PENDAHULUAN
1
yang menembus kutikula yang masih utuh. Gejala penyakit pascapanen
dimulai dari luka pada komoditi selama dan setelah pemanenan atau selama
penanganan dan pengangkutan (Sulistiyono, Fitria Dewi., dkk. 2020).
Keberadaan cendawan pascapanen menyebabkan penurunan kuantitas
dan kualitas pada umbi-umbian yang dapat berpengaruh pada nilai jual.
Beberapa spesies cendawan dapat menghasilkan toksin yang berpotensi
membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Kerusakan ataupun penurunan
kualitas produk yang disebabkan oleh cendawan gudang telah dimulai sejak
produk masih di lahan sampai masuk ke dalam gudang penyimpanan
(Dharmaputra, Okky Setyawati., dkk. 2018). Kondisi yang penting untuk
menghasilkan toksin adalah strain atau jenis cendawan, substrat yang cocok,
suhu, dan RH lingkungan. Faktor suhu sangat mempengaruhi aktivitas
metabolisme dari cendawan. Suhu minimum, optimum, dan maksimum untuk
memproduksi toksin dari suatu cendawan berbeda-beda tergantung dari jenis
atau strain cendawan tersebut (Chailani, Siti Rasminah. 2010).
2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari tentang penyakit-penyakit pascapanen pada komoditas umbi-
umbian, patogen penyebab penyakit tersebut maupun cara pengendaliannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
memiliki rasa dan aromanya yang dikenal sebagai bau tanah (earthy taste). Ciri
fisik umbi bit merah yaitu berbentuk bulat mirip kentang, apabila di belah
dalamnya terlihat garis-garis putih dan merah muda.
Umbi bit kaya akan kandungan yang baik sehingga bermanfaat bagi kesehatan
manusia dan biasanya dijadikan bahan pengobatan. Kandungan pada bit merah
berupa betasianin yang memiliki manfaat yang sangat banyak contohnya sebagai
zat anti kanker, dapat mencegah tumor, dapat mengeluarkan racun dalam tubuh,
stroke, mencegah penyakit jantung, memperkuat daya tahan tubuh, mengobati
infeksi, radang, dapat menurunkan kadar kolesterol, sebagai penghasil energi
bagi tubuh, juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Pada tahun 2017, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas)
sebagai pendamping, PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera berhasil melepas satu
varietas sisal intoduksi dari china dengan nama varietas H 11648 berdasarkan SK
kementan No.109/Kpts/KB.010/2/2017 Keunggulan varietas H 11648 : potensi
produksi serat kering 4.728-5.964,763 kg/ha/tahun, rendemen serat 4-5,298 %,
serat berwarna putih kekuningan mengkilap dengan kekuatan 31,363 ± 1,849
g/tex, memiliki umur satu siklus tanaman 8-13 tahun dengan umur panen pertama
36-48 bulan setelah tanam. Selain itu varietas juga memiliki keunggulan
morfologi tidak terdapat duri pada tepi daun. Keberadaan duri pada tepi daun
sangat tidak diinginkan karena menyulitkan pada saat panen dan proses penyertan
4
dengan mesin desikator dapat menimbulkan kecelakaan kerja yaitu luka pada
tangan. Kelemahan varietas H 11648 diantaranya peka terhadap serangan penyakit
Fusarium. Namun demikian tetap aman dikembangkan dengan perlakuan
fungisida serta teknik budidaya yang baik.
2.1.3. Talas
Ubi jalar atau sering disebut dengan ketela rambat (Ipomoea batatas)
adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang
membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi
5
dari ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia,
selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat
pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daunnya. Ubi jalar
berasal dari daerah beriklim tropis.
Di dunia ubi jalar menjadi salah satu tanaman yang sangat penting,
khususnya di negara-negara berkembang, Saat ini menduduki peringkat ketujuh di
antara tanaman pangan terpenting di dunia dalam produksinya (FAOSTAT 2009).
Ubi jalar memiliki kandungan vitamin A dan nutrisi penting lainnya yang sangat
tinggi (Woolfe 1992), akarnya digunakan untuk memerangi gangguan nutrisi di
beberapa negara di Afrika dan Asia. Akar ubi jalar juga merupakan pakan ternak
yang penting di negara-negara seperti Tiongkok dan makanan hewan di Amerika
Serikat (Bickers 2015).
Peningkatan pesat konsumsi ubi jalar di AS baru-baru ini menunjukkan
semakin pentingnya tanaman ini di seluruh negeri, terutama melalui produk
bernilai tambah seperti kentang goreng dan keripik (Johnson dkk. 2015). North
Carolina adalah produsen ubi jalar terkemuka di Amerika Serikat dan bertanggung
jawab atas lebih dari 40% produksi nasional, yang bernilai lebih dari $260 juta
(NCDA&CS 2015). Meskipun produksi ubi jalar dibatasi oleh berbagai faktor
abiotik dan biotik, penyakit tanaman merupakan ancaman yang signifikan
terhadap industri di seluruh dunia (Clark et al. 2013). Penyakit ini berkembang
relatif lambat dan sebagian besar terjadi selama penyimpanan jangka panjang.
2.1.6. Singkong
Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah makanan pokok bagi jutaan
orang di seluruh dunia dan menjadi sumber energi utama bagi lebih dari 200 juta
orang di Afrika (Hahn & Toole 1988). Singkong diolah menjadi berbagai bentuk
jenis makanan bagi manusia (Satin 1988; IITA 1990) dan ternak (Okeke & Oti
1988) dan sangat bernilai guna dalam industri (Cock, 1985). Singkong memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi dengan kandungan total karbohidrat dan serat
32,4gram, 1 gram protein, dan 0,2 gram lemak. Hal ini juga ditambah dengan
berbagai vitamin termasuk vitamin C, niasin, riboflavin, tiamin, askorbat dan
asam folat (Oyenuga, 1968). Singkong sebagai komponen pakan ternak telah
meningkatkan kualitas susu sapi dan produksinya (Oyenuga, 1968). Karena
manfaatnya tersebut Pati singkong telah banyak digunakan sebagai salah satu
bahan baku dasar industri tekstil, farmasi dan kertas.
Singkong mengalami kehilangan hasil yang parah akibat serangan hama dan
penyakit. Tingkat kerugian yang disebabkan oleh satu penyakit seperti busuk bisa
mencapai 90% atau bahkan mengakibatkan kegagalan panen. Beberapa tindakan
fisik dan kimia telah dilakukan dalam pengendalian penyakit umbi singkong.
Selain penggunaan bahan kimia secara terus-menerus karena menekankan
7
kerugiannya termasuk racun sisa dalam bahan yang diolah, polusi lingkungan dan
meningkatnya resistensi pestisida (Kumar, 1984).
2.1.7. Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L) terkenal sebagai salah satu makanan
pokok di luar negeri terutama di Eropa karena memiliki kandungan karbohidrat di
dalamnya. Menurut (Rahayu, 2015) kentang adalah satu dari lima makanan pokok
di dunia sebagai sumber karbohidrat. Kelima makanan pokok tersebut yaitu
beras, gandum, kentang, sorgum, dan jagung. Di Indonesia, kentang masih
dianggap sebagai salah satu sayuran. Namun demikian, kentang merupakan
makanan yang enak serta sangat bernutrisi dan juga dikenal memiliki kandungan
vitamin A, B-kompleks, C, hingga asam folat. Selain itu juga memiliki
kandungan mineral, protein, karbohidrat, karotenoid, dan polifenol. Pada kentang,
juga terdapat zat solanin yang dikenal sebagai obat penenang, antikejang,
antijamur, dan pestisida. Vitamin C yang terkandung di dalamnya setiap 100 g
adalah 17 mg. Selain terkandung karbohidrat dan serat-serat, mineral yang ada
padanya antara lain adalah zat besi, fosfor, dan kalium. Komoditas kentang
merupakan bahan pangan yang penting di Indonesia dan dibutuhkan hampir
sepanjang tahun. Secara statistik, potensi pasar kentang dapat dilihat dari analisis
bank dunia tahun 1998-2010 yang memproyeksikan permintaan sayuran yang
meingkat rata-rata 3,6-4% pertahun.
Kentang merupakan tanaman umbi-umbian bernilai ekonomis tinggi dan
memberikan keuntungan lebih untuk petani karena harga umbi yang relatif stabil
serta umbi kentang dapat disimpan lebih lama daripada sayuran lainnya (Ridwan,
2010). Rendahnya produktivitas kentang di Indonesia disebabkan oleh teknik
budidaya yang masih belum cukup optimal, kurangnya ketersediaan bibit yang
bermutu dan bersertifikat, serta serangan organisme pengganggu tanaman. Salah
satu penyakit yang terdapat pada kentang adalah penyakit layu yang
disebabkan bakteri Ralstonia solanacearum dan cendawan Fusarium oxysporum.
9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
diamalkan oleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut pemasyarakatan PHT
dilaksanakan dengan Sekolah Lapangan Pengelolaan Hama Terpadu (SLPHT),
yang prinsipnya mengajak petani untuk mengendalikan OPT berdasarkan hasil
monitoring OPT, sehingga pengendalian menjadi lebih efisien dan tidak
menimbulkan dampak negatif. Cara itu nantinya juga harus diberlakukan untuk
penyakit pascapanen.
Manfaat umbi-umbian bagi kehidupan manusia yang secara ilmiah
dibuktikan telah menjadi perhatian penting dalam berbagai studi dan penelitian.
Dalam konteks penulisan jurnal ilmiah, kita dapat merinci manfaat-manfaat ini
dengan lebih lengkap dan struktural. Selain itu, umbi-umbian juga memberikan
kontribusi penting dalam asupan serat pangan. Serat dalam wortel dan bawang,
sebagai contoh, memiliki peran dalam meningkatkan pencernaan dan memelihara
kesehatan usus. Mereka juga berperan dalam pengendalian berat badan dan dapat
membantu dalam pencegahan penyakit non-menular, seperti diabetes tipe 2 dan
penyakit kardiovaskular.
Umbi-umbian juga adalah sumber vitamin dan mineral yang sangat
beragam. Kentang, misalnya, mengandung vitamin C dan B6, sementara wortel
kaya akan vitamin A dalam bentuk beta-karoten. Kehadiran folat dalam umbi-
umbian seperti kentang juga mendukung pertumbuhan dan perkembangan sel-sel
tubuh. Selain itu, kandungan mineral seperti potassium dalam singkong
mendukung fungsi keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
Manfaat lainnya adalah ketersediaan dan ketahanan umbi-umbian dalam
penyimpanan yang lama, menjadikannya sebagai sumber makanan yang dapat
diandalkan di berbagai kondisi lingkungan dan musiman. Ini penting dalam aspek
ketahanan pangan. Selain itu, kemampuan beradaptasi umbi-umbian dengan
berbagai kondisi pertanian membuat mereka menjadi tanaman yang dapat ditanam
dengan relatif mudah di berbagai wilayah.
Terakhir, aspek lingkungan juga perlu diperhatikan. Umbi-umbian seperti
singkong dan ubi rata-rata memerlukan lebih sedikit air dalam pertumbuhan
mereka dibandingkan dengan beberapa tanaman lain, serta memiliki kemampuan
dalam mempertahankan kualitas tanah. Ini membantu dalam menjaga
keberlanjutan lingkungan dan pengurangan erosi tanah.
12
Adapun macam-macam umbi-umbian beserta penyakit pascapanennya
adalah sebagai berikut:
Adapun penyakit pasca panen pada umbi bit adalah Penyakit kuning Fusarium
(Fusarium Yellow Desease). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan patogen
Fusarium oxysporum Schlecht yang ditularkan melalui tanah pada gula bit (Beta
vulgaris L.) yang dapat menyebabkan penurunan hasil pada akar atau umbi,
persentase sukrosa, kemurnian sari, dan umur penyimpanan secara signifikan.
Epidemi penyakit akar yang disebabkan oleh jamur tular tanah secara langsung
bergantung pada interaksi antara pertumbuhan jamur, heterogenitas spasial dan
temporal lingkungan tanah (termasuk faktor fisik dan lingkungan tanah), dan
tahap pertumbuhan atau pertumbuhan akar tanaman. Cendawan F. oksysporum f.
sp. betae memasuki inang melalui akar atau umbi, terutama tumbuh di jaringan
vaskular atau pembuluh angkut. Ketika ikatan jaringan angkut tersumbat dapat
menyebabkan daun tua menjadi layu dan antar vena terlihat menguning. Adapun
isolat dari penyakit terkait, busuk akar Fusarium (disebabkan oleh F. oxysporum f.
sp. radicis betae), tumbuh lebih baik pada suhu 20°C dibandingkan pada suhu
30°C secara in vitro (Webb, Kimberley L., et al, 2015)
Tumbuhan Sisal atau Agave Sisalana adalah tanaman penghasil serat alami
yang cukup populer di Indonesia. Seratnya tidak cuma berguna sebagai bahan
baku pembuat benang, namun juga bermanfaat sebagai material bangunan,
konstruksi hingga otomotif. Menurut sejarah, tumbuhan endemik asal Meksiko ini
pertama kali dibawa ke Indonesia pada abad ke-17. Flora tersebut bangsa Spanyol
perkenalkan sebelum menjadi objek budi daya. Tingginya permintaan material
serat pada saat itu, turut melambungkan nama tanaman sisal. Tak ayal pada abad
ke-20, tumbuhan ini resmi menjadi komoditi ekspor yang berasal dari Indonesia.
Di tanah air, peta persebaran Agave sisalana terbilang cukup luas. Mereka dapat
kita temukan menyebar di sekitar Pulau Jawa, Madura, hingga Nusa Tenggara
Barat (NTB).
13
Gambar 1. Tanaman Agave
Tumbuhan sisal memang tergolong cukup kuat. Jika kita tinjau dari
habitatnya, tanaman ini dapat berbiak secara baik pada lingkungan yang tandus,
panas dengan karakteristik tanah yang kering. Salah satu syarat
pertumbuhan Agave di habitatnya adalah sinar matahari penuh dengan tingkat
kelempaban udara 70-80% (moderate), serta curah hujan berkisar 1.000-1.250
mm per tahunnya.
Agar dapat tumbuh secara sempurna, mereka juga memerlukan lingkungan
dengan suhu maksimal antara 27-28 C, kadar pH tanah berkisar 5,5-75, dengan
kandungan Ca yang cukup di dalamnya. Mirip seperti kaktus, spesies Agave tidak
memerlukan air yang banyak saat pembudidayaannya. Mereka justru tidak suka
lingkungan yang basah maupun tanah dengan genangan air yang banyak. Melihat
karakteristik habitat dari tumbuhan yang satu ini, tidak salah jika mereka berasal
dari kawasan tropis-sub tropis seperti Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika
Selatan.
Namun tanaman ini juga tak terlepas dari serangan pathogen. Pathogen
yang biasanya menyerang Sisal adalah Fusarium oxysporum.
Gambar 2. Fusarium Sp
14
Sisal (Agave sisalana) dapat terkena berbagai patogen, termasuk jamur
seperti Fusarium, yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Beberapa ciri-
ciri umum yang menunjukkan bahwa sisal telah terinfeksi oleh patogen seperti
Fusarium atau penyakit lainnya meliputi: Pembusukan Batang dan Akar: Patogen
seperti Fusarium seringkali menyerang bagian batang dan akar sisal. akan terlihat
pembusukan, kerusakan, atau bintik-bintik coklat gelap pada batang dan akar
tanaman.
3.3 Kentang
Penyakit pada kentang menjadi salah satu kendala dalam budidaya
tanaman pangan ini. Penyakit tanaman kentang bisa disebabkan oleh jamur,
bakteri, bahkan virus. Serangan patogen tersebut bisa menyebabkan tanaman
rusak hingga mati. Tak hanya itu, kualitas dan kuantitas umbi kentang yang
dihasilkan juga akan terganggu dengan adanya serangan patogen tersebut. Dikutip
dari Cybext Kementerian Pertanian, Minggu (8/1/2023), berikut ini beberapa
penyakit pada kentang dan cara pengendaliannya.
15
Adapun penyakit pasacapanen pada kentang adalah sebagai berikut:
16
Gejala layu Fusarium pada kentang bisa dilihat dari umbu yang mulai
busuk dan menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga bisa dijumpai pada
kentang yang sudah dipanen dan disimpan di gudang.
Cara mengendalikan penyakit ini bisa dengan menghindari luka pada umbi
atau tanaman saat penyiangan dan dengan mengaplikasikan agensia hayati
sebelum atau di awal penanaman.
Gejala: berupa bercak cokelat tua berlekuk yang mula-mula kecil dan
kemudian dapat membesar dan meluas. Pada permukaan bercak terbentuklah
bantal-bantal yang berwarna putih, oranye, atau merah jambu yang terdiri atas
miselium dan konidi jamur. Bagian umbi yang sakit menjadi kering berkerut dan
keras seperti mumi (mumifikasi), hingga sukar dipotong dengan pisau. Bagian
dalam umbi yang sakit berubah menjadi massa seperti tepung yang kering.
Penyebab: jamur Fusarium coeruleum (Lib.) Sacc. ini mempunyai dua
macam konidi yang disebut makro dan mikrokonidi. Mikrokonidi berbentuk bulat
atau lonjong, sedangkan makrokonidi berbentuk seperti sabit dengan kedua
ujungnya runcing, bersekat lebih dari 2. Selain jamur ini ada jamur lain yang
dapat menimbulkan gejala penyakit yang sama, yaitu F. sambucinum Fuckel, E
17
solani (Mart.) Appel & Wr. f.sp. martii, F. oxysporum Schlecht., dan F. culmorum
(W. GSm.) Sacc.
Pengendalian: penyakit ini dapat dicegah atau dikurangi dengan desinfeksi
gudang serta alat yang digunakan dalam periode pascapanen. Penanganan
pascapanen dengan hati-hati agar tidak menimbulkan luka. Bahkan kalau perlu
dengan pengendalian nematoda di lapangan, karena nematoda dapat menimbulkan
luka pada umbi. Dengan menyimpan umbi yang utuh saja, jadi yang luka harus
disimpan di ruang yang lain atau langsung dikonsumsi atau dipasarkan.
Penyerbukan (dusting) dengan menggunakan tetrachloronitrobenzol selain dapat
mencegah pembusukan juga dapat mencegah berkecambahnya umbi.
e. Penyakit Kudis
f. Penyakit Nekrosis Jala (Net Necrosis) oleh virus Corium Solani Holmes
3.4 Talas
20
Gambar 8. Kerusakan Umbi Talas oleh Pythium
21
Gambar 9. Athelia rolfsii
22
Gambar 11. Cendawan Lasiodiplodia theobromae pada umbi
23
Gambar 12. cendawan Rhizopus stolonifera
24
bertahap penyakit ini mulai berkembang. Menurut Chailani, Siti Rasminah
(2010) selama sebulan atau dua bulan penyimpanan maka pada ubi jalar
akan terbentuk bercak yang mengendap berbentuk bulat dan berwarna
hitam dan bagian yang busuk biasanya dekat dengan permukaan tetapi
kadang-kadang masuk ke dalam umbi sampai mencapai pusatnya. Ciri-ciri
morfologi cendawan patogen Cerotocystis fimbriata yaitu mempunyai hifa
berwarna hitam kecoklatan, cendawan ini membentuk tubuh buah yaitu
peritesium yang bulat dengan leher panjang, konidia tidak berwarna
berukuran 20,8x 5,3 µm, dan klamidospora berbentuk bulat berwarna
coklat tua berukuran 15,9-13,1 µm. Pengendaliannya dapat dilakukan
dengan sanitasi ruang penyimpanan dan sanitasi kebun.
c. Penyakit Busuk permukaan atau surface root
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan patogen Fusarium oxysporum.
Gejala awal dapat dilihat dengan adanya bercak hampir bulat pada
permukaan umbi. Bagian yang busuk hanya dangkal jarang berkembang
lebih dari seperempat atau setengah inci di bawah permukaan. Selanjutnya
umbi mengerut, terutama pada tepi bercak akhirnya mengering dan seperti
mumi. Biasanya penetrasi terjadi pda pangkal rambut akar saat pemanenan
atau permulaan penyimpanan. Menurut penelitian Siti Rasminah dkk
(2008) bahwa serangan jamur F. oxysporum pada permukaan ubi jalar
dapat menunjukkan gejala bercak tidak teratur berwarna kelabu dan
memiliki ukuran yang bervariasi. Apabila ubi jalar dibelah melintang,
bagian daging umbi berwarna coklat yang muncul dari bagian tepi umbi
akan meluas ke tengah. Cendawan patogen Fusarium oxysporum
membentuk tiga macam spora, yaitu mikrokonidium, makrokonidium, dan
klamidospora. Dari hasil penelitian tersebut bahwa pengamatan diameter
koloni jamur dapat mencapai 9 cm pada hari ke-8 setelah inokulasi dan
koloni berwarna putih tebal, pada bagian dasar koloni warna berubah
menjadi kuning muda. Konidia cendawan berbentuk bulan sabit memiliki
sekat 3-5 dan terdapat makrokonidia yang bersekat dan mikrokonidia yang
tidak bersekat.
25
Gambar 14. Fusarium oxysporum pada umbi
26
Gambar 15. Busuk lunak pada umbi porang
27
3.7 Singkong
a. Busuk Akar
Ini merupakan salah satu penyakit yang menyerang pada singkong yaitu
busuk akar yang disebabkan oleh berbagai jenis jamur didalam permukaan
tanah. Jamur yang menyerang akar ini adalah Fusarium spp, Phythoptora
spp, dan Phytium spp. Umbi yang terserang penyakit busuk ini akan
membuat umbi membengkak dan terjadi perubahan waran menjadi coklat
terang yang terlihat pada bagian dalam apabila umbi dipotong dan
menyebabkan umbi berbau tidak sedap.
28
Gambar 17. Jamur parasit (Polyporus sulphureus) pada singkong
c. Busuk Umbi
Busuk Umbi, Phytophthora palmivora pnyakit ini terutama disebabkan
oleh Phytophthora palmivora. Busuk umbi yang disebabkan oleh
Phytophthora lazim terjadi hingga 80%. Penyakit ini ditandai dengan
munculnya lesi-lesi berwarna gelap, bulat, dan tidak beraturan, basah
kuyup karena air (diameter 15-30 mm) pada umbi-umbian dewasa di
lahan. Lapisan miselium putih pada jamur berkembang di sekitar lesi ini.
Ketika infeksi berkembang, lesi membesar sehingga menyebabkan bagian
dalam menjadi coklat, cairan dalam keluar, dan umbi menyusut. Umbi
yang terinfeksi mengeluarkan bau busuk yang khas dan membusuk dalam
waktu 5-7 hari tergantung kondisi tanah. Namun gejala luar tidak terlihat
pada daun dan batang tanaman yang terinfeksi.
a. Busuk Umbi
b. Busuk Lunak
c. Busuk Basah
Botryodiplodia theobromae adalah salah satu agen penyebab busuk umbi
yang paling penting dan dapat dikaitkan dengan busuk basah, busuk lunak, dan
busuk coklat kering. Infeksi sering terjadi bersamaan dengan serangan
nematoda atau serangga. Lesi akibat nematoda pada umbi bengkuang
memudahkan invasi patogen penyakit. Proses pembusukan yang
diakibatkannya seringkali menghancurkan seluruh umbi di dalam tanah dan
khususnya selama penyimpanan.
30
BAB IV
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dalam penulisan paper ini, umbi-umbian memiliki
manfaat signifikan dalam aspek nutrisi, ketersediaan makanan, dan lingkungan.
Penelitian lebih lanjut terus mendukung peran penting terhadap komoditas umbi-
umbian dalam memastikan pangan yang cukup, gizi yang seimbang, dan
keberlanjutan lingkungan yang berkelanjutan bagi populasi manusia. Manfaat
umbi-umbian bagi kehidupan manusia yang secara ilmiah dibuktikan telah
menjadi perhatian penting dalam berbagai studi dan penelitian.
Penanganan pascapanen produk umbi-umbian perlu diperhatikan dalam
upaya untuk mempertahankan umur simpan dan mencegah kerusakan agar bahan
pascapanen dapat dikonsumsi dalam keadaan baik. Hal ini tidak terlepas dari daya
infeksi patogen baik berupa jamur maupun bakteri yang menyebabkan
pembusukan pada komoditas pascapanen umbi-umbian.
Terakhir, aspek lingkungan juga perlu diperhatikan. Umbi-umbian seperti
singkong dan ubi rata-rata memerlukan lebih sedikit air dalam pertumbuhan
mereka dibandingkan dengan beberapa tanaman lain, serta memiliki kemampuan
dalam mempertahankan kualitas tanah. Ini membantu dalam menjaga
keberlanjutan lingkungan dan pengurangan erosi tanah.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A., & Suhaeti, R.N. 2016. Pemanfaatan Teknologi Pascapanen untuk
PengembanganAgroindustri Perdesaan di Indonesia. Forum Penelitian Agro
Ekonomi,34(1): 21-34.
Badan Pusat Statistika. 2015. Produksi cabai besar, cabai rawit dan bawang merah
Tahun 2014.
Chailani, Siti Raminah., Saleh, Nasir., A.L. Abadi, Irianti. 2008. Identifikasi
jamur patogen Penyebab Penyakit Pascapanen pada Ubi Jalar di
Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Agrivita Jurnal Ilmu Pertanian
3(30): 280-287.
David, J.H. & Kilmanun, J.C. (2016). Penanganan pasca panen penyimpanan
untukkomoditas hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Teknologi
Pertanian.http://kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/
Semnas2016/127_jhon_david.pdf.
32
Dharmaputra, Okky Setyawati., Listiyowati, Sri., Nurwulansari, Ira Zahara. 2018.
Keragaman Cendawan Pascapanen pada Umbi Bawang Merah
Varietas Bima Brebes. Jurnal Fitopatologi Indonesia 5(14) :175-182.
Gao, Penghua., Ying Qi., Lifang Li., Shaowu Yang., Jiani Liu., Huanyu Wei.,
Feiyan Huang., Lei Yu. 2023. Amorphophallus muelleri activates
ferulic acid and phenylpropane biosynthesis pathways to defend
against Fusarium solani infection. Frontiers in Plant Science.
14:1207970.
Johnson, T, Wilson N, Worosz, MR, Fields, D, and Bond, JK. 2015. Commodity
highlight: Sweet potatoes. Vegetables and Pulses Outlook VGS-355-
SA1. Online publication. United States Department of Agriculture–
Economic Research Service.
http://www.ers.usda.gov/media/1834605/vgs-355- sa1.pdf
33
Noman ASM, Hoque MA, Haque MM, Pervin F, dan Karim MR. 2007. Food
chemistry nutritional and anti-nutritional components in Pachyrhizus
erosus L. tuber. 102, 1112–1118.
Novita MD, & Indriyani S. 2013. Kerapatan dan Bentuk Kristal Kalsium
Oksalat Umbi Porang (Amorphophallus muelleri Blume) pada Fase
Pertengahan Pertumbuhan Hasil Penanaman dengan Perlakuan Pupuk
P dan K. Jurnal Biotropika, 1(2): 66-70.
Park CJ, dan Han JS. 2015. Hypoglycemic effect of jicama (Pachyrhizus
erosus) extract on streptozotocin-induced diabetic mice. Preventive
Nutrition and Food Science 20(2): 88–93.
Rahayu S, et al. 2015. Jamur Kontaminasi Pada Umbi Kentang. Jurnal Ilmiah
Biologi 3(1): 28-32
Rahayu, M., & Saleh, N. (2013). Penyakit “Leles” pada Tanaman Ubi kayu
Bioekologi DanCara Pengendaliannya. Buletin Palawija,26, 83-90.
RiaAsnita.2019.http://www.cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/73899/penyakit
-bawang-merah-allium-cepa-l-dan-cara-mengatasinya/
Ridwan HK, Nurmalinda. 2010. Analisis Financial Penggunan Benih
Kentang G4 Bersertifikat dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha
tani Kentang. Jurnal Hortikultura 20(2):196-206
34
Saleh N, Rahayuningsih A, Radjit BS, Ginting E, Harnowo D, Mejaya IMJ.
2015. Tanaman Porang: Pengenalan, Budidaya, dan
Pemanfaatannya. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan.
35