Anda di halaman 1dari 122

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

H DENGAN POST OP
OSTEOMIELITIS DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
AKTIVITAS DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT
DR. ISMOYO KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi Diploma III Keperawatan

RYAN INDAHYANI SUDIRMAN


P003200190090

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES KENDARI
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2022
ii
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Ryan Indahyani Sudirman
Nim : P003200190090
Institusi Pendidikan : Jurusan Keperawatan
Judul KTI : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN
POST OP OSTEOMIELITIS DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN AKTIVITAS DI RUANG MAWAR
RUMAH SAKIT DR. ISMOYO KOTA KENDARI.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini
adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Kendari, 09 September 2022


Yang Membuat Surat Pernyataan,

Ryan Indahyani Sudirman

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS PENULIS
1. Nama Lengkap : Ryan Indahyani Sudirman
2. Tempat/Tanggal Lahir : Kendari, 29 Maret 2001
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Kebangsaan : Mornene, Tolaki/Indonesia
6. Alamat : Kemaraya, Jl. Bunga Nusa
Indah III, No.7, Kel.
Lahundape, Kec. Kendari
Barat
7. No. Telp/Hp : 082292727668

B. PENDIDIKAN
1. SD Negeri 29 Lampeantani, Tamat Tahun 2013
2. SMP Negeri 06 Rarowatu, Tamat Tahun 20 16
3. SMA Negeri 11 Bombana, Tamat 2019
4. Sejak Tahun 2019 Melanjutkan Pendidikan di Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Tahun
2019-2022

v
MOTTO

“Ketika kita terus melangkah tanpa takut akannya sebuah kegagalan,


disitulah kesuksesan besar menanti. Jadi teruslah melangkah, teruslah
bermimpi, teruslah bergerak, dan jangan ragu dan takut untuk gagal karena
adanya sebuah kegagalan terdapat keberhasilan dan kesuksesan besar yang
akan datang dan menanti”. Seperti kalimat yang pernah saya baca “ Makin
sulit sebuah perjuangan, makin indahlah sebuah kemenangan”.

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim Assalamu’alaikum wr.wb


Alhamdulillahhirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat ALLAH SWT. Atas limpahan rahmat serta karunia-Nya bagi kita
semua. Berkat ridho dan petunjuk dari-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah penelitian yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.
H DENGAN POST OP OSTEOMIELITIS DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN AKTIVITAS DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT DR.
ISMOYO KOTA KENDARI” yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Kendari. Rasa hormat yang tak terhingga dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Sudirman, S.Pd dan
ibunda saya Nini Sartini, S.Pd serta saudara dan saudari saya tercinta yaitu
Arisandy, Faiz, Dan Marwah terima kasih untuk semua bantuan baik moral
maupun material, motivasi, dukungan dan cinta kasih tulus serta limpahan doanya
yang terpanjatkan demi kesuksesan studi penulis yang dijalani selama menuntut
ilmu sampai selesainya Karya Tulis Ilmiah ini. Proses pembuatan Karya Tulis
Ilmiah telah melewati perjalanan panjang dan penulis mendapatkan banyak
petunjuk serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
kali ini penulis juga menghantarkan rasa terima kasih kepada Ibu Reni Devianti
Usman, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku pembimbing I dan Ibu Rusna
Tahir, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II saya yang telah memberikan
bimbingan dan atas pengorbanan waktu dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Serta tidak lupa saya mengucapkan
rasa terima kasih kepada bapak Abdul Syukur Bau, S.Kep., Ns., MM selaku
penguji I, ibu Dr. Lilin Rosyanti, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji II dan ibu
Ns. Prishilla Sulupadang, S.Kep., M.Kep., Sp., Kep.An selaku penguji III yang
telah membimbing saya dan memberikan masukan-masukan serta saran perbaikan
Karya Tulis Ilmiah saya agar menjadi lebih baik lagi kedepannya.

vii
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kepada :
1. Bapak Teguh Fathurrahman, SKM, MPPM selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Kendari.
2. Bapak Abd. Syukur Bau, S.Kep., Ns., MM selaku Ketua Jurusan D-III
Keperawatan.
3. Ibu Fitri Wijayati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Sekretaris jurusan D-III
Keperawatan.
4. Bapak Samsuddin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi D-III
Keperawatan.
5. Kepada Direktur Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari yang telag memberi
izin untuk melakukan pengambilan data awal.
6. Ibu Nurfantri, S.Kep., Ns., M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, memberikan masukan dan saran kepada saya.
7. Segenap Dosen dan seluruh Civitas Akademika Poltekkes Kemenkes Kendari
yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang tak ternilai
harganya.
8. Kepada teman D3 Keperawatan angkatan 2019 yang telah saling berbagi dan
memberikan masukan dalam proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Kepada teman-teman seperjuangan saya Ledi, Fira, Dwi, Tanesya, Irham,
Erlita, Nurlina, Sariya, Sukma, yang sudah banyak partisipasi dalam
memberikan dukungan.
10. Dan kepada semua pihak yang telah ikut membantu yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu penulis berharap adanya masukkan kritik maupun saran
sehingga dapat membantu dalam menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini.

viii
ix
x
xi
Abstrak

Ryan Indahyani Sudirman (P003200190090). Politeknik Kesehatan


Kemenkes Kendari. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. H Dengan Post
Op Osteomielitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di Ruang Mawar
Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari”. Yang dibimbing oleh : Ibu Reni
Devianti Usman, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB dan Ibu Rusna Tahir, S.Kep.,
Ns., M.Kep.

Osteomielitis merupakan sebuah patologi infeksi yang memiliki sifat inflamasi


pada tulang, yang lebih sering diamati pada pasien dari negara berkembang,
merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat karena morbiditas yang tinggi
terkait dengan potensi kecacatan pada orang tersebut karena penyakitnya. Hasil
pengkajian pada studi kasus didapatkan bahwa klien mengatakan tidak mampu
menggerakkan ekstremitas bawah dan mengalami gangguan pola tidur. Diagnosa
yang diangkat sesuai dengan keluhan atau masalah klien adalah gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan otot menurun dan gangguan pola
tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan. Tujuan umum dari studi kasus
ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Tn. H dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan aktivitas di Ruang Mawar Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota
Kendari. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif.
Dengan pendekatan studi kasus responden pada penelitian studi kasus ini adalah
Tn. H dengan diagnosa post op osteomyelitis yang sedang menjalani perawatan di
Ruang Mawar Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari. Studi kasus ini
dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2022, dengan hasil penelitian diagnose
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan otot menurun dan
gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan, teratasi dengan
penerapan intervensi perawatan luka pada Tn. H yang dilakukan selama 3 hari.
Implementasi ditandai dengan data bahwa terjadi peningkatan aktivitas
pergerakan setelah 3 hari dilakukan implementasi.

Kata kunci: Osteomielitis, Asuhan Keperawatan, Kebutuhan Aktivitas, gangguan


mobilitas fisik.

Daftar Pustaka: 29 (2016-2020)

xii
Abstract

Ryan Indahyani Sudirman (P003200190090). Health Polytechnic of the


Ministry of Health Kendari. "Nursing Care in Mr. H's Clients With Post Op
Osteomyelitis In Fulfilling Activity Needs in the Rose Room of Dr. Ismoyo
Hospital, Kendari City". Guided by: Mrs. Reni Devianti Usman, S.Kep., Ns.,
M.Kep., Sp.KMB and Mrs. Rusna Tahir, S.Kep., Ns., M.Kep.

Osteomyelitis is an infectious pathology that has an inflammatory nature in the


bones, which is more commonly observed in patients from developing countries,
is a public health problem because of the high morbidity associated with the
potential for disability in the person due to the disease. The results of the study in
the case study found that the client said he was unable to move the lower
extremities and had impaired sleep patterns. The diagnosis appointed according to
the client's complaint or problem is a physical mobility disorder associated with
decreased muscle strength and a disturbance of sleep patterns related to
environmental barriers. The general purpose of this case study is to find out the
nursing care in Mr. H with impaired fulfillment of activity needs in the Rose
Room of Dr. Ismoyo Hospital, Kendari City. The method used in this study is a
descriptive method. With a case study approach, the respondent in this case study
research was Mr. H with a post-op diagnosis of osteomyelitis who was
undergoing treatment in the Rose Room of Dr. Ismoyo Hospital, Kendari City.
This case study was carried out on June 24, 2022, with the results of the study
diagnosing physical mobility disorders related to decreased muscle strength and
sleep pattern disorders related to environmental obstacles, resolved by the
application of wound care interventions in Mr. H which was carried out for 3
days. Implementation is characterized by data that there is an increase in
movement activity after 3 days of implementation.

Keywords: Osteomyelitis, Nursing Care, Activity Needs, impaired physical


mobility.

Bibliography: 29 (2016-2020).

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan Medikal Bedah (KMB) adalah suatu pelayanan professional

yang didasarkan oleh ilmu dan teknik keperawatan medikal bedah yang

terbentuk dari sebuah pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada orang dewasa atau yang cenderung kepada seseorang yang

mengalami gangguan fisiologis dengan atau tanpa gangguan struktur dari

akibat trauma. Keperawatan Medikal Bedah merupakan salah satu bagian dari

keperawatan yang dimana keperawatan itu sendiri adalah sebuah bentuk dari

pelayanan professional yang merupakan bagian dari integral pelayanan

kesehatan, yang berupa pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang

komprehensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik

seseorang itu sakit maupun sehat yang mencakup seluruh dari proses

kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan adalah bantuan yang diberikan

dengan alasan kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan

pengetahuan, dan ketidakmampuan seseorang dalam melakukan kegiatan atau

aktivitas sehari-hari secara mandiri akibat dari gangguan patofisiologis

(Salsabila, 2019).

Aktivitas adalah suatu keadaan dimana seseorang bergerak untuk dapat

memenuhi kebutuhan kehidupan. Tiap individu mempunyai pola/irama dalam

menjalani semua aktivitas yang dilakukan. Salah satu tanda seseorang itu

dikatakan sehat adalah dengan adanya kemampuan dari orang tersebut untuk

melakukan aktivitasnya seperti biasa, contohnya yaitu bekerja, makan dan

1
minum, personal hygiene, rekreasi, dan lain-lain. Dengan beraktivitas selain

tubuh menjadi sehat, melakukan aktivitas juga dapat mempengaruhi harga diri

dan citra tubuh seseorang (Kasiati, 2016).

Kebutuhan aktivitas atau pergerakan, istrahat dan tidur merupakan suatu

kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Tubuh

membutuhkan aktivitas untuk kegiatan fisiologis dan membutuhkan istrahat

dan tidur untuk pemulihan. Salah satu tubuh yang sehat adanya kemampuan

melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya berdiri, berjalan,

dan bekerja. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi

oleh adekuatnya system persyarafan, otot dan tulang, atau sendi (Rachman,

2018).

Jika seseorang sakit atau terjadi kelemahan fisik sehingga kemampuan

aktivitasnya menjadi menurun, seseorang tersebut biasanya mengalami

masalah fisik. Hal ini tentu dapat mempengaruhi masalah kesehatannya,

sebagai seorang perawat dalam menangani masalah tersebut perawat harus

mampu memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi gangguan

pemenuhan kebutuhan aktivitas atau mobilisasi, yang terjadi pada pasien yang

mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan kemampuan dalam

melakukan mobilisasinya (Kasiati, 2016). Mobilitas atau mobilisasi

merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara mudah, bebas dan

teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan hanya

dengan bantuan alat. Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan

2
di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang

mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera

otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, fraktur terbuka yang ditandai

terjadinya osteomyelitis dan sebagainya (Mussardo, 2019).

Osteomielitis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi tulang

yang berawal dari infeksi ruang medulla, dan dengan cepat melibatkan sistem

haversian kemudian meluas sehingga melibatkan periosteum daerah sekitar.

Kondisi ini dapat dikategorikan menjadi akut, sub akut dan kronis, tergantung

pada gambaran klinis (Cookson & Stirk, 2019). Osteomielitis akut sering

diasosiasikan dengan perubahan inflamasi pada tulang yang disebabkan oleh

bakteri patogen dengan gejala yang terjadi dalam waktu 2 minggu setelah

infeksi. Pada osteomielitis kronis, nekrosis tulang dapat terjadi hingga 6

minggu pasca infeksi (Schmitt, S.K, 2017).

Osteomielitis merupakan sebuah patologi infeksi yang memiliki sifat

inflamasi pada tulang, yang lebih sering diamati pada pasien dari negara

berkembang, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat karena

morbiditas yang tinggi terkait dengan potensi kecacatan pada orang tersebut

karena penyakitnya. Oleh karena itu, jika tidak diobati dengan benar dan

segera, ia memiliki efek yang menghancurkan dan prognosis yang buruk bagi

individu yang terkena. Agen penyebab osteomielitis umumnya terkait dengan

faktor risiko tertentu yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme tertentu.

Diantara agen infeksi yang paling sering dikaitkan dengan penyakit ini adalah

agen bakteri seperti Staphylococcus aureus. Namun, dalam beberapa kasus,

terutama bila ada beberapa jenis gangguan sistem kekebalan atau penyakit

3
kronis yang melemahkan, agen etiologi yang terlibat mungkin bakteri atipikal

atau agen jamur (Freire, LFL, Gavilanes, 2019).

Sekitar 50-70% kasus osteomielitis disebabkan oleh kuman

Staphylococcus aureus. Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh jika terdapat luka

terbuka seperti patah tulang terbuka atau kontaminasi langsung saat bedah

othopedi (Cookson & Stirk, 2019).

Osteomielitis terjadi setelah adanya inokulasi dan nekrosis tulang. Hal

tersebut dapat disebabkan oleh trauma tulang, pembedahan atau akibat adanya

benda asing yang masuk ke tulang. Osteomielitis biasanya dapat disebabkan

oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali

salmonella, osteomielitis hematogen biasanya bermanisfestasi sebagai suatu

penyakit demam sistemik akut yang disertai dengan gejala nyeri setempat,

perasaan tidak enak, kemerahan dan pembengkakan (Gunawan, 2019).

Penatalaksaan pada pasien osteomielitis antara lain adalah tindakan

pembedahan, yang mana tindakan ini dilakukan jika tidak menunjukkan

respon terhadap antibiotik. Kelainan yang timbul pascabedah dapat terjadi

akibat tindakan bedah, luka bedah akibat anestesinya atau akibat faktor lain.

Faktor lain ini termasuk status imunologi seperti komorbiditas atau masalah

psikologis. Jadi peran perawat dalam hal ini yaitu dengan melakukan

kolaborasi yaitu pemberian analgetik atau obat dan peran lainya yaitu

menganjurkan serta mengajarkan cara untuk melakukan mobilisasi dini pada

klien (Cookson & Stirk, 2019).

4
Berdasarkan data di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Asuhan keperawatan pada Klien Tn. H Dengan Post

Op Osteomielitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas.di Ruang Mawar

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana asuhan keperawatan

pada Tn. H dengan post op osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas di ruang mawar Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan asuhan keperawatan pada Tn. H dengan post op

osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. H dengan post op

osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di Rumah Sakit Dr.

Ismoyo Kota Kendari.

b. Mampu menentukan diagnosis keperawatan pada Tn. H dengan post op

osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada Tn. H dengan post op

osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

5
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn. H dengan post

op osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. H dengan post op

osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti dalam merencanakan,

melaksanakan, dan menyusun suatu penelitian ilmiah serta memberikan

pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu asuhan keperawatan bagi klien

untuk meningkatkan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas.

2. Bagi Pasien

Penelitian ini dapat dijadikan pasien sebagai gambaran akan pentingnya

efikasi diri yang baik untuk dapat meningkatkan kemandirian pasien dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Bagi Instansi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan wacana ilmiah bagi institusi

pendidikan, sebagai wahana untuk memperkaya ilmu pengetahuan, serta

pendukung bagi penelitian berikutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebutuhan Aktivitas

1. Definisi Aktivitas

Aktivitas sehari-hari merupakan aktivitas pokok untuk merawat diri

sendiri yang meliputi ke toilet, makan, berpakaian, berdandan, mandi dan

berpindah tempat. Kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari merupakan

dasar penilaian tingkat kesehatan seseorang dan merupakan kebutuhan

dasar yang mutlak diharapkan oleh setiap manusia. Aktivitas adalah suatu

bentuk energi atau kemampuan seseorang dalam bergerak secara bebas,

mudah, dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang

lain, dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, sesorang tidak terlepas dari

keadekuatan sistem persyarafan dan muskuloskletal (Riyadi & Harmoko,

2016).

2. Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Aktivitas

Menurut Sutanto dan Fitriana (2017), sistem tubuh yang berperan dalam

aktivitas, yaitu:

a. Tulang

Tulang merupakan organ tubuh yang memiliki banyak fungsi,

yaitu fungsi mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya

berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya

kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan,

7
fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi

pelindung organ-organ dalam.

b. Otot

Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan

gerakan-gerakan pada tubuh. Ada tiga macam otot yaitu otot rangka,

otot polos, dan otot jantung, ketiga macam otot tersebut dipersarafi

oleh saraf tepi yang terdiri atas serabut motorik dari medulla spinalis.

Nilai kekuatan otot seseorang terdapat 6 tingkatan, yaitu :

1) 0 adalah tidak adanya sebuah pergerakkan begitu pula kontraksi

otot (paralisis total).

2) 1 adalah terdapat sebuah kontraksi otot, namun gerakan tidak ada.

3) 2 adalah otot yang hanya mampu untuk menggerakan persendian,

namun tidak mampu melawan gravitasi.

4) 3 adalah dapat menggerakan sendi dan otot, serta dapat melawan

gravitasi, tetapi tidak kuat terhadap tekanan.

5) 4 adalah dapat menggerakan sendi dan otot, serta dapat melawan

gravitasi, jika diberikan tekanan maka dapat kuat menahan tetapi

tidak terlalu lama.

6) 5 adalah kekuatan otot normal, yaitu dapat menggerakkan sendi

dan otot serta dapat melawan gravitasi dan bila diberikan tekanan

maka dapat dengan kuat terhadap tekanan maksimal.

8
c. Ligamen

Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan

tulang lainnya. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga

stabilitas, apabila putus maka akan mengakibatkan ketidakstabilan.

d. Sendi

Sendi adalah perhubungan antar tulang sehingga tulang mampu

digerakkan, hubungan dua tulang tersebut disebut persendian.

Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya

kelenturan.

Beberapa pergerakan sendi yaitu :

1) Fleksi, yaitu gerakan yang memperkecil sudut persendian.

2) Ekstensi, yaitu gerakan yang memperbesar sudut persendian.

3) Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.

4) Abduksi, yaitu gerakan menjauhi garis tengah tubuh.

5) Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat aksis tulang.

6) Eversi, yaitu perputaran dibagian telapak kaki ke bagian luar.

7) Inversi, yaitu perputaran dibagian telapak kaki ke bagian dalam.

8) Pronasi, yaitu gerakan telapak tangan dimana permukaan tangan

bergerak kebawah.

9) Supinasi, yaitu gerakan telapak tangan dimana permukaan tangan

bergerak keatas.

9
e. Tendon

Tendon adalah sekumpulam jaringan fibrosa padat yang

merupakan perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk

ujung-ujung otot yang mengikatnya pada tulang.

f. Sistem Saraf Sistem

Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medulla

spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat).

Setiap saraf memiliki bagian somatik dan otonom. Bagian otonom

memiliki fungsi sensorik dan motorik, terjadinya kerusakan pada

sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan kelemahan, sedangkan

saraf tepi dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf radial dan juga

akan mengakibatkan gangguan sensorik.

Fungsi sistem saraf saat beraktivitas sebagai :

1) Saraf afferent menerima rangsangan dari luar kemudian diteruskan

ke susunan saraf pusat.

2) Sel saraf atau neuron membawa impuls dari bagian tubuh satu ke

lainya.

3) Saraf pusat memproses impuls dan kemudian memberikan respons

melalui saraf efferent.

4) Saraf efferent menerima respons dan diteruskan ke otot rangka.

10
3. Macam-macam Aktivitas

Menurut Riyadi dan Harmoko (2016), macam-macam aktivitas adalah :

a. Aktivitas Penuh

Aktivitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk

bergerak secara penuh dan bebas, sehingga mampu melakukan

interaksi sosial dan menjalani peran sehari-hari.

b. Aktivitas Sebagian

Aktivitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk

bergerak dengan batasan yang jelas dan seseorang tersebut tidak

mampu untuk bergerak secara bebas di karenakan pengaruh oleh

gangguan saraf motorik ataupun sensorik pada area tubuhnya.

Aktivitas sebagian dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Aktivitas sebagian temporer

Kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan yang

sifatnya sementara, hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma

reversible pada system musculoskletal, contohnya dislokasi tulang.

2) Aktivitas sebagian permanen

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan

yang sifatnya menetap, hal ini disebabkan oleh rusaknya sistem

saraf yang reversible. Contohnya hemiplegia karena stroke.

11
4. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas

a. Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat saja mempengaruhi sebuah kemampuan

aktivitas diri seseorang, karena melalui gaya hidup itu sendiri dapat

berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

b. Proses Penyakit atau Cedera

Proses penyakit juga dapat mempengaruhi sebuah kemampuan

aktivitas seseorang karena dapat mengganggu fungsi sistem tubuh.

c. Keadaan Nutrisi

Karena kurangnya nutrisi juga dapat menyebabkan kelemahan pada

otot dan obesitas, sehingga dapat menyebabkan pergerakan menjadi

kurang bebas.

d. Tingkat Energi

Energi merupakan sumber untuk bisa melakukan aktivitas sehari-hari

karena kalau ingin untuk melakukan suatu aktivitas yang baik, maka

tubuh perlu energi yang cukup untuk melakukannya.

e. Usia

Terdapat perbedaan kemampuan dalam melakukan aktivitas pada

masing masing usia, tentunya dapat berbeda-beda (S. R. Yanti, 2018).

5. Mekanika Tubuh

Mekanika tubuh adalah menggunakan organ tubuh yang secara

efisiensi dan efektif, yang sesuai dengan fungsinya dalam melakukan

aktivitas dan istirahat dengan posisi yang benar dan tepat akan

meningkatkan kesehatan tubuh. Setiap gerakan atau aktivitas yang

12
dilakukan oleh seorang perawat harus memperhatikan mekanika tubuh

yang benar dan tepat seperti pada kegiatan mengangkat dan memindahkan

pasien (Haswita dan Sulistyowati, 2017).

6. Faktor yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi

a. Status Kesehatan

Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem

muskuloskeletal dan sistem saraf yaitu berupa sebuah penurunan

koordinasi. Karena perubahan inilah dapat disebabkan oleh penyakit,

atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

sehari-harinya.

b. Nutrisi

Salah satu fungsi pada tubuh adalah membantu dalam proses

pertumbuhan tulang dan memperbaiki sel. Akibat dari kekurangan

nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan pada otot dan

memudahkan untuk terjadinya penyakit.

c. Emosi

Kondisi psikologis dapat menurunkan kemampuan dinamika tubuh dan

kemampuan ambulasi yang baik, bagi seseorang yang mengalami

perasaan yang tidak aman, tidak bersemangat dan merasa harga diri

rendah, akan dengan mudahnya mengalami perubahan mekanika tubuh

ambulasi.

13
d. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah sebuah perubahan pada pola hidup seseorang, yang

dapat menyebabkan seseorang stress dan kemungkinan besar akan

dapat menimbulkan kecerobohan dalam melakukan aktivitas sehingga

dapat mengganggu koordinasi muskuloskeletal dan neurologi yang

akhirnya akan mengakibatkan perubahan pada mekanika tubuh (S. R.

Yanti, 2018).

B. Konsep Mobilisasi dan Imobilisasi

1. Definisi Mobilisasi

Mobilisasi atau biasa disebut juga dengan mobilitas merupakan

kemampuan seseorang individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan

teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya serta

mempertahankan kesehatannya (Haswita & Reni, 2017). Mobilisasi adalah

suatu kondisi tubuh seseorang dapat melakukan kegiatan dengan bebas.

Mobilitas adalah proses yang kompleks dan membutuhkan adanya sebuah

koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan sistem saraf (Mussardo,

2019).

Gangguan mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan seseorang

yang tidak dapat bergerak dengan bebas karena kondisi yang mengganggu

pergerakannya (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak

berat yang disertai fraktur pada ekstremitas, dan lain sebagainya.

Imobilisasi adalah keterbatasan fisik tubuh seseorang atau lebih

ekstremitas secara mandiri dan terarah (Mussardo, 2019).

14
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas menurut Mubarok dalam

Amalia (2020) :

a. Kesehatan fisik.

b. Status mental.

c. Gaya hidup.

d. Sikap dan nilai personal.

e. Stres dan Faktor sosial.

3. Penyebab Gangguan Mobilitas Fisik

Penyebab gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI

(2017) :

a. Kerusakan integritas struktur tulang.

b. Perubahan metabolisme.

c. Ketidakbugaran fisik.

d. Penurunan kendali otot.

e. Penurunan kekuatan otot.

f. Keterlambatan perkembangan.

g. Kekakuan sendi.

h. Kontraktur.

i. Malnutrisi.

j. Gangguan muskuloskeletal.

k. Gangguan neuromuscular.

l. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia.

15
m. Efek agen farmakologis.

n. Program pembatasan gerak.

o. Nyeri.

p. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik.

q. Kecemasan.

r. Gangguan kognitif.

s. Keengganan melakukan pergerakan.

t. Gangguan sensori persepsi.

4. Kondisi Klinis Terkait Gangguan Mobilitas Fisik

Kondisi klinis terkait gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja SDKI

DPP PPNI (2017) :

a. Stroke.

b. Cedera medula spinalis.

c. Trauma.

d. Fraktur.

e. Osteoarthritis.

f. Ostemalasia dan Keganasan.

5. Jenis Imobilitas

a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan gerak secara fisik dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,

seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu

mempertahankan tekanan di daerah paralisis, sehingga tidak dapat

mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

16
b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

keterbatasan dalam daya pikir, seperti pada seorang pasien yang

mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.

c. Imobilitas emosional, yaitu keadan ketika seseorang tersebut

mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan

yang secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh,

keadaan stres berat yang dapat disebabkan karena bedah amputasi

ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau

kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

d. Imobilitas sosial, yaitu keadaan individu yang mengalami hambatan

dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga

dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial (Mussardo,

2019).

6. Etiologi Imobilitas

Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :

a. Penurunan kendali otot.

b. Penurunan kekuatan otot.

c. Kekakuan sendi.

d. Kontraktur.

e. Gangguan muskuloskletal.

f. Gangguan neuromuscular.

g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).

17
7. Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik

Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu :

a. Gejala dan Tanda Mayor

1) Subjektif

a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas.

2) Objektif

a) Kekuatan otot menurun

b) Rentang gerak (ROM) menurun.

b. Gejala dan Tanda Minor

1) Subjektif

a) Nyeri saat bergerak

b) Enggan melakukan pergerakan

c) Merasa cemas saat bergerak.

2) Objektif

a) Sendi kaku

b) Gerakan tidak terkoordinasi

c) Gerak terbatas

d) Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).

NANDA, (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari

gangguan mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan,

penurunan keterampilan motorik halus, penurunan keterampilan

motorik kasar, penurunan rentang gerak, waktu reaksi memanjang,

kesulitan membolak balik posisi, ketidaknyamanan, melakukan

aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan, dispnea setelah

18
beraktivitas, tremor akibat bergerak, instabilitas postur, gerakan

lambat, gerakan spastik, serta gerakan tidak terkoordinasi (Ningrum,

2021).

8. Komplikasi

Menurut Garrison (dalam Bakara D.M dan Warsito S, 2016)

gangguan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu

abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta

kontraktur.

C. Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan

Mobilisasi

1. Latihan Ambulasi

Ambulasi adalah kegiatan seseorang dalam berjalan. Ambulasi dini

merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada klien pasca

operasi yang dimulai dari bangun dari tempat tidur, duduk, hingga klien

turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai

dengan kondisi pasien. Manfaat dari ambulasi antara lain untuk

menurunkan insiden komplikasi imobilisasi pasca operasi, mengurangi

komplikasi respirasi dan sirkulasi, mempercepat pemulihan pasien pasca

operasi, mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus dan penurunan

intensitas nyeri serta menormalkan frekuensi nadi dan suhu tubuh.

Beberapa alat yang sering digunakan yaitu : kruk, canes (tongkat) dan

walkers (Sutanto & Yuni, 2017).

19
2. Pengaturan Posisi

Ada beberapa macam-macam posisi, antara lain:

1) Posisi fowler/semi fowler (posisi duduk/setengah duduk)

2) Posisi sims (posisi miring kiri dan kanan)

3) Posisi trendelenburg (posisi berbaring ditempat tidur dengan bagian

kepala lebih rendah dari pada bagian kaki)

4) Posisi dorsal recumbent (posisi berbaring terlentang dengan kedua

lutut fleksi)

5) Posisi lithotomic (posisi berbaring terlentang dengan mengangkat

kedua kaki dan menariknya keatas bagian perut)

6) Posisi genu pectoral/knee chest (posisi menungging dengan kedua kaki

ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur)

7) Posisi supinasi (posisi terlentang)

8) Posisi orthopneu (posisi duduk dimana klien duduk di bed atau pada

tepi bed dengan meja yang menyilang diatas bed)

9) Posisi pronasi (posisi telungkup)

10) Posisi lateral (posisi dimana klien berbaring diatas salah satu sisi

bagian tubuh dengan kepala menoleh kesamping (Sutanto & Yuni,

2017).

D. Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Pasien Gangguan

Mobilitas Fisik.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan gangguan mobilitas

fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak

yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan ROM (Range of

20
Motion) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan

menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik

secara pasif maupun aktif. ROM (Range of Motion) pasif diberikan pada

pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki, berupa latihan pada

tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri

yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.

Kemudian, untuk ROM (Range of Motion) aktif sendiri merupakan latihan

yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan dari perawat ataupun

keluarga. Tujuan bantuan (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau

memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang

sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Mujib dan Suprayitno, 2016).

E. Konsep Dasar Osteomielitis

1. Definisi

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang, berasal dari kata Osteon

(tulang) dan Myelo (sumsum tulang) dan dikombinasi dengan Itis

(inflamasi) untuk menggambarkan kondisi klinis dimana tulang yang

terinfeksi oleh mikroorganisme. Osteomielitis didefinisikan sebagai

osteomielitis dengan gejala lebih dari 1 bulan. Osteomielitis juga dapat

didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi di dalam jaringan lunak

yang tidak sehat (Gunawan, 2019).

Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang.

Berupa infeksi yang mengenai tulang yang lebih sulit disembuhkan

daripada infeksi yang mengenai jaringan lunak karena terbatasnya asupan

darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan

21
pembentukan tulang baru yang disekeliling jaringan mati. Osteomielitis

adalah infeksi akut yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah

(osteomyelitis hematogen) atau yang lebih sering setelah kontaminasi

fraktur terbuka (osteomyelitis oksogen). Osteomielitis merupakan penyakit

yang sulit diobati karena dapat terbentuk berupa abses lokal, abses tulang

biasanya memiliki suplai darah yang buruk, dengan demikian pelepasan

Swl imun dan antibiotik terbatas (Cookson & Stirk, 2019).

2. Klasifikasi

a. Osteomyelitis primer yaitu penyebarannya secara hematogen dimana

mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui

sirkulasi darah.

b. Osteomyelitis sekunder yaitu terjadinya akibat dari penyebaran kuman

di sekitarnya akibat dari bisul, luka dan fraktur (A. Yanti & Leniwita,

2019).

Klasifikasi berdasarkan lama infeksi :

a. Osteomielitis akut

Osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau

sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut biasanya terjadi

pada usia anak-anak dan orang dewasa dan biasanya terjadi komplikasi

dari infeksi didalam darah (osteomyelitis hematogen).

1) Osteomyelitis hematogen

Infeksi yang penyebarannya berasal dari darah yang disebabkan

oleh penyebaran bakteri dalam darah dari daerah yang jauh.

Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering

22
terinfeksi bisa pada daerah yang tumbuh dengan cepat dan

metafisis, menyebabkan thrombosis dan neokrosis local serta

pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri.

2) Osteomyelitis direk

Disebabkan karena kontak langsung dengan jaringan atau bakteri

akibat dari trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah

infeksi tulang sekunder akibat dari inokulasi bakteri yang

menyebabkan trauma yang menyebar dari fokus infeksi atau sepsi

setelah prosedur pembedahan.

b. Osteomielitis Sub akut

Osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau

sejak penyakit terdahulu timbul.

c. Osteomielitis kronis

Osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi

pertama atau sejak penyakit terdahulu timbul. Osteomielitis subakut

dan kronik biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi

karena ada luka atau trauma (osteomyelitis kontangiosa) misalnya

osteomielitis yang terjadi pada tulang yang mengalami fraktur (A.

Yanti & Leniwita, 2019).

3. Anatomi Fisiologis Osteomielitis

a. Periosteum

Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum

mengandung osteoblast (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat

dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-

23
otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi,

pertumbuhan dan reparasi tulang yang rusak.

b. Tulang kompak

Tulang ini teksturnya halus dan sangat halus. Tulang kompak

paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan, Tulang

kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur

sehingga tulang menjadi padat dan kuat.

c. Tulang spongiosa (Spongy Bone)

Tulang ini mempunyai banyak rongga yang diisi dengan sumsum

merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri

dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.

d. Sumsum tulang (Bone Marrow)

Sumsum tulang dilindungi oleh tulang spongiosa dan berperan

penting dalam memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh,

sumsum tulang berbentuk seperti jelly dan kental (A. Yanti &

Leniwita, 2019).

4. Etiologi

Penyebab osteomielitis multifaktor. Adanya kondsi avaskuler dan

iskemik pada daerah infeksi dan pembentukan sequestrum pada daerah

dengan tekanan oksigen yang rendah sehingga tidak dapat dicapai oleh

antibiotik. Rendahnya tekanan pada oksigen mengurangi efektivitas

bakterisidal dari polymorpholeukocytes dan juga merubah infeksi aerobik

menjadi anaerob (Solomon, 2016). Penyebab tersering osteomielitis

termasuk patah tulang terbuka, penyebaran bakteri yang secara hematogen,

24
dan prosedur pembedahan orthopedi yang mengalami komplikasi infeksi

(Chiappini dkk, 2016).

Organisme utama penyebab infeksi adalah Staphylococcus aureus,

organisme ini ditemukan baik sendiri maupun berkombinasi dengan

patogen yang lain pada 65% hingga 70% pasien. Pseudomonas

aeruginosa, penyebab tersering kedua, ditemukan pada 20% hingga 37%

pasien. Osteomielitis biasanya terdapat lebih dari satu organisme pada

32% hingga 70% pasien. Atypical mycobacteria atau jamur dapat menjadi

patogen pada pasien dengan immunocompromised. Adanya implant dapat

mendukung untuk terjadinya perlengketan mikroba dan pembentukan

biofilm, dan dapat mengganggu dari proses fagositosis sehingga

mempermudah terjadinya infeksi. Menghilangkan bifilm dengan cara

mengeluarkan implant dan debridemen jaringan mati diperlukan dalam

pengobatan infeksi yang sukses (Gunawan, 2019).

5. Patofisiologi

Osteomielitis merupakan proses infeksi akut pada tulang dan berasal

dari sumber eksogen atau endogen (hematogen). Infeksi eksogen dapat

berasal dari fraktur terbuka atau jalur eksternal lain seperti luka.

Osteomielitis hematogen paling sering ditemukan dan terjadi karena

infeksi yang ada menyebar dari fokus lokal. Contoh yang paling sering

ditemukan yaitu infeksi dada, otitis media atau gangguan pada kulit yang

lazim seperti impetigo atau abses. Biasanya osteomielitis menyerang pada

anak-anak yang berusia 5-16 tahun, dan dapat disebabkan oleh

mikroorganisme (Irawandi et al., 2018).

25
Terdapat tiga mekanisme dasar terjadinya ostemielitis, osteomielitis

hematogen biasanya terjadi pada tulang panjang anak-anak, jarang pada

orang dewasa, kecuali bila melibatkan tulang belakang. Osteomielitis dari

insufisiensi vaskuler sering terjadi pada diabetes mellitus. Contiguous

osteomyelitis paling sering terjadi setelah cedera pada ekstremitas.

Berbeda dari osteomielitis hematogen, kedua yang terakhir biasanya

dengan infeksi polimikroba, sering Staphylococcus aureus bercampur

dengan patogen lain (Saltoglu dkk, 2018).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah : sel darah putih meningkat sampai 30.000 gr/dl

disertai dengan peningkatan laju endap darah.

b. Pemeriksaan Titer Anti Staphylococcus : pemeriksaan kultur darah

untuk menentukan bakteri dan diikuti uji sensitivitas.

c. Pemeriksaan Biopsy Tulang : proses pengambilan tissue tulang yang

akan digunakan untuk serangkaian tes.

d. Pemeriksaan radiologis : pada 10 hari pertama tidak ditemukan

kelainan radiologi setelah 2 minggu terlihat berupa refraksi tulang

yang bersifat difusi dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang

yang baru (A. Yanti & Leniwita, 2019).

26
Pathway

Infeksi Endogen (hematogen)

- Abses
Infeksi Eksogen - Otitis media
- Ulkus, dll
- Fraktur terbuka
- Luka (tembak, pembedahan, dll

Infeksi pada metafisis tulang

Respon inflamasi HIPERTERMI

Trombosis pada pembuluh darah

Peningkatan vaskularisasi Peningkatan tekanan jaringan


dan medulla

Oedema
Iskemia jaringan
Peningkatan tekanan dalam
tulang
Nekrosis jaringan

NYERI
Infeksi berkemban ke javitas Penurunan kekuatan tulang
medularis dan ke bawah
periosteum Tulang rapuh
Abses tulang
Fraktur
patologis
Menyebar ke jaringan lunak
dan sendi di sekitarnya GANGGUAN MOBILITAS
FISIK

27
7. Penatalaksanaan

Antibiotik dapat diberikan pada seseorang yang mengalami patah

tulang atau luka tusuk pada jaringan lunak yang mengelilingi suatu tulang

sebelum tanda-tanda infeksi timbul. Apabila infeksi tulang terjadi,

diperlukan antibiotik agresif (Cookson & Stirk, 2019).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

osteomielitis antara lain :

a. Daerah yang terkena di imobilisasi untuk mengurangi

ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.

b. Lakukan rendaman air hangat selama 20 menit beberapa kali sehari

untuk meningkatkan aliran darah.

c. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses

infeksi.

d. Berdasarkan hasil kultur, dimulai dari pemberian antibiotik intravena.

Jika infeksi tampak terkontrol dapat diberikan peroral dan dilanjutkan

sampai 3 bulan.

e. Pembedahan dilakukan jika tidak menunjukkan respon terhadap

antibiotik.

f. Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologis steril 7-8 hari pada

jaringan purulen dan jaringan nekrotik diangkat. Terapi antibiotik

dilanjutkan (Cookson & Stirk, 2019).

28
F. Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Dalam Pemenuhan

Kebutuhan Aktivitas

1. Pengkajian

Pengkajian musculoskeletal dapat bersifat umum atau sudah berfokus

pada masalah yang lebih spesifik. Pengkajian dapat meliputi evaluasi

status fungsional klien, kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

dan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri

secara mandiri. Pengkajian ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan

olahraga klien dan aktivitas klien yang dapat mempromosikan kesehatan

muskuloskeletal klien (Keifer Geffenberger, 2019).

Untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik dengan palpasi, auskultasi, hasil tes

laboratorium, BB (Berat Badan), asupan cairan, dan haluaran cairan.

Menggali data yang akurat selama melakukan pemeriksaan fisik yang

meliputi:

a. Perawat harus menanyakan tingkat aktivitas klien, hal ini untuk

mengidentifikasi mobilisasi dan resiko cedera yang meliputi pola

aktivitas, jenis, frekuensi, dan lamanya.

b. Selain itu perawat juga perlu untuk mengkaji kecepatan aktivitas klien.

c. Tanyakan tingkat kelelahan meliputi aktivitas yang membuat lelah dan

gangguan pergerakan meliputi penyebab, gejala dan efek dari

gangguan pergerakan.

29
d. Perawat mengkaji tingkat aktivitas klien meliputi :

1) Tingkat 0 : klien mampu merawat diri sendiri secara penuh,

2) Tingkat 1 : klien memerlukan penggunaan alat,

3) Tingkat 2 : klien perlu bantuan atau pengawasan dari orang lain,

4) Tingkat 3 : klien memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan

peralatan,

5) Tingkat 4 : sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

berpartisipasi dalam perawatan.

e. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan data

dengan adanya indikasi rintangan dan keterbatasan sehingga klien

perlu bantuan perawat meliputi:

1) Tingkat kesadaran dan postur/bentuk tubuh,

2) Skoliosis, kiposis, lordosis dan cara berjalan.

3) Ekstremitas: kelemahan, gangguan sensorik, tonus otot, atropi,

tremor, gerakan tidak terkendali, kekuatan otot, kemampuan

berjalan, kemampuan duduk, kemampuan berdiri.

f. Pergerakan, kemerahan, deformitas, nyeri sendi dan kripitasi, suhu

sekitar sendi (Keifer GEffenberger, 2019).

2. Diagnosa Keperwatan

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) gangguan mobilitas fisik

masuk dalam kategori fisiologis. Dalam kategori fisiologis terdiri dari

beberapa subkategori diantaranya adalah respirasi, sirkulasi, nutrisi &

cairan, eliminasi, aktivitas & istirahat, neurosensori serta reproduksi dan

seksualitas. Gangguan mobilitas fisik masuk kedalam subkategori aktivitas

30
dan istirahat bersama dengan masalah keperawatan disorganisasi perilaku

bayi, gangguan pola tidur, intoleransi aktivitas, keletihan, kesiapan

peningkatan tidur, risiko disorganisasi perilaku bayi, dan risiko intoleransi

aktivitas.

Adapun diagnosis keperawatan yang terdapat pada klien dengan

masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik yaitu :

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

Kemudian, gangguan mobilitas fisik memiliki 21 etiologi yang

diantaranya yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

integritas struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik,

penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,

keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi,

gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuscular, indeks massa tubuh

di atas presentil ke-75 sesuai suai, efek agen farmakologis, program

pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik,

kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan

gangguan sensori persepsi. Serta, pada diagnosis intoleransi aktivitas

memiliki 5 etiologi diantaranya yaitu ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup

monoton (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).

31
Kemudian, terdapat pula beberapa diagnosa yang mungkin pada klien

dengan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik, antara lain:

a. Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun.

b. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan

penurunan mobilitas fisik (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan direncanakan harus sesuai dengan masalah

keperawatan yang ditemukan. Berikut adalah beberapa contoh intervensi

keperawatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan antara lain dengan

mengidentifikasi toleransi aktivitas fisik melakukan ambulasi, memonitor

kondisi umum selama melakukan ambulasi, mengajarkan ambulasi

sederhana yang harus dilakukan (S. R. Yanti, 2018).

Tabel 1.1 Perencanaan Tindakan Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi


Keperawatan
Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
Fisik berhubungan intervensi keperawatan Tindakan:
dengan kerusakan selama 3×24 jam, maka Observasi
integritas struktur tulang. Mobilitas Fisik 1) Identifikasi adanya
meningkat dengan nyeri atau keluhan
kriteria hasil: fisik lainnya.
1) Pergerakan 2) Identifikasi toleransi
ekstremitas fisik melakukan
meningkat. ambulasi.
2) Kekuatan otot 3) Monitor frekuensi
meningkat. jantung dan tekanan
3) Rentang gerak darah sebelum
(ROM) meningkat. memulai ambulasi.
4) Nyeri menurun. 4) Monitor kondisi
5) Kecemasan umum selama
menurun. melakukan
6) Kaku sendi ambulasi.
menurun.

32
7) Gerakan tidak Terapeutik
terkoordinasi 1) Fasilitasi aktivitas
menurun. ambulasi dengan
8) Gerakan terbatas alat bantu (mis.
menurun. Tongkat, kruk).
9) Kelemahan fisik 2) Fasilitasi melakukan
menurun. mobilisasi fisik, Jika
perlu
3) Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi.
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi.
2) Anjurkan
melakukan ambulasi
dini.
3) Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).

Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi


berhubungan dengan intervensi keperawatan Tindakan:
ketidakseimbangan selama 3×24 jam, maka Observasi
antara suplai dan Toleransi Aktivitas 1) Identifikasi
kebutuhan oksigen. meningkat dengan gangguan fungsi
kriteria hasil: tubuh yang
1) Frekuensi nadi mengakibatkan
meningkat. kelelahan.
2) Saturasi oksigen 2) Monitor kelelahan
meningkat. fisik dan emosional.
3) Kemudahan dalam 3) Monitor pola dan
melakukan aktivitas jam tidur.
sehari-hari. 4) Monitor lokasi dan
4) Kecepatan berjalan ketidaknyamanan
meningkat. selama melakukan
5) Jarak berjalan aktivitas.
meningkat.

33
6) Kekuatan tubuh Terapeutik
bagian atas 1) Sediakan
meningkat. lingkungan nyaman
7) Kekuatan tubuh dan rendah stimulus
bagian bawah (mis. Cahaya, suara,
meningkat. kunjungan).
8) Toleransi dalam 2) Lakukan latihan
menaiki tangga rentang gerak pasif
meningkat. dan/atau aktif.
9) Keluhan lelah 3) Berikan aktivitas
menurun. distraksi yang
10) Dispnea saat menenangkan.
aktivitas menurun. 4) Fasilitasi duduk di
11) Dispnea setelah sisi tempat tidur,
aktivitas. jika tidak dapat
12) Perasaan lemah berpindah atau
menurun. berjalan.
13) Aritmia saat Edukasi
aktivitas menurun. 1) Anjurkan tirah
14) Aritmia setelah baring.
aktivitas. 2) Anjurkan
15) Sianosis menurun. melakukan aktivitas
16) Warna kulit secara bertahap.
membaik. 3) Anjurkan
17) Tekanan darah menghubungi
membaik. perawat jika tanda
18) Frekuensi napas dan gejala kelelahan
membaik. tidak berkurang.
19) EKG iskemia 4) Ajarkan strategi
membaik. koping untuk
mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.

34
4. Implementasi Keperawatan

Pada proses ini perawat melakukan tindakan untuk mencapai suatu

tujuan. Dalam kegiatan melakukan implementasi meliputi pengumpulan

data berkelanjutan, observasi respon pasien, serta menilai data baru. Selain

itu, perawat mendokumentasikan setiap tindakan yang telah diberikan

kepada klien (Keifer Geffenberger, 2019).

Implementasi keperawatan harus disesuaikan dengan rencana

keperawatan dan diagnosis keperawatan yang sudah ditentukan. Pada

diagnosis keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur

yaitu mengajarkan melakukan ambulasi sederhana yang harus dilakukan,

mengidentifikasi toleransi aktivitas fisik melakukan ambulasi (S. R. Yanti,

2018).

Implementasi merupakan bagian aktif didalam asuhan keperawatan

yaitu perawat melakukan tindakan sesuai dengan rencana. Tindakan ini

bersifat intelektual, teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya

memenuhi kebutuhan dasar klien. Tindakan keperawatan meliputi

tindakan observasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan, dan

tindakan medis yang dilakukan perawat (Saifudin, 2018).

35
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan dengan metode SOAP untuk melihat

keefektifitas tindakan yang dilakukan selama memberikan asuhan

keperawatan.

Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya dan menilai efektivitas dari proses tindakan keperawatan itu

dimulai dari tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan dan pelaksanaan,

evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP.

a. S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang

dilakukan.

b. O : Respon objektif klien terhapat tindakan keperawatan yang

dilakukan.

c. A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau ada masalah

baru atau ada masalah yang kontradiktif dengan masalah yang ada.

d. P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa respon

klien (Fadhila, 2018).

36
G. Konsep Umum Perawatan Luka

1. Tujuan perawatan luka

Tujuan dari perawatan luka adalah untuk mencegah masuknya kuman dan

kotoran kedalam luka, memberi pengobatan pada luka, memberikan rasa

aman dan nyaman pada pasien, serta mengevaluasi tingkat kesembuhan

luka.

2. SOP perawatan luka

Tindakan ini merupakan tindakan keperawatan membersihkan luka,

mengobati luka dan menutup luka dengan teknik yang steril.

Alat dan bahan

1) Pinset anatomis

2) Pinset chirurgis

3) Gunting debridemand / gunting jaringan

4) Kassa steril

5) Kom kecil 2 buah

6) Peralatan lain terdiri dari :

a) Sarung tangan

b) Gunting plester

c) Plester

d) Cairan NaCl 0.9 %

e) Bengkok

f) Perlak / pengalas

g) Perban

h) Obat luka sesuai kebutuhan

37
Prosedur kerja

1) Siapkan alat-alat.

2) Cuci tangan.

3) Berikan salam, panggil pasien dengan namanya.

4) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada pasien dan

keluarga pasien.

5) Dekatkan alat-alat dengan pasien.

6) Menjaga privasi pasien.

7) Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.

8) Pasang perlak / pengalas dibawah daerah luka.

9) Membuka peralatan.

10) Memakai sarung tangan.

11) Basahi kassa dengan bethadin kemudian dengan menggunakan pinset

bersihkan area sekitar luka bagian luar sampai bersih dari kotoran

(gunakan teknik memutar searah jarum jam).

12) Basahi kassa dengan cairan NaCl 0.9 % kemudian dengan

menggunakan pinset bersihkan area luka bagian dalam (gunakan

teknik usapan dari atas ke bawah).

13) Keringkan daerah luka dan pastikan area daerah luka bersih dari

kotoran.

14) Beri obat luka sesuai kebutuhan, jika perlu.

15) Pasang kassa steril pada area luka sampai tepi luka.

16) Fiksasi balutan menggunakan plester atau balutan perban sesuai

kebutuhan.

38
17) Mengatur posisi pasien seperti semula.

18) Alat-alat dibereskan.

19) Buka sarung tangan.

20) Evaluasi hasil tindakan

21) Catat tindakan

22) Berpamitan.

H. Konsep Umum SOP Penggunaan Tongkat (Kruk)

1. Tujuan penggunaan tongkat/kruk

Membantu seorang klien dalam mendukung dan menambah keseimbangan

berjalan dengan menggunakan alat bantu berupa tongkat.

2. SOP penggunaan tongkat/kruk

Kruk merupakan tongkat/alat bantu berjalan untuk orang yang memiliki

keterbatasan fisik karena cacat atau cedera, biasanya digunakan secara

berpasangan untuk mengatur keseimbangan tubuh saat berjalan

Persiapan alat:

1) Kruk dengan ujung berlapis karet.

Prosedur kerja

1) Identifikasi kebutuhan pasien.

2) Jelaskan Tujuan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.

3) Tutup sampiran.

4) Atur posisi pasien (jika klien dalam keadaan berbaring atau duduk).

5) Atur posisi pasien berbaring pada posisi supinasi, sementara perawat

mengukur jarak dari lipatan aksila interior ke satu titik di 10 cm lateral

tumit.

39
6) Membantu pasien untuk duduk dan menuruni tempat tidur. Klien

berdiri tegak dan atur posisi kruk 5 cm di depan dan 15 cm di samping

kaki (pada bahu yang ditopang kruk, perawat harus memastikan

adanya jarak antara aksila dan kruk minimal 3 jari atau 2,5 cm sampai

5 cm).

Untuk menentukan letak penyangga tangan yang tepat:

a. Klien berdiri tegak lurus dan berat badan bertumpu pada penyangga

tangan di kruk.

b. Perawat mengukur sudut fleksi siku. Sudut tersebut sekitar 30̊.

Gunakan goniometer untuk mendapatkan sudut yang tepat.

c. Beri alas kaki untuk pasien.

d. Jelaskan kepada pasien gaya berjalan menggunakan kruk.

a) Gaya berjalan 4 titik.

• Bantu pasien berdiri dengan ditopang 2 buah kruk.

• Letakkan kedua tungkai pasien dalam posisi sejajar dengan

kedua titik tumpu, kruk berada didepan kedua kaki pasien.

• Minta pasien untuk berjalan dengan menggerakkan kruk kanan

ke depan, dan dilanjutkan dengan menggerakkan tungkai kiri

kedepan.

• Selanjutnya, gerakkan kruk ke kiri dan kanan, kemudian tungkai

kanan ke depan.

• Ulangi langkat tersebut setiap kali berjalan.

40
b) Gaya berjalan 3 titik.

• Gerakkan tungkai kiri dan kedua kruk ke depan, kemudian

gerakkan tungkai kanan ke depan.

• Ulangi langkah tersebut setiap kali berjalan.

c) Gaya berjalan 2 titik.

• Gerakkan tungkai kiri dan kruk kanan ke depan secara

bersamaan, kemudian gerakan tungkai kanan dan kruk kiri ke

depan juga secara bersamaan.

• Ulangi langkah tersebut setiap kali berjalan.

d) Swing to gait

• Langkahkan kedua kruk bersama-sama.

• Kedua kaki diangkat dan diayunkan maju sampai pada garis

yang menghubungkan kedua tangan atau ujung kruk.

7) Selalu siapkan diri di sisi pasien untuk membantu menjaga

keseimbangan jika di butuhkan.

8) Kaji setiap kemajuan yang di capai pasien dan lakukan koreksi jika

diperlukan.

9) Atur posisi pasien senyaman mungkin.

10) Tanya respon pasien.

11) Terminasi

12) Dokumentasi.

41
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain Studi Kasus

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan

menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian studi kasus adalah sebuah

desain penelitian yang menggambarkan sebuah fenomena yang telah diteliti

dan menggambarkan besarnya sebuah masalah yang diteliti. Metode penelitian

ini digunakan untuk memecahkan beberapa masalah dengan menempuh

langkah-langkah dari pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan, membuat

kesimpulan dan laporan (Kartika, 2017).

B. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus ini tidak mengenal adanya istilah populasi dan

sampel, namun dalam studi kasus ini memfokuskan pada istilah subyek studi

kasus. Maka, demikian yang menjadi subyek dari studi kasus ini adalah satu

pasien yang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di

Rumah Sakit Sr. Ismoyo Kota Kendari.

Subjek studi kasus pada penelitian ini adalah pada pasien dewasa yang

mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dengan kriteria sebagai

berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien dengan usia dewasa.

b. Pasien yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas pada

pasien orang dewasa.

42
c. Pasien yang bersedia menjadi responden yang dibuktikan dengan

menandatangani Informed Consent.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas

dengan kondisi komplikasi yang mengalami perubahan kondisi

(Penurunan kesadaran).

b. Pasien yang mengalami gangguan kebutuhan aktivitas yang dirawat

kurang dari 2 hari selama masa pengelolaan keperawatan.

C. Fokus Studi

Fokus studi kasus ini adalah Asuhan Keperawatan Pada Tn. H Dengan

Post Op Osteomielitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas di Ruang

Mawar Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari.

D. Definisi Operasional Fokus Studi

1. Aktivitas adalah suatu energi atau kondisi dimana seseorang bergerak

untuk memelihara atau meningkatkan kebugaran tubuhnya.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas adalah suatu kualitas fisik

seseorang yang menurun/rendah karena kurangnya dalam melakukan

aktivitas fisik.

3. Asuhan keperawatan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas

proses atau serangkaian dari kegiatan yang dilakukan secara langsung

kepada klien dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas dengan berbagai

pelayanan kesehatan yang dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain,

yaitu :

43
a. Pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik

dapat dilihat dari dua bagian yaitu mobilisasi dan imobilisasinya dengan

menggerakkan semua indra dan tenaga untuk melakukan pengkajian

secara cermat baik melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik

dengan palpasi, auskultasi, hasil tes laboratorium, BB (Berat Badan),

asupan cairan, dan haluaran cairan.

b. Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis dari respon klien

terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas yang meliputi

keterbatasan dalam melakukan pergerakan serta kurangnya energi dalam

menyelesaikan aktivitas sehari-hari.

c. Rencana keperawatan merupakan rencana tindakan keperawatan yang

disusun untuk mengatasi gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas yang

dialami oleh klien.

d. Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan

yang ditujukan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan

aktivitas.

e. Evaluasi keperawatan adalah melakukan penilaian terhadap pencapaian

tujuan keperawatan yang telah ditentukan pada klien dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan aktivitas.

E. Instrumen Studi Kasus

Instrumen pengumpulan data berupa format pada tahap keperawatan

yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi yang dilakukan pada klien

dengan gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas. Pengumpulan data

44
dilakukan yaitu dengan cara melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan

fisik dan studi dokumentasi.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode atau teknik dari pengumpulan data menggunakan multi sumber

bukti yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan, dari

berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Penelitian dalam

pengumpulan data ini menggunakan teknik wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi (S. R. Yanti, 2018).

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dimana peneliti

menanyakan beberapa pertanyaan dan mendapatkan keterangan secara

lisan dari seseorang (subjek penelitian).

Teknik wawancara yang digunakan yaitu wawancara menggunakan

format pengkajian keperawatan. Wawancara dalam asuhan keperawatan

ini tentang mengenai data dan keluhan yang dirasakan oleh responden,

riwayat responden, aktivitas/kebutuhan sehari-hari, data psikososial,

kemampuan mobilitas dan hal lainnya yang diperlukan selama asuhan

keperawatan.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh kemampuan

panca indera seperti indera pendengaran, penglihatan, perasa, peraba, dan

pengecap, berdasarkan pada fakta-fakta peristiwa yang ada atau empiris

(Hasanah, 2016).

45
Pemeriksaan fisik merupakan proses dari pemeriksaan tubuh pasien

untuk menentukan ada atau tidak pada masalah fisik. Tujuan dari

dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk mendapatkan informasi yang

valid mengenai kesehatan pasien, pemeriksaan fisik dapat dilakukan

dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi), dan

mendengarkan (auskultasi) pada sistem tubuh pasien (Kedokteran, 2018).

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sebuah catatan atau karya seseorang tentang

suatu peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi tentang orang atau

sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang

sesuai dan terkait dengan fokus penelitian adalah sumber informasi yang

sangat berguna dalam sebuah penelitian kualitatif (Burhan, 2017).

Dokumentasi dapat berupa rekam medik hasil rumah sakit, kartu

status pasien dan data pengunjung maupun hasil laboratorium yang

berkaitan dengan kondisi pasien. Dengan dokumentasi berupa hasil

laboratorium, rontgen dan pemberian obat.

G. Lokasi & Waktu Studi Kasus

Penelitian studi kasus dilakukan di Ruang Mawar RS Dr. Ismoyo Kota

Kendari. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 24 Juni – 27 Juni 2022.

H. Analisis Data

Setelah mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan

fisik dan studi dokumentasi, selanjutnya menggunakan analisis data. Dalam

analisis data dilakukan sejak peneliti dilahan penelitian, sewaktu pengumpulan

46
data sampai dengan semua data terkumpul. Teknik analisis dapat dilakukan

yaitu dengan mengumpulkan data dari penelitian yang diperoleh.

I. Etika Studi Kasus

Prinsip etika dalam studi kasus pada penelitian ini yang berkaitan dengan

peran perawat sebagai peneliti adalah sebagai berikut.

1. Informent Consent (Surat persetujuan menjadi responden)

Subjek harus mendapatkan data dan informasi secara lengkap

mengenai tujuan dilaksanakannya penelitian studi kasus ini, responden

memiliki hak bebas untuk menerima ataupun menolak untuk menjadi

responden. Pada informed consent juga perlu untuk dicantumkan bahwa

data dan informasi yang diperoleh dijadikan sebagai pengembangan ilmu

baru untuk penelitian.

2. Otonomi (Otonomi)

Dalam penelitian ini, prinsip otonomi dimunculkan dengan

pemberian Informed consent kepada klien sebelum melakukan pengkajian

asuhan keperawatan. Klien berhak untuk memilih apakah bersedia atau

tidak dalam melakukan asuhan keperawatan yang diberikan. Peneliti dapat

menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur dari asuhan keperawatan yang

akan dilakukan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Dalam penelitian ini, prinsip confidentiality dilakukan dengan

menggunakan nama inisial dalam melakukan asuhan keperawatan. Hal ini

dilakukan untuk merasahasiakan identitas klien dalam subyek penelitian.

47
Data yang diperoleh dari penelitian dirahasiakan dan tidak boleh

digunakan untuk merugikan klien.

4. Veracity (Kejujuran)

Dalam penelitian ini, prinsip veracity dilakukan oleh peneliti dengan

cara menjelaskan terlebih dahulu kepada klien mengenai tujuan, manfaat,

dampak serta apa saja yang didapat setelah mengikuti asuhan keperawatan

yang diberikan.

5. Justice (Keadilan)

Dilaksanakan dengan bentuk peneliti memberikan kesempatan yang

sama bagi klien untuk memberikan informasi mengenai pertanyaan yang

diberikan kepadanya.

48
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

1. Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 24 Juni 2022 No. Reg : 108.75.85

Diagnosa medis : Post Op Osteomielitis

a. Biodata

1) Identitas Klien

a) Nama Lengkap : Tn. H

b) Jenis Kelamin : Laki-laki

c) Umur/Tanggal Lahir : 20 Thn

d) Status Perkawinan : Belum Menikah

e) Agama : Islam

f) Suku Bangsa : Bugis

g) Pendidikan : SMP

h) Pekerjaan : Kurir Barang/Sales

i) Pendapatan : Rp. 1.500.000,00

j) Tanggal MRS : 20 Juni 2022

2) Identitas Penanggung

a) Nama Lengkap : Ny. V

b) Jenis Kelamin : Perempuan

c) Pekerjaan : Mahasiswa

d) Hubungan dengan klien : Kakak Kandung

e) Alamat : Puuwatu

49
I. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama : Klien mengatakan dibawa ke RS karena mengalami

kecelakaan 1 hari yang lalu sehingga klien tidak mampu mengerakkan

kaki disebelah kanannya, dan terasa nyeri bila kaki sebelah kanan

digerakkan karena adanya infeksi pada luka tersebut.

2. Riwayat keluhan : Klien mengatakan mengalami kecelakaan tabrak

lari dan baru dibawa ke RS sehari setelah kecelakaan, setelah

dilakukan pemeriksaan terdapat infeksi pada luka disebelah kanan kaki

pasien sehingga perlu dilakukan tindakan operasi untuk mengatasi

infeksi yang terjadi pada luka tersebut, saat dilakukan pengkajian 4

hari setelah operasi klien mengatakan mengalami sulit tidur karena

kebisingan serta lampu yang menyala, klien juga mengatakan sering

terjaga atau terbangun karena adanya nyeri yang dirasakan pada bekas

op.

a. Penyebab/faktor pencetus : Terdapat infeksi luka pada kaki

sebelah kanan.

b. Sifat keluhan : Klien mengatakan hilang timbul.

c. Lokasi dan penyebarannya : Terdapat di kaki sebelah kanan.

d. Skala keluhan : 5 (sedang).

e. Mulai dan lamanya keluhan : Klien mengatakan lama terasa

nyerinya selama 1 menit atau kurang.

f. Hal-hal yang meringankan : Klien mengatakan hal yang

meringankan saat diberikan

obat/meminum obat.

50
II. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Apakah menderita penyakit yang sama : Tidak.

b. Bila pernah dirawat di RS, sakit apa : Klien mengatakan belum

pernah dirawat di RS sebelumnya.

c. Pernah mengalami pembedahan : ya / tidak, penyakit: -

d. Riwayat alergi : ya / tidak, terhadap zat

/ obat/ minuman/ Makanan : Makanan Laut (seafood).

e. Kebiasaan/ketergantungan terhadap zat

1) Merokok (berapa batang sehari) : Ya ( 5 batang sehari)

2) Minum alkohol : Tidak Lamanya: -

3) Minum kopi : Tidak Lamanya: -

4) Minum obat-obatan : Tidak Lamanya: -

III. Riwayat Keluarga/Genogram (diagram 3 Generasi)

a. Buat genogram 3 generasai (lembaran sendiri)

X X X X

49 47
T

24 22 20 17

51
Ket :

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Garis hubungan

X : Laki-laki meninggal : Garis keturunan

X : Perempuan meninggal : Garis Tinggal

serumah.

b. Riwayat kesehatan anggota keluarga

1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa

: klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita

penyakit serupa

2) Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau

menurun : klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

mempunyai riwayat penyakit menular atau menurun.

IV. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital

1) Tekanan darah : 120/80 mmHg

2) Pernapasan : 23 x/menit

3) Nadi : 80 x/menit

4) Suhu badan : 36,4 ̊C

b. Berat badan dan tinggi badan

1) Berat badan : 58 kg

2) Tinggi badan : 166 cm

3) IMT : 21,00

52
c. Kepala

1) Bentuk kepala : Normal

2) Keadaan kulit kepala : Normal

3) Nyeri kepala/pusing : Tidak ada nyeri kepala

4) Distribusi rambut : Normal

5) Rambut mudah tercabut : Tidak mudah tercabut

6) Alopesia : Normal

7) Lain-lain :-

d. Mata

1) Kesimetrisan : Simetris kiri kanan

2) Edema kelopak mata : Normal

3) Ptosis : Normal

4) Sklera : Normal

5) Konjungtiva : Normal

6) Ukuran pupil : Normal

7) Ketajaman penglihatan : Normal

8) Pergerakan bola mata : Normal

9) Lapang pandang : Normal

10) Diplopia : Normal

11) Photopobia : Normal

12) Nistagmus : Normal

13) Reflex kornea : Normal

14) Nyeri : Normal

15) Lain-lain :-

53
e. Telinga

1) Kesimetrisan : Simetris kiri kanan

2) Sekret : Tidak terdapat sekret

3) Serumen : Tidak terdapat serumen

4) Ketajaman pendengaran : Normal

5) Tinnitus : Normal

6) Nyeri : Tidak ada nyeri

7) Lain-lain :-

f. Hidung

1) Kesimetrisan : Simetris

2) Perdarahan : Tidak ada perdarahan

3) Sekresi : Normal

4) Fungsi penciuman : Normal

5) Nyeri : Tidak ada nyeri

6) Lain-lain :-

g. Mulut

1) Fungsi berbicara : Normal

2) Kelembaban bibir : Normal

3) Posisi uvula : Normal

4) Mukosa : Normal

5) Keadaan tonsil : Normal

6) Stomatitis : Normal

7) Warna lidah : Normal

8) Tremor pada lidah : Tidak ada

54
9) Kebersihan lidah : Bersih

10) Bau mulut : Tidak ada

11) Kelengkapan gigi : Lengkap

12) Kebersihan gigi : Bersih

13) Karies : Tidak ada karies

14) Suara parau : Tidak ada

15) Kesulitan menelan : Normal

16) Kemampuan mengunyah : Normal

17) Fungsi mengecap : Normal

18) Lain-lain :-

h. Leher

1) Mobilitas leher : Normal

2) Pembesaran kel. Tiroid : Tidak ada pembesaran kel. Tiroid

3) Pembesaran kel. Limfe : Tidak ada pembesaran kel. Limfe

4) Pelebaran vena jugularis : Normal

5) Trakhea : Normal

i. Thoraks

Paru-paru

1) Bentuk dada : Normal/simetris

2) Pengembangan dada : Normal

3) Retraksi dinding dada : Normal

4) Tanda jejas : Tidak ada

5) Taktil fremitus : Normal

6) Massa : Normal

55
7) Dispnea : Tidak ada dispnea

8) Ortopnea : Tidak ada ortopnea

9) Perkusi thoraks : Normal

10) Suara nafas : Normal

11) Bunyi nafas tambahan : Tidak terdapat bunyi nafas

tambahan

12) Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada

13) Lain-lain :-

Jantung

1) Iktus kordis : Normal

2) Ukuran jantung : Normal

3) Nyeri dada : Tidak ada nyeri dada

4) Palpitasi : Normal

5) Bunyi jantung : Normal

6) Lain-lain :-

j. Abdomen

1) Warna kulit : Sawo matang/kecoklatan

2) Distensi abdomen : Tidak terdapat distensi abdomen

3) Ostomy : Tidak ada ostomy

4) Tanda jejas : Tidak ada tanda jejas

5) Peristaltik : Normal

6) Perkusi abdomen : Normal

7) Peristaltik : Normal

8) Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan Lokasi : -

56
k. Payudara

1) Kesimetrisan : Simetris kiri kanan

2) Keadaan putting susu : Normal

3) Pengeluaran dari putting susu : Tidak ada

4) Massa : Normal

5) Kulit paeu d’orange : Normal

6) Nyeri : Tidak ada nyeri

7) Lesi : Tidak ada lesi

8) Lain-lain :-

l. Pengkajian system saraf

1) Tingkat kesadaran : Normal

2) Koordinasi : Normal

3) Memori : Normal

4) Orientasi : Normal

5) Konfusi : Normal

6) Keseimbangan : Normal

7) Kelumpuhan : Tidak terdapat kelumpuhan

8) Gangguan sensasi : Tidak ada gangguan sensasi

9) Kejang-kejang : Tidak ada kejang-kejang

10) Lain-lain :-

11) Rerflex :

a) Reflex tendon

➢ Bisep : Normal

➢ Trisep : Normal

57
➢ Lutut : Normal

➢ Achiles : Normal

b) Reflex patologis

➢ Babinski : Normal

➢ Lain-lain :-

c) Tanda meninggal

➢ Kaku kuduk/kerning sign : Normal

➢ Brudzinski I : Normal

➢ Brudzinski II : Normal

➢ Lain-lain : Normal

m. Anus dan perianal

1) Hemorrhoid : Normal

2) Lesi perianal : Tidak ada lesi

3) Nyeri : Tidak ada nyeri

4) Lain-lain :-

n. Ekstremitas

1) Warna kulit : Sawo matang

2) Purpura/ekimosis : Tidak ada Lokasi : -

3) Atropi : Tidak ada atropi

4) Hipertropi : Tidak ada hipertropi

5) Lesi : Tidak ada lesi

6) Pigmentasi : Tidak ada pigmentasi

7) Luka : Ya Lokasi : Terdapat luka bekas

op di kaki sebelah kanan Ukuran : 17 cm

58
8) Deformitas sendi : Tidak ada

9) Deformitas tulang : Tidak ada

10) Tremor : Tidak ada tremor

11) Turgor kulit : Normal

12) Kelembaban kulit : Normal

13) Capillary Tefilling Time (CRT) : Normal

14) Pergerakan : Berkurang/menurun pada ekstremitas

bawah di sebelah kanan.

15) Kekakuan sendi : Tidak ada kekakuan sendi.

16) Kekuatan otot : Menurun, pada kaki sebelah kanan.

17) Tonus otot : Menurun, terdapat pada ekstremitas bawah

disebelah kanan.

18) Nyeri : Ya, terdapat nyeri di kaki sebelah kanan.

19) Diaphoresis : Tidak ada.

20) Lain – lain :-

V. Pengkajian Kebutuhan Dasar

a. Kebutuhan Oksigenasi

1) Batuk : Tidak ada produktif / tidak : -

2) Kemampuan mengeluarkan sputum : Tidak ada sputum

3) Karakteristik sputum : Tidak ada jumlah : -

4) Dispnea : Tidak ada dispnea

5) Ortopnea : Tidak ada ortopnea

6) Alat bantu pernafasan : Tidak terdapat alat bantu pernapasan.

59
b. Kebutuhan Istirahat dan Tidur

Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit

Jumlah jam tidur Klien mengatakan Klien mengatakan tidak


siang tidak pernah tidur pernah tidur siang
siang
Jumlah jam tidur Klien mengatakan Klien mengatakan jumlah
malam jumlah tidur malam 8 jam tidur malam tidak
jam menentu karena sering
terbangun karena nyeri
pada daerah op, paling
lama tidur 3 jam
Kebiasaan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
konsumsi obat tidur tidak mengkonsumsi mengkonsumsi obat tidur
/stimulant/penenang obat tidur
Kegiatan pengantar Klien mengatakan Klien mengatakan
tidur kegiatan pengantar kegiatan pengantar tidur
tidur dengan dengan menonton di hp
menonton di hp
Perasaan waktu Klien mengatakan Klien mengatakan merasa
bangun tidur perasaan saat bangun tidak puas tidur
tidur segar disebabkan sering terjaga
atau terbangun karena
adanya nyeri yang
dirasakan setelah op pada
kaki sebelah kanan klien
Kesulitan memulai Klien mengatakan Klien mengatakan
tidur tidak mengalami mengalami kesulitan
kesulitan memulai memulai tidur karena
tidur tidak terbiasa/ tidak bisa
tidur dengan lampu
menyala dan jika ada
kebisingan/ribut.
Mudah terbangun Klien mengatakan Klien mengatakan pada
tidak mudah saat sakit klien mudah
terbangun terbangun karena adanya
rasa nyeri pada luka op
disebelah kaki kanannya.
Penyebab gangguan Klien mengatakan Klien mengatakan
tidur tidak mengalami penyebab gangguan tidur
gangguan tidur yaitu kakinya yang nyeri
saat bergerak/berubah
posisi tidur.
Perasaan Ada Ada
mengantuk
Lain-lain - -

60
c. Kebutuhan Aktivitas

Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit

Kegiatan rutin Klien mengatakan Klien mengatakan


sebelum sakit kegiatan yang dilakukan
kegiatan rutin yang hanya bermain hp.
dilakukan yaitu
bekerja sebagai kurir.
Waktu senggang Klien mengatakan Klien mengatakan ketika
ketika waktu waktu senggang dilakukan
senggang dilakukan hanya dengan bermain hp
dengan beristirahat dan beristirahat.
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
berjalan mampu berjalan mampu berjalan, kecuali
di damping oleh
keluarga/perawat.
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
merubah posisi saat mampu merubah mampu merubah posisi
berbaring posisi saat berbaring saat berbaring, karena
nyeri yang dirasakan saat
bergerak
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
berubah posisi : mampu merubah mampu berubah posisi :
berbaring ke duduk posisi : berbaring ke berbaring ke duduk, dan
duduk harus dibantu oleh
keluarga/perawat.
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan mampu
mempertahankan mampu mempertahankan posisi
posisi duduk mempertahankan duduk, tetapi tidak lama.
posisi duduk
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
berubah posisi : mampu berubah mampu berubah posisi :
duduk ke berdiri posisi : duduk ke duduk ke berdiri, dan
berdiri harus dibantu oleh
keluarga/perawat.
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
mempertahankan mampu mampu mempertahankan
posisi berdiri mempertahankan posisi berdiri
posisi berdiri
Kemampuan Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
berjalan mampu berjalan mampu berjalan, kecuali
menggunakan alat bantu
dan di bantu oleh
keluarga/perawat.
Penggunaan alat Klien mengatakan Klien mengatakan
bantu dalam tidak menggunakan menggunakan alat bantu
pergerakan alat bantu dalam dalam pergerakan, seperti

61
pergerakan kursi roda, tongkat/kruk.
Dispnea setelah Klien mengatakan Klien mengatakan tidak
beraktivitas tidak mengalami mengalami dispnea setelah
dispnea setelah beraktivitas
beraktivitas
Ketidaknyamanan Klien mengatakan Klien mengatakan
setelah beraktivitas tidak mengalami mengalami
ketidaknyamanan ketidaknyamanan setelah
setelah beraktivitas beraktivitas, yaitu nyeri
pada kaki kanan bawah
saat beraktivitas/bergerak
Pergerakan lambat Tidak ada Ada

d. Kebutuhan Perawatan Diri

1. Mandi

Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit

Motivasi dalam Ada Ada


perawatan diri
mandi, mencuci
rambut dan
kebersihan kuku
Frekuensi mandi 2 kali sehari 2 kali sehari
Kebersihan kulit Bersih Tampak bersih
Frekuensi mencuci 3 kali seminggu 2 kali seminggu
rambut

Kebersihan rambut Bersih Tampak bersih


Frekuensi 1 kali seminggu 1 kali seminggu
memotong kuku
Kebersihan kuku Bersih Tampak bersih
Kemampuan Mampu Tidak mampu, dibantu
mengakses kamar oleh keluarga
mandi
Kemampuan Mampu Tidak mampu, dibantu
mengambil oleh keluarga
perlengkapan
mandi
Kemampuan Mampu Mampu, tetapi dibantu
membasuh tubuh oleh keluarga
saat mandi
Kemampuan Mampu Tidak mampu, dibantu
mengeringkan oleh keluarga
tubuh saat mandi

62
2. Berpakaian

Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit

Motivasi dalam Ada Ada


perawatan diri
mengganti pakaian
Kebersihan pakaian Bersih Tampak bersih
Frekuensi 2 kali sehari 2 kali sehari
mengganti pakaian
Kemampuan Mampu Tidak mampu, kecuali
memilih dan dibantu oleh keluarga
mengambil pakaian
Kemampuan Mampu Mampu
mengenakan
pakaian pada
bagian tubuh atas
Kemampuan Mampu Tidak mampu, kecuali
mengenakan dibantu oleh keluarga
pakaian pada
bagian tubuh bawah
Kemampuan Mampu Mampu
melepaskan pakaian
pada bagian tubuh
atas
Kemampuan Mampu Tidak mampu, kecuali
melepaskan pakaian dibantu oleh keluarga.
pada bagian tubuh
bawah
Kemampuan Mampu Mampu
mengancing atau
menggunakan
resleting
Lain-lain - -

3. Makan

Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit

Motivasi dalam Ada Ada


perawatan diri
makan
Kemampuan Mampu Mampu
memasukkan
makanan ke mulut
Kemampuan Mampu Mampu
mengunyah

63
Kemampuan Mampu Mampu
memegang
peralatan makan
Lain-lain - -

4. Eliminasi

Keterangan Sebelum sakit Sesudah sakit

Motivasi dalam Ada Ada


perawatan diri
eliminasi BAK dan
BAB
Kemampuan Mampu Tidak mampu, dibantu
memanipulasi oleh keluarga.
pakaian untuk
eliminasi
Kemampuan Mampu Tidak mampu, kecuali
mencapai toilet dibantu oleh keluarga
Kemampuan naik Mampu Tidak mampu, dibantu
ke toilet oleh keluarga
Kemampuan Mampu Mampu
menyiram toilet
Lain-lain - -

e. Kebutuhan Keamanan

1. Riwayat paparan terhadap kontaminan : Tidak ada.

2. Riwayat perdarahan : Tidak ada.

3. Pemasangan kateter IV dalam waktu lama : Tidak ada.

4. Penggunaan larutan IV yang mengiritasi : Tidak ada.

5. Penggunaan larutan IV dengan aliran yang cepat : Tidak ada.

6. Pemasangan kateter urin dalam waktu lama : Tidak ada.

7. Imobilisasi : Ya, pada ekstremitas bawah

disebelah kanan.

8. Luka pada kulit/jaringan : Ya, terdapat luka di kaki sebelah

kanan.

64
9. Benda asing pada luka : Tidak ada.

10. Riwayat jatuh : Ya, klien mengatakan mengalami

kecelakaan tabrak lari sebelum

dibawa ke RS.

11. Penyebab jatuh : Klien mengatakan karena lalai

dalam berkendara atau kurang

fokus.

f. Kebutuhan Kenyamanan

1. Keluhan nyeri : Ada lokasi : Kaki sebelah kanan.

2. Pencetus nyeri : Klien mengatakan bila kaki kanan di

bagian bekas op digerakkan terasa nyeri.

3. Upaya yang meringankan nyeri : Klien mengatakan dengan

diberikan obat, nyeri menjadi berkurang.

4. Karakteristik nyeri : Klien mengatakan hilang timbul, saat

digerakkan.

5. Intensitas nyeri : 5 (sedang).

6. Durasi nyeri : Klien mengatakan lamanya sekitar 1 menit

atau kurang.

7. Dampak nyeri terhadap aktivitas : Klien mengatakan aktivitas

sehari-harinya menjadi terganggu dan dalam melakukan

pergerakkan menjadi terhambat.

65
VI. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium :

1) Hasil pemeriksaan kimia

Jenis Pemeriksaan Nilai Satuan Metode


Rujukan
KIMIA DARAH
GLUKOSA DARAH
Sewaktu 136 <140 Mg/dL Fotometrik

2) Hasil pemeriksaan serologi/imunologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Metode


Rujukan
Swab Ag Negatif Negatif Immunocromatografi
Nasopharyngeal

3) Hasil pemeriksaan hematology

Nama Result Unit Limit Alert


MBC 11.8 10*3/uL 4.0 – 10.0 H
LYM% 18.4 % 20.0 – 40.0 L
MON# 5.4 % 1.0 – 15.0
SRAN% 76.2 % 50.0 – 70.0 H
LYM# 2.2 10*3/uL 0.6 – 4.1
MON# 0.6 10*3/uL 0.1 – 1.8
GRAN# 9.0 10*3/uL 2.0 – 7.8 H
RBC 4.34 10*6/uL 3.50 – 5.50
HGB 12.5 g/dL 11.0 – 16.0
HCT 35.9 % 36.0 – 48.0 L
MCV 82.9 fL 80.0 – 99.0
MCH 28.8 Pg 26.0 – 32.0
MCHC 34.8 g/dL 32.0 – 36.0
RDW-SD 40.9 fL 37.0 – 54.0
RDW-CV 15.7 % 11.5 – 14.5 H
PLT 412 10*3/uL 100 – 300 H
MPV 8.8 fL 7.4 – 10.4
PDW 8.7 % 10.0 – 17.0 L
PCT 0.36 % 0.10 – 0.28 H
P-LCR 15.0 % 13.0 – 43.0

66
VII. Tindakan Medik/Pengobatan

1) RL 28 tmp

2) Inj. Ondansentron 1a / IV/ 8 J

3) Inj. Dexametazone 1a / 2a/ IV / 8 J

4) Inj. Ceftriazone 1gr / IV / 12 J

5) Inj. Paracetamol 1 gr / IV/ 12 J

2. Data Fokus Keperawatan

Nama pasien : Tn. H

Umur : 20 Tahun

Data
DS : DO :
1) Klien mengatakan mengalami 1) Keadaan umum sedang.
kecelakaan tabrak lari sehari 2) Gerakan terbatas.
sebelum dibawa ke RS. 3) Klien tampak enggan melakukan
2) Klien mengatakan tidak mampu pergerakan.
mengerakkan kakinya disebelah 4) Wajah terlihat lelah akibat kurang
kanan bekas op sejak 4 hari yang tidur.
lalu, dan terasa nyeri bila kaki 5) TTV:
kanan digerakkan pada daerah TD = 120/80 mmHg
bekas op. N = 80 x/m
3) Klien mengatakan dalam P = 21 x/m
melakukan aktivitas sehari-hari S = 36,5 ̊C.
seperti mandi, berpakaian, BB = 58 kg
eliminasi, dan berjalan dibantu TB = 166 cm.
oleh keluarga. IMT = 21,00
4) Klien mengatakan menggunakan
alat bantu berjalan dalam
melakukan pergerakkan seperti
kursi roda, kruk/tongkat.
5) Klien mengatakan mengeluh
sulit tidur, karena tidak bisa tidur
dengan lampu yang menyala dan
tidak bisa tidur jika ada
kebisingan/ribut.
6) Klien mengatakan mengeluh
tidak puas tidur, karena suka
terbangun karena nyeri di daerah
bekas op.
7) Klien mengatakan ketika bangun

67
tidur selalu merasa berdebar dan
tidak nyaman karena terbangun
kaget ketika berubah posisi tidur.
8) Klien mengatakan sering terjaga,
bila sudah terbangun.
9) Skala nyeri 5 (sedang)
Penilaian PQRST:
- P : Nyeri timbul ketika klien
melakukan pergerakkan pada
ekstremitas bawah pada kaki
sebelah kanan bekas op.
- Q : Sakit seperti ditekan.
- R : Kaki sebelah kanan area
bekas op, di betis hingga ke
punggung kaki.
- S : 5 (lima).
- T : Hilang timbul.

3. Analisa Data

Nama pasien : Tn. H

Umur : 20 Tahun

No Data Etiologi Masalah

1. DS : Nyeri Gangguan
1) Klien mengatakan tidak mampu mobilitas fisik
mengerakkan kakinya disebelah
kanan bekas op sejak 4 hari yang Keengganan
lalu, dan terasa nyeri bila kaki melakukan
kanan digerakkan pada daerah pergerakan
bekas op.

2) Klien mengatakan dalam Gangguan


melakukan aktivitas sehari-hari mobilitas fisik
seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, dan berjalan dibantu
oleh keluarga.
3) Klien mengatakan menggunakan
alat bantu berjalan dalam
melakukan pergerakkan seperti
kursi roda, kruk/tongkat.
4) Skala nyeri 5 (sedang)

68
Penilaian PQRST:
- P = Nyeri timbul ketika klien
melakukan pergerakkan pada
ekstremitas bawah pada kaki
sebelah kanan bekas op.
- Q = Sakit seperti ditekan.
- R = Kaki sebelah kanan area
bekas op, di betis hingga ke
punggung kaki.
- S = 5 (lima).
- T = Hilang timbul.

DO :
1) Keadaan umum sedang.
2) Gerakan terbatas.
3) Klien tampak enggan melakukan
pergerakan.
4) TTV:
TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/m
P = 21 x/m
S = 36,5 ̊C
2. DS : Hambatan Gangguan
1) Klien mengatakan mengeluh sulit lingkungan pola tidur
tidur, karena tidak bisa tidur (mis.
dengan lampu yang menyala dan Pencahayaan,
tidak bisa tidur jika ada kebisingan)
kebisingan/ribut.
2) Klien mengatakan mengeluh tidak
puas tidur, karena suka terbangun
karena nyeri di daerah bekas op. Kurang
3) Klien mengatakan ketika bangun kontrol tidur
tidur selalu merasa berdebar dan
tidak nyaman karena terbangun
kaget ketika berubah posisi tidur.
4) Klien mengatakan sering terjaga, Gangguan
bila sudah terbangun. pola tidur

DO :
1) Wajah terlihat lelah akibat kurang
tidur.

69
4. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan

mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas bawah.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (mis.

Pencahayaan, kebisingan) dibuktikan dengan sulit tidur.

5. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik b.d intervensi Tindakan:
nyeri dibuktikan keperawatan selama Observasi
dengan mengeluh 3x24 jam, maka 1) Identifikasi adanya
sulit menggerakkan Moblitas Fisik nyeri atau keluhan
ekstremitas bawah. meningkat dengan fisik lainnya.
kriteria hasil : 2) Identifikasi
1) Pergerakan intoleransi fisik
ekstremitas dalam melakukan
menurun ambulasi.
menjadi cukup 3) Monitor frekuensi
meningkat. jantung dan tekanan
2) Nyeri dari darah sebelum
sedang menjadi memulai ambulasi.
menurun.. 4) Monitor kondisi
3) Gerakan terbatas umum selama
dari meningkat melakukan
menjadi sedang. ambulasi.
5) Monitor
karakteristik luka
(mis. warna,
ukuran, bau).
6) Monitor tanda-tanda
infeksi.
Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan
alat bantu ( mis.
Tongkat, bangku).
2) Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan

70
ambulasi.
3) Lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan pada
daerah luka.
4) Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu.
5) Pasang balutan
sesuai jenis luka.
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi.
2) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
3) Anjurkan
melakukan
ambulasi dini.
4) Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
5) Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri.
2. Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur
tidur b.d hambatan intervensi selama Tindakan:
lingkungan 3x24 jam, maka Pola Observasi
dibuktikan dengan Tidur membaik 1) Identifikasi pola
sulit tidur. dengan kriteria hasil : aktivitas dan tidur.
1) Keluhan sulit 2) Identifikasi faktor
tidur dari pengganggu tidur.
meningkat Terapeutik
menjadi 1) Modifikasi
menurun. lingkungan (mis.
2) Keluhan sering Tempat tidur,
terjaga dari pencahayaan,
meningkat kebisingan).
menjadi cukup 2) Lakukan prosedur
menurun. untuk meningkatkan
3) Keluhan tidak kenyamanan (mis.
puas tidur dari Penganturan posisi).

71
meningkat Edukasi
menjadi cukup 1) Jelaskan pentingnya
menurun. tidur cukup selama
sakit.
2) Ajarkan faktor-
faktor yang
berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur.

6. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Nama pasien : Tn. H
Umur : 20 Thn

Diagnosa Hari/Tgl Jam Implementasi Evaluasi


No
1. Gangguan Jum’at / 11.00 1) Mengidentifikasi S :
mobiltas fisik 24 Juni adanya nyeri atau 1) Klien mengatakan
2022 keluhan fisik tidak mampu
lainnya. mengerakkan
Hasil : Klien kakinya disebelah
mengatakan tidak kanan bekas op
mampu bergerak sejak 4 hari yang
serta nyeri pada lalu, dan terasa
bekas op. nyeri bila kaki
kanan digerakkan
2) Mengidentifikasi pada daerah bekas
intoleransi fisik op.
melakukan 2) Klien mengatakan
ambulasi. dalam melakukan
Hasil : Klien aktivitas sehari-
mengatakan tidak hari seperti mandi,
mampu untuk berpakaian,
bergerak maupun eliminasi, dan
berjalan sendiri serta berjalan dibantu
takut untuk oleh
menggerakkan keluarga.Klien
kakinya karena nyeri mengatakan
pada kakinya sebelah menggunakan alat
kanan bekas op. bantu berjalan
dalam melakukan
3) Memonitor pergerakkan
frekuensi jantung seperti kursi roda,
dan tekanan darah kruk/tongkat.
sebelum memulai 3) Skala nyeri 5

72
ambulasi. (sedang)
Hasil : TD = 120/80 Penilaian PQRST :
mmHg. - P : Nyeri timbul
ketika klien
4) Memonitor kondisi melakukan
umum selama pergerakkan
melakukan pada
ambulasi. ekstremitas
Hasil : Klien bawah pada
mengatakan nyeri kaki sebelah
pada daerah bekas op kanan bekas op.
saat bergerak. - Q : Sakit seperti
ditekan.
5) Memonitor - R : Kaki
karakteristik luka sebelah kanan
(mis. warna, area bekas op,
ukuran, bau) di betis hingga
Hasil : Warna luka ke punggung
berwarna pink kaki.
kemerahan, - S : 5 (lima).
berukuran 17 cm. - T : Hilang
timbul.
6) Memonitor tanda-
tanda infeksi. O:
Hasil : Terdapat 1) Keadaan umum
infeksi pada luka, sedang.
sebelum 2) Gerakan terbatas.
dilakukannya 3) Klien tampak
operasi. enggan melakukan
pergerakan.
7) Memfasilitasi 4) TTV:
aktivitas ambulasi TD = 120/80
dengan alat bantu mmHg
( mis. Tongkat, N = 80 x/m
bangku). P = 21 x/m
Hasil : Klien S = 36,5 ̊C.
melakukan ambulasi
dibantu oleh keluarga A :
dan perawat. - Masalah belum
teratasi
8) Melibatkan
keluarga untuk P :
membantu pasien - Intervensi
dalam dilanjutkan.
meningkatkan
ambulasi.
Hasil : Keluarga
klien ikut membantu

73
klien dalam
melakukan ambulasi.

9) Melepaskan
balutan dan
plester secara
perlahan pada
daerah luka.
Hasil : Melakukan
perawatan luka pada
kaki sebelah kanan
bekas op.

10) Memberikan
salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika
perlu.
Hasil : Rutin
memberikan salep
pada luka setiap hari.

11) Memasang
balutan sesuai
jenis luka.
Hasil : Memasangkan
balutan gips pada
kaki sebelah kanan
bekas op.

12) Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
ambulasi.
Hasil : Klien dan
keluarga nampak
memahami
penjelasan yang
dijelaskan oleh
peneliti.

13) Menjelaskan
tanda dan gejala
infeksi.
Hasil : Klien nampak
memahami
penjelasan yang
dijelaskan oleh
peneliti.

74
14) Menganjurkan
melakukan
ambulasi dini.
Hasil : Klien
mengatakan akan
sering melakukan
ambulasi.

15) Mengajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan
dari tempat tidur
ke kursi roda,
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).

Hasil : Klien Nampak


mengerti apa yang
diajarkan oleh
peneliti.

16) Mengajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri.
Hasil : Klien nampak
memahami
penjelaskan oleh
peneliti.
2. Gangguan Jum’at / 13.26 1) Mengidentifikasi S :
pola tidur 24 Juni pola aktivitas dan 1) Klien mengatakan
2022 tidur. mengeluh sulit
Hasil : Klien tidur, karena tidak
mengatakan sulit bisa tidur dengan
untuk tidur karena lampu yang
nyeri pada bekas op, menyala dan tidak
dan sering kali bisa tidur jika ada
terbangun tiba-tiba kebisingan/ribut.
karena nyeri pada 2) Klien mengatakan
kakinya. mengeluh tidak
puas tidur, karena
2) Mengidentifikasi suka terbangun
factor karena nyeri di

75
pengganggu daerah bekas op.
tidur. 3) Klien mengatakan
Hasil : Klien ketika bangun
mengatakan tidur selalu merasa
terganggu saat tidur berdebar dan tidak
karena nyeri pada nyaman karena
kakinya didaerah terbangun kaget
bekas op. ketika berubah
3) Memodifikasi posisi tidur.
lingkungan (mis. 4) Klien mengatakan
Tempat tidur, sering terjaga, bila
pencahayaan, sudah terbangun.
kebisingan).
Hasil : Nampak klien O:
bisa sedikit nyaman - Wajah terlihat
ketika di berikan lelah akibat kurang
posisi semi fowler. tidur.

4) Melakukan A:
prosedur untuk - Masalah belum
meningkatkan teratasi.
kenyamanan
(mis. P:
Penganturan - Intervensi
posisi). dilanjutkan.
Hasil : Klien
mengatakan nyaman
saat diberikan posisi
semi fowler.

5) Menjelaskan
pentingnya tidur
cukup selama
sakit.
Hasil : Nampak klien
memahami apa yang
dijelaskan peneliti.

6) Mengajarkan
faktor-faktor
yang
berkontribusi
terhadap
gangguan pola
tidur.
Hasil : Klien
Nampak memahami
apa yang diajarkan

76
oleh peneliti.
3. Gangguan Sabtu / 25 08.25 1) Mengidentifikasi S :
mobilitas Juni 2022 adanya nyeri atau 1) Klien mengatakan
fisik keluhan fisik tidak mampu
lainnya. mengerakkan
Hasil : Klien kakinya disebelah
mengatakan tidak kanan bekas op
mampu bergerak sejak 4 hari yang
serta nyeri pada lalu, dan terasa
bekas op. nyeri bila kaki
kanan digerakkan
2) Mengidentifikasi pada daerah bekas
intoleransi fisik op.
melakukan 2) Klien mengatakan
ambulasi. dalam melakukan
Hasil : Klien aktivitas sehari-
mengatakan tidak hari seperti mandi,
mampu untuk berpakaian,
bergerak maupun eliminasi, dan
berjalan sendiri serta berjalan dibantu
takut untuk oleh
menggerakkan keluarga.Klien
kakinya karena nyeri mengatakan
pada kakinya sebelah menggunakan alat
kanan bekas op. bantu berjalan
dalam melakukan
3) Memonitor pergerakkan
frekuensi jantung seperti kursi roda,
dan tekanan kruk/tongkat.
darah sebelum 3) Skala nyeri 5
memulai (sedang)
ambulasi. Penilaian PQRST:
Hasil : TD = 120/80 - P : Nyeri timbul
mmHg. ketika klien
melakukan
4) Memonitor pergerakkan
kondisi umum pada
selama ekstremitas
melakukan bawah pada
ambulasi. kaki sebelah
Hasil : Klien kanan bekas op.
mengatakan nyeri - Q : Sakit seperti
pada daerah bekas op ditekan.
saat bergerak. - R : Kaki
sebelah kanan
5) Memonitor area bekas op,
karakteristik luka di betis hingga
(mis. warna, ke punggung

77
ukuran, bau) kaki.
Hasil : Warna luka - S : 5 (lima).
berwarna pink - T : Hilang
kemerahan, timbul.
berukuran 17 cm.
O:
6) Memonitor tanda- 1) Keadaan umum
tanda infeksi. sedang.
Hasil : Terdapat 2) TTV:
infeksi pada luka, TD = 120/80
sebelum mmHg
dilakukannya N = 84 x/m
operasi. P = 21 x/m
S = 36 ̊C.
7) Memfasilitasi
aktivitas ambulasi A :
dengan alat bantu - Masalah belum
( mis. Tongkat, teratasi.
bangku).
Hasil : Klien P :
melakukan ambulasi - Intervensi
dibantu oleh keluarga dilanjutkan.
dan perawat.

8) Melibatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
ambulasi.
Hasil : Keluarga
klien ikut membantu
klien dalam
melakukan ambulasi.

9) Melepaskan
balutan dan
plester secara
perlahan pada
daerah luka.
Hasil : Melakukan
perawatan luka pada
kaki sebelah kanan
bekas op.

10) Memberikan
salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika

78
perlu.
Hasil : Rutin
memberikan salep
pada luka setiap hari.

11) Memasang
balutan sesuai
jenis luka.
Hasil : Memasangkan
balutan gips pada
kaki sebelah kanan
bekas op.

12) Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
ambulasi.
Hasil : Klien dan
keluarga nampak
memahami
penjelasan yang
dijelaskan oleh
peneliti.

13) Menjelaskan
tanda dan gejala
infeksi.
Hasil : Klien nampak
memahami
penjelasan yang
dijelaskan oleh
peneliti.

14) Menganjurkan
melakukan
ambulasi dini.
Hasil : Klien
mengatakan akan
sering melakukan
ambulasi.

15) Mengajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan
dari tempat tidur
ke kursi roda,

79
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
Hasil : Klien Nampak
mengerti apa yang
diajarkan peneliti.

16) Mengajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri.
Hasil : Klien nampak
memahami
penjelaskan oleh
peneliti.
4. Gangguan Sabtu / 25 10.22 1) Mengidentifikasi S :
pola tidur Juni 2022 pola aktivitas dan 1) Klien mengatakan
tidur. mengeluh sulit
Hasil : Klien tidur, karena tidak
mengatakan sulit bisa tidur dengan
untuk tidur karena lampu yang
nyeri pada bekas op, menyala dan tidak
dan sering kali bisa tidur jika ada
terbangun tiba-tiba kebisingan/ribut.
karena nyeri pada 2) Klien mengatakan
kakinya. mengeluh tidak
puas tidur, karena
2) Mengidentifikasi suka terbangun
faktor karena nyeri di
pengganggu daerah bekas op.
tidur. 3) Klien mengatakan
Hasil : Klien ketika bangun tidur
mengatakan selalu merasa
terganggu saat tidur berdebar dan tidak
karena nyeri pada nyaman karena
kakinya didaerah terbangun kaget
bekas op. ketika berubah
posisi tidur.
3) Memodifikasi 4) Klien mengatakan
lingkungan (mis. sering terjaga, bila
Tempat tidur, sudah terbangun.
pencahayaan,
kebisingan). O:
Hasil : Nampak klien - Wajah terlihat lelah
bisa sedikit nyaman akibat kurang tidur.
ketika di berikan

80
posisi semi fowler. A:
- Masalah belum
4) Melakukan teratasi.
prosedur untuk
meningkatkan P:
kenyamanan - Intervensi
(mis. dilanjutkan.
Penganturan
posisi).
Hasil : Klien
mengatakan nyaman
saat diberikan posisi
semi fowler.

5) Menjelaskan
pentingnya tidur
cukup selama
sakit.
Hasil : Nampak klien
memahami apa yang
dijelaskan peneliti.

6) Mengajarkan
faktor-faktor
yang
berkontribusi
terhadap
gangguan pola
tidur.
Hasil : Klien Nampak
memahami apa yang
diajarkan oleh
peneliti.
5. Gangguan Minggu / 14.02 1) Mengidentifikasi S:
mobilitas 26 Juni adanya nyeri atau 1) Klien mengatakan
fisik 2022 keluhan fisik sudah mampu
lainnya. untuk bergerak, dan
Hasil : Klien terasa nyeri pada
mengatakan mampu daerah bekas op
perlahan mulai berkurang.
menggerakkan 2) Klien mengatakan
kakinya dan nyeri dapat melakukan
pada bekas op mulai ambulasi dengan
berkurang. dibantu oleh
keluarganya /
2) Mengidentifikasi perawat.
intoleransi fisik 3) Skala nyeri 5
melakukan (sedang)

81
ambulasi. Penilaian PQRST:
Hasil : Klien - P : Nyeri timbul
mengatakan sudah ketika klien
mampu untuk melakukan
bergerak maupun pergerakkan
berjalan tetapi masih pada ekstremitas
dibantu oleh bawah pada kaki
keluarga. sebelah kanan
bekas op.
3) Memonitor - Q : Sakit seperti
frekuensi jantung agak perih.
dan tekanan - R : Kaki sebelah
darah sebelum kanan area bekas
memulai op, di betis
ambulasi. hingga ke
Hasil : TD = 120/80 punggung kaki.
mmHg. - S : 3 (tiga).
- T : Hilang
4) Memonitor timbul.
kondisi umum
selama O:
melakukan 1) Keadaan umum
ambulasi. sedang.
Hasil : Klien 2) TTV:
mengatakan nyeri TD = 120/80
pada daerah bekas op mmHg
saat bergerak mulai N = 84 x/m
berkuraang. P = 21 x/m
S = 36,3 ̊C.
5) Memonitor
karakteristik luka A :
(mis. warna, - Masalah teratasi.
ukuran, bau)
Hasil : Warna luka P :
berwarna pink - Intervensi
kemerahan, dilanjutkan.
berukuran 17 cm.

6) Memonitor tanda-
tanda infeksi.
Hasil : Nampak
sudah mulai
membaik.

7) Memfasilitasi
aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
( mis. Tongkat,

82
bangku).
Hasil : Klien
melakukan ambulasi
dibantu oleh keluarga
dan perawat.
8) Melibatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
ambulasi.
Hasil : Keluarga
klien ikut membantu
klien dalam
melakukan ambulasi.

9) Melepaskan
balutan dan
plester secara
perlahan pada
daerah luka.
Hasil : Melakukan
perawatan luka pada
kaki sebelah kanan
bekas op.

10) Memberikan
salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika
perlu.
Hasil : Rutin
memberikan salep
pada luka setiap hari.

11) Memasang
balutan sesuai
jenis luka.
Hasil : Memasangkan
balutan gips pada
kaki sebelah kanan
bekas op.

12) Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
ambulasi.
Hasil : Klien dan
keluarga nampak

83
memahami
penjelasan yang
dijelaskan oleh
peneliti.

13) Menjelaskan
tanda dan gejala
infeksi.
Hasil : Klien nampak
memahami
penjelasan yang
dijelaskan oleh
peneliti.

14) Menganjurkan
melakukan
ambulasi dini.
Hasil : Klien
mengatakan akan
sering melakukan
ambulasi.

15) Mengajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan
dari tempat tidur
ke kursi roda,
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
Hasil : Klien Nampak
mengerti apa yang
diajarkan oleh
peneliti.

16) Mengajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri.
Hasil : Klien nampak
memahami
penjelaskan oleh
peneliti.

84
6. Gangguan Minggu / 16.01 1) Mengidentifikasi S:
pola tidur 26 Juni pola aktivitas dan 1) Klien mengatakan
2022 tidur. sudah dapat untuk
Hasil : Klien tertidur lebih lama,
mengatakan sudah karena nyeri yang
dapat tidur. dirasakan sekarang
2) Mengidentifikasi pada bekas op
factor mulai berkurang.
pengganggu
tidur.
Hasil : Klien O:
mengatakan nyeri - Nampak klien
mulai berkurang pada membaik.
bekas op, sehingga
sudah dapat tidur A:
lebih lama dari - Masalah teratasi.
sebelumnya. P:
- Intervensi
3) Memodifikasi dilanjutkan.
lingkungan (mis.
Tempat tidur,
pencahayaan,
kebisingan).
Hasil : Nampak klien
bisa sedikit nyaman
ketika di berikan
posisi semi fowler.

4) Melakukan
prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
(mis.
Penganturan
posisi).
Hasil : Klien
mengatakan nyaman
saat diberikan posisi
semi fowler.

5) Menjelaskan
pentingnya tidur
cukup selama
sakit.
Hasil : Nampak klien
memahami apa yang
dijelaskan peneliti.

85
6) Mengajarkan
faktor-faktor
yang
berkontribusi
terhadap
gangguan pola
tidur.
Hasil : Klien Nampak
memahami apa yang
diajarkan oleh
peneliti.

A. Pembahasan

Berdasarkan hasil pada studi kasus dan tujuan penulisan studi kasus ini,

maka peneliti akan membahas terkait kesenjangan antara teori dengan hasil

studi kasus penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gejala

post op osteomyelitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah Sakit dr. Ismoyo Kota Kendari, yang akan dilaksanakan pada tanggal

24 Juni 2022 yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Pada tahap pengkajian ini peneliti mengacu pada format yang telah

disediakan tidak jauh berbeda dengan format yang ada pada tinjauan

teoritis. Dalam pengumpulan data, peneliti dalam melakukan pengkajian

secara komprehensif yang mengacu pada tinjauan teoritis yakni bio-psiko-

sosio-spiritual dengan melihat dari kondisi umum pasien. Pada saat

melakukan pengkajian peneliti mendapatkan data dari hasil melakukan

wawancara, pemeriksaan fisik, melihat status kesehatan klien, catatan

keperawatan, cacatan medis, dan bekerja sama dengan perawat ruangan

dan tim kesehatan medis lainnya untuk mendukung dalam pengkajian.

86
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data dari pasien,

keluarga, serta kelompok secara cermat, yang didapatkan melalui dari

melakukan sebuah wawancara, melakukan observasi serta melakukan

pemeriksaan. Ada dua jenis pengkajian yaitu wawancara, skrining,

penerimaan, dan pengkajian fokus yang mencakup pada data subjektif dan

objektif.

Adapun data pada tahap pengkajian yang didapatkan yaitu klien

mengatakan tidak mampu untuk menggerakkan kakinya sebelah kanan,

dan terasa nyeri didaerah bekas op bila digerakkan, terdapat infeksi pada

area kaki sebelah kanan yang terluka, serta mengeluh sulit tidur, mengeluh

tidak puas tidur dan mudah terbangun atau terjaga. Pada pengkajian

didapatkan hasil tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmHg, N = 80x/m, P =

21 x/m, S = 36,5 ̊C, BB = 58 kg, TB = 166 cm. Jika dibandingkan antara

teori dengan studi kasus, sudah pasti ada kesenjangan antara teori dan

studi kasus karena data pada teori tidak semua ada pada studi kasus,

begitupun sebaliknya data yang ada pada studi kasus tidak pula semua

terdapat pada teori.

Adapun kesenjangan yang terjadi dalam pengkajian antara kasus yang

dialami oleh Tn. H dengan teori yang ada adalah integritas ego.

Berdasarkan data pengkajian post op bedah yang terdapat pada pasien

terdapat gejala integritas ego seperti perasaan cemas, takut, dll. Perasaan

cemas adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang dapat

digambarkan dengan terjadinya kegelisahan dan ketegangan serta tanda-

tanda hemodinamik yang abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi

87
simpatik, parasimpatik dan endokrin. Rasa takut emosi tidak

menyenangkan yang disebabkan oleh adanya ancaman bahaya, rasa sakit,

atau pengrusakan. Rasa takut sebagai respon terhadap ancaman dan

ketidakpastian. Perubahan mental seperti ini biasanya ditemukan pada

orangtua, dan tidak sedikit pula dapat terjadi pada anak muda (Cookson &

Stirk, 2019). Berdasarkan pada kasus Tn. H ditemukan gejala tersebut

dimana Tn. H mengatakan takut untuk menggerakkan kaki kanannya yang

terdapat bekas op karena nyeri yang dirasakan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan sebuah penilaian secara klinis

mengenai respon pada individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah

kesehatan yang aktual atau potensial, serta resiko yang merupakan dasar

untuk memilih intervensi keperawatan guna untuk mencapai hasil yang

merupakan tanggungjawab. Adapun diagnosis keperawatan yang ada pada

teori yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan

dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas bawah dan gangguan

pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan dibuktikan dengan

sulit tidur. Setelah data terkumpul dan dikelompokkan kedalam menjadi

data fokus sesuai dengan keluhan serta kondisi klien, peneliti merumuskan

diagnosis keperawatan sesuai dengan masalah yang ada pada klien.

Berdasarkan pada masalah yang terkait pada klien dengan diagnosa

osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di ruang mawar

Rumah sakit dr. Ismoyo Kota Kendari adalah gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan mengeluh sulit

88
menggerakkan ekstremitas bawah dan gangguan pola tidur berhubungan

dengan hambatan lingkungan dibuktikan dengan sulit tidur. Dari data hasil

pengkajian yang sudah didapatkan adalah klien mengatakan tidak mampu

untuk menggerakkan kaki kanannya dan terasa nyeri dibagian bekas op

bila digerakkan, terdapat infeksi pada area kaki sebelah kanan yang

terluka, serta mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur dan mudah

terbangun atau terjaga. Pada pengkajian didapatkan hasil tanda-tanda vital

TD = 120/80 mmHg, N = 80x/m, P = 21 x/m, S = 36,5 ̊C, BB = 58 kg, TB

= 166 cm.

Dengan diagnosis yang ada pada tinjauan teoritis. Namun tidak

semua yang ada pada teori ada pada klien, sehingga diagnosis yang

diangkat hanya ada dua yaitu gangguan mobilitas fisik dan gangguan pola

tidur dari sekian diagnosis berdasarkan dari tinjauan teori.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu proses dalam memecahkan

masalah keperawatan atau tujuan dan harapan yang mencakup pada

keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan dari semua tindakan

keperawatan, agar tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Setelah

diagnosis keperawatan muncul peneliti membuat prioritas masalah, tujuan

keperawatan, dan kriteria hasil. Perencanaan keperawatan disusun

berdasarkan konsep teori yang sudah didapatkan serta diterapkan secara

aktual terhadap klien dengan diagnosa osteomielitis dalan pemenuhan

kebutuhan aktivitas. Tujuan intervensi keperawatan terhadap diagnosis

keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

89
dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas bawah, yaitu

setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, maka

mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil : pergerakan ekstremitas

menurun menjadi meningkat, nyeri dari sedang menjadi menurun, gerakan

terbatas dari meningkat menjadi sedang. Kemudian gangguan pola tidur

berhubungan dengan hambatan lingkungan dibuktikan dengan sulit tidur,

yaitu setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, maka

pola tidur membaik dengan kriteria hasil : keluhan sulit tidur dari

meningkat menjadi menurun, keluhan sering terjaga dari meningkat

menjadi menurun, keluhan tidak puas tidur dari meningkat menjadi

menurun.

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut, kemudian peneliti

menyusun intervensi keperawatan berdasarkan SLKI (Standar Luaran

Keperawatan Indonesia) dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia). Dukungan ambulasi (Observasi) identifikasi adanya nyeri atau

keluhan fisik lainnya, identifikasi intoleransi fisik melakukan ambulasi,

monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi,

monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, monitor karakteristik

luka (mis. warna, ukuran, bau), monitor tanda-tanda infeksi, (Terapeutik)

fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, bangku),

libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi,

lepaskan balutan dan plester secara perlahan pada daerah luka, berikan

salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu (Edukasi) jelaskan tujuan dan

prosedur ambulasi, anjurkan melakukan ambulasi dini, ajarkan ambulasi

90
sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan dari tempat tidur ke kursi

roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi),

ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri. Dukungan tidur

(Observasi) identifikasi pola aktivitas dan tidur, Identifikasi faktor

pengganggu tidur, (Terapeutik) modifikasi lingkungan (mis. Tempat

tidur), lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.

Pengaturan posisi), (Edukasi) jelaskan pentingnya tidur cukup selama

sakit, ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola

tidur. Pada tahap ini intervensi tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

intervensi yang direncanakan pada kasus.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan kegiatan

yang telah direncanakan oleh perawat, untuk membantu klien keluar dari

masalah kesehatan yang dihadapinya ke status kesehatan yang lebih baik,

serta menggambarkan kriteria hasl yang diharapkan. Setelah rencana

keperawatan dibuat maka selanjutnya dilakukan implementasi sesuai

dengan intervensi yang dibuat yaitu dukungan ambulasi dan ambulasi dini

selama 3x24 jam, setiap kali dukungan ambulasi. Dukungan tidur dan

jadwal tidur selama 3x24 jam, setiap kali dukungan tidur.

Seluruh pelaksanaan keperawatan yang dilakukan serta

pelaksanaannya sesuai dengan rencana keperawatan, sehingga dalam

pelaksanaan implementasi keperawatan tidak terdapat kesenjangan yang

berarti. Berdasarkan masalah keperawatan tersebut maka peneliti

melakukan implementasi keperawatan selama 3 hari sesuai dengan

91
intervensi yang telah dibuat dan ditetapkan, yaitu dengan memperhatikan

aspek tujuan dan kriteria hasil dalam rentang yang telah ditentukan.

Adapun intervensi keperawatan yang telah ditentukan yaitu melakukan

ambulasi, (Observasi) identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya,

identifikasi intoleransi fisik melakukan ambulasi, monitor frekuensi

jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi, monitor kondisi

umum selama melakukan ambulasi, monitor karakteristik luka (mis.

warna, ukuran, bau), monitor tanda-tanda infeksi, (Terapeutik) fasilitasi

aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, bangku), libatkan

keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi, monitor

karakteristik luka (mis, warna, ukuran, bau), monitor tanda-tanda infeksi,

(Edukasi) jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi, anjurkan melakukan

ambulasi dini, ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.

Berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke

kamar mandi, berjalan sesuai toleransi), ajarkan prosedur perawatan luka

secara mandiri. Dukungan tidur (Observasi) identifikasi pola aktivitas dan

tidur, Identifikasi faktor pengganggu tidur, (Terapeutik) modifikasi

lingkungan (mis. Tempat tidur), lakukan prosedur untuk meningkatkan

kenyamanan (mis. Pengaturan posisi), (Edukasi) jelaskan pentingnya tidur

cukup selama sakit, ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

gangguan pola tidur.

Pada tahap intervensi tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

intervensi yang direncanakan pada kasus. Implementasi yang direncanakan

telah ditetapkan dalam melakukan intervensi diatas selama 3 hari secara

92
berturut-turut hasilnya dinilai sangat efektif dalam masalah pemenuhan

kebutuhan aktivitas pada klien dengan diagnosa osteomielitis.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan untuk diagnosa gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot meningkat dan gangguan

pola tidur membaik, setelah 3 hari dilakukan implementasi dengan uraian

hari pertama mobiltas fisik dan pola tidur menurun, pada hari kedua

mobilitas fisik dan pola tidur mulai membaik, dan pada hari ketiga

mobilitas fisik dan pola tidur meningkat.

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan yang

sistematis dan telah terencana antara hasil yang diamati dan tercapainya

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan yang sesuai.

Evaluasi ada dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif,

evaluasi formatif adalah respon dari hasil setelah dilakukannya

implementasi. Sedangkan evaluasi sumatif yaitu cara menilai respon akhir

pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang diinginkan yang telah

ditentukan sebelumnya dengan menggunakan metode SOAP.

Dari diagnosis-diagnosis keperawatan yang ditemukan semua dua

teratasi dan intervensi dilanjutkan selama melakukan asuhan keperawatan.

Dari dua diagnosis keperawatan yang ditemukan pada klien Tn. H

didapatkan semua diagnosis keperawatan dapat teratasi sesuai dengan

tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan (Cookson & Stirk, 2019).

93
B. Keterbatasan Penelitian Studi Kasus

Berdasarkan data dari kasus, keterbatasan studi kasus yang dilakukan selama

3 hari di ruang mawar Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari. diantaranya yaitu

dari segi sumber informasi dan referensi yang diperoleh oleh penulis dari internet

maupun jurnal mengenai masalah keperawatan dan kebutuhan aktivitas terkait

dengan dukungan ambulasi dan dukungan tidur yang digunakan sebagai pustaka

Karya Tulis Ilmiah, sehingga teori yang penulis jelaskan dalam studi kasus ini

masih sangat terbatas. Selain itu, keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak

bisa memonitor kebutuhan aktivitas selama 24 jam lamanya pada pasien karena

keterbatasan penelitian yang hanya dilakukan 1 hari 1 kali shift.

94
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan dengan studi kasus, melalui dengan

pendekatan proses keperawatan selama 3x24 jam, diruang mawar Rumah Sakit

Dr. Ismoyo Kota Kendari pada tanggal 24 – 27 Juni 2022 didapatkan beberapa

uraian sebagai berikut :

1. Pada pengkajian keperawatan Tn. H ditemukan fokus masalahnya ada pada

area bekas operasinya yang ditandai dengan adanya keluhan nyeri pada saat

menggerakkan ekstremitas bawah sejak 5 hari yang lalu, kualitas nyeri yang

dirasakan hilang timbul dengan skala 5 (sedang) dan semakin terasa ketika

mandi dan berjalan, sehingga ketika akan tidur terasa tidak nyaman, membuat

sulit tidur dan diperkuat dengan hasil diagnosis yaitu post op osteomielitis.

2. Rumusan diagnosa keperawatan, yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan dengan nyeri dan gangguan pola

tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan dibuktikan dengan sulit

tidur.

3. Intervensi keperawatan selama 3x24 jam dengan fokus luaran yaitu mobilitas

fisik dan pola tidur dengan intervensi dukungan ambulasi dan dukungan

tidur, menggunakan intervensi nonfarmakologi perawatan luka.

4. Implementasi dilakukan selama 3 hari (3x24 jam) yaitu dukungan ambulasi,

dukungan tidur dan perawatan luka sesuai dengan intervensi keperawatan.

5. Pada tahap evaluasi, setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3

hari (3x24 jam) maka telah terjadi perubahan pada gangguan mobilitas fisik

95
dan gangguan pola tidur, dengan uraian : hari pertama pergerakan ekstremitas

cukup meningkat, keluhan nyeri cukup menurun, keluhan sulit tidur cukup

menurun, sering terjaga menurun. Dan kemudian dievaluasi akhir pada

tanggal 26 Juni 2022 dengan hasil mobilitas fisik dan pola tidur teratasi

B. Saran

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses

keperawatan pada klien dengan post op osteomielitis dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas, peneliti menyarankan bahwa :

1. Bagi kepala Rumah Sakit / Kepala ruangan

Rumah Sakit Dr. Ismoyo Kota Kendari diharapkan mampu memberikan

pelayanan yang komprehensif seperti bio-psiko-sosio-spiritual kultural

kepada klien, serta petugas kesehatan yang terkhusus perawat agar selalu

menerapkan konsep asuhan keperawatan yang komprehensif dan selalu

meningkatkan frekuensi kontak dengan klien dalam melakukan asuhan

keperawatan. Dan membuat pendokumentasian yang lengkap dan akurat pada

status kesehatan klien. Serta juga diperlukan adanya kerja sama tim yang baik

dengan tenaga kesehatan lainnya untuk mempercepat proses penyembuhan

klien.

2. Bagi klien / masyarakat

Agar dapat selalu menjaga kondisi dan kesehatannya, terutama dalam

melakukan ambulasi dini dan menjaga pola tidurnya, serta selalu merawat

lukanya setiap hari dengan indikasi yang dianjurkan, dan melakukan check

up kerumah sakit/puskesmas terdekat dengan lingkungan tempat tinggal. Dan

menjalankan program perawatan lebih lanjut seperti istirahat, melakukan

96
anjuran yang telah diajarkan, merawat lukanya, dan mengkonsumsi/

menggunakan obat secara teratur untuk pemulihan dan proses penyembuhan.

3. Bagi institusi pendidikan / pengembangan institusi pendidikan

Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk pembelajaran khusunya

sebagai penerapan.

4. Bagi peneliti

Dapat menjadi bahan bacaan dan acuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kreativitas, dan dapat dijadikan sebagai referensi

pembelajaran untuk menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam

melakukan asuhan keperawatan pada pasien post op osteomielitis dalam

pemenuhan kebutuhan aktivitas.

97
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, P. R. 2020. Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia Dengan Gangguan


Pemenuhan Kebutuhan mobilitas Fisik Pada Lansia Gout arthritis Di
Kelurahan Segalamider Kecamatan Tanjungkarang Barat Bandar Lampung.
Tesis. Poltekkes Tanjungkarang. Bandar Lampung. Diakses pada tanggal 26
Januari 2021 pada pukul 23.30 WIB.
Bakara, D. M. Dan S. Warsito. 2016. Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif
Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Jurnal. 7 (2). 13-
15. Diakses pada tanggal 30 Januari 2021 pada pukul 16.30 WIB.
Bungin, Burhan. 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana.

Cookson, M. D., & Stirk, P. M. R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S


Dengan Post Op Osteomielitis di Ruang Cendana Rumah Sakit Umum Kota
Tarakan.

Chiappini E, et al. A case of acute Osteomyelitis, internasional j aviron, res.


Public helath. 2016. 13 539
Fadhilla, A. 2018. Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Dengan Imobilitas
Fisik Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggolo Kota Padang. KTI. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang. Padang. Diakses pada tanggal 28 Januari 2021
pada pukul 15.00 WIB.

Freire, LFL, Gavilanes, JMG, Caillagua, YSS, López, JAM, Velasco, SJS, vargas,
AMA, & Ramírez, AVC. (2019). Osteomielitis: pendekatan diagnostik
terapeutik. Arsip Farmakologi dan Terapi Venezuela , 38 (1), 53-62.

Gunawan, R. (2019). Karakteristik Pasien Osteomielitis di Rumah Sakit Umum


Pusat H. Adam Malik. 3(2), 1–58.

Haswita & Reni Sulistyowati,(2017). Kebutuhan dasar manusia. Jakarta : CV


Trans Info Media.

Herdman, T. H. Dan S. Kamitsuru. 2017. NANDA International Nursing


Diagnoses: Definition and Classification 2018-2020. Eleventh Edition.
Thieme Medical Publishers, Inc. New York. Terjemahan Keliat, B. D.,

98
Mediana, H. S. Dan Tahlil, T. 2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan:
Definisi dan Klasiikasi 2018-2020. Edisi 11. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Dilihat pada tanggal 30 Januari 2021 pada pukul 16.30 WIB.

Irawandi, D., Hang, S., & Surabaya, T. (2018). Dedi irawandi stikes hang tuah
surabaya 2018.

Kartika, Ira Iin.(2017). Buku Ajar Dasar-Dasar Riset Keperawatan dan


Pengolahan Data Statistik. Jakarta : TIM

Kasiati, & N. W. D. R. (2016). kebutuhan dasar manusia komprehensif.

Keifer GEffenberger, f. (2019). Hambatan Mobilitas Fisik. Angewandte Chemie


International Edition, 6(11), 951–952., 9–66.

Mujib, M., Dan E. Suprayitno. 2016. Pengaruh latihan range of motion (ROM)
terhadap perubahan skala nyeri pada lansia desa kalianget timur Kecamatan
Kalianget Kabupaten Sumenep. Journal Of Health Science (Jurnal Ilmu
Kesehatan). 1 (2):55-56. Diakses pada tanggal 21 Januari 2021 pada pukul
19.00 WIB.
Mussardo, G. (2019). Tahap Pengkajian Dalam Proses Keperawatan. Statistical
Field Theor, 53(9), 1689–1699.

Ningrum, N. (2021). Mobilitas Fisik Pada Diagnosa Medis Osteoarthritis Di Desa


Pasirian Lumajang. Karya Tulis Ilmiah, 95.
https://books.google.co.id/books?id=Hr8waKol42IC

Nuranif, huda amin. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


& Jilid 3. Percetakan Medication Jogjakarta, 6–37.

Rachman, T. (2018). Bab I1.pdf. Angewandte Chemie International Edition,


6(11), 951–952., 10–27.

Riyadi, S., dan Harmoko. 2016. Standart Operating Procedure dalam Praktik
Klinik Keperawatan Dasar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Saifudin, D. M. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny. S dan Tn. S Yang
Mengalami Reumatoid Arthritis Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis
Di UPT PSTW Jember Tahun 2017. KTI. Fakulitas Keperawatan Universitas
Jember.

99
Salsabila, S. (2019). Keperawatan Medikal Bedah. In Bcg (p. 300).

Saltoglu N, et al. Influence of multidrugs resistant organisms on the outcome of


diabetic foot infection. International journal of infecious diseases 70 (2018)
10-14
Schmitt, S.K. (2017). Osteomielitis. Infectious Disease Clinics of North America,
31, 325-338 DOI: https://doi.org/10/1016/j.idc.2017.01.010.
Susanto, Andina Vita &YuniFitriani. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia : Teori
dan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Solomon L, Warwick D. Apley & Solomon’s Sistem of Orthopaedics and
Trauma. Tenth Edition. CRC Press. 2016.
Tim Pokja DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Wang X, Yu S. Current data on extremities chronic osteomyelitis in southwest
China: epidemiology, microbiology and therapeutic consequences. Scientific
report, 7 : 16251. 2017.
Yanti, A., & Leniwita, H. (2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II.
Keperawatan, 1–323. http://repository.uki.ac.id/2750/1/fmodulKMB2.pdf

Yanti, S. R. (2018). Penerapan Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan


Mobilisasi Pada Pasien Fraktur Femur Di Ruang Trauma Center RSUP Dr.
M. Djamil Padang. https://pustaka.poltekkespdg.ac.id/index.php?p=show
_detail&id=5224&keywords=

100
Lampiran Dokumentasi

Gambar 2.1 Melakukan pengkajian kepada klien

Gambar 2.2 Melakukan perawatan luka

Gambar 2.3 Tanda tangan informed consent

101
Lampiran Surat

102
103
104
105
106
107
108
109

Anda mungkin juga menyukai