Anda di halaman 1dari 121

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.

D DENGAN
TUBERKULOSIS PARU DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN AKTIVITAS DI RUANG
TERATAI RSUD KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
SRI RAMDINA
NIM : P00320019140

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI DIII KEPERAWATAN
2022

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.D DENGAN
TUBERKULOSIS PARU DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN AKTIVITAS DI RUANG
TERATAI RSUD KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan program


Diploma III Keperawatan

OLEH :
SRI RAMDINA
NIM : P00320019140

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI DIII KEPERAWATAN
2022

ii
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Sri Ramdina
2. Tempat/Tanggal Lahir : Tomulipu, 24 November 2001
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Tolaki/Indonesia
6. Alamat : Desa Lambangi, Kec.Wonggeduku Barat,
Kab.Konawe
7. No.Telp/Hp 081527439975

II. RIWAYAT PENDIDIKAN


1. SDN 2 Lambangi, Tamat Tahun 2013
2. SMPN 1 Wonggeduku, Tamat Tahun 2016
3. SMAN 1 Wonggeduku, Tamat Tahun 2019
4. Poltekkes kemenkes Kendari Jurusan DIII Keperawatan Periode 2019-
2022

vi
MOTTO

Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak
pernah jatuh.

Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang
yang tidak pernah melangkah.

Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat
menambah pegetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang
kedua.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.D Dengan Tuberkulosis Paru
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari
Tahun 2022”.
Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini penulis menyadari bahwa amat
banyak hambatan yang melintang, namun berkat rahmat Allah SWT yang
senantiasa memberi petunjuk-Nya sehingga segala hambatan yang penulis hadapi
dapat teratasi. Terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada kedua orang
tua yang amat saya cintai, bapak Yakin Rasyidin dan Ibu Naswati atas segala doa
dan kasih sayangnya yang tak henti tercurahkan demi keberhasilan saya. Penulis
juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya
Ibu Dewi Sartiya Rini, M.Kep., Sp. KMB dan Ibu Rusna Tahir, S.Kep., Ns.,
M.Kep yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Dan saya mengucapkan terima
kasih kepada penguji saya Ibu Nurfantri, S.Kep., Ns., M.Sc, Ibu Prishilla
Sulupadang, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An, dan Bapak Muhaimin Saranani,
S.Kep., Ns., M.Sc, yang telah menyempatkan waktunya untuk dapat hadir dan
dapat menguji saya dari proposal hingga hasil Karya Tulis Ilmiah saya, dan saya
ucapkan terima kasih atas saran yang telah diberikan kepada saya untuk dapat
menyusun Karya Tulis Ilmiah saya agar menjadi lebih baik lagi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Teguh Faturrahman, SKM., MPPM selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Kendari
2. Bapak Abd. Syukur Bau, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari
3. Bapak/Ibu Dosen dan Staf yang telah membantu dan memberikan ilmu
pengetahuan pada penulis selama kuliah.
4. Direktur RSUD Kota Kendari yang telah memberikan izin penelitian

vii
i
5. Saudari saya Dian islamiati yang selalu membantu saya disaat saya
membutuhkan bantuan dan keluarga saya yang senantiasa memberikan
dukungan, semangat, dan doanya untuk keberhasilan saya, terima kasih
dan sayang saya untuk kalian.
6. Sahabat saya Widya Az-Zahra Reski sekaligus teman kost saya dan teman
pertama yang saya kenal pada saat masuk di kelas C Keperawatan, Sri
Sukma Ayu, Reni Wulandari yang selalu memberikan semangat kepada
saya, dan selalu menemani saya baik senang maupun susah dalam
penyusunan karya tulis ilmiah saya.
7. Seluruh teman-teman Jurusan Keperawatan “Angkatan 2019” Poltekkes
Kemenkes Kendari khususnya perawat III C, kalian adalah keluarga kecil
saya selama kurang lebih 3 tahun, susah senang telah kita lalui bersama.
Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih terdapat kekurangan, akhir
kata penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga nantinya karya tulis ilmiah ini dapat
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Aamiin Ya Rabbal Alaamiin.

Kendari, 15 Juni 2022


Penyusun

Sri Ramdina
P00320019140

ix
ABSTRAK

Sri Ramdina, NIM :P00320019140 “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.D


Dengan Tuberkulosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di
Ruang Teratai RSUD Kota Kendari”. Pembimbing I (Dewi Sartiya Rini,
M.Kep., Sp. KMB), Pembimbing II (Rusna Tahir, S.Kep., Ns., M.Kep)

Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang tidak terlepas dari


keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal. Pasien dengan hambatan
beraktivitas pada penelitian ini yaitu pasien dengan Tuberkulosis Paru. Tujuan :
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien Ny.D dengan Tuberkulosis
Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di Ruang Teratai RSUD Kota
Kendari. Metode : Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif. Hasil : hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa masalah keperawatan
yang dialami oleh pasien ialah pasien yang mengalami Intoleransi Aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d merasakkan sesak
saat dan setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman seperti nyeri di bagian dada
saat dan setelah beraktivitas, aktivitas dibantu, nampak lemah. Dari masalah yang
dialami pasien, peneliti melakukan implementasi keperawatan yaitu monitor
tanda-tanda vital, anjurkan pasien tirah baring (bed rest), fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan, sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus. Kesimpulan : masalah keperawatan intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen didapatkan
bahwa masalah belum teratasi pada hari ke 3 perawatan dengan kriteria hasil
Saturasi oksigen sedikit meningkat, Kemudahan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari belum meningkat, Keluhan lelah masih meningkat, Dispnea saat dan
setelah aktivitas masih meningkat, Perasaan lemah masih meningkat, Frekuensi
napas masih meningkat. Dan hasil evaluasi klien mampu untuk melakukan tirah
baring dan mampu untuk merubah posisi.

Kata kunci : Tuberkulosis Paru, Intoleransi Aktivitas, Hambatan Aktivitas,


Asuhan Keperawatan

x
ABSTRACT

Sri Ramdina, NIM:P00320019140 "Nursing Care in Mrs.D Clients With


Pulmonary Tuberculosis in Meeting Activity Needs in the Lotus Room of
Kendari City Hospital". Supervisor I (Dewi Sartiya Rini, M.Kep., Sp. KMB),
Supervisor II (Rusna Tahir, S.Kep., Ns., M.Kep)

The ability to move is a basic need that is inseparable from the strength of the
innervation and musculoskeletal systems. Patients with activity barriers in this
study were patients with Pulmonary Tuberculosis. Purpose: Able to carry out
nursing care for Mrs.D clients with Pulmonary Tuberculosis in fulfilling activity
needs in the Lotus Room of Kendari City Hospital. Method: The research method
used in this study is descriptive. Results: the results obtained by the researchers
that the nursing problems experienced by patients are patients who experience
Activity Intolerance b.d the imbalance between supply and oxygen needs d.d feel
tightness during and after activities, feel uncomfortable like pain in the chest
during and after activities, assisted activities, appear weak. From the problems
experienced by patients, researchers carried out the implementation of nursing,
namely monitoring vital signs, recommending patients with bed rest, facilitating
sitting on the side of the bed, if unable to move or walk, provide a comfortable
and low-stimulus environment. Conclusion: nursing problems intolerance activity
b.d imbalance between supply and oxygen needs it was found that the problem has
not been resolved on day 3 of treatment with the criteria of the results Oxygen
saturation has increased slightly, Ease of carrying out daily activities has not
increased, Complaints of fatigue are still increasing, Dyspnea during and after
activity is still increasing, Feeling of weakness is still increasing, The frequency of
breathing is still increasing. And the results of the evaluation of the client are able
to do bed rest and are able to change positions.

Keywords : Pulmonary Tuberculosis, Activity intolerance, Activity Barriers,


Nursing Care

xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN...............................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISANError! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP................................................................................................vi
MOTTO.................................................................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
ABSTRAK...............................................................................................................x
DAFTAR ISI..........................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 3
C. Tujuan........................................................................................................3
D. Manfaat......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Tuberkulosis Paru.............................................................. 5
1) Definisi Tuberkulosis..........................................................................5
2) Etiologi Tuberkulosis..........................................................................5
3) Faktor Risiko Tuberkulosis.................................................................6
4) Patofisologi Tuberkulosis................................................................... 7
5) Pathway...............................................................................................9
6) Tanda Dan Gejala Tuberkulosis........................................................10
7) Komplikasi Tuberkulosis..................................................................10
8) Pemeriksaan Diagnostik...................................................................11
9) Penatalaksanaan................................................................................ 12
B. Konsep Dan Prinsip Kebutuhan Aktivitas...............................................14
A. Pengertian Aktivitas..........................................................................14

xii
B. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas...................14
C. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan aktivitas.............................. 16
D. Kebutuhan mobilitas dan imobilitas................................................. 17
C. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tuberkulosis Paru dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas....................................................................19
BAB III METODE STUDI KASUS
A. Desain Penelitian..................................................................................... 34
B. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................34
C. Subjek Studi Kasus..................................................................................34
F. Fokus Studi Kasus................................................................................... 35
G. Definisi Operasional................................................................................35
H. Instrumen.................................................................................................36
I. Cara Pengumpulan Data.......................................................................... 36
J. Jenis Data.................................................................................................37
K. Analisis dan Penyajian Data....................................................................38
L. Etika Penelitian........................................................................................38
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus.....................................................................................40
B. Pembahasan............................................................................................. 64
C. Keterbatasan Studi Kasus........................................................................ 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..............................................................................................70
B. Saran........................................................................................................ 71
DAFTAR TABEL..................................................................................................77
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................77
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
i
xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskel. Aktivitas fisik
merupakan setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
memerlukan energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor resiko
independen untuk penyakit kronik dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global (Heri Chandra, 2021). Aktivitas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Pola fungsional kesehatan Gordon
menjelaskan tentang pentingnya aktivitas dan latihan berpengaruh pada
kesehatan fungsi pernapasan, sirkulasi, dan persyarafan (Potter and Perry,
2005; Alligood, 2014). Kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas
merupakan salah satu tanda baik status kesehatan. Aktivitas fisik yang teratur
bermanfaat pada kesehatan yang meliputi terhindar dari beberapa penyakit
seperti penyakit kardiovaskuler, stroke, diabetes. Klien yang kurang atau
tidak beraktivitas akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas berupa
peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler, pernapasan, sirkulasi, dan
persyarafan (Chasani & Hidayati, 2017). Hambatan dalam beraktivitas
biasanya ditemukan pada pasien dengan gangguan respirasi.
Hambatan dalam beraktivitas pada pasien dengan gangguan respirasi
khususnya pada pasien TB paru terbukti mengalami gangguan kebutuhan
aktivitas berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rini (2019)
yang mengatakan bahwa pasien TB Paru mengalami penurunan kemampuan
bekerja ditandai dengan mudah lelah dan merasa kehilangan energi. Selain itu
penerimaan masyarakat terhadap pasien TB paru masih kurang sehingga
mayoritas pasien TB paru menghindar dari orang-orang terdekat karena
merasa terisolasi oleh lingkungan dan ketakutan jika penyakit mereka
menular sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidupnya.

1
Berdasarkan pengambilan data awal di RSUD Kota Kendari
khususnya ruang teratai diketahui bahwa penyakit yang paling banyak
menjalani perawatan di ruangan tersebut adalah TB Paru dan Efusi Pleura,
dimana berdasarkan data pada tahun 2019 prevalensi rawat inap dengan
diagnosa TB Paru sebanyak 96 pasien, Pada tahun 2020 sebanyak 109 pasien,
pada tahun 2021 meningkat menjadi 174 pasien, dan pada tahun 2022 dari
bulan januari sampai bulan maret sebanyak 33 pasien. Prevalensi rawat inap
dengan diagnosa Efusi Pleura pada tahun 2021 sebanyak 66 pasien dan pada
tahun 2022 dari bulan Januari sampai Maret sebanyak 8 pasien. Berdasarkan
hasil pengkajian yang dilakukan oleh perawat pelaksana di ruang teratai
RSUD Kota Kendari diketahui bahwa rata-rata kebutuhan dasar yang
terganggu pada pasien TB Paru adalah kebutuhan oksigenasi, nutrisi dan
aktivitas. Untuk penyakit Efusi Pleura diketahui rata-rata kebutuhan yang
terganggu yaitu kebutuhan oksigenasi, aman nyaman, dan aktivitas.
Masalah keperawatan yang dapat muncul pada pasien dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas yaitu intoleransi aktivitas, gangguan
mobilitas fisik, dan defisit perawatan diri (PPNI, 2016)
Penatalaksanaan Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas tentunya
dibutuhkan peran serta perawat dalam membantu activities of daily living
(ADL). Tindakan perawat antara lain adalah mengkaji kebutuhan pasien,
membantu pasien dalam beraktivitas sehari-hari, membantu mengatur
aktivitas sehari-hari pasien, serta memberikan dukungan dan edukasi kepada
pasien maupun keluarga (Latifah et al., 2018).
Salah satu upaya penatalaksanaan klien dengan gangguan kebutuhan
aktvitas yaitu manajemen energi seperti mengidentifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan kelelahan, monitor kelelahan fisik dan emosional,
menganjurkan tirah baring, fasilitasi untuk dapat duduk di sisi tempat tidur,
ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan (PPNI, 2016), tindakan
tirah baring (bed rest) sangat penting dilakukan pada pasien dengan
intoleransi aktivitas terbukti dengan penelitian yang dilakukan Muttaqin,
2008 dalam (Faridah Hanawati, 2019) Tirah baring dengan semi fowler
membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume

2
intravaskular melalui indikasi diuresis berbaring Semi fowler yaitu cara
berbaring pada pasien dengan posisi setengah duduk yang bertujuan untuk
mengurangi sesak nafas dan memberikan rasa nyaman, latih pasien miring
kanan dan kiri bertujuan untuk membatasi aktivitas klien dan menganjurkan
istirahat untuk mengurangi kerja jantung.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti akan melakukan penelitian
terkait gambaran ”Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.D Dengan
Tuberkulosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di Ruang
Teratai RSUD Kota Kendari”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan pada klien
Ny.D dengan Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di
ruang Teratai RSUD Kota Kendari?

C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny.D
dengan Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitasnya di
ruang Teratai RSUD Kota Kendari
2) Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada klien Ny.D dengan
Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitasnya di
ruang Teratai RSUD Kota Kendari
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Ny.D
dengan Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitasnya di ruang Teratai RSUD Kota Kendari
3. Mampu membuat perencanaan sesuai diagnosa keperawatan yang
telah ditetapkan pada klien Ny.D dengan Tuberkulosis Paru dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitasnya di ruang Teratai RSUD Kota
Kendari

3
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien Ny.D
dengan Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitasnya di ruang Teratai RSUD Kota Kendari
5. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien Ny.D
dengan Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitasnya di ruang Teratai RSUD Kota Kendari

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah pengembangan dalam ilmu pengetahuan dan informasi bagi
penulis tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan gangguan aktivitas
2. Bagi Institusi pendidikan
Dapat mengevaluasi sejauh mana mahasiswa menguasai penerapan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan aktivitas
3. Bagi RSUD Kota Kendari
Dapat dijadikan sebagai masukkan bagi perawat yang ada untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang benar dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada pasien yang
terganggu kebutuhan aktivitasnya

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tuberkulosis Paru


1) Definisi Tuberkulosis
Menurut Dewi (2019) dalam (Wahdi & Puspitosari, 2021)
Tuberkulosis (TB) paru merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri aerob yang sering
menginfeksi jaringan yang memiliki kandungan oksigen tinggi.
Mycobacterium tuberculosis merupakan batang tahan asam gram positif,
serta dapat diidentifikasi dengan pewarnaan asam yang secara mikroskopi
disebut Basil Tahan Asam (BTA). Dinding sel M. Tuberculosis kaya lipid
dan lapisan tebal peptidoglikan yang mengandung asam mikolik yang
menyebabkan pertumbuhan mycobacterium tuberculosis menjadi
lambat(D. S. Rini, 2022)
Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang paru dan organ lainnya (Permenkes RI 2016).
2) Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut
mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita TB
batuk atau bersin dan orang lain menghirup droplet yang dikeluarkan yang
mengandung bakteri TB. Meskipun TB menyebar dengan cara yang sama
dengan flu, penyakit ini tidak menular dengan mudah. Seseorang harus
kontak waktu dalam beberapa jam dengan orang yang terinfeksi.
Misalnya, infeksi TBC biasanya menyebar antara anggota keluarga yang
tinggal di rumah yang sama. Akan sangat tidak mungkin bagi seseorang
untuk terinfeksi dengan duduk disamping orang yang terinfeksi di buas
atau kereta api. Selain itu, tidak semua orang dengan TB dapat menularkan
TB. Anak dengan TB atau orang dengan infeksi TB yang terjadi di luar

5
paru-paru (TB ekstrapulmoner) tidak menyebabkan infeksi (Puspasari,
2019) dalam (Wahdi & Puspitosari, 2021).
Penyakit infeksi yang menyebar dengan rute naik di udara. Infeksi
disebabkan oleh penghisapan air liur yang berisi bakteri tuberculosis
mycobacterium tuberculosis. Seseorang yang terkena infeksi dapat
menyebabkan partikel kecil melalu batuk, bersin, atau berbicara.
Berhubungan dekat dengan mereka yang terinfeksi meningkatkan
kesempatan untuk transmisi. Begitu terhisap, organisme secara khas diam
didalam paru-paru, tetapi dapat menginfeksi dengan tubuh lainnya.
Organisme mempunyai kapsul sebelah luar (Prabantini, 2014) dalam
(Wahdi & Puspitosari, 2021).
3) Faktor Risiko Tuberkulosis
Menurut Wahdi & Puspitosari (2021) ada 9 faktor risiko seserang terkena
Tuberkulosis Paru sebagai berikut :
1. Kontak yang dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya, lansia,
kanker, terapi kortikosteroid, dan HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme
4. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
(misalnya, tunawisma atau miskin, minoritas, anak-anak, dan orang
dewasa muda).
5. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya termasuk diabetes, gagal
ginjal kronis, silicosis, dan kekurangan gizi.
6. Imigran dari Negara-negara dengan tingkat TBC yang tinggi
(misalnya, Haiti, Asia Tenggara).
7. Pelembagaan (misalnya, fasilitas perawatan jangka panjang, penjara).
8. Tinggal di perumahan yang dapat dan tidak sesuai standar.
9. Pekerjaan (misalnya, petugas layanan kesehatan,terutama mereka yang
melakukan kegiatan berisikotinggi.
Depkes RI (2016) menyatakan bahwa salah satu faktor risiko
tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang menurun. Secara epidemologi,
kejadian penyakit merupakan hasil dari interaksi tiga komponen, yaitu

6
agent, host, dan environment. Pada komponen host, kerentanan seseorang
terkena bakteri Mycobacterium tuberculosis dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh seseorang.
4) Patofisologi Tuberkulosis
Setelah seseorang menghirup Mycobakterium Tuberkolosis,
kemudiam masuk melalui mukosiliar saluran pernafasan, akhirnya basil
TBC sampai ke alveoli (paru), kuman mengalami multiplikasi di dalam
paru-paru disebut dengan Focus Ghon, melalui kelenjar limfe basil
mencapai kelenjar limfe hilus. Focus Ghon dan limfe denopati hilus
membentuk Kompleks Primer. Melalui kompleks Primer inilah basil dapat
menyebar melalui pembuluh darah sampai keseluruh tubuh. (Dewi & Rita,
2020).
Mycobakterium Tuberkolosis yang mencapai permukaan alveoli
biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga
basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga
hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus
di bagian bawah lobus atau bagian atas lobus bakteri Mycobakterium
Tuberkolosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tadi dan memfagosit bakteri tetapi
tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala–gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau biasa dikatakan proses
dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Bakteri juga menyebar melalui kelenjar limfe regional.
Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung 10 – 20 hari. Nekrosis bagian
sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat seperti keju, lesi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari epilteloid dan

7
fibroblast menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru – paru disebut focus ghon dan gabungan terserang
kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan komplek ghon.
Komplek ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang
sehat yang mengalami pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan di mana bahan cair lepas ke
dalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
ke percabangan treakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada
bagian lain dari paru atau bakteri Mycobakterium Tuberkolosis dapat
terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang tedapat dekat dengan perbatasan bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak mengalir melalui
saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini tidak dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau
pembuluh darah (limfohematogen). (Dewi & Rita, 2020).
Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran
darah dalam jumlah lebih kecil yang kadang – kadang dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier. Hal ini terjadi bila focus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar
ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya & Putri, 2013).
Perjalanan penyakit selanjutnya ditentukan oleh banyaknya basil
TBC dan kemampuan daya tahan tubuh seseorang, kebanyakan respon
imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, namun sebaqgian

8
kecil basil TBC menjadi kuman Dorman. Kemudian kuman tersebut
menyebar kejaringan sekitar, penyebaran secara Bronchogen keparu-paru
sebelahnya, penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain
seperti; tulang, ginjal, otak.
Terjadi setelah periode beberapa bulan atau tahun setelah infeksi
primer, reaktivasi kuman Dorman pada jaringan setelah mengalami
multiplikasi terjadi akibat daya tahan tubuh yang menurun/lemah.
Reinfeksi dapat terjadi apabila ; ada sumber infeksi, julmlah basil cukup,
virulensi kuman tinggi dan daya tahan tubuh menurun (Dewi & Rita,
2020)

5) Pathway

9
6) Tanda Dan Gejala Tuberkulosis
Menurut Erni Rita, et al., (2020) tanda dan gejala Tuberkulosis paru terdiri
dari gejala utama dan gejala tambahan :
Gejala Utama:
a. Batuk berdahak terus-menerus lebih dari 2 minggu
Gejala Tambahan:
a. Batuk mengeluarkan darah
b. Demam berkepanjangan
c. Sesak napas dan nyeri dada
d. Berkeringat di malam hari walau tanpa aktifitas
e. Nafsu makan menurun
f. Berat badan menurun

7) Komplikasi Tuberkulosis
Menurut Wahdi & Puspitosari (2021) Tanpa pengobatan, tuberkulosis bisa
berakibat fatal. Penyakit aktif yang tidak diobati biasanya menyerang
paru-paru, namun bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah.
Komplikasi tuberkulosis meliputi:
1. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuan adalah
komplikasi tuberkulosis yang umum
2. Kerusakan sendi. Atritis tuberkulosis biasanya menyerang pinggul dan
lutut.
3. Infeksi pada meningen (meningitis). Hal ini dapat menyebabkan sakit
kepala yang berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selama
berminggu-minggu.
4. Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal membantu menyaring limbah
dan kotoran dari aliran darah. Fungsi ini menjadi terganggu jika hati
atau ginjal terkena tuberkulosis.
5. Gangguan jantung. Meskipun jarang terjadi, tuberkulosis dapat
mengidentifikasi jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan

1
pembengkakan kemampuan jantung untuk memompa secara efektif
(Puspasari, 2019)
8) Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis medis adalah proses untuk menentukan penyakit atau kondisi
yang menjelaskan gejala dan tanda seseorang . Ini paling sering disebut
sebagai diagnosis dengan konteks medis yang tersirat. Informasi yang
diperlukan untuk diagnosis biasanya dikumpulkan dari riwayat dan
pemeriksaan fisik orang yang mencari perawatan medis. Seringkali, satu
atau lebih prosedur diagnostik , seperti tes medis , juga dilakukan selama
proses tersebut. Terkadang diagnosis anumerta dianggap sebagai jenis
diagnosis medis (Dewi & Rita, 2020).
Menurt Dewi & Rita (2020).Tes diagnosis yang biasanya dilakukan pada
Pasien TBC adalah :
1. Bakteriologis dengan specimen dahak, cairan pleura, cairan
serebrospinalis.
2. Dahak untuk menentukan BTA, specimen dahak SPS (sewaktu, Pagi,
sewaktu). Dinyatakan positip bila 2 dari 3 pemeriksaan tersebut
ditemukan BTA positip.
3. Foto thorax : Bila ditemukan 1 pemeriksaan BTA positip, maka perlu
dilakukan foto thorax atau SPS ulang, bila foto thorax dinyatakan
positip maka dinyatakan seseorang tersebut dinyatakan BTA positip,
bila foto thorax tidak mendukung maka dilakukan SPS ulang, bila
hasilnya negatip berarti bukan TB paru.
4. Uji Tuberkulin yaitu periksaan guna menunjukan reaksi imunitas
seluler yang timbul setelah 4 – 6 minggu pasien mengalami infeksi
pertama dengan basil BTA. Uji ini sering dengan menggunakan cara
Mantoux test. Bahan yang dipakai adalah OT (old tuberculin), PPD
(purified protein derivate of tuberculin). Cara pemberian, Intra Cutan
(IC), pada 1/3 atas lengan bawah kiri, pembacaan hasil dilakukan
setelah 6-8 jam penyuntikan, hasil positip, bila diameter indurasi lebih
dari 10 mm, negatip bila kurang dari 5 mm, meragukan bila indurasi 5-
10 mm.

1
9) Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2008) dalam (Partono, 2019) penatalaksanaan
tuberkulosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan
penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan kontrak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru Basil Tahan Asam
(BTA) positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan
radiologi. Bila tes tuberkulin postif, maka pemeriksaan radiologis foto
toraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan Bacillus Calmette dan Guerin (BCG) vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap
kelompokkelompok populasi tertentu .
3. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette dan Guerin)
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH (Isoniazid) 5 % mg/kgBB
selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi
populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer
atau utama ialah bayi menyusui pada ibu dengan BTA positif ,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut:
a. Bayi di bawah 5 tahun dengan basil tes tuberkulin positif karena
resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB.
b. Anak remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular
c. Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari
negatif menjadi positif
d. Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang

1
e. Penderita diabetes melitus.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-
PPTI)
6. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Program nasional pemberatasan tuberkulosis paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit.
Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan, sehingga
penderita dibagi dalam empat kategori antara lain, sebagai berikut :
a. Kategori
Kategori I untuk kasus dengan sputum positif dan penderita dengan
sputum negatif. Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan
setiap hari selama dua bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi
negatif dilanjutkan dengan fase lanjutan, bila setelah 2 bulan masih
tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu, kemudian
dilanjutkan tanpa melihat sputum positif atau negtaif. Fase
lanjutannya adalah 4HR atau 4H3R3 diberikan selama 6-7 bulan
sehingga total penyembuhan 8-9 bulan.
b. Kategori II
Kategori II untuk kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap
positif. Fase intensif dalam bentuk 2HRZES-1HRZE, bila setelah
fase itensif sputum negatif dilanjutkan fase lanjutan. Bila dalam 3
bulan sputum masih positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan
dengan HRZE (Obat sisipan). Setelah 4 bulan sputum masih positif
maka pengobtan dihentikan 2-3 hari. Kemudian periksa biakan dan
uji resisten lalu diteruskan pengobatan fase lanjutan.
c. Kategori III
Kategori III untuk kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus tuberkulosis luar paru selain yang
disebut dalam kategori I, pengobatan yang diberikan adalah
2HRZ/6 HE, 2HRZ/4 HR, 2HRZ/4 H3R3

1
d. Kategori IV
Kategori ini untuk tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan pengobatan kecil sekali. Negara kurang
mampu dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja
seumur hidup, sedangkan negara maju pengobatan secara individu
dapat dicoba pemberian obat lapis 2 seperti Quinolon, Ethioamide,
Sikloserin, Amikasin,Kanamisin, dan sebagainya

B. Konsep Dan Prinsip Kebutuhan Aktivitas


A. Pengertian Aktivitas
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlakukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas seperti berdiri,
berjalan dan bekerja merupakan salah satu dari tanda kesehatan individu
tersebut dimana kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari
keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal (Rohayati, 2019).
Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah satu bentuk latihan
aktif pada seseorang termasuk di dalamnya adalah makan/minum, mandi,
toileting, berpakaian, mobilisasi tempat tidur, berpindah dan ambulasi/
Range Of Motion (ROM). Pemenuhan terhadap ADL ini dapat
meningkatkan harga diri serta gambaran diri pada seseorang, selain itu
ADL merupakan aktivitas dasar yang dapat mencegah individu tersebut
dari suatu penyakit sehingga tindakan yang menyangkut pemenuhan dalam
mendukung pemenuhan ADL pada klien dengan intoleransi aktivitas harus
diprioritaskan (Rohayati, 2019).
B. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas
Menurut Hidayat (2021) Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan
aktivitas yaitu :
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai

1
otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium
dan fosfor yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi
tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi
pelindung organ-organ dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang
pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang
vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur
dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung
dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi oleh
kartilago dan secara anatomis terdiri atas epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang
terpisah dan lebih elastis pada masa anak anak serta akan menyatu
pada masa dewasa.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi
tulang, serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu
jaringan ikat yang melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya
di tulang. Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak
dapat menggerakkan organ di tempat insersi tendon yang
bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar
dapat berfungsi kembali.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan
tulang. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh
karena itu jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis)
dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat
seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan
secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan

1
terganggunya daerah yang diinervasi, dan kerusakan pada saraf radial
akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik di daerah
radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi
membuat segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan
antarsegmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat
beberapa jenis sendi, misalnya sendi sinovial yang merupakan sendi
kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang
sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan sinovial. Selain itu,
terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain
seperti sindesmosis, sinkondrosis, dan simfisis.
C. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan aktivitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan aktivitas menurut Kasiati
& Rosmalawti (2016) adalah :
a. Tingkat perkembangan tubuh: Usia seseorang mempengaruhi system
muskuloskeletal dan persarafan. Untuk itu, dalam melakukan
tindakan keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan
aktivitas, perawat harus memperhatikan aspek tumbuh kembang
klien sesuai kebutuhan.
b. Kesehatan fisik: Seseorang dengan penyakit (gangguan
musculoskeletal, gangguan kardiovaskuler, gangguan sistem
respirasi), cacat tubuh dan imobilisasi akan dapat menggangu
pergerakan tubuh.
c. Keadaan nutrisi: Seseorang dengan nutrisi kurang, menyebabkan
kelemahan dan kelelahan otot yang berdampak pada penurunan
aktivitas dan pergerakan. Sebaliknya, hal yang sama terjadi pada
kondisi nutrisi lebih (obesitas).
d. Status mental: Seseorang mengalami gangguan mental cenderung
tidak antusias dalam mengikuti aktivitas , bahkan kehilangan energi
untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene.

1
e. Gaya hidup: Seseorang dalam melalukan pola aktivitas sehari-hari
dengan baik tidak akan mengalami hambatan dalam pergerakan,
demikian juga sebaliknya.
D. Kebutuhan mobilitas dan imobilitas
1. Pengertian Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya
(Hidayat, 2021).
2. Jenis Mobilitas
Jenis mobilitas menurut Hidayat (2021) terbagi menjadi 2 yaitu :
a) Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial
dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan
fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang.
b) Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
 Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal. contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
 Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel.

1
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
3. Faktor yang Memengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya sebagai berikut (Hidayat, 2021) :
a. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi
kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak
pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b. Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi
kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi sistem
tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian
bawah.
c. Budaya. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering
berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya
ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat
dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.
Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,
dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan
mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan
kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
4. Pengertian Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan yakni seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
(Hidayat, 2021).

1
5. Jenis Imobilitas
Menurut Hidayat (2021) jenis imobilitas dibagi 4 menjadi yaitu :
a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak
mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak
dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan
secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan
stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Tuberkulosis Paru dalam


Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data
1. Identitas klien
Meliputi dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor registrasi,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab
Meliputi dari : nama, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.

1
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
a) Keluhan utama saat MRS (Masuk Rumah Sakit) :
Ditulis keluhan utama (satu keluhan saja) yang dirasakan atau
dialami klien yang menyebabkan klien atau keluarga mencari
bantuan kesehatan/ masuk rumah sakit.
b) Keluhan Utama saat Pengkajian :
Diisi dengan keluhan yang dirasakan oleh klien saat pengkajian
dilakukan. Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan,
jika keluhan yang dirasakan klien lebih dari 1, tanyakan satu
saja keluhan yang sangat mengganggu klien.
2. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
gangguan kebutuhan aktivitas dan latihan.
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam aktivitas, seperti
adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan
imobiltas, daerah terganggunya aktivitas, dan lama terjadinya
gangguan aktivitas.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Menurut Muhammad Puri Sufiyanto (2020) :
1) Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita
Pengkajian ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan aktivitas.
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan aktivitas, misalnya adanya riwayat penyakit system
neurologist (kecelakaan cerbrovaskular, trauma kepala, peningkatan
tekanan intracranial, miasteniagravis, guilain barre, cedera medulla
spinalis, dll), riwayat penyakit system kardiovaskuler (infark
miokard, gagal jantung kongesif), riwayat penyakit system
pernapasan (penyakit paru obstrksi menahun, pneumonia, dll),
riwayat pemakaian obat, seperti sedative, hipnotik, depresan system
saraf pusat,laksansia dll

2
d. Riwayat keluarga
1) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai penyakit yang pernah
diderita anggota keluarga. Jika memungkinkan buatlah genogram
atau gambaran garis keturunan beserta penyakit yang pernah
diderita terutama untuk penyakit-penyakit yang sifatnya diturunkan
atau penyakit menular.
e. Pola pengkajian ADL menurut Potter & Perry, 2012 dalam (Adha,
2017) sebagai berikut :
1) Pola Nutrisi
Biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual muntah,
kehilangan sensasi pada lidah
2) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya tidak akan mampu melakukan aktivitas dan perawatan
diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot
berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan mudah lelah.
Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi frekuensi denyut
jantung menjadi lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja
lebih keras pada setiap kontraksi. Otot jantung yang bekerja
semakin keras dan sering memompa, maka makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri sehingga dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat (Perry, 2012)
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan
kesadaran sehingga lebih banyak diam.
4) Pola eliminasi
Biasanya terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang
aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun, biasanya terjadi
konstipasi dan diare akibat impaksi fekal.

2
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan secara umum yang tampak dari fisik klien ketika perawat
melakukan pengkajian misalnya, pasien tampak lemah, tampak
kotor, dan lain-lain. Kesadaran secara kualitatif (composmentis,
somnolen, apatis dll )
2) Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital (TTV) yang diperiksa meliputi
- Menurut Sulistyowati (2018) TTV normal pada lansia (TD :
130/80-140/90 mmHg, Nadi:60-100x/menit, RR:12-20x/menit)
- Tekanan Darah (TD) : bisa terjadi hipotensi atau hipertensi
- Nadi : biasanya terjadi perubahan denyut nadi
- Suhu : bisa terjadi hipotermia atau hipertermia
- Respiratory Rate (RR) : biasanya pasien bisa sesak
3) Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata, Kelopak mata/palpebra
oedem, ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka,
apakah ada peradangan, apakah terdapat luka, benjolan, bulu
mata rontok atau tidak, Konjunctiva dan sclera, perubahan
warna (anemis /an anemis), Warna iris (hitam, hijau, biru),
Reaksi pupil terhadap cahaya (miosis/midriasis), Pupil (isokor
/an isokor).
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posisi
septum nasi (adakah pembengkokan atau tidak). Amati meatus
: adakah perdarahan dan kotoran, apakah ada Pembengkakan,
apakah ada pembesaran / polip.
c. Mulut
Amati bibir : kelainan konginetal ( labioscisis, palatoscisis,
atau labiopalatoscisis), warna bibir, apakah ada lesi, bibir
pecah, amati gigi, gusi, dan lidah : apakah caries, apakah

2
terdapat kotoran, apakah memakai gigi palsu, warna lidah,
apakah terdapat perdarahan dan abses. Amati orofaring atau
rongga mulut : Bau mulut, Benda asing : ( ada / tidak )
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri
tekan, peradangan, penumpukan serumen. Dengan otoskop
periksa membran timpani amati, warna, transparansi,
perdarahan.
4) Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala
 Inspeksi
Bentuk kepala (dolicephalus/lonjong, Brakhiocephalus /
bulat), kesimetrisan, hidrochepalus, apakah terdapat luka,
darah.
 Palpasi
Adakah nyeri tekan, fontanella pada bayi (cekung / tidak)
b. Leher
 Inspeksi
Bentuk leher (simetris atau asimetris), peradangan, jaringan
parut, perubahan warna, massa.
 Palpasi
Pembesaran kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid,
posisi trakea (simetris/tidak simetris), pembesaran vena
jugularis.
5) Pemeriksaan Thoraks/dada
a. Pemeriksaan Paru
Inspeksi
 Bentuk torak (Normal chest, Pigeon chest, Funnel chest ,
Barrel chest)
 Susunan ruas tulang belakang (Kyposis, Scoliosis,
Lordosis)
 Bentuk dada (simetris / asimetris),

2
 keadaan kulit
 Retrasksi otot bantu pernafasan apakah terdapat retraksi
intercosta, retraksi suprasternal, sternomastoid, pernafasan
cuping hidung.
 Pola nafas (Eupnea, Takipneu, Bradipnea, Apnea, Chene
Stokes, Biot’s, Kusmaul)
 Amati : apakah terdapat sianosis, batuk (produktif / kering /
arah ).
Palpasi :
Pemeriksaan taktil atau vocal fremitus : getaran antara kanan
dan kiri teraba (sama / tidak sama). Lebih bergetar sisi mana
Perkusi :
Area paru : ( sonor / Hipersonor / dullnes )
Auskultasi :
 Suara nafas Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar )
Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar )
Area Bronkovesikuler : ( bersih / halus / kasar )
 Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni, Egophoni,
Pectoriloqui
 Suara tambahan Terdengar : Rales, Ronchi, Wheezing,
Pleural fricion rub, bunyi tambahan lain.
b. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Pulsasi pada dinding torak teraba : (Lemah / Kuat /
Tidak teraba)
Perkusi :
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ( Normal = ICS II )
Batas bawah : ( Normal = ICS V)
Batas Kiri : ( Normal = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ( Normal = ICS IV Mid Sternalis Dextra)

2
Auskultasi :
 BJ I terdengar (tunggal atau ganda), (keras atau lemah), (reguler
atau irreguler )
 BJ II terdengar (tunggal atau ganda), (keras atau lemah),
(reguler atau irreguler)
 Apakah ada bunyi jantung tambahan : BJ III, Gallop Rhythm,
Murmur.
6) Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi
Bentuk abdomen : (cembung/cekung/datar), adakah
Massa/Benjolan, Kesimetrisan.
 Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus ( normal = 5 – 35 x/menit)
 Palpasi
Palpasi Hepar : diskripsikan nyeri tekan, pembesaran, perabaan
(keras/ lunak), permukaan (halus / berbenjol-benjol), tepi hepar
(tumpul / tajam) . ( Normal = hepar tidak teraba).
 Perkusi
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
7) Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
a. Genetalia Pria
Inspeksi : Rambut pubis (bersih / tidak bersih ), apakah terdapat
lesi, apakah terdapat benjolan.
Palpasi :
Penis : apakah terdapat nyeri tekan, apakah ada benjolan.
Scrotum dan testis : apakah terdapat beniolan, apakah ada nyeri
tekan.
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :
Hidrochele, Scrotal Hernia, Spermatochele, Epididimal
Mass/Nodularyti, Epididimitis, Torsi pada saluran sperma,
Tumor testiscular.

2
Inspeksi dan palpasi Hernia : Inguinal hernia ( + / - ), femoral
hernia ( + / - ), apakah ada pembengkakan
b. Pada Wanita
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih / kotor), apakah terdapat lesi,
eritema, keputihan, peradangan, Lubang uretra : stenosis
/sumbatan.
8) Pemeriksan sistem saraf
- Menguji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma
Scale) : (Compos Mentis / Apatis / Somnolen / Delirium /
Sporo coma / Coma)
- Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Apakah ada penigkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk,
mual muntah, kejang, penurunan tingkat kesadaran.
- Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis : Reflek Bisep, Reflek Trisep, Reflek
Brachioradialis, Reflek Patella, Reflek Achiles
Reflek Pathologis, Bila dijumpai adanya kelumpuhan
ekstremitas pada kasus-kasus tertentu. Yang diperiksa adalah
Reflek Babinski, Reflek Chaddok, Reflek Schaefer, Reflek
Oppenheim, Reflek Gordon, Reflek Bing, Reflek Gonad.
9) Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Periksa adanya kelemahan, gangguan sensorik, tonus otot, atropi,
tremor, gerakan tak terkendali, kekuatan otot, kemampuan jalan,
kemampuan duduk, kemampuan berdiri, nyeri sendi, kekakuan
sendi)
a. Inspeksi
 Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris), apakah
terdapat deformitas, fraktur, lokasi fraktur, jenis fraktur,
kebersihan luka, apakah terpasang gib, traksi.
 Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kiposis, Lordosis, Cara
berjalan)

2
b. Palpasi
Apakah terdapat Oedem
Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik
a. Darah lengkap : leukosit, eritrosit, trombosit, haemoglobin,
haematokrit
b. Kimia darah : ureum, creatinin, sgot, sgpt, bun, bilirubin, total
protein, gd puasa, gd 2 jpp
c. Analisa elektrolit : natrium, kalium, clorida, calsium, phospor.
d. Pemeriksaan radiologi : Jika ada jelaskan gambaran hasil foto
Rongent, USG, EEG, EKG, CT-Scan, MRI, Endoscopy dll.
Tindakan dan terapi
Tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk menolong keselamatan
klien dan terapi farmakologis (obat-obatan) apa saja yang sudah
diberikan.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Rohayati (2019) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan gangguan kebutuhan aktivitas adalah :
1) Intoleransi aktivitas
a) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
b) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
c) Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Dispnea saat/setelah beraktifitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah

2
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
2) Gangguan mobilitas fisik
a) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri
b) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
c) Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
3) Defisit perawatan diri
a) Definisi
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan
diri
b) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Menolak melakukan perawatan diri

2
Objektif
1. Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/
berhias secara mandiri
2. Minat melaukan perawatan diri kurang

3. Intervensi keperawatan
Intervensi Keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru dalm pemenuhan
kebutuhan aktivitas Menurut (PPNI, 2018) :

Tabel 2.1 intervensi keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru dalam


pemenuhan kebutuhan aktivitas (Tim Pokja SLKI DPP PPNI)
Diagnosa Luaran
Intervensi Keperawatan
No keperawatan Keperawatan
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Intoleransi setelah dilakukan Manajemen energi
aktivitas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam  Identifikasi gangguan fungsi
maka toleransi tubuh yang mengakibatkan
aktivitas meningkat kelelahan
dengan kriteria hasil :  Monitor kelelahan fisik dan
1. Frekuensi nadi dari emosional
menurun menjadi  Monitor pola dan jam tidur
meningkat  Monitor lokasi dan
2. Saturasi oksigen ketidaknyamanan selama
dari menurun melakukan aktivitas
menjadi meningkat Terapeutik
3. Kemudahan dalam  Sediakan lingkungan nyaman
melakukan dan rendah stimulus (mis.
aktivitas sehari- Cahaya, suara, kunjungan)
hari dari menurun  Lakukan latihan rentang
menjadi meningkat gerak pasif dan/ aktif
4. Keluh;’an lelah  Berikan aktivitas distraksi

2
dari meningkat yang menenangkan
menjadi menurun  Fasilitasi duduk di sisi tempat
5. Dispnea saat tidur, jika tidak dapat
aktivitas dari berpindah atau berjalan
meningkat menjadi Edukasi
menurun  Anjurkan tirah baring
6. Dispnea seteah  Anjurkan melakukan
aktivitas dari aktivitas secara bertahap
meningkat menjadi  Anjurkan menghubungi
menurun perawat jika tanda dan gejala
7. Perasaan lemah kelelahan tidak berkurang
dari meningkat  Ajarkan strategi koping
menjadi menurun untuk mengurangi kelelahan
8. Frekuensi napas Kolaborasi
dari meningkat  Kolaborasi dengan ahli gizi
menjadi menurun tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi


mobilitas fisik tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam  Identifikasi adanya nyeri atau
maka mobilitas fisik keluhan fisik lainnya
meningkat dengan  Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil : melakukan pergerakan
1. Pergerakan  Monitor frekuensi jantung
ekstremitas dari dan tekanan darah sebelum
menurun menjadi memulai mobilisasi
meningkat  Monitor kondisi umum
2. Kekuatan otot dari selama melakukan mobilisasi
menurun menjadi Terapeutik
meningkat  Fasilitasi aktivitas mobilisasi
3. Rentang gerak dengan alat bantu (mis.pagar
(ROM) dari

3
menurun menjadi tempat tidur)
meningkat  Fasilitasi melakukan
4. Nyeri dari pergerakan, jika perlu
meningkat menjadi  Libatkan keluarga untuk
menurun membantu pasien dalam
5. Kaku sendi dari meningkatkan pergerakan
meningkat menjadi Edukasi
menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur
6. Gerakan terbatas mobilisasi
dari meningkat - Anjurkan melakukan
menjadi cukup mobilisasi dini
menurun - Ajarkan mobilisasi sederhana
7. Kelemahan fisik yang harus dilakukan
dari meningkat (mis.duduk ditempat tidur,
menjadi cukup duduk di sisi tempat tidur,
menurun pindah dari tempat tidur k69e
kursi)
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan Manajemen energi
diri tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam  Identifikasi gangguan fungsi
maka tingkat keletihan tubuh yang mengakibatkan
membaik dengan kelelahan
kriteria hasil :  Monitor kelelahan fisik dan
1. Verbalisasi emosional
kepulihan energi  Monitor pola dan jam tidur
dari menurun  Monitor lokasi dan
menjadi meningkat ketidaknyamanan selama
2. Tenaga dari melakukan aktivitas
menurun menjadi Terapeutik
meningkat  Sediakan lingkungan nyaman
3. Kemampuan dan rendah stimulus (mis.
melakukan Cahaya, suara, kunjungan)

3
aktivitas rutin dari  Lakukan latihan rentang
menurun menjadi gerak pasif dan/ aktif
meningkat  Berikan aktivitas distraksi
4. Verbalisasi lelah yang menenangkan
dari meningkat  Fasilitasi duduk di sisi tempat
menjadi menurun tidur, jika tidak dapat
5. Mengi dari berpindah atau berjalan
meningkat menjadi Edukasi
menurun  Anjurkan tirah baring
6. Frekuensi napas  Anjurkan melakukan
dari meningkat aktivitas secara bertahap
menjadi menurun  Anjurkan menghubungi
7. Pola napas dari perawat jika tanda dan gejala
memburuk menjadi kelelahan tidak berkurang
membaik  Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping. Implementasi Keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan
oleh seoarang perawat berdasarkan intervensi/ rencana keperawatan. Dalam
pelaksanaannya harus ada Standar Prosedur Operasional (SPO) atau panduan
dalam melakukan implementasi (Purba, 2016).

3
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan metode SOAP yaitu S) Subjek
(klien mengatakan), O) Objektif (klien terlihat/hasil temuan perawat) A)
Assesment (Apakah masalah teratasi atau belum teratasi), P) Planning
(Intervensi di lanjutkan atau dipertahankan). Adapun hasil evaluasi
keperawatan setelah pasien diberikan tindakan keperawatan (Nur et al.,
2021).

3
BAB III
METODE STUDI KASUS

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif,
dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian studi kasus adalah
sebuah desain penelitian yang menggambarkan fenomena yang diteliti dan
juga menggambarkan besarnya masalah yang diteliti. Metode penelitian ini
digunakan untuk memecahkan permasalahan dengan menempuh langkah-
langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan, membuat kesimpulan dan
laporan (Kartika, 2017). Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan
tentang asuhan keperawatan pada klien Ny.D dengan Tuberkulosis Paru
dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari
Tahun 2022.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1) Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada 23-26 Juni 2022
2) Tempat penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari

C. Subjek Studi Kasus


Subjek dalam studi kasus ini adalah satu (1) orang partisipan dengan
Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas yang berada di
RSUD Kota Kendari. Adapun kriteria subjek dalam studi kasus ini yaitu :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) adalah karakteristik umum
subjek studi kasus dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan
diteliti (Kartika, 2017). Kriteria inklusi dalam studi kasus ini yaitu :
1) Pasien dengan Tuberkulosis Paru dengan pemenuhan kebutuhan
aktivitas.
2) Pasien dengan diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas

3
3) Pasien bersedia menjadi partisipan.
4) Pasien yang kooperatif

b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi (kriteria yang tidak layak diteliti) adalah menghilangkan
atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria ekslusi dan studi
karena berbagai sebab (Kartika, 2017). Kriteria ekslusi dalam studi kasus
ini yaitu :
1) Pasien yang pulang, meninggal atau pindah sebelum dirawat lima hari
oleh peneliti.

D. Fokus Studi Kasus


Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah pasien dengan Tuberkulosis paru
dalam pemenuhan Kebutuhan Aktivitas yang berada di ruang Teratai RSUD
Kota Kendari meliputi tahapan proses asuhan keperawatan yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan,
dan evaluasi keperawatan.

E. Definisi Operasional
1. Tuberkulosis (TB) paru merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru.
2. Kebutuhan aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dalam pelaksanaan ini adalah dapat
melaksanakan asuhan keperawatan yang mampu membantu pasien untuk
meningkatkan kemampuan beraktivitas pasien
3. Gangguan kebutuhan aktivitas adalah ketidakmampuan pasien untuk dapat
melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan aktivitas
terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi,
dengan uraian sebagai berikut :

3
a) Pengkajian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengkajian yang
dilakukan dengan cara observasi pada pasien dan data yang harus
didapatkan adalah :
1) Pasien melaporkan adanya penurunan aktivitas setelah terkena
penyakit
2) Pasien melaporkan adanya rasa sesak setelah beraktivitas
3) Nampak aktivitas pasien dibantu
4) Tanda-tanda vital pasien abnormal
b) Diagnosa keperawatan pada penelitian ini peneliti mengangkat diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas yang ditandai dengan tanda dan gejala
yang didapatkan berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan.
c) Perencanaan keperawatan, rencana keperawatan yang ditetapkan dalam
penelitian ini adalah manajemen energi untuk mencapai tujuan dan
mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas.
d) Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah dibuat. Setelah melakukan tindakan
keperawatan peneliti melakukan observasi ulang terhadap tindakan
yang telah diberikan apakah mengalami perubahan sebelum dilakukan
tindakan atau tidak.
e) Evaluasi Keperawatan dilaksanakan setelah pemberian tindakan dengan
menggunakan SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning)

F. Instrumen
Instrument pengumpulan data berupa format tahap proses keperawatan mulai
dari pengkajian sampai evaluasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dengan menggunakan alat berupa
tensimeter, thermometer, penlight, timbangan, dan studi dokumentasi.

G. Cara Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti yaitu teknik
pengumpulan data bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data yang telah ada.

3
1. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan yaitu wawancara berupa format
pengkajian keperawatan. Wawancara dalam asuhan keperawatan ini
tentang data dan keluhan yang dirasakan pada responden, tentang data lain
yang terkait, seperti data demografi, riwayat kesehatan,
aktivitas/kebutuhan sehari-hari, data psikososial, kemampuan mobilitas
dan hal-hal lain yang diperlukan selama asuhan keperawatan.
2. Pemeriksaan fisik
Dalam metode pemeriksaan fisik ini, peneliti melakukan pemeriksaan
meliputi keadaan umum partisipan dan pemeriksaan head to toe
pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
dan pengukuran tekanan darah, suhu, nadi, tinggi badan, berat badan, dan
lain-lain.
3. Pengukuran
Alat ukur pemeriksaan fisik seperti melakukan pengukuran suhu, tekanan
darah, menghitung frekuensi nafas dan menghitung frekuensi nadi.
4. Dokumentasi
Dokumentasi dapat berupa rekam medik hasil rumah sakit, kartu status
pasien serta data penunjang maupun hasil labor yang berkaitan dengan
kondisi pasien. Dengan dokumentasi berupa hasil labor, rontgen dan
pemberian obat.

H. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien, meliputi identitas pasien, riwayat kesehatan,
kebutuhan dasar dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari keluarga dan rekam medis.

3
I. Analisis dan Penyajian Data
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan
teori keperawatan pda pasien dengan gangguan pemenuhan aktivitas. Data
yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan
tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan melihat
asuhan keperawatan yang telah diberikan pada pasien, kemudian
dibandingkan denga teori asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru
dalam pemenuhan aktivitas.

J. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi
pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada
institusi tempat penelitian dalam hal ini di Ruang Teratai RSUD Kota
Kendari. Pertimbangan etik dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
memenuhi prinsip-prinsip The Five Right Of Human Subjects In Research.
1. Informent Concent (lembar persetujuan menjadi responden)
Informent Concent diberikan kepada responden yang akan diteliti disertai
judul penelitian, apabila responden menerima atau menolak, maka peneliti
harus mampu menerima keputusan responden.
2. Aninimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan menyebutkan nama
responden tetapi akan mengganti menjadi inisial atau kode responden.
3. Confidentiality (kerahasiaan informasi)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4. Beneficience
Penelitian melindungi subyek agar terhindar dari bahaya dan
ketidaknyamanan fisik.

3
5. Full disclosure
Peneliti memberikan kepada responden untuk membuat keputusan secara
suka rela tentang partisipasinya dalam penelitian ini dan keputusan
tersebut tidak dapat di buat tanpa memberikan penjelasan selengkap-
lengkapnya.

3
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. HASIL STUDI KASUS


Studi kasus ini dilakukan di RSUD Kota Kendari pada tanggal 23-26 juni di
ruang Teratai. Subjek studi kasus adalah 1 responden dengan diagnosa medis
Tuberkulosis Paru. Selanjutnya akan diuraikan hasil studi dan pembahasan
tentang asuhan keperawatan pada klien Ny.D dengan Tuberkulosis paru
dalam pemenuhan kebutuhan aktviitas di Ruang Teratai RSUD Kota kendari.

1. Pengkajian
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Lengkap : Ny.D
2. Jenis Kelamin :Perempuan
3. Umur/Tanggal Lahir :70 th / 01 Juni 1952
4. Status perkawinan :Menikah
5. Agama :Islam
6. Suku Bangsa :Tolaki
7. Pendidikan :SD
8. Pekerjaan :Petani/Pekebun
9. Pendapatan : Tidak diketahui
10. Tanggal MRS : 23 Juni 2022

B. Identitas Penanggung
1. Nama Lengkap :Ny.M
2. Jenis kelamin :Perempuan
3. Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
4. Hubungan dengan klien :Bibi
5. Alamat :Ds.Sapuloro, Kec.Sampara, Kab.Konawe

4
II. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Pasien mengatakan saat dan setelah melakukan aktivitas merasa sesak.

B. Riwayat keluhan
Klien mengatakan nyeri dada, ulu hati, dan kepala, pasien mengatakan
batuk berdahak
a. Penyebab/faktor pencetus karena penyakit yang diderita
b. Sifat keluhan yaitu tajam
c. Lokasi dan penyebarannya yaitu bagian kepala sebelah kanan dan kiri,
dan bagian dada menyebar ke ulu hati
d. Skala keluhan 5
e. Mulai dan lamanya keluhan sejak 1 hari yang lalu
f. Yang meringankan jika pasien duduk, dan yang memperberat jika
pasien baring

III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Klien pernah dirawat dirawat di RS yang sama, dengan penyakit TB paru,
dengan keluhan sesak, nyeri dada, ulu hati dan kepala. Klien merasakan
penyakitnya baru 1 minggu yang lalu. Klien belum pernah mengalami
pembedahan, klien tidak mempunyai riwayat alergi, klien sebelumnya
merokok tetapi semenjak sakit klien sudah berhenti merokok. Klien tidak
mengonsumsi alkohol, kopi. Klien mengonsumsi obat-obatan, obat-obatan
yang dikonsumsi yaitu obat TB Paru, klien mengonsumsi semenjak ± 1
minggu

4
IV. Riwayat Keluarga/ Genogram (diagram 3 generasi)
a. Buat genogram 3 generasi ( lembaran sendiri )

X X X X
×

? ? ? ? ? ? ?
? ? ?

70 A
?

? ? ? ?

Ket :
X = meninggal = perempuan
= pasien = laki-laki
A = riwayat penyakit asma = Tinggal Serumah
? = umur tidak diketahui

b. Riwayat kesehatan anggota keluarga


Klien tidak mempunyai anggota keluarga yang menderita penyakit serupa,
suami klien menderita penyakit menurun yaitu asma

V. Pemeriksaan Fisik
0. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : 109/57 mmHg
2. Pernapasan :26 kali / menit
3. Nadi :64 kali / menit, regular/ireguler : ireguller
0
4. Suhu badan :36,5 C
1. Berat badan dan tinggi badan
1. Berat badan : 47 Kg
2. Tinggi badan : 150 Cm

4
3. IMT : 20,9 (normal)
2. Kepala
Bentuk kepala meshocepal, keadaan kulit kepala dalam keadaan kurang
bersih, terdapat nyeri kepala, rambut tidak mudah tercabut, dan tidak ada
alopesia.
3. Mata
Tidak ada edema, ada ptosis (penurunan kelopak mata), sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis, ukuran pupil normal, penglihatan
kurang tajam (agak buram), pergerakan bola mata normal, lapang
pandang baik, diplopia tidak ada, nistagmus baik/normal, tidak ada nyeri
4. Telinga
Telinga simetris, tidak ada sekret, ada sedikit serumen, ketajaman
pendengaran kurang tajam, tinnitus tidak ada, tidak ada nyeri
5. Hidung
Hidung simetris, tidak ada perdarahan, terdapat sekresi, fungsi penciuman
kurang baik karena pasien sesak, tidak ada nyeri
6. Mulut
Fungsi berbicara baik, bibir dalam keadaan lembab, posisi uvula normal,
mukosa normal dalam keadaan baik, keadaan tonsil normal, tidak ada
stomatitis, warna lidah merah muda, tidak ada tremor pada lidah, lidah
dalam keadaan bersih, gigi tidak lengkap, kebersihan gigi kurang, karies
tidak ada, terdapat suara parau, tidak ada nyeri menelan, mampu untuk
mengunyah, Fungsi mengecap baik
7. Leher
Mobilitas leher baik, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pelebaran vena jugularis, trakea
simetris.
8. Thoraks
Paru – paru
Bentuk dada simetris, penegmbangan dada simetris, terdapat retraksi
dinding dada, tidak ada tanda jejas, tidak ada massa, terdapat dispnea,
ortopnea, perkusi thoraks terdengar bunyi redup, suara nafas ronkhi,

4
terdapat bunyi nafas tambahan wheezing, terdapat nyeri pada dada, terjadi
penurunan pada taktil fremitus.
Jantung
Iktus kordis teraba denyut jantung ictus kordis pada ICS 5 Mid Clavicula,
ukuran jantung normal, terdapat nyeri dada, tidak ada palpitasi, jantung
tidak berdebar-debar, bunyi jantung normal, lup dup.
9. Abdomen
Warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi, ada distensi abdomen, tidak
ada ostomy, tidak ada tanda jejas, bising usus 25x/menit, perkusi
abdomen redup di kuadran 1 dan tympani di kuadran 2,3,4, tidak ada
massa, terdapat nyeri tekan lokasi dibagian ulu hati
10. Payudara
Payudara simetris, keadaan puting susu baik, tidak ada pengeluaran dari
putting susu, tidak ada massa, tidak ada nyeri, tidak ada lesi
11. Genitalia
Keadaan meatus uretra eksterna dalam keadaan baik, tidak ada
perdarahan, tidak ada lesi pada genital
12. Pengkajian sistem saraf
Tingkat kesadaran composmentis, koordinasi baik, memori tidak terlalu
kuat, tidak ada kelumpuhan, tidak ada gangguan sensasi, tidak ada
kejang-kejang
13. Anus dan perianal
Tidak ada hemorroid, tidak ada lesi perianal , tidak ada nyeri
14. Ekstremitas
Warna kulit sawo matang, tidak ada purpura/ekimosis, tidak ada atropi,
tidak ada hipertropi, tidak ada lesi , tidak terdapat luka, tidak ada tremor,
tidak ada varises, tidak ada edema, kulit dalam keadaan lembab, CRT <2
detik, tidak ada deformitas pada sendi dan tulang, turgor kulit agak lama
kembali ke bentuk semula, kekuatan otot lemah. Sendi tidak kaku,
kekuatan sendi agak lemah, tidak ada nyeri pada ekstremitas.

4
VI. Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Kebutuhan oksigenasi
Klien batuk berdahak, batuk tidak produktif, klien tidak mampu untuk
mengeluarkan sputum, karakteristik sputum lendir berwarna putih dengan
jumlah sedikit, klien dispnea dan ortopnea, klien menggunakan otot bantu
pernafasan, tidak ada sianosis
b. Kebutuhan Nutrisi
Klien mengatakan frekuensi makan sebelum sakit yaitu 2-3x/hari dengan
porsi dihabiskan, jenis menu makan nasi, buah-buahan dan sayur, klien
tidak mempunyai pantangan makanan, klien tidak mempunyai alergi
terhadap makanan. Sedangkan frekuensi makan saat sakit keluarga klien
mengatakan sangat jarang untuk makan, makanan yang dihabiskan hanya
1/2 porsi karena merasa mual setiap kali mau makan dan mengatakan nyeri
di bagian ulu hati. Penggunaan alat bantu makan sebelum sakit yaitu tidak
menggunakan alat hanya menggunakan tangan saja dan setelah sakit alat
yang digunakan yaitu sendok. Makanan pantang yang tidak disukai
sebelum sakit yaitu tidak ada dan setelah sakit yaitu daging, sebelum sakit
klien menyukai semua makanan, setelah sakit klien tidak menyukai semua
makanan. Jenis makanan yang dibatasi sebelum sakit tidak ada, dan setelah
sakit yaitu makanan olahan, minuman berkarbonasi. Sebelum sakit klien
sering mengonsumsi makanan berserat, tetapi setelah sakit klien jarang
mengonsumsi makanan berserat, sebelum sakit nafsu makan klien baik,
setelah sakit nafsu makan klien tidak ada. Sebelum sakit klien tidak
merasakan mual, Setelah sakit klien sering merasakan mual. Tidak ada
hipersalivasi, ada perasaan muntah setelah sakit, tidak ada perasaan
kembung.
c. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Untuk pola minum klien sebelum sakit frekuensi klien minum 6-8
gelas/hari dihabiskan, jenis minuman klien air putih , minuman yang
disukai air putih, minuman yang tidak disukai yaitu minuman beralkohol.
Sedangkan pola minum saat sakit frekuensi minum klien hanya 2-3

4
gelas/hari dihabiskan, jenis minuman air putih, klien juga mengalami
kelemahan.
1) Buang Air Besar (BAB)
Pola eliminasi BAB sebelum sakit frekuensi BAB 2 kali/hari,
konsistensi lunak, berwarna kuning, tidak ada masalah dalam BAB.
Sedangkan, pola eliminasi BAB selama sakit klien sudah 1 hari tidak BAB
(tidak lancar), konsistensi keras, berwarna kecoklatan, klien mengatakan
susah untuk BAB, tidak ada nyeri saat defekasi, klien mengatakan setelah
sakit ada dorongan kuat untuk defekasi, sedangkan sebelum sakit tidak
ada.
2) Buang Air Kecil (BAK)
Pola eliminasi BAK sebelum sakit frekuensi berkemih 4-5 x/hari,
berwarna kekuningan, dan tidak ada kesulitan dalam berkemih.
Sedangkan, pola eliminasi BAK selama sakit frekuensi berkemih 5-6
kali/hari, berwarna kekuningan dengan bau amoniak, dan tidak ada
kesulitan dalam berkemih, namun sering terbangun pada malam hari untuk
BAK, untuk mencapai toilet klien dibantu oleh keluarga dan menyiram
toilet juga dibantu oleh keluarga.
d. Kebutuhan Istrahat dan tidur
Untuk pola istirahat sebelum sakit untuk tidur siang 1-2 jam dan tidur
malam 5-6 jam, sedangkan saat sakit, tidur siang dan tidur malam
terganggu (± 1 – 2 jam saja) karena klien sering terbangun, klien tidak
mengonsumsi obat tidur sebelum maupun setelah sakit, perasaan waktu
bangun tidur sebelum sakit merasa nyaman dan setelah sakit tidak nyaman,
setelah sakit pasien sulit memulai tidur dan pasien mudah terbangun,
penyebab gangguan tidur karena sesak dan nyeri yang dialami.
e. Kebutuhan Aktivitas
Aktivitas klien sangat terganggu karena jika pasien melakukan banyak
gerakan klien akan merasa sesak, dan jika berjalan ke kamar mandi klien
dibantu oleh keluarga, klien juga sangat lemah dan merasa tidak nyaman di
bagian dada setelah beraktivitas seperti merasa nyeri dan sesak, klien
mampu untuk merubah posisi dari baring ke duduk, klien juga mampu

4
untuk mempertahankan posisi duduk, klien tidak terlalu mampu untuk
merubah posisi dari duduk ke berdiri, klien tidak mampu untuk
mempertahankan posisi berdiri, klien tidak menggunakan alat bantu dalam
pergerakan, pergerakan klien juga lambat.
f. Kebutuhan Perawatan Diri
1. Mandi
Klien tidak mandi selama sakit tetapi badannya sering dibersihkan oleh
keluarganya menggunakan air hangat, sering diganti pakaiannya, kuku
dalam keadaan bersih, kulit dalam keadaan bersih, rambut kurang
bersih, untuk mengakses ke kamar mandi pasien dibantu oleh keluarga,
dan membasuh dan mengeringkan tubuh dibantu oleh keluarga, klien
tidak pernah mencuci rambut selama sakit.
2. Berpakaian
Klien sering diganti pakaiannya oleh keluarga, pakaian dalam keadaan
bersih, pakaian diganti 1 hari 1 kali, klien dibantu oleh keluarga dalam
mengenakan pakaian, klien juga dibantu oleh keluarga jika pakaian
akan dilepaskan.
3. Makan
Sebelum sakit klien mampu untuk makan sendiri dan makan tanpa alat
bantu tetapi setelah sakit klien tidak mampu untuk makan sendiri dan
makan dibantu oleh keluarga, dan menggunakan alat bantu seperti
sendok.
4. Eliminasi
Buang Air Besar (BAB)
Sebelum sakit klien mampu untuk BAB sendiri tanpa bantuan, seteah
sakit klien tidak mampu untuk BAB sendiri dan harus dibantu oleh
keluarga, dan sulit untuk BAB
Buang Air Kecil (BAK)
Ssebelum sakit klien mampu untuk BAK sendiri ke kamar mandi tetapi
setelah sakit BAK dibantu, untuk mencapai toilet klien dibantu oleh
keluarga dan menyiram toilet juga dibantu oleh keluarga.

4
g. Kebutuhan Keamanan
Tidak ada riwayat paparan terhadap kontaminan, tidak ada riwayat
perdarahan, tidak ada riwayat pemeriksaan dengan media kontras, tidak ada
pemasangan kateter IV dalam waktu lama, tidak ada penggunaan larutan IV
yang mengiritasi, tidak ada penggunaan larutan IV dengan aliran yang cepat
tidak ada pemasangan kateter urine, pasien Imobilisasi, tidak ada luka pada
kulit / jaringan, tidak ada benda asing pada luka, pasien memiliki riwayat
risiko jatuh, keadaan umum pasien lemah.
h. Kebutuhan Kenyamanan
Klien mengatakan nyeri pada bagian dada, ulu hati dan kepala, pencetus
nyeri karena penyakit yang dideritanya, upaya meringankan nyeri yaitu
klien memposisikan badannya duduk, karakterisitik nyeri seperti tertusuk-
tusuk, intensitas nyeri 5, durasi nyeri setiap waktu, dampak nyeri terhadap
aktivitas yaitu pasien tidak mampu untuk berjalan dan ke kamar mandi.
i. Kebutuhan Seksualitas
Klien tidak pernah berhubungan karena penurunan hasrat seksual dan juga
penyakitnya
j. Kebutuhan Psikososial
Pada interaksi sosial, klien sering dijaga oleh cucu dan anaknya. Klien sulit
diajak bicara karena fokus terhadap sakit yang dia rasakan
k. Kebutuhan Spiritual
Selama dirawat kegiatan beribadah tidak terlaksana.

VII Pemeriksaan penunjang


A. Laboratorium :
- Hematologi :
Tabel 4.1 Pemeriksaan hematologi
Nama
Hasil Nilai rujukan Satuan
pemeriksaan
WBC 6.0 4.0-10.00 103/uL
NEU% 89.4 50.0-70.0 %
LYM% 5.3 20.0-40.0 %

4
MON% 2.5 3.0-6.0 %
EOS% 1.8 0.5-5.0 %
BAS% 1.0 0.0-1.0 %
RBC 3.71 4.50-5.50 106/uL
HGB 11.9 11.0-17.9 g/dl
HCT 35.3 37.0-48.0 %
MCV 95.1 80.0-96.0 fL
MCH 32.1 28.0-33.0 Pg
MCHC 33.7 31.9-37.0 g/dl
PLT 296 150-450 103/Ul

Kimia darah
Tabel 4.2 Pemeriksaan kimia darah
Nama
Hasil Nilai rujukan Satuan
pemeriksaan
SGOT 28 L ≤ 37, P ≤ 31 U/L
SGPT 15 L ≤ 40, P ≤ 35 U/L
Billirubin Total 0.73 0-1.1 mg/dl
Glukosa sewaktu 178 <200 mg/dl

- Rapid antigen : negatif

B. Studi diagnostic :
Foto Thorax :
- fibroinfiltrat pada lapangan atas dan bawah kedua paru disertai
retraksi kedua hilus
- Tampak hiperaerasi pada kedua paru
- COR : ramping, ukuran dalam batas normal
- Diafragma letak rendah dan tenting
- Tulang-tulang intak, ICS melebar
Kesan : TB Paru lama aktif lesi luas disertai tanda-tanda emfisema
pulmonum

4
VII. Tindakan medik/pengobatan
Tabel 4.3 Nama dan waktu obat yang dikonsumsi
Tgl/Hari Waktu minum obat
Nama obat Pemberian
ke- Pagi Siang Malam melalui
1. Inj. Omeprazole
17.20 05.26 Injeksi
2x1
2. Inj. Ondansetron
17.20 05.20 Injeksi
23 Juni 2x1
2022 3. N.Acetylsistein
06.00 Oral
200 3x1
4. OAT (stop
Oral
sementara)
1. Inj. Omeprazole
17.00 05.00 Injeksi
2x1
2. Inj. Ondansetron
17.00 05.00 Injeksi
2x1
24 Juni 3. N. Acetylsistein
12.00 18.00 06.00 Oral
2022 3x1
4. OAT (stop
Oral
sementara)
5. Vip albumin 3x1 12.00 18.00 06.00 Oral
1. Inj. Omeprazole
17.00 05.00 Injeksi
2x1
2. Inj. Ondansetron
17.00 05.00 Injeksi
2x1
25 Juni
3. N. Acetylsistein
2022 12.00 18.00 06.00 Oral
3x1
4. OAT (stop
Oral
sementara)
5. Vip albumin 12.00 18.00 06.00 Oral

5
1. Inj. Omeprazole
17.00 05.00 Injeksi
2x1
2. Inj. Ondansetron
17.00 05.00 Injeksi
2x1
26 Juni 3. N. Acetylsistein
2022 12.00 18.00 06.00 Oral
3x1
4. OAT (stop
Oral
sementara)
5. Vip albumin 12.00 18.00 06.00 Oral

Kendari, 23 Juni 2022

Mahasiswa

Sri Ramdina

5
a. Klasifikasi Data
Nama pasien : Ny.D No. RM : 27 03 87
Umur : 70 Tahun Ruang : Teratai RSUD Kota Kendari

Klasifikasi Data
Tabel 4.4 Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
- Klien mengatakan merasakkan - Nampak lemah
sesak setelah beraktivitas - TTV : Tekanan Darah (TD) :
- Klien mengatakan merasakan 109/57 mmHg, Nadi (N) :
ketidaknyamanan seperti nyeri 64x/menit, suhu (S) : 36,5C ,
di bagian dada setelah pernapasan (P) : 26x/menit,
beraktivitas SPO2: 86 %
- Keluarga klien mengatakan
aktivitas klien di bantu seperti
ke kamar mandi

Analisa Data
Tabel 4.5 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : Mycobacterium Intoleransi
- Klien mengatakan Tuberculosis Aktivitas
merasakkan sesak saat
dan setelah beraktivitas Alveolus
- Klien mengatakan
merasakan Respon radang
ketidaknyamanan seperti
nyeri di bagian dada saat
dan setelah beraktivitas Leukosit memfagosit
- Keluarga klien bacteri
mengatakan aktivitas
klien dibantu oleh

5
keluarga seperti ke Leukosit digantikan
kamar mandi oleh makrofag
DO :
- Nampak lemah Makrofag mengadakan
- TTV : Tekanan Darah infiltrasi
(TD) : 109/57 mmHg,
Nadi (N) : 64x/menit, Terbentuk sel turbekel
suhu (S) : 36,5C ,
pernapasan (P) : Nekrosis kaseosa
26x/menit, SPO2: 86%
Granulasi

Jaringan parut
kolagenosa

Kerusakan membran
alveolar

Hiperventilasi

Ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen

2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan merasakkan sesak saat
dan setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman seperti nyeri di bagian
dada saat dan setelah beraktivitas, aktivitas klien di bantu oleh
keluarga, nampak lemah, TTV : Tekanan Darah (TD) : 109/57 mmHg,
Nadi (N) : 64x/menit, suhu (S) : 36,5C , pernapasan (P) : 26x/menit,
SPO2: 86 %

5
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 4.6 Intervensi keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru
Diagnosa Luaran
Intervensi Keperawatan
No keperawatan Keperawatan
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi
b.d tindakan Observasi
ketidakseimbangan keperawatan selama  Identifikasi gangguan
antara suplai dan 3x24 jam maka fungsi tubuh yang
kebutuhan oksigen toleransi aktivitas mengakibatkan
d.d merasakkan meningkat dengan kelelahan
sesak saat dan kriteria hasil :  Monitor kelelahan fisik
setelah 1. Saturasi oksigen dan emosional
beraktivitas, dari menurun  Monitor pola dan jam
merasa tidak (86) menjadi tidur
nyaman seperti meningkat (95)  Monitor lokasi dan
nyeri dibagian dada 2. Kemudahan ketidaknyamanan selama
saat dan setelah dalam melakukan melakukan aktivitas
beraktivitas, aktivitas sehari- Terapeutik
aktivitas klien di hari dari menurun  Sediakan lingkungan
bantu oleh menjadi cukup nyaman dan rendah
keluarga, nampak meningkat stimulus (mis. Cahaya,
lemah, TTV : 3. Keluhan lelah suara, kunjungan)
Tekanan Darah dari meningkat  Fasilitasi duduk di sisi
(TD) : 109/57 menjadi cukup tempat tidur, jika tidak
mmHg, Nadi (N) : menurun dapat berpindah atau
64x/menit, suhu (S) 4. Dispnea saat berjalan
: 36,5C , aktivitas dari
pernapasan (P) : meningkat Edukasi
26x/menit, SPO2: menjadi cukup  Anjurkan tirah baring
86 % menurun  Anjurkan menghubungi
5. Dispnea setelah perawat jika tanda dan

5
aktivitas dari gejala kelelahan tidak
meningkat berkurang
menjadi cukup
menurun
6. Perasaan lemah
dari meningkat
menjadi cukup
menurun
7. Tekanan darah
dari memburuk
menjadi membaik
8. Frekuensi napas
dari meningkat
menjadi cukup
menurun

4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari ke-1

Tabel 4.7 Implementasi dan evaluasi keperawatan yang dilakukan kepada


pasien Tuberkulosis paru
Diagnosa Implementasi
Tanggal Jam Evaluasi
Keperawatan Keperawatan
Intoleransi Jum’at 14.30- Manajemen energi S:
aktivitas b.d 24 Juni 15.00 Observasi - Keluarga
ketidakseimba 2022 1. Mengidentifikasi pasien
ngan antara gangguan fungsi mengatakan
suplai dan tubuh yang pasien
kebutuhan mengakibatkan masih
oksigen d.d kelelahan dibantu ke
merasakkan Hasil : gangguan kamar

5
sesak saat dan fungsi tubuh yang mandi
setelah mengakibatkan - Pasien
beraktivitas, kelelahan pada mengatakan
merasa tidak pasien yaitu masih
nyaman seperti penyakit paru yag merasa
nyeri dibagian diderita (TB paru) sesak saat
dada saat dan 2. Memonitor dan setelah
setelah kelelahan fisik dan beraktivitas
beraktivitas, emosional - Pasien
aktivitas klien Hasil : pasien mengatakan
di bantu oleh terlihat masih lemah masih
keluarga, dan tidak bisa di merasa
nampak lemah, ajak untuk berbicara tidak
TTV : Tekanan oleh perawat nyaman
Darah (TD) : 3. Memonitor pola dan seperti
109/57 mmHg, jam tidur nyeri di
Nadi (N) : Hasil : pasien masih bagian dada
64x/menit, susah untuk tidur saat dan
suhu (S) : (pola tidur masih setelah
36,5C , tidak teratur) beraktivitas
pernapasan (P) 4. Memonitor lokasi O :
: 26x/menit, dan - Pasien
SPO2: 86 % ketidaknyamanan masih
selama melakukan nampak
aktivitas lemah
Hasil : lokasi dan - TTV :
ketidaknyamanan tekanan
selama melakukan darah (TD)
aktivitas yaitu : 109/70
bagian dada mmHg,
menjalar ke ulu hati Nadi (N) :
Terapeutik 70x/menit,

5
16.00- 5. Menyediakan RR :
16.30 lingkungan nyaman 26x/menit,
dan rendah stimulus SPO2 : 89,
(mis. Cahaya, suara, S : 36oC
kunjungan) A : masalah
Hasil : ruangan belum teratasi
diberikan penyaring P : intervensi
udara, keluarga 2,3,4,5,6,7,8
pasien yang menjaga dilanjutkan
hanya 1-2 orang
saja, dan
memberitahukan
kepada keluarganya
tidak boleh
membuat bising
6. Memfasilitasi duduk
di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Hasil : pasien telah
dibantu duduk disisi
tempat tidur dan
mampu untuk duduk
disisi tempat tidur
walaupun dibantu
Edukasi
16.30- 7. Menganjurkan tirah
16.40 baring
Hasil : pasien
dibantu untuk bed
rest dengan posisi

5
semi fowler untuk
mengurangi
kelelahan dan sesak,
dan pasien merasa
nyaman dengan
posisi yang
diterapkan
8. Menganjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Hasil : keluarga
pasien diberitahukan
untuk menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala tidak
berkurang

Hari ke-2
Diagnosa Implementasi
Tanggal Jam Evaluasi
Keperawatan Keperawatan
Intoleransi Sabtu, 25 10.30- Manajemen energi S:
aktivitas b.d Juni 10.45 Observasi - Keluarga
ketidakseimba 2022 1. Memonitor pasien
ngan antara kelelahan fisik dan mengatakan
suplai dan emosional pasien
kebutuhan Hasil : pasien masih
oksigen d.d terlihat masih dibantu
merasakkan lemah dan tidak untuk ke
sesak saat dan bisa di ajak untuk kamar
setelah berbicara oleh mandi

5
beraktivitas, perawat - Keluarga
merasa tidak 2. Memonitor pola mengatakan
nyaman seperti dan jam tidur pasien
nyeri dibagian Hasil : pasien masih
dada saat dan masih susah untuk merasa
setelah tidur (pola tidur sesak saat
beraktivitas, masih tidak dan setelah
aktivitas klien teratur) beraktivitas
di bantu oleh 3. Memonitor lokasi - Pasien
keluarga, dan mengatakan
nampak lemah, ketidaknyamanan masih
TTV : Tekanan selama melakukan merasa
Darah (TD) : aktivitas tidak
109/57 mmHg, Hasil : lokasi dan nyaman
Nadi (N) : ketidaknyamanan seperti
64x/menit, selama melakukan nyeri
suhu (S) : aktivitas yaitu dibagian
36,5C , bagian dada dada saat
pernapasan (P) menjalar ke ulu dan setelah
: 26x/menit, hati beraktivitas
SPO2: 86% Terapeutik O:
11.45- 4. Menyediakan - Pasien
11.00 lingkungan masih
nyaman dan nampak
rendah stimulus lemah
(mis. Cahaya, - TTV :
suara, kunjungan) tekanan
Hasil : ruangan darah (TD)
diberikan : 110/85
penyaring udara, mmHg,
keluarga pasien Nadi (N) :
yang menjaga 90x/menit,

5
hanya 1-2 orang RR :
saja, dan 26x/menit,
memberitahukan SPO2 : 90,
kepada S : 36oC
keluarganya tidak A : masalah
boleh membuat belum teratasi
bising P : intervensi
11.00- 5. Memfasilitasi 2,3,4,5,6,7
11.30 duduk di sisi dilanjutkan
tempat tidur, jika
tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Hasil : pasien
sudah mampu
untuk duduk disisi
tempat tidur tanpa
arahan dari
perawat tetapi
masih di bantu
oleh keluarga
Edukasi
6. Menganjurkan
tirah baring
Hasil : pasien
dibantu untuk bed
rest dengan posisi
semi fowler untuk
mengurangi
kelelahan dan
sesak, dan pasien
merasa nyaman

6
dengan posisi yang
diterapkan
7. Menganjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Hasil : keluarga
pasien
diberitahukan
untuk
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala tidak
berkurang

Hari ke-3
Diagnosa Implementasi
Tanggal Jam Evaluasi
Keperawatan Keperawatan
Intoleransi Minggu 09.00- Manajemen energi S:
aktivitas b.d 26 Juni 09.15 Observasi - Keluarga
ketidakseimba 2022 1. Memonitor pasien
ngan antara kelelahan fisik dan mengatakan
suplai dan emosional pasien
kebutuhan Hasil : pasien masih
oksigen d.d terlihat sudah tidak dibantu
merasakkan terlalu lemah dan untuk ke
sesak saat dan sudah bisa di ajak kamar
setelah untuk berbicara mandi
beraktivitas, oleh perawat - Pasien
merasa tidak 2. Memonitor pola mengatakan

6
nyaman seperti dan jam tidur sudah tidak
nyeri dibagian Hasil : pasien terlalu
dada saat dan sudah bisa untuk merasa
setelah tidur tetapi sesak saat
beraktivitas, waktunya hanya 2- dan setelah
aktivitas klien 3 jam saja beraktivitas
di bantu oleh 3. Memonitor lokasi - Pasien
keluarga, dan mengatakan
nampak lemah, ketidaknyamanan merasa
TTV : Tekanan selama melakukan tidak
Darah (TD) : aktivitas nyaman
109/57 mmHg, Hasil : lokasi dan seperti
Nadi (N) : ketidaknyamanan nyeri
64x/menit, selama melakukan dibagian
suhu (S) : aktivitas yaitu dada sudah
36,5C , bagian dada berkurang
pernapasan (P) menjalar ke ulu saat dan
: 26x/menit, hati setelah
SPO2: 86% Terapeutik beraktivitas
09.15- 4. Menyediakan O:
09.20 lingkungan - Pasien
nyaman dan masih
rendah stimulus nampak
(mis. Cahaya, lemah
suara, kunjungan) - TTV :
Hasil : ruangan tekanan
diberikan darah (TD)
penyaring udara, : 115/80
keluarga pasien mmHg,
yang menjaga Nadi (N) :
hanya 1-2 orang 97x/menit,
saja, dan RR :

6
memberitahukan 25x/menit,
kepada SPO2 : 93,
keluarganya tidak S : 36,2oC
boleh membuat A : masalah
bising belum teratasi
09.20- 5. Memfasilitasi P : intervensi
09.35 duduk di sisi dilanjutkan
tempat tidur, jika
tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Hasil : pasien
sudah mampu
untuk duduk disisi
tempat tidur tanpa
bantuan
Edukasi
10.00- 6. Menganjurkan
10.30 tirah baring
Hasil : pasien
sudah memahami
pentingnya bed
rest dan mampu
untuk posisi semi
fowler untuk
mengurangi
kelelahan dan
sesak, dan pasien
merasa nyaman
dengan posisi yang
diterapkan

6
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dan hasil studi kasus
yang penulis lakukan dari tanggal 23-26 Juni 2022, maka pada bagian ini
penulis akan membahas tentang perbandingan antara teori dan praktek atau
kasus yang ditemukan selama melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
Ny.D, berumur 70 tahun dengan diagnosa TB Paru dalam pemenuhan
kebutuhan aktivitas di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari yang akan dibahas
berdasarkan tahapan proses keperawatan yaitu tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Tahap Pengkajian
Berdasarkan teori pengkajian merupakan tahap awal dari sebuah
proses keperawatan. Pada tahap pengkajian terjadi proses pengumpulan
data. Berbagai data yang dibutuhkan baik wawancara, observasi, atau hasil
laboratorium dikumpulkan oleh petugas keperawatan. Adapun data yang
didapat pada tahap pengkajian yaitu : keluarga klien mengatakan aktivitas
klien dibantu, selain itu jika klien melakukan aktivitas seperti berjalan ke
kamar mandi klien akan merasa sesak, dan juga merasa tidak nyaman
seperti nyeri di bagian dada setelah beraktivitas, keluhan lainnya klien
juga merasakan nyeri pada bagian ulu hati dan kepala, klien batuk
berdahak, keluarga klien juga mengatakan klien susah untuk BAB dan
tidak BAB sudah 1 hari yang lalu, nafsu makan klien menghilang, dan
juga pola tidur pasien tidak teratur. keadaan umum (KU) klien nampak
lemah, tingkat kesadaran composmentis, klien nampak sesak setelah ke
kamar mandi. setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien hasil TTV :
tekanan darah (TD) : 109/57 mmHg , Nadi (N) : 64x/menit , suhu (S) :
36,5C , pernapasan (P) : 26x/menit, SPO2: 86 %
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2012) bahwa pasien
Tuberkulosis Paru ditemukan data subjektif : pasien mengatakan badannya
lemas, pasien mengatakan kepalanya pusing, Pasien mengatakan sesak
napas. Objektif : pasien hanya ditempat tidur dan saat beraktivitas dibantu
oleh keluarga, RR = 28 x/menit, Hb = 11,1 g/dl. Selain itu menurut (D.

6
Rini, 2019) pasien Tuberkulosis Paru dikaitkan dengan ketidakmampuan
klien untuk beraktivitas karena kelelahan atau kelemahan dihubungkan
dengan penurunan energinya. Jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya, ada kesamaan keluhan pasien yang dirasakan dengan
penelitian saat ini.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan diangkat disesuaikan dengan kondisi klien
pada saat pengkajian, interprestasi data, dan hasil analisa data serta tidak
adanya data-data pendukung untuk mengangkat diagnosa tersebut.
Berdasarkan masalah yang terkait pada pasien dengan Diagnosa TB Paru Di
Ruang Teratai RSUD Kota Kendari yang dilakukan pada tanggal 23 Juni
2022 yang meliputi pengkajian adalah Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dari hasil
pengkajian yang sudah didapatkan yaitu keluarga klien mengatakan aktivitas
klien dibantu, selain itu jika klien melakukan aktivitas seperti berjalan ke
kamar mandi klien akan merasa sesak, dan juga merasa tidak nyaman setalah
beraktivitas seperti nyeri dibagian dada, keadaan umum (KU) klien nampak
lemah, tingkat kesadaran composmentis, klien nampak sesak setelah ke kamar
mandi. setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien hasil TTV : tekanan
darah (TD) : 109/57 mmHg , Nadi (N) : 64x/menit , suhu (S) : 36,5C ,
pernapasan (P) : 26x/menit, SPO2: 86 %
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2012) bahwa diagnosa
yang muncul pada pasien Tuberkulosis paru adalah Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas. Jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya ada kesamaan dalam penelitian
saat ini

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan Keperawatan adalah sebuah proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, serta
mengurangi masalah masalah klien. Perencanaan ini adalah langkah ketiga

6
dalam membuat suatu proses keperawatan. Perencanaan merupakan bagian
dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk
mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien.
Intervensi dalam diagnosa intoleransi aktivitas yaitu setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3x24 jam, maka toleransi aktivitas meningkat
dengan kriteria hasil : Frekuensi nadi dari menurun menjadi meningkat,
Saturasi oksigen dari menurun menjadi meningkat, Kemudahan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari dari menurun menjadi cukup meningkat,
Keluhan lelah dari meningkat menjadi cukup menurun, Dispnea saat aktivitas
dari meningkat menjadi cukup menurun, Dispnea setelah aktivitas dari
meningkat menjadi cukup menurun, Perasaan lemah dari meningkat menjadi
cukup menurun, Tekanan darah dari memburuk menjadi membaik, Frekuensi
napas dari meningkat menjadi cukup menurun. Berdasarkan tujuan dari
kriteria hasil tersebut kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan
berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Manajemen
Energi Observasi : Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan, Monitor kelelahan fisik dan emosional, Monitor pola dan jam
tidur, Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas,
Terapeutik : Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
suara, kunjungan), Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan, Edukasi: Anjurkan tirah baring, Anjurkan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang. (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI,2017)
Intervensi yang dibuat penulis sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ulfa (2012) bahwa intervensi yang dilakukan pada pasien Tuberkulosis
paru dengan intoleransi aktivitas yaitu observasi respon pasien terhadap
aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Bantu pasien memilih posisi
nyaman untuk istirahat. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien saat

6
beraktivitas. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi. Jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya ada kesamaan dengan penelitian saat ini.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping. Implementasi Keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan oleh
seoarang perawat berdasarkan intervensi/ rencana keperawatan. Dalam
pelaksanaannya harus ada Standar Prosedur Operasional (SPO) atau panduan
dalam melakukan implementasi (Purba, 2016).
Implementasi dilakukan selama 3 hari 3x24 jam untuk diagnosa
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, seperti menyediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan), memfasilitasi duduk di sisi tempat
tidur jika tidak dapat berpindah atau berjalan, menganjurkan tirah baring,
dengan melaksanakan intervensi yang sesuai dengan masalah klien yang
dilakukan secara berturut-turut hasilnya dinilai kurang efektif dalam masalah
keperawatan TB Paru, karena pada pasien dalam penelitian ini keluhan yang
paling utama yang dirasakan yaitu sesak masih ada. hal ini sesuai penelitian
yang dilakukan oleh Ulfa (2012) bahwa Dalam pelaksanaannya semua
implementasi telah dilakukan selama tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, yaitu menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. membantu pasien memilih
posisi nyaman untuk istirahat, menganjurkan keluarga untuk membantu
pasien saat beraktivitas, membantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan,
memberikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Namun pada implementasi menciptakan lingkungan yang nyaman kurang
begitu terlaksanakan dikarenakan lingkungan yang ramai oleh keluarga

6
pasien dan pengunjung yang berdatangan. Jika dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan saat
ini.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan metode SOAP yaitu S) Subjek
(klien mengatakan), O) Objektif (klien terlihat/hasil temuan perawat) A)
Assesment (Apakah masalah teratasi atau belum teratasi), P) Planning
(Intervensi di lanjutkan atau dipertahankan). Adapun hasil evaluasi
keperawatan setelah pasien diberikan tindakan keperawatan (Nur et al., 2021).
Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan klien,
membandingkan respons klien dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil
kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan klien dalam
asuhan keperawatan medikal bedah.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
pada hari pertama tanggal 24 Juni 2022 yaitu data subjektif : keluarga pasien
mengatakan aktivitas pasien masih dibantu, Pasien mengatakan masih merasa
sesak saat dan setelah beraktivitas, Pasien mengatakan masih merasa tidak
nyaman saat dan setelah beraktivitas seperti nyeri dibagian dada, Pasien masih
nampak lemah, TTV : tekanan darah (TD) : 109/70 mmHg, Nadi (N) :
70x/menit, RR : 26x/menit, SPO2 : 89%, S : 36 oC setelah dilakukan evaluasi
hari pertama didapatkan hasil masalah belum teratasi karena sesuai dengan data
subjektif dan objektif pada klien perubahan belum ada.
Evaluasi hari ke 2 tanggal 25 Juni 2022 yaitu data subjektif : Keluarga
pasien mengatakan aktivitas pasien masih dibantu, Pasien mengatakan pasien
masih merasa sesak saat dan setelah beraktivitas, Pasien mengatakan masih
merasa tidak nyaman saat dan setelah beraktivitas seperti nyeri dibagian dada,
Pasien masih nampak lemah, TTV : tekanan darah (TD) : 110/85 mmHg, Nadi
(N) : 90x/menit, RR : 26x/menit, SPO2 : 90 %, S : 36 oC. Setelah dilakukan
evaluasi hari ke 2 didapatkan hasil masalah belum teratasi karena sesuai

6
dengan data subjektif dan objektif pada klien masih merasakan sesak dan
hanya Tanda-tanda vital yang sedikit meningkat.
Evaluasi hari ke 3 tanggal 26 Juni 2022 yaitu data subjektif : Keluarga
pasien mengatakan aktivitas pasien masih dibantu, Pasien mengatakan sudah
tidak terlalu merasa sesak saat dan setelah beraktivitas, Pasien mengatakan
merasa tidak nyaman sudah berkurang saat dan setelah beraktivitas, Pasien
masih nampak lemah, TTV : tekanan darah (TD) : 115/80 mmHg, Nadi (N) :
97x/menit, RR : 25x/menit, SPO2 : 93 %, S : 36,2oC. Setelah dilakukan
evaluasi hari ke 3 didapatkan hasil masalah belum teratasi karena sesuai
dengan data subjektif dan objektif pada klien masih merasakan sesak dan
hanya Tanda-tanda vital yang sedikit meningkat. Masalah belum teratasi pada
pasien disebabkan karena keluhan yang paling utama pada pasien yaitu sesak
belum teratasi karena sikap klien yang tidak mengikuti anjuran dari perawat
dan dokter dimana pasien sering melepas pemberian oksigen yang diberikan
dan sering mematikan penyaring udara. Jika keluhan utama atau diagnosa
keperawatan yang paling utama belum teratasi pada pasien maka keluhan yang
lain tentunya tidak akan mudah teratasi.
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2012) Dari
hasil evaluasi, masalah intoleransi aktivitas hanya dapat teratasi sebagian
dalam waktu 3 x 24 jam. Terbukti dengan data pasien mengatakan masih lemas
dan hanya mampu beraktivitas sedikit, pasien masih dibantu jika beraktivitas,
RR : 28 x/menit yang dibandingkan dengan kriteria hasil melaporkan atau
menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital normal.

C. Keterbatasan Studi Kasus


Penelitian ini telah dilakukan sesuai prosedur yang ada. Namun dalam
melakukan penelitian, penulis memiliki keterbatasan antara lain penelitian ini
hanya berfokus pada kebutuhan aktivitas sehingga keluhan pada kebutuhan
dasar yang lain tidak menjadi prioritas dalam penanganan keperawatan oleh
peneliti.

6
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan studi kasus ini yaitu : Asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis TB Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas
di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari melalui pendekatan proses
keperawatan di Ruang Teratai RSUD Kota Kendari dari tanggal 23 Juni 2022
dengan mengacu pada tujuan yang dicapai, maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada tahap pengkajian pada Ny.D dengan diagnosa medis TB Paru dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas ditandai dengan klien tidak mampu untuk
melakukan aktivitas meliputi tidak mampu untuk berjalan ke kamar mandi
dan dibantu oleh keluarga, selain itu jika klien melakukan aktivitas seperti
berjalan dan ke kamar mandi klien akan merasa sesak, dan juga merasa
tidak nyaman setalah beraktivitas seperti nyeri dibagian dada, klien
nampak lemah dan juga TTV klien abnormal. Keluhan lainnya klien juga
merasakan nyeri pada bagian dada, ulu hati dan kepala, klien batuk
berdahak, keluarga klien juga mengatakan klien susah untuk BAB dan
tidak BAB sudah 1 hari yang lalu, dan nafsu makan klien menghilang, dan
juga pola tidur pasien tidak teratur.
2. Pada tahap diagnosa keperawatan penulis menegakkan diagnosa
keperawatan berdasarkan data-data yang didapatkan pada klien sesuai
dengan kondisi yang dirasakan klien pada saat itu dan juga berdasarkan
teori yang telah ada. Diagnosa yang diangkat berdasarkan data yang
diperoleh yaitu Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Pada tahap intervensi atau perencanaan, penulis membuat dan menyusun
rencana tindakan yang disusun berdasarkan teori buku SDKI, dan
disesuaikan dengan kebutuhan serta masalah yang dialami klien untuk

7
mengatasi masalah pada klien. Maka intervensi yang penulis tegakkan
yaitu : Manajemen Energi, adapun intervensi yang diutamakan dalam
manajemen Energi yaitu anjurkan pasien tirah baring (bed rest), fasilitasi
duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan,
sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan).
4. Implementasi yang dilakukan pada Ny.D pada diagnosa keperawatan
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen yaitu membantu pasien tirah baring dan
menjelaskan penting untuk istirahat dengan cara tirah baring (bed rest),
membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur, dan menyediakan
lingkungan nyaman dan rendah stimulus seperti menyalakan penyaring
udara, memberitahu keluarga agar yang menjaga pasien hanya 1-2 orang
saja.
5. Pada tahap evaluasi, setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
selama 3 hari dan kemudian dievaluasi akhir pada tanggal 26 Juni 2022
dengan Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen yang dialami Ny.D belum teratasi dan
intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan beberapa
hal berupa saran sebagai berikut :
1) Bagi Klien
Diharapkan agar klien meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan
dan penanganan penyakit tuberculosis khususnya dalam penanganan
dirumah.
2) Bagi tenaga kesehatan
Bagi seluruh tenaga kesehatan khususnya Ruang Teratai diharapkan
mampu memberikan pelayanan yang komprehensif kepada klien.
Khususnya perawat di ruang perawatan diharapkan selalu meningkatkan

7
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dengan mengikuti pelatihan
atau pendidikan berkelanjutan lainnya.

3) Bagi peneliti selanjutnya


Semoga Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi bacaan
dan acuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kreativitas dan dapat
dijadikan sebagai referensi pembelajaran untuk menambah pengalaman
serta wawasan peneliti dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
TB Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas, sehingga dapat
membandingkan kesenjangan antara teori dan kasus nyata tentang
prosedur yang akan dilakukan pada pasien TB Paru dengan berpedoman
pada teori.
4) Bagi pembaca
Untuk menambah wawasan tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien Tuberkulosis Paru

7
DAFTAR PUSTAKA

Adha, S. A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien


Stroke Non Hemoragik Di Irna C Rssn Bukit Tinggi. Asuhan Keperawatan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Irna C
Rssn Bukit Tinggi, 167.

Alligood. (2014). Nursing Theorist And Their Work, Edition 8. Elsavier Mosby;
St. Louis: Missouri.

Bachtiar, S. M. (2018). Penerapan Askep Pada Pasien Ny. N Dengan Post Operasi
Fraktur Femur Dextra Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas. Media
Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar, 9(1), 82.

Chasani, S., & Hidayati, W. (2017). Studi Fenomenologi: Pengalaman Aktivitas


Fisik Klien Yang Menjalani Hemodialisis. 3(8), 1–8.

Dewi, & Rita. (2020). Buku Ajar Tbc, Askep Dan Pengawasan Minum Obat
Dengan Media Telpon. Stikes Widya Dharma Husada Tangerang.

Erni Rita, Awaliah, Lily Herlinah, Syamsul Anwar, Agus Isro, Ardiansyah, D. A.
(2020). Modul Tuberkulosis Pada Kader Tb.

Faridah Hanawati, C. N. (2019). Upaya Peningkatan Toleransi Aktivitas Pada


Pasien Infark Miokard Akut Melalui Manajemen Energi Di Ruang
Intensive, 8.

Heri Chandra, K. B. (2021). Pelaksanaan Pola Aktivitas Fisik Ringan Dan


Sedang Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Tk Ii Putri
Hijau Medan. 3, 643–655.

7
Hidayat, A. A. (2021). Keperawata Dasar 1 ; Untuk Pendidikan Ners. Jl Kaljudan
Asri Indah No 33 Surabaya: Health Books Publishing.
Kartika, I. I. (2017). Buku Ajar Dasar-Dasar Riset Keperawatan Dan Pengolahan
Data Statistik. Jakarta: Tim.

Kasiati, & Rosmalawti, N. W. D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. In Pusdik


Sdm Kesehatan.

Kepmenkes Ri, 2016.Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan


Tingkat Pertama Jakarta:Kemenkes Ri

Latifah, L. N., Firmawati, E., & Chayati, N. (2018). Implementasi Perawat Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Sehari-Hari Pasien Stroke Di Rs Pku
Muhammadiyah Yogyakarta Dan Rs Pku Muhammadiyah Gamping. Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 2(2), 114–120.

Malang, N. F. U. M. (2015). Lembar Pengkajian.

Miming Oxyandi, A. S. U. (2020). Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Dan Latihan


Rom (Range Of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Non
Hemoragik Miming. X, 1–37.

Muhammad Puri Sufiyanto, A. Z. (2020). Asuhan Keperawatan Dengan


Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas. Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nur, M. P., Kedokteran, F., Makassar, U. M., Sultan, J., No, A., & Makassar, K.
(2021). Gastritis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman. 2(2), 75–83.

7
Partono. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn B.M Dengan Tuberculosis
Paru Di Ruang Tulip Rsud Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang.

Perry, P. &. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, Dan
Praktik. Jakarta: Egc.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dpp Ppni.

Purba, C. F. (2016). Penerapan Implementasi Dalam Asuhan Keperawatan. Jurnal


Keperawatan Indonesia.

Rini, D. (2019). Pengaruh Home Based Exercise Training Terhadap Kualitas


Hidup Tb Paru. Jurnal Keperawatan, 10, 1–9.

Rohayati, E. (2019). Keperawatan Dasar 1 . Sindanglaut-Cirebon Jawa Barat:


Lovrinz Publishing.

Sulistyowati, A. (2018). Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital. Sidoarjo Jawa Timur:


Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Ulfa, N. M. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Tn . J Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan :Tb Paru Di Ruang Cempaka Iii RSUD Pandan Arang Boyolali
Adha, S. A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Di Irna C Rssn Bukit Tinggi. Asuhan Keperawatan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Irna C

7
Rssn Bukit Tinggi, 167.
Chasani, S., & Hidayati, W. (2017). Studi fenomenologi: pengalaman aktivitas
fisik klien yang menjalani hemodialisis. 3(8), 1–8.
Dewi, & Rita. (2020). Buku Ajar TBC, ASKEP dan pengawasan minum obat
dengan media telpon. STIkes Widya Dharma Husada Tangerang.
Heri Chandra, K. B. (2021). PELAKSANAAN POLA AKTIVITAS FISIK RINGAN
DAN SEDANG PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUMAH
SAKIT TK II PUTRI HIJAU MEDAN. 3, 643–655.
Kasiati, & Rosmalawti, N. W. D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. In Pusdik
SDM Kesehatan.
Latifah, L. N., Firmawati, E., & Chayati, N. (2018). Implementasi Perawat dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Sehari-hari Pasien Stroke di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 2(2), 114–120.
https://doi.org/10.22435/jpppk.v2i2.493
Ns. Erni Rita, S. Kep., M. E., Ns. Awaliah, M. Kep., S. K. A., Ns. Lily Herlinah,
M. Kep., S. K. K., Dr. Syamsul Anwar, S. K. M., S. K. K., Ns. Agus Isro, S.
Kep., M. K. M. H. A., & Ardiansyah, D. A. (2020). Modul tuberkulosis pada
kader tb.
Nur, M. P., Kedokteran, F., Makassar, U. M., Sultan, J., No, A., & Makassar, K.
(2021). GASTRITIS DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN.
2(2), 75–83.
Partono. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn B.M DENGAN
TUBERCULOSIS PARU DI RUANG TULIP RSUD Prof. Dr. W.Z.
JOHANNES KUPANG.
Purba, C. F. (2016). Penerapan Implementasi dalam Asuhan Keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia.
Rini, D. (2019). Pengaruh Home Based Exercise Training Terhadap Kualitas
Hidup TB Paru. Jurnal Keperawatan, 10, 1–9.
Rini, D. S. (2022). PANDUAN LATIHAN FISIK PADA PASIEN DENGAN TB
PARU (1st ed.). Nas Media Pustaka.
ULFA, N. M. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn . J DENGAN

7
GANGGUAN.
Wahdi, A., & Puspitosari, D. R. (2021). Mengenal Tuberkulosis. In Pena Persada
(Vol. 1).

DAFTAR TABEL

NOMOR TABEL NAMA TABEL

Intervensi keperawatan pada pasien Tuberkulosis


Tabel 2.1 Paru dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI)
Tabel 4.1 Pemeriksaan hematologi

Tabel 4.2 Pemeriksaan kimia darah

Tabel 4.3 Nama dan waktu obat yang dikonsumsi


Tabel 4.4 Klasifikasi data
Tabel 4.5 Analisa data
Intervensi keperawatan pada pasien Tuberkulosis
Tabel 4.6
Paru
Implementasi dan evaluasi keperawatan yang
Tabel 4.7
dilakukan kepada pasien Tuberkulosis paru

7
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan

JADWAL KEGIATAN
C. Alat dan Bahan
Alat penelitian yang di gunakan yaitu alat tulis, alat perekam/kamera, dan
juga alat ukur TTV. Sedangkan bahan penelitian yang digunakan lembar
pedoman wawancara, lembar format pengkajian.

D. Cara Kerja
1. Tahap persiapan
Tahap ini dilakukan penyusunan proposal dan mengurus surat izin atau
pengantar dari Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan yang
ditunjukan oleh pihak RSUD Kota Kendari untuk mendapatkan izin
penelitian ditempat tersebut.
2. Tahap Penelitian
a. Melakukan peninjauan langsung ke objek penelitian
b. Memberikan informed consent untuk ditanda tangan oleh subyek yang
akan di teliti
c. Melakukan Asuhan keperawatan kepada pasien Tuberkulosis paru
dengan diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas Teratai RSUD
Kota Kendari.
3. Tahap pengolahan data
Melakukan analisa berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Kemudian
menyajikan data tersebut untuk memberikan pelaksanaan tentang asuhan
keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitas.

7
Lampiran 2 : Izin pengambilan data

7
Lampiran 3 : Pengantar izin penelitian

8
Lampiran 4 : Permohonan izin penelitian

8
Lampiran 5 : Izin penelitian

8
Lampiran 6 : Telah menyelesaikan penelitian

8
Lampiran 7 : Informed Consent

8
Lampiran 8 : Lembar Persetujuan Responden

8
Lampiran 9 : Instrumen studi kasus

8
Instrument Studi Kasus
Instrument pengumpulan data berupa format tahap proses keperawatan mulai dari
pengkajian sampai evaluasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dengan menggunakan alat berupa
tensimeter, thermometer, penlight, timbangan, dan studi dokumentasi.

Lampiran 10 : Format pengkajian

8
8
8
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
1
1
1
1
1
Lampiran 11 : SOP Tirah Baring

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TIRAH BARING

PENGERTIAN Melakukan tindakan alih baring pada pasien immobile


untuk mencegah komplikasi akibat immobilisasi
TUJUAN 1. Mencegah kerusakan integritas kulit
2. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi
KEBIJAKAN Pada pasien dengan gangguan immobilisasi
PETUGAS Perawat
PERALATAN Bantal atau guling
PROSEDUR A. Tahap Pra Interaksi
PELAKSANAAN 1. Melakukan verifikasi program pengobatan
klien
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan
benar
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan
therapeutic
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
klien/keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
sebelum kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Merubah posisi dari terlentang ke miring:
3. Menata beberapa bantal disebelah klien
4. Memiringkan klien kearah bantal yang
disiapkan
5. Menekuk lutut kaki yang atas
6. Memastikan posisi klien aman
7. Merubah posisi dari miring ke terlentang:
8. Menata beberapa bantal di sebelah klien
9. Menelentangkan klien kearah bantal yang
disiapkan
10. Meluruskan kedua lutut
11. Memastikan posisi klien aman
12. Merapikan pasien
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan
2. Berpamitan dengan pasien/keluarga
3. Menginformasikan akan dating 2 jam lagi
untuk merubah posisi selanjutnya
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
keperawatan

1
Lampiran 12 : Dokumentasi penelitian

DOKUMENTASI SELAMA MELAKUKAN PENGKAJIAN DAN


TINDAKAN KEPERAWATAN

Gambar 1. melakukan pengkajian dengan menanyakan keluhan pasien

Gambar 2. melakukan pengkajian dengan meemeriksa tanda-tanda vital


pasien

1
Gambar 3. Melakukan implementasi keperawatan yaitu tirah baring (bed
rest) dan merubah posisi

Anda mungkin juga menyukai