Anda di halaman 1dari 127

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN

NYERI PADA Ny. D DENGAN POST OOPHOREKTOMY HARI


KE-1 INDIKASI KISTA OVARII DI BANGSAL MAWAR III
RSUD Dr. MOEWARDI

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir dalam Rangka


Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Keperawatan

Oleh :

INDRIYANI
NIM.2011.1352

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Studi Kasus dengan judul “Kajian Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri Post Oophorektomy Hari ke-1 Indikasi Kista Ovarii di Bangsal Mawar III
RSUD Dr. Moewardi ”, telah Diperiksa dan disetujui untuk diujikan
dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program DIII
Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh :

INDRIYANI
NIM. 2011.1352

Pada :

Hari : Jumat
Tanggal : 11 Juli 2014

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Sri Mintarsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes. Anita Fatmasari, S.Kep.Ns.


NIDN. 0624067303 NIDN. -

ii
LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN


NYERI PADA Ny. D DENGAN POST OOPHOREKTOMY HARI KE-1
INDIKASI KISTA OVARII DI BANGSAL MAWAR III
RSUD DR. MOEWARDI

Disusun Oleh:

INDRIYANI
NIM 2011.1352

Studi Kasus ini telah diseminarkan dan diujikan


pada tanggal : 14 Juli 2014

Susunan Tim Penguji :

Penguji I Penguji II Penguji III

Sugihartiningsih, A.,M.Kes Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes Sri Mintarsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIDN. 0601027102 NIDN. 0601027102 NIDN. 0624067303

Mengetahui,
Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes


NIDN. 0618047704

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya menyatakan dengan kesungguhan bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul :

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN


NYERI PADA Ny. D DENGAN POST OOPHOREKTOMY HARI
KE-1 INDIKASI KISTA OVARII DI BANGSAL MAWAR III
RSUD Dr. MOEWARDI

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa, tugas akhir ini karya
saya sendiri (ASLI). Dan isi dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang diajukan
oleh orang lain atau kelompok lain untuk memperoleh gelar akademis disuatu
Institusi Pendidikan dan sepanjang pengetahuan saya/atau diterbitkan oleh orang lain
atau kelompok lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2014

Indriyani

iv
MOTTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari semua urusan) kerjakanlah dengan senyum (urusan) yang lain
dan hanya kepada Tuhanmu kamu berharap”
( QS. Al-Insyirah : 6 )

“Sesungguhnya Allah tidak membebani manusia melainkan sesuai dengan


kemampuannya”
( QS. Al-Baqarah : 286 )

“Kalau kita memulai langkah dengan rasa takut,


maka sebenarnya kita tidak pernah melangkah”
( A. H Nayyar )

“Barang siapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga”
( HR. Muslim )
“Tuntutlah ilmu dari buaian ibumu sampai akhir hayatmu, ilmu yang tidak diamalkan
bagaikan pohon yang tidak berbuah”
( Hadist Nabi Muhammad SAW )

“Apa yang kita alami besok adalah dampak dari pikiran kita hari ini,
manage your mind for real success”

v
PERSEMBAHAN

Karya tulis ini, kupersembahkan untuk :


1. Allah SWT, yang telah memberiku
jalan petunjuk serta kemudahan
kepadaku untuk menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dan memberiku kekuatan
serta ketabahan dalam menjalani hidup.
2. Orang tua tercinta, yang penuh cinta
dan kasih sayang, serta doanya dan
ketabahannya yang menjadi teladan
untuk langkah ananda di masa depan.
3. Buat adikku dan keluargaku tersayang
makasih atas dukungan dan doanya.
4. Buat sahabat-sahabatku “Gank Hura-
Hura“ (mbak nita, mbak deni, nui, titi,
arum, kentir) yang selalu membantu,
memberi dukungan agar aku semangat,
serta mendoakan dalam pembuatan
karya tulis ini. Thanks All…
5. Untuk pembimbingku Bu Mimin dan
Bu Anita terima kasih buat nasehat dan
bimbingannya.
6. Untuk Dosen-dosenku yang mendidik
saya selama kuliah di STIKES PKU
Muhammadiyah, Surakarta.
7. Almamaterku STIKES PKU
Muhammadiyah, Surakarta.

vi
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya serta petunjuk yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah ini guna memenuhi salah satu syarat untuk

menempuh ujian akhir DIII Prodi Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta dengan judul “Kajian Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

Post Oophorektomy Hari ke-1 Indikasi Kista Ovarii di Bangsal Mawar III RSUD Dr.

Moewardi”. Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah menerima

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu rasa hormat dan terimakasih yang

sebesar-besarnya kami ucapkan kepada :

1. Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes., sebagai Ketua STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan D III Keperawatan.

2. Sri Mintarsih, S.Kep.Ns.,M.Kes., selaku Pembantu Ketua I STIKES PKU

Muhammadiyah Surakarta dan selaku dosen pembimbing 1, dengan sabar dan

bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi,

merevisi serta melengkapi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku Ketua Prodi Keperawatan yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Program Tahun

2014 dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan D III Keperawatan.

vii
4. Ika Kusuma Wardani, S.Kep.Ns, selaku Ketua Pelaksana Biro Karya Tulis

Ilmiah (KTI) STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan

ijin kepada penulis untuk melakukan studi kasus.

5. Sugihartiningsih, A.M.Kes., selaku penguji yang dengan sabar dan bijaksana

membantu dan menyumbang ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi serta

melengkapi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Anita Fatmasari, S.Kep.Ns, selaku dosen pembimbing II, dengan sabar dan

bijaksana membantu dan menyumbang ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi

serta melengkapi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Kedua orang tua tercinta serta keluarga yang telah bekerja keras untuk

mendukung masa depan, senantiasa member kasih sayang, membimbing dan

mendoakan keberhasilan penulis dalam menyusun tugas akhir ini.

8. Teman-teman sejawat, terimakasih untuk semuanya, atas semangat dan

kekompakannya selama ini, baik dalam suka maupun duka.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan

waktu yang saya miliki masih banyak kekurangan dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat

penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak

yang terkait, kalangan akademisi dan masyarakat yang berminat terhadap ilmu

keperawatan.

Surakarta, Juli 2014

Penulis

viii
ABSTRAK

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI


PADA NY. D DENGAN POST OOPHOREKTOMY HARI KE-1
INDIKASI KISTA OVARII DI BANGSAL MAWAR III
RSUD Dr. MOEWARDI

Indriyani1, Anita Fatmasari2, Sri Mintarsih3

Latar Belakang: Kista ovarii erat hubungannya dengan wanita yang


mempunyai tingkat kesuburan yang rendah atau infertilitas. Kejadian
penyakit kista ovarii di Ruang Mawar 3 RSUD Dr.Moewardi, pada periode
Januari – Februari tahun 2014 terdapat 14 kasus dengan usia pasien
terbanyak antara 20 – 50 tahun. Pasien dengan post operasi kista ovarii
akan mengalami masalah yang berhubungan dengan nyeri. Tindakan
keperawatan yang dilakukan tersebut ialah untuk mencegah terjadinya
komplikasi sehingga asuhan keperawatan pada klien post operasi
oophorektomy indikasi kista ovarii dapat dilakukan secara optimal.
Tujuan: Mengetahui kajian asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman
nyeri pada ny. d dengan post oophorektomy hari kesatu indikasi kista ovarii
di bangsal mawar III RSUD Dr. Moewardi.
Metode: Disain penelitian ini adalah Laporan studi kasus, dengan subyek
Ny.D dengan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada ny. D dengan
post oophorektomy hari kesatu indikasi kista ovarii. Instrument dalam
melakukan asuhan keperawatan adalah format pengkajian pola Gordon,
termometer, tensimeter, alat ukur nyeri dengan numeric score, penlight,
stetoscope. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan data
sekunder.
Hasil: Hasil analisa diperoleh data fokus dari diagnosa keperawatan nyeri
yaitu data subyektif: klien mengatakan nyeri post oophorektomy dengan
kualitas nyeri ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan pada abdomen di bagian
hipogastric (pubish region), dengan skala yang dinyatakan klien 5 dan nyeri
hilang timbul pada saat bergerak. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 hari didapatkan evaluasi tanggal 23 Juni 2014 dengan
menggunakan SOAP hasilnya, Subyektif masih merasakan nyeri pada luka
post operasi oophorektomy saat bergerak/ luka tekan.
Kesimpulan: Asuhan keperawatan pada Ny. D yang diajarkan teknik
relaksasi nafas dalam menjadikan rasa nyeri berkurang.

Kata Kunci: Gangguan Rasa Nyaman Nyeri, Post Oophorektomy, Indikasi


Kista Ovarii

1. Mahasiswa Program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta

ix
2. Dosen Pengampu Program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah
Surakarta
3. Dosen Pengampu Program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah
Surakarta

x
ABSTRACT

NURSING CARE TASTE DISORDERS STUDY EASE PAIN IN NY. D


OOPHOREKTOMY DAY WITH POST-1 INDICATIONS OVARIAN
CYST IN WARD III ROSE HOSPITAL DR. MOEWARDI

Indriyani1, Anita Fatmasari2, Sri Mintarsih3

Background: ovarian cysts are closely related to women who have low
levels of fertility or infertility. Incidence of ovarian cyst disease in the Rose
room 3 Dr. Moewardi Hospital, Nin the period from January to February 2014
there were 14 cases with most patients aged between 20-50 years. Patients
with postoperative ovarian cyst will experience problems associated with
pain. Nursing actions that are undertaken to prevent complications that
nursing care to clients oophorektomy indication postoperative ovarian cyst
can be performed optimally.
Objective: To determine study disturbances comfort nursing care pain in Ny.
D with the post oophorektomy unity indication ovarian cyst in hospital wards
Dr. Moewardi.
Methods: The study design was a case study report, with Ny.D subjects with
impaired comfort nursing pain in Ny. D with the post oophorektomy unity
indication ovarian cyst. Instrument in performing nursing care is the
assessment format pattern Gordon, thermometers, sphygmomanometers,
pain measurement tool with a numeric score, penlight, stethoscope,
contruction. Data collection techniques using primary data and secondary
data.
Results: The results of the analysis of data obtained from the focus of
nursing diagnosis of pain is a subjective data : client said post oophorektomy
pain with tingling pain quality, pain is felt in the abdomen at the hipogastric
(pubish region), the client stated scale 5 and intermittent pain in while
moving. After nursing action for 3 days obtained evaluation dated June 23,
2014 by using the SOAP result, Subjective still feel pain in postoperative
wound oophorektomy when moving / pressure sores.
Conclusion: Nursing care at Ny. D taught deep breathing relaxation
techniques to make the pain less.

Keywords: Comfortable Sense of Pain Disorders, Post Oophorektomy,


Indications of ovarian cyst.

1. Student Nursing Program D III PKU Muhammadiyah Surakarta


2. Dosen custodian of Nursing Diploma Program PKU Muhammadiyah
Surakarta
3. Dosen custodian of Nursing Diploma Program PKU Muhammadiyah
Surakarta

xi
xii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ...................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Tujuan Studi Kasus ........................................................................... 4
C. Manfaat ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6
A. Tinjauan Teori Diagnosa Medis ........................................................ 6
1. Kista Ovarii ................................................................................. 6
B. Tinjauan Teori Kebutuhan Dasar ...................................................... 19
1. Nyeri ........................................................................................... 19
2. Konsep Keperawatan .................................................................. 34
C. Pathway ............................................................................................. 49
BAB III METODE STUDI KASUS ..................................................................... 50
A. Desain Studi Kasus ........................................................................... 50
B. Tempat dan Waktu Studi Kasus ........................................................ 50
C. Subjek Studi Kasus ........................................................................... 50
D. Instrumen Studi Kasus ...................................................................... 50
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 51

xiii
BAB IV RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN ............................................ 53
A. Resume Kasus ................................................................................... 53
1. Pengkajian ................................................................................... 53
2. Analisa Data ................................................................................ 62
3. Diagnosa Keperawatan ............................................................... 63
4. Intervensi dan Rasionalisasi ........................................................ 64
5. Implementasi ............................................................................... 66
6. Evaluasi ....................................................................................... 70
B. Pembahasan ....................................................................................... 72
1. Pengkajian ................................................................................... 72
2. Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi 74
BAB V PENUTUP............................................................................................... 84
A. Kesimpulan ....................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Pahtway Hipertensi ....................................................................... 41
Gambar 4.1. Genogram ..................................................................................... 55

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Tipe Stimulus Nyeri, Sumber dan Proses Patofisiologi .................... 24
Tabel 2.2. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri .................................................... 28
Tabel 2.3. Respon Perilaku Nyeri Pada Klien ................................................... 29

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian


Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3. Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Asuhan Keperawatan
Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 6. Surat Pengantar Penelitian
Lampiran 7. Surat Kelaikan Etik
Lampiran 8. Formulir Permohonan Uji Kelayakan Etik
Lampiran 9. Surat Ijin Studi Kasus
Lampiran 10. Surat Balasan Studi Penelitian
Lampiran 11. Lembar Konsultasi

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang

pula upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin

membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan kesehatan menunjang terdeteksinya

penyakit wanita yang bermacam-macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai

macam penyakit sistem reproduksi memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan

wanita dan keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti

menarche yang lebih awal, periode menstruasi yang tidak teratur, siklus

menstruasi yang pendek, paritas yang rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner

dan Schust, 2005).

Kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas utama dalam upaya

pelayanan kesehatan pada suatu negara. Sesuai dengan kebijakan dibidang

kesejahteraan dan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Salah satu

gangguan kesehatan yang sering terjadi pada sistem reproduksi wanita adalah

kista ovarii. Kista ovarii merupakan suatu benjolan yang berada di ovarium yang

dapat mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah (Prawirohardjo,

2009).

Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa

pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kehamilan tumor ovarii yang

dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor

11
2

ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim

atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.

Oophorektomy adalah operasi pengangkatan dari ovarium atau indung telur.

Tetapi istilah ini telah digunakan secara tradisional dalam penelitian ilmu dasar

yang menggambarkan operasi pengangkatan indung telur (Wiknjosastro, 2005).

Tingginya angka kematian karena penyakit ini dikarenakan tanpa adanya

gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga sulitnya mendeteksi penyakit

ini menyebabkan 60% - 70% pasien datang pada stadium lanjut. Insiden kista

ovarium yaitu 7% dari populasi wanita dan 85% bersifat jinak (Standar

Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, 2006).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 di Amerika

Serikat diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak 23.400 dengan

angka kematian sebesar 13.900 orang. Tingginya angka kematian karena

penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sekitar 60% -

70% penderita datang pada stadium lanjut (Brunner dan Suddarth, 2009).

Menurut data dari Malaysia (2008) terdapat 428 kasus penderita kista

ovarium, terdapat 20% diantaranya meninggal dunia dan 60% di antaranya

adalah wanita karir yang telah berumah tangga, sedangkan pada tahun (2009)

terdata 768 kasus penderita kista dan 25% di antaranya meninggal dunia dan 70%

di antaranya wanita karier yang telah berumah tangga.

Menurut data statistik dan Kemenkes (2007) di Indonesia penyakit kista

ovarii belum diketahui dengan pasti karena pencatatan dan pelaporan kurang

baik. Sebagai gambaran di Rumah Sakit, ditemukan kira-kira 30 penderita setiap


3

tahun. Kista ovarii erat hubungannya dengan wanita yang mempunyai tingkat

kesuburan yang rendah atau infertilitas. Di Jateng penyakit tumor pada tahun

2010 sebanyak 7.345 kasus terdiri dari tumor jinak 4.678 (68%) kasus dan tumor

ganas 2.667 (42%) kasus (Dinkes Jateng, 2010).

Kejadian penyakit kista ovarii di Ruang Mawar 3 RSUD Dr.Moewardi,

pada periode Januari - Februari tahun 2014 terdapat 14 kasus, dengan rentang

umur 17 – 19 (masa pubertas) sebanyak 1 kasus, umur 20 – 50 tahun sebanyak 10

kasus, sedangkan umur 55 tahun ke atas sebanyak 3 kasus. Kasus kista ovarii

pada usia antara 20 – 50 tahun masih mencapai peringkat tertinggi. Hal ini sesuai

dengan faktor predisposisi bahwa kistoma ovarii banyak terjadi pada usia 20 –50

tahun (RSUD Dr.Moewardi, 2014).

Pasien post operasi kista ovarii akan mengalami masalah yang

berhubungan dengan nyeri. Nyeri adalah suatu bentuk ketidaknyamanan baik

sensori maupun emosional yang berhubungan dengan resiko kerusakan jaringan

tubuh. Peran perawat diperlukan untuk mengatasai masalah-masalah, antara lain

dengan mengajarkan tehnik manajemen nyeri dengan memberikan kompres

hangat dan mengajarkan tehnik relaksasi yaitu latihan tarik nafas dalam untuk

membantu mengurangi rasa nyeri. Tindakan keperawatan yang dilakukan

tersebut ialah untuk mencegah terjadinya komplikasi sehingga asuhan

keperawatan pada klien post operasi oophorektomy indikasi kista ovarii dapat

dilakukan secara optimal (Prasetyo, 2010).

Berdasarkan pertimbangan diatas maka penulis tertarik membuat laporan

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Kajian Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa
4

Nyaman Nyeri Post Oophorektomy Indikasi Kista Ovarii di RSUD Dr.

Moewardi”.

B. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan nyeri pada pasien post

oophorektomy dengan indikasi kista ovarii di RSUD Dr. Moewardi.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus post

oophorektomy indikasi kista ovarii secara teliti.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

masalah post oophorektomy indikasi kista ovarii secara tepat.

c. Penulis mampu menyusun intervensi untuk melaksanakan tindakan

keperawatan pada pasien post oophorektomy indikasi kista ovarii.

d. Penulis mampu melaksanakan implementasi sesuai dengan intervensi

keperawatan pada pasien dengan post oophorektomy indikasi kista ovarii.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien sesuai asuhan

keperawatan dengan pasien post oophorektomy indikasi kista ovarii.

f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien

post oophorektomy indikasi ovarii.


5

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah manfaat teori asuhan keperawatan maternitas tentang

gangguan rasa nyaman nyeri post operasi Oophorektomy indikasi kista ovarii

di RSUD Dr. Moewardi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Memberikan kesempatan pada penulis untuk menerapkan ilmu

pengetahuan yang diperoleh di institusi pendidikan terutama manajemen

asuhan keperawatan dalam situasi yang nyata.

b. Bagi Institusi

1) Pendidikan

Digunakan sebagai sumber bacaan atau referensi dalam

kepustakaan asuhan keperawatan pasien dengan kista ovarii.

2) Rumah Sakit

Digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan

pelayanan pada pasien post oophorektomy dengan kista ovarii.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

Meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan tentang asuhan

keperawatan dengan kasus kista ovarii.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Diagnosa Medis

1. Kista Ovarii

a. Pengertian

Menurut Lowdermilk, dkk (2005 : 273), kista ovarii secara

fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal

dengan siklus menstruasi.

Menurut Yatim (2008), kista ovarii adalah rongga berbentuk

kantong berisi cairan di dalam rongga ovarium.

Menurut Sjamsoehidayat (2005 : 729), tumor ovarium sering

jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari uterus dan umumnya

diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik.

Jadi, kista ovarii adalah kista yang telah bermetastase menjadi

tumor ginekologik pada ovarium yang berupa kantong abnormal berisi

cairan dengan presentase kematian paling tinggi.

b. Klasifikasi

Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :

1) Tipe Kista Normal

Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang

paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus

luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.

6
7

Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada

masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap

dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi

kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional

terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak

mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang

sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.

2) Tipe Kista Abnormal

a) Kistadenoma

Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung

telur. Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat

menimbulkan nyeri.

b) Kista coklat (endometrioma)

Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya.

Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna

coklat kehitaman.

c) Kista dermoid

Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh

seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat

ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran

kecil dan tidak menimbulkan gejala.


8

d) Kista endometriosis

Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian

endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang

bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan

sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi

dan infertilitas.

e) Kista hemorhage

Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan

sehingga menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian

bawah.

f) Kista lutein

Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan.

Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus

luteum haematoma.

g) Kista polikistik ovarium

Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat

pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi

setiap bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya

kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap (persisten),

operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar

tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.


9

c. Etiologi

Menurut Kibangou Bondza (2006), penyebab terjadinya kista

ovarium sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui, tetapi beberapa

teori menyebabkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan

dalam mekanisme umpan balik ovarium sampai hipotalamus. Beberapa

dari literatur menyatakan bahwa penyebab terbentuknya kista pada

ovarium adalah gagalnya sel telur folikel untuk berovulasi.

Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal dalam

melepaskan sel telur, karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.

Menurut Kibangou Bondza (2006), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya kista ovarium yaitu:

1) Usia

Usia merupakan variable penting yang mengakibatkan kista

ovarii, khususnya pada wanita usia 20 tahun keatas sesuai dengan

faktor predisposisi.

2) Gaya hidup tidak sehat, diantaranya :

a) Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat

b) Zat tambahan pada makanan

c) Kurang olah raga

d) Merokok dan konsumsi alkohol

e) Terpapar dengan polusi dan agen infeksius

f) Sering stress
10

3) Faktor genetik

Tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker,

yaitu protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya makanan

yang bersifat karsinogen, polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau

karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen,

yaitu gen pemicu kanker.

d. Manifestasi Klinis

Menurut Wiknjosastro, H (2007: 345-350), mayoritas penderita

tumor ovarium tidak menunjukkan adanya gejala sampai periode waktu

tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ovarium berlangsung

secara tersembunyi sehingga diagnosis sering ditemukan pada waktu

pasien dalam keadaan stadium lanjut. Sampai pada waktunya klien

mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah,

rasa sebah pada perut, dan timbul benjolan pada perut.

Menurut Baziad (2003 : 45-49), sebagian besar kista ovarium

tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak

berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan

menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat

dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan

lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar

rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk

memperhatikan setiap gejala atau ditubuh anda untuk mengetahui

gejala mana yang serius.


11

Menurut Wiknjosastro, H. (2007), pertumbuhan primer diikuti

oleh infiltrasi kejaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan

samar-samar yaitu:

1) Perasaan sebah

2) Ras nyeri pada perut bagian bawah dan panggul

3) Makan sedikit terasa cepat kenyang

4) Sering kembung

5) Nyeri sanggama

6) Nafsu makan menurun

7) Rasa penuh pada perut bagian bawah

8) Gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan

juga tekanan pada dubur

9) Gangguan menstruasi karena pada umumnya tumor ovarium tidak

mengubah pola haid kecuali tumor itu sendiri mengeluarakan

hormon seperti pada tumor sel granulosa yang dapat menyebabkan

hipermenorrea

10) Akibat pertumbuhan adalah dengan adanya tumor di dalam perut

bisa menyebabkan pembengkakan perut. Rasa mual dan ingin

muntah.

e. Patofisiologi

Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah

hormon dan kegagalan pembentukan salah satu hormon tersebut bisa

mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara


12

normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam

jumlah yang tepat (Yatim, 2008).

Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan

folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel

tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,

terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk

kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk

beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus,

folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan

oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang

pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-

tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan

mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi

fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara

gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari

proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak

(Nugroho, 2010).

Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-

kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh

gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat

terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap

gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelainan yang

tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau
13

folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian

seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa

yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1 sampai 1,5

cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan

cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4 sampai 5 cm,

sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis (Srie,

2008 : 591).

f. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan pasien dengan kista ovarii

meliputi:

1) USG

Digunakan untuk mengetahui besar kecilnya kista ovarium

akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang

oval) dan terlihat sangat echolucent dengan dinding yang tipis,

tegas, licin, dan ditepi belakang kista nampak bayangan echo yang

lebih putih dari dinding depannya.

2) Transabdominal Sonogram

Transabdominal ultrasonography lebih baik dibandingkan

endovaginal ultrasonography untuk mengevaluasi besarnya massa

serta struktur intra abdominal lainnya, seperti ginjal, hati, dan asites.

Syarat pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan dalam

keadaan vesica urinaria terisi/ penuh.


14

3) Endovaginal Sonogram

Pemeriksaan ini dapat menggambarkan/ memperlihatkan

secara detail struktur pelvis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

endovaginal. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan vesica urinaria

kosong.

a) Kista Dermoid

Gambaran USG kista dermiod menunjukkan komponen yang

padat.

b) Kista Endometriosis

Menunjukkan karakteristik yang difuse, low level echoes pada

endometrium, yang memberikan gambaran yang padat.

c) Polikistik Ovarium

Menunjukkan jumlah folikel perifer dan hiperekhoid stoma.

4) MRI

Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus

dibandingkan dengan CT-scan, serta ketelitian dalam

mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-Scan dapat

pemberian petunjuk tentang organ asal dari massa yang ada. MRI

tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa/ banyak kasus.

5) Laparaskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah

sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk

menentukan sifat-sifat tumor itu


15

6) Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya

hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat

dilihat adanya gigi dalam tumor.

7) Parasintesis

Fungsi asites berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu

diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum

peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.

8) Diagnosis Banding

Diagnosis pasti tidak dapat dilihat dari gejala-gejala saja.

Karena banyak penyakit dengan gejala yang sama pada kista

ovarium adalah :

a) Inflamasi Pelvic (PID)

b) Pada pemeriksaan endovaginal sonogram, memperlihatkan

secara relatif pembesaran ovarium kiri (pada pasien dengan

keluhan nyeri).

c) Endometriosis

Pemeriksaan endovaginal sonogram tampak

karakteristik yang difus, echo yang rendah sehingga

memberikan kesan yang padat.


16

d) Kehamilan Ektopik

Pemeriksaan endovaginal sonogram memperlihatkan

ring sign pada tuba, dengan dinding yang tebal disertai cairan

yang bebas disekitarnya. Tidak ada pembuahan intrauterine.

e) Kanker ovarium

Pemeriksaan transvaginal ultrasound didapatkan

dinding tebal dan ireguler.

g. Penatalaksanaan Medis

Menurut Wiknjosatro, H (2007 :348) penatalaksanaan penyakit

kista ovarii dapat dilakukan dengan :

1) Pendekatan

Wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulasi

teratur dan tanpa gejala, dan hasil USG menunjukan kista berisi

cairan, dokter tidak memberikan pengobatan apapun dan

menyarankan untuk pemeriksaan USG ulang secara periodik untuk

melihat apakah ukuran kista membesar.

2) Pil kontrasepsi

Apabila terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang

digunakan untuk mengecilkan ukuran kista. Pemakaian pil

kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan kista.


17

3) Pembedahan

Apabila kista tidak menghilang setelah beberapa episode

menstruasi semakin membesar, lakukan pemeriksaan ultrasound,

dokter harus segera mengangkatnya.

Menurut Yatim (2008) prinsip pengobatan kista ovarii dengan

operasi adalah sebagai berikut :

a) Operasi untuk mengambil tumor :

Oophorektomy, meliputi pengangkatan satu atau lebih kista dari

satu atau kedua ovarium. Walaupun tindakan Oophorektomy

berhasil terdapat kemungkinan timbulnya kista kembali dimasa

yang akan datang (angka kekambuhan sekitar 5% - 30% dalam

5 tahun).

Keuntungan : Menghilangkan resiko kanker ovarium dimasa

mendatang.

Kerugian : Menopause dini, hilangnya fungsi ovarium.

b) Saat operasi dapat didahului dengan frozen section untuk

kepastian ganas dan tindakan operasi lebih lanjut.

c) Hasil operasi harus dilakukan pemeriksaan PA sehingga

kepastian klasifikasi tumor dapat ditetapkan untuk menentukan

terapi.

d) Operasi tumor ganas diharapkan debulking yaitu dengan

pengambilan jaringan tumor sebanyak mungkin jaringan tumor

sampai dalam batas aman diameter sekitar 2 cm. Setelah


18

mendapatkan radiasi dan kemoterapi atau dilakukan terapi

kedua untuk mengambil sebanyak mungkin jaringan tumor.

Kistoma ovarii diatas umur 45 tahun sebaiknya dilakukan terapi

profilaksis.

e) Untuk penanganan tumor nonneoblastik diambil sikap wait and

see. Wanita yang masih ingin hamil berovulasi teratur tanpa

gejala dan hasil USG menunjukkan kista yang berisis cairan

maka dilakukan pemeriksaan tindakan menunggu dan melihat

dan kista ini akn memnghilang 2-3 bulan kemudian.

Penggunaan pil kontrasepsi dapat digunakan untuk terapi kista

fungsional.

f) Pembedahan dilakukan jika kista besar dan padat, tumbuh atau

tetap selama 2-3 bulan siklus haid maka dapat dihilangkan

dengan pembedahan. Jika tumor besar atau ada komplikasi

maka dilakukan pengangkatan ovarium disertai saluran tuba

(salpingo ooferektomi) dan dilakukan pengontrolan, Jika

terdapat keganasan aka dilakukan histerektomi.

h. Komplikasi

Menurut Wiknjosatro, H (2007), komplikasi yang dapat terjadi

pada kista ovarium :

1) Perdarahan kedalam kista yang terjadi sedikit-sedikit, sehingga

berangsur-angsur menyebabkan pembesaran kista, dan hanya

menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal.


19

2) Torsio. Putaran tangkai dapat terjadi pada kista yang berukuran

diameter 5 cm atau lebih. Putaran tangkai menyebabkan gangguan

sirkulasi meskipun gangguan ini jarang bersifat total.

3) Kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman

pada perut dan dapat menekan vesika urinaria sehingga terjadi

ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara

sempurna.

4) Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopouse

sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker

(maligna).

5) Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi.

B. Tinjauan Teori Kebutuhan Dasar

1. Nyeri

a. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan, yang didefinisikan

dalam berbagai perspektif. Berikut ini beberapa pengertian nyeri yang

dikutip dari berbagai sumber.

Menurut Prasetyo (2010) mengatakan bahwa nyeri merupakan

suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang

rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rasa nyeri.


20

Menurut Judha, dkk (2012) mengatakan bahwa nyeri adalah

pengalaman pribadi, subjektif, yang dipengaruhi oleh budaya, persepsi

seseorang, perhatian dan variabel-variabel psikologis lain, yang

mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk

menghentikan rasa tersebut.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, nyeri adalah

suatu bentuk ketidaknyamanan, baik sensori maupun emosional yang

berhubungan dengan resiko kerusakan jaringan tubuh.

b. Klasifikasi Nyeri

1) Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi

a) Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang

cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat)

dan berlangsung untuk waktu singkat.

Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan),

memiliki onset yang tiba-tiba, dan terlokalisasi. Nyeri ini

biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. Kebanyakan

orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat sakit

kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan,

pasca pembedahan, dan lain sebagainya (Smeltzer, 2002).


21

b) Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik

berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya

berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik dapat tidak

mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering

sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan

respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya (Potter dan Perry, 2005).

2) Klasifikasi nyeri berdasarkan asal

a) Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif (nonciceptive pain) merupakan nyeri

yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor

perifer yang merupakan reseptor khusus yang mengantarkan

stimulus noxious.

Dilihat dari sifat nyerinya maka nyeri nosiseptif

merupakan nyeri akut. Nyeri akut merupakan nyeri nosiseptif

yang mengenai daerah perifer dan letaknya lebih terlokalisi

(Potter dan Perry, 2005).

b) Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau

abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun

sentral. Berbeda dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik


22

bertahan lebih lama dan merupakan proses input saraf sensorik

yang abnormal oleh sistem saraf perifer. Nyeri ini lebih sulit

diobati. Pasien akan mengalami nyeri seperti rasa terbakar,

tingling, shooting, shock like, hypergesia, atau allodynia. Nyeri

neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri kronis (Tamher

dan Heryati, 2008).

3) Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi

a) Superficial atau Kutaneus

Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan

stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar.

Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau

laserasi (Tahmer dan Heryati, 2008).

b) Viseral Dalam

Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi

organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan

dapat menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasinya

tetapi biasanya berlangsung lebih lama daripada nyeri

superficial. Contoh sensasi pukul (crushing) seperti angina

pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung

(Tahmer dan Heryati, 2008).

c) Nyeri Alih (Referred Pain)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri

viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.


23

Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah

dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai

karakteristik. Contoh nyeri yang terjadi pada infark miokard,

yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu

empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan

(Potter dan Perry, 2005).

d) Nyeri Radiasi

Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari

tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain.

Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh

bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi

intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung bagian bawah

akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang

meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatrik (Potter

dan Perry, 2005).

c. Neuroanatomi dan Fisiologi Nyeri

Menurut Potter dan Perry (2005: 1504-1505) proses terjadinya

nyeri merupakan suatu rangkaian yang rumit. Dalam hal ini dibutuhkan

pengetahuan mengenai struktur dan fisiologi sistem persarafan karena

sistem inilah yang memegang kendali dalam terciptanya nyeri. Proses

atau mekanisme ini akan melewati beberapa tahapan, yaitu diawali

dengan adanya stimulasi, transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi.


24

Terdapat tiga kategori reseptor nyeri, yaitu nosiseptor mekanis

yang berespons terhadap kerusakan mekanis, misalnya tusukan,

benturan, atau cubitan; nosiseptor termal yang berespons terhadap suhu

yang berlebihan terutama panas; nosiseptor polimodal yang berespons

setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi

zat kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera (Sherwood,

2004).

Tabel 2.1. Tipe stimulus nyeri, sumber dan proses patofisiologi


Tipe
Sumber Proses Patofisiologi
Stimulus
Mekanik Gangguan dalam Distensi odema pada jaringan tubuh
cairan tubuh Regangan duktus lumen sempit (misal
distensi duktus lesi saluran batu ginjal melalui ureter)
yang mengisi
ruangan (tumor)
Kimia Perforasi organ Iritasi kimiawi oleh sekresi pada ujung-
visceral ujung saraf yang sensitif (misal ruptur
ependiks, ulkus di duodenum)
Termal Terbakar (akibat Inflamasi atau hilangnya lapisan
panas atau dingin supervisial atau epidermis, yang
yang ekstrem) menyebabkan peningkatan sensitivitas
ujung-ujung saraf.
Listrik Terbakar Lapisan kulit terbakar disertai cedera
jaringan subkutan dan cedera jaringan
otot, menyebabkan cedera pada ujung-
ujung saraf.
Sumber : Potter and Perry (2006)

d. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter dan Perry

(2005: 1511-1515) adalah:

1) Usia

Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan,


25

yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang

masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur

perawat yang menyebabkan nyeri.

2) Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya

jenis kelamin saja yang mempengaruhi suatu faktor dalam

mengekspresikan nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi

jenis kelamin misalnya menganggap seorang laki-laki harus lebih

berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh

menangis dalam situasi yang sama.

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi reaksi

terhadap nyeri.

4) Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri

mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi

terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar

belakang budaya individu tersebut.


26

5) Perhatian

Ketika sesesorang mengfokuskan perhatianya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

pengalihan dihubungkan dengan presepsi nyeri yang menurun.

Konsep ini merupakan konsep yang perawat tetapkan dalam

berbagai managemen nyeri, seperti guide imagenary, distraksi,

masasse, terapi musik dan nafas dalam.

6) Kecemasan

Kecemasan akan meningkatkan persepsi tentang nyeri, tetapi

nyeri juga dapat meningkatkan kecemasan.

7) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping.

8) Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman

nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan

menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.

9) Gaya Koping

Cara individu dalam menghadapi sebuah stressor akan

menjadikan sebuah persepsi terhadap nyeri tersebut.


27

10) Dukungan Keluarga dan Sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah

kehadiran orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka

terhadap klien.

e. Respon Terhadap Nyeri

1) Respon fisiologis terhadap nyeri

Perubahan/ respon fisiologis dianggap sebagai indikator

nyeri yang lebih akurat dibandingkan laporan verbal pasien.

Smeltzer, S.C dan Bare, B.G (2002) mengungkapkan bahwa

respons fisiologik harus digunakan sebagai pengganti untuk

laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan

digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri

individu.

Respon fisiologis terhadap nyeri dapat membahayakan

individu. Saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke

batang otak dan hipotalamus, sistem saraf otonom menjadi

terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang

simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons fisiologis.

Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan

melibatkan organ-organ dalam/ visceral/ maka sistem saraf

simpatis akan menghasilkan suatu aksi.


28

Tabel 2.2. Respon fisiologis terhadap nyeri

Respons
Penyebab atau efek
Stimulasi simpatik*
Dilatasi saluran bronkheolus dan Menyebabkan peningkatan asupan
peningkatan frekuensi oksigen
pernapasan
Peningkatan frekuensi denyut Menyebabkan peningkatan
jantung transport oksigen
Vasokontriksi perifer (pucat, Meningkatkan tekanan darah
peningkatan tekanan darah) disertai perpindahan suplai darah
dari perifer dan visera ke otot-otot
skeletal dan otak
Peningkatan kadar glukosa Menghasilkan energi tambahan
darah
Diaphoresis Mengontrol temperatur tubuh
selama stres
Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot untuk
melakukan aksi
Dilatasi pupil Memungkinkan penglihatan yang
lebih baik
Penurunan motilitas saluran Membebaskan energi untuk
cerna melakukan aktivitas dengan lebih
cepat
Stimulasi Parasimpatik*
Pucat Menyebabkan suplai darah
berpindah dari perifer
Ketegangan otot Akibat keletihan
Penurunan denyut jantung dan Akibat stimulasi vagal
tekanan darah
Pernapasan yang cepat dan tidak Menyebabkan pertahanan tubuh
teratur gagal akibat stres nbyeri yang terlalu
lama
Mual dan muntah Mengembangkan fungsi saluran
cerna
Kelemahan atau kelelahan Akibat pengeluaran energi fisik
Sumber : Potter dan Perry (2006)

Ket : * Nyeri dengan intensitas ringan sampai moderat dan

nyeri superficial

** Nyeri yang berat dan dalam

2) Respon perilaku

Respon perilaku yang ditunjukkan oleh pasien sangat

beragam yaitu :
29

Tabel 2.3. Respon perilaku nyeri pada klien


Vokalisasi  Mengaduh
 Menangis
 Sesak napas
 Mendengkur
Ekspresi wajah  Meringis
 Menggeletukkan gigi
 Mengernyitkan dahi
 Menutup mata atau mulut dengan rapat atau
membuka mata atau mulut dengan lebar
 Menggigit bibir
Gerakan tubuh  Gelisah
 Imobilisasi
 Ketegangan otot
 Peningkatan gerakan jari dan tangan
 Aktivitas melangkah yang tanggal ketika berlari
atau berjalan
 Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
 Gerakan melindungi bagian tubuh
Interaksi sosial  Menghindari percakapan
 Fokus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan
nyeri
 Menghindari kontak sosial
 Penurunan rentang perhatian

f. Strategi Penatalaksanaan Nyeri

1) Pengertian strategi penatalaksanaan nyeri

Strategi penatalaksanaan nyeri atau lebih dikenal dengan

manajemen nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri.

Manajemen nyeri dapat dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu

diantaranya adalah dokter, perawat, bidan, fisioterapis, pekerja

sosial dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat melakukan

manajemen nyeri (Potter dan Perry, 2006).

2) Tujuan strategi penatalaksanaan nyeri

Menurut Potter dan Perry (2006), dalam dunia keperawatan

manajemen nyeri dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a) Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.


30

b) Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi

gejala nyeri kronis yang persisten.

c) Mengurangi penderitaan dan/atau ketidakmampuan/ ketidak-

berdayaan akibat nyeri.

d) Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap

terapi nyeri.

e) Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan

kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

3) Strategi penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis

Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan

menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi.

Manajemen nyeri nonfarmakologi sangat beragam.

Tindakan-tindakan nyerinya yaitu :

a) Bimbingan antisipasi

Bimbingan antisipasi adalah memberikan pemahaman

kepada klien mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahaman yang

diberikan oleh perawat ini bertujuan untuk memberikan

informasi kepada klien, dan mencegah salah interpretasi

tentang peristiwa nyeri. Informasi yang diberikan kepada klien

meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

(1) Kejadian, awitan, dan durasi nyeri yang akan dialami;

(2) Kualitas, keparahan, dan lokasi nyeri;

(3) Informasi tentang cara keamanan klien telah dipastikan;


31

(4) Penyebab nyeri;

(5) Metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan

klien (Potter dan Perry, 2006).

b) Terapi es dan panas/ kompres panas dan dingin

Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan

menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam

bidang reseptor yang sama pada cedera.

Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya

setempat saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian

panas, pembuluh-pembuluh darah akan melebar sehingga

memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut.

Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke

sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang

akan diperbaiki. Aktivitas sel yang meningkat akan

mengurangi rasa sakit/ nyeri dan akan menunjang proses

penyembuhan luka dan proses peradangan (Stevens dkk,

2000).

c) Stimulasi saraf elektris transkutan/TENS (Transcutaneous

Elektrical Nerve Stimulation)

Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation (TENS)

adalah suatu alat yang menggunakan aliran listrik, baik dengan

frekuensi rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan

beberapa elektroda pada kulit untuk menghasilkan sensasi


32

kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri.

TENS adalah prosedur non-invasif dan merupakan metode

yang aman untuk mengurangi nyeri, baik akut maupun kronis.

d) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada

sesuatu selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi

adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di

luar nyeri (Smeltzer dan Bare, 2001).

e) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan

mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat

meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang

sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,

berirama (Smeltzer dan Bare, 2002).

f) Imajinasi Terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi

seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus

untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer dan Bare,

2002).

g) Hipnosis

Hipnosis/hipnosa adalah sebuah teknik yang

menghasilkan suatu keadaan yang tidak sadarkan diri, yang

dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh orang


33

yang menghipnotisnya (Depkes, 2005). Terdapat beragam

teknik yang dilakukan untuk menginduksi tingkat hipnotik.

Namun, kebanyakan tehnik menggunakan beberapa tahap

berikut : 1) induksi ketidaksadaran, 2) deepening, 3) penguatan

ego, 4) sugesti pasca-hipnotik, dan 5) mengakhiri tahap

ketidaksadaran (Basford dan Selvin, 2006).

h) Umpan balik biologis

Prinsip kerja dari metode ini adalah mengukur respons

fisiologis, seperti gelombang pada otak, kontraksi otot atau

temperatur kulit kemudian “mengembalikan” memberikan

informasi tersebut kepada klien. Kebanyakan alat umpan balik

biologis/biofeedback terdiri dari beberapa elektroda yang

ditempatkan pada kulit dan sebuah amplifier yang

mentransformasikan data berupa tanda visual seperti lampu

yang berwarna. Klien kemudian mengenali tanda tersebut

sebagai respons stres dan menggantikannya dengan respons

relaksasi (Prasetyo, 2010).

i) Masase

Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan

lunak, biasanya otot, tendon atau ligamentum, tanpa

menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk

meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau

memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004).


34

Menurut Mander (2003), merinci enam gerakan dasar

yang dilakukan dalam masase. Gerakan tersebut adalah

effleurage (gerakan tangan mengurut), petrissage (gerakan

tangan mencubit), tapotement (gerakan tangan melakukan

perkusi), hacking (gerakan tangan mencincang), kneading

(gerakan tangan meremas), dan cupping (tangan membentuk

seperti mangkuk). Setiap gerakan ditandai dengan perbedaan

tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan untuk

mencapai pengaruh yang berbeda pada jaringan di bawahnya.

4) Strategi Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk

mengatasi nyeri. Analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan

efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan

upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi obat

yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan

mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan

dalam menggunakan analgesik narkotik dan pemberian obat yang

kurang dari yang diresepkan (Potter dan Perry, 2005 : 1535-1546).

2. Konsep Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah dengan asuhan keperawatan pada pasien

untuk data tentang respon manusia yang direntang oleh kondisi pasien
35

yang mencangkup data subjektif dan objektif (Carpenito, 2006). Fokus

pengkajian pada pasien post operasi oophorektomy adalah :

1) Pengumpulan data

a) Identitas

(1) Identitas Klien

Identitas klien meliputi nama, umur, agama, pendidikan,

pekerjaan, suku, status perkawinan, diagnosa medis, tanggal

masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi dan alamat.

(2) Identitas Penanggung Jawab

Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan .

b) Riwayat Kesehatan

(1) Keluhan Utama

Keluhan yang diungkapkan saat dilakukan pengkajian

dengan menggunakan metode PQRST :

P : Provokatif atau paliatif yang menyebabkan nyeri

dirasakan.

Q : Kualitas nyeri yang dirasakan, apakah seperti

tertusuk, kram, kaku, terjepit, atau tertekan.

R : Region, nyeri yang dirasakan mempengaruhi system

tubuh atau seperti nadi, tekanan darah, pernafasan,

serta apakah mempengaruhi aktifitas selama

perubahan posisi atau nyeri dirasakan menjalar ke

area lain.
36

S : Saverity, nyeri dirasakan hebat, menengah-sedang,

atau sedikit, tentukan menggunakan skala 0 – 10.

T : Time, apakah nyeri secara khas terus-menerus, cepat

hilang dan dirasakan menetap.

(2) Riwayat Penyakit Sekarang

Perjalanan penyakit klien sebelum, selama perjalanan

dan sesampainya dirumah sakit hingga saat dilakukan

pengkajian. Tindakan yang dilakukan sebelumnya, dan

pengobatan yang didapat setelah masuk rumah sakit.

(3) Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan penyakit yang pernah dialami dan

berhubungan dengan sistem reproduksi, dan riwayat

pengobatan klien.

(4) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga yang mempunyai

penyakit yang sama, penyakit keturunan atau riwayat

penyakit menular.

(5) Riwayat Menstruasi

Kaji menarche, siklus menstruasi, banyaknya haid

yang keluar, keteraturan menstruasi, lamanya, keluhan yang

menyertai.
37

(6) Riwayat Obstetri

Kaji tanggal partus, umur hamil, jenis partus, tempat

penolong, jenis kelamin bayi, berat dan panjang badan bayi,

masalah yang terjadi saat hamil, lahir, nifas dan keadaan

bayi yang dilahirkan.

(7) Riwayat Keluarga Berencana

Kaji penggunaan KB pada klien, jenis kontrasepsi

yang digunakan, sejak kapan penggunaan alat kontrasepsi,

adakah masalah yang terjadi dengan alat kontrasepsi.

(8) Riwayat Pernikahan

Kaji usia pernikahan, lamanya pernikahan, dan

pernikahan yang keberapa.

(9) Riwayat Seksual

Kaji usia pertama kali klien melakukan hubungan

seksual, frekuensi perminggu, respon pasca hubungan

seksual : Nyeri / Perdarahan / tidak ada keluhan.

(10) Pola fungsi kesehatan Gordon, M (2002) yaitu:

(a) Presepsi kesehatan

Presepsi tentang kesehatan dan kesejahteraan;

pengetahuan/ kepatuhan terhadap regimen.

(b) Nutrisi

Kaji pola makan klien meliputi kebiasaan makan klien

dalam porsi makan, frekuensi makan, nafsu makan,


38

sumber dan jenis makanan yang disukai dan makanan

yang tidak disukai, alergi makanan, serta kaji keadaan

minum klien.

(c) Pola eliminasi

i. BAB

Kaji frekuensi, warna, bau, konsistensi, dan keluhan

saat BAB.

ii. BAK

Kaji frekuensi, warna, bau dan keluhan saat

berkemih.

(d) Pola aktifitas dan latihan

Kaji kegiatan dalam pekerjaan dan kegiatan di waktu

luang sebelum dan selama dirawat dirumah sakit.

(e) Pola tidur dan istirahat

Kaji waktu, lama tidur/ hari, kebiasaan pengantar tidur,

kebiasaan saat tidur, dan kesulitan dalam tidur.

(f) Kognitif/ Persepsi

Kemampuan untuk menggunakan semua indra dalam

mengenali lingkungan.

(g) Presepsi diri/ Konsep diri

i. Faktor stress (pekerjaan, keuangan, perubahan

peran), cara mengatasi stress (keyakinan, merokok,

minum alcohol dan lain-lain).


39

ii. Masalah dalam perubahan dalam penampilan :

pembedahan, bentuk tubuh.

iii. Menyangkal, menarik diri, marah.

(h) Peran/ hubungan

Cara menjalin hubungan dengan orang lain.

(i) Seksualitas

Pola reproduktif, tinggi fundus uteri lebih tinggi atau

lebih rendah dari normal terhadap usia gestasi, riwayat

neonates besar terhadap usia gestasi, hidramnion,

anomaly congenital, lahir mati tidak jelas.

(j) Koping/ Pola toleransi stres

Kemampuan mengatasi dan mentoleransi stress.

(k) Riwayat psikososial dan spiritual

i. Psikososial

Respon klien terhadap penyakit yang diderita saat ini,

dan mekanisme koping klien.

ii. Spiritual

Kaji kegiatan keagamaan klien yang sering dilakukan

di rumah dan dirumah sakit.

2) Pemeriksaan Fisik

Kaji keadaan umum, kesadaran, berat badan atau tinggi

badan dan tanda-tanda vital.


40

a) Kepala

Kaji adanya keluhan pusing atau sakit kepala, warna

rambut, keadaan, distribusi rambut, dan kebersihan rambut.

b) Mata

Kaji kesimetrisan mata, warna konjungtiva, sclera,

kornea, dan fungsi pengelihatan.

c) Hidung

Kaji kesimetrisan, keadaan kebersihan hidung, dan

fungsi penciuman.

d) Mulut

Kaji kelembaban mukosa mulut dan bibir, keadaan gigi,

fungsi pengecapan, keadaan mulut dan fungsi menelan.

e) Telinga

Kaji adanya kelainan bentuk, keadaan, dan fungsi

pendengaran.

f) Leher

Kaji adanya pembengkakan, pembesaran kelenjar tiroid,

distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar getah bening.

g) Daerah dada

(1) Paru

Inspeksi : Kaji perkembangan dada kanan dan kiri saat

inspirasi dan ekspirasi

Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan


41

Perkusi : Kaji adanya suara tambahan atau tidak pada

paru

Auskultasi : Kaji irama paru.

(2) Inspeksi : Kaji tampak tidaknya IC

Perkusi : Kaji kuat angkat atau tidaknya IC

Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan

Auskultasi : Kaji irama jantung.

h) Abdomen dan pelvis

(1) Inspeksi : Adanya penonjolan, penderita tampak sakit,

mual, muntah, aktivitas berkurang.

(2) Auskultasi : Bising usus

(3) Palpasi : Nyeri tekan, nyeri lepas, gejala infeksi

(peningkatan suhu tubuh). Diameter tumor,

masa dapat digerakkan atau tidak, unilateral

atau multi, asites ada atau tidak, konsistensi

padat atau lunak.

i) Genetalia eksterna

Kaji adanya pengeluaran sekret dan perdarahan, warna,

bau, keluhan gatal, dan kebersihan.

j) Anus

Kaji adanya keluhan konstipasi, dan inspeksi adanya

hemoroid eksterna.
42

k) Ektremitas

Kaji kekuatan otot, varises, kontraktur pada persendian,

refleks-refleks, dan kesulitan pergerakan.

l) Pemeriksaan Penunjang

(1) Pemeriksaan laboratoriun: pemeriksaan darah lengkap (NB,

HT, SDP).

(2) Terapi: terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi

maupun peroral.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan

pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas

dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan menerunkan, membatasi, mencegah dan

merubah (Doenges, 2004).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post operasi

oophorektomy kista ovarii adalah :

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik akibat tindakan

oophorektomy

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pasien dapat menunjukan kontrol terhadap nyeri.


43

Kriteria hasil:

a) Klien dapat mengontrol nyeri setelah melakukan tehnik

relaksasi.

b) Klien tampak rileks.

c) Klien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi dan Rasionalisasi:

a) Kaji intensitas nyeri dengan skala 1 – 10 dan tanda-tanda vital

Rasionalisasi : mengetahui tingkat skala nyeri dan vital sign

pasien.

b) Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara

menarik nafas panjang dan menghembuskannya.

Rasionalisasi : mengurangi rasa nyeri klien.

c) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut: bernafas teratur,

mendengarkan musik.

Rasionalisasi : memberikan rasa nyaman bagi pasien dan

mengontrol rasa nyeri.

d) Ajarkan tindakan penurunan nyeri reninvasif. Bernafas

perlahan-lahan, teratur (nafas dalam).

Rasionalisasi : mengontol rasa nyeri pasien

e) Kolaborasi pemberian analgetik untuk pereda rasa nyeri/sakit

yang optimal.
44

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik post

oophorektomy.

Tujuan: Pasien dapat mencapai peningkatan aktivitas secara

mandiri.

Kriteria hasil :

a) Menurunnya kelemahan

b) Pasien bersedia untuk melakukan aktivitas sesuai program

pengobatan.

Intervensi dan rasionalisasi :

a) Observasi respon individu terhadap aktivitas.

Rasionalisasi: mengetahui tingkat kemampuan aktivitas pasien.

b) Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan

aktivitas.

Rasionalisasi: memantau apabila terjadi ketidak normalan

tanda-tanda vital setelah melakukan aktivitas.

c) Anjurkan untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.

Rasionalisasi: tirah baring lama dapat menurunkan

kemampuan otot-otot.

d) Ajarkan aktivitas, sesuai batasan-batasan toleransi.

Rasionalisasi: meningkatkan kemandirian pasien sesuai

program pengobatan.

Rasionalisasi : meningkatkan kemandirian pasien sesuai

program pengobatan.
45

e) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas sesuai

kebutuhan pasien.

Rasionalisasi : meningkatkan kemandirian pasien dalam

aktivitas.

3) Resiko kekurangan volume cairan, berhubungan dengan:

perdarahan pada area pembedahan post oophorektomy.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24

jam diharapkan kebutuhan cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil : Jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang.

Intervensi :

a) Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan total dalam

24 jam.

Rasionalisasi : Mengetahui kebutuhan cairan klien.

b) Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.

Rasionalisasi : Mengetahui tingkat dehidrasi klien.

c) Observasi tanda vital tiap atau sesuai kebutuhan.

Rasionalisasi : Mengetahui tingkat kesehatan klien.

d) Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik (2500 –

3000 cc / 24 jam).

Rasionalisasi: Memenuhi kebutuhan cairan pasien.


46

e) Berikan penkes kepada klien tentang pentingnya cairan bagi

tubuh.

Rasionalisasi : Menambah pengetahuan klien tentang

pentingnya cairan bagi tubuh.

f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infuse yang

sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi: Memenuhi kebutuhan cairan klien sehingga tidak

mengakibatkan dehidrasi.

4) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang

tidak adekuat (trauma jaringan post oophorektomy).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan pasien dapat menunjukan kontrol terhadap resiko dan

infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

a) Tidak ada tanda-tanda infeksi (dolor : nyeri, tumor : bengkak,

kalor : panas, rubor : kemerahan, dan fungsiolesa)

b) Angka leukosit dalam batas normal (4.000-12.000 / UL)

Intervensi dan rasionalisasi :

a) Observasi keadaan luka

Rasionalisasi : mengetahui ada atau tidaknya infeksi.

b) Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril.

Rasionalisasi : menurunkan resiko penyebaran infeksi.


47

c) Mengganti infus set secara berkala setelah 3 hari pemasangan.

Rasionalisasi: mencegah inveksi yang berhubungan dengan

tindakan invasif.

d) Anjurkan pasien untuk menjaga kekeringan balutan luka

Rasionalisasi : balutan yang basah dapat mengabsorbsi kotoran

dari luar.

e) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang

mengandung tinggi protein

Rasionalisasi : protein bermanfaat untuk mempercepat

penyembuhan luka.

f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik

Rasionalisasi : menurunkan jumlah organisme bila telah terjadi

infeksi dan mencegah terjadinya infeksi apabila belum terjadi

infeksi.

5) Resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan pembatasan intake post pembedahan.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24

jam, tidak terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi pada pasien .

Kriteria hasil:

a) Asupan nutrisi adekuat

b) Berat badan meningkat

c) HB dan Hematokrit dalam batas normal.


48

Intervensi:

a) Observasi intake pasien setiap hari.

Rasionalisasi: untuk memantau status nutrisi pasien.

b) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake sesuai diit dalam

proses pengobatan.

Rasionalisasi : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

c) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.

Rasionalisasi : untuk menghindari mual muntah.

d) Kolaborasi dalam pemenuhan diit dan injeksi Ranitidin 25 mg /

8 jam.

Rasionalisasi : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan

mencegah mual muntah.

c. Implementasi

Implementasi merupakan tahap aktalisasi dari rencana tindakan

yang telah disusun (Carpenito, 2006).

d. Evaluasi

Evaluasi menurut (Perry, 2005) meliputi :

S : Subjective, Pernyataan atau keluhan dari pasien.

O : Objective, Data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.

A : Analisys, Kesimpulan dari objektif dan subjektif.

P : Planning, Rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan

analisis.

Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada

hasil dan tujuan yang hendak dicapai (Mitayani, 2009).


49

C. Pathway Usia
Gaya Hidup tak sehat
Genetik

Degenerasi Ovarium Infeksi Ovarium

Histerektomi Kista Ovarii Pembesaran Ruptur


Ovarium Ovarium
Resiko perdarahan

Oophorektomy
Gangguan
perfusi jaringan
Kurang Komplikasi Luka Operasi
informasi peritonia

Agen cidera fisik Pembatasan Perubahan


Kurang Peritonis akibat tindakan nutrisi nutrisi
pengetahuan Resti injuri
post
oophorektomy Penurunan Anestasi
Cemas Resiko Nyeri metabolisme Penurunan
Perdarahan Nervusvagus
Nyeri Penurunan
akut Hipolisis peristaltik usus Reflek menelan
Sumber: menurun
Pertahanan tubuh
Srie Sisca (2008) Peningkatan
primer yang tidak Penaikan asam laktat
Nugroho (2010) Absorbsi air
adekuat
Fizal Yatim (2008) dikolon
Smeltzer (2002) Keletihan Restiaspirasi
Nanda (2013-2014)
Resiko terjadi
Resiko kekurangan
infeksi Imobilitas fisik post volume cairan
oophorektomy

49
Intoleransi Aktivitas
50

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain Studi Kasus

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah menggunakan bentuk laporan studi kasus.

Studi kasus ialah laporan yang dilaksanakan dengan cara meneliti suatu

permasalahan studi kasus melalui suatu yang terdiri dari unit tunggal

(Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan Waktu

Asuhan keperawatan pasien post oophorektomy akan dilakukan pada:

Tempat : Ruang Mawar III, RSUD Dr. Moewardi.

Waktu : Mei – Juni 2014.

C. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus adalah subyek yang dituju pada saat pelaksanaan studi

kasus (Notoatmodjo, 2010). Kriteria subjek studi kasus ini adalah Ny. D dengan

gangguan rasa nyaman nyeri dengan post oophorektomy indikasi kista ovarii di

RSUD Dr. Moewardi.

D. Instrumen Studi Kasus

Instrumen yang digunakan dalam melakukan asuhan keperawatan pasien

post oophorektomy antara lain :

1. Format pengkajian pola Gordon

50
51

2. Termometer

3. Tensimeter

4. Alat ukur nyeri dengan numeric score.

5. Penlight.

6. Stetoscope

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data primer

a. Pemeriksaan fisik

Dilakukan dengan cara yang diantaranya adalah inpeksi, palpasi,

auskultasi, dan perkusi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencantumkan

masalah klien.

b. Wawancara

Merupakan tanya jawab secara langsung baik dengan klien,

keluarga maupun perawat ruangan yang bertujuan untuk memperoleh data

atau keterangan yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan

masyarakat keperawatan klien.

c. Observasi

Mengamati keadaan klien dengan menggunakan pengelihatan dan

alat indra lainnya berupa perabaan, sentuhan dan pendengaran.

2. Data sekunder

a. Pengumpulan data yang didapatkan melalui catatan asuhan keperawatan

yang dibuat oleh perawat dan data medik.


52

b. Studi kepustakaan

Data dasar yang didapat dalam menyusun makalah secara teoritis

yaitu dengan mempelajari literatur yang berkaitan dengan kasus dan

sumber-sumber lainnya.
53

BAB IV

RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Resume Kasus

1. Pengkajian

Pasien masuk Rumah Sakit tanggal 17 Juni 2014 jam 16.00 WIB di

bangsal Mawar 3 kamar 9 A, dan tindakan oophorektomy dilakukan pada

tanggal 20 Juni 2014. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2014 jam

08.00 WIB. Pengkajian dilakukan melalui anamnesa pasien dan keluarga

serta melalui rekam medis pasien.

Identitas pasien : nama Ny. D, umur 39 tahun, jenis kelamin

perempuan, beragama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan swasta, alamat

Pucang Sawit 01/03 Jebres, Surakarta, diagnosa medis post oophorektomy

hari ke-1 indikasi kista ovarii. Identitas penanggung jawab : nama Tn. A,

umur 43 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, alamat Pucang Sawit

01/03, Jebres, Surakarta, pendidikan SMA, pekerjaan swasta, hubungan Tn. A

dengan pasien adalah suami.

Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi

oophorektomy pada abdomen bagian hipogastric (pubish region) terutama

pada saat digerakkan. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan 2

minggu sebelum masuk ke Rumah Sakit pasien mengeluh nyeri pada perut

sebelah kanan bawah yang menyebar ke seluruh bagian perut, menstruasi

terus-menerus kurang lebih 2 minggu tidak berhenti, mual-muntah kurang

lebih 3x dalam sehari, badan terasa lemah, letih dan kepala terasa pusing.

53
54

Kemudian dibawa keluarganya ke klinik di daerah dekat rumahnya, karena

tidak kunjung sembuh dan obat yang dierikan oleh bidan sudah habis, pada

tanggal 15 Juni 2014 oleh keluarganya pasien dibawa ke Poliklinik

Kandungan RSUD Dr. Moewardi. Setelah menjalani pemeriksaan USG,

diketahui pasien menderita kista coklat sinistra kemudian oleh dokter diberi

terapi obat, 3 hari setelah pulang dari Rumah Sakit nyeri yang dirasakan

pasien bertambah berat dan mengalami menstruasi terus-menerus maka pasien

kembali ke Poliklinik Kandungan RSUD Dr. Moewardi. Oleh dokter pasien

dianjurkan untuk rawat inap. Saat dirawat dibangsal Mawar 3, sebelum

dilakukan tindakan operasi pasien diberi program terapi : Infus Ringer Laktat

20 tetes per menit, Terfacet 1 mg / 12 jam intra vena, Ranitidin 25 mg / 8 jam

intra vena, Novalgin 500 mg / 12 jam, dilakukan pemeriksaan darah lengkap.

Pada tanggal 20 Juni 2014 pasien dilakukan tindakan oophorektomy di Intra

Bedah Sentral (IBS). Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Juni 2014

pasien mengatakan nyeri pada bagian abdomen post operasi oophorektomy,

badan terasa lemah, letih dan pusing. Pasien mengatakan tidak bisa

melakukan aktivitasnya secara mandiri, untuk memenuhi kebutuhannya

pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan selain melahirkan

pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah mengalami

penyakit kista ovarii sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan tidak ada anggota

keluarganya yang mempunyai penyakit seperti yang dideritanya saat ini dan
55

tidak ada yang menderita penyakit menular atau keturunan seperti diabetes

mellitus, jantung, hipertensi, asma atau penyakit lainnya.

Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan : Pasien mengatakan

tidak mempunyai kebiasaan buruk seperti merokok, minuman keras,

ketergantungan obat karena menurut pasien kebiasaan tersebut dapat merusak

kesehatan.

Genogram :

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: garis perkawinan

: garis keturunan

: pasien / Ny. D

: tinggal dalam satu rumah

: meninggal

Gambar 4.1. Genogram


56

Riwayat Ginekologi dan Obstetrik : Riwayat menstruasi : Pasien

menstruasi pertama berumur 14 tahun dengan siklus teratur dan banyak.

Lamanya menstruasi 7 hari. Saat menstruasi dirasakan nyeri di bagian perut.

Riwayat pernikahan : Pasien mengatakan sudah menikah sejak umur 17 tahun

dengan suami umur 21 tahun, sekarang usia perkawinannya sudah menginjak

usia ke- 22 tahun, dari hasil pernikahannya tersebut pasien mempunyai 2

orang anak, dimana anak pertamanya berusia 20 tahun dan anak ke duanya

berusia 12 tahun.

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas : G2P2A0, pasien melahirkan

anak pertama tanggal 3 Oktober 1994, dengan umur kehamilan 40 minggu,

dan jenis persalinan spontan. Tempat persalinan Bidan desa, dengan jenis

kelamin Iaki-laki dan berat 3.200 gram. Melahirkan anak kedua pada tanggal 3

Maret 2002 dengan umur kehamilan 40 minggu, dan jenis persalinan Sectio

Caesarea, penolong dokter, tempat persalinan RSUD Dr. Moewardi. Indikasi

oligohidramnion, dengan jenis kelamin laki-laki dan berat 3.500 gram.

Riwayat Keluarga Berencana : Pasien mengatakan menggunakan KB

suntik sejak April 2002 sampai sekarang, setelah melahirkan anak keduanya.

Pada saat menggunakan KB suntik masalah yang terjadi adalah haid tidak

teratur.

Pengkajian fungsional : Pola persepsi kesehatan - pemeliharaan

kesehatan : pasien mengatakan apabila sakit atau ada anggota keluarga yang

sakit langsung berobat ke Rumah Sakit atau dokter terdekat. Pola nutrisi

metabolisme : pasien mengatakan sebelum sakit makan 3 x/hari, jarang makan


57

sayur dan buah, selama sakit pasien makan 3 x/hari habis ½ porsi diit bubur

yang disediakan oleh Rumah Sakit. Antropometri (A) : berat badan sebelum

sakit 54 Kg, berat badan selama sakit 52 Kg, panjang lingkar lengan atas 30

cm. Biochemical data (B) : Hb 12,9 g/dl, leukosit 13.700 /ul, ureum 34,9

mg/dl, kreatinin 1,1 mg/dl, hematokrit 50%. Clinical data (C) : tekanan darah

130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,5°C, pernapasan 22 x/menit, mukosa

bibir kering, konjungtiva agak pucat, capilary refill 2 detik, tugor kulit baik.

Dietary history (D) : pasien mengatakan tidak menjalani program diet sebelum

sakit, tetapi pasien jarang mengkonsumsi sayur dan buah, selama sakit pasien

mendapat diit bubur dari rumah sakit karena kondisi abdomen yan masih

dalam penyembuhan akibat tindakan oophorektomy. Pola latihan dan aktivitas

: pasien mengatakan sebelum sakit aktivitas sehari-hari lebih banyak

dilakukan secara mandiri, selama sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas

seperti biasa, pasien hanya bisa melakukan aktifitas ringan seperti miring

kanan dan miring kiri, karena masih lemas dan luka post oophorektomy masih

nyeri, aktivitas dibantu oleh perawat dan keluarga (makan, minum, mandi,

ganti pakaian, dan lain-lain).

Pola eliminasi : pasien mengatakan sebelum sakit pasien rutin BAB 1

x / hari feses sedikit-sedikit, warna feses kuning dan berbau khas, pasien BAK

dengan jumlah urin 400 ml / 8 jam, warna kuning jernih, selama sakit pasien

mengatakan belum BAB dan BAK ± 300 cc per hari lewat kateter, urin

berwarna kuning jernih. Pola istirahat tidur : pasien mengatakan sebelum sakit

mempunyai kebiasaan sehari-hari pasien lebih banyak istirahat selama 6-7


58

jam mulai jam 21.00 – 04.00 pagi, pasien mengatakan kalau sudah bangun

sulit untuk bisa tidur lagi, sering bangun terlalu awal, pasien terbiasa tidur

dengan suasana tenang. Pasien mengatakan selama dirawat di RS pasien sulit

tidur karena kondisi ruangan yang ramai, tidur hanya 3 jam per hari.

Pola persepsi - kognitif : pasien mengatakan sebelum sakit tidak

mengalami gangguan dalam hal melihat, mendengar serta meraba, pasien

tidak mengalami disorientasi reflek. Pasien mengatakan selama sakit nyeri

pada luka post operasi oophorektomy saat bergerak, Provoking (P) : penyebab

nyeri yaitu luka post operasi oophorektomy saat bergerak. Quality (Q) : nyeri

terasa seperti di tusuk-tusuk. Region (R) : nyeri dirasakan pada abdomen di

bagian hipogastric (pubish region). Skala (S) : skala nyeri yang dirasakan

skala 5 (nyeri sedang). Time (T) : nyeri hilang timbul pada saat bergerak.

Pasien mengeluh lemas, pusing, mual, luka tidak terasa panas dan tidak ada

bengkak.

Pola persepsi terhadap diri : gambaran diri : pasien mengatakan

menerima keadaannya sekarang dengan hati yang sabar dan menerima

keadaannya saat ini sebagai cobaan dari Allah SWT, ideal diri : pasien

mengatakan ingin segera sembuh dan pulang ke rumah serta dapat beraktifitas

seperti biasanya, harga diri : pasien mengatakan tidak minder atau rendah diri

dengan keadaannya, peran diri : pasien adalah seorang istri bagi suaminya dan

ibu bagi anak-anaknya serta ibu rumah tangga.

Pola hubungan peran : pasien mengatakan selama sehat dan sakit

hubungannya dengan suami, anak, orang tua, mertua dan yang lainnya
59

berjalan dengan baik, pasien berperan sebagai seorang istri dan ibu bagi suami

dan anaknya. Pola seksualitas - reproduksi : pasien berjenis kelamin

perempuan dan terdapat masalah dalam sistem reproduksinya yaitu penyakit

kista ovarii yang tengah dideritanya. Pola stress dan koping : pasien

mengatakan tidak ada masalah yang difikirkan dan apabila sedang ada

masalah pasien selalu bermusyawarah dengan suami atau keluarga terdekat

yang lain. Pola kepercayaan nilai-nilai : pasien mengatakan sebelum sakit

selalu melaksanakan sholat 5 waktu, tetapi selama sakit pasien tidak dapat

menjalankan sholat 5 waktu dan hanya dapat berdoa kepada Allah SWT agar

diberi kesembuhan.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapat data : Keadaan umum

lemah, kesadaran composmentis. Kepala : tidak terdapat nyeri tekan, rambut

hitam bergelombang, panjang, tdak ada lesi. Mata : bentuk simetris,

konjungtiva agak pucat, pupil isokor, sklera anikterik, tidak ada gangguan

dalam melihat (tidak menggunakan kaca mata). Hidung : tidak terdapat nyeri

tekan, bersih, simetris, dan tidak ada sekret. Telinga : tidak terdapat nyeri

tekan, simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak ada serumen. Mulut : mukosa bibir

agak kering, tidak ada stomatitis. Leher : tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi,

tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Dada : paru-paru, inspeksi :

pengembangan dada kanan dan kiri sama; palpasi : vocal fremitus raba dada

kanan dan kiri sama; perkusi : sonor; auskultasi : vesikuler, jantung; inspeksi :

ictus cordis tidak tampak; palpasi : ictus cordis kuat angkat; perkusi : pekak

(batas jantung tidak melebar); auskultasi : bunyi jantung I sama dengan bunyi

jantung II.
60

Abdomen : inspeksi : terdapat luka post operasi oophorektomy; panjang

7 cm, jumlah jahitan 10 buah terdapat drain pada luka dan tidak ada

kemerahan, auskultasi : peristaltik usus 10 x/menit; palpasi : terdapat nyeri

tekan, pada bagian luka dan daerah sekitar luka bekas operasi oophorektomy;

masih keluar darah bercampur pus berwarna merah kekuningan saat luka

ditekan; perkusi : tympani. Payudara : kanan dan kiri simetris, puting susu

menonjol, areola menghitam, perabaan hangat dan lembek, ASI tidak keluar.

Ekstremitas atas : tidak ada oedem dan tangan kiri terpasang infus Ringer

Laktat 20 tetes per menit, kekuatan otot tangan kanan dan kiri 3 (pasien

mampu berjabat tangan dan menggerakkan jemarinya), ekstremitas bawah :

tidak ada oedem, tidak ada gangguan pada pergerakan, kekuatan otot kaki

kanan dan kiri 3 (pasien mampu menggerakkan dan mengangkat kakinya).

Genetalia : terpasang kateter, tidak ada lesi, memakai pembalut dalam sehari

ganti pembalut 2x, terdapat perdarahan, bau amis. Kulit : warna sawo matang,

bersih, turgor kulit baik.

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan radiologi foto polos pada

tanggal 15 Juni 2014 didapatkan hasil adanya kista coklat sinistra dengan

dinding terdiri dari stoma ovarii, dengan perdarahan luas dan jaringan

endometrium. Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 21 Juni 2014 :

pemeriksaan hematologi : hemoglobin 12,9 g/dl, eritrosit 4,71 jt/ul,

leukosit13.700 /ul, trombosit 238.000 /ul, hematokrit 38 %, golongan darah B

(RH*). Pemeriksaan kimia darah : SGOT 21 U/L, SGPT 12 U/L, ureum 34,9

mg/dl, kreatinin 1,1 mg/dl. Terapi pengobatan pada tanggal 21 Juni 2014 :

Infus Ringer Laktat 20 tetes per menit, Terfacet 1 mg/12 jam intra vena,
61

Ranitidin 25 mg/ 8 jam intra vena, Novalgin 500 mg / 12 jam intra vena,

Metronidazol 100 ml / 8 jam intra vena dan diit bubur tim.

Data fokus terdiri dari data subyektif : pasien mengatakan nyeri pada

luka post operasi oophorektomy pada abdomen dibagian hipogastric (pubish

region), pasien mengatakan badan terasa lemas, letih, pusing, dan mual.

Pasien mengatakan makan habis ½ porsi, makanan sesuai diit yang telah

disediakan oleh Rumah Sakit yaitu bubur tim. Pasien mengatakan nyeri pada

luka post operasi oophorektomy saat bergerak, pasien mengatakan aktifitas

masih dibantu keluarga dan perawat, pasien mengatakan diit masih berupa

bubur tim. Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka post operasi

oophorektomy dengan skala nyeri 5 nyeri seperti di tusuk-tusuk, tidak terasa

panas pada luka.

Data obyektif : terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per menit,

terdapat luka jahitan diabdomen tengan bawah, keadaan lemah, tekanan darah

100/80 mmHg, respirasi 24 x/menit, nadi 80 x/menit, suhu 36,5oC, pasien

tampak menahan nyeri saat bergerak, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga

dan perawat, luka post operasi oophorektomy panjang jahitan 7 cm, jumlah

jahitan 10 buah, masih keluar darah bercampur pus apabila luka ditekan,

berwarna merah kekuningan, tidak ada kemerahan dan tidak ada bengkak

pada luka. Hemoglobin 12,9 gr /dl, hematokrit 38 %, angka lekosit 13.700 /ul,

capillary refill 2 detik. Diit pasien bubur tim. Berat badan sebelum sakit 54

kg, berat badan saat sakit 52 kg, peristaltik usus 10 x/menit, lingkar lengan

atas 30 cm.
62

2. Analisa Data

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat tindakan

oophorektomy.

Data subyektif : pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi

oophorektomy, (P : luka jahitan, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri

dirasakan pada abdomen dibagian hipogastric (pubish region), S : skala

nyeri 5, T : nyeri hilang timbul, pada saat bergerak). Data obyektif :

terdapat luka insisi, pasien tampak menahan nyeri, hasil vital sign didapat

hasil tekanan darah : 130/80 mmHg, nadi : 80 x/menit, suhu : 36,5°C,

respirasi : 20 x/menit. Sehingga didapat etiologi agen cidera fisik akibat

tindakan oophorektomy dengan masalah nyeri akut. Sehingga diagnosa

yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

akibat tindakan oophorektomy.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik post

oophorektomy

Data subyektif : pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga

dan perawat seperti makan, minum, mandi, ganti baju, dan lain-lain),

pasien mengatakan badan lemah, letih, pusing, dan mual. Data obyektif :

aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat seperti makan, minum,

mandi, ganti baju, dll, keadaan umum lemah, tekanan darah 130/80

mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu 36,5 C, terpasang

infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit, HB : 12,9 g/dl. Sehingga didapat

etiologi imobilitas fisik post oophorektomy dengan masalah intoleransi


63

aktivitas. Sehingga diagnosa yang muncul adalah intoleransi aktivitas

berhubungan dengan imobilitas fisik post oophorektomy.

c. Resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pembatasan intake post pembedahan (oophorektomy).

Data subyektif : pasien mengatakan badan lemas, pusing dan mual,

pasien mengatakan makan habis ½ porsi dengan diit bubur tim. Data

obyektif : pasien mendapat diit bubur tim, berat badan sebelum sakit 54

kg, berat badan selama sakit 52 Kg, lingkar lengan atas 30 cm, peristaltik

usus 10 x/menit, HB 12,9 g/dl, hematokrit 38 %. Sehingga didapat etiologi

pembatasan intake post pembedahan (oophorektomy) dengan masalah

resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. Sehingga

diagnosa yan muncul adalah resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan intake post

pembedahan (oophorektomy).

3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat tindakan

oophorektomy.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik post

oophorektomy.

c. Resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pembatasan intake post pembedahan (oophorektomy).


64

4. Intervensi dan Rasionalisasi

a. Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera fisik akibat tindakan oophorektomy adalah, Tujuan :

nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x

24 jam. Kriteria hasil : pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang

(skala nyeri 1-3), tanda-tanda vital normal (TD : 120/80 mmHg, N : 80-

120 x/menit, RR: 12-24 x/menit, S : 36-37°C dan pasien tampak tenang

dan rileks. Intervensi yang ditegakkan : kaji intensitas nyeri dengan skala

1 – 10 dan tanda-tanda vital, dengan rasionalisasi mengetahui tingkat

skala nyeri dan keadaan vital sign pasien, anjurkan pada pasien untuk

tehnik relaksasi dengan cara menarik nafas panjang dan

menghembuskannya, dengan rasionalisasi mengurangi rasa nyeri pasien.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut: bernafas teratur,

mendengarkan musik, dengan rasionalisasi memberikan rasa nyaman bagi

pasien dan mengontrol rasa nyeri. Ajarkan tindakan penurunan nyeri

reninvasif bernafas perlahan-lahan, teratur (nafas dalam), dengan

rasionalisasi : mengontol rasa nyeri pasien, memberikan posisi yang

nyaman bagi pasien (posisi semi fowler), dengan rasionalisasi :

memberikan rasa nyaman dan supaya pasien terasa rileks, kolaborasi

pemberian analgetik injeksi novalgin 500 mg / 12 jam (intra vena), dengan

rasionalisasi untuk pereda rasa nyeri/sakit yang optimal.

b. Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa intoleransi aktivitas

berhubungan dengan imobilitas fisik post oophorektomy adalah, Tujuan :


65

pasien dapat mencapai peningkatan aktivitas secara mandiri setelah

dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam. Kriteria hasil : menurunnya

kelemahan, pasien bersedia untuk melakukan aktivitas sesuai batasan-

batasan toleransi. Intervensi yang ditegakkan : observasi respon individu

terhadap aktivitas, dengan rasionalisasi sebagai indikator untuk

melanjutkan tindakan selanjutnya, pantau tanda-tanda vital sebelum dan

sesudah melakukan aktivitas, dengan rasionalisasi memantau apabila

terjadi ketidak normalan tanda-tanda vital setelah melakukan aktivitas,

anjurkan untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap, dengan

rasionalisasi meningkatkan aktivitas pasien secara bertahap, ajarkan

aktivitas ringan, sesuai batasan-batasan toleransi, dengan rasionalisasi

meningkatkan kemandirian pasien sesuai program pengobatan, libatkan

keluarga dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan pasien, dengan

rasionalisasi untuk meningkatkan kemandirian pasien dalam aktivitas dan

memenuhi kebutuhan ADL pasien.

c. Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa resiko pemenuhan nutrisi :

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan intake post

pembedahan (oophorektomy) adalah, Tujuan : setelah dilakukan asuhan

keperawatan 1 x 24 jam tidak terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi pada

pasien. Kriteria hasil : asupan nutrisi adekuat, berat badan meningkat, HB

dan hematokrit dalam batas normal. Intervensi yang ditegakkan :

Observasi intake pasien setiap hari, dengan rasionalisasi untuk memantau

status nutrisi pasien, anjurkan pasien untuk meningkatkan intake sesuai


66

diit dalam proses pengobatan, dengan rasionalisasi untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi pasien, berikan makanan sedikit dan frekuensi sering,

dengan rasionalisasi : untuk menghindari mual muntah, kolaborasi dalam

pemenuhan diit dan injeksi Ranitidin 25 mg / 8 jam, dengan rasionalisasi :

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan mencegah mual muntah.

5. Implementasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat tindakan

oophorektomy

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 21 Juni 2014, pukul

08.00 WIB yaitu : mengkaji intensitas nyeri dengan skala 1 – 10 dan

tanda-tanda vital, pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan

pemeriksaan skala nyeri dan vital sign, hasil vital sign : 130/80 mmHg,

nadi 84 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 36,5°C, skala nyeri didapat

data obyektif : (P : luka jahitan post oophorektomy, Q : nyeri seperti

ditusuk-tusuk, R : nyeri dirasakan pada abdomen dibagian hipogastric

(pubish region), S : skala nyeri 5, T : nyeri hilang timbul saat bergerak,

jam 08.30 WIB menganjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan

cara menarik nafas panjang dan menghembuskannya, pasien mau

diajarkan tehnik relaksasi dan nafas dalam, pasien tampak rileks, jam

09.10 WIB mengajarkan metode distraksi selama nyeri akut : bernafas

teratur, mendengarkan musik, pasien mau mengikuti anjuran perawat,

pasien tampak rileks, jam 09.00 WIB memberikan injeksi novalgin 500

mg (intravena), pasien tampak menahan nyeri.


67

Implementasi pada tanggal 22 Juni 2014 pukul 08.00 WIB yaitu

memantau tanda-tanda vital, intensitas dan skala nyeri, pasien mengatakan

mau untuk dilakukan pemeriksaan skala nyeri dan vital sign, keadaan

umum lemah, kesadaran compos mentis, hasil vital sign : 110/80 mmHg,

nadi 82 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 37,0 °C, skala nyeri didapat

data obyektif : (P : luka jahitan post oophorektomy, Q : nyeri seperti

ditusuk-tusuk, R : nyeri dirasakan pada abdomen dibagian hipogastric

(pubish region), S : skala nyeri 5, T : nyeri hilang timbul saat bergerak),

jam 09.00 memberikan injeksi novalgin 500 mg (intravena), pasien

tampak menahan nyeri, jam 09.30 mengajarkan teknik relaksasi dan napas

dalam saat nyeri muncul, pasien mau diajarkan teknik relaksasi dan nafas

dalam, jam 10.00 WIB mengatur posisi pasien senyaman mungkin (posisi

semi fowler), pasien tampak rileks dan nyaman.

Implementasi tanggal 23 Juni 2014 pukul 08.00 mengatur posisi

pasien senyaman mungkin (posisi semi fowler), pasien tampak rileks dan

nyaman, jam 09.00 WIB memberikan injeksi novalgin 500 mg (intravena),

pasien tampak menahan nyeri, jam 10.00 WIB mengajarkan teknik

relaksasi dan napas dalam saat nyeri muncul, pasien mau diajarkan teknik

relaksasi dan nafas dalam, jam 11.00 WIB memantau tanda-tanda vital,

intensitas dan skala nyeri : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,

hasil vital sign : 110/80 mmHg, nadi 82 x/menit, pernafasan 22 x/menit,

suhu 36,6 °C, skala nyeri didapat data : (P ; luka jahitan post

oophorektomy, Q ; nyeri seperti diremas-remas, R ; nyeri dirasakan pada


68

abdomen di bagian hipogastric (pubish region), S : skala nyeri 3, T ; nyeri

hilang timbul saat bergerak).

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik post

oophorektomy. Implementasi dilakukan pada tanggal 21 Juni 2014 yaitu :

jam 08.00 WIB mengobservasi respon individu terhadap aktivitas, pasien

mengatakan belum dapat melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan

seperti makan, minum, ganti baju, aktivitas masih dibantu keluarga dan

perawat, jam 08.00 WIB memantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah

melakukan aktivitas, pasien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan

vital sign, hasil vital sign sebelum aktivitas : TD 130/80 mmHg, nadi 84

x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 36,50C, hasil vital sign setelah

aktivitas : TD 150/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 26 x/menit,

suhu 36,50C, jam 11.20 WIB menganjurkan pasien untuk meningkatkan

aktivitas secara bertahap, pasien mengatakan bersedia mengikuti anjuran

perawat, pasien tampak sedikit demi sedikit dapat melakukan aktivitasnya

secara mandiri, jam 11.30 WIB mengajarkan aktivitas ringan sesuai

batasan-batasan toleransi, pasien mau mengikuti anjuran perawat, pasien

kooperatif dengan apa yang diajarkan perawat, jam 13.20 WIB melibatkan

keluarga dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan pasien, keluarga

mengatakan bersedia, kebutuhan pasien terpenuhi.

Implementasi pada tanggal 22 Juni 2014 jam 09.20 WIB

mengobservasi respon individu terhadap aktivitas, pasien sudah dapat

melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan seperti makan, minum,


69

ganti baju, jam 10.00 WIB memantau tanda-tanda vital sebelum dan

sesudah melakukan aktivitas, pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan

pemeriksaan vital sign, hasil vital sign sebelum aktivitas : TD 110/80

mmHg, nadi 82 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 37,00C, hasil vital

sign setelah aktivitas : TD 150/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 26

x/menit, suhu 36,50C, jam 10.30 WIB menganjurkan pasien untuk

meningkatkan aktivitas secara bertahap, pasien mengatakan bersedia,

pasien sedikit demi sedikit dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri.

Implementasi tanggal 23 Juni 2014 pukul 08.05 WIB mengobservasi

respon individu terhadap aktivitas, pasien sudah dapat melakukan aktivitas

walaupun aktivitas ringan seperti makan, minum, ganti baju, jam 09.20

WIB mengajarkan aktivitas ringan sesuai batasan-batasan toleransi, pasien

mau mengikuti anjuran perawat, jam 10.00 WIB memantau tanda-tanda

vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, pasien mengatakan

bersedia untuk dilakukan pemeriksaan vital sign, hasil vital sign sebelum

aktivitas : TD 110/80 mmHg, nadi 82 x/menit, pernafasan 22 x/menit,

suhu 37,00C, hasil vital sign setelah aktivitas : TD 150/80 mmHg, nadi 88

x/menit, pernafasan 26 x/menit, suhu 36,50C, jam 11.00 WIB melibatkan

keluarga dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan pasien, keluarga

mengatakan bersedia, kebutuhan pasien terpenuhi.


70

c. Resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pembatasan intake post pembedahan (oophorektomy)

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 21 Juni 2014, pukul

08.00 WIB yaitu mengobservasi intake pasien setiap hari, pasien makan

habis ½ porsi diit yang diberikan rumah sakit, pukul 09.00 WIB

menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake sesuai diet dalam proses

pengobatan, pasien mengatakan bersedia mengikiti anjuran perawat, pukul

11.30 WIB memberikan makanan sedikit dan frekuensi sering, pasien

mengatakan tidak mual, pasien makan habis ½ porsi makan yang

diberikan Rumah Sakit, pukul 11.40 WIB berkolaborasi dalam pemenuhan

diit dan injeksi Ranitidin 25 mg / 8 jam, diit bubur tim habis ½ porsi dan

injeksi Ranitidin 25 mg / 8 jam intra vena masuk.

6. Evaluasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat tindakan

oophorektomy. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari

didapatkan evaluasi tanggal 23 Juni 2014 dengan menggunakan SOAP

hasilnya, Subyektif : pasien mengatakan masih merasakan nyeri pada luka

post operasi oophorektomy saat bergerak/ luka tekan, (P : luka jahitan post

oophorektomy, Q : nyeri seperti diremas-remas, R : nyeri dirasakan pada

abdomen dibagian hipogastric (pubish region), S : skala nyeri 3, T : nyeri

hilang timbul saat bergerak. Obyektif : keadaan umum baik, hasil vital

sign TD : 110/90 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 26 x/menit, S : 36,50C.

Analize : masalah teratasi sebagian. Planning : rencana keperawatan


71

dilanjutkan terutama pada nafas dalam dan teknik relaksasi saat terasa

nyeri, pantau tanda-tanda vital, dan pemberian program terapi.

b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik post

oophorektomy

Setelah dilakukan tindakan selama 3 hari didapatkan evaluasi tanggal 23

Juni 2014 dengan menggunakan SOAP hasilnya, Subyektif : pasien

mengatakan pusing dan mual berkurang, pasien mengatakan lemas dan

letih berkurang, pasien mengatakan aktivitas masih dibantu oleh keluarga

dan perawat. Obyektif : aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarga dan

perawat, keadaan umum baik, TD : 110/90 mmHg, N : 82 x/mnt, RR : 26

x/mnt, S : 36,5 0C, Hb : 12,9 g/dl. Analize : masalah teratasi sebagian.

Planning : rencana asuhan keperawatan dilanjutkan terutama latihan

aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan pasien, libatkan keluarga

dalam aktivitas dan pemantauan tanda-tanda vital sebelum dan sesudah

aktivitas.

c. Resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pembatasan intake post pembedahan (oophorektomy)

Setelah dilakukan tindakan selama hari didapatkan evaluasi tanggal 23

Juni 2014 dengan menggunakan SOAP hasilnya, subyektif : pasien

mengatakan lemas, pusing dan mual berkurang, pasien mengatakan makan

habis ½ porsi diit yang diberikan dari Rumah Sakit. Obyektif : pasien

mendapat diit bubur tim, BB sebelum sakit 54 kg, BB saat sakit 52 kg,

lingkar lengan atas 30 Cm, peristaltik usus 10 x / menit, ureum 34,9


72

mm/dl, kreatinin 1,1 mg/dl, hematokrit 38 %, HB 12,9 g/dl. Analize :

masalah resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi

sebagian. Planning : rencana keperawatan dilanjutkan terutama

meningkatkan intake sesuai diit dalam proses pengobatan dan observasi

status nutrisi pasien.

B. Pembahasan

Pada bab ini akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada Ny. D

dengan post oophorektomy hari ke-1 dengan indikasi kista ovarii yang ditemukan

3 diagnosa keperawatan, yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk

memperoleh informasi dan data dari pasien yang mendukung masalah-

masalah, baik aktual maupun potensial. Data dari pengkajian ini penulis

dapatkan dari metode autoanamnesa (menanyakan pada pasien),

alloanamnesa, observasi partisipatif. Pengkajian ini dilakukan dengan

sistematis melalui langkah-langkah pengumpulan data, pengelompokan dan

menganalisa data yang akhirnya akan menemukan masalah yang dirumuskan

dalam diagnosa keperawatan.

Menurut Yatim (2008), kista ovarii adalah rongga berbentuk kantong

berisi cairan di dalam rongga ovarium. Oophorektomy, meliputi pengangkatan

satu atau lebih kista dari satu atau kedua ovarium. Walaupun tindakan

Oophorektomy berhasil terdapat kemungkinan timbulnya kista kembali

dimasa yang akan datang (angka kekambuhan sekitar 5% - 30% dalam 5


73

tahun). Sedangkan tanda dan gelaja dari kista ovarii menurut Wiknjosastro

(2007), adalah perasaan sebah, rasa nyeri pada perut bagian bawah dan

panggul, makan sedikit terasa cepat kenyang, sering kembung, nyeri

senggama, nafsu makan menurun, rasa penuh pada perut bagian bawah,

gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan juga tekanan

pada dubur, gangguan menstruasi karena pada umumnya tumor ovarium tidak

mengubah pola haid kecuali tumor itu sendiri mengeluarkan hormon seperti

pada tumor sel granulosa yang dapat menyebabkan hipermenorrea, akibat

pertumbuhan adalah dengan adanya tumor di dalam perut bisa menyebabkan

pembengkakan perut, rasa mual dan ingin muntah. Dari hasil pengkajian

terhadap Ny. D ditemukan tanda-tanda sesuai dengan batasan karakteristik

tanda-tanda penyakit kista ovarii, selain itu pada Ny. D telah dilakukan

tindakan oophorektomy. Sehingga dapat ditegakkan diagnosa post

oophorektomy dengan indikasi kista ovarii.

Pengkajian keluhan utama seharusnya mencantumkan PQRST yaitu

pasien mengtakan masih merasakan nyeri P (provoking) yaitu nyeri dirasakan

karena luka post oophorektomy, ini merupakan sebagai pencetus nyeri, Q

(quality) yaitu nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, R (region)

yaitu nyeri dibagian abdomen hipogastric (pubish region), S ( severity) yaitu

skala nyeri 5, T (time) nyeri hilang timbul saat bergerak. Nyeri terjadi karena

penekanan ujung syaraf, alur syaraf desenden melepaskan opiat endogen,

seperti endorphin dan dinorfin yaitu suatu pembunuh nyeri alami yang berasal

dari tubuh. Skala nyeri 5 (Doenges, 2001 : 455) skala nyeri 5 termasuk nyeri

sedang. Pengkajian nyeri ini membantu dalam membedakan tingkat beratnya


74

suatu penyakit atau untuk mengetahui karakteristik nyeri seperti tipe penyakit

dan durasi dari nyeri tersebut, dan juga digunakan untuk membuat diagnosis

yang adekuat, mengetahui rencana tindakan dan mengevaluasi efektifitas

tindakan yang telah dilakukan (Smeltzer, 2002 : 217).

2. Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat tindakan

oophorektomy

Menurut Carpenito (2006 : 53) nyeri merupakan keadaan dimana

individu mengalami dan melaporkan adanya ketidaknyamanan berat atau

sensasi tidak nyaman, berakhir dari satu detik sampai kurang dari 6 bulan.

Menurut Herdman (2012-2014 : 604) nyeri akut adalah pengalaman

sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat

kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of

Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan

hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 6 bulan.

Teori Gate Control dari Melzack dan Wall menyusulkan bahwa

impuls nyeri dapat datur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di

sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impus nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat

pertahanan ditutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar

teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron


75

sensori dari serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses

pertahanan.

Masalah ini dapat muncul pada Ny. D setelah dilakukan

pengkajian dan pemeriksaan fisik didapatkan data pasien mengatakan

nyeri pada abdomen tengah bagian bawah, yaitu pada luka post operasi

oophorektomy. Penyebab nyeri (P) adalah karena adanya luka post operasi

oophorektomy, karena agen cidera fisik akibat tindakan oophorektomy,

diawali dengan rupturnya sel-sel jaringan khusus yang memproduksi

histamin yang menyebabkan reaksi pembuluh darah dan prostaglandin

yang merangsang reseptor nyeri. Sehingga individu merasakan nyeri dan

mencari upaya untuk menghilangkan nyeri (Potter, 2005 : 1502). Qualitas

nyeri (Q) menurut pasien nyeri seperti ditusuk-tusuk, pada bagian

abdomen dibagian hipogastric (pubish region), yang terdapat luka post

operasi oophorektomy (R), dengan skala nyeri 5 atau nyeri sedang (S), dan

nyeri terasa pada saat bergerak (T). Menurut (Herdman, 2012-2014)

batasan karakteristik nyeri akut yaitu perubahan selera makan, perubahan

tekanan darah, perubahan frekwensi jantung, mengekspresikan perilaku

(misal : gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah), ini

sesuai dengan hasil pengkajian terhadap Ny. D sehingga dapat diangkat

menjadi diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen

cedera fisik akibat tindakan oophorektomy.

Penulis menjadikan diagnosa keperawatan ini sebagai prioritas

pertama karena menurut Hierarki Maslow, kebutuhan aman nyaman

(nyeri) menempati setelah kebutuhan fisiologis. Masalah nyeri apabila


76

tidak segera ditangani akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman yang

berkepanjangan sehingga menganggu istirahat dan akan mengakibatkan

syok neurogenik (syok karena nyeri yang berlebihan). Dengan standar

waktu 3 x 24 jam, karena nyeri harus segera teratasi, dan luka post operasi

oophorektomy pada pasien merupakan luka post operasi hari ke-1 yang

dalam fase ini adalah fase dimana biasanya nyeri sangat begitu dikeluhkan

oleh pasien (Bobak, 2000 : 725).

Intervensi yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini adalah

observasi tanda-tanda vital karena respon autonomik meliputi perubahan

tekanan darah, nadi, dan pernapasan, yang berhubungan dengan keluhan

nyeri. Kaji skala nyeri karena skala ini memberikan pengukuran subyektif

dan kuantitatif tentang intensitas nyeri. Mengatur posisi pasien senyaman

mungkin, yaitu posisi semi fowler karena posisi semi fowler akan

menurunkan diafragma sehingga membantu memaksimalkan ekspansi

paru dan mengurangi tarikan ke bawah saat bernapas karena gaya

gravitasi, sehingga dapat meningkatkan pernapasan dan mengurangi nyeri

(Doenges, 2000 : 916).

Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam, hal ini dilakukan supaya

pasien dapat memfokuskan kembali perhatian, mengurangi ketegangan

otot sehingga dapat mengurangi intensitas nyeri serta meningkatkan

kemampuan koping dalam manajemen nyeri dan stres. Ajarkan metode

distraksi selama nyeri akut: bernafas teratur, mendengarkan musik, hal ini

dilakukan supaya pasien dapat memfokuskan kembali perhatian,


77

mengurangi ketegangan otot sehingga dapat mengurangi intensitas nyeri

serta meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri dan stres

(Doenges, 2000 : 916).

Kolaborasi pemberian injeksi analgetik hal ini digunakan untuk

menurunkan nyeri, sedangkan nyeri bervariasi dari nyeri ringan, sedang

dan berat sehingga perlu penanganan untuk memudahkan istirahat adekuat

dan penyembuhan, analgetik yang diberikan yaitu Novalgin 500 mg/12

jam intavena, novalgin merupakan anagletik non narkotik, cara kerjanya

ada 2 yaitu ke bagian sentral (thalamus) dengan jalan meningkatkan nilai

ambang rasa nyeri dan ke bagian perifer yaitu merubah interprestasi rasa

nyeri, yang efektif terhadap nyeri intensitas rendah sampai sedang

(Doenges, 2000 : 917).

Implementasi yang telah dilakukan yaitu mengkaji tanda-tanda

vital dan skala nyeri pasien, memberikan posisi semi fowler dan

mengajarkan teknik relaksasi dan napas dalam. Faktor yang mendukung

penulis dalam melakukan tindakan keperawatan adalah pasien kooperatif

dan dapat bekerjasama dengan perawat. Perkembangan pasien setelah

dilakukan asuhan keperawatan selama sehari masalah nyeri akut baru

teratasi sebagian. Hal ini dapat dibuktikan dengan pasien mengatakan

nyeri pada luka post operasi pada saat bergerak berkurang, nyeri seperti

diris-iris, skalanya nyeri 3, pasien tampak rileks, tekanan darah : 110/90

mmHg, nadi : 82 x/menit, respirasi : 26 x/menit, suhu : 36,5oC. Sehingga

tindakan keperawatan dilanjutkan dengan berikan pasien kesempatan


78

untuk istirahat cukup pada siang dan waktu tidur yang tidak terganggu

pada malam hari.

Pada diagnosa ini terdapat pembenaran yaitu pada evaluasi

perkembangan pada planning : rencana keperawatan dilanjutkan terutama

latihan napas dalam dan teknik relaksasi saat terasa nyeri, pantau tanda-

tanda vital, dan pemberian program terapi. Seharusnya ditambah dengan

intervensi yang lain karena tindakan tersebut belum mengatasi masalah,

sehingga pada planning : intervensi keperawatan ditambah dengan berikan

pasien kesempatan untuk istirahat pada waktu siang dan dengan waktu

tidur yang tidak terganggu pada malam hari karena kekurangan tidur dapat

meningkatkan persepsi nyeri serta kemampuan koping menurun.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik post

oophorektomy

Menurut Carpenito (2006 : 3) intoleransi aktivitas merupakan

penurunan kapasitas fisiologi seseorang untuk mempertahankan aktivitas

sampai tingkat yang diinginkan atau diperlukan, dengan karakteristik

kelemahan dan pusing, faktor yang berhubungan yaitu semua faktor yang

mengganggu transpor oksigen yang mengarah pada kondisi fisik atau

menimbulkan kebutuhan energi berlebihan di luar batas kemampuan fisik

dan psikologis seseorang, sehingga menyebabkan intoleransi aktivitas.

Sedangkan menurut Herdman (2012-2014 : 315).

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau

fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan


79

sehari-hari yang harus atau ingin dilakukan. Peningkatan kebutuhan

metabolik sekunder adalah kebutuhan metabolisme yang tidak

berpengaruh langsung pada pertumbuhan tetapi berpengaruh pada energi

yang dikeluarkan oleh seseorang, sehingga menyebabkan kebutuhan

energi bertambah dan dapat menyebabkan intoleransi aktivitas, yang

diakibatkan karena pembedahan, pemeriksaan diagnostik, dan jadwal

tindakan atau pengobatan (Carpenito, 2006 : 5).

Hasil pengkajian pada Ny. D didapatkan data pasien mengatakan

aktivitasnya dibantu oleh keluarga karena pasien mengeluh badan lemas,

letih, mual dan pusing, keadaan umum pasien lemah, tekanan darah :

130/80 mmHg, nadi ; 80 x/menit, respirasi : 24 x/menit, suhu : 36,5oC,

terpasang infus RL 20 tpm, Hb : 12,9 g/dl. Dari data-data tersebut terdapat

pembenaran diagnosa ini menjadi intoleransi aktivitas berhubungan

dengan imobilitas fisik post oophorektomy (Herdman, 2012-2014).

Sebab dari hasil tanda-tanda vital pasien dan jumlah Hb, masih

dalam batas normal dimana darah dan jumlah Hb di dalam darah masih

memungkinkan untuk mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh (Carpenito,

2006 : 2), dan pasien mengeluh badan lemas, letih, pusing, dan mual, serta

aktivitas dibantu oleh keluarga. Oleh sebab itu diagnosa keperawatan ini

sebagai diagnosa keperawatan kedua setelah diagnosa keperawatan nyeri

akut.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut

adalah observasi respon pasien terhadap aktivitas, untuk mengetahui


80

tingkat ketergantungan pasien sehingga terkaji kemampuan pasien dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-harinya secara normal, serta untuk

menentukan pilihan intervensi atas bantuan, pantau tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah melakukan aktivitas sehingga dapat diketahui

apabila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital setelah melakukan

aktivitas, anjurkan pasien utnuk melakukan aktivitas bertahap sesuai

batasan-batasan toleransi, bertujuan untuk meningkatkan kemandirian

pasien sesuai program pengobatan, dan libatkan keluarga dalam

pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan pasien, sebab bantuan dari orang

terdekat merupakan dukungan sosial yang dapat meningkatkan

pelaksanaan pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Doenges, 2000 : 575).

Implementasi yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi

masalah tersebut adalah mengobservasi pasien terhadap aktivitas, pantau

tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, menganjurkan

pasien untuk melakukan aktivitas bertahap, dan libatkan keluarga dalam

pemenuhan aktivitas pasien. Setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama sehari, masalah keperawatan teratasi sebagian karena pasien

mengatakan aktivitas masih dibantu oleh keluarga, keadaan umum baik,

pasien mengatakan lemas, mual dan pusing berkurang, tekanan darah :

110/90 mmHg, nadi : 82 x/menit, respirasi : 26 x/menit, suhu 36,5oC,

terpasang infus RL 20 tpm, sehingga rencana keperawatan dilanjutkan

terutama latihan aktivitas secara bertahap sesuai dengan batasan-batasan

kemampuan pasien.
81

c. Resiko pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan pembatasan intake post pembedahan (oophorektomy)

Menurut Carpenito, (2006) resiko pemenuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa

mengalami resiko penurunan berat badan dikarenakan masukan yang

kurang adekuat untuk kebutuhan metabolik. Dengan karakteristik

masukan makanan kurang adekuat dari yang dianjurkan atau tanpa

penurunan berat badan dan kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau

potensial dalam intake. Menurut Herdman (2012-2014) resiko pemenuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi yang beresiko

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Data yang ditemukan penulis dalam menegakkan diagnosa ini

adalah pasien mengatakan badan lemas, pusing dan mual, pasien

mengatakan makan habis ½ porsi dalam sekali makan dengan diit bubut

tim. Pasien masih mendapatkan bubur tim karena luka insisi pembedahan

post oophorektomy masih dalam tahap penyembuhan, pasien mengatakan

BB sebelum sakit 54 kg, dan BB saat sakit 52 kg (penurunan berat badan

2 kg dalam waktu 1 minggu), lingkar lengan atas 30 cm, peristaltik usus

10 x/menit, konjungtiva agak pucat, mukosa bibir kering, tugor kulit baik,

capillary refill 2 detik, hemoglobin 12,9 g/dl, hematokrit 38 %. Sehingga

penulis menjadikan diagnosa ini sebagai resiko karena angka hemoglobin

sudah mendekati angka normal tetapi angka hematokrit masih kurang

dengan angka normal 40-50 %, peristaltik usus normal, tetapi pasien


82

masih mendapatkan bubur tim dan nafsu makan yang masih kurang.

Sedangkan nutrisi sangat penting untuk penyembuhan, karena makanan

merupakan factor esensial dalam membantu penyembuhan dan mencegah

infeksi (Smeltzer, Bare, 2002 : 1057). Apabila masalah ini tidak diatasi

akan menyebabkan penurunan berat badan yang lebih, menurunya sel-sel

untuk tumbuh dan memperlambat penyembuhan luka (Carpenito, 2006 :

259).

Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi

masalah ini adalah observasi intake pasien setiap hari dan observasi BB

dan lingkar lengan atas, untuk mengidentifikasi kekurangan nutrisi dan

kebutuhannya, anjurkan pasien untuk meningkatkan intake sesuai diet

dalam proses pengobatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehingga

mempercepat proses penyembuhan luka, memenuhi kebutuhan nutrisi

pasien, berikan makanan sedikit dan frekuensi sering, untuk menghindari

mual muntah, dan kolaborasi dalam pemenuhan diit dan injeksi Ranitidin

25 mg / 8 jam, untuk menghilangkan nyeri pada lambung atau saluran

pencernaan sehingga meningkatkan nafsu makan dan menghilangkan rasa

mual (Doenges. 2000 : 492).

Implementasi yang telah dilakukan yaitu mengobservasi intake dan

status nutrisi pasien dengan ABCD setiap hari dan observasi BB dan

lingkar lengan atas, menganjurkan pasien untuk meningkatkan intake

sesuai diit dalam proses pengobatan, memberikan makanan sedikit dan

frekuensi sering sesuai diit yang dianjurkan, berkolaborasi dalam

pemenuhan diit dan injeksi Ranitidin 25 mg / 8 jam. Evaluasi dilakukan


83

setelah penulis melakukan asuhan keperawatan, dengan hasil yaitu pasien

mengatakan lemas, pusing dan mual berkurang, pasien mengatakan makan

habis ½ porsi diit bubur tim yang diberikan dari Rumah Sakit. Sehingga

masalah resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi

sebagian, maka intervensi dilanjutkan terutama meningkatkan intake

pasien sesuai diit dan mengobservasi status nutrisi pasien.


84

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. D, maka

penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,

sedangkan hasil pengkajian yang penulis dapatkan pada Ny. D adalah pasien

mengatakan nyeri post oophorektomy dengan kualitas nyeri seperti ditusuk-

tusuk, nyeri dirasakan pada abdomen bagian hipogastric (pubish region),

dengan skala yang dinyatakan pasien 5 dan nyeri hilang timbul pada saat

bergerak. Ny. D tampak menahan nyeri.

2. Diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian adalah

nyeri akut berhubungan dengan agen cedera akibat tindakan oophorektomy.

perumusan nyeri akut (fase transisi) berhubungan dengan agen cedera fisik,

akibat tindakan oophorektomy.

3. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny. D terkait dengan

diagnosa utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat

tindakan oophorektomy, intervensi meliputi kaji intensitas nyeri dengan skala

1 – 10 dan tanda-tanda vital, anjurkan pada pasien untuk tehnik relaksasi

dengan cara menarik nafas panjang dan menghembuskannya, ajarkan tindakan

penurunan nyeri reninvasif bernafas perlahan-lahan, teratur (nafas dalam),

kolaborasi pemberian analgetik injeksi novalgin 500 mg / 12 jam (intra vena).

84
85

4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan

yang telah disusun. Penulis melakukan implementasi pada Ny. D selama 3 x

24 jam. Penulis melakukan Implementasi pada Ny. D yaitu : mengkaji

intensitas nyeri dengan skala 1 – 10 dan tanda-tanda vital, menganjurkan pada

pasien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik nafas panjang dan

menghembuskannya, mengajarkan tindakan penurunan nyeri reninvasif

bernafas perlahan-lahan, teratur (nafas dalam), berkolaborasi pemberian

analgetik injeksi novalgin 500 mg / 12 jam (intra vena).

5. Evaluasi pada diagnosa pertama Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik akibat tindakan oophorektomy. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3 hari didapatkan evaluasi tanggal 23 Juni 2014 dengan menggunakan

SOAP hasilnya, Subyektif : pasien mengatakan masih merasakan nyeri pada

luka post operasi oophorektomy saat bergerak/ luka tekan, (P : luka jahitan

post oophorektomy, Q : nyeri seperti diremas-remas, R : nyeri dirasakan pada

abdomen dibagian hipogastric (pubish region), S : skala nyeri 3, T : nyeri

hilang timbul saat bergerak. Obyektif : keadaan umum baik, hasil vital sign

TD : 110/90 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 26 x/menit, S : 36,50C. Analize :

masalah teratasi sebagian. Planning : rencana keperawatan dilanjutkan

terutama pada nafas dalam dan teknik relaksasi saat terasa nyeri, pantau tanda-

tanda vital, dan pemberian program terapi.


86

B. Saran

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan

pengalaman tentang penelitian serta menerapkan ilmu yang dapat diperoleh

selama menempuh pendidikan.

2. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan

bagi masyarakat mengenal teknik dan cara penanganan nyeri pada post

operasi oophorektomy indikasi kista ovarii.

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

lembaga pendidikan, agar dapat merencanakan kegiatan pendidikan dalam

konteks asuhan keperawatan secara menyeluruh dalam pelayanan kesehatan

system reproduksi.

4. Bagi rumah sakit

Sebagai masukan bagi perawat untuk perencanaan dan pengembangan

pelayanan kesehatan pada pasien dalam peningkatan kualitas pelayanan,

khususnya dalam pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk penurunan

tingkat nyeri pada pasien post oophorektomy.

5. Bagi Responden

Dengan adanya penelitian ini diharapkan responden lebih bisa mengatasi

rasa nyeri dalam teknik pengendalian dan penanganan nyeri post

oophorektomy.
87

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

JADWAL PENELITIAN

Jadwal penelitian yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini dapat terinci dalam bentuk tabel berikut :

Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul
2 Pembuatan dan
revisi proposal
3 Ujian proposal
4 Revisi proposal
penelitian dan
pengurusan
perijinan
5 Melakukan
penelitian
6 Pengumpulan
data
7 Pengolahan data
8 Penyusunan
laporan
9 Ujian KTI
A1
FORMULIR PERMOHONAN UJI KELAIKAN ETIK

NO HAL CATATAN
1 Nama Peneliti
Nama Pembimbing 1
Nama Pembimbing 2
Nama Pembimbing 3
2 NIM / NRP Peneliti
3 Alamat Rumah
4 Alamat Kantor
5 Telp Rumah
HP
Email
6 Judul
7 Instansi/institusi tempat memberi tugas
penelitian
8 Alamat Instansi//institusi
Telp. Instansi//institusi
Email Instansi//institusi
9 Ringkasan maksud peneliti
1. Rumusan Masalah
2. Tujuan Penelitian
3. Metodologi
- Obyek Peneliti
- Jenis bahan pemeriksaan
- Cara pengambilan bahan
 Waktu pengambilan
 Lokasi pengambilan sampel
penelitian
 Jumlah / volume
 Frekuensi pengambilan
 Lokasi pemeriksaan sampel
penelitian
4. Menggunakan / tidak menggunakan
kuiseoner, jika ya dilampirkan
kuisenernya
10 Lampirkan Form informed consent

Jika peneliti telah selesai melakukan penelitian maka sanggup menyerahkan eksemplar buku laporan hasil penelitian.

Surakarta, …………………..
Peneliti

( ……………………. )

Anda mungkin juga menyukai