Anda di halaman 1dari 111

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

I DENGAN CA MAMMAE

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

DI RUANG LAMBU BARAKATI RSUD

BAHTERAMAS KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:

UNI

P00320018049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN KEPERAWATAN

T. A 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.I DENGAN CA MAMMAE

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

DI RUANG LAMBU BARAKATI RSUD

BAHTERAMAS KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan program

Diploma III Keperawatan

OLEH:

UNI

P00320018049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN KEPERAWATAN

T. A 2021

ii
iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : UNI

NIM : P00320018049

Institusi Pendidikan : Jurusan Keperawatan

Judul KTI : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.I DENGAN CA

MAMMAE DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN

OKSIGENASI DI RUANG LAMBU BARAKATI RSUD

BAHTERAMAS KENDARI

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-

benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, 14 Juni 2021

Yang Membuat Pernyataan,

UNI
iv
v
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat dan

karunia-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny.I Dengan Ca Mammae Dalam Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Kendari”.

Dalam penyusun Karya Tulis Ilmiah ini, saya banyak mendapat bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak.Terkhusus dosen pembimbing I dan

pembimbing II yang telah ikhlas meluangkan waktu untuk membimbing selama

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Pada kesempatan ini saya ingat mengucapkan

terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Ibu Askrening,SKM.,M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Kendari.

2. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku ketua Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari.

3. Ibu Reni Devianti Usman, M.Kep.,Sp. KMB, selaku sekretaris Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari.

4. Bapak Muhaimin Saranani, S.Kep,Ns.,M.Sc selaku pembimbing I dan ibu

Dewi Sartiya Rini,M.Kep.Sp.Kep MB selaku pembimbing II yang telah

membimbing saya dengan sebaik-baiknya demi tercapainya Karya Tulis

Ilmiah ini.

1. Bapak Sahmad,S.Kep, Ns., M.Kep selaku penguji I, ibu Asminarsih ZP,

M.Kep, Sp. Kep.Kom selaku penguji II, bapak Abd. Syukur, S.Kep, Ns,

MM selaku penguji III yang telah memberikan kritik dan saran dalam

pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini serta seluruh dosen dan staf yang telah
vii

mendidik dan membantu penulis selama menjalani pendidikan di Jurusan

Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari.

2. Kepada kedua orang tuaku mama tercinta Nuha yang selalu menjadi

sumber inspirasi dan memberikan dukungan, semangat dan selalu

mendoakan penulis sampai dengan detik ini dan untuk bapak saya Baha

saya ucapkan terimakasih banyak karena sudah merawat penulis, berkat

usaha kerja keras bapak juga sehingga penulis bisa menempuh pendidikan

lebih tinggi.

3. Adik saya tercinta Riska, serta keluarga besar yang selalu memberi

dukungan, semangat dalam setiap proses yang penulis lalui.

4. Tak lupa juga saya mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat,

teman keperawatan angkatan 2018. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat di masa yang akan datang.

Kendari,14 Juni 2021

Penulis
viii

RIWAYAT HIDUP

I. INDENTITAS
1. Nama Lengkap : Uni
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Bone, 04 April 1996
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/ Kebangsaan : Bugis / Indonesia
6. Alamat : Kolaka Timur
7. No. Telp/ Hp : 082255096751

II. PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 3 Tawainalu 2003 s/d 2009
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tirawuta 2009 s/d 2012
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tirawuta 2012 s/d 2015
4. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari 2018 s/d 2021
ix

MOTTO

Ingatlah Allah sebelum kalian mengingat yang lain

Manfaatkan dirimu semaksimal yang kamu bisa sebelum meminta

pertolongan orang lain

Hidup tidak akan menghadiahkan sesuatu tanpa adanya usaha

dan kerja keras

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah

Cara terbaik untuk keluar dari masalah adalah dengan memecahkannya

KEEP FIGHTING

UNI
x

ABSTRAK

Uni (P00320018049) : Asuhan Keperawatan Pada Ny.I Dengan Ca Mammae Dalam


Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas
Kendari. Pembimbing I (Muhaimin Saranani, S.Kep,Ns.,M.Sc), pembimbing II
(Dewi Sartiya Rini,M.Kep.Sp.Kep MB). Kebutuhan oksigenasi merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan
sehari-hari Metode: Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan rancangan untuk
studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny.I Dengan Ca Mammae Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Kendari. Hasil:
Masalah keperawatan didapatkan pada Ny.I adalah pola napas tidak efektif dengan
intervensi manajemen jalan napas yang dilakukan selama 3 hari dengan prioritas masalah
yaitu pola napas tidak efektif dengan melakukan perubahan posisi semi fowler.
Kesimpulan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari diketahui bahwa
masalah belum teratasi dikarenakan kondisi penyakit klien yang merupakan penyakit
keganasan sehingga frekuensi pernapasan tidak menunjukkan kearah perbaikan namun
kenyamanan pada saat bernapas membaik.

Kata kunci : Ca mammae, posisi semi fowler, asuhan keperawatan, RSUD


Bahteramas.
xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN............................................................. i


HALAMAN SAMPUL DALAM ........................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ viii
MOTTO ................................................................................................. ix
ABSTRAK .............................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Studi Kasus ...................................................................... 5
D. Manfaat Studi Kasus .................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Umum Kebutuhan Dasar Oksigenasi ............................... 7
B. Konsep Umum Ca Mammae......................................................... 14
C. Konsep Umum Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ca Mammae ... 29
D. Konsep Umum Penerapan Posisi Semi Fowler Pada
Pasien Ca Mammae ...................................................................... 48
BAB III METODOLOGI PENULISAN
A. Rancanagan Studi Kasus .............................................................. 53
B. Subyek Studi Kasus ...................................................................... 53
C. Fokus Studi .................................................................................. 53
D. Definisi Operasional ..................................................................... 53
E. Tempat dan Waktu ....................................................................... 55
F. Pengumpulan data ........................................................................ 55
G. Penyajian Data ............................................................................. 57
xii

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Studi Kasus ......................................................................... 58
B. Pembahasan ................................................................................. 72
C. Keterbatasan ................................................................................. 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 79
B. Saran ............................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 82
LAMPIRAN
xiii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan .................................................... 40
Tabel 4.2 Analisis Data ....................................................................... 64
Tabel 4.3 Perencanaan Tindakan .......................................................... 65
Tabel 4.4 Implementasi dan Evaluasi ................................................... 66
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi payudara............................................................. 16

Gambar 2.2 Posisi semi fowler ............................................................. 49


xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informasi dan Pernyataan Persetujuan (Informend Consent)

Lampiran 2 Standar Operasional Prosedur

Lampiran 3 Surat Izin Pengambilan Data Awal Penelitian

Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data dari Diklat dan Litbang RSUD

Bahteramas Kendari

Lampiran 5 Surat keterangan Bebas Administrasi

Lampiran 6 Surat Keterangan Bebas Pustaka

Lampiran 7 Bukti Proses Bimbingan


BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ca mammae (kanker payudara) adalah suatu kondisi dimana sel telah

kehilangan pengendalian dan fungsi normal, sehingga mengalami pertumbuhan

yang tidak normal,cepat, serta tidak terkendali. Sel-sel tersebut membelah diri

lebih cepat dari sel normal dan berakumulasi, yang kemudian membentuk

benjolan atau massa (Putra,2015). Ca mammae merupakan suatu jenis kanker

yang dapat menyerang siapa saja terutama pada kaum wanita. Hingga kini ca

mammae masih menjadi masalah terutama pada wanita, oleh karena itu ca

mammae ini diidentikkan dengan sebuah keganasan yang dapat menyebabkan

kematian (Abdullah.N, 2013).

Berdasarkan World Health Organization (WHO, 2019) ca mammae pada

tahun 2018 yang paling umum di alami oleh wanita mencapai 2,1 juta.

Sebanyak 630.000 di antaranya meninggal karena kurangnya pengetahuan akan

penyakit ini dan kurangnya biaya pengobatan (WHO,2019). Badan

internasional untuk penelitian kanker WHO memperkirakan bahwa pada tahun

2040 jumlah ca mammae yang di diagnosis akan mencapai 3,1 juta, dengan

peningkatan terbesar di Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah

(WHO,2019). Jumlah kasus terbesar ca mammae di dunia terjadi di China

(46%), Jepang (14%), dan Indonesia (12%). Asia tenggara menduduki tingkat

ke empat pada kasus ini. Indonesia menempati urutan ke tiga di Asia Tenggara

dengan jumlah kasus kanker payudara sebanyak 19.750 (Youlden et al, 2014).

1
2

Tingginya jumlah ca mammae di Indonesia disebabkan karena perubahan

gaya hidup masyarakat. Faktor-faktor resiko yang menyebabkan tingginya

kejadian kanker di Indonesia terutama pada wanita prevelensi merokok 1,9%,

sering konsumsi makanan berlemak 41,9%, sering konsumsi makanan hewani

berpengawet 4.2%, kurang konsumsi sayur dan buah 96,6%, sering konsumsi

makanan dibakar atau dipanggang 4,4%, kurang aktivitas 25,8%

(Riskesdas,2013). Faktor resiko tinggi penyebab ca mammae meliputi jenis

kelamin, usia, riwayat keluarga, genetik, siklus menstruasi, melahirkan dan

riwayat kanker sebelumnya (Breast Care Indonesia,2017). Di Indonesia jenis

penanganan yang dilakukan pada pasien kanker termasuk didalamnya ca

mammae, tercatat pada tahun 2018 tertinggi pembedahan 61,8%, kemoterapi

24,9%, radiasi atau penyinaran 17,3% (Riskesdas,2018). Kementerian

kesehatan (kemenkes) menyatakan bahwa , angka kanker payudara di

Indonesia mencapai 42,1 orang per 100.000 penduduk. Rata-rata kematian

akibat kanker ini mencapaai 17 orang per 100.000 penduduk (Kemenkes,

2018).

Laporan Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa jumlah kasus kanker

payudara setiap tahunnya mengalami peningkatan , dimana, pada tahun 2013

sebanyak 342 kasus. Pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebanyak 413

kasus. Sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebanyak 590

kasus, dimana jumlah provider sebanyak 70 kasus dan yang telah di skrining

(deteksi dini) sebanyak 51 kasus (Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan, 2015). Data dinas kesehatan kota kendari tahun 2015 menunjukkan

bahwa setiap tahunnya penderita kanker payudara mengalami peningkatan.


3

Pada tahun 2014 terdapat 38 0rang yang menderita kanker payudara, pada

tahun 2015 sebanyak 51 orang sedangkan pada tahun 2016 mengalami

peningkatan yaitu sebanyak 56 orang yang menderita penyakit kanker

payudara.

Rumah Sakit Umum Bahteramas merupakan rumah sakit rujukan provinsi

Sulawesi Tenggara. Data pasien rawat inap dan rawat jalan kanker payudara

untuk tahun 2012 sebanyak 36 pasien, kemudia pada tahun 2013 sebanyak 28

pasien, untuk tahun 2014 sebanyak 19 pasien, kemudian pada tahun 2015

mengalami peningkatan sebanyak 87 pasien dan 10 pasien dinyatakan

meninggal dunia sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 90 pasien, kemudian

pada tahun 2017 mengalami peningkatan kasus kanker payudara sebanyak 253

dari bulan januari sampai juni, kemudian pada tahun 2018 sebanyak 254 pasien

dan 8 pasien dinyatakan meninggal dunia, kemudian pada tahun 2019 sebanyak

229 pasien dan 10 pasien dinyatakan meninggal dunia sedangkan pada tahun

2020 mengalami peningkatan sebanyak 251 pasien dan 15 pasien dinyatakan

meninggal dunia, kemudian pada tahun 2021 sebanyak 203 pasien dan 11

pasien dinyatakan meninggal dunia dari bulan januari sampai juni. Berdasarkan

data yang disajikan sebelumnya yang setiap tahun terjadi secara fluktuatif atau

peningkatan dan penurunan (Data RSUD Bahteramas Kendari).

Jika ca mammae sudah menyebar ke paru-paru maka pengidapnya akan

mengalami sesak napas. Sesak napas adalah kondisi yang ditandai dengan sulit

bernapas atau sensasi tidak mendapat cukup asupan udara. Sesak napas bisa

membuat penderitanya merasa tidak nyaman dan gelisah. Posisi semi fowler

atau setengah duduk adalah posisi dimana kepala dan dada lebih tinggi dari pa
4

da panggul dan kaki.Apabila klien berada pada posisi ini, maka akan

mempermudah pada saat bernapas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Winarti (2018), di ruang Aster

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda menemukan bahwa posisi semi

fowler dapat meningkatkan rasa nyaman pada klien, dalam penelitian ini

dijelaskan bahwa beberapa menit setelah klien di posisikan pada posisi semi

fowler klien merasa nyaman. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Arlita Hangganing Puspita Jati (2020), di ruang Cendana 1 IRNA 1 RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta menunjukkan dengan mengatur posisi semi fowler pada

pasien ca mammae dengan derajat kemiringan 450C dapat memberikan rasa

nyaman pada klien, dibuktikan pada penelitian ini yang dilakukan selama 3x24

jam dan pada implementasi hari pertama klien mengatakan nyaman dengan

posisi semi fowler.

Pengaturan posisi merupakan salah satu tindakan mandiri perawat, peran

perawat sebagai tenaga medis sangatlah penting dalam menangani masalah

pola napas tidak efektif pada pasien kanker payudara dengan memberikan

asuhan keperawatan secara menyeluruh mulai dari pengkajian masalah,

menganalisa data, menentukan diagnosa keperawatan, membuat intervensi,

implementasi serta evaluasi keperawatan pada pasien kanker payudara. Dari

hasil survei awal pada pasien kanker payudara diruang perawatan Lambu

Barakati RSUD Bahteramas kendari diketahui diagnosa keperawatan yang

sering muncul pada pasien kanker payudara diruang tersebut adalah nyeri dan

pola napas tidak efektif. Diagnosa pola napas tidak efektif biasanya dikeluhkan

pada pasien-pasien kanker dengan kondisi metastase keparu-paru.


5

Dari latar belakang di atas penulis sangat tertarik untuk melaksanakan

asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny .I Dengan

Ca Mammae Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu

Barakati RSUD Bahteramas Kendari”.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah studi kasus ini adalah “Bagaimanakah penerapan

Asuhan Keperawatan Pada Ny.I Dengan Ca Mammae Dalam Pemenuhan

Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas

Kendari”.

C.Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan ca mammae dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny.I dengan ca

mammae dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.I dengan ca

mammae dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny.I dengan ca mammae

dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny.I dengan ca

mammae dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi


6

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.I dengan ca

mammae dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

f. Mampu menganalisis suatu intervensi keperawatan pada Ny .I dengan

ca mammae dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini,diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang penyakit ca mammae .

2. Bagi Perkembangan Ilmu dan teknologi Keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan ca mammae.

3. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien ca mammae.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Umum Kebutuhan Dasar Oksigenasi

1. Pengertian

Oksigenasi merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh

tubuh bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen.

Oksigen merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit

ke semua proses penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak,

membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan

jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen.

Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk

metabolisme tubuh (Atoilah dan Kusnadi,2013).

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) kedalaam

tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam

tubuh secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi

merupakan proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang

dilakukan dengan cara menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari

lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk mengeluarkan karbon

dioksida ke lingkungan (Saputra,2013).

Kebutuhan oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia

yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam

mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh

dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh

7
8

beberapa faktor seperti fisiologis, perkembangaan, perilaku, dan

lingkungan (Ernawati,2012).

Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam

proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh

sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup

oksigen setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh

ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologik

(Pelapina,2014).

2. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi

Sistem tubuh yang berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan

oksigenasi adalah saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan

bagiaan bawah. Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari:

a. Hidung, proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui

hidung

b. Esophagus

c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring

d. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup

laring pada saat seseorang menelan, agar makanan atau cairan tidak

masuk ke saluran pernapasan.

Saluran pernapasan bagian bawah, terdiri atas:

a. Trakhea, merupakan lanjutan dari laring sampai kira-kira ketinggian

vertebrae torakaalis kelima.

b. Bronkhus, merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi

bronchus kanan dan kiri.


9

c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronkhus.

d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran

oksigen dengan karbondioksida.

e. Paru-paru (pulmo), paru-paru merupakan organ utama dalam sistem

pernapasan. Secara anatomi, sistem respirasi terbagi menjadi dua,

yaitu saluran pernapasan dan parenkim paru. Saluran pernapasan

dimulai dari organ hidung, mulut, trakea, bronkus sampai bronkiolus.

Didalam rongga thoraks, bronkus bercabang menjadi dua kanan dan

kiri. Bronkus kemudian bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bagian

parenkim paru berupa kantong-kantong yang menempel di ujung

bronkiolus yang disebut alveolus bila hanya 1 atau alveoli bila banyak

(Kusnanto,2016).

3. Proses pernapasan

Tujuan pernapasan adalah untuk menghantarkan oksigen ke jaringan

dan mengeluarkan karbondioksida. Fisiologi pernapasan meliputi tiga

proses berikut : (1) ventilasi atau pergerakan udara antara atmosfir atau

alveoli. (2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara kapiler pulmonalis

dan alveoli. (3) transpor oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan

menuju sel. (Hudak dan Gallo dalaam subekti,et al,2013).

a. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses kompleks dengan banyak variabel,

antara lain perubahan tekanan dan integritas otot-otot yang

bertanggung jawab dalam pergerakan udara keluar masuk paru, dan


10

resistensi jalan napas. Semua variabel ini disebut sebagai mekanisme

ventilasi.

Pergerakan udara keluar masuk paru memerlukan otot-otot untuk

mengembangkan dan mengontraksikan rongga dada serta tekanan gas

untuk memudahkan pergerakan udara dari satu kompartemen lain.

Paru dapat mengembang dan berkontraksi dalam dua cara :

1) Dengan pergerakan diafragma keatas dan kebawah untuk

memperpanjang daan memperpendek rongga dada.

2) Dengan elevasi dan depresi tulang rusuk untuk memperbesar dan

memperkecil diameter rongga dada

Menurut hukum fisika, udara selalu bergerak dari daerah tertekan

tinggi ke daerah bertekanan rendah. Ada beberapa tekanan yang

terlibat dalam proses pernapasan: tekanan jalan napas,tekanan

indrapleura, tekanan intra alveolar, dan tekanan intratoraks.

Tekanan jalan napas adalah tekanan yang terdapat di jalan napas

konduksi. Tekanan intrapleura adalah tekanan yang terdapat di dalam

ruang sempit antara pleura viseral dan pleura pariental. Tekanan

alveolar adalah tekanan terdapat di dalam alveoli dan tekanan

intrapleura di sebut tekanan transpulmonal. Tekanan intratoraks

adalah tekanan yang terdapat di keseluruhan rongga toraks (Hudak fan

Gallo dalam Subekti,et al.2013).

b. Difusi

Setelah udara segar memasuki alveoli langkah selanjutnya dalam

proses pernapasan adalah difusi. Oksigen dari alveoli ke kapiler


11

pulmonalis dan difusi karbondioksida dari kapiler pulmonalis ke

alveoli. Difusi, atau pergerakan molekul, berlangsung dari daerah

dengan konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah. Hukum fick

menjelaskan proses difusi gas melewati membran kapiler alveolus.

Hukum fick menyatakan bahwa laju perpindahan gas dari membran

semipermeabel sebanding dengan area permukaan jaringan dan

perbedaan tekanan gas antara kedua area tersebut, dan berbanding

terbalik dengan ketebalan jaringan. Penting untuk diingat bahwa area

permukaan alveoli sangat luas (50-100 m2) dan ketebalan membran

alveolar adalah 0,3 um, dengan demikian dimensi sawar gas darah

ideal untuk proses difusi gas. Gas-gas yang berbeda juga melintasi

sawar tersebut dengan kecepatan yang berbeda, bergantung pada

karakteristik molekulnya. Karbondioksida berdifusi 20 kali lebih cepat

dari pada oksigen. Dengan demikian ada empat faktor yang

mempengaruhi pertukaran gas kapiler alveolus,antara lain :

1) Area permukaan yang tersedia untuk proses difusi

2) Ketebalan membrane kapiler alveolar

3) Tekanan parsial gas yang melintasi membran.

4) Daya larut dan karakteristik molekul gas tersebut (Hudak dan Gallo

dalam Subekti,et al.2013).

c. Transpor oksigen

Oksigen diangkat di dalam darah melalui dua bentuk : terlarut dan

terikat pada hemoglobin. Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri

(PaO2) menggambarkan tingkat kelarutan oksigen di dalam plasma.


12

Tidak sampai 3% dari total oksigen yang diangkat dalam bentuk ini.

90% oksigen diangkut dalam darah terikat hemoglobin dan di sebut

oksihemoglobin. Setiap gram hemoglobin mengangkut hampir 1,34

mL oksigen pada saat oksigen tersaturasi dengan sempurna.Setelah

berdifusi melintas membran kapiler alveolar, oksigen bergabung

dengan hemoglobin di sel darah merah dan membentuk ikatan yang

reversibel. Oksihemoglobin diangkut dalam darah arteri dan

disediakan untuk kebutuhan metabolisme sel jaringan. Saturasi

oksigen dalam darah arteri (SaO2) menggambarkan presentase

molekul hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen.

Molekul hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh apabila

oksigen barkaitan dengan empat area peningkatan oksigen yang ada,

dan hanya tersaturasi sebagian apabila kurang dari empat molekul

yang berkaitan dengan area tersebut. Istilah afinitas digunakan untuk

menggambarkan kapasitas hemoglobin yang berkaitan dengan

oksigen. Saat ini tinggi, hemoglobin mengikat oksigen dengan mudah

di membran kapiler alveolus. Tetapi pada tingkat jaringan,

hemoglobin tidak mudah untuk melepaskan oksigen. Saat afinitas

rendah, hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen dengan mudah di

membran kapiler alveolus. Sebaiknya, saat afinitas rendah, menjadi

lebih mudah melepaskan oksigen di tingkat jaringan (Hudak dan Gallo

dalam Subekti,et al.2013).


13

4. Faktor yang mempengaruhi fungsi pernapasan

a. Faktor Fisiologis

1) Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia

2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi

saluran pernapasan bagian atas, peningkatan sputum yang

berlebihan pada saluran pernapasan.

3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang

mengakibatkan terganggunya O2.

4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu

hamil, luka dan lain-lain

5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada

kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, penyakit

kronik seperti TBC paru.

b. Faktor perkembangan

1) Bayi prematur, yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan

2) Bayi dan balita, adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut

3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan

dan merokok

4) Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang

aktivitas, stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-

paru.

5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan

kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru

menurun.
14

c. Faktor Perilaku

1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan

ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia, sehingga daya ikat

oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan

arterioklerosis.

2) Aktivitas fisik : latihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

perifer dan koroner.

4) Alkohol dan obat-obatan : menyebabkan asupan nutrisi dan Fe

menurun yang mengakibatkan penurunan hemoglobin. Alkohol

menyebabkan depresi pusat pernapasan.

5) Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.

d. Faktor Lingkungan

1) Tempat kerja (polusi)

2) Suhu lingkungan

3) Ketinggian tempat dari permukaan laut

B. Konsep Umum Ca Mammae

1. Pengertian

Ca mammae atau carcinoma mammae yaitu sebuah keganasan yang

sudah berasal dari sebuah sel kelenjar, saluran kelenjar dan pada jaringan

dengan penunjang payudara. Ca mammae adalah sejenis tumor ganas yang

sudah tumbuh di dalam jaringan sel di payudara. Kanker ini bisa mulai

tumbuh yaitu di dalam kelenjar payudara seseorang, saluran payudara, di


15

jaringan lemak maupun ada di jaringan ikat pada sebuah payudara

(Medicastore, 2011).

Ca mammae adalah dimana sekelompok sel yang tidak normal pada

payudara seseorang yang terus tumbuh dan akan berlipat ganda.Pada

akhirnya semua sel-sel ini terus akan menjadi bentuk sebuah benjolan di

payudara. Jika sebuah benjolan kanker itu tidak bisa di buang atau tidak

terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (bermestastase) pada sebuah

bagian-bagian tubuh yang lain dan nantinya juga akan dapat

mengakibatkan kematian. Metastase bisa juga terjadi yaitu pada sebuah

kelenjar getah bening pada ketiak atau pun diatas tulang belikat. Selain itu

pada sel-sel kanker juga bisa bersarang di dalam tulang,bisa juga di paru-

paru, di hati, kulit dan di bawah kulit. Kanker payudara merupakan sebuah

penyakit yang bisa juga disebabkan karena terjadi pembelahan sebuah sel-

sel di dalam tubuh seseorang secara tidak teratur dan sehingga pada

pertumbuhan sel juga tidak dapat dikendalikan dan dia akan tumbuh

menjadi sebuah benjolan atau tumor (kanker) dari sel tersebut (brunner dan

suddarth 2011).

Ca mammae yaitu sekelompok sel yang tidak normal pada sebuah

payudara akan dan terus menerus tumbuh akan berupa ganda. Metastase

bisa juga terjadi pada sebuah kelenjar getah bening atau (limfe) di ketiak

ataupun bisa juga diatas tulang belikat. Dan selain itu kanker juga akan

bisa bersarang di dalam tulang,di paru-paru, di hati dan kulit (Erik

T,2012). Ca mammae adalah kanker yang berasal dari parenkim, stoma,


16

areola dan papila mammae. Ca mammae adalah tumor ganas yang tumbuh

di dalam jaringan payudara (Nurarif dan kusuma, 2015).

2. Anatomi Payudara

Gambar: 2.1 anatomi payudara

Sumber: (Kirnantoro dan Maryana, 2019)

a. Kalang Payudara (Areola Mammae)

Letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang

disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.

Pada daerah ini akan didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari

montgometry yang membentuk tuberkel dan akan membesar selama

kehamilan. Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan

dapat melicinkan kalang payudara selama menyusui. Pada payudara

terdapat duktus laktiferus yang merupakan tempat penampungan air

susu.
17

b. Puting Susu

Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan

muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung saraf, pembuluh darah,

pembuluh getah bening, serat-serat otot polos yang tersusun secara

sirkuler, sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan

memadat dan menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat-serat

otot yang longtudinal akan menarik kembali puting susu tersebut.

Payudara terdiri dari 15-25 lobus. Masing-masing lobules terdiri dari

20-40 lobulus. Selanjutnya masing-masing dihubungkan dengan

saluran air susu (sistem duktus) sehingga merupakan suatu pohon.

c. Korpus

Alveolus yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari

alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos

dan pembuluh darah. Lobulus yaitu kumpulan dari alveolus sedangkan

lobus merupakan beberapa loblus yang terkumpul menjadi 15-20

lobus pada tiap payudara. ASI disalurkan dari alveolus kedalam

saluran kecil (duktus), kemudian beberapa duktulus bergabung

membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).

(Kirnantoro,2019)

3. Etiologi

Penyebab kanker payudara sangat beragam, tetapi ada sejumlah faktor

resiko yang dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini yaitu asap

rokok,konsumsi alkohol, umur pada saat menstruasi pertama, umur saat

melahirkan pertama, lemak pada makanan,daan sejarah keluarga tentang


18

ada tidaknya anggota keluarga yang menderita penyakit ini. Terdapat

banyak faktor yang akan menyebabkan terjadinya kanker payudara, antara

lain:

a. Usia

Wanita yang berumur lebih dari 30 tahun mempunyai

kemungkinan yang lebih besar untuk mendapat ca mammae dan

resiko ini akan bertambah sampai umur 50 tahun dan setelah

monopause (Yustiana, 2013).

b. Genetik

1) Adanya kecenderungan pada suatu keluarga tertentu yang lebih

banyak mengalami gangguan kanker payudara dari pada

anggota keluarga sehat yang lain.

2) Terdapat kesamaan dan juga lateralisasi pada kanker buah dada

dan juga pada keluarga terdekat dari orang yang menderita

kanker payudara.

c. Hormon

1) Kanker payudara yang umumnya sering terjadi pada wanita,

dan terjadi pada laki-laki kemungkinannya sangat kecil.

2) Insiden ini akan jauh lebih tinggi terjadi pada wanita yang

usianya diatas 35 tahun.

3) Saat ini pengobatan dengan menggunakan terapi hormon yang

hasilnya sangat memuaskan.


19

d. Riwayat Menstruasi

Early Menarche (sebelum 12 tahun) dan monopause (setelah 55

tahun) menstruasi pertama sebelum usia 12 tahun dan yang

mengalami monopause setelah usia 55 tahun memiliki faktor resiko

tinggi terkena kanker payudara karena jangka panjang terhadap

estrogen dan progesteron meningkatkan resiko pengembangan

kanker payudara.

e. Riwayat Reproduksi

Melahirkan anak pertama di atas usia 30 tahun. Wanita yang

hamil di atas usia 30 tahun memiliki resiko 40 persen menderita

kanker payudara dibanding wanita yang hamil dan melahirkan di

usia 20 tahun hingga 25 tahun hal ini disebabkan karena mutasi

genetik menjadi lebih umum sering bertambahnya usia dan setiap

mutasi dipayudara akan berlipat ganda dan tumbuh saat hamil.

f. Menggunakan Obat Kontrasepsi Yang Lama

Peningkatan risiko kanker payudara sebagai efek pil KB terjadi

karena akibat tingginya kadar estrogen dan progesteron yang

menyebabkan jaringan kelenjar payudara bertumbuh secara cepat

pertumbuhan jaringan ini dapat berwujud sebagai sel abnormal atau

tumor sehingga akan berkembang sebagai kanker.

g. Penggunaan Terapi Estrogen

Kanker payudara paling sering terjadi pada wanita paska

menopause jaringan payudara mengandung sel-sel lemak yang

memproduksi enzim yang disebut dengan aromatase yang


20

memproduksi estrogen. Semakin tua seorang wanita, sel-sel lemak

di payudara cenderung akan menghasilkan enzim aromatase dalam

jumlah yang besar yang pada akhirnya akan meningkatkan kadar

estrogen local. Estrogen yang diproduksi secara local. Inilah yang

berperan dalam memicu kanker payudara pada wanita.

4. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala penyakit kanker payudara menurut Pudiastuti,(2011)

antara lain :

a. Ada benjolan pada ketiak

b. Perubahan bentuk payudara

c. Kemerahan dan bengkak pada payudara

d. Putting susu gatal dan bersisik

e. Adanya cairan abnormal paada payudara (Pudiastuti, 2011)

Sedangkan menurut Irianto (2015) ada tanda dan gejala yang khas

menunjukkan adanya suatu keganasan pada payudara, antara lain :

a. Adanya retraksi / inversi nipple (dimana putting susu tertarik ke dalam

atau masuk dalam payudara) berwarna merah atau kecoklatan sampai

menjadi edema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau

d”orange), mengkerut atau timbul ulkus pada payudara. Ulkus semakin

makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan

seluruh payudara, sering barbau busuk dan mudah berdarah.

b. Keluarnya cairan dan putting susu. Yang khas adalah cairan keluar dari

muara duktus satu payudara dan mungkin berdarah, timbul pembesaran

kelenjar getah bening diketiak, bengkak (edema) pada lengan dan


21

penyebaran kanker ke seluruh tubuh. Kanker payudara yang sudah

lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria Operbilitas

Heagensen sebagai berikut :

1) Benjolan payudara umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada

payudara. Pertama benjolan itu tidak nyeri makin lama makin besar,

lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit

payudara atau pada putting susu.

2) Adanya nodul satelit pada kulit payudara, kanker jenis mastitis

karsinimatosa, terdapat nodul pada sternal, nodul pada

supraklavikula, adanya edema lengan, dan adanya metastase jauh.

3) Kulit terfiksasi pada dinding thoraks, kelenjar getah bening aksila

berdiameter 2,5 cm dan kelenjar getah bening aksila melekat satu

sama lain.

5. Patofisiologi

Sel-sel dari kanker itu dibentuk dari sebuah sel-sel yang normal di

dalam suatu proses yang sangat susah/rumit yang bisa disebut juga dengan

transformasi, yang juga terdapat dari setiap insiasi dan promosi :

a. Fase Insiasi

Pada tahap pertama yaitu insiasi akan terjadi sebuah perubahan di

dalam bahan yang genetik sel yang sering memancing sel itu menjadi

sangat ganas. Perubahan yang ada di dalam bahan yang genetik sel ini

sering disebabkan oleh salah satu agen yang bisa disebut karsinogen,

yang juga bisa berupa bahan yang ber kimia virus, atau bisa juga

radiasi /penyinaran dari sinar matahari. Tetapi tidak semua sel yang
22

memiliki kepekaan yang sama semua terhadap suatu karsinogen.

Maka kelainan genetik di dalam sel atau bahan kimia lainnya disebut

dengan promotor, akan menyebabkan sel yang lebih rentan terhadap

salah satu karsinogen dan juga bahkan gangguan fisik yang sudah

menahun juga bisa membuat sel menjadi lebih peka sekali untuk

mengalami gangguan suatu keganasan.

b. Fase Promosi

Pada tahap kedua ini yaitu promosi, salah satu sel yang sudah

mengalami fase insiasi akan bisa berubah untuk menjadi ganas. Sel

yang belum mampu melewati tahap pertama insiasi maka tidak akan

bisa terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor

untuk terjadinya keganasan atau gabungan dari semua sel yang sudah

peka dan pada suatu karsinogen (Wijaya, 2013).

Menurut (Anomae 2,2012) proses dalam jangka panjang untuk terjadinya

kanker payudara yaitu ada 4 fase, antara lain :

1) Fase Induksi : 15-30 Tahun

Sampai saat ini belum bisa di pastikan apa penyebab terjadinya

kanker payudara, akan tetapi faktor lingkungan mungkin

memegang juga peranan yang besar di dalam penyebab terjadinya

kanker payudara pada seseorang.

2) Fase Insitu : 1 hingga 5 Tahun

Fase insitu yaitu dimana fase ini perubahan jaringan yang

muncul akan mejadi sebuah lesi atau pre-cancerous yang juga bisa

kita temukan dibagian serviks uteri, rongga mulut, paru-paru,


23

saluran cerna, didalam kandung kemih, dibagian kulit dan pada

akhirnya akan ditemukan di bagian payudara itu sendiri.

3) Fase Invasi

Sel-sel yang akan menjadi ganas, dan terus berkembang biak

untuk menginfiltrasi dengan melalui membrane sel dan menuju ke

jaringan sekitarnya lalu ke pembuluh darah setelah itu ke limfe.

Selang waktu antara fase ke-3 dan fase ke-4 berlangsung dalam

beberapa minggu bahkan sampai juga beberapa tahun lamanya.

4) Fase Deseminasi : 1-5 Tahun

Bila tumor itu akan semakin membesar maka kemungkinan

dalam penyebaran ketempat-tempat yang lain untuk bertambah.


24

6. Pathway penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia pada ca mamae

Faktor predisposisi dan


resiko tinggi hiperplasia
pada sel mammae

Mendesak Mensuplai Mendesak Mendesak sel


jaringan sekitar nutrisi ke pembuluh syaraf
ajaringan Ca darah

Menekan Interupsi sel


jaringan pada Hipermetabo- Aliran darah syaraf
mammae lisme ke terhambat
jaringan
Nyeri
Peningkatan Hipoksia
konsistensi Penurunan
mammae hipermeta-
bolisme
jaringan Nekrosis jaringan

Penurunan Bakteri patogen


berat badan

Resiko infeksi
Defisit nutrisi

(Nurarif, 2015)

Peningkatan Ukuran mammae abnormal


konsistensi mammae

Massa tumor
mendesak kejaringan Mammae Defisit Kesulitan dalam
ansimetris pengetahuan bergerak

Perfusi jaringan Gangguan citra tubuh Gangguan


terganggu mobilitas fisik
Ekspansi
Infiltrasi pleura paru Pola napas
Ulkus parietal menurun tidak efektif

Kerusakan integritas
kulit/jaringan
25

7. Stadium Ca Mammae

Stadium kanker penting untuk panduan pengobatan, follow up dan

menentukan prognosis.

a. Stadium 0

Kanker insitu dimana sel kanker berada pada tempatnya didalam

jaringan payudara normal.

b. Stadium I

Tumor dengan garis tengah kurang 2 cm dan belum menyebar ke luar

payudara.

c. Stadium IIA

Tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum menyebar ke kelenjar

getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah kurang 2 cm

tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.

d. Stadium IIB

Tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan belum menyebar ke

kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm

tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.

e. Stadium IIIA

Tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke

kelenjar getah bening ketiak disertai perlengketan satu sama lain atau

perlengketan ke struktur lainnya atau tumor dengan garis tengah lebih

dari 5 cm sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.


26

f. Stadium IIIB

Tumor telah menyusup keluar payudara yaitu kedalam kulit payudara

atau kedinding dada atau telah menyebar ke kelenjar getah bening

didalam dinding dada dan tulang dada.

g. Stadium IV

Tumor telah menyebar keluar daeraah payudara dan dinding dada

misalnya ke hati, tulang atau paru-paru. (Pusiastuti, 2011).

8. pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Kemenkes, (2018) pada pasien Ca

Mammae adalah sebagai berikut:

a. Mammografi

Mammografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada

jaringan payudara yang dikompresi. Mammogram adalah gambar hasil

mammografi. Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang

baik, dibutuhkan dua posisi mammogram dengan proyeksi berbeda 45

dan 14 derajat (kraniokaudal dan mediolateralobligue). Mammografi

dapat bertujuan skrining kanker payudara, diagnosis kanker payudara,

dan follow up/control dalam pengobatan.

b. Ultrasonografi

c. Sitologi

d. MRI (Magnetik Resonance Imaging)

Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik dari pada

mammografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai

pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu


27

pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan pada

wanita muda dengan payudara yang padat atau pada payudara dengan

implant, dipertimbangkan pasien dengan resiko tinggi untuk menderita

kanker payudara (level 3).

e. USG (Ultrasonografi) payudara

Satu kelebihan dari USG adalah dalam mendeteksi masa kistik.

Serupa dengan mammografi, American College Of Radiology juga

menyusun bahasa standar untuk pembacaan dan pelaporan USG sesuai

dengan BIRADS. Karakteristik yang dideskripsikan meliputi bentuk

massa, margin tumor, orientasi, jenis posterior acoustic, batas lesi, dan

pola echo.

f. PET-PET/ CT SCAN

Possitron Emission Tomography (PET) dan Passitron Emission

Tomography/Computed Tomography (PET/CT) merupakan

pemeriksaan atau diagnosa pencitraan untuk kasus residif. Banyak

literatur menunjukkan bahwa PET memberikan hasil yang jelas

berbeda dengan pencitraan yang konvensional (CT/MRI) dengan

sensifitas 89% VS 79% (OR 1.12, 95% CI 1.04-1.21), sedangkan

spesifikasi 93% VS 83% (OR 1.12, 95% CI 1.01-1.24) (level 1).

(Kemenkes, 2018).
28

9. Penatalaksanaan Ca Mammae

Menurut Brunner dan Suddarth, (2013) penatalaksanaan ca mammae

terdiri dari:

a. Masektomi radikal yang dimodifikasi mencakup pengangkatan seluruh

jaringan payudara, termasuk kompleks puting-areola dan bagian nodus

limfe aksila.

b. Masektomi total mencakup pengangkatan payudara dan kompleks

putting-areola tetapi tidak mencakup diseksi nodus limfe aksila

(axcillary limph node dissection ALND).

c. Pembedahan penyelamatan payudara: lumpektomi, masektomi eksisi

luas, parsial atau segmental, kuadranektomi, dilanjutkan oleh

pengangkatan nodus limfe untuk kanker payudara invasif.

d. Biopsi nodus limfe sentinel, dianggap sebagai standar asuhan untuk

terapi kanker payudara stadium dini.

e. Terapi radiasi sinar eksternal, biasanya radiasi dilakukan pada seluruh

payudara, tetapi radiasi payudara parsial (radiasi ke tempat lumpektomi

saja) kini sedang dievaluasi dibeberapa institusi pada pasien tertentu

secara cermat.

f. Kemoterapi untuk menghilangkan penyebaran mikromestatik penyakit,

siklofosfamid (Cyoxan), metotreksat, fluorenasil, regimen berbasis

antraksiklin (misdokorubisin, epirubisin, taksans,dosetaksel).

g. Terapi hormonal berda sarkan indeks reseptor esterogen dan

progesteron, tamoksifen (soltamox) adalah agens hormonal primer yang

digunakan untuk menekan tumor yang bergantung hormonal lainnya


29

adalah inhibitor anastrazol ( Arimidex), letrozol (Femara), dan

eksemestan (Aromasin).

h. Terapi targe, transtruzumab (herceptin), bevacizumab (Avastin)

i. Rekonstruksi payudara

C. Konsep Umum Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ca Mammae

1. Pengkajian

Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada

system pernapasan adalah hal utama yang dilaksanakan perawat karena

memungkinkan 80% diagnosis masalah klien dapat ditegakkan dari

anamnesis . Sebaginan dari masalah sitem pernapasan dapat tergali melalui

anamnesis yang baik dan teratur sehingga seorang perawat perlu

meluangkan waktu yang cukup dalam melakukan anamnesis secara

tekundan menjadikannya kebiasaan pada setiap pengkajian keperawatan.

( Muttaqin,2010).

a. Keluhan Utama

Dalam membuat riwayat keperawatan yang berhubungan dengan

gangguan system pernapasan,sangat penting untuk mengenal tanda

serta gejala umum maupun pernapasan.Yang termasuk keluhan utama

pada sistem pernapasan merupakan batuk,produksi sputum

berlebih,batuk darah,sesak napas,dan nyeri dada.Sedangkan,keluhan

secara umum meliputi:keluahan adanya jari tabuh dan manifestasi lain

yang berkaitan dengan gangguan pertukaran gas,malaise,nafsu makan

menurun,BB menurun secara drastis,dan keringat malam.

(Muttaqin,2010).
30

1) Batuk

Batuk adalah suatu refleks protektif yang timbul akibat iritasi

percabangan trakeobronkial.Kemampuan untuk batuk merupakan

mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran pernapasan

bagian bawah.Batuk juga adalah gejala yang paling umum dari

penyakit pernapasan.Rangsangan yang biasanya menimbulkan

batuk merupakan rangsangan mekanik,kimia,dan peradanga.

Inhalasi debu,asap,dan benda-benda asing kecil adalah rangsangan

paling sering dari batuk.Rangsangan mekanik dari tumor,baik yang

didalam maupun di luar saluran napas dapat menimbulkan

batuk.Setiap proses peradangan juga ditandai oleh batuk.

(Muttaqin,2010).

Tahap pengkajian pola batuk di lakukan dengan cara menilai

apakah batuk termasukbatuk kering,keras,dan kuat dengan suara

mendesing,berat,dan berubah-ubah seperti kondisi pasien yang

mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan

produktif serta saat di mana pasien sedang makan,merokok,atau

saat malam hari.Pengkajian terhadap lingkungan tempat tinggal

pasien(apakah berdebu,penuh asap,dan adanya kecenderungan

mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum

dilakukan dengan cara memeriksa warna,kejernian,dan apakah

bercampur darah terhadap sputum yang di keluarkan oleh

pasien.(Alimul,2012).
31

2) Batuk darah

Batuk darah merupakan keluarnya darah dari saluran napas

akibat pecahnya pembuluhb darah pada saluran napas bawah(dari

glottis ke bawah).Gejala permulaan biasanya gatal pada

tenggorokan atau adanya keinginan untuk batuk,kemudian darah

dikeluarkan lewat batuk.Darah berwarna merah terang,berbuih,dan

dapat bercampur sputum.Berat ringannya batuk darah tergantung

dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.Batuk darah

terutama yang nasif merupakan suatu kegawat-daruratan paru

dengan komplikasi sufukasi(suffocation) yang mnutup jalan napas.

3) Produksi sputum berlebih

Orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100

ml/hari.Kalau produksi berlebihan,maka proses pembersihan

mungkin tidak efektif lagi sehingga sputum akan tertimbun.

4) Sesak napas

Sesak napas adalah gejala yang nyata terhadap gangguan pada

trakebronkial,parenkim paru,dan rongga pleura.Terjadinya sesak

karena terdapat peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya

resistensi elastik paru-paru(seperti pada pneumonia,atelaktasis,dan

penyakit pleura),dinding dada (obesitas,kifoskolisis) atau

meningkatnya resistensi nonelastisitas (emfisema,asma,bronkkitis).

Keluhan sesak napas yang di rasakan oleh klien secara

patofisiologi terjadi karena berbagai keadaan berikut ini:


32

a) Oksigenasi jaringan menurun

b) Kebutuhan O2 meningkat

c) Kerja pernapasan meningkat

d) Rangsangan pada sistem saraf pusat

e) Penyakit neuromuscular

Sesak napas adalah suatu keluhan yang menunjukkan ada

gangguan atau penyakit kardiorespirasi.

b. Riwayat kesehatan saat ini

Pengkajian RPS system pernapasan seperti menanyakan tentang

perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien meminta

tolong.Misalnya:sejak kapan keluhan dirasakan,berapa lama dan

berapa klai keluhan tersebut terjadi,apa yang sedang di lakukan ketika

keluhan ini terjadi,keadaan apa yang memperberat atau memperingan

keluhan,adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta

pertolongan,berhasil atau tidakkah usaha tersebut,dan sebagainya.

Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien sedetil-

detilnya,dan semaunya diterangkan pada riwayat penyakit

sekarang.Pada umumnya,beberapa hal yang harus diungkapkan pada

setiap gejala merupakan lama timbulnya (durasi), lokasi

penjalarannya, terutama untuk nyeri, sifat keluhan, berat ringannya,

mula timbulnya, factor-faktor yang memperberat dan meringankan

serta gejala yang menyertai.


33

c. Riwayat kesehatan dahulu

Dalam pengkajian riwayat kesehatan dahulu perawat menanyakan

tantang penyakit yang perna dialami sebelumya. Misalnya:apakah

klien perna dirawat sebelumnya,dengan penyakit apa,apaka perna

mengalami sakit yang berat dan sebagainya.

Pengobatan yang lalu dan riwayat alergi. Ada beberapa obat yang

diminum oleh kluien pada masa lalu yang masih relevan seperti Obat

Anti Tuberkulosis (OAT).Catat adanya efek samping yang terjadi di

masa lalu.Selain itu,juga harus menanyakan alergi obat,dan tanyakan

reaksi alergi apa yang timbu.Sering kali klien mengacaukan suatu

alergi dengan efek samping obat.

d. Riwayat keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam angguan sistem

pernapasan adalah hal yang penting untuk mendukung keluhan dari

penderita,perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan

predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak napas,batuk

lama,batuk darah generasi terdahulu.

e. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Dalam pengkajian riwayat pekerjaan dan kebiasaan perawat

menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.Kebiasaan

sosial,menanyakan kebiasaan dalam pola hidup,misalnya minum

alkohol,atau obat tertentu.Kebiasaan merokok, menanyakan tentang

kebiasaan merokok terkait sudah berapa lama,berapa batang per

hari,dan jenis rokok.


34

f. Pengkajian fisik pernapasan

1) Inspeksi

Melakukan pemeriksaan dengan cara melihat keadaan umum

sistem pernapasan dan nilai adanya tanda-tanda abnormal

misalnya:adanya tanda sianosis,pucat,kelelahan,sesak

napas,batuk,penilaian produksi sputum dan lainnya.(Arif

Muttaqin,2010).

Selain itu dalam melakukan pengkajian secara inpeksi perlu

dilakukan hal penting seperti,pertama:penentuan tipe jalan

napas,yaitu menilai apakah napas spontan melalui

hidung,mulut,oral,nasal,atau menggunakan selang endotrakeal

atau tracheostomy,kemudian menentukan status kondisi seperti

kebersihan,ada atau tidaknya secret,perdarahan,bengkak,atau

obstruksi mekanik.Kedua:penghitungan frekuensi pernapasan

dalam waktu satu menit.(Alimul,2012).

Menurut (Muttaqin,2010) dalam melakukan pengkajian

pernapasan secara inpeksi perlu di lakukan pengkajian bentuk

dada,dimana penilaian bentuk dada secara inspeksi untuk melihat

seberapa jauh kelainan yang terjadi pada klien.Bentuk dada

normal pada orang dewasa diameter anteroiposteriodalam

proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2.Adapun bentuk dada

yang biasa didapaatkan seperti:

a) Bentuk dada toraks phthisis(panjang an gepeng)

b) Bentuk dada toraks en batuau(toraks dada burung)


35

c) Bentuk dada toraks emfisematous (barrel chest)-didapatkan

apabila diameter anteroposterior berbanding proporsi diameter

lateral adalah 1:1.

d) Bentuk dada toraks pektus ekskavatus (funnel chest dada

cekung ke dalam).

2) Palpasi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi kelainan,seperti

nyeri tekan yang dapat timbul akibat luka ,peradangan

setempat,metastasis tumor ganas,pleuritis,atau pembengkakan dan

benjolan pada dada.Palpasi dilakukan untuk menentukan

besar,konsistensi,suhu,apakah dapat atau tidak di gerakkan dari

dasarnya. Melalui palpasi dapat di ketahui gerakkan dinding

toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi.Caranya dapat

dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan pada

kedua sisi tulang belakang.Jika pada puncak paru terdapt

fibrosis,proses tuberkulosis,atau suatu tumor,maka tidak akan

ditemukan pengembangan bagian atas pada toraks.Kelainan pada

paru,seperti getaran sewaktu pemeriksa meletakkan tangannya

pada dada pasien ketika ia berbicara.Fremitus vocal yang jelas

mengeras dapat di sebabkan oleh konsolidasi paru seperti pada

pneumonia lobaris,tuberculosis keseosa pulmonum,tumor

paru,atelaktasis,atau kolaps paru dengan bronkus yang utuh dan

tidak tersumbat,kavitasi yang letaknya dekat permukaan paru.

(Alimul,2012).
36

3) Perkusi

Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya

suara perkusi paru.Suara perkusi normal adalah suara perkusi

sonor,yang bunyinya seperti kata “dug-dug”. Suara perkusi lain

yang dianggap tidak normal adalah redup,seperti pada

infiltrate,konsolidasi,dan efusi pleura.Pekak, seperti suara yang

terdengar bila kita memperkusi paha kita,terdapat pada rongga

pleura yang terisi oleh cairan nanah,tumor pada permukaan

paru,atau fibrosis paru dengan penebalan pleura.

Hipersonor,bila udara relatif lebih padat,ditemukan pada

emfisema,kavitas besar yang letaknya perifer, dan

pneumoniathoraks.Timpani,bunyinya seperti ucapan”dang-dang-

dang”.Suara ini menunjukkan bahwa dibawah tempat yang

perkusi terdapat penimbunan udara,seperti pada pneumotoraks

dan kavitas dekat permukaan paru.Batas atas paru dapat

ditentukan dengan perkusi pada supraklavikularis kedua sisi.Bila

didapatkan suara perkusi yang kurang sonor,maka kita harus

menafsirkan bahwa bagian atas paru tidak berfungsi lagi,dan

berarti batas paru yang sehat terletak lebih bawahdari biasa.Pada

umumnya,hal ini menunjukkan proses tuberkulosi di puncak

paru.Dari belakang, apeks paru dapat diperkusi didaerah otot

trapezius antara otot leher dan pergelangan bahuyang akan

mendengarkan sepertisonor.(Muttaqin,2010).
37

4) Auskultasi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas,antra

lain suara napas dasar dan suara napas tambahan.Suara napas

dasar merupakan suara napas pada orang dengan paru yang

sehat,seperti:vesikuler yaitu ketika suara inspirasi leboih keras

dan lebih tinggi nadanya.Bunyi napas vesikuler yang disertai

ekspirasi memanjang terjadi pada emfisema.Suara vesikuler dapat

didengar pada sebagian paru.Kemudian suara bronchial adalah

suara yang bisa kita dengar pada waktu inspirasi dan

ekspirasi,bunyinya bisa sama atau lebih panjang,anatara inspirasi

dan ekspirasi terdengar jarak(jeda)yang jelas.Suara bronchial

terdengar didaerah trakea dekat bronkus,dalam keadaan tidak

normal bisa terdengar seluruh daerah paru,selanjutnya

bronkovaskuler adalah suara yang terdengar anatara vesikuler dan

bronchial,ketika ekspirasi menjadi lebih panjang,hingga hamper

menyamai inspirasi.Suara ini lebih jelas terdengar pada

manubrium sterni.Pada keadaan tidak normal juga terdengar pada

daerah lain dari paru.

Suara napas tambahan adalah suara yang terdengar pada

dinding toraks berasal dari kelainan dalam paru,termasuk

bronkus,alveoli,dan pleura.Suara napas tambahan seperti suara

ronkhiyaitu suara yang terjadi dalam bronchi karena penyempitan

lumen bronkus.Suara mengi(wheezing),yaitu ronkhi kering yang

tinggi,terputus nadanya,dan panjang,terjadi pada asma.Suara


38

ronkhi basah yaitu suara berisik yang terputus akibat aliran udara

yang melewati cairan (ronkhi basah,halus,sedang,dan kasar

terantung pada besarnya bronkus yang terkena dan umumnya

terdengar pada inspirasi).Sedangkan suara krepitasi adalah suara

seperti hujan rintik-rintik yang berasal dari bronkus yang berasal

dari bronkus,alveoli atau kavitasi yang mengandung

cairan.(Alimul,2012).

g. Pemeriksaan Laboratorium

Selain pemeriksaan laboratorium Hb,leukosit,dan lain-lain yang di

lakukan secara rutin,juga dilakukan pemeriksaan sputum guna melihat

kuman dengan cara mikroskopis.Uji resistensi dapat dilakukan secara

kultur,untuk melihat sel tumor dengan pemeriksan sitologi.

(Alimul,2012).

h. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Alimul,2012) pemeriksaan diagnostik pada sistem

pernapasan dapat dilakukan dengan beberapa berikut:

1) Rontgen Dada

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat lesi paru pada penyakit

tuberculosis,mendeteksi adanya tumor,bemda asing,pembengkakan

paru,penyakit jantung dan untuk melihat struktur yang abnormal.

2) Fluoroskopi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme

kardiopulmonum,misalnya kerja jantung,diafragma,dan kontraksi

paru.
39

3) Bronkografi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus

sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus

atau kasus displacement dari bronkus.

4) Angiografi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus

sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus

atau kasus konginetal.

5) Endoskopi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostik dengan

cara mengambil sekret untu pemeriksaan,melihat lokasi

kerusakan,biopsy jaringan,untuk pemeriksaan sitology,mengetahui

adanya tumor,melihat letak terjadinya perdarahan, untuk

terapeutik,misalnya mengambil benda asing dan menghilangkan

sekret yang menutup lesi.

6) Radio isotop

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru,melihat

adanya emboli paru.Ventilasi scaning untuk mendeteksi

ketidaknormalan ventilasi,misalnya pada emfisema,scaning gallium

untuk mendeteksi peradangan pada paru.Pada keadaan normal,paru

hanya menerima sedikit atau sama sekali tidak gallium yang

lewat,tetapi gallium sangatbanyak terdapat pada infeksi.


40

7) Mediastinoskopi

Mediastinoskopi adalah endoskopi mediastinum untuk melihat

penyebaran tumor.Mediastinoskopi bertujuan untuk memeriksa

mediastinum bagian depan dan menilai aliran limpa pada

paru,biasanya di lakukan pada penyakit saluran pernapsan bagian

atas.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

(SDKI),2018 ada beberapa diagnosa keperawatan pada sistem pernapasan

diantaranya adalah:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan:

1) Spasme jalan napas

2) Hipersekresi jalan napas

3) Disfungsi neuromuskuler

4) Benda asing dalam jalan napas

5) Adanya jalan napas buatan

6) Sekresi yang tertahan

7) Hiperplasia dinding jalan napas

8) Proses infeksi

9) Respon alergi

10) Efek agen farmakologis (mis.anastesi)

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan:

1) Depresi pusat pernapasan


41

2) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot

pernapasan)

3) Deformitas dinding dada

4) Deformitas tulang dada

5) Gangguan neuromuskular

6) Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram atau ECG positif,

cedera kepala, gangguan kejang)

7) Imaturitas neurologis

8) Penurunan energi

9) Obesitas

10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

11) Sindrom hopoventilasi

12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)

13) Cedera pada medula spinalis

14) Efek agen farmakologis

15) Kecemasan

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan:

1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

2) Perubahan membran alveolus-kapiler


42

3. Perencanaan Keperawatan

Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatam

NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


KEPERAWA KEPERAWATAN
TAN
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
napas tidak intervensi Observasi :
efektif keperawatan • Monitor pola napas
berhubungan selama 3x24 (frekuensi,kedalaman,u
dengan sekresi jam,maka saha napas)
yang tertahan bersihan jalan • Monitor bunyi napas
napas meningkat tambahan
deng an kriteria (Mis.gurgling, mengi,
hasil: wheezing, ronkhi
1. Batuk efektif kering)
dari menurun • Monitor sputum
menjadi (jumlah, warna, aroma)
meningkat Terapeutik :
2. Produksi • Posisikan semi fowler
sputum dari atau fowler
meningkat • Berikan minum hangat
menjadi • Lakukan fisioterapi
menurun dada, jika perlu
3. Wheezing dari • Lakukan penghisapan
meningkat
lendir kurang dari 15
menjadi detik
menurun
• Berikan oksigen, jika
4. Dispnea dari
perlu
meningkat
Edukasi :
menjadi
menurun • Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
5. Ortopnea dari
kontraindikasi
meningkat
menjadi • Ajarkan teknik batuk
menurun efektif
Kolaborasi :
• Kolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

Pemantauan respirasi
Observasi :
• Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
43

upaya napas
• Monitor adanya
produksi sputum
• Monitor adanya
sumbatan jalan napas
• Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik:
• Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi:
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Latihan batuk efektif
Observasi:
• Identifikasi
kemampuan batuk
Terapeutik:
• Atur posisi semi fowler
atau fowler
• Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien
• Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi:
• Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
• Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
• Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam
hingga 3 kali
• Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang
44

ke-3
2. Pola napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif intervensi Observasi :
berhubungan keperawatan • Monitor pola napas
dengan selama 3x24 (frekuensi,kedalaman,u
defornitas jam,maka pola saha napas)
dinding dada napas membaik • Monitor bunyi napas
dengan kriteria tambahan
hasil : (Mis.gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi
1. Dispnea dari
kering)
meningkat
menjadi • Monitor sputum
menurun (jumlah, warna, aroma)
2. Penggunaan Terapeutik :
otot bantu • Posisikan semi fowler
napas dari atau fowler
meningkat • Berikan minum hangat
menjadi • Lakukan fisioterapi
menurun dada, jika perlu
3. Frekuensi • Lakukan penghisapan
napas dari lendir kurang dari 15
memburuk detik
menjadi • Berikan oksigen, jika
membaik perlu
4. Kedalaman Edukasi :
napas dari • Anjurkan asupan cairan
memburuk 2000 ml/hari, jika tidak
menjadi kontraindikasi
membaik • Ajarkan teknik batuk
5. Ortopnea dari efektif
meningkat Kolaborasi :
menjadi • Kolaborasikan
menurun pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

Pengaturan Posisi
Observasi:
• Monitor status
oksigenasi sebelum dan
sesudah mengubah
posisi
Terapeutik:
• Atur posisi untuk
mengurangi sesak (mis.
Semi fowler)
45

• Atur posisi tidur yang


disukai, jika tidak
kontraindikasi
• Minimalkan gesekan
dan tarikan saat
mengubah posisi
Edukasi:
• Informasikan saat akan
dilakukan perubahan
posisi
• Ajarkan cara
menggunakan postur
yang baik dan
mekanika tubuh yang
baik selama melakukan
perubahan posisi

Pemantauan respirasi
Observasi :
• Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya napas
• Monitor adanya
produksi sputum
• Monitor adanya
sumbatan jalan napas
• Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik:
• Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi:
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3. Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen


pertukaran gas intervensi Pemantauan Respirasi
berhubungan keperawatan Observasi :
dengan selama 3x24 • Monitor frekuensi,
ketidakseimba jam,maka irama, kedalaman dan
ngan ventilasi- pertukaran gas upaya napas
perfusi meningkat dengan • Monitor pola napas
46

kriteria hasil : (seperti bradipnea,


takipnea, hiperventilasi,
1. Dispnea dari kussmaul, cheyne-
meningkat stokes, biot, ataksik)
menjadi
• Monitor kemampuan
menurun
batuk efektif
2. Bunyi napas
• Monitor adanya
tambahan dari
produksi sputum
meningkat
menjadi • Monitor adanya
menurun sumbatan jalan napas
3. Pola napas • Palpasi kesimetrisan
dari ekspansi paru
memburuk • Auskultasi bunyi napas
menjadi • Monitor saturasi
membaik oksigen
• Monitor nilai AGD
• Monitor hasil x-ray
toraks
Terapeutik :
• Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Manajemen Jalan Napas


Observasi :
• Monitor pola napas
(frekuensi,kedalaman,u
saha napas)
• Monitor bunyi napas
tambahan
(Mis.gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi
kering)
• Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik :
• Posisikan semi fowler
atau fowler
• Berikan minum hangat
• Lakukan fisioterapi
47

dada, jika perlu


• Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
• Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :
• Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
• Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
• Kolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap dimana kita melaksanakan rencana

tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Implementasi dilaksanakan

sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga

dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan

dengan tepat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu

memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai

implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah

dilakukan dan bagaimana respon pasien (Bararah dan Jauhar,2013).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan

evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah


48

implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam

perencanaan (Bararah dan Jauhar, 2013).

D. Konsep Umum Penerapan Posisi Semi Fowler Pada Pasien Ca Mammae

a. Definisi Posisi Semi Fowler

Posisi Semi Fowler merupakan suatu tindakan memposisikan pasien

dengan posisi setengah duduk dengan menopang bagian kepala dan bahu

menggunakan bantal, bagian lutut ditekuk dan ditopang dengan bantal,

serta bantalan kaki harus mempertahankan kaki pada posisinya (Ruth,

2015). Metode yang paling sederhana dan efektif yang bisa dilakukan

untuk mengurangi resiko terjadinya penurunan pengembangan dinding

dada adalah dengan pengaturan posisi istirahat yang nyaman dan aman,

salah satunya yaitu posisi semi fowler dengan kemiringan 30-45 derajat.

b. Data Mayor

Data Subjektif:

1. Dispnea

Data Objektif:

1. Penggunaan otot bantu pernapasan

2. Fase ekspirasi memanjang

3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,

kussmaul, cheyne-stokes)

c. Data Minor

Data Subjektif:

1. Ortopnea

Data Objektif:
49

1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas vital menurun

6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

d. Faktor yang berhubungan dengan penerapan posisi semi fowler

Salah satu faktor diterapkannya tindakan posisi semi fowler karena

posisi semi fowler membuat oksigen didalam paru-paru semakin

meningkat sehingga dapat meringankan sesak napas. Posisi ini akan

mengurangi kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnyaa cairan. Hal

tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi oksigen delivery menjadi optimal

sehingga sesak napas berku rang dan akhirnya perbaikan kondisi klien

lebih cepat (Supadi, 2008).

e. Prosedur Posisi Semi Fowler

1. Pengertian

Posisi semi fowler adalah cara berbaring pasien dengan posisi

setengah duduk.

2. Manfaat Posisi Semi Fowler

a. Memenuhi mobilisasi pada pasien

b. Mengurangi sesak napas

c. Membantu mempertahankan kestabilan pola napas


50

d. Mempertahankan kenyamanan, terutama pada pasien yang

mengalami sesak napas

e. Memudahkan perawatan dan pemeriksaan klien

3. Indikasi

Indikasi pemberian posisi semi fowler dilakukan pada :

a. Pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekresi atau cairan

pada saluran pernapasan

b. Pasien dengan tirah baring lama

c. Pasien yang memakai ventilator

d. Pasien yang mengalami sesak napas

e. Pasien yang mengalami imobilisasi

4.Kontra indikasi

Pemberian posisi semi fowler tidak dianjurkan dilakukan pada

pasien dengan hipermobilitas, efusi sendi, dan inflamasi.

4. Prosedur posisi semi fowler

Menurut Kozier (2009) prosedur dalam memberikan posisi semi

fowler yaitu :

a. Posisi klien telentang dengan kepalanya dekat dengan bagian

kepala tempat tidur

b. Elevasi bagian kepala tempat tidur 35-400

c. Letakkan kepala klien di atas kasur atau di atas bantal yang sangat

kecil
51

d. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan klien jika

klien tidak dapat mengontrol secara sadar atau menggunakan

lengan dan tangannya

e. Posisikan bantal pada punggung bawah klien

f. Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah paha klien

g. Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah mata kaki

Gambar 2.2 Posisi semi fowler

f. Hubungan tindakan keperawatan posisi semi fowler dengan SDKI

dan SLKI

Berdasarkan standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI) terdapat

label diagnosa yaitu pola napas tidak efektif yang berarti inspirasi atau

ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Dan standar luaran

keperawatan indonesia (SLKI) untuk menilai kepatenan jalan napas yang

di tandai dengan hambatan upaya napas, dispnea yang meningkat

diharapkan menurun, penggunaan otot bantu pernapasan yang meningkat

diharapkan menurun dan frekuensi napas yang memburuk diharapkan

membaik. Oleh karena itu, salah satu tindakan keperawatan yang sangat

berhubungan dengan masalah keperawatan tersebut yaitu dilakukan posisi


52

semi fowler yang bertujuan untuk mengurangi sesak napas, membantu

mempertahankan kestabilan pola napas dan mempertahankan kenyamanan.

g. Penelitian terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Winarti (2018), di ruang

Aster RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda membuktikan bahwa

posisi semi fowler dapat meningkatkan rasa nyaman pada klien, dalam

penelitian ini dijelaskan bahwa beberapa menit setelah klien di posisikan

pada posisi semi fowler klien merasa nyaman. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Arlita Hangganing Puspita Jati (2020), di ruang

Cendana 1 IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan dengan

mengatur posisi semi fowler pada pasien ca mammae dengan derajat

kemiringan 450C dapat memberikan rasa nyaman pada klien, dibuktikan

pada penelitian ini yang dilakukan selama 3x24 jam dan pada

implementasi hari pertama klien mengatakan nyaman dengan posisi semi

fowler.
BAB III

METODOLOGI PENULISAN

A. Rancangan Studi Kasus

Pada studi kasus ini penulis menggunakan studi kasus deskriptif

dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang komprehensif

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi

dan evaluasi.

B. Subyek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini adalah klien dengan ca mammae yang dirawat di

Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Kendari.

C. Fokus studi

1. Asuhan keperawatan pada klien ca mammae dalam pemenuhan

kebutuhan oksigenasi

2. Penerapan posisi semi fowler pada klien dengan gangguan pemenuhan

kebutuhan oksigenasi.

D. Definisi Operasional

1. Ca mammae

Ca mammae (kanker payudara) yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah tumor ganas yang tumbuh dalam kelenjar payudara, saluran

payudara, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara dan

mengalami keluhan sesak napas dan tidak nyaman saat bernapas

sambil berbaring.

53
54

2. Kebutuhan oksigenasi

Kebutuhan oksigen yang dimaksud dalam studi kasus ini adalah

kebutuhan oksigen pada pasien ca mammae yang di gunakan untuk

kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan kelangsung

an hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari,

yang berjumlah kurang lebih 10 liter/menit.

3. Asuhan keperawatan pada ca mammae adalah proses atau rangkaian

kegiatan yang diberikan secara langsung kepada pasien ca mammae

dengan berbagai pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan

beberapa tahapan yaitu:

a. Pengkajian keperawatan pada pasien ca mammae adalah

pengkajian yaang dimulai dari riwayat keluhan utama, riwayat

kesehatan saat ini, riwayat kesehatan dahulu, riwayat keluarga,

riwayat kebiasaan dan pekerjaan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan diagnostik.

b. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada pasien ca mammae

adalah pola napas tidak efektif sesuai dengan data-data yang

ditemukan.

c. Rencana keperawatan pada pasien ca mammae merujuk pada

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar

Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Dimana label luarannya

adalah pola napas dan label intervensi keperawatan adalah

manajemen jalan napas.


55

d. Implementasi keperawatan merupakan tahap dimana kita

melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan apa yang kita

telah rencanakan, dalam melakukan implementasi selalu

perhatikan keamanan fisik dan psikologis klien.

e. Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses

keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil

yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan

tujuan yang diharapkan dalam perencanaan

4. Posisi semi fowler

Posisi Semi Fowler yang dimaksud dalam studi kasus ini adalah

posisi setengah duduk dengan kemiringan 30-45 derajat yang

diberikan pada pasien ca mammae yang mengalami sesak napas.

E. Tempat dan Waktu

1. Tempat

Studi kasus ini telah dilaksanakan di Ruang Lambu Barakati RSUD

Bahteramas Kendari.

2. Waktu

Studi kasus ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2021

sampai dengan 25 Februari 2021.

F. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam studi kasusu ini adalah:

1. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan

menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya


56

langsung kepada klien atau keluarga klien dengan ca mammae.

Dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui

masalah keperawatan klien.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan teknik pengumpulan data dengan

melakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi untuk mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan.

Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada klien

dengan ca mammae.

3. Observasi Partisipatif

Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan

pada klien selama dirawat di Rumah Sakit dan lebih bersifat objektif,

yaitu dengan melihat respon klien setelah dilakukan tindakan. Penulis

melakukan observasi partisipatif dengan cara melihat respon klien

setelah penulis melakukan tindakan keperawatan.

4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan

mempelajari buku laporan klien, catatan medis serta hasil pemeriksaan

yang ada. Penulis mempelajari buku laporan, catatan yang mengenai

data-data klien dengan ca mammae.


57

G. Penyajian Data

Data yang akan digunakan pada studi kasus ini yakni secara tekstural

atau narasi disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dan respon dari

subjektif studi kasus yang merupakan data pendukung dari peneliti.


BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny.I usia

45 tahun dengan diangnosa medis Ca Mammae di Ruang Lambu Barakati

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara di mulai sejak tanggal

21 Februari 2021 sampai dengan 25 Februari 2021. Pelaksanaan asuhan

keperawatan dilakukan secara bertahap diawali dengan pengkajian, perumusan

masalah keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang disebut

sebagai proses keperawatan, selanjutnya dijabarkan sebagaimana uraian dibawah

ini:

A. Hasil Studi Kasus

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

1) Nama Lengkap : Ny.I

2) Jenis Kelamin : Perempuan

3) Umur/Tanggal Lahir : 45 Tahun/ 23 Oktober 1976

4) Status perkawinan : Menikah

5) Agama : Islam

6) Suku Bangsa : Mekongga

7) Pendidikan :D3

8) Pekerjaan : PNS

9) Pendapatan : 4.000.000/bulan

10) Tanggal MRS : 20 Februari 2021

58
59

11)

b. Identitas Penanggung

1) Nama Lengkap : Rahmat

2) Jenis kelamin : Laki-laki

3) Pekerjaan :Wiraswasta

4) Hubungan dengan klien : Adik kandung

5) Alamat : Jln. Sapati lingkungan III puutobu

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan mengalami sesak napas

b. Riwayat Keluhan

Klien mengatakan iya mengalami sesak napas, perasaan tidak

nyaman saat bernapas sambil berbaring dan sesak yang dirasakan klien

berlangsung terus menerus, lalu keluarga membawa klien ke IGD

RSUD Bahteramas Kendari, setelah dilakukan pemeriksaan kemudian

klien disarankan untuk opname di Ruang Lambu Barakati RSUD

Bahtramas Kendari.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien pernah dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar dengan

penyakit yang sama (Ca Mammae).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita

penyakit yang sama dengan klien dan tidak ada keluarga yang menderita

penyakit menular.
60

Genogram (diagram 3 generasi)

45

17 10

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

:Garis perkawinan

----- :Tinggal serumah

: Garis keturunan

Keterangan :

Generasi I : ayah klien meninggal karena faktor usia

Generasi II : klien menderita penyakit Ca Mammae

Generasi III : tidak ada anak klien yang menderita penyakit yang sama

dengan klien
61

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Keadaan umum klien lemah

b. Kesadaran

Tingkat kesadaran klien kompos mentis dengan GCS E4V5M6

c. Tanda-tanda vital

1) Tekanan darah : 120/70 mmHg

2) Pernapasan : 36 kali / menit, Irama : Irreguler

3) Nadi : 80 kali / menit, regular/ireguler : Reguler

4) Suhu badan : 39,2 0C

d. Berat badan dan tinggi badan

1) Berat badan : 55 Kg

2) Tinggi badan : 160Cm

3) IMT : 21,5

e. Kepala dan leher

1) Kepala

Bentuk kepala simetris, keadaan kulit kepala bersih dan tidak ada

lesi, tidak ada nyeri, klien tidak memiliki rambut, tidak mengalami

alopesia.

2) Mata

Mata simetris antara mata kiri dan mata kanan, tidak ada edema

pada kelopak mata, tidak mengalami ptosis, konjungtiva normal


62

(tidak anemis), pupil isokor, ketajaman penglihatan baik,

pergerakan bola mata normal, tidak mengalami diplopia, tidak

photohobia, tidak mengalami nistagmus, reflex kornea normal dan

tidak ada nyeri pada mata.

3) Telinga

Bentuk telinga simetris, tidak ada sekret, tidak ada serumen,

ketajaman penglihatan baik, dan tidak ada nyeri.

4) Hidung

Bentuk hidung simetris, tidak ada perdarahan, tidak ada sekresi,

nampak klien menggunakan pernapasan cuping hidung, fungsi

penciuman normal,tidak ada nyeri.

5) Tenggorokan dan mulut

Klien sulit berbicara, bibir kering, lidah bersih, tidak bau mulut,

gigi sudah ada yang tercabut, gigi bersih, tidak ada nyeri saat

menelan.

6) Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Tidak ada pembesaran

kelenjar limfe, tidak ada pelebaran vena jugularis.

f. Thoraks

Paru-paru :

Bentuk dada simetris, pengembangan dada simetris, tidak ada

tanda jejas, tidak nampak retraksi dinding dada, tidak ada massa,

nampak penggunaan otot bantu pernapasan, nampak sesak napas, sulit


63

bernapas ketika berbaring, tidak ada bunyi napas tambahan, nyeri

dada.

Jantung :

Iktus kordis normal, ukuran jantung normal, ada nyeri dada, bunyi

jantung normal (dup lup) yang berulang.

g. Abdomen

Warna kulit kuning langsat, tidak distensi abdomen, tidak ada tanda

jejas, peristaltik usus normal (18 x/menit ), tidak ada massa, tidak ada

nyeri tekan.

h. Payudara

Payudara kiri dan kanan tidak simetris, keadaan putting susu tidak

normal, ada massa, kulit terlihat paeu d’orange, nyeri, terlihat lesi

pada payudara kiri.

i. Genitalia (wanita)

Keadaan meatus uretra eksternal normal, tidak ada perdarahan, tidak

ada lesi pada genital.

j. Pengkajian sistem saraf

Sadar sepenuhnya, memori normal, orientasi baik, seimbang, tidak

lumpuh, tidak ada gangguan sensasi, tidak kejang-kejang.

k. Anus dan perianal

Tidak ada hemoroid, tidak ada lesi perianal, tidak ada nyeri.

l. Ekstremitas
64

Warna kulit kuning langsat, tidak atropi, tidak hipertropi, tidak ada

lesi, tidak ada luka, tidak deformitas sendi, tidak deformitas tulang,

tidak tremor, tidak ada varises, tidak edema, turgor kulit normal, CRT

normal (< 3 detik), pergerakan lambat, kaku sendi, kekuatan sendi

lemah, nyeri.

6. Pengkajian kebutuhan dasar

a. Kebutuhan oksigenasi

1) Klien batuk,nampak mampu mengeluarkan sekret

2) Sputum berwarna putih kental

3) Mengalami dispnea dan ortopnea

4) Klien nampak menggunakan otot bantu pernapasan

5) Terpasang oksigen NRM 10 liter/menit

6) Tidak sianosis

b. Kebutuhan kenyamanan

Klien merasakan nyeri pada payudara kiri, nyeri yang dirasakan

bertambah ketika bergerak, upaya yang dilakukan untuk mengurangi

nyeri yaitu dengan mengkonsumsi obat anti nyeri, karakteristik nyeri

terus menerus, skala nyeri yang dirasakan berada pada skala 6 (nyeri

sedang).

c. Kebutuhan cairan dan elektrolit

1) Sebelum sakit

Frekuensi minum sehari 7-8 kali, sering merasakan haus, tidak

lemah, BAK normal, BAB normal, pernapasan 20 x/menit, suhu

kulit normal dan tidak mengalami peningkatan suhu tubuh (360C).


65

2) Setelah sakit

Frekuensi minum sehari 4-6 kali sehari dan sedikit, jarang

merasakan haus, lemah, BAK normal, BAB normal, pernapasan 36

x/menit, kulit tearasa hangat dan terjadi peningkatan suhu tubuh

(39,20C).

7. Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin : 7,4 g/dl

Hematokrit : 22,7 %

Eritrosit : 2,32 10^6/ul

Nilai-Nilai MC

• MCV : 97,8 fl

• MCH : 31,9 pg

• MCHC : 32,6 g/dl

RDW-CV : 17,9 %

Trombosit :139 10^3/ul

Leukosit : 4,8 10^3/ul

8. Tindakan medik/pengobatan

a. Oksigen NRM 10 liter/menit

b. Paracetamol infus 3x1

c. Ceftriaxone 250 ml 2x1

d. Infus Nacl 20 tetes/menit


66

Tabel 4.2 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. Data Subjektif: Kanker payudara Pola napas


1. Klien mengatakan iya tidak efektif
mengalami sesak
napas Matastase jauh
2. Klien mengatakan
tidak nyaman saat
bernapas sambil
berbaring. Paru-paru
Data Objektif:
1. Klien nampak
menggunakan otot Sesak napas
bantu pernapasan
2. Nampak pola napas
klien abnormal
(takipnea/napas cepat Pola napas tidak
dan dangkal) efektif
3. Nampak klien
menggunakan
pernapasan cuping
hidung
4. TTV:
• TD :120/70
mmHg
• RR :36 x/menit
• N :80 x/menit
• S : 39,20C

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

(kelemahan otot pernapasan)


67

Tabel 4.3 Perencanaan Keperawatan

DIAGNOSA INTERVENSI
NO LUARAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam,maka
hambatan upaya napas pola napas membaik dengan kriteria Observasi :
(kelemahan otot hasil : • Monitor pola napas (frekuensi,kedalaman,usaha
pernapasan) napas)
1. Dispnea dari meningkat menjadi
menurun • Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
2. Penggunaan otot bantu napas dari Terapeutik :
meningkat menjadi menurun • Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Ortopnea dari meningkat menjadi • Berikan minum hangat
menurun
• Berikan oksigen
4. Frekuensi napas dari memburuk
Edukasi :
menjadi membaik
• Ajurkan asupan cairan sesuai indikasi
Kolaborasi :
• Kolaborasikan pemberian bronkodilator jika perlu
68

Tabel 4.4 Implementasi Dan Evaluasi

HARI PERTAMA :

DIAGNOSA HARI/
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN TANGGAL
Pola napas tidak efektif Senin,22 21.00 • Memonitor pola napas S:
berhubungan dengan Februari (frekuensi,kedalaman,usaha • Klien mengatakan masih mengalami
hambatan upaya napas 2021 napas) sesak napas
(kelemahan otot Hasil :frekuensi napas 36 • Klien mengatakan merasa nyaman saat
pernapasan) x/menit bernapas ketika berada pada posisi semi
21.05 • Memonitor sputum fowler
(jumlah,warna,aroma) O:
Hasil :sedikit dan berwarna • Klien nampak menggunakan otot bantu
putih kental pernapasan
• Nampak pola napas klien abnormal
21.25 • Memposisikan semi-fowler
(takipnea)
Hasil: klien mengatakan
• Nampak klien menggunakan pernapasan
nyaman pada posisi yang cuping hidung
diberikan • TTV:
21.35 • Menganjurkan minum hangat ➢ TD :120/70 mmHg
Hasil: klien mengikuti ➢ RR :36 x/menit
anjuran ➢ N :80 x/menit
➢ S : 39,20C
21.40
• Memberikan oksigen
A:
Hasil :terpasang O2 NRM 10
Masalah belum teratasi
69

22.10 L/menit
• Menganjurkan asupan cairan P:Intervensi dilanjutkan
yang cukup
Hasil: klien mengikuti
anjuran

HARI KEDUA :
DIAGNOSA HARI/
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN TANGGAL
Pola napas tidak efektif Selasa,23 21.00 • Memonitor pola napas S:
berhubungan dengan Februari (frekuensi,kedalaman,usaha • Klien mengatakan masih mengalami
hambatan upaya napas 2021 napas) sesak napas
(kelemahan otot Hasil :frekuensi napas 38 • Klien mengatakan merasa nyaman saat
pernapasan) x/menit bernapas ketika berada pada posisi semi
• Memonitor sputum fowler
21.05 (jumlah,warna,aroma) O:
Hasil :sedikit dan berwarna • Klien nampak menggunakan otot bantu
putih kental pernapasan
• Nampak pola napas klien abnormal
21.25 • Memposisikan semi-fowler
(takipnea)
Hasil: klien mengatakan
• Nampak klien menggunakan pernapasan
nyaman pada posisi yang cuping hidung
diberikan
21.35 • Menganjurkan minum hangat • TTV:
70

Hasil: klien mengikuti ➢ TD :120/70 mmHg


anjuran ➢ RR :38 x/menit
21.40 • Memberikan oksigen ➢ N :80 x/menit
Hasil :terpasang O2 NRM ➢ S : 390C
A:
12L/menit
22.10 Masalah belum teratasi
• Menganjurkan asupan cairan
yang cukup P:
Hasil: klien mengikuti Intervensi dilanjutkan
anjuran

HARI KETIGA :

DIAGNOSA HARI/
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN TANGGAL
Pola napas tidak efektif Kamis,25 08 .00 • Memonitor pola napas S:
berhubungan dengan Februari (frekuensi,kedalaman,usaha • Klien mengatakan masih mengalami
hambatan upaya napas 2021 napas) sesak napas
(kelemahan otot Hasil :frekuensi napas 39 • Klien mengatakan merasa nyaman saat
pernapasan) x/menit bernapas ketika berada pada posisi semi
08.05 fowler
• Memonitor sputum
(jumlah,warna,aroma) O:
Hasil :sedikit dan berwarna • Klien nampak menggunakan otot bantu
pernapasan
71

putih kental • Nampak pola napas klien abnormal


09.30 • Memposisikan semi-fowler (takipnea)
Hasil: klien mengatakan • Nampak klien menggunakan pernapasan
nyaman pada posisi yang cuping hidung
diberikan • TTV:
➢ TD :90/70 mmHg
09.35 • Menganjurkan minum air
➢ RR :39 x/menit
hangat
➢ N :80 x/menit
Hasil: Klien mengikuti ➢ S : 390C
anjuran A:
09.40 • Memberikan oksigen Masalah belum teratasi
Hasil :terpasang O2 NRM 15
L/menit P:
10.25
• Menganjurkan asupan cairan Intervensi dihentikan disebabkan pasien
yang cukup meninggal
Hasil: klien mengikuti
anjuran
72

B. Pembahasan

Pada bab sebelumnya , penulis telah menjabarkan permasalahan tentang

kasus ca mammae khususnya pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu dimana

klien merasa sesak napas diakibatkan proses dari penyakit ca mammae.

Sedangkan tujuan kasus diperoleh melalui studi langsung pada Ny.I dengan

kasus ca mammae pada tanggal 21 februari 2021 di ruang perawatan lambu

barakati RSUD Bahteramas Kendari. Selama penulis melakukan asuhan

keperawatan pada pasien tersebut, penulis mengacu pada pendekatan

keperawatan yang meliputi: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,

rencana tindakan keperawatan,tindakan keperawatan dan evaluasi tindakan

keperawatan.

1. Pengkajiaan

Pada tahap pengkajian yang dilakukan pada klien yaitu penulis

melakukan pengkajian dengan menggabungkan format pengkajian

kebutuhan oksigenasi dan pengkajian fisik, yaitu tentang biodata pasien

(nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku, pendidikan,

pekerjaan), menanyakan keluhan utama, mengukur tanda-tanda vital,

riwayat terjadinya sesak.

Saat penulis melakukan pengkajian pada Ny.I tanggal 21 februari 2021

didapat data melalui klien dan keluarga. Pada saat dilakukan pengkajian

didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan iya mengalami sesak

napas, klien tidak nyaman bernapas ketika berbaring. Data objektif yaitu

klien menggunakan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal


73

(takipnea), menggunakan pernapasan cuping hidung, tekanan darah 120/70

mmHg, pernapasan 36 x/menit,nadi 80 x/menit, suhu 39,20C.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dalam proses asuhan

keperawatan yaitu menganalisa data subjektif dan data objektif yang telah

didapatkan pada tahap pengkajian guna menegakkan diagnosa masalah

keperawatan yang terjadi pada pasien. Diagnosa keperawatan yang

mungkin muncul pada ca mammae adalah nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis (neoplasma), Pola napas tidak efektif

berhubungan dengan defornitas dinding dada, Gangguan integritas

kulit/jaringan berhubungan dengan efek samping terapi radiasi, Ansietas

berhubungan dengan ancaman terhadap kematian, Gangguan citra tubuh

berhubungan dengan efek tindakan/ pengobatan (kemoterapi).

Dari data pengkajian yang didapatkan penulis, tidak semua diagnosa

keperawatan yang ada dalam teori terdapat pada pasien. Adapun diagnosa

keperawatan yang tidak terdapat pada studi kasus ini yaitu nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma), Gangguan

integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek samping terapi radiasi,

Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian, Gangguan citra

tubuh berhubungan dengan efek tindakan/ pengobatan (kemoterapi).

Adapun alasan mengapa diagnosa tersebut tidak dimunculkan oleh

penulis karena kondisi yang dialami pasien tidak cukup untuk mengangkat

diagnosa keperawatan pada kasus ini. Untuk mengangkat diagnosa

keperawatan dapat dilihat dari ditinjaun definisi dan batasan karakteristik


74

pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

(neoplasma), Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek

samping terapi radiasi, Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap

kematian, Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/

pengobatan (kemoterapi).

Maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan sesuai dengan data

pengkajian atau kondisi pasien yaitu pola napas tidak efektif berhubungan

dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot bantu pernapasan). Hal ini

ditandai dengan adanya keluhan sesak napas dan perubahan pada

frekuensi pernapasan.

Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan ekspirasi yang tidak

memberikan ventilasi adekuat. Batasan karakteristik dari pola napas tidak

efektif adalah dispnea, ortopnea, penggunaan otot bantu pernpasan, pola

napas abnormal (takipnea), pernapasan cuping hidung, diameter thoraks

anterior-posterior meningkat. (SDKI, 2018)

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah langkah ketiga dalam proses asuhan

keperawatan dengan membuat suatu rencana tindakan untuk menangani

serta mencegah terjadinya komplikasi serta segala bentuk terapi yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan

individu, keluarga dan komunitas. (SIKI, 2018)

Pada tahap intervensi ditetapkan tujuan dan kriteria hasil yang akan

dicapai selama melakukan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan


75

disusun berdasarkan diagnosa yang telah ditetapkan dari hasil pengkajian

keperawatan pada Ny.I dengan ca mammae. Rencana tindakan yang

dilakukan pada klien yaitu monitor pola napas, monitor sputum, posisikan

semi-fowler atau fowler, berikan minum hangat, berikan oksigen, anjurkan

asupan cairan sesuai indikasi, kolaborasi pemberian bronkodilator jika

perlu.

Adapun tindakan mandiri yang dilakukan adalah pemberian posisi semi

fowler untuk mengurangi sesak napas yang dirasakan klien. Tujuan ini

juga sesuai dengan tujuan yang ditetapkan teori yaitu melaporkan bahwa

sesak dapat menurun dalam menggunakan posisi semi fowler. Posisi

Semi Fowler merupakan suatu tindakan memposisikan pasien dengan

posisi setengah duduk dengan menopang bagian kepala dan bahu

menggunakan bantal, bagian lutut ditekuk dan ditopang dengan bantal,

serta bantalan kaki harus mempertahankan kaki pada posisinya (Ruth,

2015).

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan selama pelaksanaan kegiatan dapat

bersifat mandiri dan kolaboratif.Selama melaksanakan kegiatan perlu

diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien (Santosa,2017).

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan

implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien. Pelaksanaan tindakan


76

keperawatan yang dilakukan meliputi: tindakan observasi, tindakan yang

bersifat terapeutik, tindakan edukasi, tindakan kolaborasi.

Dalam studi kasus ini tindakan keperawatan yang diberikan pada Ny.I

selama 3x24 jam yaitu pada tanggal 22-25 Februari 2021 adalah

memonitor pola napas, memonitor sputum, memposisikan semi-fowler,

menganjurkan minum hangat, memberikan oksigen, menganjurkan asupan

cairan sesuai indikasi.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir proses keperawatan

didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan

keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan

perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan,yaitu terjadinya adaptasi pada

individu (Nursalam, 2015). Evaluasi ini sangat penting karena manakala

setelah dievaluasi ternyata tujuan tidaak tercapai atau tercapai

sebagian,maka harus di reassesment kembali kenapa tujuan tidak tercapai

(Purwanto, 2016).

Dalam tahap evaluasi penulis menggunakan metode SOAP: S: Data

subjektif, O: Data objektif, A: Analisis atau assesment dan P: Planing

setelah melakukan implementasi selama 3 hari dari tanggal 22-25 Februari

2021 di Ruang Lambu Barakati RSUD Bahteramas Kendari, tindakan pada

Ny.I dapat dilaku kan penulis sesuai rencana tindakan keperawatan yang

ada. Saat melakukan tindakan keperawatan penulis tidak mengalami

kesulitan karena pasien kooperatif.


77

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosa yang ditegakkan yaitu

pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

(kelemahan otot pernapasan) pada hari kamis, tanggal 25 februari 2021

dengan hasil pola napas tidak teratasi dimana pada data subjektif klien

mengatakan masih mengalami sesak napas walaupun lebih nyaman

bernapas ketika dalam posisi semi fowler dan data objektif klien nampak

menggunakan otot bantu pernapasan, nampak pola napas klien abnormal

(takipnea), nampak klien menggunakan pernapasan cuping hidung,

tekanan darah: 90/70 mmHg, pernapasan: 39 x/menit, nadi: 80 x/menit,

suhu: 390C.

6. Analisis Intervensi Keperawatan


Pengaturan posisi yang merupakan suatu tindakan keperawatan dapat

dijadikan sebagai salah satu alternatif tindakan yang bisa diberikan pada

klien sesak napas namun ini juga tidak menyampingkan diagnosa medis

yang ada pada pasien yang disertai dengan penyakit keganasan bisa jadi

perubahan yang terjadi tidak signifikan dibandingkan dengan pasien-

pasien yang tidak mengalami penyakit keganasan.

C. Keterbatasan

Studi kasus ini telah dilakukan sesuai prosedur yang ada.Namun dalam

melalukan studi kasus ini di ruang lambu barakati penulis memiliki

keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut:

1. Sulit mendapatkan informasi dari klien karena klien sulit berbicara

sehingga penulis lebih banyak mendapatkan informasi dari anak klien


78

2. Sumber referensi atau informasi yang diperoleh dari buku, di mana buku

yang tersedia mengenai ca mammae memiliki tahun terbit yang tidak dapat

digunakan lagi dalam pustaka karya tulis ilmiah ini.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan studi kasus pada bab sebelumnya dan

setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien ca mammae dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi dapat disimpulkan:

1. Pengkajian Keperawatan

Hasil pengkajian pada Ny.I didapatkan data, klien mengeluh sesak

napas, tidak nyaman saat bernapas ketika berbaring. Klien nampak

menggunakan otot bantu pernapasan, pola napas klien abnormal

(takipnea), menggunakan pernapasan cuping hidung, tekanan darah 120/70

mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 36 x/menit, suhu 39,20C, dan klien

nampak terpasang oksigen NRM 10 liter/menit.

2. Diagnosa Keperawatan

Dalam menegakkan diagnosa keperawatan penulis mengumpulkan data

melalui observasi langsung, pemeriksaan fisik serta menelaah catatan

medik maupun perawat, sehingga penulis menegakkan diagnosa

keperawatan Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan

upaya napas (kelemahan otot pernapasan).

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang sudah penulis buat yaitu manajemen jalan

napas yang berfokus pada pengaturan posisi semi fowler yang dilakukan

3x24 jam dengan label luaran adalah pola napas membaik .

79
80

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan selama 3 hari dari tanggal 22-

25 Februari 2021 karena pada hari keempat perawatan pasien dinyatakan

telah meninggal dunia, implementasi keperawatan yang berfokus pada

pengaturan posisi pasien yaitu posisi semi fowler dari implementasi yang

dilakukan menunjukkan bahwa adanya peningkatan kenyamanan klien saat

bernapas namun frekuensi pernapasan tidak menunjukkan perubahan

kearah nilai normal.

5. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan selama 3 hari diketahui bahwa masalah

belum teratasi dikarenakan kondisi penyakit klien yang merupakan

penyakit keganasan sehingga frekuensi pernapasan tidak menunjukkan

kearah perbaikan namun kenyamanan pada saat bernapas membaik. Hasil

evaluasi subjektif: klien mengatakan masih mengalami sesak napas, klien

mengatakan merasa nyaman ketika berada pada posisi semi fowler. Hasil

evaluasi objektif: klien nampak menggunakan otot bantu pernapasan,

nampak pola napas klien abnormal (takipnea), nampak klien menggunakan

pernapasan cuping hidung, tekanan darah: 90/70 mmHg, pernapasan: 39

x/menit, nadi: 80 x/menit, suhu: 390C.

6. Analisis Intervensi Keperawatan

Pengaturan posisi yang merupakan suatu tindakan keperawatan dapat

dijadikan sebagai salah satu alternatif tindakan yang bisa diberikan pada
81

klien sesak napas namun ini juga tidak menyampingkan diagnosa medis

yang ada pada pasien yang disertai dengan penyakit keganasan bisa jadi

perubahan yang terjadi tidak signifikan dibandingkan dengan pasien-

pasien yang tidak mengalami penyakit keganasan.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

pemeriksaan dini/SADARI untuk pencegahan kanker payudara sedini

mungkin secara mandiri.

2. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Bagi tenaga kesehatan khususnya keperawatan, hendaknya dapat

memberikan tindakan keperawatan pada pasien ca mammae dalam

pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan menjelaskan, mengajarkan dan

menerapkan posisi semi fowler.

3. Bagi Penulis

Penulis berharap pada penulis studi kasus selanjutnya didapatkan data

lengkap mengenai ca mammae untuk menjadi acuan dalam penulisan studi

kasus selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2013). Hubungan Pengetahuan Tentang Kanker Payudara Dengan

Cara Periksa Payudara Sendiri Pada Mahasiswi Semester Iv Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas SAM Ratulagi. Diakses

Pada Tanggal 25 April 2020. Dari https://drive.google.com/file/d/183UnTsep

EL1Me_DV5chmf9qx6GqsBzEo/view?usp=sharing.

Alimul, A., dan Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi

Konsep dan Proses Keperawatan. (D. Sjabanaa, Ed) (1st ed.). Jakarta:

Salemba Medika.

Atoilah, Elang M. Kusnadi, Engkus. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut: In Media.

Bararah, Taqiyyah dan Mohaammad,Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan

Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta:Prestasi Pustakaraya.

Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 2015. Situasi Kanker Serviks dan

Payudara di Indonesia tahun 2015. Jakarta: Depkes RI.

Brunner dan Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah edisi 12 . Jakarta:

EGC.

Ernawati, (2012). Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan

Kebutuhan Dasar Manusia. (A. Rifai,Ed). Jakarta: Trans Info Media.

Heriana,Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang

Selatan. Binarupa Aksara Publisher.

82
83

Hudak, dan Gallo. 2013. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik (8 ed.,

Vol. 1). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Kemenkes Kesehatan RI. 2018. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata

Laksana Kanker Payudara.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utamaa Riskesdas

2018.https://drive.google.com/file/d/1Vpf3ntFMm3A78S8X1an2MHxbQhqy

MV5i/view. (diakses 2 Desember 2018).

Kirnantoro dan Maryana. (2019). Anatomi Fisiologi. Yogyakarta. Pustak a Baru.

Kozier, Barbara, (2009). Fundamental Of Nursing, Calofornia: Copyright by.

Addist Asley Publishing Company.

Kusnanto, 2016. Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi.

Surabaya: Kampus C Unair Mulyorejo.

Medicastore. (2011). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambadan.

Mulyasari, A. D., Bah ar,H., dan Ismail, C. S. (2017). Analisis faktor risiko

kanker payudara pada RSU bahteramas kota kendari provinsi sulawesi

tenggara tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat), 2

(6).

Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik.

Jakarta: Salemba Medika


84

Nurarif, Amin H., Kusuma, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jakarta: Medicatian.

Pudiastuti Ratna D. (2011). Buku Ajar Kebidanan Komunitas: Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Nuhamedika.

Putra, S. R. (2015). Buku Lengkap Kanker.

Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa

Aksara.

WHO. (2019). Angka kejadian ca mammae di dunia. https://www.who.int/news-

room/detail/18-12-2019-who-prequalifies-first-biosimilar-medicine-to-

increase-worldwide-access-to-life-saving-breast-cancer-treatment.

Wijaya, A. S dan Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan

Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Youlden DR, Cramb SM, Yip CH, Baade PD (2014). Incidence and mortality of

famale breast cancer in the Asia-Pasifik region. Cancer Biol Med, 11 (2):

101-115.

Yustiana, et al. 2013. Kanker Payudara dab SADARI. Yogyakarta: Buku Biru.
85

Lampiran 1 Informasi dan Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)


86

Lampiran 2 Standar Operasional Prosedur (SOP)

1. Pengertian

Posisi semi fowler adalah cara berbaring pasien dengan posisi

setengah duduk.

2. Manfaat Posisi Semi Fowler

• Memenuhi mobilisasi pada pasien

• Mengurangi sesak napas

• Membantu mempertahankan kestabilan pola napas

• Mempertahankan kenyamanan, terutama pada pasien yang

mengalami sesak napas

• Memudahkan perawatan dan pemeriksaan klien

3. Indikasi

Indikasi pemberian posisi semi fowler dilakukan pada :

• Pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan sekresi atau

cairan pada saluran pernapasan

• Pasien dengan tirah baring lama

• Pasien yang memakai ventilator

• Pasien yang mengalami sesak napas

• Pasien yang mengalami imobilisasi

4. Kontra indikasi
Pemberian posisi semi fowler tidak dianjurkan dilakukan pada

pasien dengan hipermobilitas, efusi sendi, dan inflamasi.


87

5. Prosedur posisi semi fowler

Menurut Kozier (2009) prosedur dalam memberikan posisi semi

fowler yaitu :

• Posisi klien telentang dengan kepalanya dekat dengan bagian

kepala tempat tidur

• Elevasi bagian kepala tempat tidur 35-400

• Letakkan kepala klien di atas kasur atau di atas bantal yang

sangat kecil

• Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan klien jika

klien tidak dapat mengontrol secara sadar atau menggunakan

lengan dan tangannya

• Posisikan bantal pada punggung bawah klien

• Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah paha klien

• Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah mata kaki


88

Lampiran 3 Surat Izin Pengambilan Data Awal Penelitian


89

Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data dari Diklat dan Litbang RSUD

Bahteramas Kendari
90

Lampiran 5 Surat Keteragan Bebas Administrasi


91

Lampiran 6 Surat Keterangan Bebas Pustaka


92

Lampiran 7 Bukti Proses Bimbingan


93
94
95
96

Anda mungkin juga menyukai