Anda di halaman 1dari 115

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

U DENGAN BENIGNA PROSTAT


HIPERPLASIA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KENYAMANAN
DIRUANG MELATI RSUD KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

RISNAYATI MUSURIA
NIM. P00320018044

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES KENDARI
T. A 2021

1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.U DENGAN BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KENYAMANAN
DIRUANG MELATI RSUD KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan program


Diploma III Keperawatan

OLEH :

RISNAYATI MUSURIA
NIM. P00320018044

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES KENDARI
T. A 2021

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Risnayati Musuria

NIM : P00320018044

Institusi Pendidikan : Jurusan Keperawatan

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada Tn.U dengan Benigna Prostat


Hiperplasia dalam Pemenuhan Kebutuhan Kenyamanan
di Ruang Melati RSUD Kota Kendari.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, 05 Mei 2021


Yang Membuat Pernyataan,

Risnayati Musuria

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
limpahan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.U dengan Benigna Prostat Hiperplasia
dalam Pemenuhan Kebutuhan Kenyamanan di Ruang Melati RSUD Kota
Kendari.” dapat terselesaikan. Salawat serta salam tak lupa ditujukan kepada Nabi
Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat serta orang-orang yang senantiasa
mengikuti ajarannya hingga hari kiamat kelak.
Proses penyusunan Karya tulia ilmiah ini telah melewati perjalanan
panjang dalam penyusunanya yang tentunya tidak lepas dari bantuan moral dan
materi dari pihak lain. Karena itu sepertinya penulis dengan segala kerendahan
dan keikhlasan hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Askrening, SKM., M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kendari.
2. Kepala ruangan Melati RSUD kota kendari yang telah memberikan izin
penelitian kepada penulis
3. Bapak Indriono Hadi, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kendari.
4. Ibu Reni Devianti Usman, M.Kep., Sp.KMB, selaku sekretaris Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan kendari
5. Bapak Muhaimin Saranani, S.Kep., Ns, M.Sc, selaku pembimbing I dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penuh dan membantu penulis
sehinggah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Ibu Prishilla Sulupadang, M.Kep., Sp.An, selaku pembimbing II yang telah
bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan bimbingan dan saran
kepada penulis.
7. Ibu Fitri Wijayati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Penguji I, Ibu Rusna Tahir,
S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji II dan Ibu Dewi Sartiya Rini, M.Kep, Sp.
KMB selaku Penguji III, selaku dosen-dosen penguji yang telah memberikan
arahan dan masukan-masukan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat berjalan
dengan sebaik-baiknya

v
8. Kepada ibu Dian Yuniar SR.SKM., M.Kep selaku penasihat Akademik yang
telah memberikan nasehat dan bimbingan yang berharga bagi penulis
9. Kepada seluruh dosen dan staf Politeknik kesehatan kendari jurusan
keperawatan yang telah mendidik dan membantu penulis selama menempuh
pendidikan di jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari.
10. Kepada orang tua penulis, Ayahanda Musuria (Alm) dan Ibunda Julianti, yang
selalu menjadi pendorong bagi penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini serta yang selalu mendoakan penulis.
11. Kepada saudara-saudaraku, Jusrim, Masjudin S.Pd, Drs.Juhari, Samsul Hijar,
Sri Misdarni, S.Pd, Nurdayati Atrina, Amd.Kom dan Terima kasih telah
banyak memberikan dukungan baik berupa moral maupun materi.
12. Kepada sahabat-sahabatku Iin Pracelia, Sri Wulandari, Dita Prima Andini,
Wida Ristanti, Siti Nurfausi, Nun Ashari, Lestari, Sumiana, Pedriansyah
Sarfin, Muh. Iksan Raqila Terima kasih untuk semua dukungan dan dorongan
yang diberikan setiap hari sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan baik
13. Serta special buat teman-teman seperjuanganku Jian Rismayanti, Dela
Wulandari, Riska, Devi, Rini, Fitrianingsih yang selalu memberikan motivasi
dan masukkan sehingga saya bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
baik
14. Kepada Teman-teman Mahasiswa jurusan keperawatan angkatan 2018
khususnya perawat III A terima kasih atas kebersamaan dan jalinan
persahabatan yang tercipta selama penulis menuntut ilmu terima kasih telah
banyak membantu selama perkuliahan serta penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahawa Proposal penelitan ini Masih jauh


dari kata kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan penulis sangat harapkan atas saran dan kritirk, penulis
ucapkan banyak terima kasih.

vi
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi Pembaca dan semoga
amal baik yang telah diberikan dari semua pihak selama penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini kiranya mendapat balasan dari Allah SWT, Aamiin Allahummah
Aamiin

Kendari, 05 Mei 2021

Penulis

vii
RIWAYAT HIDUP

I. INDENTITAS

1. Nama Lengkap : Risnayati Musuria

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Palarahi, 04 Maret 2000

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Suku/ Kebangsaan : Tolaki / Indonesia

6. Alamat : Kel. Palarahi Kec. Wawotobi Kab. Konawe

7. No. Telp/ Hp :

II. PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Negeri 2 Palarahi

2. Madrasah Tsanawiah Negeri 1 Wawotobi

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wawotobi

4. Poltekkes Kemenkes Kendari Tahun 2018-2021

viii
MOTTO

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, Dan bahwa usahanya
akan kelihatan nantinya. (Q.S. An Najm ayat 39-40)

Karena menginginkan yang terbaik saja tidak cukup, tetapi juga


harus berusaha sebaik-baiknya

ix
ABSTRAK

RISNAYATI MUSURIA, NIM. P00320018044 ”Asuhan Keperawatan Pada Tn. U


dengan Benigna Prostat Hiperplasia Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman
Di Ruang Melati RSUD Kota Kendari Tahun 2021”

Pembimbing I : Muhaimin Saranani, S.Kep,Ns, M.Sc


Pembimbing II: Pricilia Sulpadang, M.Kep, Sp.An.

Benigna prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan). Tindakan pengobatan terhadap Benigna Prostat Hiperplasia dapat dilakukan
dengan cara operasi. Operasi prostat dilakukan dengan cara Benigna Prostat Hiperplasia
yang merupakan suatu tindakan pembedahan dengan masalah kencing batu. Salah satu
faktor yang terjadi pada pasien yaitu terganggunya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman,
faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi
dan mengatasi ketidaknyamanan klien yaitu dengan menggunakan tekhnik relaksasi nafas
dalam. Tujuan studi kasus ini adalah untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
Tn. U dengan Benigna Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman di
ruang melati RSUD Kota Kendari tahun 2021. Desain penelitian studi kasus ini,
responden yaitu pasien Benigna Prostat Hiperplasia yang mengalami masalah dalam
pemenuhan kebutahan rasa nyaman. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu
wawancara, observasi dan dokumentasi, dengan menggunakan format asuhan
keperawatan. Hasil pengkajian yang di dapatkan dari pasien Benigna Prostat Hiperplasia
masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan rasa nyaman. Intervensi yang
dilakukan selama 4 hari perawatan. Hasil evaluasi pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia yang didapatkan masalah gangguan rasa nyaman dapat teratasi. Pada pasien
Benigna Prostat Hiperplasia dengan masalah gangguan rasa nyaman hendaknya berlatih
tekhnik relaksasi nafas dalam yang telah diajarkan dapat mengurangi rasa nyeri akut.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, Benigna


Prostat Hiperplasia, tekhnik relaksasi nafas dalam.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KEASLIAN PENELITIAN ................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... viii
MOTTO ............................................................................................................... ix
ABSTRAK ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B.Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C.Tujuan Penulisan ............................................................................................... 4
D.Manfaat Penulisan ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis ........................................................................................ 7
B. Asuhan Keperawatan dalam Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri) ...................... 25
C. Konsep Masalah Keperawatan Benign Prostat Hiperplasia ............................. 42
D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien benigna prostat
Hyperplasia ...................................................................................................... 45
BAB III METODE PENILITIAN
A. Pendekatan / Desain Penelitian ........................................................................ 61
B. Subjek Penelitian .............................................................................................. 61
C. Definisi Operasional ......................................................................................... 62
D. Tempat dan Waktu Penelitan ........................................................................... 64
E. Prosedur Penlitian ............................................................................................. 64
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ....................................................... 64
G.Keabsahan Data ................................................................................................. 66
H.Analisa Data ...................................................................................................... 66
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Studi Kasus ............................................................................................. 69
B.Pembahasan ...................................................................................................... 78
C.Keterbatasan Studi Kasus ................................................................................. 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................................... 86
Saran...................................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1. Perbedaan nyeri akut dan kronis ...................................................... 26
Tabel 2.2. Nyeri Akut ....................................................................................... 35
Tabel 2.3. Intervensi Keperawatan pre operasi benigna prostat hyperplasia .... 52
Tabel 2.4. Intervensi keperawatan post operasi benigna prostat hyperplasia ... 57
Tabel 4.1. Analisa Data ..................................................................................... 71
Tabel 4.2. Rencana Keperawatan...................................................................... 73
Tabel 4.3. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ........................................ 74

xii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Anatomi kelenjar prostat .............................................................. 9
Gambar 2.2. Perubahan Testosteron Menjadi Dihidrotestosteron Oleh
Enzim 5α-reductase ...................................................................... 14
Gambar 2.3. Prostat normal dan prostat dengan Benign prostate
Hyperplasia .................................................................................... 15

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Bebas Pustaka

Lampiran 2. Surat Keterangan Bebas Administrasi

Lampiran 3. Surat Pengambilan Data Awal Penelitian

Lampiran 4. Lenbar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)

Lampiran 5. Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 6. Format Judul Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 7. SOP Tehnik Relaksasi Nafas Dalam

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) termasuk kesulitan dalam mulai dan

perasaan buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh

lebih besar, ia menekan uretra dan mempersempitnya lalu menghalangi

aliran urin. Kandung kemih mulai mendorong lebih keras untuk

mengeluarkan air seni, yang menyebabkan otot kandung kemih menjadi lebih

besar dan lebih sensitif. Ini membuat kandung kemih tidak pernah benar-benar

kosong dan menyebabkan perasaan perlu sering buang air kecil. Gejala lain

termasuk aliran urin yang lemah. Pembesaran prostat jinak yang tidak

ditangani dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius, yaitu: Infeksi

saluran kemih. Penyakit batu kandung kemih. Tidak bisa buang air kecil

(Nunes et all, 2018).

BPH dapat menyebabkan obstruksi saluran kandung kemih. Bila

kandung kemih harus bekerja lebih keras untuk mendorong urin keluar dalam

jangka waktu yang lama, maka dinding otot kandung kemih membentang dan

melemahkan sehingga tidak lagi berkontraksi dengan benar, sehingga dapat

terjadi ketidaknyamanan.

Ada beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan untuk penderita

BPH salah satu yang paling sering dilakukan yakni Trans Urethral Resection

of the Prostate (TURP) adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat

melalui uretra (resektroskop). Keuntungan dari tindakan ini adalah tidak

dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, lebih aman

1
bagi pasien berisiko, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat, angka

morbiditas lebih rendah dan menimbulkan sedikit nyeri (Smeltzer, 2015).

Untuk melakukan pembedahan dibutuhkan Prostatektomi terbuka yang

merupakan pilihan tindakan bedah utama bagi pasien benign prostatic

hyperplasia dengan ukuran prostat yang terlalu besar (100 gram atau lebih)

dibandingkan transurethral resection of the prostate (TURP). Ukuran prostat

yang terlalu besar dapat mengakibatkan tidak tuntasnya reseksi pada TURP

(Smeltzer, 2015).

Relaksasi merupakan keadaan dimana tubuh dan pikiran merasa

nyaman, tenang, rileks, terkontrol, dan jauh dari ketegangan (Audah, 2011).

Beberapa macam teknik relaksasi dapat diterapkan pada klien yang mengalami

nyeri, salah satunya relaksasi nafas dalam (Perry&Potter, 2009). Teknik

relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan nyeri akut dengan

merilekskan tegangan otot yang menunjang nyeri, dengan cara menarik napas

(inspirasi) secara perlahan kemudian ditahan selama ±5 detik dan akhirnya

dihembuskan (ekspirasi) secara perlahan pula diikuti dengan merilekskan otot-

otot bahu (Smeltzer, et.al, 2010).

Teknik relaksasi napas dalam dapat memberikan individu kontrol diri

ketika terjadi rasa ketidaknyamanan atau cemas, stress fisik dan emosi yang

disebabkan oleh nyeri akut. Teknik ini tidak hanya digunakan untuk individu

yang sakit tetapi bisa juga digunakan pada individu yang sehat. Pelaksanaan

teknik relaksasi bisa berhasil jika pasien kooperatif (Perry & Potter, 2009).

Disamping teknik relaksasi napas dalam, ada beberapa terapi non farmakologi

2
lainnya yang secara umum telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat

dalam meredakan nyeri, salah satunya adalah terapi dzikir. Terapi dzikir

secara istiqomah dan tuma’ninah (tidak tergesa-gesa) memberikan efek

relaksasi secara simultan pada hati, otak dan otot. Pada hati akan

menimbulkan rasa tenang dan tentram. Sehingga membuat otak bisa lebih

berpikir jernih, dan otot pun tidak tegang atau pun mengalami kontraksi.

Secara keseluruhan akan berdampak pada perbaikan dan peningkatan

kesehatan mental dan tubuh. Terapi dzikir ini juga bagus untuk orang yang

mempunyai penyakit tekanan darah tinggi dan jantung dikarenakan adanya

efek relaksasi secara simultan diatas (Fuad, 2011).

Berdasarkan Data dari RSUD Kota Kendari di ruang Melati kasus

Benigna Prostat Hiperplasia pada tahun 2018 didapatkan 4 kasus, pada tahun

2019 terjadi peningkatan yaitu 18 kasus, sedangkan pada tahun 2020 terjadi

penurunan sebanyak 12 kasus (Profil RSUD Kota Kendari 2020).

Peran perawat sebagai care provider yaitu memberikan pelayanan

keperawatan kepada individu yang difokuskan pada penanganan nyeri.

Peran perawat sebagai clien advocate, perawat juga berperan sebagai

pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan lingkungan yang

aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya

komplikasi dari BPH. Peran perawat sebagai conselor yaitu sebagai tempat

konsultasi dari masalah yang dialami BPH dengan mengadakan perencanaan

terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (Pahlevi,

2012).

3
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah tersebut dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“Asuhan Keperawatan pada Tn.U dengan Benigna Prostat Hiperplasia dalam

pemenuhan kebutuhan kenyamanan diruang melati RSUD Kota Kendari”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan keperawatan pada Tn.U dengan Benigna Prostat

Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di ruang melati RSUD

Kota Kendari ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu Melaksanakan Asuhan keperawatan pada Tn.U dengan

Benigna Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di

ruang melati RSUD Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Tn.U dengan Benigna Prostat Hiperplasia

dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di ruang melati RSUD Kota

Kendari.

b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.U dengan Benigna

Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di

ruang melati RSUD Kota Kendari.

c. Merumuskan Intervensi keperawatan pada Tn.U dengan Benigna

Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di

ruang melati RSUD Kota Kendari.

4
d. Melakukan Implementasi pada Tn.U dengan Benigna Prostat

Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan di ruang melati

RSUD Kota Kendari.

e. Melakukan evaluasi Asuhan keperawatan pada Tn.U dengan Benigna

Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan

diruang melati RSUD Kota Kendari.

f. Analisis tindakan keperawatan pada Tn.U dengan Benigna Prostat

Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan diruang melati

RSUD Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat tentang

bahaya yang diakibatkan pada pasien benigna prostat hiperplasia.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan informasi bagi RSUD Kota Kendari khususnya

mengenai asuhan keperawatan pada klien Tn. U dengan Benigna Prostat

Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan diruang melati

RSUD Kota Kendari.

3. Bagi pengembangan Ilmu dan tekhnologi Keperawatan:

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

benigna prostat hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan.

5
4. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang benigna prostat hiperplasia

dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis BPH

1. Definisi

Benign Prostatic Hyperplasia atau Benigna Prostat Hyperplasia

(BPH) disebut juga Nodular hyperplasia, benign prostatic hypertrophy

atau Benign enlargement of the prostate (BEP) yang merujuk kepada

peningkatan ukuran prostat pada laki-laki usia pertengahan dan usia lanjut.

Benigna prostat hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan

seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin

berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis

kapsula dengan berat kira-kira 20 gram, berada di sekeliling uretra dan di

bawah leher kandung kemih pada pria. Bila terjadi pembesaran lobus

bagian tengan prostat akan menekan dan uretra akan menyempit.

Hyperplasia dari kelenjar prostat dan sel-sel epitel mengakibatkan

prostat menjadi besar. Ketika prostat cukup besar akan menekan saluran

uretra menyebabkan obstruksi uretra baik secara parsial maupun total. Hal

ini dapat menimbulkan gejala-gejala urinary hesiiitancy, sering berkemih,

peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan retensi urin (Suharyanto,

2009).

7
2. Anatomi dan Fisiologi prostat

a. Anatomi

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari

buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior.

Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya

kurang lebih 20 gram (Purnomo, 2012). Prostat memiliki kapsula

fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat prostat sebagai bagian

fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat berhubungan

dengan vesika urinaria, sedangkan bagian inferior berstandar pada

diafragma urogenital. Permukaan ventral prostat terpisah dari

simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal dalam spatium retropubicum

dan permukaan dorsal berbatas pada ampulla recti (Sjamsuhidajat dkk,

2012).

Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung

kemih, uretra, vas deferens, dan vesikula seminalis. Prostat terletak di

atas diafragma panggul sehingga uretra terfiksasi pada diafragma

tersebut, dapat terobek bersama diafragma bila terjadi cedera. Prostat

dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur (Sjamsuhidajat dkk, 2012).

Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer,

zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona

periurethra. Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang

terdiri dari 70% jaringan kelenjar sedangkan zona sentral terdiri dari

25% jaringan kelenjar dan zona 15 transisional hanya terdiri dari 5%

8
jaringan kelenjar. Sebagian besar kejadian BPH terdapat pada zona

transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari

zona perifer (Junqueira, 2007).


7
Kelenjar prostat mengandung cukup banyak jaringan fibrosa dan

jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua

duktus ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar

limfe regionalnya ialah kelenjar limfe hipogastrik, sacral, obturator,

dan iliaka eksterna (Sjamsuhidajat dkk, 2012).

Gambar 2.1 Anatomi kelenjar prostat (Anonim, 2012)

b. Fisiologi Prostat

Kelenjar Kelamin Pria terbagi beberapa jenis yaitu :

1) Vesikel Seminalis

Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong

terkonvusi (berkelok-kelok) yang bermuara ke dalam duktus

ejaculator menghasilkan secret berupa cairan kental dan basa

yang kaya akan fruktosa yang berfungsi untuk melindungi dan

9
memberi nutrisi sperma, yang meningkatkan pH ejakulat dan

mengandung prostaglandin yang menyebabkan gerakn

spermatozoa lebih cepat, sehingga lebih cepat sampi ke tuba

fallopi. Setengah lebih sekresi vesik seminalis dalah semen

(Wibowo, 2012).

Cairan seminal adalah cairan tempat berenangnya

spermatozoa. Cairan ini memberi nutrien (makan) kepada

spermatozoa dan membantu motilitas spermatozoa. Setelah

berjalan dari vesicula seminalis dan ductus ejakulatorius ke

urethra, disini ditambahkan sekresi prostat dan sekresi dari

glandula bulbourethralis. Akhirnya cairan seminal ini

diejakulasikan selama rangsangan seksual. Sekresi prostat ini

merupakan komponen paling besar dari cairan seminal (Wibowo,

2012).

2) Kelenjar Prostat

Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang

panjangnya 4 cm, lebarnya 3 cm dan tebalnya 2 cm dengan berat

kira-kira 8 gram. Prostat mengelilingi bagian atas urethra dan

terletak dalam hubungan langsung dengan cervix vesicae urinaria.

Prostat tersusun atas jaringan kelenjar dan serabut-serabut otot

involunter dan bereda di dalam kapsul fibrosa (Wibowo, 2012).

Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran

lubang persik. Ini mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan

10
kandung kemih. Tertutup oleh kapsul jaringan conective tebal,

terdiri dari 20-30 senyawa kelenjar tubuloalveolar diembed dalam

massa (stroma) dari otot polos dan jaringan ikat padat (Wibowo,

2012).

Jaringan otot prostat berfungsi untuk membantu dalam

ejakulasi. Sekresi prostat diproduksi secara terus-menerus dan

diekskresikan ke dalam urin. Setiap hari diproduksi kira-kira 1

ml, tetapi jumlahnya tergantung dari kadar testosteron, karena

hormon inilah yang merangsang sekresi tadi. Sekret prostat

mempunyai pH 6,6 dan susunannya seperti plasma, tetapi

mengandung bahan- bahan tambahan misalnya kolesterol, asam

sitrat dan suatu enzim hialuronidase. Sekret prostat ditambahkan

ke dalam sperma dan cairan seminal pada saat sperma dan cairan

seminal melewati urethra (Wibowo, 2012).

Sekresi kelenjar prostat memasuki uretra prostat melalui

beberapa saluran prostat ketika kontrak otot polos saat ejakulasi.

Hal ini memainkan peran dalam mengaktifkan sperma dan

bertanggung jawab atas sebanyak sepertiga dari volume air mani.

Itu ia seperti susu, cairan sedikit asam yang mengandung sitrat

(sumber nutrisi), beberapa enzim (fibrinolisin, hialuronidase,

asam fosfatase), dan antigen prostatespecific (PSA). Prostat

memiliki reputasi sebagai perusak kesehatan (mungkin tercermin

dalam umum salah ucapan "prostat") (Wibowo, 2012).

11
Prostat sering membesar pada pria setengah umur atau umur

tua, dan pembesaran ini karena tekanan lain yang disebabkan oleh

apa saja pada sphincter urethra atau urethra itu sendisi, akan

menyebabkan retensi urin akut. Keadaan demikian dapat

disembuhkan dengan memasang kateter ke dalam vesica urinaria

atau melakukan prostat ektomi pada pasien tertentu (Wibowo,

2012).

3) Glandula Bulbourethtalis (Cowper)

Kelenjar bulbouretral (cowper) adalah sepasang kelenjar

yang ukuran dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar

ini mensekresi cairan basa yang mengandung mucus kedalam

uretra penis untuk melumasi dan melindungi serta ditambahkan

pada semen (spermatozoa+secret) (Wibowo, 2012).

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli–buli dan

mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempal

pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul.

Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar

buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal

kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma

(penyangga) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar

prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar

cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen.

12
Bahan–bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting

dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang

nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap

invasi mikroba.

Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses

reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain

seperti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun

ganas tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi

tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran urin.

Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya

pada laki-laki usia lanjut (Indah, 2011).

3. Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada

hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah

proses penuaan, ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain

(Kemenkes RI, 2019):

a. Dihydrotestosteron

b. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan

epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi

c. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron

d. Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen

dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

13
e. Interaksi stroma - epitel

f. Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi

stroma dan epitel.

g. Berkurangnya sel yang mati

h. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

i. Teori sel stem

j. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

4. Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Gambar 2.2 Perubahan Testosteron Menjadi Dihidrotestosteron


Oleh Enzim 5α-reductase (Roehrborn C et al, 2012).

BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel

epitel berinteraksi. Sel-sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon

seks dan respon sitokin. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen

yang dianggap sebagai mediator utama munculnya BPH. Hormon ini

dihasilkan dengan mengubah testosteron menjadi DHT oleh bantuan

14
enzim tertentu yang terjadi didalam prostat. Pada penderita ini hormon

DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada

pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan menginduksi

epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi penyempitan

uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala obstruktif yaitu :

hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et

al, 2016).

a. Prostat normal b. Benign prostate


hyperplasia

Gambar 2.3
Prostat normal dan prostat dengan Benign prostate hyperplasia

Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-

40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi

perubahan patologi, anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan.

Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga

stromal dan elemen glandular pada prostat.

15
5. Manifestasi Klinis

a. Gejala iritatif meliputi (Kemenkes RI, 2019) :

1) Peningkatan frekuensi berkemih

2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)

3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda

(urgensi)

4) Nyeri pada saat miksi (disuria)

b. Gejala obstruktif meliputi :

1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai

dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor

buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan

intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra

prostatika.

2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang

disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam

pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi

3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing

4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran

destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di

uretra

5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa

belum puas.

6) Urin terus menetes setelah berkemih

16
c. Gejala generalisata

Seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak

nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi

(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

1) Derajat I: penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,

kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada

malam hari.

2) Derajat II: adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita

akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing

malam bertambah hebat.

3) Derajat III: timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini

maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden

menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis,

hidronefrosis.

6. Penatalaksanaan

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan

obstruksi, dan kondisi klien (Mansjoer Arief, 2000).

a. Observasi

Dilakukan pada klien dengan keluhan ringan, nasehat yang

diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk

mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan

(parasimpatolitik), dan mengurangi minum kopi dan tidak

diperbolehkan minum alkohol.

17
b. Terapi Medikamentosa

1) Penghambat adrenergik

Obat yang biasa dipakai ialah prazosin, yang berfungsi untuk

mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas

destrusor.

2) Penghambat 5-a-reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride. Golongan obat ini dapat

menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang

membesar akan mengecil.

3) Fitoterapi

a. Terapi Bedah

Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung

berat ringannya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk

terapi bedah, yaitu :

1) Retensio urine berulang.

2) Hematuri

3) Tanda penurunan fungsi ginjal.

4) Infeksi saluran kemih berulang.

5) Tanda-tanda obstruksi berat, yaitu divertikel, hidroureter,

dan hidronefrosis.

6) Ada batu saluran kemih.

18
7. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1) Urinalisis / Sedimen Urin

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan

adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.

Pemeriksaan kultur urin berguna untuk dalam mencari jenis

kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan

dan dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria.

Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu

dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat

kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan

pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah

mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan

urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada

leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter

(Purnomo, 2014).

2) Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan

pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan

bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30%

dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko

terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering

19
dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan

mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Oleh karena itu

pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu

tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih

bagian atas (Purnomo, 2014).

3) Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ

specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai

untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini

jika kadar PSA tinggi berarti:

(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat.

(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek.

(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan

pada peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat

atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan

prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang

dianggap normal berdasarkan usia adalah : a. 40-49 tahun : 0-2,5

ng/ml; b. 50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml; c. 60-69 tahun : 0-4,5

ng/ml; d. 70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml.

Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya

karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko

terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan

20
dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok

dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh

karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat

penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma

prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai

negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah

satu pemeriksaan BPH (Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI),

2015).

b. Pencitraan

1) Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu di

saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala

dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin,

yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV

(Pielografi Intravena) dapat menerangkan kemungkinan adanya:

kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau

hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang

ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli

oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal, dan penyulit

yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel,

atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien

BPH dengan memakai PIV atau USG, ternyata bahwa 70-75%

tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih bagian

21
atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian

kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan berbeda dari

yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas

tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali

jika pada pemeriksaan awal ditemukan adanya:

a) Hematuria.

b) infeksi saluran kemih.

c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG).

d) riwayat urolitiasis.

e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran

urogenitalia (IAUI, dalam, Purnomo, 2014).

2) Pemeriksaan Ultrasonografi Transrektal (TRUS)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui besar atau

volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran

prostat maligna, sebagai guideline (petunjuk) untuk melakukan

biopsi aspirasi prostat, menetukan jumlah residual urine, dan

mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam buli-buli.

Disamping itu ultrasonografi transrectal mampu untuk

mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat

obstruksi BPH yang lama (Purnomo, 2014).

22
c. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan Derajat Obstruksi (IAUI, dalam, Purnomo, 2014);

1) Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi yang dapat

dihitung dengan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan

pemeriksaan USG setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada

orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL.

Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual

urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu

urine tidak lebih dari 12 mL.

2) Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu

dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang

menyajikan gambaran grafik pancaran urin yang meliputi lama

waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum

pancaran, dan volume urin yang dikemihkan. Pemeriksaan yang

lebih teliti lagi yaitu urodinamika.

8. Klasifikasi

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk

menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO, Prostate Symptom

Score (PSS). Derajat ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat:

skor 20−35 (Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain itu, ada juga yang

23
membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH. Derajat berat

BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :

a. Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine

sampai habis.

b. Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine

walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150cc. Ada

rasa tidak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.

c. Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

d. Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine

menetes secara periodik (over flow inkontinen).

9. Komplikasi

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :

a. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.

b. Infeksi saluran kemih

c. Involusi kontraksi kandung kemih

d. Refluk kandung kemih

e. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus

berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung

urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

24
f. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

g. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat

terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah

keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila

terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.

h. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada

waktu miksi pasien harus mengedan.

B. Asuhan Keperawatan dalam Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri)

1. Definisi

Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman, kelegaan.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat

sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam

hal skala atau tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Alimul,

2008).

Menurut Judha, et al, (2012), nyeri adalah pengalaman sensori

nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual dan potensial yang terlokalisasi pada suatu

bagian tubuh, seringkali dijelaskan dalam istilah proses distruktif,

jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,

perasaan takut, mual dan takut.

25
2. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum terbagi menjadi dua, yaitu nyeri

akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara tiba-

tiba dan cepat menghilang, tidak melebihi enam bulan, serta ditandai

adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang

timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung lebih dari enam

bulan. (Uliyah & Hidayat, 2008). Perbedaan nyeri akut dan kronis dapat

dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status
eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau
penyakit dari dalam pengobatan yang terlalu
lama.
Serangan Mendadak / tiba-tiba Bisa mendadak,
berkembang, dan
terselubung
Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enam
bulan, sampai
bertahun-tahun
Pernyataan Nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti dibedakan
intensitasnya,
sehingga sulit
dievaluasi (perubahan
perasaan)
Gejala-gejala Klinis Pola respons yang khas Pola respons yang
dengan gejala yang lebih bervariasi, sedikit
jelas gejala-gejala (adaptasi)
Pola Terbatas Berlangsung terus
sehingga bervariasi
Perjalanan Biasanya berkurang Penderitaan meningkat
setelah beberapa saat setelah beberapa saat.
Sumber : Long 1982 dalam (Uliyah & Hidayat, 2008).

26
3. Skala Nyeri

Pengukuran nyeri dapat menggunakan beberapa skala, salah satu

alat untuk mengukur tingkat keparahan nyeri yaitu :

a. Skala Deskriptif Verbal

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Berat
Nyeri

Skala ini merupakan sebuah garis yang didalamnya terdapat

beberapa kalimat pendeskripsian yang tersusun dalam jarak yang

sama sepanjang garis. Pada alat ukur ini, diurutkan dari tidak ada

nyeri sampai nyeri paling hebat. Perawat meminta pada klien

menunjukkan skala tersebut. Penilaian skala nyeri 0-10 dapat dilihat

pada penjelasan berikut.

1) Skala 0: Tidak ada rasa nyeri / normal

2) Skala 1: Nyeri hampir tidak terasa (sangat ringan) seperti

gigitan nyamuk,

3) Skala 2: Tidak menyenangkan (nyeri ringan) seperti dicubit

4) Skala 3: Bisa ditoleransi (nyeri sangat terasa) seperti ditonjok

bagian wajah atau disuntik

5) Skala 4: Menyedihkan (kuat, nyeri yang dalam) seperti sakit gigi

dan nyeri disengat tawon

6) Skala 5: Sangat menyedihkan (kuat, dalam, nyeri yang menusuk)

seperti terkilir, keseleo

27
7) Skala 6: Intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat

sehingga tampaknya mempengaruhi salah satu dari panca

indra) menyebabkan tidak fokus dan komunikasi terganggu.

8) Skala 7: Sangat intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu

kuat) dan merasakan rasa nyeri yang sangat mendominasi indra

sipenderita yang menyebabkan tidak bisa berkomunikasi dengan

baik dan tidak mampu melakukan perawatan sendiri.

9) Skala 8: Benar-benar mengerikan (nyeri yang begitu kuat)

sehingga menyebabkan sipenderita tidak dapat berfikir jernih, dan

sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika nyeri

datang dan berlansung lama.

10) Skala 9: Menyiksa tak tertahankan (nyeri yang begitu kuat)

sehingga sipenderita tidak bisa mentoleransinya dan ingin segera

menghilangkan nyerinya bagaimanapun caranya tanpa

peduli dengan efek samping atau resiko nya.

11) Skala 10: Sakit yang tidak terbayangkan tidak dapat

diungkapkan (nyeri begitu kuat tidak sadarkan diri) biasanya pada

skala ini sipenderita tidak lagi merasakan nyeri karena sudah

tidak sadarkan diri akibat rasa nyeri yang sangat luar biasa

seperi pada kasus kecelakaan parah, multi fraktur.

b. Skala Numerik

28
Skala yang digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.

Dalam pengukuran ini, diberikan skala 0-10 untuk menggambarkan

keparahan nyeri. Angka 0 berarti klien tidak merasa nyeri,

sedangkan angka 10 mengindikasikan nyeri paling hebat. Skala

ini efektif digunakan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

terapeutik.

c. Skala Analog Visual

Tidak Nyeri sangat


Nyeri hebat

Skala ini merupakan alat pengukuran yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus yang berbentuk garis lurus serta

memiliki alat pendeskripsi verbal disetiap ujungnya. Pada skala ini,

memberikan kebebasan pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat

keparahan nyeri yang di rasakan klien.

d. Skala Wong Baker Faces

Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan

karena hanya dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap

muka tanpa kita menanyakan keluhannya.

Dalam pengukuran skala nyeri, yang harus diperhatikan

perawat yaitu tidak boleh menggunakan skala tersebut sebagai

29
perbandingan untuk membandingkan skala nyeri klien. Hal ini

karena diakibatkan perbedaan ambang nyeri pada tiap-tiap individu.

(Prasetyo, 2010).

4. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pada masalah nyeri (gangguan rasa nyaman) yang dapat

dilakukan adalah adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi

nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian dapat

dilakukan dengan cara PQRST :

- P (pemacu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau

ringannya nyeri.

- Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam,

tumpul, atau tersayat.

- R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri.

- S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.

- T (time) adalah lama / waktu serangan atau frekuensi nyeri.

5. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

30
Menurut PPNI (2017) Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau

emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan.

Terdapat tiga penyebab utama nyeri akut menurut (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu:

a. Agen pencedera fisiologis yaitu seperti inflamasi, iskemia, neoplasma

b. Agen pencedera kimiawi yaitu seperti, terbakar, bahan kimia iritan

c. Agen pencedera fisik yaitu seperti, abses, amputasi, terbakar,

terpotong, mengankat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik

berlebihan.

Gejala dan tanda Nyeri menurut PPNI (2017) adalah sebagai

berikut:

a. Mayor

1) Subjektif

Mengeluh nyeri

2) Objektif

a) Tampak meringis

b) Bersifat protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)

c) Gelisah

d) Frekuensi nadi meningkat

e) Sulit tidur

31
b. Minor

1) Subjektif

Tidak ditemukan data subjektif

2) Objektif

a) Tekanan darah meningkat

b) Pola nafas berubah

c) Nafsu makan berubah

d) Proses berpikir terganggu

e) Menarik diri

f) Berfokus pada diri sendiri

g) Diaforesis

Rumusan diagnosa keperawatan adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan pasien

mengatakan mengeluh nyeri pasien tampak meringis, bersikap protektif,

gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat.

6. Perencanaan keperawatan

Perencanaan merupakan langkah perawat dalam menetapkan

tujuan dan kriteria/hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan

intervensi keperawatan. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa dalam

membuat perencanaan perlu mempertimbangkan tujuan, kriteria yang

diperkirakan/diharapkan, dan intervensi keperawatan (Andarmoyo, 2013).

Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

32
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan (Tim Pokja SIKI

DPP PPNI, 2018).

Luaran (Outcome) Keperawatan merupakan aspek-aspek yang

dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi

pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi

keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis

keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir

intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator atau kriteria-

kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan

yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu

diturunkan) (Tim Pokja SLKI PPNI, 2018).

Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama

luaran keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi

(penilaian terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau

membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau

diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi,

menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-based).

Ekspetasi luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya

bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan,

menurun artinya berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat

atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan efek yang lebih baik,

adekuat, atau efektif. Pemilihan luaran keperawatan tetap harus didasarkan

33
pada penilaian klinis dengan mempertimbangkan kondisi pasien, keluarga,

kelompok, atau komunitas (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu label,

definisi dan tindakan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Label

merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi mengenai intervensi

keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali

dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau

penjelas dari intervensi keperawatan. Terdapat 18 deskriptor pada label

intervensi keperawatan yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling,

konsultasi, latihan, manajemen, pemantauan, pemberian, pemeriksaan,

pencegahan, pengontrolan, perawatan, promosi, rujukan, resusitasi,

skrining dan terapi. Definisi merupakan komponen yang menjelaskan

tentang makna dari tabel intervensi keperawatan. Tindakan adalah

rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan pada

intervensi keperawatan terdiri atas tindakan observasi, tindakan terapeutik,

tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018).

Sebelum menentukan perencanaan keperawatan, perawat terlebih

dahulu menetapkan tujuan. Dalam hal ini tujuan yang diharapkan pada

klien dengan nyeri akut yaitu: Tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak

bersikap protektif, tidak gelisah, tidak mengalami kesulitan tidur,

frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik, melaporkan nyeri

34
terkontrol, kemampuan mengenali onset nyeri meningkat, kemampuan

mengenali penyebab nyeri meningkat, dan kemampuan menggunakan

teknik non-farmakologis. Setelah menetapkan tujuan dilanjutkan dengan

perencanaan keperawatan. Rencana keperawatan pada pasien dengan nyeri

akut antara lain: pemberian analgesik dan manajemen nyeri.

Tabel 2. Perencanaan Keperawatan pada Diagnosa Keperawatan dengan


Nyeri Akut

Perencanaan
Diagnosa Luaran
No Keperawatan
Keperawatan SLKI
SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Intervensi Utama:
berhubungan asuhan
Dukungan Nyeri
dengan agen keperawatan selama 3 Akut: Pemberian
pencedera kali
fisik (prosedur analgesik
24 jam, maka
operasi) Observasi
diharapkan tingkat nyeri
1) Identifikasi
menurun dan kontrol
karakteristik nyeri
nyeri meningkat dengan
(mis. pencetus,
kriteria hasil:
pereda, kualitas,
1) Tidak mengeluh
nyeri lokasi, intensitas,
2) Tidak meringis frekuensi, durasi)
3) Tidak bersikap 2) Identifikasi riwayat
protektif alergi obat
4) Tidak gelisah 3) Identifikasi
5) Tidak mengalami kesesuaian jenis
kesulitan tidur
analgesik (mis.
6) Frekuensi nadi
membaik narkotika, non-
7) Tekanan darah narkotika, atau
membaik NSAID) dengan
8) Melaporkan nyeri tingkat keparahan
terkontrol nyeri
9) Kemampuan 4) Monitor tanda-
mengenali onset
tanda vital sebelum
nyeri meningkat
10) Kemampuan dan sesudah
mengenali penyebab pemberian analgesik
nyeri meningkat 5) Monitor efektifitas
11) Kemampuan analgesik
menggunakan

35
teknik non- Terapeutik
farmakologis 1) Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal
2) Pertimbangkan
pengguanaan infus
kontinu, atau
bolus oploid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
3) Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respons pasien
4) Dokumentasikan
respons
terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak
diinginkan
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi
Dukungan Nyeri
Akut: Manajemen
Nyeri
Observasi
1) Identifikasi
lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala

36
nyeri
3) Identifikasi
respons nyeri non
verbal
4) Identifikasi
faktor yang
memperberat
dan memperingan
nyeri
5) Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6) Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7) Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
8) Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
9) Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
1) Berikan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing,

37
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat
dan tidur
4) Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian
analgetik

Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan 2018

38
7. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat

melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan

sebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas

melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus

yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP

PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan

kreativitas perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus

mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi

keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase

persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,

implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua

merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada

tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah

implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2008).

Tahap ini akan muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien.

Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda denga

urutan yang dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien (Debora,

2012).

Implementasi keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana jika

perawat mempunyai kemampuan kognitif, kemampuan hubungan

interpersonal, dan keterampilan dalam melakuka tindakan yang berpusat

pada kebutuhan pasien (Dermawan, 2012).

39
8. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses

keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan

keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter &

Perry, 2010). Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam

proses keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi

terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama

program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah

program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan

keputusan (Deswani, 2011).

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk

SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang

masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif)

adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat

secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan

keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan

objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam

rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila

pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada

tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai

sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak

mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan

40
yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana tindakan

berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan

menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan

melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan

pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses (Dinarti, Aryani,

Nurhaeni, Chairani, & Utiany., 2013).

Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien

hadapi yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil.

Evaluasi penting dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah

tindakan keperawatan. Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan,

baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan mendapatkan

informasi yang tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau

menghentikan asuhan keperawatan yang diberikan (Deswani, 2011).

Evaluasi keperawatan terhadap pasien yang mengalami nyeri akut

yang diharapkan adalah:

a. Tidak mengeluh nyeri

b. Tidak meringis

c. Tidak bersikap protektif

d. Tidak gelisah

e. Kesulitan tidur menurun

f. Frekuensi nadi membaik

g. Melaporkan nyeri terkontrol

h. Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat

41
i. Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat

j. Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis meningkat

C. Konsep Masalah Keperawatan Benign Prostat Hiperplasia

1. Pengertian Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan

suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan

atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual

maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

2. Kriteria Mayor dan Minor

Menurut (PPNI, 2017) menyatakan kriteria mayor merupakan

tanda atau gejala yang ditemukan 80%-100% pada klien untuk validasi

diagnosis. Sedangkan kroteria minor merupakan tanda atau gejala yang

tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung

penegakkan diagnosis.

3. Faktor yang Berhubungan

Faktor yang berhubungan atau penyebab pada masalah

keperawatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

status kesehatan yang mencakup empat kategori yaitu : Fisiologis,

biologis atau psikologis, efek terapi atau tindakan, lingkungan atau

personal, dan kematangan perkembanngan (PPNI, 2017).

42
4. Pathway Benign Prostat Hiperplasia

Perubahan keseimbanngan antara hormone


Testoteron dan estrogen

Dehidro Testosteron (DHT) Hidrolisis

Diikat reseptor
(dalam sitoplasma sel prostat)
Proses menua
Mempengaruhi inti sel Interaksi
Peningkatan Ketidakseimbangan (RNA) sel epitel
Inflamasi
Sel stem Hormone Sintesa protein dan stroma
Proliferasi sel

Hyperplasia pada epitel dan


stroma pada kelenjar prostat

BPH
Benigna Prostat Hyperplasia

penyempitan lumen uretra


pars prostatika

menghambat aliran urin

Bendungan Vesica Urinaria

Peningkatan tekanan intra


Vesical
Hiperiritable pada blader
Retensi Urine Kontraksi
Peningkatan kontraksi otot detrusor, kontraksi otot suprapubik
(D.0050) Tidak adekuat
Trabekulasi
Tekanan mekanis
Refluks urin Hipertropi otot detrusor
Merangsang Nosiseptor
Trabekulasi
Hidroureter
Terbentuknya selula, sekula dan Dihantarkan oleh
Hidronefrosis Diventrikel buli-buli serabut syaraf

Penurunan LUTS
fungsi ginjal (Lower Urinary Tract Syndrome)

Gejala obstruktif Gejala iritatif

• Intermitten • urgensi
• Hesiteansi • Frekuensi BAK sering
• Terminal dribbling (nocturia,diurnal uria)
• Pancaran lemah • Dysuria Nyeri Akut
• BAK tidak puas (D.0077)

Gangguan pola
tidur
(D.0055)

Gangguan Eliminasi Urine


(D.0040)

43
Prosedur pembedahan

Pre operasi post operasi


Nyeri akut
Kurang terpapar informasi mengenai folley catteter Tindakan Invasif (D.0077)
Prosedur pembedahan
Defisit Pengetahuan
Luka insisi
(D.0111)
Risiko Infeksi
Ansietas
(D.0142)
(D.0080)

Perdarahan

Tidak terkontrol

Risiko Perdarahan
(D.0012)

Bagan 2.1 Patway Benigna Prostat Hiperplasia


Sumber : (Pratiwi, 2017) (PPNI, 2016b).

44
D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien benigna prostat Hyperplasia

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan

yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,

agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan

kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, social dan

lingkungan (Dermawan, 2012).

a. Pengumpulan Data

1) Identitas pasien : Meliputi nama , umur, jenis kelamin,

pekerjaan, alamat, tempat tinggal

2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pasien BPH keluhan keluhan

yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran

melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi ( sulit memulai

miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi

memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine.

3) Riwayat penyakit dahulu : Kaji apakah memilki riwayat infeksi

saluran kemih (ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat.

Apakah pasien pernah menjalani pembedahan prostat.

4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga

yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah

anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya.

5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan

pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar

45
sebelum maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan,

rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana

pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapinya.

b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual

1) Pola Nutrisi

Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari-hari, jenis makanan

apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,

frekwensi makanannya.

2) Pola Eliminasi

Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya,

ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari

untuk berkemih (nokturia), kekuatan system perkemihan.

Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau

mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi,

apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi

prostat kedalam rectum.

3) Pola personal hygiene

Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun

atau tidak, menyikat gigi.

4) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan

sebelum tidur apa saja yang dilakukan?

46
5) Pola aktivitas dan latihan

Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas

diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di

kampung dan sekitarnya.

6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,

ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).

7) Hubungan peran

Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-

teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?

8) Pola persepsi dan konsep diri

Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap

keluarga, kebersamaan dengan keluarga.

9) Pola nilai kepercayaan

Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap

agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut

dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.

10) Pola reproduksi dan seksual

Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan

keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.

c. Riwayat pengkajian nyeri

P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang

biasa memperberat ? apa yang bias mengurangi ?

47
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana

gejala dirasakan

R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?

S : Skala – severity: Seberapa tingkat keparahan dirasakan? Pada

skala berapa ?

T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala

dirasakan?

tiba-tiba atau bertahap ? seberapa lama gejala dirasakan?


d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 37,

C, nadi 60-100X/ menit, RR 16-20x / menit tensi 120/ 80 mmHg.

2) Pemeriksaan head to toe

Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi :

Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,

penekanan

Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bauh ?

Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak

mata, adanya benda asing, skelera putih ?

Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi

akibat trauma?

Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering? Bibir : Perlukaan,

pendarahan, sianosis, kering? Rahang : Perlukaan, stabilitas?

48
Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar

tiroid

e. Pemeriksaan dada

1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan

ekspirasi pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar

suara napas tambahan bentu dada?

2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama

antara kanan kiri dinding dada.

3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara

redup pada batas paru dan hipar.

4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan

paru, suara ronchi dan wheezing

f. Kardiovaskuler

1) Inspeksi: Bentuk dada simetris

2) Palpasi: Frekuensi nadi,

3) Parkusi: Suara pekak

4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur.

g. System pencernaan / abdomen

1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah

abdomen membuncit atau datar , tapi perut menonjol atau tidak,

lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan-

benjolan/massa.

49
2) Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses)

turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien,

apakah tupar teraba, apakah lien teraba?

3) Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau

cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika

urinaria, tumor,)

4) Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35

kali permenit.

h. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

1) Warna dan suhu kulit

2) Perabaan nadi distal

3) Depornitas extremitas alus

4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

6) Derajat nyeri bagian yang cidera

7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

8) Reflek patella

i. Pemeriksaan pelvis/genitalia

1) Kebersihan, pertumbuhan rambut.

2) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter,

terdapat lesi atau tidak.

50
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap

pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah

kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan .

Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukanasuhan

keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai kesehatan

yang optimal (PPNI, 2016):

Pre operasi :

a. Nyeri akut (D.0077)

b. Retensi urin (D.0050)

c. Gangguan Eliminasi urin (D.0040)

d. Ansietas (D.0080)

e. Gangguan pola tidur (D.0055)

f. Defisit pengetahuan (D.0111)

Post operasi :

a. Nyeri akut (D.0077)

b. Risiko Infeksi (D.0142)

c. Risiko perdarahan (D.0012)

3. Intervensi keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah

perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan

pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan

dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2016).

51
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan pre operasi benigna prostat hyperplasia

Tujuan dan kriteria


Intervensi
No Diagnosa hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (D.l.08238)
dengan agen selama Observasi
pencedera …x… diharapkan nyeri Identifikasi lokasi,
fisiologis (Mis. menurun dengan karakteristik, durasi,
Neoplasma) Kriteris hasil frekuensi, kualitas,
(D.0077) (D.L.08066) : intensitas nyeri Identifikasi
skala nyeri
1) Kemampuan pasien
Identifikasi respons nyeri
untuk menuntaskan
non verbal Identifikasi
aktivitas menurun
factor yang memperberat
2) Keluhan nyeri dan memperingan nyeri
menurun Identifikasi pengetahuan
3) Pasien tampak dan keyakinan tentang
meringis menurun nyeri
4) Frekuensi nadi Identifikasi pengaruh nyeri
membaik pada kualitas hidup
5) Pola nafas membaik Monitor keberhasilan terapi
6) Tekanan darah komplementer yang sudah
di berikan
membaik
Monitor efek samping
7) Fungsi berkemih penggunaan analgesic
membaik Terapeutik
8) Perilaku membaik Berikan eknik
9) Pola tidur membaik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi

52
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Retensi urin Setelah dilakukan Manajemen eliminasi
berhubungan tindakan urine (l.04152)
dengan keperawatan selama Observasi
peningkatan …x… kemampuan
Identifikasi penyebab
berkemih membaik
tekanan uretra retensi urine ( mis.
Dengan kriteria hasil
(D.0050) (L.03019) : Peningkatan tekanan
1) Sensasi berkemih uretra, kerusakan arkus
meningkat reflek, disfungsi
2) Desakan kandung neurologis, efek agen
kemih menurun farmakologis)
3) Distensi kandung Monitor intake dan output
kemih menurun cairan
4) Berkemih tidak Monitor distensi
tuntas menurun kandung kemih dengan
5) Nocturia palpasi/perkusi
menurun Pasang kateter urine, jika
6) Dysuria menurun perlu
7) Frekuensi BAK
membaik Terapeutik
8) Karakteristik urine Catat waktu-waktu dan
membaik haluaran berkemih Batasi
asupan cairan
Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur

Edukasi
Jelaskan penyebab retensi
urine

53
Anjurkan pasien atau
keluarga mencatat output
urine
Ajarkan cara melakukan
rangsangan berkemih
Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
Demontrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
suposutoria uretra, jika
perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen eliminasi
eliminasi urin tindakan urin & katerisasi urine
berhubungan keperawatan selama (l.04148)
…x… diharapkan observasi
dengan
pola eliminasi identifikasi tanda dan
penurunan
gejala retensi atau
kapasitas kembali normal
inkontenensia urine
kandung dengan kriteria hasil identifikasi factor yang
kemih (L.03019) : menyebabkan retensi atau
(D.0040) 1) Sensasi berkemih inkokntenensia urine
meningkat monitor urine (mis.
2) Desakan kandung Frekuensi, konsistensi,
aroma, volume, dan warna )
kemih menurun
Terapeutik
3) Distensi kandung
catat waktu-waktu dan
kemih menurun
haluaran berkemih
4) Berkemih tidak batasi asupan cairan,
tuntas menurun jikaperlu
5) Nocturia edukasi
menurun ajarkan tanda dan gejala
6) Dysuria menurun infeksi saluran kemih
ajarkan minum yang
cukup jika tidak ada
kontraindikasi
jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine anjurkan
menarik nafas saat
insersi selang urine

54
kolaborasi
kolaborasi pemberian obat
suposutoria uretra, jika
perlu
4 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
berhubungan tindakan (l.09314) Obeservasi
dengan krisis keperawatan selama Identifikasi saat tingkat
situasional …x… diharapkan ansietas berubah (mis.
(D.0080) pasien tidak cemas Kondisi, waktu, stresor)
Identifikasi kemampuan
dengan kriteria hasil
mengambil mengambil
(L09093): keputusan monitor tanda-
1) Perilaku gelisah tanda ansietas ( verbal dan
menurun nonverbal
2) Perilaku tegang Terapeutik
menurun Ciptakan suasan terapeutik
3) Frekuensi untuk menumbuhkan
kepercayaan temani pasien
pernafasan
untuk mengurangi
menurun kecemasan,
4) Frekuensi nadi jika memungkinkan
membaik gunakan pendekatan yang
menurun tenang dan meyakinkan
5) Konsentrasi pola motivasi
tidur membaik mengidentifikasi
situasi yang memicu
6) Pola berkemih
kecemasan
membaik
Edukasi
Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan presepsi latih Teknik
relaksasi
4.11anjurkan keluarga
untuk tetap Bersama
pasien, jika perlu
4.12latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat

55
Kolaborasi
kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
5 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan tidur (l.05174)
pola tidur tindakan selama Observasi
berhubungan …x… keperawatan identifikasi pola
dengan aktivitas dan tidur
nyeri/kolik pasien diharapkan
pola tidur membaik Identifikasi factor
(D.0055)
pengganggu tidur (fisik
dengan kriteria hasil
dan/atau psikologis)
(L.05045) : Identifikasi makanan atau
1) keluhan sulit tidur miuman yang menggangu
membaik tidur
2) keluhan sering Lakukan prosedur untuk
terjaga meningkatkan
3) keluhan tidak kenyamanan
Sesuaikan jadwal
puas tidur pemberian obat dan/atau
4) keluhan pola tidur tindakan untuk menunjang
berubah menurun siklus tisur- terjaga
5) keluhan istirahat Edukasi
tidak cukup Jelaskan pentingnnya
menurun tidur cukup selama sakit
4.9Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
Terapeutik
Modifikasi lingkungan
4.5Fasilitasi penghilang
stress jika perlu
6 Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
pengetahuan tindakan (l.12383)
berhubungan keperawatan selama Observasi
dengan kurang …x… diharapkan Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
terpapar tingkat pengetahuan
informasi
informasi meningkat dengan Identifikasi bahaya
(D.0111) kriteria hasil keamanan di
(L.12111) : lingkungan (mis.
1) perilaku sesuai Fisik, biologi, dan
anjuran kimia)
meningkat Terapeutik
2) kemampuan Sediakan materi dan media
menjelaskan Pendidikan kesehatan
Jadwalkan Pendidikan

56
pengetahuan kesehatan
tentang suatu Berikan kesempatan
topik meningkat untuk bertanya
Edukasi
3) pertanyaan
Jelaskan factor risiko
tentang masalah
yang dapat
yang dihadapi
mempengaruhi kesehatan
menurun Ajarkan perilaku hidup
4) pertanyaan sehat
tentang masalah 3.8 Ajarkan strategi yang
yang dihadapi dapat digunakan untuk
meningkat meningkatkan perilaku
5) perilaku membaik hidup bersih dan sehat

Tabel 2.4 Intervensi keperawatan post operasi benigna prostat hyperplasia

Tujuan dan kriteria


No. Diagnosis Intervensi
hasil
1. Nyeri Setelah Manajemen nyeri (l.08238)
akut dilakukan Observasi
berhubugan tindakan keperawatan Identifikasi factor
dengan selama …x… pencetus dan Pereda nyeri
tindakan diharapkan nyeri Monitor kualitas nyeri ( mis.
invasive
menurun dengan Terasa tajam, tumpul,
(D.0077)
kriteria hasil diremas-remas, ditimpa
(L.08066) : beban berat )
1) Keluhan nyeri Monitor lokasi dan
menurun penyebaran nyeri
2) Meringis Monitor intensitas nyeri
menurun dengan menggunakan skala
3) Gelisah menurun Monitor durasi dan
4) Frekuensi nadi frekuensi nyeri
membaik Terapeutik
5) Pola napas Atur interval waktu
membaik pemantauan sesuai
6) Tekanan darah dengan kondisi pasien
membaik Dokumentasikan hasil
7) Fungsi berkemih pemantauan
membaik

57
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgetik,
sesuai indikasi
2. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
infeksi tindakan keperawatan (l.14539)
dibuktikan selama …x… Observasi
dengan diharapkan tingkat 1. Periksa kesiapan dan
tindakan infeksi menurun kemampuan menerima
invasive dengan kriteria hasil informasi
(D.0142) (L.14137) : 2. Jelaskan tanda dan
1. kebersihan gejala infeksi local dan
tangan meningkat sistemik
2. kadar sel Edukasi
putih membaik
1. Anjurkan membatasi
3. kemerahan
pengunjung
menurun
4. kebersihan 2. Ajarkan cara merawat
badan meninkat kulit pada daerah yang
5. demam menurun edema
6. nyeri menurun 3. Anjurkan nutrisi, cairan
7. bengkak menurun dan istirahat
4. Anjurkan mengelola
antibiotic sesuai resep
5. Ajarkan cara mencuci
tangan
3. Risiko Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
perdarahan tindakan keperawatan (l.02067)
dibuktikan Observasi
selama …x…
dengan Monitor tanda dan gejala
tindakan diharapkan tingkat
perdarahan menurun perdarahan
pembedahan
(D.0012) dengan kriteria hasil Monitor nilai hematocrit
(L.02017): t/hemoglobin sebelum dan
1) setelah kehilangan darah
Kelembapan
membrane mukosa
meningkat

58
4. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran

dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari

setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,

tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009). Evaluasi dilakukan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam

perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan

menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,

perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak dkk, 2011). Evaluasi disusun

menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):

S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif

oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan

objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi

data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari

evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan

keperawatan (Nurhayati, 2011).

59
Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :

a. Masalah teratasi

Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan

tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b. Masalah sebagian teratasi

Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan

perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

c. Masalah belum teratasi

Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak

menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau

bahkan timbul masalah yang baru.

60
BAB III

METODE PENILITIAN

A. Pendekatan / Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus dalam

bentuk deskriptif yang mengeskplorasi suatu masalah asuhan keperawatan

pada pasien yang mengalami Benigna Prostat Hyperplasia (BPH). Pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian keperawatan

merupakan individu dengan kasus yang akan diteliti secara rinci dan

mendalam. Adapun kriteria subyek penelitian yang akan dipilih, sebagai

berikut :

1. Kriteria inklusi, meliputi :

a. Pasien berjenis kelamin laki-laki.

b. Subyek terdiri dari 1 orang Pasien dewasa dengan kasus penyakit

Benigna Prostat Hyperplasia.

c. Pasien dewasa dengan rentang usia 40 – 70 tahun.

d. Pasien yang dirawat di ruang melati RSUD Kota Kendari

e. Pasien bersedia menjadi responden selama penelitian studi kasus

berlangsung.

61
2. Kriteria ekslusi, meliputi :

a. Pasien tidak koperatif

b. Pasien tidak bersedia menjadi responden

c. Pasien dengan penurunan kesadaran

C. Definisi Operasional

1. Kebutuhan kenyamanan pada studi kasus ini adalah fokus utama

kebutuhan dasar manusia yang menjadi masalah pada klien Tn.U.

2. Benigna Prostat Hyperplasia studi kasus ini adalah diagnosa medis

yang ditegakkan pada Tn.U sehingga klien menjalani perawatan di

ruang Melati RSUD Kota Kendari.

3. Teknik relaksasi nafas dalam pada studi kasus ini adalah metode yang

digunakan peneliti untuk meredakan nyeri dengan menggunakan

pernapasan diafragma setelah itu tarik napas kurang lebih 2 detik lalu

hembuskan 3 kali dengan mulut terbuka.

4. Asuhan keperawatan pada Benigna Prostat Hyperplasia adalah proses

atau rangkaian kegiatan yang diberikan seacara langsung kepada

pasien Benigna Prostat Hyperplasia dengan berbagai pelayanan

kesehatan yang dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:

a. Pengkajian keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia

adalah pengkajian yang dimulai dari riwayat keluhan utama,

riwayat kesehatan saat ini, riwayat kesehatan dahulu, riwayat

keluarga, riwayat kebiasan dan pekerjaan, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan diagnostik.

62
b. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan pada pasien Benigna

Prostat Hyperplasia adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisik.

c. Rencana keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia

merujuk pada standar intervensi keperawatan Indonesia dan standar

luaran keperawatan Indonesia. Label luaran pada kasus ini adalah

nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik intervensinya

manajemen nyeri.

d. Implementasi keperawatan adalah serangkaian tindakan yang

berhubungan langsung dengan pasien, keluarga, dan anggota tim

kesehatan lainnya untuk membantu masalah kesehatan pasien

Benigna Prostat Hyperplasia sesuai dengan perencanaan dan

kriteria hasil yang di tentukan dengan cara mengawasi dan

mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.

e. Evaluasi keperawatan adalah menilai secara sistematik dan

terencana tentang kesehatan klien berdasarkan asuhan

keperawatan yang telah diberikan, yang merupakan tahap akhir

dari rangkaian proses keperawatan yang berguna untuk menilai

apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan

tercapai atau perlu penambahan intervensi lain.

63
D. Tempat dan Waktu Penelitan

Penelitian ini telah dilakukan di ruangan melati RSUD Kota Kendari

pada tanggal 15 s/d. 18 Februari 2021.

E. Prosedur Penlitian

Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

1. Mahasiswa melakukan penyusunan penelitian dengan metode review

kasus.

2. Mahasiswa melakukan ujian proposal, setelah proposal disetujui oleh

penguji maka penelitian akan dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan

data dengan review kasus.

3. Mahasiswa melakukan identifikasi laporan asuhan keperawatan terdahulu

maupun melalui media internet.

4. Mahasiswa melakukan konsultasi kepada pembimbing.

5. Setelah disetujui masahasiswa kemudian membuat review kasus dari

kedua subjek.

6. Mahasiswa melakukan analisis asuhan keperawatan pada kasus pasien

F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan :

a. Wawancara

Wawancara selalu ada dua pihak yang masing-masing

memiliki kedudukan yang berbeda, pihak satu sebagai pencari

64
informasi dan pihak yang lain sebagi pemberi informasi (Sugiyono,

2009). Wawancara yang dilakukan pada klien maupun pada keluarga.

Hasil wawancara berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit

keluarga.

b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Selain wawancara, teknik pengumpulan data yang lain adalah

observasi dan pemeriksaan fisik. Observasi adalah teknik

pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara

langsung ke objek penelitan untuk melihat dari dekat kegiatan yang

dilakukan (Sugiyono, 2009). Hasil dari observasi dan pemeriksaan fisik

yaitu tentang mengenai keadaan umum klien, respon klien terhadap

asuhan keperawatan yang telah dilakukan sesua dengan diagnosa

keperawatan yang ditemukan. Pada pemeriksaan fisik dengan

pendekatan IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) pada

tubuh klien untuk mengetahui kelainan yang dirasakan oleh klien.

c. Studi dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu

(Sugiyono, 2009). Studi dokumentasi merupakan suatu tekni

pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen untuk

mendapatkan suatu data atau informasi yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah

dengan melihat hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yang

65
relevan, seperti hasil laboratorium, radiologi, ataupun pemeriksaan

fisik lainnya untuk mengetahui kelainan-kelainan pada Pasien.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format asuhan

keperawatan medikal bedah sesuai ketentuan yang berlaku di Poltekkes

Kemenkes Kaltim.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data yang dilakukan peneliti dimaksudkan untuk

membuktikan kualitas data atau informasi yang diperoleh peneliti dengan

melakukan pengumpulan data menggunakan format asuhan keperawatan

sehingga menghasilkan sebuah data yang akurat. Selain itu, keabsahan data

dilakukan dengan memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan minimal

selama tiga hari, sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari

tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan

dengan masalah yang teliti.

H. Analisa Data

Analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian

kualitatif, sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi menurut

Stainback dalam (Sugiyono, 2015).

Pada penelitian analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan,

sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Dalam

mengemukakan data dikelompokkan berdasarkan data subjektif yang berasal

66
dari pasien atau keluarga dan data objektif yang berasal dari pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

Dari data hasil pengkajian selanjutnya mengelompokan data dengan

menganalisa data yang sesuai untuk menegakkan diganosa keperawatan.

Setelah menegakkan diagnosa keperawatan selanjutnya peneliti membuat

rencana asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Kemudian

membuat rencana asuhan keperawatan, barulah melakukan tindakan asuhan

keperawatan guna mngurangi keluhan yang ada. Tindakan dilakukan sesuai

standar operasional, di akhir peneliti membuat hasil evaluasi penelitian.

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan pembuatan studi kasus ini peneliti perlu melihat

kembali poin-poin penting dalam penyusunan studi kasus ini salah satunya

adalah etika dalam penelitian. Dimana perlu adanya rekomendasi dari pihak

institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instantsi

tempat pembuatan studi kasus ini di Rumah Sakit Aliyah 2 Kendari. Setelah

mendapatkan persetujuan maka dilakukanlah dengan menelan masaalah etika

yang meliputi :

1. Informd consent (persetujuan menjadi klien)

Diberikan kepada responden yang akan diteliti disertai judul studi

kasus ini apa bila responden menerima atau menolak, maka peneliti harus

mampu menerima keputusan responden.

67
2. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga keamanan, kebersihan dan kerahasiaan. Studi kasus

ini tidak akan menyebutkan nama asli responden dan tetap akan

menggantikanya menjadi inisial atau kode responden.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Data klien digunakan hanya sebagai studi kasus dalam pengelolaan

klien post op Apendictomy. Kerahasiaan informal respon dijamin oleh

peneliti dan hanya data-data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil

studi kasus

4. Baneficience

Studi kasus ini melindungi subyek agar terhindar dari bahaya dan

ketidaknyamanan fisik.

68
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasi Studi kasus

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Februari 2021 dengan

menggunakan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara,

pemeriksaan fisik, medical record, dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Hasil pengkajian di dapatkan data identitas pasien berinisial Tn.U umur

62 tahun, suku tolaki, beragama islam, pekerjaan sebagai petani,

pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas ( SMA), bertempat tinggal di

Labibia. Pasien masuk RSUD Kota Kendari pada tanggal 15 Februari

pukul 10.40 dengan nomor register 240515.

a. Riwayat Kesehatan

Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan keluhan utama yang

dirasakan oleh pasien saat ini adalah susah Buang Air Kecil (BAK)

yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu serta kadang kencing suka putus-

putus dan rasa tidak puas jika berkemih disertai nyeri perut bawah.

Adapun keluhan lain yang menyertai yaitu klien mengeluh nyeri pada

daerah supra pubik dengan skala nyeri 7 (sedang).

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pasien

mengatakan pernah dirawat di Rumah sakit sebelumnya dengan

penyakit yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan,

69
makanan, dan minuman. Pasien mengatakan ada kebiasaan merokok,

dan minum kopi.

Dari data genogram terlihat bahwa pasien merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara. Pasien mengatakan kedua orang tua sudah

meninggal. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.

c. Pemeriksaan Fisik

Hasil dari pengkajian fisik didapatkan data keadaan umum

lemah, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg,

frekuensi pernapasan 20 kali permenit, frekuensi nadi 78 kali permenit,

dan suhu badan 370C.

Hasil dari pengkajian genitalia didapatkan bentuk penis

abnormal, terdapat lesi pada genitalia scrotum nampak membesar,

terjadi pembesaran prostat.

d. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Laboratorium kimia Darah

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Glukosa Sewaktu 10% < 200 Mg/dl

70
e. Terapi

Terapi yang didapatkan pasien di ruang Melati yaitu terapi

infus Ringer Laktat 24 tetes per menit, injeksi ceftriaxon 1 gr/12 jam,

injeksi dexametason 1 ampul/8 jam/IV, ciprofoxaxin 2x1 dan ippd

nacl 20 tetes permenit.

2. Analis Data

Nama pasien : Tn.U

No. RM : 240515

Ruang Perawatan : Melati

Diagnosa Medik : Benigna Prostat Hiperplasia

Tabel 4.1
Analisa Data

Symptom Etiologi Problem


DS :
a. Klien mengeluh nyeri Pembesaran Nyeri akut
prostat
pada daerah supra pubik
b. Klien mengatakan
Distensi kandung
merasa tidak puas setiap
kemih
BAK
c. Klien mengatakan nyeri
Dysuria
pada saat BAK
d. Klien mengatakan nyeri
Merangsang
hilang timbul syaraf nyeri
e. Klien mengatakan skala
nyeri berada di angka 7 Nyeri akut
f. Klien mengatakan nyeri
dirasakan terus menerus
sepanjang hari

71
DO :
• Klien nampak meringis
• Nampak terdapat dysuria
pada klien
• Nampak nyeri tekan
pada kuadran kiri bawah
klien
• Nampak terpasang
kateter
• Nampak terpasang infus
RL 24 tetes/menit pada
tangan kiri klien
• Ttv
- TD : 110/70 mmhg
- N : 78 kali/menit
- RR : 20 kali/menit
- S : 370C

3. Diagnosa Keperawatan

Sesuai data pengkajian yang didapatkan penulis yaitu klien

mengatakan susah buang air kecil dan nyeri pada saat berkemih, klien

mengatakan nyerinya hilang timbul, klien mengeluh nyeri pada daerah

supra pubik, klien mengatakan merasa tidak puas setiap BAK, klien

mengatakan skala nyeri berada di angka 7, klien mengatakan nyeri

dirasakan terus-menerus sepanjang hari, klien nampak gelisah, nampak

meringis, nampak terdapat dysuria pada, nampak nyeri tekan pada

kuadran kiri bawah, terpasang kateter, nampak terpasang infuse RL 24

tetes/menit pada tangan kiri klien, tanda-tanda vital: tekanan

72
darah:110/70 mmHg, nadi:78 kali/menit, pernapasan: 20 kali/ menit,

suhu: 39,20C. Dari data tersebut maka peneliti mengangkat diagnosa

keperawatan yaitu: nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis.

4. Rencana Keperawatan

Nama pasien : Tn.U

No. RM : 240515

Ruang Perawatan : Melati

Diagnosa Medik : Benigna Prostat Hiperplasia

Tabel 4.2
Rencana Keperawatan

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi keperawatan


keperawatan (Luaran)
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
agen Tindakan Observasi:
pencedera keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
fisik 4x24 jam maka Nyeri karakteristik nyeri
akut menurun dengan 2. Identifikasi lokasi
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis 3. Identifikasi skala nyeri
menurun, 4. Identifikasi respon non
3. Sikap protektif verbal
menurun Terapeutik :
4. Gelisah menurun, 1. Berikan teknik
5. Kesulitan tidur nonfarmakologis untuk
menurun, mengurangi rasa nyeri
6. Ketegangan otot (mis. Tens, hypnosis,
menurun akupresur, terapi musik,
7. Fungsi berkemih terapi pijat)
membaik Edukasi:
8. Nafsu makan 1. A
membaik anjurkan memonitor
9. Pola tidur nyeri secara mandiri

73
membaik. 2. A
anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Nama Pasien : Tn.U

No. RM : 240515

Ruang Perawatan : Melati

Diagnosa Medik : Benigna Prostat Hiperplasia

Tabel 4.3
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari
Implementasi
/tanggal dan Evaluasi keperawatan
Keperawatan
jam
Senin, 1. Mengidentifikasi lokasi, S: Klien mengatakan
15/02/2021 karakteristik nyeri susah BAK dan nyeri
11.00 Hasil : pada daerah supra
Klien mengatakan nyeri pubik
pada daerah supra pubik O:
dan scotum 1.
2. Mengidentifikasi lokasi, nampak klien
karakteristik, durasi, meringis
frekuensi, kualitas, 2.
intensitas nyeri nampak klien
Hasil : gelisah
Klien mengatakan nyeri 3.
pada daerah supra pubik nampak terdapat
dengan skala 7, nyerinya dysuria pada klien
hilang timbul dan seperti 4.
tertusuk-tusuk nampak nyeri tekan
3. Mengidentifikasi skala pada kuadran kiri
nyeri bawah klien
Hasil : 5.
Klien mengatakan skala nampak terpasang
nyerinya berada di angka kateter
7 6.

74
nampak terpasang
4. Mengidentifikasi respon infuse RL 24
non verbal tetes/menit pada
Hasil : tangan kiri klien
Klien dibantu keluarga 7.
menjawab pada saat dikaji TV :
5. Memberikan teknik • TD :110/70
nonfarmakologis untuk mmhg
mengurangi rasa nyeri • N :78 kali/menit
(mis. Tens, hypnosis, • RR :20 kali/menit
akupresur, terapi musik, • S : 37 oC
terapi pijat) A: Masalah belum
Hasil : teratasi
Klien mengatakan nyeri P: Intervensi dilanjutkan
pada perut bawah
6. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Hasil :
Klien mengatakan nyeri
dirasakan terus menerus
sepanjang hari
7. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
Hasil :
Klien mengatakan
mengikuti anjuran perawat
dengan minum obat tepat
waktu
8. Mengkolaborasi
pemberian analgetik jika
perlu
Hasil :
Klien mengatakan obat
yang diberikan sesuai
jadwal
Selasa, 16 i. 1. Mengidentifikasi lokasi, S: Klien mengatakan
/02/2021 karakteristik, durasi, masih sulit BAK dan
10.00 frekuensi, kualitas, terasa nyeri
intensitas nyeri O:
Hasil : 1. N
Klien mengatakan ketika nampak klien
BAK masih terasa nyeri meringis
ii. 2. Mengidentifikasi skala 2. N
nyeri nampak klien gelisah
3. N

75
Hasil : nampak terdapat
Klien mengatakan skala dysuria pada klien
nyerinya berada di angka 4. N
7 nampak nyeri tekan
iii. 3. Memberikan teknik pada kuadran kiri
nonfarmakologis untuk bawah klien
mengurangi rasa nyeri 5. N
(mis. Tens, hypnosis, nampak terpasang
akupresur, terapi musik, kateter
terapi pijat) 6. N
Hasil : nampak terpasang
Klien mengatakan nyeri infuse RL 24
pada saat berkemih tetes/menit pada
iv. 4. Menganjurkan memonitor tangan kiri klien
nyeri secara mandiri 7. T
Hasil : TV :
Klien mengatakan masih • TD :110/70
merasa nyeri mmhg
v. 5. Menganjurkan • N :78 kali/menit
menggunakan analgetik • RR :20 kali/menit
secara tepat • S : 37 oC
Hasil : A: Masalah belum
Klien mengatakan teratasi
mengikuti anjuran perawat P: Intervensi dilanjutkan
dengan minum obat tepat
waktu
vi. 6. Kolaborasi pemberian obat
analgetik injeksi
dexametason 1 ampul/8
jam/IV, ciprofoxaxin 2x1
Rabu, 1. Mengidentifikasi lokasi, S:
17/02/2021 karakteristik, durasi, 1. Klien mengatakan
12.00 frekuensi, kualitas, sudah mampu
intensitas nyeri berkemih namun
Hasil : jumlahnya masih
Klien mengatakan sedikit
nyerinya mulai berkurang 2. Klien mengatakan
2. Mengidentifikasi skala skala nyerinya berada
nyeri di angka 6
Hasil : O:
Klien mengatakan skala 1. N
nyerinya berada di angka nampak terdapat
6 dysuria pada klien
1. Memberikan teknik 2. N
nonfarmakologis untuk nampak nyeri
mengurangi rasa nyeri tekan pada

76
(mis. Tens, hypnosis, kuadran kiri
akupresur, terapi musik, bawah klien
terapi pijat) 3. N
Hasil : nampak terpasang
Klien mengatakan sudah kateter
mampu berkemih namun 4. N
jumlahnya masih sedikit nampak terpasang
1. Menganjurkan infuse RL 24
menggunakan analgetik tetes/menit pada
secara tepat tangan kiri klien
Hasil : 5. T
Klien mengatakan TV :
mengikuti anjuran perawat • TD :110/70
dengan minum obat tepat mmhg
waktu • N :78 kali/menit
2. Kolaborasi pemberian • RR :20 kali/menit
obat analgetik injeksi • S : 37oC
ciprofoxaxin 2x1 A: Masalah belum
teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Kamis,18/02/ 1. Mengidentifikasi lokasi, S:


2021 karakteristik, durasi, 1. K
15.00 frekuensi, kualitas, klien mengatakan
intensitas nyeri tidak lagi merasa
Hasil : nyeri ketika BAK
Klien mengatakan tidak 2. K
lagi merasa nyeri ketika klien mengatakan
BAK skala nyerinya
2. Mengidentifikasi skala berada di angka 4
nyeri O:
Hasil : 1.
Klien mengatakan skala keluhan nyeri
nyerinya berada di angka menurun
4 2.
meringis menurun
3.
sikap protektif
menurun
4.
gelisah menurun,
5.
kesulitan tidur
menurun
6.

77
ketegangan otot
menurun
7.
fungsi berkemih
membaik
8.
nafsu makan
membaik
9.
pola tidur
membaik.
10.
TV :
• TD :120/80
mmhg
• N :80 kali/menit
• RR :20 kali/menit
• S : 36oC
A: Masalah teratasi klien
sudah mampu BAK
dan tidak lagi
merasakan nyeri
P: Intervensi dihentikan
pasien sudah bisa
pulang

B. Pembahasan

Berdasarkan tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dan hasil studi

kasus yang penulis lakukan dari tanggal 15 sampai dengan 18 Februari 2021,

maka pada bagian ini penulis akan membahas tentang perbandingan antara

teori dan praktek atau kasus yang ditemukan selama melaksanakan Asuhan

Keperawatan pada Tn. U dengan Benigna Prostat Hiperplasia Dalam

Pemenuhan Kebutuhan Kenyamanan Di ruang Melati RSUD Kota Kendari

yang akan dibahas berdasarkan tahapan proses keperawatan yaitu tahap

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

78
1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian keperawatan adalah hal utama yang dilaksanakan

perawat karena memungkinkan 80% diagnosis masalah klien dapat

ditegakkan serta untuk mendapat data tentang keadaan pasien.

Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus pada

tanggal 15 Februari 2021 pukul 11.00 WITA dengan wawancara,

observasi langsung serta pemeriksaan fisik. Hasil yang didapatkan yaitu

susah BAK dan nyeri pada daerah supra pubik. Keluhan lain adalah nyeri

pada kandung kemih dengan skala nyeri 7 (sedang), keadaan umum pasien

nampak meringis, nampak scrotum membengkak, nafas normal, tekanan

darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 78 kali/menit, suhu badan 370C, dan

frekuensi pernafasan 20 kali/menit.

Pengkajian menurut teori yaitu keluhan utama klien post

prostatektomi adalah merasakan nyeri daerah operasi, dan biasanya pasien

dengan post prostatektomi terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan

suhu dan demam, pernapasan cepat dan dangkal. Selain itu, ada beberapa

tanda dan gejala yang kompleks ditemukan dari hasil penelitian pada

beberapa klien dengan benigna prostat hiperplasia seperti hal rentan skala

nyeri yang berbeda beda setiap klien dimana pada teori klien yang

mengalami nyeri benigna hiperplasia prostat dapat merasakan skala nyeri 8

– 10 ( berat ) pada rentang 0 – 10. Sedangkan gejala yang tampak pada

79
klien Tn. u yaitu merasa sakit dan nyeri pada bagian perut, dengan skala 7,

pusing, muntah 1 kali, tekanan darah 110/80 mmHg, dan suhu normal.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis menemukan

semua data yang ada pada teori tidak semua di temukan pada pasien, tetapi

kondisi atau keluhan pasien saat pengkajian semuanya masuk pada teori.

Adapun data yang di temukan pada pasien yaitu menggunakan otot bantu

untuk berkemih.

Dari hasil pengkajian kasus dan pengkajian teori ditemukan adanya

beberapa kesenjangan. Ini terjadi karena pada teori menjelaskan beberapa

tanda dan gejala yang kompleks ditemukan dari hasil penelitian pada

beberapa klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia, sedangkan penulis

hanya melakukan penelitian pada satu orang klien. Hal ini disebabkan

karena setiap klien memiliki respon yang kombinatif meskipun dengan

penyakit yang sama.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan

dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang

menjadi tanggung gugat perawat. Berdasarkan pengkajian dan analisa data

pada kasus yang dilakukan pada Tn. U diagnosa yang diangkat penulis

yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

80
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran kelenjar dan

jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan

endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Dalam kasus Benigna Prostat

Hiperplasia, diagnosa ditegakkan oleh penulis karena pada saat pengkajian

ditemukan data klien mengatakan skala nyeri berada pada angka 7

(sedang), setelah pengkajian RSUD Kota Kendari didapatkan hasil :

a. Klien mengatakan susah BAK dan nyeri pada daerah supra pubik

b. Nampak klien meringis

c. Nampak klien gelisah

d. Nampak terdapat dysuria pada klien

e. Nampak nyeri tekan pada kuadran kiri bawah klien

f. Nampak terpasang kateter

g. Nampak terpasang infuse RL 24 tetes/menit pada tangan kiri klien

h. TTV : - TD :110/70 mmhg, - N :78 kali/menit, - RR :20 kali/menit,

- S : 37 oC

Dari data pengkajian yang didapatkan penulis, tidak semua

diagnosis keperawatan yang ada dalam teori terdapat pada pasien. Adapun

diagnosis keperawatan yang tidak terdapat pada studi kasus ini yaitu

Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra, Gangguan

eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih,

Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, Gangguan pola tidur

berhubungan dengan nyeri/kolik, dan Defisit pengetahuan berhubungan

dengan kurang terpapar informasi

81
Adapun alasan mengapa diagnosis tersebut tidak dimunculkan oleh

penulis karena kondisi yang dialami pasien tidak cukup untuk mengangkat

diagnosis keperawatan dan ditinjau dari definisi dan batasan karakteristik.

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik adalah Keluhan

nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah

menurun, kesulitan tidur menurun, ketegangan otot menurun, fungsi

berkemih membaik, nafsu makan membaik dan pola tidur membaik.

Oleh sebab itu, penulis mengangkat diagnosis keperawatan sesuai

dengan data pengkajian atau kondisi pasien yaitu nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik.

3. Intervensi kepearawatan

Intervensi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan

yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan dari intervensi

keperawatan yaang dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry,

2005).

Diagnosa keperawatan yang diangkat selanjutnya dibuat rencana

asuhan keperawatan sebagai tindakan pemecah masalah keperawatan

dimana penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan kemudian menetapkan tujuan dan kriteria hasil, selanjutnya

menetapkan tindakan yang tepat.

Perencanaan disusun berdasarkan konsep teori yang telah

didapatkan untuk diterapkan secara aktual pada pasien Tn. U dengan

Benigna Prostat Hiperplasia dalam masalah kebutuhan dan respon

82
keluarganya mendasari penyusunan rencana keperawatan berdasarkan

diagnosis keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia

disesuaikan dengan kondisi aktual yang ditemukan.

Tindakan yang direncanakan yaitu :

a. Lakukan pengkajian secara komprehensif

b. Gunakan teknik komunikasi terapiutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri

c. Ajarkan teknik non farmakologi

d. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil

4. Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang penulis lakukan

kepada pasien sesuai dengan intervensi, sehingga kebutuhan pasien dapat

terpenuhi (Wilkinson, 2011).

Pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan berdasarkan teori (SLKI) yaitu :

a. Melakukan pengkajian secara komprehensif

b. Mengunakan tekhnik komunikasi terapiutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri

c. Mengajarkan tekhnik non farmakologi

d. Berkolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri

tidak berhasil

83
Implementasi yang direncanakan telah di laksanakan, pasien dapat

mempraktekkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri dan

meningkatkan aktivitas sehari-hari sesuai dengan tujuan asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh penulis.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk memperbaiki proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui

evaluasi perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan keperawatan

(Nursalam, 2010).

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan

yaitu Nyeri Akut dan dievaluasi pada hari senin tanggal 15 Februari 2021

dengan hasil masalah Nyeri teratasi sebagian dimana klien mampu

mengontrol nyerinya, klien melaporkan bahwa nyeri yang di rasakan

berkurang, dengan menggunakan manajemen nyeri, pada data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada daerah supra pubik berkurang dan data

obyektif KU baik, klien mampu mendemontrasikan tehnik relaksasi nafas

dalam, Tekanan darah: 120/80 mmHg, Nadi: 80 kali/menit, Pernafasan: 20

kali/menit, Suhu: 36OC. Adapun pencapaian yang akan di evaluasi pada

tahap akhir antara lain keluhan nyeri menurun, Meringis menurun, Sikap

protektif menurun, Gelisah menurun, Kesulitan tidur menurun,

84
Ketegangan otot menurun, Fungsi berkemih membaik, Nafsu makan

membaik dan Pola tidur membaik.

C. Keterbatasan Studi Kasus

1. Keterbatasan studi kasus yang dilakukan selama 4 hari di Ruang

melati ini, diantaranya dari segi sumber referensi atau informasi yang

diperoleh dari buku, dimana buku yang tersedia mengenai BPH dan nyeri

ini memiliki tahun terbit yang sudah hampir tidak dapat digunakan lagi

dalam pustaka KTI, sehingga teori-teori yang dijelaskan dalam studi kasus

ini pun masih sangat terbatas.

2. Mengenai referensi dalam pembuatan studi kasus, dimana studi kasus ini

pertama kali diterapkan, sehingga peneliti yang melakukan studi kasus ini

masih belum terlalu menguasai dalam pembuatan hasil, akibat referensi

yang masih sangat terbatas.

3. Lamanya waktu melakukan studi kasus. Pada studi kasus ini peneliti

dibatasi oleh waktu, di karenakan pasien dengan penderita BPH jarang

mendapatkan perawatan yang lebih lama, sehingga peneliti mengambil

waktu sesuai dengan lamanya pasien dirawat secara umum.

85
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan

di RSUD Kota Kendari tanggal 15-18 Februari 2021 dengan mengacu pada

tujuan yang dicapai, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil yang didapatkan yaitu susah BAK dan nyeri pada daerah supra

pubik. Keluhan lain adalah nyeri pada kandung kemih dengan skala nyeri

7 (sedang), keadaan umum pasien nampak meringis, nampak scrotum

membengkak, nafas normal, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi

78 kali/menit, suhu badan 370C, dan frekuensi pernafasan 20 kali/menit

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik adalah Keluhan nyeri

menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun,

kesulitan tidur menurun, ketegangan otot menurun, fungsi berkemih

membaik, nafsu makan membaik dan pola tidur membaik.

3. Perencanaan disusun berdasarkan konsep teori yang telah didapatkan

untuk diterapkan secara aktual pada pasien Tn. U dengan Benigna Prostat

Hiperplasia dalam masalah kebutuhan dan respon keluarganya mendasari

penyusunan rencana keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan pada

pasien Benigna Prostat Hiperplasia disesuaikan dengan kondisi aktual yang

ditemukan

4. Implementasi yang direncanakan telah di laksanakan, pasien dapat

mempraktekkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri dan

86
meningkatkan aktivitas sehari-hari sesuai dengan tujuan asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh penulis

5. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu

Nyeri Akut dan dievaluasi pada hari senin tanggal 15 Februari 2021

dengan hasil masalah Nyeri teratasi sebagian dimana klien mampu

mengontrol nyerinya, klien melaporkan bahwa nyeri yang di rasakan

berkurang, dengan menggunakan manajemen nyeri, pada data subyektif

pasien mengatakan nyeri pada daerah supra pubik berkurang dan data

obyektif KU baik, klien mampu mendemontrasikan tehnik relaksasi nafas

dalam, Tekanan darah: 110/80 mmHg, Nadi: 78 kali/menit, Pernafasan: 20

kali/menit, Suhu: 37OC.

B. Saran

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses

keperawatan pada klien apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman,

peneliti menyarankan :

1. Bagi Peneliti

Semoga Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi

bacaan dan acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitas serta

dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran untuk menambah

pengalaman dan wawasan peneliti dalam melakukan asuhan keperawatan

pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia dalam pemenuhan kebutuhan rasa

nyaman, sehingga dapat membandingkan kesenjangan antara teori dan

87
kasus nyata tentang penerapan prosedur tehnik relaksasi nafas dalam pada

pasien Benigna Prostat Hiperplasia.

2. Bagi Institusi / Pendidikan

Institusi dan penyelenggaraan pendidikan diharapkan agar buku-

buku yang ada di Ruang perpustakaan Poltekes Kemenkes Kendari

sekiranya dijaga dengan baik dan diharapkan dapat menambah jumlah

buku tentang buku-buku pengetahuan khususnya buku tentang Benigna

Prostat Hiperplasia sehingga generasi atau mahasiswa dan mahasiswi

Poltekkes Kemenkes Kendari bisa dan mampu mengetahui tentang

apendiksitis, bahkan tentang pengetahuan lainya dalam hal konteks

kesehatan, yang menyangkut hal-hal terbaru tentang pelaksanaan

keperawatan khususnya pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia dalam

pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, serta menyediakan waktu yang cukup

untuk pelaksanaan praktek keperawatan di rumah sakit dan studi kasus

untuk penyusunan karya tulis ilmiah di masa yang akan datang.

3. Bagi Klien / Keluarga

Untuk klien agar selalu menjaga keadaannya, terutama agar selalu

mematuhi program pengobatanya, terutama minum obat secara teratur

sesuai dengan indikasi yang di anjurkan serta chek up kerumah sakit /

puskesmas terdekat di lingkungan tempat tinggal serta menjalankan

program perawatan lanjut seperti istirahat, dan mengkonsumsi obat secara

teratur untuk pemulihan dan proses penyembuhan.

88
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2009). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Anonim. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Biologi UMS :


enign
Surakarta.

Arslantas D, Gokler ME, Unsal A, Baseskioglu B. 2017. Prevalence of Lower


Urinary Tract Symptoms Among Individuals Aged 50 Years and Over and Its
Effect on the Quality of Life in a Semi-Rural Area of Western Turkey.
LUTS: Lower Urinary Tract Symptoms. 9(1):5–9.

Bruno, L. (2019). karakteristik lansia yang mengalami inkontinensia urin. Journal


of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja


(1st ed.). Yogyakarta: Gosyen Publishing.

DPP Tim Pokja SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.
https://doi.org/10.1093/molbev/msj087

Ekowati, S. (2010). Hubungan Inkontinensia Urine dengan Tingkat Depresi pada


Usia Lanjut di Posyandu Lansia “‘Flamboyan’” Desa Onggobayan
Ngestiharjo Kasihan Bantul.

Eko Prabowo, Andi Eka Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan: Pendekatan NANDA, NIC dan NOC . SEKRESI & EKSRESI:
NuMed

Graham, C. R., & Allen, S. (2011). Blended Learning Environments. In


Encyclopedia of Distance Learning. https://doi.org/10.4018/978-1-
59140-555-9.ch024

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). (2015). Pembesaran Prostat Jinak ( Benign
Prostatic Hyperplasia / BPH ). 8–33.

Indah, P. (2011). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah, PUSPITA INDAH


Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016. (2007), 1.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018]. Retrieved from http://www.depkes.go.id/ resources/ download/
pusdatin/profil-kesehatan- indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-
Indonesia-2018.pdf

89
Mubarak. W. I. (2011). Promosi kesehatan. Jogyakarta : Graha ilmu.

Nunes, R. L. V., Antunes, A. A., Silvinato, A., & Bernardo, W. M. (2018). B


prostatic hyperplasia. Revista Da Associacao Medica Brasileira, 64(10)
876–881. https://doi.org/10.1590/1806-9282.64.10.876

Nurhasanah, T. N., & Hamzah, A. H. (2017). Bladder Training Berpengaruh


Terhadap Penurunan Kejadian Inkontinensia Urine Pada Pasien Post
Operasi Bph Di Ruang Rawat Inap Rsud Soreang. Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Kesehatan, 5(1), 79–91. https://doi.org/10.32668/jitek.v5i1.83

Nurhayati, Eti. 2011. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurarif.A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.
https://doi.org/10.1093/molbev/msj087

Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-dasar Urology, Jakarta : CV Sagung Seto.Reza

Purnomo, B.B., 2008. Dasar dasar Urologi. Ed. 2. Jakarta: CV Infomedika

Purnomo, B.B., 2000. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto. h. 1- 4.

Purwadianto, A., Wasisto, B., & Sjamsuhidajat, R. (2018). Penerapan Revisi


Sumpah Dokter Terbaru oleh World Medical Association (WMA) di
Indonesia. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia.
https://doi.org/10.26880/jeki.v2i1.9

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. [cited 2017 Sept 13]. Available
from: http://www.depkes.go.id/resources/downl oad/general/ Hasil% 20
Riskesdas%20 2013.pdf

Sampekalo, G., Monoarfa, R. A., & Salem, B. (2015). Angka Kejadian Luts Yang
Disebabkan Oleh Bph Di Rsup Prof. Dr. Dr. R. D. Kandou Manado Periode
2009-2013. E-CliniC, 3(1), 568–572. https://doi.org/10.35790 /ecl.3.1. 2015.
7609

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC

Skinder, D., Zacharia, I., Studin, J., and Covino, J., 2016. Benign Prostatic
Hyperplasia: A Clinical Review Vol. 29 No. 8.

90
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta.

Suryawan, B. (2016). HUBUNGAN USIA DAN KEBIASAAN MEROKOK


TERHADAP TERJADINYA BPH. 3(2), 102–107.

Susan C. Smeltzer alih Bahasa: Devi Yulianti dan Amelia Kimin. 2015.
Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth, edisi 12, Jakarta, EGC.

Sjamsuhidajat dan De jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC

Suharyanto, T. (2013). Asuhan keperawatan pada klien dengan dengan Gangguan


sistem perkemihan. Jakarta: Trans Info Media

Wibowo, C. D. 2012. Benign Prostat Hyperplasia. Universitas Muhammadiyah


Semarang.

91
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7

Anda mungkin juga menyukai