian. Dari

seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut, 45%

disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah dengan total 17,7 juta

daru 39,5 juta kematian (WHO, 2015).

Hasil riset kesehatan dasar Kementerian kesehatan, data menunjukan

prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia yaitu

sebesar 1,5% dari total penduduk. Data riskesdas 2018 mengungkapkan tiga

provinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi yaitu Provinsi

Kalimantan Utara 2,2%, Daerah Istimewa Yogyakarta 2%, dan Gorontalo 2%.

Dari data riskesdas di ketahui bahwa Sulawesi Tenggara memiliki prevalensi

1,4% (Riskesdas 2018). Dari hasil pengambilan data awal di RSUD

Bahteramas Prov. Sulawesi Tenggara, pasien rawat inap dengan penyakit gagal

2
jantung tahun 2018 berjumlah 620 orang, tahun 2019 berjumlah 182 orang dan

tahun 2020 berjumlah 441 orang (Rekam Medik RSUD Bahtermas).

Penyakit jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu masalah

penting kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang utama

sehingga sangat diperlukan peran perawat dalam penanganan pasien gagal

jantung. Adapun peran perawat dalam hal ini adalah sebagai care giver yang

merupakan peran dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan

pemecahan masalah sesuai dengan metode dan proses keperawatan yang terdiri

dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi sampai

evaluasi (Gledis & Gobel 2016). Selain itu perawat juga berperan melakukan

pendidikan kepada pasien dan keluarga untuk mempersiapkan kebutuhan untuk

perawatan tindak lanjut dirumah (Pertiwiwati & Rizany, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Muzaki dan Yuli Ani,

mengemukakan bahwa penerapan posisi semi fowler (posisi duduk 45o) selama

3 x 24 jam sesuai dengan SOP dapat membantu mengurangi sesak napas dan

membantu mengoptimalkan RR pada klien sehingga masalah pola napas tidak

efektif dapat teratasi. Peneliti juga menyimpulkan intervensi pengaturan sudut

posisi tidur secara bermakna dapat menghasilkan respirasi yang baik, sehingga

bisa dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk mengoptimalkan pola

napas tidak efektif.

Menurut data yang telah dipaparkan diatas, meskipun gagal jantung

bukanlah penyakit 10 terbanyak di Indonesia namun peningkatan angka kasus

penyakit gagal jantung di Indonesia yang terus meningkat di setiap tahunnya.

Sehingga hal itu yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat masalah

3
tersebut dalam karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada

Ny. N Dengan Gagal Jantung Kongestif Dalam Pemenuhan Kebutuhan

Oksigenasi Di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah penerapan Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan CHF

Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Di Ruang Lambu Barakati RS

Bahteramas?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada Ny. N. Dengan

Gagal Jantung Kongestif Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di

Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawei Tenggara.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian keperawatan pada Ny. N dengan gagal

jantung kongestiff dalam pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di ruang

Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan pada Ny. N dengan gagal

jantung kongestiff dalam pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di ruang

Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

c. Menggambarkan intervensi keperawatan pada Ny. N dengan gagal

jantung kongestiff dalam pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di ruang

Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

4
d. Menggambarkan implementasi keperawatan pada Ny. N dengan gagal

jantung kongestiff dalam pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di ruang

Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

e. Menggambarkan evaluasi keperawatan pada Ny. N dengan gagal

jantung kongestiff dalam pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di ruang

Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Pihak Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan secara komperehensif khususnya penerapan posisi

semi fowler.

2. Pihak Institusi Poltekkes Kemenkes Kendari

Sebagai bahan referensi tentang penerapan posisi semi fowler terhadap

kepatenan jalan napas pada asuhan kepererawatan pasien dengan gagal

jantung sehingga dapat digunakan bagi praktik mahasiswa keperawatan.

3. Masyarakat

Pada masyarakat yang mengalami gangguan pada sistem pernapasan

khususnya gagal jantung dalam mengelola keefektifan jalan nafas. dalam

pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien gagal jantung kongestif..

4. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan oksigen

pada pasien gagal jantung.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gagal Jantung Kongestif

1. Pengertian

Gagak Jantung Kongestif merupakan suatu keadaan patologis yaitu

kelainan fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat

memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian

(Muttaqin,2012). Gagal Jantung Kongestif adalah ketidakmampuan

jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi

kebutuhan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan (Smeltzert

& Bare, 2013).

Menurut J. Charles Reeves (2001) dalam Wijaya & Yessi (2013),

Gagal Jantung Kongestif adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai

pemompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak

cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.

2. Etiologi

Menurut Alldredge et al. (2013), penyebab gagal jantung terdiri atas :

a. Output rendah, disfungsi sistolik (dilatasi kardiomipati) dapat

disebabkan iskemik koroner, Infark miokard, regurgitasi, konsumsi

alkohol, kekurangan gizi, kekurangan kalsium dan kalium, induksi

obat, 8 idiopatik. Juga dapat disebabkan hipertensi, stenosis aorta

dan volume overload.

6
b. Disfungsi diastolik dapat disebabkan iskemik koroner, infark

miokard, hipertensi, stenosis aorta dan regurgitasi, perikarditis,

pembesaran septum ventrikel kiri.

c. High-output failure disebabkan oleh anemia dan hipertiroid.

3. Manifestasi Klinik

Menurut NHFA (2011) gagal jantung kongestif sebagai berikut :

a. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien,

awalnya sesak dengan aktifitas berat, tetapi kemudian berkembang

pada tingkat berjalan dan akhirnya saat istirahat.

b. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur.

Hal ini menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh

gagal jantung, tetapi terjadi pada tahap berikutnya.

c. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa

gejala lebih cenderung disebabkan oleh gagal jantung, tetapi sebagian

besar pasien dengan gagal jantung tidak memiliki PND.

d. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari.

e. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada

kondisi yang lain.

f. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia.

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung kongestif meliputi

gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah

jantung lebih dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik

dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO

7
: Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X

volume sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi

sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis

akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah

jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan

perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang

harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung (Smeltzer

& Bare, 2013).

Pada gagal jantung kongestif dengan masalah utama kerusakan dan

kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah

jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah

darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor;

preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan

hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang

mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan

oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada

perubahan kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan

berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar

kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus

dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang

ditimbulkan oleh tekanan arteriole (Brunner & Suddarth, 2013).

Ketika jantung mulai gagal, tubuh mengaktifkan beberapa kompleks

mekanisme kompensasi dalam upaya untuk mempertahankan cardiac

output dan oksigenasi organ vital. Hal ini termasuk peningkatan simpatik,

8
aktivasi Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS), natrium dan

retensi air dan neurohormonal adaptasi, yang menyebabkan jantung

remodeling (dilatasi ventrikular, hipertrofi jantung dan perubahan bentuk

lumen ventrikel kiri (Dipiro, 2015).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang Pada pasien gagal jantung kongestif dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain:

a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia

dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi,

fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih

setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventricular.

b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan

dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas

ventricular.

c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan

pergerakan dinding.

d. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan

stenosis katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner.

Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran

abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas. (Udjianti, 2010)

9
6. Pathway penyimpangan KDM pada Gagal Jantung Kongestif

Disfungsi Miokard Beban tekanan beban sistolik peningkatan beban


volume
(AMI), Miokarditis berlebihan berlebihan keb. Metabolism berlebihan

Kontraktilitas beban systole Preload

Kontraktilitas

Hambatan Pengosongan
Ventrikel

COP

Beban Jantung Meningkat Gagal Jantung Kanan

CHF

CHF

Gagal pompa Ventrikel kiri Gagal pompa Ventrikel kanan

Forward Failure Backward Failure Tekanan Diastole

LVED naik

Suplai daerah jar. Suplai O2 otak Renal flow Tek. Vena pulmonalis Bendungan sistem
kanan

Metab. Anaerob RAA Tek. Kapiler paru


Sinkop

Asidosis metabolik Penurunan Aldosteron edema paru Beban Ventrikel


Perfusi Jaringan

penimbunan as laktat ADH Bendungan vena


sistemik
& ATP

Fatique retensi Na+H2O ronkhi basah hipertropi ventrikel Lien Hepar


kanan

intoleransi aktivitas Hipervolemia Iritasi mukosa penyempitan lumen Splenomegali


Hepatomegal
paru ventrikel kanan

Reflek batuk mendesak


diafragma

Gangguan Pertukaran Gas Penumpukan Secret sesak napas

Pola Napas Tidak Efektif

10
7. Asuhan Keperawatan

a. Fokus Pengkajian

1) Pengkajian Primer

a) Airways

Sumbatan atau penumpukan sekret, wheezing atau krekles

b) Breathing

(1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

(2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

(3) Ronchi, krekles

(4) Ekspansi dada tidak penuh

(5) Penggunaan otot bantu nafas

c) Circulation

(1) Nadi lemah , tidak teratur

(2) Takikardi

(3) TD meningkat / menurun

(4) Edema

(5) Gelisah

(6) Akral dingin

(7) Kulit pucat, sianosis

(8) Output urine menurun

2) Pengkajian Sekunder

a) Riwayat Keperawatan:

(1) Keluhan

(a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).

11
(b) Palpitasi atau berdebar-debar.

(c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau

orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk

(hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua

buah. d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah

(d) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan12

(e) Insomnia

(f) Kaki bengkak dan berat badan bertambah h) Jumlah

urine menurun

(g) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

(2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark

miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan

disritmia.

(3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan,

alkohol.

(4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan

fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi

terhadap obat tertentu.

(5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.

(6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka

waktu

(7) Postur, kegelisahan, kecemasan

12
(8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau

COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan

kerja jantung dan mempercepat perkembangan GJK.

(h) Pemeriksaan Fisik

(1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan,

kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace

lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial

presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans,

Gallop’s, murmur.

(2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan

(ronkhi, rales, wheezing)

(3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O,

hepatojugular refluks

(4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa

cemas/ takut yang kronis

(5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites

(6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik

(7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,

diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.

b. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi jantung

2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya napas

3. Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi

13
c. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Gagal Jantung Kongestif

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung


jantung b/d perubahan selama 3 x 24 jam diharapkan Curah Observasi
frekuensi jantung Jantung meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda/gejala primer oenurunan
1. Palpitasi dari cukup meningkat curah jantung
menjadi cukup menurun 2. Monitor tekanan darah
2. Bradikardi dari cukup meningkat 3. Monitor keluhan nyeri dada
menjadi cukup menurun Terapiutik
3. Lelah dari cukup menignkat menjadi 4. Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler
cukup menurun dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
4. Tekanan darah dari cukup memburuk 5. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
menjadi cukup membaik
modifikasi gaya hiduo sehat
6. Berika oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
7. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
8. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian antiaritmia

14
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tidnakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
b/d hambatan upaya selama 3 x 24 jam, diharapkan Pola Napas Observasi
napas membaik dengan kkriteria hasil: 1. Monitor pola napas
1. Dispnea dari cukup meningkat 2. Monitor bunyi napas
menjadi cukup menurun Terapiutik
2. Penggunaan otot bantu napas dari 3. Posisikan semi fowler atau fowler
meningkat menjadi menurun 4. Berikan minum air hangat
3. Pemanjangan fase ekspirasi dari 5. Berikan oksigen
meningkat menjadi menurun Edukasi
4. Ortopnea dari cukup meningkat 6. Ajarkan teknik batuk efekti, jika diperlukan
menjadi cukup menurun Kolaborasi
5. Frekuensi napas dari cukup 7. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
memburuk menjadi cukup membaik espektoran, mukolitik, jika perlu

3 Hipervolemia b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipervolemia


gangguan mekanisme selama 3 x 24 jam diharapkan Observasi
regulasi Keseimbangan Cairan meningkat dengan 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
kriteria hasil: 2. Monitor status hemodinamik
1. Edema dari cukup menignkat 3. Monitor kecepatan infus secara ketat
menjadi cukup menurun Terapiutik
2. Dehidrasi dari cukup meningkat 4. Timbang berat badan setiap hari pada waktu
menjadi cukup menurun yang sama
3. Tekanan darah dari cukup memburuk 5. Batasi asupan cairan dan garam
menjadi cukup membaik Edukasi

15
6. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/jam dalam 6 jam
7. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian diuretic

16
d. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai

dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan

kolaborasi. Tindakan keperawatan mandiri merupa kan tindakan

berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk

tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah

tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan

dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi

keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi

keperawatan yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

prioritas.

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan

keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010).

Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif

yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah

evaluasi yang dilaksanakan terus menerus terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi

kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah

disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

17
B. Kebutuhan Dasar Oksigen

1. Pengertian

Menurut Andarmoyo (2012) oksigenasi adalah kebutuhan dasar

manusia yang paling mendasar. Dalam kaitannya dengan pemenuhan

kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari peranan fungsi sistem pernapasan

dan kardiovaskular yang menyuplai kebutuhan oksigen tubuh.

Menurut Fitriani (2015) keberadaan oksigen merupakan salah satu

komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolism dan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal

elemen ini diperoleh dengan cara menghirp O2 setiap kali bernapas dari

atmosfer. Oksigen untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

2. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalan Kebutuhan Oksigenasi

Sistem tubuh yang berperan dalam membantu dalam pemenuhan

kebutuhan oksigenasi adalah sebagai berikut:

Saluran pernapasan bagian atas, terdiri atas:

a. Hidung, proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui

hidung.

b. Faring, merupakan pipa yang memiliki otot

c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring

d. Epiglottis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup

laring saat proses menutup.

Saluran pernapasan bagian bawah, terdiri atas:

18
a. Trachea, merupakan kelanjutan dari laring sampai kira-kira

ketinggian vertebrae torakalis kelima.

b. Bronkus, merupakan kelanjutan dari trachea yang bercabang

menjadi bronkus kanan dan kiri.

c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronkus.

d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran

oksigen dengan karbondioksida.

e. Paru-paru (pulmo), paru-paru merupakan organ utama dalam sistem

pernapasan.

3. Proses Oksigenasi

Menurut Aziz Alimul (2006) menyebutkan proses oksigenasi adalah:

a. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari

atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses

ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan

tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka

tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah

tempat tekanan udara semakin tinggi. Pengaruh proses ventilasi

lainnya adalah kemampuan paru untuk mengembang dan kemampuan

kontaksi menyempitnya paru. Beberapa factor yang mempengaruhi

ventilasi yaitu adanya konsentrasi oksigen di atmosfer, adanya kondisi

jalan napas yang baik, adanya kemampuan toraks dan alveoli pada

paru-paru dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.

b. Difusi Gas

19
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli

dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses

pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya

permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang

terdiri dari epitel alveoli dan interstisial, dan perbedaan tekanan dan

konsentrasi O2 (O2 dari alveoli masuk ke dalam darah karena tekanan

O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah

vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).

c. Transportasi Gas

Transportasi gas adalah proses pendistribusian O2 kapiler ke

jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu curah jantung, kondisi

pembuluh darah, latihan, perbandingan sel darah dengan darah secara

keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengauhi fungsi pernapasan,

yaitu:

a. Status kesehatan

orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi

berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan tubuh

secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit

jantung ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan

dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Penyakit pada sistem

kardiovaskuler berakibat berakibat pada terganggunya pengiriman

20
oksigen ke sel-sel tubuh Selain itu penyakit-penyakit pada sistem

pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen

darah. (Asmadi, 2008)

b. Lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi

oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2 sehingga

makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya

individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan 26

jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang

meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer

akan berdilatasi sehingga darah akan mengalir ke kulit.

Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan

mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan

oksigen juga akan meningkat

c. Gaya Hidup

Kebiasaan merokok akan mempengaruhi status oksigenasi

seseorang sebab merokok dapat memperburuk penyakit arteri

koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam

rokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer

dan pembuluh darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan

menurun.

d. Gangguan Oksigenasi

Permasalahan pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak

terlepas dari adanya gangguan sistem respirasi dan sistem

21
kardiovaskular. Secara garis besar, gangguan respirasi

dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan irama/ frekuensi

pernapasan, insufisiensi pernapasan dan hipoksia.

e. Usia

Perubahan yang terjadi karena penuaan yang mempengaruhi

sistem pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem

mengalami gangguan akibat perubahan seperti emosional,

pembedahan, anestesi atau prosedur lain. Peubahan-perubahan

tersebut adalah dinding nada dan jalan napas menjadi lebih kaku dan

kurang elastis, jumlah batuk dan kerja silia berkurang, membrane

mukosa menjadi lebih kering dan rapuh, terjadi penurunan kekuatan

otot dan daya tahan, keadekuatan ekspansi paru dapat menurun,

penurunan efisiensi sistem imun. Seiring dengan pertambahan umur,

kapasitas paru juga akan menurun. Kapasitas paru orang berumur 30

tahun ke 27 atas ratarata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan pada orang

yang berusia 50 tahunan kapasitas paru kurang dari 3.000 ml.

f. Luas permukaan tubuh

Luas permukaan tubuh berkaitan erat dengan berat badan

dan tinggi badan. Semakin luas luas permukaan tubuh maka semakin

banyak oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh 28 h. Jenis kelamin

Kapasitas vital paru berpengaruh terhadap jenis kelamin seseorang.

Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 %

lebih kecil dari pada pria (Guyton & Hall, 2008). Kapasitas paru

pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1

22
L. Frekuensi pernapasan pada laki-laki lebih cepat dari pada

perempuan karena laki-laki membutuhkan banyak energi untuk

beraktivitas, berarti semakin banyak pula oksigen yang diambil dari

udara hal ini terjadi karena lelaki umumnya beraktivitas lebih

banyak dari pada perempuan.

5. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Dimulai dengan mengumpulkan data tentang:

1) Biodata pasien (umur, sex. Pekerjaan, pendidikan)

2) Keluhan utama dan riwayat keluhan utama

3) Riwayat perkembangan

4) Riwayat kesehatan keluarga

5) Riwayat social

6) Riwayat psikologis

7) Riwayat spiritual

8) Pemeriksaan Fisik

a) Hidung dan sinus

i) Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi,

mukosa ( warna, bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan

hidung.

ii) Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris

b) Faring

i) Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak

c) Trakea

23
i) Palpasi : dengan cara berdiri kesamping kanan pasien,

letakkan jari tengah pada bagian bawah trachea dan raba

trakea ke atas, kebawah dan kesamping sehingga

kedudukan trakea dapat diketahui.

d) Thoraks

i) Inspeksi :

(1) Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah

pernapasan kronis klavikulanya menjadi elevasi

keatas.

(2) Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang

dewasa

(3) Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan atau

frekuensi

(4) Status frekuensi

b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan buku Standar Diagnosis keperawatan Indonesia

(SDKI, 2016) menjelaskan diagnosis keperawatan yang sering

muncul pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi adalah:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif

Yaitu ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan

napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

Tanda-tandanya:

24
a) Batuk tidak efektif

b) Tidak mampu batuk

c) Sputum berlebih

d) Mengi, wheezing, dan/atau ronkhi kering

e) Mekonium di jalan napas (pada neonates)

f) Dispnea

g) Sulit berbicara

h) Ortopnea

i) Gelisah

j) Sianosis

k) Bunyi napas menurun

l) Frekuensi napas berubah

m) Pola napas berubah

2. Pola napas tidak efektif

Yaitu inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberikan

ventilasi adekuat.

Tanda-tandanya:

a) Dispnea

b) Penggunaan otot bantu pernapasn

c) Fase ekspirasi memanjang

d) Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,

hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)

e) Ortopnea

f) Pernapasan pursed-lip

25
g) Pernapasan cuping hidung

h) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

i) Ventilasi semenit menurun

j) Kapasitas vital menurun

k) Tekanan ekspirasi menurun

l) Tekanan inspirasi menurun

m) Ekskursi dada berubah

3. Gangguan pertukaran gas

Kelebihan atau kekurangan oksigen dan atau eliminasi

karbondioksida pada membrane alveolus kapiler

Tanda-tandaya:

a) Dispnea

b) PCO2 meningkat/menurun

c) PO2 menurun

d) pH arteri meningkat/menurun

e) bunyi napas tambahan

f) pusing

g) penglihatan kabur

h) sianosis

i) diaphoresis

j) gelisah

k) napas cuping hidung

l) pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,

dalam/dangkal)

26
m) warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)

n) kesadaran menurun

27
c. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Latihan Batuk Efektif
tidak efektif b/d benda selama 3 x 24 jam diharapkan Bersihan Observasi
asing dalam jalan napas Jalan Napas Meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi kemampuan batuk
hasil: 2. Monitor adanya retensi sputum’monitor
1. Batuk efektif dari cukup menurun tanda dan gejala infeksi saluran napas
menajdi cukup meningkat Terapiutik
2. Produksi sputum dari cukup 3. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
meningkat menjadi cukup meurun 4. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
3. Mengi dari cukup meningkat menjadi pasien
cukup menurun 5. Buang secret pada tempat sputum
4. Wheezing dari cukup meningkat Edukasi
menjadi cukup menurun 6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
7. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
8. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

28
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tidnakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
b/d hambatan uoaya selama 3 x 24 jam, diharapkan Pola Napas Observasi
napas membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas
1. Dispnea dari cukup meningkat 2. Monitor bunyi napas
menjadi cukup menurun Terapiutik
2. Penggunaan otot bantu napas dari 3. Posisikan semi fowler atau fowler
4. Berikan minum air hangat
meningkat menjadi menurun
5. Berikan oksigen
3. Pemanjangan fase ekspirasi dari
Edukasi
meningkat menjadi menurun
6. Ajarkan teknik batuk efekti, jika diperlukan
4. Ortopnea dari cukup meningkat
Kolaborasi
menjadi cukup menurun
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
5. Frekuensi napas dari cukup
espektoran, mukolitik, jika perlu
memburuk menjadi cukup membaik

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Respirasi


gas b/d selama 3 x 24 jam diharapkan Pertukaran Observasi
ketidakseimbangan Gas meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
ventilasi-perfusi 1. Dyspnea dari cukup meningkat upaya napas
menjadi cukup menurun 2. Monitor kemampuan batuk efektif
3. Monitor pola napas
2. Bunyi napas tambahan dari cukup
4. Auskultasi bunyi napas
meningkat menjadi cukup menurun
Terapiutik
3. Pusing dari cukup meningkat
menjadi cukup menurun

29
5. Atur interval pemnatuan respirasi sesai
kondisi pasien
6. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
8. Informasikan hasil pemantauan, Jika perlu

30
d. Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang

telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.

Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan berdasarkan

analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga

kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan

keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter atau

tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan

pada studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang

telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan

keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010).

Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif

yang disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah

evaluasi yang dilaksanakan terus menerus terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi keperawatan pada studi

kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah

disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

31
C. Analisis Tindakan Keperawatan : Penerapan Posisi Semi Fowler terhadap

Kepatenan Jalan Napas

1. Definisi

Posisi semi fowler adalah sebuah posisi setengah duduk atau duduk

dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan menjadi 45o

dan posisi ini dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan

kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien (Musrifatul dan

Aziz, 2008). Tujuan dan mekanisme dilakukan posisi ini adalah untuk

memfasilitasi pasien yang sedang kesulitan bernapas. Dikarenakan ada

gaya gravitasi yang menarik diafragma kebawah sehingga ekspansi paru

lebih baik pada posisi semi fowler.

2. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Posisi Semi Fowler

Terapi non farmakologis yang biasa dilakukan untuk menurunkan

sesak napas pada pasien CHF adalah dengan mengatur posisi klien dengan

posisi semi fowler. Dengan menggunakan posisi semi fowler yaitu dengan

menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan

mengurangi tekanan dari visceral abdomen pada diafragma sehingga dapat

terangkat dan paru akan bernapas dengan maksimal dan volume tidal

terpenuhi, maka sesak napas dan penurunan saturasi oksigen akan

berkurang.

3. Prosedur Posisi Semi Fowler

a. Definisi

Posisi semi fowler adalah cara berbaring dengan posisi setengah

duduk.

32
b. Indikasi

Indikasi dari posisi semi fowler adalah:

1. Pasien dengan sesak napas

2. Pasien pasca operasi trauma hidung, thoraks

3. Pasien dengan gangguan ternggorokan yang memproduksi

sputum, aliran gelembung dan kotoran pada saluran pernapasan.

4. Pasien dengan imobilisasi, penyakit jantung asma bronchial dan

post partum

c. Kontra Indikasi

1. Pasien dengan psot operasi servicalis vertebra

2. Contisio cerebri atau geger otak

3. Memar otak

4. Persiapan alat

1. Sandaran punggung atau kursi

2. Bantal atau balok penahan kaki tempat tidur bila perlu

3. Tempat tidur khusus

5. Prosedur pelaksanaan

a) Tahap pra interaksi

1. Cek catatan keperawatan

2. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan

kontra indikasi

3. Siapkan alat dan bahan

4. Cuci tangan

b) Orientasi

33
1. Beri salam kepada pasien

2. Menanyakan keluhan

3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya pemberian terapi

posisi semi fowler pada pasien

4. Berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya

c) Tahap Kerja

1. Pasien didudukkan, sandaran punggung atau kursi diletakkan

di bawah atau di atas kasur di bagian kepala, diatur sampai

setengah duduk dan rapikan. Bantal disusun menurut

kebutuhan. Pasien dibaringkan kembali dan pada ujung

kakinya di pasang penahan

2. Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat

tidurnya langsung diatur setengah duduk, di bawah lutut di

tinggikan sesuai kebutuhan. Kedua lengan ditopang dengan

bantal.

3. Pasien dirapikan

d) Terminasi

1. Evaluasi

2. Berikan umpan balik

3. Kontrak pertemuan berikutnya

4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

5. Bereskan peralatan

4. Hubungan Tindakan Keperawatan Posisi Semi Fowler Dengan SDKI

dan SLKI

34
a. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan buku SDKI, diagnosa yang dapat diangkat untuk

tindakan posisi semi fowler, yaitu : Pola napas tidak efektif

1) Definisi

Pola napas tidak efektif adalah ispirasi dan/atau ekspirasi yang

tidak memberikan ventilasi adekuat. (Standar Diagnosis

Keperawatan Indonedia, 2016)

2) Batasan Karakteristik

Batasan karakteristik dari Pola Napas Tidak Efektif adalah

menurut SDKI, (2016) adalah:

a) Dispnea

b) Penggunaan otot bantu pernapasan

c) Fase ekspirasi memanjang

d) Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,

hiperventilasi kussmaul; cheyne-strokes)

e) Ortopnea

f) Pernapasan pursed-lip

g) Pernapasan cuping hidung

h) Diameter thoraks anterior – posterior meningkat

i) Ventilasi semenit menurun

j) Kapasitas vital menurun

k) Tekanan ekspirasi menurun

l) Tekanan inspirasi menurun

m) Ekskursi dada berubah

35
3) Data Mayor

Data mayor dari diagnosa Pola Napas Tidak Efektif adalah:

Data Subjektif:

a) Dispnea

Data Objektif:

a) Penggunaan otot bantu pernapasan

b) Fase ekspirasi memanjang

c) Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,

hiperventilasi kussmaul; cheyne-strokes)

4) Data Minor

Data minor dari diagnosa Pola Napas Tidak Efektif adalah:

Data subjektif:

a) Ortopnea

Data Objektif:

a) Pernapasan pursed-lip

b) Pernapasan cuping hidung

c) Diameter thoraks anterior – posterior meningkat

d) Ventilasi semenit menurun

e) Kapasitas vital menurun

f) Tekanan ekspirasi menurun

g) Tekanan inspirasi menurun

h) Ekskursi dada berubah

5) Faktor Yang Berhubungan

a) Depresi sistem saraf pusat

36
b) Cedera kepala

c) Trauma thoraks

d) Gullian barre syndrome

e) Multiple sclerosis

f) Myasthenia grafis

g) Stroke

h) Kuadriplegia

i) Intoksikasi alkohol

b. Luaran

Berdasarkan diagnosa pola napas tidak efektif, Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI) yang dapat diberikan adalah Pola

Napas

1) Definisi

Inspirasi dan atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat

2) Ekspektasi

Ekspetasi atau harapan diterapkannya luaran tersebut adalah

Membaik

3) Kriteria Hasil

a) Ventilasi semenit dari cukup menurun (2) menjadi meningkat

(5)

b) Kapasitas vital dari cukup menurun (2) menjadi meningkat (5)

c) Diameter thoraks anterior-posterior dari cukup menurun (2)

menjadi meningkat (5)

37
d) Tekanan ekspirasi dari cukup menurun (2) menjadi meningkat

(5)

e) Tekanan inspirasi dari cukup menurun (2) menjadi meningkat

(5)

f) Dispnea dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)

g) Penggunaan oto bantu napas dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

h) Pemanjangan fase ekspirasi dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

i) Ortopnea dari cukup meingkat (2) menjadi menurun (5)

j) Pernapasan pursed-lip dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

k) Pernapasan cuping hidung dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

l) Frekuensi napas dari cukup memburuk (2) menjadi membaik

(5)

m) Kedalaman napas dari cukup memnburuk (2) menjadi

membaik (5)

n) Ekskursi dada dari cukup memburuk (2) menjadi cukup

membaik (5)

c. Intervensi

38
Intervensi yang dapat diberikan untuk diagnosa pola napas tidak

efektif berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

yaitu: Manajemen Jalan Napas

1) Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

2) Tindakan

Observasi :

(1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

(2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,

wheezing, ronkhi kering)

(3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapiutik

(1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-

lift (jaw thrust) jika curiga trauma servikal)

(2) Posisikan semi fowler atau fowler

(3) Berikan minum air hangat

(4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

(5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

(6) Lakukan hioeroksigrnasi sebelum penghisapan edndotrakeal

(7) Keluarkan sumbatan benda padar dengan forsep Mc-Gill

(8) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

39
(1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak

kontraindikasi

(2) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

(1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,

jika perlu

5. Penelitian terkait Posisi Semi Fowler

Dari hasil penelitian yang dilakukan Wijayanti, S. DKK (2019)

dalam pengaruh posisi semi fowler terhadap peningkatan saturasi oksigen

pada pasien gagaj jantung kongestif menyimpulkan ada pengaruh posisi

semi fowler terhadap kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal

jantung kongestif.

Penelitian yang dilakukan Marzuki A. DKK (2020) dalam pengaruh

posisi semi fowler terhadap ketidakefektifan pola napas pada pasien gagal

jantung kongestif menyimpulkan penerapan posisi semi fowler selama 3 x

24 jam sesuai dengan SOP membantu mengurangi sesak napas dan

membantu mengoptimalkan RR pada klien sehingga masalah

ketidakefektifan pola napas dapat teratasi.

Penelitian lain dilakukan Kasan, N. DKK (2020) dalam pengaruh

posisi semi fowler terhadap penurunan respiratory rate pada pasien gagal

jantung kongestif menyimpulkan posisi semi fowler efektif menurunkan

respiratori rate pada pasien gagal jantung kongestif.

BAB III

40
METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Pada studi kasus imi penulis menggunakan studi kasus deskriptif dengan

pendekatan proses keperawatan yang komperehensif meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini adalah klien dengan gagal jantung yang dirawat di

Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

C. Fokus Studi

1. Penerapan posisi semi fowler pada pasien pola napas tidak efektif

2. Kebutuhan oksigenasi pada pasien gagal jantung kongestif

D. Definisi Operasional Fokus Studi

1. Gagal jantung kongsetif atau sering disebut gagal jantung adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi berdasarkan

diagnose dokter.

2. Asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung adalah proses rangkaian

kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada

klien deberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Tahapan asuhan

keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana

tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi.

a. Pengkajian adalah dasar utama atau langkah awal dari proses

keperawatam yang terdiri dari beberapa tahapan diantaranya

pengumpulan data, pengelompokkan data dan menganalisis data.

41
Peneliti melakukan pengkajian pada Ny. N pada tanggal 1 Maret 2021

dan mendapatkan data .

b. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon klien

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa

keperawatan yang ditegakkan adalah pola napas tidak efektif

berhubungan dengan hambatan upaya napas dibuktikan dengan tanda

dan gejala yang dialami klien.

c. Intervensi adalah pengembangan dari pencatatan rencana

keperawatan dan menentukan pendekatan yang digunakan untuk

memecahkan masalah. Intervensi yang diangkat untuk diagnosa pola

napas tidak efektif adalah manajemen jalan napas dimana rencana

tindakannya adalah monitor pola napas, monitor bunyi napas

tambahan, posisikan semi fowler atau fowler, berikan minum hangat,

berikan oksigen, anjurkan asupan cairan sesuai indikasi, kolaborasi

pemberian bronkodilator.

d. Implementasi adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan

oleh perawat untuk menimplementasikan perencanaan keperawatan.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa pola napas tidak efektif

adalah memonitor pola napas, memonitor bunyi napas tambahan,

memposisikan semi fowler, memberikan minum hangat, memberikan

oksigen 3L/menit, menganjurkan asupan cairan sesuai indikasi,

berkolaborasi dalam pemberian obat.

42
e. Evaluasi adalah langkah terakhir dari proses keperawatan yang

merupakan pengukuran keberhasilan dari seluruh tindakan

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dilakukan

setelah 4 hari dilakukan implementasi dan didapatkan hasil S: klien

mengatakan sudah tidak merasa sesak lagi, O: pola napas 18x/menit,

oksigen dilepaskan, dispnea dan ortopnea sudah tidak Nampak,

penggunaan otot bantu napas tidak Nampak lagi, pemanjangan fase

ekspirasi tidak Nampak lagi. A: masalah teratasi, P: intervensi

dihentikan.

3. Kebutuhan Oksigenasi adalah oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia

yang paling mendasar. Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi tidak terlepas dari peranan fungsi sistem pernapasan dan

kardiovaskular yang menyuplai kebutuhan oksigen tubuh.

4. Posisi semi fowler adalah sebuah posisi setengah duduk atau duduk

dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan menjadi 45o

dan posisi ini dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan

kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien

E. Tempat dan Waktu

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Lambu Barakati RSUD

Bahteramas Kendari.

2. Waktu Studi Kasus

43
Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2021 sampai

dengan 7 Maret 2021.

F. Pengumpulan Data

Teknik pengumbulan data yang digunakan dalam studi kasus adalah:

1. Data Primer

a. Wawancara

Wawancara merupakan alat re-checking atau pembuktian

terhadap infrmasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

(Nursalam, 2003). Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data

subjektif dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup,

penulis bertanya langsung kepada klien dengan gagal jantung

kongestif. Dengan demikian akan memudahkan penulis untuk

mengetahui masalah keperawatan klien.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah teknik oengumpulan data dengan

melakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, perkusi, palpasi dan

auskultasi untuk mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan.

Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada klien

dengan gagal jantung.

c. Observasi

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan

asuhan keperawatan pada klien selama dirawat di rumah sakit dan

lebih bersifat obyektif, yaitu dengan melihat respon klien setelah

44
dilakukan tindakan. Penulis melakukan observasi partisipasif

dengan cara melihat respon klien setelah penulis melakukan

tindakan keperawatan.

2. Data Sekunder
a. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi adalah suatu teknik yang diperoleh dengan

mempelajari buku laporan, catatan medis serta hasil pemeriksaan yang

ada. Penulis mempelajari buku laporan, catatan yang mengenai data-

data klien dengan gagal jantung kongestif.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengambilan data yang

diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian

dari ilmu pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Penelitian

memanfaatkan teori-teori yang sudah ada dibuku atau hasil penelitian

lain untuk kepentingan penelitian.

G. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip

manajemen asuhan keperawatan. Proses penyajian data dimulai dengan

menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawncara,

pengamatan/observasi, dan rekam medic. Sedangkan penyajian data dalam

bentuk asuhan keperawatan yang menggunakan 5 langkah SOAP.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada instansi penelitian dalam hal ini RSUD Bahteramas Kota Kendari.

45
Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :

1. Informent consent (lembar pesetujuan menjadi responden)

Informent consent diberikan kepada responden yang akan diteliti

disertai judul penelitian,apabila responden menerima tau menolak,maka

peneliti harus mampu menerima keputusan responden.

2. Animity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan,peneliti tidak akan menyebutkan nama

responden tetapi akan menggantinya menjadi inisial atau kode

responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan informasi)

Kerahasiaan informasi responden di jamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4. Beneficience

Penelitian melindungi subjek agar terhindar dari bahaya dan

ketidaknyamanan fisik.

5. Full disclosure

Penelitian memberikan kepada responden untuk membuat keputusan

secara suka rela tentang partisipasinya dalam penelitian ini dan

keputusan tersebut tidak dapat dibuat tanpa memberikan penjelasan

selengkap-lengkapnya.

46
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama : Ny. N

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur /Tanggal Lahir : 74 Tahun

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Pendapatan :-

Tanggal MRS : 26 Februari 2021

Tanggal Pengkajian : 1 Maret 2021

Diagnosa Medis : Gagal Jantung Kongestif

No. Rekam Medis : 516604

b. Identitas Penanggung

Nama : Tn. R

Jenis Kelamin : Laki – laki

Pekerjaan : Swasta

Hubungan dengan klien : Anak Kandung

Alamat : Konawe

47
2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Keluhan utama

Klien mengatakan merasa sesak

2) Riwayat keluhan

Klien mengatakan ia merasa sesak, klien mengatakan saat ia

berbaring ia merasa sesak, klien mengatakan ia merasa sesak berat

setelah beraktivitas, klien merasa lemas, klien merasa jantungnya

berdebar- debar kencang dan dada terasa nyeri dada tembus

belakang, lalu keluarga membawa klien ke IGD RSUD

Bahteramas.

3) Upaya yang telah dilakukan

Keluarga mengatakan sejak klien merasa gejala penyakit, klien

hanya beristirahat,saat klien merasa sangat sesak keluarga segera

membawa klien ke IGD RSUD Bahteramas

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien pernah dirawat di RS dengan masalah dispepsia 2 tahun yang

lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan anaknya memiliki penyakit yang sama dengan klien,

tetapi tidak ada di keluarga yang menderita penyakit menular di dalam

keluarga.

48
Genogram

: laki-laki : serumah

: perempuan : pasien

: meninggal

49
3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Keadaan umum pasien lemah

b. Kesadaran

Tingkat kesadaran pasien komposmentis dengan GCS E4V5M6

c. Tanda-tanda vital

TD : 180/90 mmhg

S : 36,2 C

RR : 24x/menit

HR : 86x/menit

d. Kepala dan leher

1) Kepala

Bentuk kepala mesochefal, keadaan kulit kepala bersih, tidak ada

nyeri, rambut tidak mudah tercabut, tidak mengalami alopesia,

sebagian rambut memutih.

2) Mata

Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, tidak ada edema

pada kelopak mata, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, tidak

mengalami ptosis, reflex kornea normal, tidak mengalami

nistagmus, tidak mengalami diplopia, tidak mengalami photopobia

3) Telinga

Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada serumen, ketajaman

pendengaran normal, tidak ada nyeri.

4) Hidung

50
Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan, tidak ada

nyeri, fungsi penciuman normal.

5) Tenggorokan dan mulut

Fungsi berbicara normal, bibir lembab, gigi sudah ada yang

tercabut, tidak ada stomatitis, tidak ada nyeri saat menelan.

6) Leher

Tidak ada pembengkakan kelenjar, mobilitas leher baik, tidak ada

pelebaran JVP

e. Pernapasan

1) Inspeksi

Bentuk dada normal, tidak ada lesi maupun jejas

Freksuensi napas 24 x/menit, pola napas takipnea

Menggunakan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang

Terpasang oksigen 3L/menit

Tidak Nampak retraksi dinding dada

Payudara dan putting normal

2) Palpasi

Vocal premitus teraba di ICS 4

Tidak teraba massa

Tidak ada pengembangan dada yang abnormal

3) Perkusi

Udara: sonor

4) Auskultasi

51
Suara napas vesikuler, tida terdapat suara napas tambahan

Tidak ada krepitasi, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi

f. Kardiovaskuler

1) Inspeksi

Tidak terdapat edema ekstremitas, tidak ada asites

2) Palpasi

Tidak ada nyeri tekan, ictus kordis tidak teraba

3) Perkusi

Pekak, terjadi pelebaran jantung/dilatasi (cardiomegaly)

4) Auskultasi

BJ 1 dan BJ 2 abnormal

Lainnya: akral dingin, CRT <3 detik

g. Pencernaan

1) Inspeksi

Turgor kulit elastis, bibir lembab

Rongga mulut normal, tidak ada stomatitis

Abdomen tidak Nampak jejas maupun massa, tidak terdapat

pembuluh kapiler

2) Auskultasi

Bising usus 20x/menit

Bunyi peristaltic normal

Bunyi vaskuler tidak ada

3) Perkusi

52
Tympani

4) Palpasi

Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

h. Ekstremitas

1) Ekstremitas atas

Tidak ada nyeri otot, tidka ada deformitas, tidak ada fraktur,

terpasang infuse RL 20 tpm dilengan kann

2) Ekstremitas bawah

Tidak ada nyeri otot, tidak terdapat deformitas, tidak terdapat

udema, tidak ada luka, tidak ada tremor, kekuatan otot menurun

3) Kulit

Bersih, warna kulit kuning langsat, akral dingin, turgor kulit baik.

i. Genitalia

Normal, bersih, tidak ada lesi maupun massa

4. Pengkajian Kebutuhan Dasar

a. Kebutuhan oksigenasi

Klien tidak batuk, tidak memproduksi sputum

Mengalami ortopnea dan dispnea

Ekspirasi memanjang, menggunakan otot bantu pernapasan, Pola napas

takipnea

Terpasang oksigen 3L/menit

Tidak sianosis

b. Kebutuhan aktivitas

53
1) Sebelum sakit

Kegiatan rutin klien adalah mengurus rumah, waktu senggang

digunakan dengan menonton TV

Mampu berjalan secara mandiri, mampu dalam merubah posisi

Tidak mengalami dyspnea dan ortopnea setelah melakukan

aktivitas

2) Setelah sakit

Tidak ada kegiatan rutin yang dilakukan klien, waktu senggang

digunakan untuk beristirahat

Klien dalam melakukan aktivitas sebagian dibantu dan dilakukan

diatas tempat tidur

Mengalami dyspnea dan ortopnea setelah melakukan aktivitas

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. ECG/EKG

Dilatasi LV

Disfungsi sistolik dan diastolik LV

Abnormal EKG

b. Foto thorax

Cardiomegali disertai tanda-tanda hipertensi pulmonal dan sindrom

vena cava superior

Edema paru, bronkopneumonia

Aortosclerosis

6. Pemeriksaan Laboratorium

54
Hematologi Lengkap

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Niali Normal Ket


WBC 10.35 10^3/uL 4.0 – 10.0 H
RBC 5.03 10^3/uL 4.0 – 6.0
HB 13.7 g/dL 12.0 – 16.0
HCT 39.9 % 37.0 – 48.0
MCV 79.3 fL 80.0 – 97.0 L
MCH 27.2 pg 26.5 – 33.5
PLT 38.4 fL 37 -54
NEUTROFIL 65.9 % 52.0 – 75.0
LIMFOSIT 22.8 % 20.0 – 40.0
MONOSIT 9.1 % 2.0 – 8.0 H
EOSINOFIL 1.8 % 1.0 – 3.0
GDS 322 mg/dL 70 - 180 H

7. Obat

Tabel 4.4 Daftar Obat Klien

Nama obat Dosis Waktu pemberian


Pantoprazole 1 x 1 vial 18.00
Furosemide 1 x 1 ampul 18.00
Neurosanbe 1x1 18.00
Novorapid 2 x 1 10mg 18.00
Levemir 1x1 22.00
Ramipril 1 x 2 5mg 22.00
Digoxin 1x1 22.00
RL 18 tpm gandeng 1 amp NS

55
ANALISA DATA

Tabel 4.5 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS : CHF Pola Napas


Tidak Efektif
1. Klien mengatakan ia 
merasa sesak
2. Klien mengatakan ia Ventrikel tidak mampu
merasa lemas memompa darah dari
3. Klien mengatakan saat paru
ia berbaring ia merasa
sesak 
4. Klien mengatakan Tekanan vena
sesak yang dirasakan pulmonalis meningkat
terasa berat saat
beraktivitas 
DO : Tekanan kapiler
meningkat
1. Nampak klien sesak
2. Nampak klien 
terpasang oksigen
3L/menit Fungsi pernapasan
3. Nampak ekspirasi klien menurun
memanjang
4. Nampak klien 
menggunakan otot Dispnea
bantu pernapasan
5. Nampak klien gelisah 
6. RR : 24x/menit
7. Pola napas takipnea Pola Napas Tidak
8. Nampak klien Efektif
mengalami dispnea dan
ortopnea

56
INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA LUARAN RENCANA


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam diharapkan Pola Napas Observasi
hambatan upaya napas membaik dengan kritria hasil: 1. Monitor pola napas
1. Dispnea dari cukup meningkat menjadi 2. Monitor bunyi napas tambahan
cukup menurun Terapiutik
2. Penggunaan otot bantu napas dari 1. Posisikan semi Fowler atau Fowler
meningkat menjadi menurun 2. Berikan minum hangat
3. Pemanjangan fase ekspirasi dari 3. Berikan oksigen
meningkat menjadi menurun Edukasi
4. Ortopnea dari cukup meningkat menjadi 1. Anjurkan asupan cairan sesuai indikasi
cukup menurun Kolaborasi
5. Frekuensi napas dari cukup memburuk 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, Jika perlu
menjadi cukup membaik

57
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tabel 4.7 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

DIAGNOSA HARI / JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN TANGGAL

Pola napas tidak Selasa, 21.10 1. Memonitor pola napas S:


efektif berhubungan Hasil : frekuensi napas 24x/menit, 1. klien mengatakan nyaman pada
hambatan upaya 2-3-2021 pernapasan takipnea posisi yang diberikan
2. klien mengatakan masih merasa
napas 2. Memonitor bunyi napas tambahan
sesak
Hasil : tidak ada bunyi napas O:
tambahan 1. Nampak klien masih sesak
3. Memposisikan semi fowler 2. Nampak klien menggunakan otot
Hasil : klien mengatakan nyaman bantu napas
pada posisi yang diberikan namun 3. Pola napas 24x/menit, pernapasan
klien masih merasa sesak takipnea
4. Pemberian oksigen 3L/menir
21.20 4. Memberikan oksigen
5. Nampak klien dispnea dan
Hasil : pemberian oksigen ortopnea
3L/menit 6. Nampak ekspirasi klien masih
5. Menganjurkan minum air hangat memanjang
Hasil : klien mengikuti anjuran A:
21.35 6. Menganjurkan asupan cairan sesuai Masalah belum teratasi
indikasi P:
Intervensi dilanjutkan
Hasil: klien mengikuti anjuran
7. Kolaborasi pemberian obat

58
Hasil : pemberian obat ramipril dan
digoxin

DIAGNOSA HARI / JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN TANGGAL

Pola napas tidak Rabu, 21.10 1. Memonitor pola napas S:


efektif berhubungan Hasil : frekuensi napas 20x/menit, 1. klien mengatakan nyaman pada
hambatan upaya 3-3-2021 2. Memonitor bunyi napas tambahan posisi yang diberikan
2. klien mengatakan masih merasa
napas Hasil : tidak ada bunyi napas
sesak
tambahan O:
21.20 3. Memposisikan semi fowler 1. Nampak klien masih sesak
Hasil : klien mengatakan nyaman 2. Nampak klien menggunakan otot
pada posisi yang diberikan namun bantu napas
klien masih merasa sesak 3. Pola napas 20x/menit, pernapasan
4. Memberikan oksigen takipnea
21.35 4. Pemberian oksigen 3L/menir
Hasil : masih terpasang oksigen
5. Nampak klien dispnea dan
3L/menit ortopnea
5. Menganjurkan minum air hangat 6. Nampak ekspirasi klien masih
Hasil : klien mengikuti anjuran memanjang
anjuran A:
6. Kolaborasi pemberian obat Masalah belum teratasi
Hasil : pemberian obat ramipril dan P:
Intervensi dilanjutkan
digoxin

59
DIAGNOSA HARI / JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN TANGGAL

Pola napas tidak Kamis, 08.30 1. Memonitor pola napas S:


efektif berhubungan Hasil : frekuensi napas 18x/menit 1. klien mengatakan nyaman pada
hambatan upaya 4-3-2021 2. Memonitor bunyi napas tambahan posisi yang diberikan
napas Hasil : tidak ada bunyi napas 2. klien mengatakan sesak yang
tambahan dialami mulai berkurang
09.05 3. Memposisikan semi fowler O:
Hasil : klien mengatakan nyaman 1. Nampak klien masih sesak
pada posisi yang diberikan namun 2. Pola napas 18x/menit
klien mengatakan masih merasa 3. Pemberian oksigen 3L/menir
sesak meskipun sesak yang 4. penggunaan otot bantu napas
dirasakan sudah berkurang dari mulai berkurang
sebelumnya 5. Nampak dispnea dan ortopnea
4. Memberikan oksigen berkurang
09.10
Hasil : masih terpasang oksigen 6. Pemanjangan fase ekspirasi sudah
3L/menit tidak nampak
5. Menganjurkan minum air hangat A:
Hasil : klien mengikuti anjuran Masalah belum teratasi
6. Kolaborasi pemberian obat P:
Hasil : pemberian obat ramipril dan Intervensi dilanjutkan
digoxin

60
DIAGNOSA HARI / JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN TANGGAL

Pola napas tidak Sabtu, 08.30 1. Memonitor pola napas S:


efektif berhubungan Hasil : frekuensi napas 18x/menit
hambatan upaya 7-3-2021 2. Memonitor bunyi napas tambahan Klien mengatakan sudah tidak merasa
napas Hasil : tidak ada bunyi napas sesak lagi
tambahan O:
09.05 3. Memposisikan semi fowler
Hasil : klien mengatakan nyaman 1. Pola napas 18x/menit
pada posisi yang diberikan dan sesak 2. Oksigen dilepaskan
sudah tidak dirasakan klien 3. Dispnea dan ortopnea tidak
09.10 4. Memberikan oksigen Nampak
Hasil : masih terpasang oksigen 4. Penggunaan otot bantu napas
3L/menit tidak nampak lagi
5. Menganjurkan minum air hangat 5. Pemanjangan fase ekspirasi tidak
Hasil : klien mengikuti anjuran Nampak lagi
6. Kolaborasi pemberian obat
A:
Hasil : pemberian obat ramipril dan
digoxin Masalah teratasi

P:

Intervensi dihentikan

61
B. Pembahasan

Pada bab sebelumnya, penulis telah menjabarkan permasalahan tentang

kasus gagal jantung kongestif khususnya pemenuhan kebutuhan oksigenasi

yaitu dimana klien merasa sesak diakibatkan proses dari penyakit gagal jantung

kongestif. Sedangkan tujuan kasus diperoleh melalui studi langsung pada Ny.

N dengan kasus gagal jantung kongestif pada tanggal 1 Maret 2021 di ruang

perawatan Lambu Barakati RSUD Bahteramas Kendari. Selama penulis

melakukan asuhan keperawatan pada pasien tersebut, penulis mengacu pada

pendekatan keperawatan yang meliputi: pengkajian keperawatan, diagnosa

keperawatan, rencana tindakan keperawatan, tindakan keperawatan dan

evaluasi tindakan keperawatan.

1. Pengkajian

Pada tahap pengkajian yang dilakukan pada klien yaitu penulis

melakukan pengkajian dengan menggabungkan format pengkajian

kebutuhan oksigenasi dan pengkajian fisik, yaitu tentang biodata pasien

(nama, jenis kelamin, umur , status perkawinan, agama, pendidikan,

pekerjaan), menanyakan keluhan utama, riwayat terjadinya sesak.

Menurut teori pada penderita gagal jantung keluhan yang dirasakan

yaitu merasa sesak saat beraktivitas, sesak yang dirasakan awaknya sesak

dengan aktivitas berat, tetapi kemudian berkembang pada tingkat berjalan

dan akhirnya saat istirahat. Pada klien gagal jantung juga akan mengalami

ortopnea, Paroksimal Nokturnal Dispneu (PND), batuk kering, kelelahan

dan kelemahan, pusing juga palpitasi.

62
Saat penulis melakukan pengkajian pada Ny. N tanggal 1 Maret

2021 klien sudah menjalani perawatan hari ke 4 dan didapatkan data

bahwa Ny. N tidak mengetahui pasti penyebab sehingga klien menderita

gagal jantung. Penulis melakukan Pada saat dilakukan pengkajian

didapatkan data subjektif yaitu klien mengeluh sesak, sesak yang

dirasakan terasa berat saat beraktivitas, klien juga mengeluh sesak pada

saat berbaring. Pada saat penulis melakukan pengkajian didapatkan data

klien sudah terpasang oksigen 3L/menit dan juga tempat tidur klien sudah

ditinggikan 20 derajat. Diketahui klien pernah dirawat di RS dengan

masalah dyspepsia 2 tahun yang lalu. Pemeriksaan TTV didapatkan TD :

180/90 mmHg, S : 36,2oC, RR : 24x/menit, HR : 86x/menit.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa salah satu

tanda dan gejala dari penyakit CHF adalah klien merasakan sesak.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon klien

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. (SDKI,2018)

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan dapat dirumuskan

diagnosa keperawatan yaitu pola napas tidak efektif berhububngan dengan

hambatan upaya napas. Hal ini ditandai dengan adanya keluhan sesak dan

perubahan pada frekuensi dan irama pernapasan.

Pola napas tidak efektif adalah ketidakmampuan inspirasi dan atau

ekspresi yang tidak mmberikan ventilasi adekuat. Batasan karakteristik

dari pola napas tidak efektif adalah dispnea, penggunaan otot bantu

63
pernapasan, fase ekspriasi memanjang, pola napas abnormal (takipnea,

bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes). (SDKI, 2016)

Hal ini sesuai berdasarkan teori yang dikemukakan penulis pada BAB

II. Pada Dimana pada penyakit gagal jantung, diagnosa keperawatan yang

biasa muncul adalah diagnosa pola napas tidak efektif.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan

individu, keluarga dan komunitas. (SIKI, 2018)

Pada tahap intervensi ditetapkan tujuan dan kriteria hasil yang akan

dicapai selama melakukan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan

disusun berdasarkan diagnosa yang telah ditetapkan dari hasil pengkajian

keperawatan pada Ny. N dengan gagal jantung.

Rencana tindakan yang dilakukan pada klien yaitu monitor pola

napas, monitor bunyi napas tambahan, posisikan semi fowler atau fowler,

berikan minum air hangat, berikan oksigen, anjurkan asupan cairan sesuai

indikasi, kolaborasi pemberian bronkodilator atau peberian obat-obatan

jika perlu.

Adapun tindakan mandiri yang dilakukan adalah pemerian posisi semi

fowler untuk mengurangi sesak yang dirasakan klien. Tujuan ini juga

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan teori yaitu melaporkan bahwa sesak

dapat menurun dalam menggunakan posisi semi fowler. Posisi Semi

Fowler adalah memposisikan pasien dengan posisi setengah duduk dengan

64
menopang bagian kepala dan bahu menggunakan bantal, bagian lutut

ditekuk dan ditopang dengan bantal, serta bantalan kaki harus

mempertahankan kaki pada posisinya (Ruth, 2015).

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari intervensi

keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. Proses pelaksanaan

implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien. Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan kegiatan komunikasi. Pelaksanaan tindakan keperawatan

yang dilakukan meliputi : tindakan observasi, tindakan terapiutik, tindakan

yang bersifat edukatif dan kolaboratif.

Implementasi keperawatan dilaksanakan selama 4 hari dimulai

tanggal 2,-4, & 6 Maret. Dimana semua tindakan yang dilakukan selalu

berorientasi pada rencana yang telah dinuat berdasarkan standar intervensi

Indonesia sehingga dapat tercapai sesuai dengan tujuan asuhan

keperawatan yang telah ditetapkan.

dalam studi kasus ini tindakan keperawatan yang diberikan pada Ny.

N selama 4 x 24 jam yaitu pada tanggal 2-4 & 6 maret adalah memonitor

pola napas, memonitor bunyi napas tambahan, memposisikan klien semi

fowler, memberikan minum air hangat, memberikan oksigen,

mengantjurkan asupan cairan sesuai indikasi, dan berkolaborasi dalam

pemberian obat yaitu ramipril dan digoxin.

Pada saat memposisikan pasien semi fowler, penulis mengubah posisi

klien dari 20 derajat menjadi 45 derajat atau posisi setengah duduk.

65
Dimana dengan posisi tersebut klien merasa nyaman dan sesak yang

dirasakan berkurang. Penulis memposisikan klien berdasarkan standar

operasional. Namun ada poin yang tidak mengikuti SOP, dimana penulis

tidak memberikan penahan di bawah kaki klien dikarenakan klien merasa

nyaman jika kaki klien lurus. Pemberian posisi semi fowler didasarkan

pada penelitian sebelumnya dimana pada pasien gagal jantung diberikan

posisi semi fowler. Implementasi tidak hanya dilakukan oleh penulis

namun dengan kobaorasi tim kesehatan yang ada di ruang Lambu Barakati.

5. Evaluasi keperawatan

Diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang

penulis temukan dalam melakukan asuhan keperawatan kurang lebih

sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal.

Implementasi dilakukan selama 4 hari sejak tanggal 2-4 & 6 maret

2021, dimana tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang

telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat tercapai sesuai dengan tujuan

asuhan keperawatan.

Pada hari pertama sebelum dilakukan tindakan keperawatan posisi

semi fowler pasien masih mengeluh sesak, setelah dilakukan tindakan

keperawatan posisi semi fowler klien masih merasa sesak,. Rasa sesak

klien mengelami penurunan berangsur-angsur pada implementasi hari

ketiga sampai implementasi hari keempat. Penurunan sesak yang dialami

klien dikarenakan pemberian terapi farmakologis yang disertai terapi non

farmakologis.

66
Setelah dilakukan pengamatan selama 4 hari didapatkan evaluasi

pasien pada hari ke 4 yaitu klien sudah tidak merasa sesak dan pemberian

oksigen juga dihentikan. Sehingga intervensi dihentikan pada hari ke 4.

Penurunan rasa sesak dengan memposisikan posisi semi fowler dibuktikan

dengan teori.

6. Analisis Intervensi Keperawatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan

posisi semi fowler terhadap kepatenan jalan napas pada klien dengan gagal

jantung didapatkan hasil sesak yang dirasakan klien menurun, pada

implementasi hari ketiga sesak yang dirasakan klien menurun dan pada

implementasi hari keempat klien sudah tidak merasa sesak. Pada studi

kasus ini peneliti melakukan pemberian posisi semi fowler pada klien

yang sudah terpasang oksigen. Pemberian oksigen dan pemberian posisi

semi fowler merupakan kombinasi terapi yang sangat cocok bagi penderita

sesak napas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan hasil sebelum dan sesudah diberikan intervensi posisi

semi fowler, hal ini membuktikan bahwa penerapan posisi semi fowler

efektif menurunkan sesak pada klien gagal jantung. Beberapa penelitian

terdahulu juga membuktikan bahwa penerapan posisi semi fowler dapat

menurunkan sesak pada klien dengan gagal jantung.

67
C. Keterbatasan Studi Kasus

Keterbatasan studi kasus yang dilakukan selama empat hari di ruang

Lambu Barakati ini, diantaranya yaitu membutuhkan waktu yang relatif lama

untuk mendapatkan pasien yang sesuai dengan kriteria penulis. Keterbatasan

lainnya penulis tidak dapat mengontrol pasien selana 24 jam.

68
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan studi kasus melalui pendekatan proses

keperawatan di ruang lambu Barakati RSUD Bahteramas selama 4 hari dimulai

pada tanggal 2-4 & 6 Maret 2021 dengan melakukan penerapan asuhan

keperawatan pada Ny. N dengan gagal jantung kongestif dalam pemenuhan

kebutuhan oksigenasi dapat dilakukan berdasarkan teori SDKI, SLKI, SIKI

yang dibuat sesuai dengan kondisi klien dan berdasarkan tahaoan proses

keperawatan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi maka

dapat disimpulkan:

1. Pengkajian Ny. N yang dilakukan pada hari keempat perawatan diketahui

klien mengeluh sesak napas, klien mengatakan ia merasa lemah, klien

mengatakan merasa sesak saat berbaring, klien merasa sesak berat setelah

beraktivitas, kesadaran klien komposmentis. Hasil pengkajian fisik TTV

didapatkan TD : 180/90 mmHg, S : 36,2oC, HR : 86 kali per menit, RR :

24 kali per menit.

2. Diagnosa keperawatan utama pada Ny. N adalah pola napas tidak efektif

berhubungan dengan hambatan upaya napas. Ditegakkan berdasarkan

data-data yang didapatkan pada klien dan disesuaikan dengan kondisi

dan keadaan yang dialami klien dan berdasarkan pada teori yang ada,

kemudian diprioritaskan berdasarkan masalah yang dialami klien.

69
3. Intervensi keperawatan pada Ny. N berdasarkan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu Manajemen Jalan Napas dengan

kriteria hasil berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)

yaitu pola napas membaik.

4. Implementasi keperawatan pada Ny. N disesuaikan dengan rencana

tindakan asuhan keperawatan yang dibuat berdasarkan aplikasi teori

SDKI, SLKI, SIKI sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan.

5. Evaluasi keperawatan pada Ny. N setelah dilakukan implementasi

selama 4 hari menunjukkan adanya perbaikan pola napas ditandai dengan

frekuensi napas 18 kali per menit, dispnea dan ortopnea sudah tidak

dirasakan lagi sehingga klien mampu bernapas secara efektif.

6. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan posisi

semi fowler pada klien dengan gagal jantung didapatkan hasil pola napas

membaik, pada implementasi hari ketiga sesak menurun dan pada

implementasi hari keempat klien sudah tidak merasakan sesak.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan hasil sebelum dan sesudah diberikan intervensi posisi semi

fowler, penerapan posisi semi fowler dikombinasikan dengan pemberian

oksigen dan obat. hal ini membuktikan bahwa penerapan posisi semi

fowler efektif menurunkan sesak pada klien gagal jantung. Beberapa

penelitian terdahulu juga membuktikan bahwa penerapan posisi semi

fowler dapat menurunkan sesak pada klien dengan gagal jantung.

B. Saran

70
1. Pihak Rumah Sakit

Bagi pihak Rumah Sakit diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan

asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

2. Pihak Institusi Poltekkes Kemenkes Kendari

Dapat dijadikan sebagai bacaan di perpustakaan serta untuk menambah

wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan secara professional dan

sebagai bahan referensi tentang penerapan posisi semi fowler terhadap

kepatenan jalan napas pada pasien gagal jantung sehingga dapat digunakan

bagi praktik mahasiswa keperawatan.

3. Masyarakat

Penelitian ini sebagai informasi dalam memberikan pertolongan dengan

memnfaatkan penerapan posisi semi fowler terhadap kepatenan jalan napas

pada klien dengan gagal jantung sebelum dibawa ke RS.

4. Peneliti selanjutnya

Diharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi

bacaan dan acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas serta

dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran untuk menambah

pengalaman dan wawasan peneliti dalam melakukan asuhan keperawatan

pada klien gagal jantung dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi, sehingga

dapat membandingkan kesenjangan antara teori dan kasus nyata tentang

penerapan prosedur posisi semi fowler untuk meningkatkan keptenan jalan

napas.

DAFTAR PUSTAKA

71
Brunner dan Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta: ECG

Imelda, F., & Kep, S. (2009). Oksigenasi dan Proses Keperawatan.

Kasan, N., & Sutrisno. (2020). Efektifitas posisi semifowler terhadap penurunan
respiratori rate pasien gagal jantung kronik (CHF) di ruang Lily RSUD Sunan
Kalijaga Demak. Journal of TSCNers, 5(1), 1–8.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas


2018.https://drive.google.com/file/d/1Vpf3ntFMm3A78S8X1an2MHxbQhqy
MV5i/view.

Minarti, D. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Congestive Hearth


Failure (CHF) di Ruang ICCU RSU Bahteramas Kediri. Karya Tulis Ilmiah.

Muzaki, A., & Ani, Y. (2020). Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Congestive Hearth Failure (CHF).
Nursing Science Journal, 1(1), 19–24.

PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan,Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Purba, L., Susyanti, D., & Pamungkas, P. (2016). Studi Kasus Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi Dengan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien
Congestive Heart Failure Di Rumah Sakit Tk Ii Putri Hijau Medan Tahun
2016. Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 1(2), 118.
https://doi.org/10.34008/jurhesti.v1i2.75

Wardani, W. I., Setyorini, Y., & Rifai, A. (2018). Gangguan Pola Nafas Tidak
Efektif Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF). (Jkg) Jurnal
Keperawatan Global, 3(2), 98–114. https://doi.org/10.37341/jkg.v3i2.57

Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). Pengaruh Posisi Tidur Semi
Fowler 450 Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Gagal
Jantung Kongestif Di RSUD Loekmono Hadi Kudus. Medica Hospitalia :
Journal of Clinical Medicine, 6(1), 13–19.
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v6i1.372

Lampiran 1 Informasi & Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)

72
73
Lampiran 2 : Standar Operasional Prosedur

SOP Posisi Semi Fowler

f. Tahap pra interaksi

1. Cek catatan keperawatan

2. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi

3. Siapkan alat dan bahan

4. Cuci tangan

g. Orientasi

1. Beri salam kepada pasien

2. Menanyakan keluhan

3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya pemberian terapi posisi semi

fowler pada pasien

4. Berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya

h. Tahap Kerja

1. Pasien didudukkan, sandaran punggung atau kursi diletakkan di bawah

atau di atas kasur di bagian kepala, diatur sampai setengah duduk dan

rapikan. Bantal disusun menurut kebutuhan. Pasien dibaringkan kembali

dan pada ujung kakinya di pasang penahan

2. Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya

langsung diatur setengah duduk, di bawah lutut di tinggikan sesuai

kebutuhan. Kedua lengan ditopang dengan bantal.

3. Pasien dirapikan

74
i. Terminasi

1. Evaluasi

2. Berikan umpan balik

3. Kontrak pertemuan berikutnya

4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

5. Bereskan peralatan

75
Lampiran 3 : Surat Pengambilan Data Awal

76
Lampiran 4 : Surat Telah Melakukan Pengambilan Data Awal

77
Lampiran 5: Surat Keterangan Bebas Administrasi

78
Lampiran 6 : Surat Keterangan Bebas Pustaka

79
Lampiran 7 : Bukti Proses Bimbingan

80
81

Anda mungkin juga menyukai