Anda di halaman 1dari 11

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR PENGHASIL MIKOTOKSIN PADA BIJI KAKAO

KERING DI BEBERAPA GUDANG PENYIMPANAN DI KABUPATEN ENDE


I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas ekspor

yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa. Indonesia

merupakan negara pengekspor kakao terbesar ketiga di dunia dengan kontribusi

sebesar 13 % setelah Pantai Gading (38%) dan Ghana (19%) (Wahyudi et

al.,2008).

Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization)

memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara

konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu

ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik

karena Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia.

Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal rendah. Di

Amerika Serikat, biji kakao Indonesia selalu mendapatkan penahanan (automatic

detention) karena sering ditemukan jamur, kotoran, serangga dan benda asing

lainnya (Rahmadi, 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi mutu biji kakao

kering, diantaranya 75 % oleh teknik pengolahan dan 25 % oleh jenis kakao,

situasi dan kondisi daerah produksi (Badrun, 1991).

Tekhnik pengolahan biji kakao seperti fermentasi dan pengeringan

berperan dalam menentukan mutu hasil. Biji kakao rentan terhadap pembusukan

jamur. Minifie (1999) menyatakan produk biji kakao dapat ditumbuhi jamur dan
jamur yang sering ditemui pada biji kakao yang proses penanganan dan

pengolahan yang tidak tepat adalah jamur dari genera Aspergillus, Mucorsp,

Penicilium, dan Rhyzopus (Aroyeun dan Adegoke, 2006). Dalam genera

Aspergillus, tiga spesies yang merupakan perhatian utama bagi kesehatan

masyarakat adalah A. flavus, A. parasiticus, dan A. ochraceus (Cotty, 1997; Moss,

2002). Selain A. flavus dan A. parasiticus, A. nigerjuga membahayakan karena

dapat menghasilkan mikotoksin pada biji kakao kering (Rahmadi dan Fleet,

2007). Demikian pula Mucor sp dapat menghasilkan mikotoksin jenis Alimentary

Toksik Aleukia (ATA) (Siagian, 2002).Jamur yang ada pada bahan pangan dapat

menghasilkan toksin. Hampir semua jamur memproduksi toksin, yang disebut

mikotoksin (Pitt dan Hocking, 1997). Keberadaan mikotoksin terutama aflatoksin

dan okratoksin pada bahan makanan merupakan masalah ekonomi yang utama

bagi negara eksportir, dan ini akan diperburuk oleh peraturan yang ketat dari

negara pengimpor yang sangat memperhatikan aspek kesehatan. Amerika Serikat

melalui Badan administrasi makanan dan obat-obatan (FDA) memberikan batasan

konsentrasi aflatoksin untuk semua makanan adalah 20 ppb. Flores merupakan

salah satu dari puluhan pulau di Propinsi NTT, yang memiliki aneka komoditi

perkebunan yang cukup baik. Di Flores dan Lembata terdapat 8 Kabupaten

dengan aneka jenis tanaman komoditi perkebunan dan yang paling dominan

dibudidayakan oleh para petani di Flores adalah kakao. Adapun produksi biji

kakao yang dihasilkan oleh masing- masing kabupaten di Flores pada tahun 2007

adalah dari Kabupaten Manggarai Baratsebanyak 177 ton, Kabupaten Manggarai

Timur sebanyak 311 ton, Kabupaten Ngada sebanyak 161 ton dan Kabupaten
Nagekeo sebanyak 579 ton. Sedangkan produksi biji kakao di Kabupaten Ende

sebanyak 2886 ton, Kabupaten Sikka sebanyak6682 ton, Kabupaten Flores

Timursebanyak 651 ton dan Kabupaten Lembata sebanyak 49 ton (BPS NTT,

2011).

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian dengan judul “ISOLASI DAN

INDENTIFIKASI JAMUR MIKOTOKSIN PADA BIJI KAKAO KERING DI

KABUPATEN ENDE ” perlu dilakukan penelitian.

I.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengisolasi jamur mikotoksin pada biji kakao kering di

Kabupaten Ende.

2. Bagaimana cara mengidentifiksi jenis jamur mikotoksin pada biji kakao

kering di Kabupaten Ende.

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui keberadaan jamur mikotoksin pada biji kakao kering

dibeberapa Gudang penyimpanan di Kabupaten Ende.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis jamur mikotoksin pada biji kakao kering di

beberapa Gudang penyimpanan di Kabupaten Ende.

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang keberdaan jamur mikotoksin pada biji

kakao kering dibeberapa Gudang penyimpanan di Kabupaten Ende


II. LANDASAN TEORI

II.1. Jamur Mikotoksin

Mikotoksin merupakan molekul toksik berukuran kecil, cukup stabil, sulit

dihilangkan atau dieradikasi, yang ada pada komuditas pertanian dan ternak.

Cendawan tersebut mengontaminasi berbagai komoditas pertanian baik prapanen

mauoun pasca panen dan memiliki sifat beracun Ketika di cerna, dihirup atau

diserap melalui kulit oleh manusia dan hewan. Penyakit ini dikenal sebagai

mikotoksikosis (wagacha & muthomi 2008;flores flores et al 2015) lebih

lengkapnya, mikotoksin didefenisikan sebagai produk alami dengan bobot

molekul rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan

berfilamen dan dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia,

hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme lainnya (Bennett dan Klich 2003).

Satu spesies cendawan dapat menghasilkan banyak mikotoksin yang berbeda dan

beberapaa spesies dapat menghasilkan mikotoksin yang sama (Robbins et al.

2000). Saat ini sebanyak 100 jenis cendawan telah diidentifikasi dan di antaranya

lebih dari 500 mikotoksin telah dilaporkan berpotensi toksigenik. Selain itu,

Sebagian besar mikotoksin mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan,

termasuk alfatoksin (AFTs), okratoksin (OTs), Trikotesenapatulin (PAT), strinin

(CT), dan ergot alkaloid (EAs) (grenier & Oswald; Horky 2018;Ukwuru et

al.2018).
2.1. 1. Jenis Cendawan Penghasil Mikotoksin Pada Komoditas

Pertanian

BEBERAPA GENUS CENDAWAN PENGHASIL MIKOTOKSIN yang penting

diantaranya adalah :

1. Aspergillus (cendawan penyimpanan merupakan salah satu jenis cendawan

berfilamen paling penting. Aspergillus mempunyai beberapa spesies seperti,

a.niger biasa digunakan dalam industry fermentasi, namun beberapa

diantaranya sangat dikenal menghasilkan mikotoksin yang membahayakan

Kesehatan manusia., aflafus dan aparasitikus merupakan spesies aspergillus

yang di kenal sebagai penghasil aflatoksin. Sementara itu aniger, aochraceus

dan akarbonarius merupakan cendawan okratoksinogenik, karena

menghasilkan mikrotoksin berupa okratoksin dan jenis ini sering dijumpai

pada berbagai produk pertanian

2. Penicillium atau (cendawan penyimpanan) Penicillium sp mampu tumbuh di

media. Hal ini dapat dimungkinkan kemampuan Penicillium sp untuk mampu

tumbuh pada media miskin nutrisi.

3. Fusarium (cendawan lapangan)

koloni fusarium tumbuh dengan cepat seperti kapas berwarna pucat atau

cerah, warna talus bervariasi dari keputihan hingga kuning, kecoklatan, merah

muda, kemerahan hingga ungu. Fusarium menghasilkan mikrokonidia.

4. Aternaria(pathogen tanaman dan stachybotrys (cendawan ruangan)

GAMBAR CENDAWAN KOLONI ASPERGILLUS


2.1.2 Jamur Mikotoksin pada beberapa komoditas pertanian

1. Mikotoksin pada tanaman Kopi

Kandunagn okratoksin pada kopi pertama kali di laporkan pada tahun

1970 an (levi et al.1974) merupakan sumber utama okratoksin a pada

kopi arabika (frisfat et al 2004 ), sedangkan a carbonarius dikenal

sebagai sumber utama okratoksin a pada kopi robuista (noonim et

al.2008). infeksi biji kopi pada spesies aspergillus toksigenik tidak

terjadoi sampai tahap pengeringan.

2. Mikotoksin pada tanaman Kakao

Pada tanaman kako, mikotoksin dilaporkan ditemukan pada biji kakao

selama proses fermentasi biji \. Beberapa spesies cendawan

mikotoksigenik yang dilaorkan seperti a.flavus, a.parasitikus, a

carbonarius dan a niger (copetti et al 2010;copetti et al.2011). kondisi

demikian dapat meningkatkan kemungkinan pertumbuhan cendawan

dan produksi aflatoksin maupun okratoksin (copetti et al.2012)

menunjukkan bahwa tahap fermentasi yang baik pada saat bakteri

asam laktat menghasilkan asam organic terutama asam asetat dapat

meminimalkan pertumbuhan cendawan penghasil okratoksin

3. Mikotoksin pada tanaman anggur

Pada tanaman anggur, mkikotoksin diakibatkan karena faktor kadar

keasaman dan gula yang tinggi, yang merupakan substrat ideal bagi

kebanyakan spesies aspergillus. Subu tinggi dan sinar matahari sangat

di pengaruhi selama proses pematangan buah anggur. Kerusakan


mekanis dan serangan cendawan pathogen rizophus stoloniver,

botritysinerea atau embun tepung. Hal ini dikarenakan pertumbuhan

akar bonarius dan aniger umum terjadi pada anggur yang baru dipanen

(hocking et al 2003).

4. Mikotoksin pada tanaman jagung

Mikotoksin pada tanaman jagung, Aflstoksin tetap menjadi

permasalahan utama pada komunitas jagung yang ada diseluruh dunia.

Komoditas inni juga memiliki hubungan komensal dengan aflafus dan

produksi aflatoksin B pada jagung merupakan hal umum yang terjadi

(pitt et al.1993). aflafus sebagai hasil kolonisasi biji bijian yang tidak

dipanen sehingga merupakan sumber inoculum bagi tanaman

berikutnya dengan cara masuk ke dalam tongkol yang sedang

berkembang, baik selama fase silking atau kerusakan serangga

( giorni et al.2012) .

2.2. Mikotoksin yang berkontaminasi dengan biji kakao

Beberapa jenis cendawan yang dapat menyerang biji kakao pasca

panen antara lain adalah cendawan yang berkontaminasi dan cendawan

penghasil mikotoksin. Serangan tersebut dapat dimulai sejak proses

pertanaman , proses panen dan pasca panen, termasuk di Gudang atau

di tempat penyimpanan. Keberadaan cendawan pada biji kakao di

sebabkan oleh berbagai faktor antara lain fermentasi tidak sempurna,

proses dan metode penanganan pasca panen yang tidak optimal,

kelembapan yang tinggi, kadar air biji yang tinggi, kerusakan oleh
serangga dan infeksi cendawan. Kerusakan semakin tinggi jika biji

kakao disimpan dalam penyimpanan yang tidak memenuhi standar

SNI. Kurangnya pengetahuan tentang aspek mutu bij ikakao

menyebabkan system penanganan pasca panen biji kakao tidak

bermutu.

Biji kakao yang terkontaminasi dengan serangga dan cendawan

biasanya dilakukan dengan fumigasi, akan tetapi penggunaan pestisida

untuk tuujuan fumigasi tidak direkomendasikan.

GAMBAR KAKAO TERSERSNG CENDAWAN

2.2 Gejala Kerusakan biji kakao yang di akibatkan oleh jamur Mikotoksin

Kerusakan pada biji kakao terjadi pada saat prapanen, panen dan pasca

panen. Jenis jamur yang mengkontaminasi dan menyebabkan kerusakan

pada biji kakao dapat berpotensi sebagai mikotoksin. Jamur dapat terbawa

oleh biji dan ditemukan di permukaan biji atau telh menginfekai ke dalam

biji. Jamur patogen dapat mengkontaminasi dan menginfeksi biji sejak di

lapang (prapanen), saat penanganan panen dan pasca panen(pengangkutan,

pengolahan dan penyimpanan). Terdapat 4 kategori jamur yang

mengkontaminasi produk pangan kakao antara lain field fungi, storage fungi

, kontaminan fungi dan invasif fungi. Populasi jamur biasanya baru terlihat
pada saat biji akan di fermentasi dan saat penjemuran, akan semakin

meningkat selama masa penyimpanan. Biji yang sudah terkontaminasi di

tandai dengan munculnya spora maupun hifa yang menempel di permukaan

biji serta perubahan bentuk warna.

2.3 Hipotesis

Dari rumusan masalah dan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya,

diduga bahwa jamur yang dominan ditemukan pada biji kakao selama

proses penanganan pasca panen terdapat 9 jenis jamur yang menginfeksi biji

kakao ditemukan di tingkat petani, 6 jenis jamur di tingkat pedagang dan 5

jenis jamur di tingkat eksportir.


BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu

Penelitian ini dilakukan di beberapa Gudang penyimpanan hasil panen di Kabupaten

Ende.

Penelitian ini dilakukan ± 3 bulan

3.2 Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah Tupperware dan bahan yang digunakan adalah 15 biji kakao

dan 3 tongkol jagung.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian isolasi dan identifikasi jenis jamur Mikotoksin pada biji

Kakao kering.

3.4.Metode pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao kering terfermentasi dan

tidak terfermentasi yang dihasilkan di Flores.Sampel biji kakao kering tersebut merupakan biji

kakao kering yang sudah diolah petani selama 3-5 hari dan lama penyimpanannya di gudang 2

(dua) minggu.

3.4.1. variabel pengamatan

Anda mungkin juga menyukai