Anda di halaman 1dari 97

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradaban manusia yang semakin maju mengakibatkan perkembangan
terhadap ilmu pengetahuan semakin cepat. Perkembangan ilmu pengetahuan juga
akan berdampak pesat pada teknologi. Salah satu bentuk ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang saat ini adalah bioteknologi.bioteknologi melibatkan
Ilmu pengetahuan alam yaitu mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi
molekuler, kimia, rekayasa genetika dan teknik kimia.
Bioteknologi berasal dari kata “bio” yang berarti makhluk hidup dan
“teknologi” yang berarti cara untuk memproduksi barang dan jasa, dan secara
bebas dapat didefinisikan secara bebas sebagai pemanfaatan organisme hidup
untuk menghasilkan produk dan jasa yang bermanfaat bagi manusia (Kuswanti,
2008:113).
Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang
insinyur Hongaria pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam
skala besar dengan menggunakan bit gula sebagai sumber pakan. Pada
perkembangannya sampai pada tahun 1970, bioteknologi selalu berasosiasi
dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering). Dari paduan dua kata
tersebut (bio dan teknologi) European Federation of Biotechnology (1989)
mendefinisikan bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan
ilmu rekayasa yang bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian
dari organisme hidup dan analog mulekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
Bioteknologi sebenarnya sudah dikerjakan manusia sejak ratusan tahun
yang lalu, karena manusia telah bertahun-tahun lamanya menggunakan
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur ragi untuk membuat makanan
bermanfaat seperti tempe, roti, anggur, keju, dan yoghurt. Namun istilah
bioteknologi baru berkembang setelah Pasteur menemukan proses fermentasi
dalam pembuatan anggur (Kuswanti, 2008:113).
Perkembangan yang pesat dalam bidang biologi sel dan biologi molekuler
sejak tahun 1960-an mendorong perkembangan bioteknologi secara cepat. Dewasa
ini, manusia telah mampu memanipulasi, mengubah, dan menambahkan sifat
tertentu pada suatu organisme (Kuswanti, 2008:112).
Beberapa ahli dan badan internasional memberikan batasan bioteknologi
sebagai: (1) Kegiatan yang menitik beratkan pemanfaatan aktivitas biologi dalam
lingkup teknologi proses dan produksi secara besar-besaran dalam industry yang
dikaitkan dengan produksi masal. (2) Pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah dan
kerekayasaan terhadap jasad, system, atau proses biologi untuk memproduksi
benda hidup, benda mati, atau jasad bagi kepentingan manusia. Dalam
perkembangan lebih lanjut, lahirlah bioteknologi kedoktoran, bioteknologi
farmasi, bioteknologi pertanian, bioteknologi peternakan dan sebagainya
(Maskoeri, 2013:216).
Dalam rangka mencukupi pangan penduduk dunia dapat melalui
bioteknologi pertanian yang antara lain. (1) Penggunaan hormon pertumbuhan
yang mengubah tumbuha dari diploid menjadi poliploid sehingga dihasilkan
produk yang “rekayasa”(2) Kultur jaringan karena melalui kultur jaringan akan
diperoleh tumbuhan baru dengan cepat, lebih cepat tiga puluh kali lipat dari pada
cara tradisional. Dengan demikian, dapat mengatasi kekurangan dan ketrlambatan
bibit dalam masa tanam dan juga meningkatkan kualitas panen. Dalam
memperbanyak tumbuhan secara kloning (cloning) pada tumbuhan hias dan
tumbuhan bernilai ekonomi tinggi dapat dilakukan secara besar-besaran dengan
kultur jaringan. Misalnya pada kelapa sawit, kelapa kopyor, dan sebagainya
(Maskoeri, 2013:219).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari rangkain praktikum yang telah di laksanakan adalah
sebagai berikut :
1.2.1 Asistensi
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui aturan atau tata tertib
yang harus dipatuhi praktikan saat mengikuti kegiatan praktikum.
1.2.2 Pengenalan Alat Laboratorium
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui nama, bentuk, fungsi
serta cara kerja masing-masing alat laboratorium.
1.2.3 Pembuatan larutan stok
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui komposisi hara pada
larutan Murashige dan Skoog (MS) serta mengetahui tahapan dalam
pembuatannya.
1.2.4 Pembuatan media
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui procedure pembuatan
media yang tepat untuk digunakan sebagai media tumbuh kultur jaringan.
1.2.5 isolasi dan penanaman eksplan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui cara penanaman eksplan
dan mencari faktor penyebab kontaminasi pada kultur jaringan.
1.2.6 inokulasi Rhizibium pada tanaman legume
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui cara inokulasi
Rhizobium pada tanaman legume dan memngetahui simbiosis yang akan terjadi
antara Rhizobium dengan akar tanaman legum.
1.2.7 Biodekomposer
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui defisiensi dekomposisi
sisa tanaman, memngurangi dan mengatasi masalah lingkungan dengan system
pemupukan sampah dan untuk mengetahui cara pembuatan kompos.
1.3 Manfaat Praktikum Bioteknologi
Adapun manfaat Praktikum Bioteknologi bagi mahasiswa pertanian adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa menjadi akrab dan kenal dengan asisten laboratorium Bioteknologi
dan bagian – bagian yang ada di laboratorium bioteknologi
2. Mahasiswa mengetahui alat – alat yang digunakan dalam laboratorium
bioteknologi dan mengetahui tata cara penggunaan dan fungsinya.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami tata cara pelaksanaan pembuatan
Larutan Stock Murrashige dan Skoog (MS)
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami tata cara pembuatan larutan stock
media aseptic perbanyakan tanaman dengan kultur anther, kultur jaringan dan
media embrio rescue
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara mengisolasi dan penanaman
eksplan dengan baik dan benar sehingga dapat di terapkan dalam kegiatan
penelitian dan pertanian kedepannya
6. Mahasiswa mengetahui dan memahami tata cara pelaksanaan dan mekanisme
inokulasi Rhizobium pada tanaman kcang – kacangan ( Leguminosa ) sehingga
dapat di aplikasikan di masyarakat dan penelitian kedepannya
7. Mahasiswa mengetahui dan memahami tata cara dan mekanisme pembuatan
pupus kompos, sehingga dapat digunakan dalam masyarakat dan penelitian
kedepannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah,tumbuh tegak,
berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar 10-200 cm,
dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.
Kedelai dapat tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai masa panen pada umur 10
minggu setelah penanaman. Tanaman kedelai merupakan tanaman dengan
golongan euhalofit yaitu tanaman leguminosa yang dapat tumbuh dengan kondisi
tanah salin. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu
akar, daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal.
(Adisarwanto, 2005).
Menurut Sharma (1993) tanaman kedelai diklasifikasi tanaman sebagai
berikut,
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill.
( Sharma, 1993)
Kedelai merupakan salah-satu jenis kacang-kacangan yang dapat
digunakan sebagai sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat. Kacang
kedelai mengandung sumber protein nabati yang kadar proteinnya tinggi yaitu
sebesar 35% bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%. Selain itu juga
mengandung asam lemak essensial, vitamin dan mineral yang cukup. Di samping
protein, kacang kedelai mempunyai nilai hayati yang tinggi setelah diolah, karena
kandungan susunan asam aminonya mendekati susunan asam amino pada protein
hewani (Koswara, 1992).
Kacang kedelai, sebagai golongan kacang-kacangan, mengandung senyawa
antigizi, antara lain oligosakarida dan asam fitat. Kacang kedelai juga mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya, yaitu
kandungan antitripsin yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil
memberi pengaruh flatulensi (Suprapto, 2001).
Menurut para ahli botani, kedelai merupakan tanaman yang berasal dari
Manchuria dan sebagian Cina. Kedelai menyebar ke daerah iklim tropis dan
subtropis, serta dilakukan pemuliaan sehingga dihasilkan berbagai jenis kedelai
bermutu unggul. Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam famili
Leguminosa, subfamili Papilionidae, genus Glycine dan spesies max, sehingga
nama latinnya menjadi Glycine max. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah dengan
pH 4,5. Daerah pertumbuhannya tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut
dengan iklim panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman
kedelai berbeda-beda tergantung varietasnya, tetapi umurnya berkisar antara 75
sampai 105 hari (Koswara 1992).
Tanaman Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang memiliki
beberapa nama botani yaitu Glycine max (kedelai kuning) dan glycine soja
(kedelai hitam). Bentuk daun kedelai umumnya berbentuk bulat (oval) dan
ujungnya tumpul serta permukaan daun berbulu. Daun kedelai merupakan
tanaman majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna
hijau muda atau hijau kekuning-kuningan, pada saat sudah tua daun-daunnya akan
rontok. (AAK, 1989)
Kedelai sendiri merupakan tanaman yang mudah dikembangkan karena
pemeliharaan yang cepat dan juga berkualitas, oleh karenanya kedelai digunakan
sebagai salah satu bahan pangan dengan hasil olahan yang dapat dimanfaatkan
manusia pada bagian bijinya ataupun oleh hewan ternak pada bagian daun dan
batang kedelai. Kedelai mempunyai kandungan nutrisi didalamnya yang kaya akan
kandungan protein biji kedelai 41,5%. Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu
yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30oC,
bila kedelai tumbuh pada suhu yang rendah kurang dari 15oC maka proses
perkecambahan menjadi sangat lambat dapat mencapai 2 minggu. Hal ini
dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban tanah tinggi,
akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat menyebabkan banyaknya biji
yang mati. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21 – 34 oC, akan tetapi
suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23 – 27oC. (Adie, 2006).
Kedelai merupakan bahan pangan yang sangat popular di dalam kalangan
masyarakat, hampir setiap hari banyak orang yang mengonsumsi makanan olahan
dari kedelai misalnya: tempe, tauge atau kecambah, dan lain-lain. Kandungan
protein yang tinggi pada kedelai dan juga kandungan gizi lainnya yang lengkap.
Apabila ditinjau dari segi harga kedelai merupakan sumber protein yang termurah
sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan
kedelai. Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena mengandung tripsine
inhibitor. Apabila biji kedelai sudah direbus pengaruh tripsin inhibitor dapat
dinetralkan. Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara
lain untuk makanan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri (Cahyadi,
2007).
Kedelai dibagi menjadi dua golongan, pertama berdasarkan jenisnya, yaitu
kedelai kuning/putih, kedelai cokelat, kedelai hijau, dan kedelai hitam. Kedua,
menurut umurnya terbagi atas umur pendek (60-80 hari), sedang (90-100 hari),
dan panjang (110-120 hari). Jenis-jenis kedelai tersebut dapat didefinisikan
sebagai berikut: Kedelai kuning, adalah kedelai yang bijinya berwarna kuning
atau putih atau juga hijau yang apabila dipotong melintang akan memperlihatkan
warna kuning pada irisan kepingnya. Kedelai ini biasa dijadikan tahu atau tempe.
Kedelai hitam adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hitam. Kedelai inilah
yang biasanya dijadikan kecap. Kedelai cokelat adalah kedelai yang kulit bijinya
berwarna cokelat. Bentuk biji kedelai bergantung pada kultivarnya, dapat
berbentuk bulat, gepeng, dan sebagian besar bulat telur. Berdasarkan besar dan
bobotnya, kedelai dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Kedelai berbiji besar, apabila bobot 100 biji lebih dari 13 gram
2. Kedelai berbiji sedang, apabila bobot 100 biji antara 11-13 gram
3. Kedelai berbiji kecil, apabila bobot 100 biji antara 7-11 gram.
Secara fisik setiap biji kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran, dan
bentuk biji serta komposisi kimianya. Perbedaan fisik dan kimia tersebut
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi tempat kedelai tersebut tumbuh. Biji kedelai
terdiri dari dua bagian, yaitu kulit biji (testa) dan janin (embrio). Kulit biji ini
beragam warnanya, mulai dari kuning, hijau, cokelat, hitam, atau campuran antara
warna-warna tersebut. Kulit biji terdiri dari tiga sel, sedangkan janin terdiri dari
kotiledon, plumula, dan poros hipokotil bakal akar. Kotiledon merupakan bagian
besar dari biji kedelai yang berisi bahan makanan, sebagian besar terdiri dari
protein dan lemak (Cahyadi 2007).
Kedelai mendapat perhatian besar di seluruh dunia karena berbagai
keunggulan lain yang dimilikinya diantaranya memilki adaptibilitas agronomis
yang tinggi, dapat hidup di daerah tropis dan subtropis, juga di daerah dengan
tanah dan iklim yang memungkinkan tanaman pangan lainnya untuk tumbuhnya,
serta memiliki kandungan gizi yang relatif tinggi dan lengkap sebagaimana
terangkum dalam Tabel 1 (Suprapti, 2003).
Tabel 1. Kandungan gizi kacang kedelai
No Unsur Gizi Kadar/100 g bahan
1 Energi 442 kal
2 Air 7,5 g
3 Protein 34,9 g
4 Lemak 38,1 g
5 Karbohidrat 34,8 g
6 Mineral 4,7 g
7 Kalsium 227 mg
8 Fosfor 585 mg
9 Zat besi 8 mg
10 Vitamin A 33 mcg
11 Vitamin B 1,07 mg
Sumber: Suprapti (2003)

2.2 Kacang Hijau


Kacang Hijau (Vigna radiata. L) merupakan tanaman yang berbentuk
semak yang tumbuh tegak. Tanaman kacang hijau diduga berasal dari India,
kemudian menyebar ke berbagai Negara Asia tropis, termasuk ke Indonesia pada
awal abad ke-17. Di Indonesia tanaman kacang hijau juga dikenal sebagai
tanaman sayur semusim (Purwono dan Purnamawati, 2007).
Kacang hijau merupakan salah satu tanaman semusim yang berumur
pendek, lebih kurang 60 hari. Didalam dunia tumbuh-tumbuhan tanaman kacang
hijau diklasifikasikan yaitu; Devisi: Spermathopyta, Sub devisi Angiospermae,
Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Rosales, Famili: Leguminoseae, Genus: Vigna,
Species: Vigna radiata L (Purwono dan Hartono, 2005).
Kacang hijau mempunyai kelebihan yaitu lebih tahan terhadap
kekeringan, hama dan penyakit yang menyerang relative lebih sedikit, dapat
dipanen relatif cepat yaitu 55-60 hari, cara pengelolaan di lapangan serta
perlakuan pasca panennya relatif mudah, resiko kegagalan panen secara total
relatif kecil, harga jual tinggi dan relatif stabil dan dapat dikonsumsi secara
langsung dengan cara pengelolaan yang mudah (Marzuki dan Soeprapto, 2004).
Tanaman kacang hijau dalam pertumbuhannya dapat dibedakan atas dua
tipe, yaitu tipe tegak dan menjalar, umumnya dibudidayakan adalah tipe tegak
yang tingginya antara 30-60 cm, mempunyai batang dan daun berbulu (Soeprapto,
1993).
Batang kacang hijau berbentuk bulat dan berbuku-buku. Ukuran
batangnya kecil, berbulu, berwarna hijau kecoklatan atau kemerahan. Tanaman ini
bercabang banyak. Daunnya tumbuh majemuk dan terdiri dari tiga helai anak
daun setiap tangkai. Helaian daun berbentuk oval dengan bagian ujung lancip dan
berwarna hijau muda hingga hijau tua. Letak daun berseling, tangkai daun lebih
panjang daripada daunnya sendiri (Purwono dan Purnamawati, 2007).
Bunga kacang hijau berwarna kuning dan polong berbentuk bulat panjang
antara 5-15 cm, tiap polong mempunyai 6-16 biji berbentuk bulat, umumnya lebih
kecil dibandingkan dengan biji kacang-kacangan lainnya. Kacang hijau
mempunyai akar dengan cabang-cabang sempurna dan meluas, daya produksi
berbeda-beda tergantung varietasnya, pada lingkungan yang baik produksi
maksimum ialah 1500-1800 kg/ha (Soeprapto, 1993).
Rukmana (1997) mengungkapkan bunga kacang hijau berkelamin
sempurna atau hermaphrodite, berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Proses
penyerbukan bunga kacang hijau (Vigna radiata L.) terjadi pada malam hari, pada
pagi hari bunga akan mekar dan menjadi layu pada sore hari.
Buah kacang hijau berbentuk polong dengan panjang antara 6 cm – 15 cm.
Tiap polong berisi 6 -16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan
bobot (berat) tiap butir 0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78
g. Biji umumnya berwarna hijau kusam atau hijau mengkilap, namun adapula
yang berwarna kuning dan coklat (Fachruddin, 2000).
Tanaman kacang hijau memiliki akar tunggang dengan akar cabang pada
permukaan, dimana pada perakarannya terdapat bintil-bintil akar yang sangat
membantu dalam penyediaan unsur hara N. Pada bintil akar ini terdapat bakteri
rhizobium yang dapat mengikat nitrogen dari udara bebas dalam tanah. Peristiwa
penambahan ini dikenal dengan nama penambahan nitrogen secara simbiosis.
Selanjutnya nitrogen tersebut digunakan oleh tanaman untuk keperluan hidupnya
(Sukirno, 1983).
Kacang hijau (Vigna radiata L.) memiliki sistem perakaran yang
bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Nodul atau bintil
akar merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara bakteri nitrogen dengan
tanaman kacang-kacangan sehingga tanaman mampu mengikat nitrogen bebas
dari udara. Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen (N) yang
diikat dari udara sehingga meningkatkan kesuburan tanah (Rukmana, 1997).
Untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman kacang hijau
menghendaki suhu optimum 25-270C dengan penyinaran minimal 10 jam perhari
dengan kelembapan udara antara 50-89%. Daerah yang memiliki curah hujan 50-
200 mm/bulan merupakan daerah yang baik untuk tanaman ini. Jenis tanah yang
dikehendaki adalah tanah liat berlempung atau lempung yang mengandung bahan
organik tinggi, memiliki tata air dan udara yang baik. Keasaman tanah yang
diperlukan tanaman kacang hijau untuk tumbuh optimal yaitu pH tanah antara
5,8-6,8. Tanah dengan pH di bawah 5,8 perlu diberikan pengapuran (Purwono dan
Purnamawati, 2007).

2.3 Rhizobium
Rhizobium merupakan spesies bakteri yang dikenal sebagai bakteri
penambat nitrogen. Bakteri ini dapat menginfeksi akar tanaman kacang–kacangan
(legume) sehingga menimbulkan munculnya bintil akar atau yang disebut dengan
nodul akar sebagai tempat untuk melakukan fiksasi nitrogen. Sistem enzim bakteri
ini dapat memenuhi kebutuhan tanaman inang akan nitrogen secara konstan atau
terus–menerus, dan tanaman inang memenuhi kebutuhan bakteri akan nutrisi dan
energi untuk aktifitasnya (Burdass, 2002).
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang
mampu menyediakan hara bagi tanaman. Apabila bersimbiosis dengan tanaman
legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk
bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila
berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap
pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan ketersediaan nitrogen bagi
tanaman inangnya. (Damanik, 2000)
Bakteri Rhizobium merupakan mikroba yang mampu mengikat nitrogen
bebas yang berada di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi
asam amino yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman
untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh
karbohidrat sebagai sumber energi dari tanaman inang. (Hanum, 1995)
Bakteri Rhizobium memiliki keunikan dibanding mikroorganisme tanah
lainnya dalam kemampuannya bersimbiosis dengan tanaman legum untuk
menambat N2. Agar dapat melakukan simbiosis, Rhizobium tidak hanya harus
bisa hidup secara saprofit, tetapi juga harus dapat mengalahkan (berkompetisi)
dengan Rhizobium yang lain dalam memperoleh tempat infeksi pada akar tanaman
legum. Oleh karena itu, kemampuan fisiologisnya untuk bertahan dalam keadaan
yang bagaimanapun merupakan syarat yang penting agar dapat beradaptasi pada
lingkungan yang banyak persaingan dan lingkungan tanah yang kompleks
(Rahmawati, 2005).
Surtiningsih, et al. (2009) menjelaskan karakteristik bakteri Rhizobium
secara makroskopis adalah warna koloni putih susu, tidak transparan, bentuk
koloni sirkuler, konveks, semitranslusen, diameter 2 - 4 mm dalam waktu 3 - 5
hari pada agar khamir-manitol-garam mineral. Secara mikroskopis sel bakteri
Rhizobium berbentuk batang, aerobik, Gram negatif dengan ukuran 0,5 - 0,9 x 1,2
- 3 µm, bersifat motil pada media cair, umumnya memiliki satu flagella polar atau
subpolar. Untuk pertumbuhan optimum dibutuhkan temperatur 25 - 30°C, pH 6 -
7 (kecuali galur-galur dari tanah masam). Lebih lanjut Nasikah (2007)
menjelaskan bahwa suhu optimal untuk Rhizobium berkisar 18°C - 26°C, minimal
3°C dan maksimal 45°C. Sedangkan kisaran pH optimal untuk Rhizobium adalah
sedikit di bawah netral hingga agak alkali, kendati demikian pada pH 5,0 beberapa
strain Rhizobium masih dapat bertahan hidup. Bakteri Rhizobium bersifat
kemoorganotropik, yaitu dapat menggunakan berbagai karbohidrat dan garam-
garam asam organik sebagai sumber karbonnya. Organisme ini memiliki ciri khas
yaitu dapat menyerang rambut akar tanaman kacang-kacangan di daerah beriklim
sedang atau beberapa daerah tropis dan mendorong memproduksi bintil-bintil akar
yang menjadikan bakteri sebagai simbiosis intraseluler. Kehadiran bakteri pada
bintil-bintil akar sebagai bentuk pleomorfik di mana secara normal termasuk
dalam fiksasi nitrogen atmosfer ke dalam suatu bentuk penggabungan yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman inang. Semua galur bakteri bintil akar menunjukkan
afinitas terhadap inang.
Spesies Rhizobium tertentu umumnya efektif dengan hanya satu spesies
tanaman legum ataupun dalam setiap kultivar kacang-kacangan. Rhizobium untuk
kacang tanah berbeda dengan Rhizobium untuk kedelai. Spesies Rhizobium
japonicum dan Bradyrhizobium japonicum bersimbiosis dengan kedelai,
Bradyrhizobium spp. bersimbiosis dengan kacang tanah, kacang tunggak, dan
kacang gude, sedangkan Rhizobium phaseoli bersimbiosis dengan kacang hijau.
(Suryantini 1994).
Bakteri Rhizobium secara umum termasuk golongan heterotrof, yaitu
sumber energinya berasal dari oksidasi senyawa-senyawa organik seperti sukrosa
dan glukosa. Dengan demikian, untuk mendapatkan senyawa organik tersebut,
bakteri membutuhkan tanaman inang. Bentuk simbiosis antara tanaman legum
dengan Rhizobium adalah simbiosis mutualisme, karena bakteri dalam
bersimbiosis menginfeksi tanaman dan tanaman menanggapinya dengan
membentuk bintil (nodul). Bakteri Rhizobium memperoleh makanan berupa
mineral, gula/karbohidrat dan air dari tanaman inangnya, sedangkan bakteri
memberi imbalan berupa nitrogen yang ditambatnya dari atmosfer. (Nasikah,
2007)
Bintil akar merupakan bengkakan jaringan akar tumbuhan yang berisi
tumbuhan memanfaatkan sebagian bahan bernitrogen yang dibuat oleh bakteri
dari nitrogen dalam udara yang ada di atas partikel tanah. Simbion menjadikan
tumbuhan pasangan simbiosisnya sebagai sumber nitrogen yang berharga untuk
tanah. Waktu mulai terbentuknya nodul/bintil akar berbeda - beda untuk tiap jenis
tumbuhan inang. Nodul atau bintil akar tanaman kedelai terbentuk pada umur 4 -
5 hst yaitu sejak terbentuknya akar tanaman, dan dapat mengikat nitrogen dari
udara pada umur 10 - 12 hst, tergantung kondisi lingkungan tanah dan suhu. Suhu
lingkungan seperti kelembaban yang cukup dan suhu tanah sekitar 25°C sangat
mendukung dalam pertumbuhan bintil akar. Perbedaan warna hijau daun pada
awal pertumbuhan (10 - 15 hst) merupakan indikasi efektivitas Rhizobium.
Adisarwanto (2005).
Rhizobium masuk ke dalam akar legum melalui rambut akar atau secara
langsung ke titik munculnya akar lateral. Rambut akar merupakan bagian tanaman
yang pertama kali dapat memberikan respon karena terinfeksi Rhizobium. Di
dalam bintil akar tidak hanya terdapat satu strain Rhizobium saja, mungkin dua
atau lebih strain hidup bersama-sama di dalam satu bintil akar. Meskipun
demikian, beberapa genus hanya ditemukan pada tanaman inang tertentu
(spesifik) saja. Strain Rhizobium mampu menginfeksi legum dengan melepaskan
polisakarida spesifik yang menyebabkan lebih banyak aktivitas pektolitik oleh
akar. Beberapa berpendapat bahwa robekan mekanik terjadi di mana Rhizobium
masuk ke dinding rambut akar yang pecah dan Rhizobium terperangkap sampai
rambut akar yang telah berubah bentuk terbungkus kembali (Dewi, 2007).
Ada dua tipe nodula, yaitu efektif dan inefektif. Nodula efektif dibentuk
oleh strain efektif dari Rhizobium. Nodula ini berkembang dengan baik, berwarna
merah muda akibat adanya pigmen leghaemoglobin. Jaringan bakteroid
berkembang baik dan terorganisasi dengan baik dengan banyak bakteroid (Dewi,
2007).

2.4 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik (J.H. Crawford, 2003).
Menurut Sutedjo (2002), kompos merupakan zat akhir suatu proses
fermentasi, tumpukan sampah/ seresah tanaman dan ada kalanya pula termasuk
bingkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentas suatu pemupukan,
dirincikan oleh hasil bagi C/N yang menurun. Perkembangan mikrobia
memerlukan waktu agar tercapai suatu keadaan fermentasi yang optimal. Pada
kegiatan  mempercepat proses dipakai aktifator, baik dalam jumlah sedikit
ataupun banyak, yaitu bahan dengan perkembangan mikrobia dengan fermentasi
maksimum. Aktifator misalnya: kotoran hewan. Akhir fermentasi untuk C/N
kompos 15 – 17.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-
rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%,sehingga pengomposan
merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk
dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan
lepasnya gas metana ke udara. (Rohendi, 2005).
Pertanian organik menjadi hal yang saat ini sedang dikembangkan
dengan pesat.Hal ini dilata rbelakangi dengan masalah,dimana semakin jenuhnya
pemberian pupuk yang berasal dari industri. Tanah semakin kering, semakin
kurangnya kandungan hara organik yang pada akhirnya
merugikan petani.Dasar inilah diperlukan upaya dalam peningkatan kebutuhan
bahan organik bagi tanaman.Salah satunya adalah dengan memanfaatkan sisa-sisa
bahan organik untuk diolah menjadi kompos.
Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang pertumbuhan
bakteri (mikroorganisme) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan
yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain.Proses yang terjadi
adalah dekomposisi, yaitu menghancurkan ikatan organik molekul besar menjadi
molekul yang lebih kecil, mengeluarkan ikatan CO 2 dan H2O serta penguraian
lanjutan yaitu transformasi ke dalam mineral atau dari ikatan organik menjadi
anorganik.Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam
senyawa organik yang sukar larut menjadi senyawa organik yang larut sehingga
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.Proses
pengomposan oleh bahan organik mengalami penguraian secara
biologis,khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses
alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur
hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan
unsur secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai
fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos
pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas
pada tanah dan, meningkatkan meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang
terpenting adalah kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan,
(Dipoyuwono, 2007).
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh
proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat
dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka untuk
menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses
pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh
kompos yang memiliki standar tertentu.  Setelah standar campuran bahan baku
kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50 – 60 persen dan mempunyai
perbandingan C / N bahan baku 30 :terdapat hal lain yang harus sangat
diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus
dilakukan pengawasan terhadap:
1. Temperatur
2. Kelembaban
3. Odor atau Aroma, dan
4. pH
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu :
1. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40
mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila
rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein
sehingga dekomposisi berjalan lambat.
2. Ukuran Partikel Aktivitas
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan
udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan
luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.
3. Aerasi Pengomposan
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan  mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan
oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5. Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Kelembaban 40 – 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan
dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih
besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas
mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan
bau tidak sedap.
6. Temperatur/suhu panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan
akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-
mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
1. Ph
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5
2. Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-
benar matang.(Jakmi,2009)
Mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara
yaitu :
1. Dicium
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila
kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan
menghasilkan senyawasenyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman.
Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih
belum matang.
2. Kekerasan bahan
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk
kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas – remas
akan mudah hancur.

3. Warna kompos
Kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam – hitaman. Apabila
kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada
permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
4. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan
tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila
penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum
selesai dan kompos belum matang.
5. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal
pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses
pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
Sifat khusus dari pupuk organik antara lain kandungan hara rendah dan
sangat beragam, pelepasan hara terjadi secara lambat, penyediaan hara dengan
jumlah terbatas. Keunggulan dalam pemanfaatan pupuk organik antara lain adalah
perbaikan pada sifat fisik tanah, perkayaan kandungan kimiawi tanah lebih
berimbang, meningkatkan biodiversitas kehidupan biologi tanah, dan aman bagi
lingkungan. Walaupun demikian pupuk organik juga memiliki kelemahan antara
lain memerlukan jumlah besar bagi satu musim tanaman, jumlah dan jenis hara
sangat beragam, voluminous/bulky dalam transportasi dan dosisi lapangan,
berdampak negatif jika diberikan belum matang benar.
Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor – faktor yang berpengaruh pada proses
pengomposan.
2. Menambahkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan:
mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:


1. Aspek Ekonomi
Mampu menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah,
mengurangi volume/ukuran limbah, serta memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari
pada bahan asalnya.
2.  Aspek lingkungan
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah, mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
3. Aspek bagi tanah/tanaman:
Meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah,
meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah, meningkatkan aktivitas
mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah
panen), menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman, dan meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah (Amaminimoy,2008).

2.5 Dekomposisi
2.5.1 Dekomposisi Secara Umum
Dekomposisi adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh
mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering
disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal
dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Sutedjo et
al. 1991).  
Dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan
beberapa faktor (Dezzeo et al. 1998 dalam  Staf Unila 2012). Sampah daun,
ranting- ranting dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk dan secara
bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui aktivitas
organisme tanah. Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap
bahan organik (bahan-bahan hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan
mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan
warna coklat kehitaman yang menunjukkan tingkat dekomposisinya. Proses
dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan:  tahap dekomposisi aerobik
yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini disebabkan
karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat. Tahap
kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri methanoigenesis
tinggi proses (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Dekompoisisi
Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat
fisika dan kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan
kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Faktor penting yang berpengaruh
terhadap proses dekomposisi suatu bahan atau serasah adalah kualitas (sifat fisika
dan kimia). Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan
awal (initial content) lignin,selulosa,dan karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat
dekomposisi serasah daun  (Hardiwinoto, 1994).                                                   
 Osono dan takeda (2006) dalam Saputra, 2014, menambahkan bahwa
kecepatan dekomposisi serasah daun dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah:
1)     Tipe serasah                 
Kandungan senyawa yang terkandung di dalam seresah seperti kandungan
lignin, selulosa, dan karbohidratnya. Tipe seresah mempengaruhi kemampuan
suatu mikroba untuk mendekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang
terkandung di dalam seresah, dimana lignin akan lebih susah untuk
didekomposisi, selanjutnya selulosa dan gula sederhana adalah senyawa
berikutnya yang relatif cepat didekomposisi.
2)     Temperatur
Donelly et al.(1990) dalam Saputra, 2014, menyatakan bahwa kecepatan
dekomposisi tertinggi ditunjukan pada suhu 24 ºC. Suhu merupakan parameter
fisika yang mempengaruhi sifat fisiologi mikroorganisme yang hidup lingkungan
tersebut. Setiap peningkatan suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju
metabolisme organisme menjadi dua kali lipat (Nontji et al., 1980).Akan tetapi
penambahan suhu maksimal dapat mematikan mikroorganisme pendegradasi
seresah.

3)     Pengaruh pH
Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh pH, dimana aktivitas selulase
yang tinggi menurut Kulp (1975),bahwa pH optimum untuk aktivitas selulase
kapang berkisar antara 4,5-6,5. Enzim pada umumnya hanya aktif pada kisaran
pH yang terbatas.Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya
aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya
afinitas atau stabilitas enzim.Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh
terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat
perubahan Ph (Irawadi,1991) dalam Saputra,2014
Tingkat penutupan (tebal tipisnya) lapisan serasah pada permukaan tanah
berhubungan erat dengan laju dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lebat
terdekomposisi maka keberadaannya dipermukaan tanah menjadi lebih lama
(Hairiah et al., 2000) dalam Saputra, 2014.
Barbour et al., (1987) dalam Saputra, 2014 mengatakan bahwa laju
dekomposisi serasah berbeda antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya.
Laju ini terutama dipengaruhi oleh kelembapan udara, organisme flora dan fauna
mikro dan kandungan kimia dari serasah.
4)     Iklim
Hal ini menjadi penting karena iklim dapat memperlambat bahkan
mempercepat terjadinya proses dekomposisi seperti curah hujan, angina, dan suhu
pada saat proses berlangsung (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
5)    Tipe Penggunaan Lahan                                                          
Tipe penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi sebagai sumber
bahan organik yang baik bagi lahan tersebut yaitu ditumbuhi tanaman yang  dapat
mengalami dekomposisi (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
6)     Bentuk Lahan
Hal ini membantu dekomposisi pada proses pengumpulan bahan-bahan
organik tersebut yaitu pada saat pengambilan bahan akan diperoleh bahan yang
pada daerah yang tidak terjal dimana bahan akan tertampung sedangkan pada
daerah yang mempunyai keemiringan tinggi kemungkinan bahan akan ikut
dengan air hujan menuju kebawah (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).

7)     Adanya Kegiatan Manusia


Adanya kegiatan manusia ini pun akan sangat berpengaruh pada terjadinya
proses dekomposisi,, manusia berperan sebagai orgaanisme yang mempercepat
proses dekomposisi yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang dapat
mempercepat proses dekomposisi (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014 ).
2.5.3 Keuntungan atau Pentingnya Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi diperlukan karena memilki beberapa keuntungan baik
bagi tumbuhan ataupun kelangsungan daur ekosistem, adapun beberapa
keuntungan atau pentingnya  proses dekomposisi yang dipoinkan secara umum
oleh Mater (2012) dan Indra (2008) yakni dapat dilihat sebagai berikut:
1.Mengubah sampah organik menjadi kompos.
2.Memanfaatkan fauna tanah dan atau akar tanaman.
3.Meningkatkan kesuburan tanah.
4.Mengandung senyawa pengikat bahan toksin dalam air dan tanah.
5.Meningkatkan kesuburan tanah.
6.Penghasil sumber makanan untuk tumbuhan.

2.6. Larutan Stok


Dalam pembuatan media, langkah pertama adalah membuat stok dari
media terpilih. Penggunaan larutan stok menghemat pekerjaan menimbang bahan
yang berulang–ulang setiap kali membuat media.“Untuk membuat medium kultur
jaringan, biasanya menimbang setiap komponen bahan kimia yang terdapat pada
resep medium dasar. Langkah ini kurang praktis karena memakan banyak waktu
dan mengurangi kecepatan. Selain itu timbangan yang digunakan untuk
menimbang sejumlah kecil bahan kimia kadang-kadang tidak tersedia. Kendala ini
dapat dibatasi dengan pembuatan larutan stok terlebih dahulu, kecuali untuk unsur
mikronya. Jadi perlu membuat larutan stok untuk unsur mikro, besi, vitamin,
hormon, dan mio-inositol (Hendaryono dan Wijayani, 2007)“. Setiap larutan stok
dapat dipergunakan sampai 100 liter media, bahkan larutan stok mikro dapat
dipergunakan sampai 100 liter media. Larutan stok dapat disimpan ditempat yang
bertemperatur rendah dan gelap.
Larutan stok merupakan larutan yang berisi satu atau lebih komponen
media yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi kompenen tersebut
dalam formulasi media yang akan dibuat. Larutan stok biasanya dibuat dengan
konsentrasi 10, 100 atau 1000 kali lebih pekat. Jika larutan stok dibuat,
pembuatan media dapat dilakukan dengan cara mengambil sejumlah larutan stik
sehingga konsentrasinya menjadi sesuai dengan yang terdapat pada formulasi
media yang dikehendaki (Yusnita, 2003).
Dalam pembuatan larutan stok, yang perlu diperhatikan adalah
penyatuan beberapa komponen media sekaligus dalam suatu larutan stok dan
harus mempertimbangkan kecocokan dan kestabilan dari sifat kimianya. Dalam
larutan stok yang berisi beberapa komponen media jangan sampai ada endapan.
Hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan hara dalam media eksplan atau
tanaman yang dikulturkan. Setelah larutan stok dibuat, pengambilanya untuk
media dapat dilakukan dengan cara memipet atau menakarnya dengan gelas ukur
(Yusnita, 2003).
Pembutan larutan stok dimaksudkan untuk memberi kemudahan
pekerjaan dalam pembutan media salnjutnya antara lain;
1. Menghemat pekerjaan menimbang bahan media setiap kali ingin membuat
media
2. Mengatasi kesulitan penimbangan dalam jumlah yang sangat kecil
3. Mengurangi kerusakan bahan kimia akibat terlau sering dibuka dan ditutup
(Marlin dkk, 2007).
Pembuatan larutan stok berdasarkan pengelompokan dalam : Stok
makro, stok mikro, stok Fe, stok vitamin dan stok hormone terutama bila larutan
stok tidak disimpan terlalu lama (segera digunakan habis). Stok hormone dapat
disimpan antara 2-4 minggu, sedangkan stok hara dapat disimpan 4-8 minggu.
Dengan adanya larutan stok, pembuatan media selanjutnya hanya dengan teknik
pengenceran dan pencampuran saja.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan larutan stok adalah
penyimpanan (daya simpan) larutan. Larutan yang sudah mengalami
pengendapan, tidak dapat digunakan lagi. Pengendapan larutan stok umumnya
terjadi bila kepekatan dapat dihindari dengan membuat larutan yang tidak terlalu
pekat atau tidak menggunakan larutan campuran, yaitu dengan membuat satu
larutan stok hanya untuk satu jenis bahan (terutama untuk unsur hara makro).
Kondisi simpan juga diperhatikan, karena ada beberapa bahan yang tidak tahan
dalam suhu tinggi atau cahaya.
Pembuatan media dikelompokan berdasarkan jenis bahan kimia yang
digunakan, sehingga jika bahan kimia tersebut dicampur tidak terjadi interaksi
yang menghasilkan senyawa baru. Biasanya pengelompokan dilakukan
berdasarkan stok hara makro, stok hara mikro, vitamin dan stok hormone,
terutama jika larutan stok tidak disimpan terlalu lam. Stok hara baik mikro maupu
makro dapat disimpan dalam waktu yang relative lam yaitu 4-8 minggu,
sedangkan stok hormone biasanya disimpan dalam jangka waktu 2-4 minggu
(Marlin dkk, 2007).
Larutan stok dalam bentuk cair disimpan di dalam lemari es. Pembuatan
larutan stok harus dilakukan dengan cermat, sebab larutan stok yang terlalu pekat
akan mengalami penendapan di dalam lemari es. Jika terjadi pengendapan, maka
sebelum larutan stok digunakan terlebih dahulu harus dipanaskan (Hendaryono
dan Wijayani, 2007). Larutan stok kadang-kadang ditumbuhi mikroorganisme.
Larutan stok yang terkontaminasi mikroorganisme ini, juga tidak dapat digunakan
lagi. Oleh karena itu kondisi simpan harus dijaga kebersihan dan tempat (wadah)
larutan harus diusahakan cara-cara pembuatan larutan stok untuk media
Murashige dan Skoog (1962).
Menurut (Nugroho dan Sugianto ,1997) pada stok hara makro, senyawa-
senyawa sumber unsur hara makro diperlukan dalam jumlah yang cukup besar.
Oleh karena itu sebaiknya dibuat dalam larutan stok tunggal. Selain itu jenis anion
senyawa sumber unsur hara makro tidak sama, kemungkinan hal tersebut akan
mempercepat pengendapan larutan bila dibuat larutan stok campuran. Biasanya
larutan stok hara dibuat beberapa macam dan diberi nama sebagai berikut :

Tabel 4. Pembuatan larutan stok media MS untuk skala besar.


N Larutan Kersenyawaa Berat Pelarut Konsentras Volume
o stok n persenyaw Aquade i larutan larutan stok
aan (mg) st stok (kali) untuk 1 liter
(ml) media (ml)
1 A NH4NO3 83500 1000 50 20
2 B KNO3 95000 1000 50 20
3 C CaCl2.H2O 44000 1000 100 10
4 D MgS4.H2O (37000+ 1000 100 10
KH2PO4 17000)
5 E FeSO4.7H2O (5570+ 500 200 5
Na2EDTA. 7450) 500
6 F MnSO4.H2O (3380.0+ 1000 200 5
(senyaw ZnSO4.H2O 1720.0+
a H3BO3 1240.0+
mikro) KI 1240.0+
Na2MoO4.H2 50.0+
O 5.0+
CoCl.6H2O 5.0)
CuSO4.5H2O
Sumber: Nugroho dan Sugianto ,1997
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada larutan stok :
a. Larutan stok media, sebaiknya tidak disimpan lebih dari 2 bulan sebelum
dipergunakan.
b.  Stok vitamin dan zat pengatur tumbuh, sebaiknya digunakan segar (kurang dari
2 minggu). Oleh karena itu sebelum membuat larutan stok, harus ditentukan
dahulu kebutuhan media, jadwal pembuatan media dan semua sarana
pembuatan media harus benar-benar sudah siap.
c.  Larutan stok yang telah mengalami pengendapan dan yang sudah ditumbuhi
mikroorganisme (terkontaminasi), tidak boleh digunakan lagi (dibuang).
d.  Semua alat-alat gelas (alat ukur, takar, wadah) sebelum dipergunakan untuk
membuat larutan, harus dibilas dulu dengan aquadest. Setelah selesai
digunakan atau sebelum digunakan lagi, harus pula segera dibilas dengan
aquadest. Bila tidak digunakan lagi, tempatkanlah pada rak penyimpanan
secara terbalik supaya kering dan bagian dalamnya tidak berdebu.
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan
tanaman, adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin) dan pyridoxine
(vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan
tanaman. Nicotinic acid, penting keberadaannya di dalam media kultur akar
tomat, ercis dan lobak (Bonner dan Devirian, 1939), begitu juga pyroxidin
diperlukan dalam kultur akar tomat  (Robbins dan Schmidt, 1939).
Myo-inositol atau meso-inositol atau i-inositol digunakan dalam media
untuk  memperbaiki pertumbuhan dan morfogenesis, sehingga myo-inositol
dianggap sebagai golongan vitamin untuk tanaman. Menurut Myo-inositol
berperan dalam keikutsertaan dalam lintasan biosintesa asam-D-galakturonat yang
menghasilkan vitamin C dan pectin serta kemungkinan inkorporasinya dalam
fosfoinositida dan fosfatidil inositol yang berperanan dalam pembelahan sel.
Penambahan myo-inositol  dengan konsentrasi antara 20-100 mg/l  pertama kali
ditunjukkan oleh Jacquiot dalam kultur kambium tanaman elm (George dan
Sherringtone, 1984). Myo-inositol berpengaruh  dalam morfogenesis kultur,
misalnya dalam kultur Haworthia sp. Pembentukan pucuk dalam Haworthia sp.
tergantung dari keberadaannya myo-inositol (Kaul dan Sabharwal, 1972, 1975).
Di alam Myo-inositol ditemukan dalam air kelapa, dan dalam jumlah kecil
didalam agar  dipasaran. Myo-inositol juga digunakan dalam pembuatan media
Wood & Braun dan Murashige & Skoog  (George dan Sherringtone, 1984).
Pantothenic acid mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan jaringan
tanaman tertentu, seperti Salix sp. (Telle dan Gautheret, 1947), tidak semua jenis
tanaman membutuhkan penambahan pantothenic acid, contohnya pada kultur
jaringan wortel.
Vitamin E (tocopherol)  yang ditambahkan ke dalam kultur jaringan
tanaman dapat memacu pembentukan kalus friable (remah) dalam kultur embrio
jagung sedangkan dalam kultur suspensi  kedelai, merangsang penyebaran sel
pada konsentrasi 0.95 mM (Oswald et al, 1977).
Dalam menyatakan Konsentrasi, Konsentrasi bahan dalam media atau larutan stok
dapat dinyatakan dalam( Wattimena,1992)
1. ppm (part per million) atau seperjuta
2. mg/l
3. M (molaritas) = mol/l = bobot molekul (g/l)
Dimana : 1 ppm = 1 mg/l
1 M = 103 mM = 106 µM
1 M = bobot molekul x 1000 mg/l
Konsentrasi suatu larutan dapat diperbesar atau disebut juga dipekatkan
dan diperkecil atau disebut diencerkan. Pemekatan larutan dapat dilakukan
dengan cara memperbesar zat terlarut per satuan volume yang sama atau
melarutkan zat yang sama pada volume larutan yang lebih kecil. Pada kasus
pemekatan konsentrasi media untuk larutan stok dan pengenceran untuk media
dari bahan stok dapat menggunakan persamaan :
Vstok x Cstok = Vmedia x Cmedia
Dimana : Vstok = Volume larutan stok (ml
Cstok = Konsentrasi larutan stok (… x Cm)
Vmedia = Volume larutan media (ml, liter)
Cmedia = Konsentrasi media (mg/l, ppm, M)

2.7 Media
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-
macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak.
Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama
penemunya.
Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang
hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan
Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya. Pada umumnya
komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur
tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan
dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam
amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula
maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan,
1992).
2.7.1 Macam – macam Media untuk Kultur Jaringan
Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan,
yaitu diantaranya:
1. Media Murashige & Skoog (media MS)
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur,
merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro
dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini
sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+.
Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media
Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P,
1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-
tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan
media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media
dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM
ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi
menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin &
Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur
jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan
1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur
anther.
Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam
Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi
konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et
al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+,
Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
2. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman
monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam
komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan
perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk &
Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media
SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan
sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis
tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama
untuk tanaman legume.
3. Media WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan
media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media
diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi
sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM
banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan
pohon-pohon.
4. Media Nitsch & Nitsch
Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk
mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium
khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan
kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988). 
5. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus,
biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah
seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine,
thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983).
6. Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor
bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut,
lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan
S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan
normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari
media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum
digunakan sekarang.
7. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang
ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya
mengandung N dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan
7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan
pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk
perkembangan protocorm.
8. Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar
diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5
dikembangkan oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi
kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan
konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk
selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat
baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa
ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi
NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat
pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi
NH4+ yang tinggi sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti
pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut
adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan
kandungan ammonium dibandingkan media MS.
Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus
atau diutamakan sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai
media dasar bagi perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991)
menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang dikandung media dasar Gamborg
(B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali
lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman (Hendaryono 2002)
2.7.3 Komposisi Media MS Serta Fungsi
Menurut ( Mattimena, 1992 ) Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya
terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Hara makro
Terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan
jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
magnesium (Mg) dan sulfur (S). Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-
60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman
mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa
pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan amonium.
Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium
berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi
amonium > 8 mM akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh
dalam media kultur yang hanya mengandung amonium sebagai sumber nitrogen
jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti
sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10
mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama
dalam media maka ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan
dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian
besar spesies tanaman. Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat
atau klorida) pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P,
Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara
tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.
(Gunawan,1988)
2. Hara mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan
jaringan tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi
(Cu) dan molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan
media harus dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis
diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media
kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah
media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men
”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA). Kobal
(Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang
jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga
digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan
sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1
µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100µM.
(Gunawan,1988)
3. Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin
seperti biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol),
riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan
merupakan faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan
dalam kultur sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin
tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah
taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih
rendah. (Gunawan,1988)
4. Asam amino atau suplemen nitrogen lainnya
Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur
adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan
adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%.
Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam,
karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru
dapat menghambat pertumbuhan sel. (Gunawan,1988)
5. Karbon dan sumber energi
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah
sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai
pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan
sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan
adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat
tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau
fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan
3%. Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari
jenis tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan
menyediakan kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses
fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa
dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh
fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan
mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen
media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies
tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan
dengan media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan
akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa
(Gunawan,1988)
6. Bahan organik komplek
Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal
berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur
tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena
kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA,
kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif. IAA dan 2iP
merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat
menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat
senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur.
Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya
sebanyak 0.5-3%. (Gunawan,1988)
7. Bahan pemadat (agar)
Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu
dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat
lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air,
agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu
45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi
dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas
fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang
diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur
berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan.
Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang
terbentuk.Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan
faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na
dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. (Gunawan,1988).
8. Zat pengatur tumbuh (hormon).
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan
Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur
mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya
untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies
bahkan kultivar. Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya
ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas
dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar.
Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa
senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam
transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa
RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.
(Gunawan,1988).
2.7.3 Teknik Aseptik dalam Pembuatan Media
Teknik aseptik adalah teknik pemindahan mikroba denganmenggunakan
alat-alat yang steril serta aturan laboratorium tertentu agar tidak terjadi
kontaminasi di dalam kultur tersebut.Teknik aseptik adalah langkah-langkah yang
diambil agar dalam percobaan di laboratorium sehingga diperoleh hasil yang
akurat. Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara
mekanik, fisik dan kimiawi.
a. Sterilisai Secara Mekanik (Filtrasi)
Sterilisasi ini menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22
mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut.
Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan
enzim dan antibiotik. (Machmud, 2008).
b. Sterilisasi Secara Fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.
(Machmud, 2008)
1. Pemanasan
 Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung,
contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
 Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas
kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung
reaksi dll.
 Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung
air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
 Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf
2. Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya
untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety
Cabinet dengan disinari lampu UV (Machmud, 2008).
c. Sterilisasi Secara Kimiawi
Sterilisasi ini biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain
alkohol. (Machmud, 2008).
d. Sterilisasi dengan Panas
Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi dimana bahan dipanaskan
dengan suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak
mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada suhu ruang. Contoh proses
sterilisasi adalah produk olahan dalam kaleng seperti kornet, sarden dan
sebagainya. Perkembangan teknologi prosesing yang memiliki tujuan mengurangi
kerusakan nutrien dan konponen sensoris dan juga mengurangi waktu prosesing
menjadikan teknik serilisasi terus dikembangkan. Lamanya waktu sterilisasi yang
dibutuhkan bahan dipengaruhi oleh: resistensi mikroorganisme dan enzim
terhadap panas, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah atau kemasan yang
disterilkan, keadaan fisik bahan (Machmud, 2008).
e. Sterilisasi dengan Udara Kering
Sterilisasi alat yang umum dikenal adalah oven. Alat ini dipakai untuk
mensterilkan alat-alat gelas seperti erlenmeyer, petridish, tabunng reaksi dan alat
gelas lainnya. bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas dapat disterilkan dengan
alat ini. pada umunhya suhu yang digunakan pada sterilisasi secara kering adalah
170 - 180 C selama palinng sedikit 2 jam. Lama isterilisasi tergantung pada alat
dan jumlahnya (Machmud, 2008).
f. Sterilisasi dengan uap air panas
Sterilisasi dengan bahan yang mengandung cairan tidak dapat didterilkan
dengan oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut Arnold steam sterilizer
dengan suhu 1000Cdalam keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula
digunakan dandang. Mula-mula bahan disterilkan pada suhu 1000C selama 30
menit untuk membunuh sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan pada suhu
kamr 24 jam untuk memberi kesempatan spora tumbuh menjadi sel vegetatif, lalu
dipanaskan lagi 1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi 24 jam dan disterilkan lagi,
jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak bakteri berspora belum mati dengan cara ini
sehingga dikembangkan cara berikutnya yaitu uap air bertekanan (Machmud,
2008).
g. Sterilisasi dengan Uap Air Panas Bertekanan
Sterilisasi dengan alat ini disebut autoklaf (autoclave) untuk steriliasasi ini
alat dilengkapi dengan katup pengaman. Alat diisi dengan air kemudian bahan
dimasukkan. Panaskan sampai mendidih dan dari katup pengaman kelaur uap air
dengan lancara lalu ditutup. Suhu akan naik sampai 121 0C dan biarkan selama 15
menit (untuk industri pengalengan ada perhitungan tersendiri), lalu biarkan dingin
sampai tekanan normal dan klep pengaman dibuka, cara ini akan mematikan spora
dengan cara penetrasi panas ke dalam sel atau spora sehingga lebih cepat. Cara
mana yang dipilih tergantung bahan, biaya dan ketersediaan alat, untuk bahan
yang tidak tahan panas, maka cara diatas tidak dapat dipakai (Machmud, 2008).
2.7.4 Ciri-Ciri Media yang Sesuai untuk Pertumbuhan Eksplan
Menurut ( Elimasni, 2006 ) Media yang baik memiliki kandungan sebagai
berikut.
1. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk
pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus
dimasukkan dalam media kultur.
2.    Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya.Meskipun tanaman in vitro dapat
mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin
mesti ditambahkan ke media.Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu
asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik
tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein
hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan
bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.Dengan penelitian
yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu,
mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.    Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka
tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan
ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan
tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang
lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 –
5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa,
maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi
hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih
efisien oleh tanaman dalam kultur.
4.    Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel
dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau
Phytagel.Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada
konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia,
sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti
Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang
mungkin mengganggu pertumbuhan.
5. pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum.Jika pH
lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari
5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh.Zat pengatur tumbuh.
7. Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan
ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol
kandungan bahan organik dan non-organik pada media (Monita,2011).

2.8 Kultur Jaringan


Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ
yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur
yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap
(Indrianto, 2002).
Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi
tanaman utuh (sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro
dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi
atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis
teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan,
hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total
Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu
mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel
dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan
sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel
(Harianto, 2009).
Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya (Pramono, 2007).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu
yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit
lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Widianti, 2003). 
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang
pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak.
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan
bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar
eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro (Andini, 2001).
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan yaitu sebagai berikut yang dimulai dari Pembuatan media, Inisiasi,
Sterilisasi, Multiplikasi, Pengakaran, Aklimatisasi (Harianto, 2009).
Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman
tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional, dalam
waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya
tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa
mengenal musim,bibit yang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi
genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah.Sedangkan kelemahannya
adalah dibutuhkannya biaya yang relatif lebih besar untuk pengadaan
laboratorium, dibutuhkan keahlian khusus untuk mengerjakannya dan tanaman
yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi aseptik,terbiasa dilingkungan
hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil sehingga perlu perlakuaan
khusus setelah aklimatisasi dan perlu penyesuaian lagi untuk kelingkungan
eksternal (Pramono, 2007).
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


3.1.1 Asistensi Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 10 Oktober 2018,
pada pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
3.1.2 Pengenalan Alat-Alat Laboratorium
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 10 Oktober 2018,
pada pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
3.1.3 Pembuatan Larutan Stok
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 17 Oktober 2018 pada
pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
3.1.4 Pembuatan Media untuk Perbanyakan Tanaman Secara Kultur
Jaringan dan Media untuk Embrio Rescue
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 24 Oktober 2018,
pada pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
3.1.5 Isolasi dan Penanaman Eksplan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 24 Oktober 2018,
pada pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium
Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
1.1.6 Inokulasi Rhizobium Pada Tanaman Legum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 24 Oktober 2018,
pada pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
3.1.7 Biodekomposer
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 9 November 2018,
pada pukul 08.00-09.40 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Belakang
Laboratorium Bioteknolog,i Fakultas Pertanian, Universitas Riau.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Asistensi Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah papan tulis, pena, spidol,
buku. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ketas, spidol, pulpen.
3.2.2 Pengenalan Alat-Alat Laboratorium
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet tetes, labu ukur,
beker glass, lampu Bunsen, sprayer, mortar, timbangan digital, skalpel.
Sedangkan bahan yaang digunakan adalah kertas,pulpen.
3.2.3 Pembuatan Larutan Stok
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Gelas piala/ beaker
glass,erlemeyer,labu ukur,sudip,gelas ukur,timbangan analaitik. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah Aquades,Air,Garam NH4NO3.
3.2.4 Pembuatan Media untuk Perbanyakan Tanaman Secara Kultur
Jaringan dan Media untuk Embrio Rescue
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Botol Kultur, Labu
Takar, Autoclave, plastik penutup. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
larutan Stok MS, Gula Pasir, agar-agar.
3.2.5 Isolasi dan Penanaman Eksplan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laminar air flow,hard
sprayer,aluminium foil, patridish, pinset, skalpel, lampu spritus. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah tunas/pucuk tanaman jati kebon,botol yang sudah terisi
media, alkohol,sublimat dan aquades steril.
3.2.6 Inokulasi Rhizobium Pada Tanaman Legum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas ukur, ajir,
penggaris, polybag, timbangan analaitik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
alat tulis,benih kedelai,rhizogen,air aquades,tisu.
3.2.7 Biodekomposer
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah parang, cangkul, terpal.
bahan yang digunakan adalah bahan tanaman, efektif mikroorganisme
(EM4),Larutan gula merah, pupuk kandang ayam.
3.3 Langkah Kerja
3.3.1 Asistensi Praktikum
Adapun langkah kerja dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1.Diberikan salam oleh asisten,
2. Dibahas peraturan-peraturan di Laboratorium saat praktikum,dibahas tentang
penilaian.
3. Di absen jumlah praktikan
3.3.2 Pengenalan Alat-Alat Laboratorium
Adapun langkah kerja dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Dipegang dan dilihatkan kepada praktikan alat laboratorium oleh asisten..
2. Dijelaskan oleh asisten satu persatu alat laboratorium mulai dari nama
alat,fungsi alat,serta cara kerja atau cara penggunaan alat.
3. Dicatat penjelasan yang disampaikan asisten oleh praktikan.
3.3.3 Pembuatan Larutan Stok
Adapun langkah kerja dari praktikum pembuatan larutaan stok adalah
1. Disiapkan seua bahan kimia yang diperlukan untuk media
2. Disiapkan wadah larutan stok(erlermeyer) sebanyak jenis atau macam larutan
stok
3. Ditimbang bahan kimia yang telh ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Misal
untuk membuat stok G (vitamin),sediakn erlemeyer sesuai ukran (100 ml),
tambahkan aquades steril 50 ml. Ditimbang Tiamin-HCL ,Asam mikotinat dan
Pyrodoxin-HCL masing-masing 0,005 g. Masukan kedalam erlemeyer,aduk
hingga larut. Tambahkan aquades steril hingga dicukupkan menjadi 100 ml
(volume larutan stok ). Ditutup dengan aluminium foil dan beri label. Disimpan
stok dalam lemari pendingin.
4. Dilakukan prosedur yang sama untuk semua kelompok larutan stok.
3.3.4 Pembuatan Media untuk Perbanyakan Tanaman Secara Kultur
Jaringan dan Media untuk Embrio Rescue
Adapun langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu sebagai
berikut:
a.sterilisasi botol kultur
1. Dicuci bersih botol kultur dengan menggunakan sabun cair
2.Dimasukkan kedalam autoclave dengan posisi terbalik
3. Dilakukan selama 1 jam jika menggunakan autoclave listrik otomatis pada suhu
121 c,tekanan 17,5 psi ( dengan mengeset timer,suhu,tekanan)
b.Pembuatan media MS
1. Dilarutkan 30 gr gula dengan menambah aquades sebanayak 50 ml dan
campurkan dengan larutan stok yang telah dipipet, dimasukan kedalam labu takar
1 liter
2. Ditambahkan larutan stok A dan B masing-masing 20 ml,larutan stok C ,stok
D, dan stok E masing-masing ml,larutan stok F,myo dan vitamin masing-masing
10 ml
3. Ditambahkan media kedalam tempat yang volumenya 2 liter lalu ditambahkan
7-8 gr agar-agar .dipanaskan media sampai agar-agar larut (sambil diaduk)
4. Dimasukkan media kedalam botol kultur sebanyak 25 ml dan tutup botol
dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang . setiap kelompok membuat
sebnayak 15 botol media kultur pepaya,dan 5 botol untuk media (embrio rescue)
5. Diberi kode pada plastik dan kode kelompok denhan huruf yang kecil
6. Disterilkan media dengan autoclave selama 20 menit pada suhu 121 c ,tekanan
17,5 psi. Disimpan media yang telah steril diruang kultur pada suhu 20 c.
3.3.5 Isolasi dan Penanaman Eksplan
Adapun langkah kerja pada prktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Disterilkan ruang kultr jarungan dengan mengelap atau menyemprot dinding
ruangan dengan alkohol 96%
2. Disinari dengan lampu ultraviolet minimal 1 malam.
3. Dilap dinding alat penabur berupa laminar air flow cabinet( LAFC ) dengan
alkohol 96% dan disinari lampu uv minimal 30 menit sebelum digunakan,
4. Selama lampu uv dinyalakan,blower tidak boleh dijalankan. Boleh dijlankan
apabila akan dilakukan penanaman dan lampu uv dimatikan. Apabila LAFC tidak
dilengkapi dengan lampu uv,, maka lampu blower harus dijlankan terus-menerus
meski tidak digunakan untuk menanam agar ruang penabur tetap bersih dan steril.
3.3.6 Inokulasi Rhizobium Pada Tanaman Legum
Adapun langkah kerja pada prktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Direndam biji kedelai terlebih dahulu dengan air
2.Dilihat biji yang tenggelam di permukaan air menunjukkan bahwa biji baik
untuk dijadikan benih
3.Dikeringkan dengan tisu
4. Dilarutkan rhizogen sebanyak 5 gr dalam volume air 100 ml
5. Ditimbang 100 gr biji kedelai kemudian masukkan kedalam larutan rhizogen
selam 15 menit
3.3.7 Biodekomposer
Adapun langkah kerja pada prktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Dicincang bahan tanaman hingga homogen berukuran 2 cm
2. Dicampur potongan tersebut degan EM4,larutan gula merah dan pupuk
kandang kemudian diaduk hingga merata diatas terpal.
3.Diinkubasi bahan tanaman yang telah dicampurdengan EM4 dan pupuk kandang
selama 1 bulan.
4. Dilakukan pembalikan setiap 1 minggu sekali dengan cara memindahkan
tumpukan paling atas menjadi paling bawah dan seterusnya.
IV. PENGAMATAN

Hasil pengamatan bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan


dengan Rhizobium yang telah dilakukan kelompok 1 tanpa perlakuan, kelompok 2
dengan diberi perlakuan, dan kelompok 3 juga dengan perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 1. Bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan dengan Rhizobium.
Kelompok 1 (Tanpa perlakuan)

Sampel Pengamatan Jumlah Bintil Akar


Kacang hijau Kedelai
Sampel 1 38 5
Sampel 2 34 2
Sampel 3 27 -
Sampel 4 16 4
Sampel 5 39 1
Sampel 6 20 -
Sampel 7 18 1
Sampel 8 - 8
Sampel 9 - -
Sampel 10 - -
Sumber : Agroteknologi A 2017 (2018)

Rhizobium kacang hijau = bintil akar aktif x 100 %


Bintil akar keseluruhan
= 192 x 100%
192
= 100 %

Rhizobium kacang hijau = bintil akar aktif x 100 %


Bintil akar keseluruhan
= 21 x 100%
21
= 100 %
Hasil pengamatan bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan
dengan Rhizobium yang dilakukan oleh kelompok 2 dengan diberi perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan dengan Rhizobium
Kelompok 2 (Pakai perlakuan)
Sampel pengamatan Jumlah Bintil Akar
Kacang hijau Kedelai
Total Aktif
Sampel 1 22 17 -
Sampel 2 72 63 -
Sampel 3 20 13 -
Sampel 4 10 9 -
Sampel 5 19 15 -
Sampel 6 15 16 -
Sampel 7 17 14 -
Sampel 8 12 6 -
Sampel 9 7 2 -
Sampel 10 9 5 -
Sumber : Agroteknologi A 2017 (2018)

Rhizobium kacang hijau = bintil akar aktif x 100 %


Bintil akar keseluruhan
= 160 x 100%
203
= 79 %

Hasil pengamatan bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan


dengan Rhizobium yang juga dilakukan oleh kelompok 3 dengan diberi perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan dengan Rhizobium
Kelompok 3 (Pakai perlakuan)
Sampel Pengamatan Jumlah Bintil Akar
Kacang hijau Kedelai
Total Aktif Total Aktif
Sampel 1 13 9 13 13
Sampel 2 24 23 2 1
Sampel 3 25 25 3 1
Sampel 4 2 2 2 1
Sampel 5 1 1 3 2
Sampel 6 40 37 - -
Sampel 7 5 4 - -
Sampel 8 11 9 - -
Sampel 9 2 1 - -
Sampel 10 12 8 - -
Sumber : Agroteknologi A 2017 (2018)

Rhizobium kacang hijau = bintil akar aktif x 100 %


Bintil akar keseluruhan
= 119 x 100%
135
= 88,1 %

Rhizobium kacang hijau = bintil akar aktif x 100 %


Bintil akar keseluruhan
= 18 x 100%
23
= 78,2%
Hasil pengamatan kompos yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kompos


Kompos Waktu Tekstur Warna Bau
Di beri EM4 Minggu ke – 1 - Coklat Menyengat
Minggu ke – 2 - Coklat Sedikit –
menyengat
Minggu ke – 3 Berserat Hitam Tidak me –
Nyengat.
Tanpa EM4 Minggu ke – 1 - Coklat Menyengat
Minggu ke – 2 - Coklat Menyengat
Minggu ke – 3 Berserat Coklat Menyengat
Sumber : Agroteknologi A 2017 (2018)

Hasil pengamatan kompos dari tabel 4 diatas, kompos yang diberi larutan
EM4 pada minggu pertama berwarna coklat dan bau menyengat. Pada minggu
kedua, bau menyengat kompos semakin berkurang dan pada minggu ketiga
tekstur kompos berserat dan warna menjadi hitam dan tidak menyengat.
Sedangkan untuk kompos yang tidak diberi larutan EM4, pada minggu pertama
berwarna coklat dengan bau menyengat, dan minggu kedua masih dengan keadaan
yang sama dan pada minggu ketiga tekstur kompos berserat dan berwarna coklat
dengan bau menyengat.
V. PEMBAHASAN

5.1 Bintil Akar Pada Aplikasi Bakteri Rhizobium


Hasil pengamatan bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan
dengan Rhizobium yang telah dilakukan kelompok 1 tanpa perlakuan, kelompok 2
dengan diberi perlakuan, dan kelompok 3 juga dengan perlakuan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Hasil pengamatan bintil akar tanpa diberi perlakuan dari Tabel 1 diatas,
didapatkan jumlah bintil akar tertinggi untuk kacang hijau yaitu pada sampel 5
sebanyak 39 dan jumlah bintil akar terendah pada kacang hijau yaitu pada sampel
8, 9, dan 10 tidak ditemukan bintil akar. Dan didapatkan hasil bahwa 100% bintil
akar pada tanaman kacang hijau merupakan bintil akar aktif yang ditandai dengan
bintil pada saat di pencet mengeluarkan cairan bewarna merah . Sedangkan untuk
kedelai, jumlah bintil akar tertinggi terdapat pada sampel 8 sebanyak 8 dan jumlah
bintil akar terendah pada kedelai yaitu pada sampel 3, 6, 9, dan 10 karena tidak
ditemukan bintil akar. Dan didapatkan hasil bahwa 100% bintil akar pada tanaman
kacang kedelai merupakan bintil akar aktif yang ditandai dengan bintil pada saat
di pencet mengeluarkan cairan bewarna merah
Hasil pengamatan bintil akar pada tanaman legum yang diaplikasikan
dengan Rhizobium yang dilakukan oleh kelompok 2 dengan diberi perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 2 diatas Hasil pengamatan bintil akar yang diberi
perlakuan dari Tabel 2 diatas, didapatkan jumlah bintil akar tertinggi untuk
kacang hijau yaitu pada sampel 2 dengan total 72 dengan bintil akar yang aktif
sebanyak 63 dan jumlah bintil akar terendah pada kacang hijau yaitu pada sampel
9 dengan total 7 dengan yang aktif adalah 2 bintil akar, dan didapatkan bahwa
persentase bintil akar yang aktif pada tanaman kacang hijau dengan perlakuan
sebesar 79%. Sedangkan untuk sampel kedelai tidak ditemukan bintil akar.
Kondisi ini mungkin dikarenakan karena tanaman kedelai masih sangat kecil.
Hasil pengamatan kelompok 3 yang juga diberi perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 3 diatas didapatkan jumlah bintil akar tertinggi untuk kacang hijau
yaitu pada sampel 6 dengan total 40 dan bintil akar yang aktif sebanyak 37 dan
jumlah bintil akar terendah pada kacang hijau yaitu pada sampel 5 dengan total 1
dan bintil akar yang aktif adalah 1. Dan dari total keseluruhan, didaptkan bahwa
persentase bintil akar pada tanaman kacang hijau sebesar 88,1 %. Sedangkan
untuk sampel kedelai jumlah tertinggi bintil akar yaitu pada sampel 1 dengan total
13 dan bintil akar yang aktof sebanyak 13. Untuk bintil akar terendah pada sampel
6, 7, 8, 9, dan 10 dengan tidak ditemukannya bintil akar. Dan dari total
keseluruhan, persentase bintil akar yang aktif pada tanaman kacang kedelai yaitu
sebsar 78,2%.
5.1.1 Tahap Awal Aplikasi Bakteri Rhizobium
Aplikasi inokulan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu inokulasi melalui
benih/biji dan inokulasi melalui tanah. Inokulasi melalui benih/biji (perlakuan
benih) yaitu dilakukan dengan cara pemberian inokulan pada benih sebelum benih
ditanam.Inokulasi melalui tanah yaitu pemberian inokulan yang dilakukan dengan
cara disebar merata pada tanah, ditabur pada alur tanaman atau didalam lubang
tanam.
Berikut ini cara inokulasi (penularan) bakteri rhizobium melalui benih/biji:
1).    Inokulasi Menggunakan Inokulum Biakan Murni
Beberapa merk dagang inokulum biakan murni yang telah dikenal dan
banyak digunakan antara lain : Rhizobin, Rhizogen, Legin dan Nitragin. Dosis
pemberian inokulasi rhizobium tergantung pada inokulum yang digunakan. Jika
menggunakan inokulum biakan murni seperti Legin, Rhizogen atau Nitragin
dosisnya antara 5-10 gram per kilogram benih kacang-kacangan.
Berikut ini langkah-langkah dan tahap inokulasi pada benih kedelai
menggunakan inokulum biakan murni ;
1. Persiapkan benih kedelai yang akan ditanam (pilih atau gunakan benih
berkualitas dari varietas unggul yang sudah teruji kuaitasnya).
2. Benih kedelai kemudian dibasahi dengan air bersih atau larutan gula 1% perliter
air untuk setiap 10 kg benih kedelai hingga lembab (cukup basah).
3. Benih kedelai yang telah dibasahi kemudian dicampur dengan inokulum
rhizobium dengan dosis sesuai dengan anjuran (lihat kemasan produk yang
digunakan).
4. Aduk atau campurkan benih kedelai dan inokulum tersebut hingga benar-benar
tercampur rata.
5. Proses pencampuran sebaiknya dilakukan ditempat teduh dan terlindung dari
sinar matahari langsung.
6. Kemudian benih kedelai yang telah dicampur inokulum dikeringkan.

7. Setelah kering benih harus segera ditanam (tidak boleh ditunda lebih dari 6 jam
setelah pencampuran).
2).    Inokulasi Menggunakan Inokulum Tanah
Berikut ini langkah dan tahapan inokulasi rhizobium benih kedelai
menggunakan inokulum tanah :
1. Ambil tanah bekas tanaman kacang-kacangan secukupnya.
2. Gerus atau tumbuk tanah tersebut hingga benar-benar halus.
3. Benih kedelai kemudian dibasahi dengan air bersih atau larutan gula 1% perliter
air untuk setiap 10 kg benih kedelai hingga lembab (cukup basah).
4. Benih kedelai yang telah dibasahi kemudian dicampur dengan inokulum tanah
yang telah dihaluskan tersebut.
5. Dosis inokulum tanah adalah 100 gram perkilogram benih kedelai.
6. Aduk atau campurkan benih kedelai dan inokulum tanah tersebut hingga benar-
benar tercampur rata.
7. Proses pencampuran sebaiknya dilakukan ditempat teduh dan terlindung dari
sinar matahari langsung.
8. Kemudian benih kedelai yang telah dicampur inokulum dikeringkan.
9. Setelah kering benih harus segera ditanam (tidak boleh ditunda lebih dari 6 jam
setelah pencampuran)
Rhizobium  (yang terkenal adalah Rhizobium leguminosarum) adalah basil
yang gram negatif yang merupakan penghuni biasa didalam tanah. Bakteri ini
masuk melalui bulu-bulu akar tanaman berbuah polongan dan menyebabkan
jaraingan agar tumbuh berlebih-lebihan hingga menjadi kutil-kutil. Bakteri ini
hidup dalam sel-sel akar dan memperoleh makanannya dari sel-sel tersebut.
Biasanya beberapa spesies Actinomycetes kedapatan bersama-sama
dengan Rhizobium sp dalam satu sel ada dunia pertanian bakteri rhizobium
sp mengikat unsur nitrogen dari lingkungan sekitar dan menularkan ke tumbuhan,
tetapi bagian akar dan juga pada bagian  tanah pada suatu tanaman.
Kebanyakan  rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji : contohnya
saja akar pada tanaman kedelai.
Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri rhizobium sp menempel pada bintil
akar. Dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur dan untuk melangsungkan
hidupnya karena tanaman tersebut telah terinfeksi oleh bakteri Rhizobium sp.
Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk
hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman polong-
polongan tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui
kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari
inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat
mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen
organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi
penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
5.1.2 Manfaat dan Peran Bakteri Rhizobium Bagi Tanaman
  Rhizobium sebagai simbiois mutualisme antara tanaman dan bakteri, yaitu
asam amino untuk tanaman dan karbohidrat untuk bakteri. Kemampuan
menambat nitrogennya dapat mencukupi kebutuhan nitrogen sebesar 80-90% dari
kebutuhan tanaman dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Dengan adanya
rhizobium ini tanaman kacang-kacangan tidak memerlukan lagi tambahan pupuk
nitrogen.
Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk hijau pada beberapa
tanaman, seperti Kacang Hijau, Kedelai, Kacang Tanah, Crotalaria, Tephrosia,
dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan tersebut menyediakan karbohidrat
dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi
akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), daya tangkap dan efisiensi
penyerapan nitrogen oleh tanaman akan berkurang cukup signifikan. Bintil-bintil
akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman
polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat
menambah kesuburan tanah dan menyuburkan tanaman.
5.1.3 Tujuan Inokulasi Rhizobium
Inokulasi rhizobium adalah proses pemberian inokulan bakteri Rhizobium
sp ke dalam tanah yang digunakan sebagai media tanam tanaman polong-
polongan (kacang-kacangan/leguminosa). Inokulasi ini bertujuan untuk membuat
simbiosis antara akar tanaman dengan bakteri sehingga akan tercipta bintil-bintil
akar. Proses inokulasi tersebut diawali dengan inokulan yang berasal dari bakteri
Rhizobium sp dicampurkan ke dalam media tanah pada konsentrasi tertentu
sehingga sel-selnya akan berinteraksi dengan sel jaringan akar sehingga
terbentuklah bintil akar. Di dalam bintil akar terdapat bakteri yang berkembang
biak serta melakukan kegiatan fiksasi Nitrogen bebas yang ada di udara. Hasil
simbiosis yang digolongkan sebagai simbiois mutualisme ini yaitu asam amino
untuk tanaman dan karbohidrat untuk bakteri.
Pemberian inokulasi Rhizobium sp. pada tanaman kacang-kacangan
bertujuan untuk menyediakan bakteri Rhizobium pada tanah yang belum atau
tidak pernah ditanami tanaman polong-polongan (kacang-kacangan/leguminosa).
Kehadiran bakteri Rhizobium yang serasi merupakan syarat utama untuk
menjamin terbentuknya bintil akar efektif, maka kemampuan menambat
nitrogennya dapat mencukupi kebutuhan nitrogen sebesar 80-90% dari kebutuhan
tanaman. Dengan adanya bakteri rhizobium dalam jumlah yang cukup didalam
tanah tanaman polong-polongan (kacang-kacangan/leguminosa) tidak
memerlukan tambahan pupuk nitrogen. Pemberian inokulasi rhizobium diketahui
dapat meningkatkan hasil 10% hingga 25%.
Bintil akar pada tanaman kacang-kacangan hanya akan terbentuk jika akar
tanaman pada tingkat tertentu dari masa perkecambahan biji dapat bertemu
dengan bakteri Rhizobium, tepatnya Rhizobium yaponicum. Jika pada waktu biji
kedelai yang ditanam berkecambah, dan disekitar akarnya terdapat bakteri R.
Yaponicum, maka bakteri ini akan masuk ke dalam akar tanaman melalui bulu-
bulu akar, selanjutnya akan terjadi reaksi timbal balik (interaksi) antara bakteri
dengan tanamannya yang menghasilkan pembentukan bintil akar. Bintil akar ini
dapat dilihat pada waktu tanaman berumur 3-4 minggu. Keefektifan bintil akar
dalam proses fiksasi nitrogen tergantung pada varietas atau strain Rhizobiumnya.
Bintil akar yang efektif adalah bintil akar yang menghasilkan kerjasama
(simbiose) yang sangat menguntungkan bagi tanamannya dalam proses fiksasi
nitrogen.
Ciri-ciri bintil akar yang efektif yaitu:
1. Mudah diamati langsung di lapangan, caranya ialah dengan mencabut tanaman
kedelai yang akan diamati.
2. Cenderung berkelompok pada leher akar.
3. Ukuranya relatif besar.
4. Jika bintil alar itu dibelah, bagian dalamnya berwarna merah darah, semakin
efektif semakin merah sedang bintil akar yang tidak efektif bagian dalamnya
berwarna keputih-putihan atau agak kehijauan.

Dengan bintil akar yang efektif hampir semua kebutuhan nitrogen tanam
dapat terpenuhi. Pada penanaman kedelai jenis unggul, tambahan pupuk nitrogen
dalam jumlah kecil dianjurkan, tetapi tanpa pemberian pupuk nitrogenpun,
produksi yang memadai masih dapat terjamin, asal bintil-bintil akarnya efektif.
Adapun prosedur kerja yang kami lakukan pada saat praktikum yaitu:
1. Biji kedelai di rendam terlebih dahulu dengan air. Biji yang tenggelam di
permukaan air menunjukan bahwa biji baik untuk dijadikan benih.
2. Pisahkan biji hampa dengan biji baik sebagai benih kemudia di keringkan
dengan tisu.
3. Rhizogen sebanyak 5 gr dilarutkan dalam volume air 100 ml.
4. Timbang 100 gr biji kedelai kemudia masukan kedalam larutan rhizogen
selama 15 menit.
5. Lubang tanam dibuat di tengah medium tanam di dalam polybag dengan
kedalaman maksimal 2 cm dengan menggunakan kayu ajir.
6. Benih yang telah di inokulasi di masukan kedalam lubang tanam sebanyak 2
biji kemudian di tutup kembali dengan tanah.
7. Pemberian ajir dilakukan di pinggir lubang tanam untuk mengetahui letak
benih untuk memudah penyiraman dan pengamatan.

Setelah melakukan percobaan dengan penanaman didapatkan hasil 30 HST


didapatkan bintil akar pada kacang hijau daripada kedelai kacang hijau. Bintil
akar pada tanaman legum ini yang mengikat N2 pada udara bebas sebagaimana
menurut Rao (1994) yang menyatakan biakan Rhizobium kedalam tanah agar
bakteri ini berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas dari udara.
Berdasarkan data yang didapatkan tanaman legum dengan perlakuan lebih banyak
bintil akarnya daripada tanpa perlakuan karena pada tanaman yang diberikan
perlakuan di inokulasikan dengan bakteri Rhizobium sehingga tanaman banyak
mengikat dan memfikasaikan N2 dan pada sampel 2 didapatkan bintil akar paling
banyak dengan perlakuan juga paling banyak bintil akar yang aktif.
Setelah melakuan pengamatan tanah yang telah digunakan dapat
digunakan untuk penanaman yang lain karena tanah yang telah di inokulasi denga
bakteri rhizobium meliki struktur tanah yang baik dan unsur hara yang banyak
sebagaimana menurut Alexander (1997) yang menyatakan itu bakteri Rhizobium
juga memberikan dampak positif terhadap sifat fisik dan kimia tanah yaitu
memperbaiki struktur tanah, sumber bahan organik tanah, meningkatkan sumber
hara N, serta memiliki wawasan lingkungan.

5.2 Kompos
Hasil pengamatan kompos dari tabel 4 diatas, kompos yang diberi larutan
EM4 pada minggu pertama berwarna coklat dan bau menyengat. Pada minggu
kedua, bau menyengat kompos semakin berkurang dan pada minggu ketiga
tekstur kompos berserat dan warna menjadi hitam dan tidak menyengat.
Sedangkan untuk kompos yang tidak diberi larutan EM4, pada minggu pertama
berwarna coklat dengan bau menyengat, dan minggu kedua masih dengan keadaan
yang sama dan pada minggu ketiga tekstur kompos berserat dan berwarna coklat
dengan bau menyengat.
5.2.1 Tahap Awal Pembuatan Kompos
Tahap awal pembuatan kompos saat praktikum yaitu sayuran ( bahan
tanaman) dipotong atau dicincang hingga homogen, kurang lebih berukuran 1-2
cm2. Setelah itu potongan sayuran tersebut dicampur dengan Effective
Microorganism ( EM4), larutan gula merah, pupuk kandang, dan juga abu/arang,
kemudian diaduk hingga merata diatas terpal. Lalu dimasukkan ke dalam kantong
plastik besar ataupun karung.Diinkubasi selama 1-2 bulan, dan juga 1 X seminggu
kompos tersebut dibalik untuk menjaga suhu dan kelembaban.

5.2.2 Fungsi Bahan-Bahan yang ditambahkan Selama Pembuatan Kompos


1. Effective Microorganism ( EM4)
Penggunaan EM4 merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses
pengomposan.EM4 ini mengandung Bakteri Fermentasi, mulai dari Genus
Lactobacillus, Jamur Fermentasi, Actinomycetes Bakteri Fotosintetik, Bakteri
Pelarut Fosfat, dan juga Ragi. Pemanfaatannya sering diaplikasikan dalam
pembuatan kompos, atau pupuk bokashi. Effective Microorganism ( EM4)
berfungsi(khusus) untuk mempercepat proses pengomposan karena terdiri dari
berbagai mikroorganisme yang akan mendekomposisi sayuran tadi menjadi
kompos ( Djaja,2008).
Berikut manfaat, fungsi dan keuntungan menggunakan EM4 secara umum
bagi tanah dan tanaman:
1. memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
2. meningkatkan jumlah produksi tanaman
3. menjaga kestabilan hasil pertanian maupun perkebunan
4. Memfermentasi bahan organik
5. Mempercepat proses dekomposisi bahan-bahan organik di dalam tanah.
6. Meningkatkan kualitas kuantitas panen
7. Menciptakan pertanian yang berwawasan ramah terhadap lingkungan.
8. Memperkaya keragaman mikroba sangat menguntungkan di dalam media
tanam atau tambak
9. Memperbaiki nutrisi, senyawa yang dibutuhkan tanaman/ikan dari dalam tanah
10. Mempercepat proses Fixasi/Bintil Akar
11. Meminimalisir atau mengurangi kebutuhan pupuk bahkan pestisida.
12. Dapat dipergunakan untuk semua jenis komoditi
2. Larutan Gula Merah
Larutan gula merah berfungsi sebagai sumber makanan( energi )
mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan. Agar
mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik, sehingga proses pengomposan dapat berjalan lebih
cepat. Pelarutan gula merah untuk pembuatan kompos selama praktikum yaitu
300 gr gula merah untuk 100 liter air.
3. Pupuk Kandang
Pupuk kandang berfungsi untuk menyediakan kondisi lingkungan
pertumbuhan dan perkembangan mikroba pada tahap awal agar proses
pengomposan dapat berlangsung lebih cepat.
4. Abu/Arang
Dalam pengomposan ini juga harus diberikan penambahan arang minimal
sekali seminggu, arang ini berfungsi untuk menyediakan energi bagi
mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan. Hal ini dikarenakan
arang memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi sekitar 60%-80%.

5.2.3 Hal Penting dalam Pembuatan Kompos dari Sayuran


Dalam praktikum pembuatan kompos harus diperhatikan proses membuat
campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi,
dan penambahan aktivator pengomposan, kondisi lingkungan kompos(kondisi
lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik). Dalam
pengomposan ini juga harus diberikan penambahan arang minimal sekali
seminggu, arang ini berfungsi untuk menyediakan energi bagi mikroorganisme
yang berperan dalam proses pengomposan. Hal ini dikarenakan arang memiliki
kandungan karbon yang cukup tinggi sekitar 60%-80%. Dan juga sekali
seminggu kompos ini harus diaduk dan dibalik ( Murbandono, 2008 ).

5.2.4 Manfaat Kompos dari Sisa Sayuran


Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos
memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi daripada kalium
yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang
ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan
dengan NPK.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik
tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam
subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan
hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah
sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan
hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
a. Aspek Ekonomi
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bahan asalnya
b. Aspek Lingkungan
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah
c. Aspek bagi tanah/tanaman
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

5.2.5 Proses Pengomposan Berbahan Sayuran


Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan
mentah( sisa sayuran, pupuk kandang, EM4, larutan gula merah, abu/arang)
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses,
senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 50 - 70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba
yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan
organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan akan
menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian
besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu
pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30
– 40% dari volume/bobot awal bahan ( Indriyani,2005).
Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat,
puttrecine), amonia, dan H2S.
Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan

5.2.6 Keadaan Kompos yang Dibuat Selama Praktikum


Setelah seminggu dibiarkan, dilakukan pembongkaran kompos, tekstur pada
kompos menjadi lembek dan sedikit berair, warnanya hitam kecokelatan dan
baunya menyengat.Untuk minggu ke-2, ke-3 dan seterusnya keadaan kompos
semakin mengering dan baunya juga semakin berkurang.
Kompos yang diberikan EM4 pada minggu pertama warnanya coklat dan
baunya menyengat, pada minggu ke dua warnanya tetap coklat dan baunya sedikit
menyengat, dan pada minggu ke tiga warnanya hitam, bau tidak menyengat dan
bertekstur berserat. Bisa dikatakan kompos ini sudah matang dan siap
diaplikasikan.
Sedangkan untuk kompos yang tidak diberi EM4 pada minggu ke-1
warnanya coklat, baunya menyengat, pada minggu ke-2 warnanya coklat dan
baunya menyengat, dan pada minggu ke-3 warnanya masih coklat dan baunya
menyengat. Bisa dikatakan kompos yang ini belum matang. Dan mungkin
memerlukan waktu yang lebih lama lagi baru kompos yang ini dapat
diaplikasikan.
Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan( setelah kompos dibiarkan
1 bulan) dari praktek pembuatan kompos didapatkan karakteristik fisik kompos
yang telah dibuat, yaitu:
1.Bau
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak
menghasilkan bau yang menyengat. Walaupun demikian, dalam pembuatan
kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Kompos yang sudah
matang dapat diketahui dari baunya yang seperti bau tanah. Berdasarkan hasil
pengamatan, kompos yang dihasilkan masih berbau( kompos yang tidak diberi
EM4) sehingga dapat dikatakan kompos masih belum matang.
2.Warna
Warna merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kematangan
kompos yaitu cokelat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau
atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum
matang. Dari hasil pengamatan, kompos yang dihasilkan berwarna coklat
kehitaman-hitaman sehingga dapat dikatakan kompos tersebut belum
matang( Kompos yang tidak diberikan EM4), namun untuk kompos yang diberi
EM4 warnanya sudah hitam,baunya sudah hilang, bisa dikatakan kompos yang ini
sudah matang.
3.Tekstur
Ukuran partikel sayuran yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih
mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel,
semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung
dengan cepat.Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka
tekstur kompos remah dan tidak menggumpal. pada kompos yang sudah matang,
bentuk fisiknya menyerupai tanah yang berwarna kehitaman. Menurut hasil
pengamatan, kompos yang dihasilkan bertestur lembek dan menggumpal( kompos
yang tidak diberi EM4). Bentuk fisik masih terlihat seperti cacahan sayur
sehingga dapat dikatakan bahwa kompos masih belum matang. Namun untuk
yang diberi EM 4 teksturnya sudah hampir menyerupai tanah.
4.Waktu
Menurut Murbandono(2008), lama waktu pengomposan tergantung pada
karakteristik bahan yang dikomposkan, metode yang digunakan dan keberadaan
aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam
waktu beberapa minggu sampai 3 bulan hingga kompos benar-benar matang.
Menurut hasil pengamatan, waktu pengomposan yang hanya dilakukan selama 1
bulan. Waktu untuk pengomposan ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat
kompos matang apalagi dengan adanya penambahan Effective
Microorganism(EM4). Namun yang terjadi kompos belum semuanya matang dan
teksturnya juga lembek dan menggumpal serta ada belatung dalam proses
pengomposan. Mungkin terjadi karena pencampuran aktivator, dosis aktivator,
dan bahan baku sayuran yang mungkin dapat menyebabkan proses pengomposan
tidak berjalan sempurna.
5.Kekurangan dan Kelebihan Kompos berbahan Sayuran
Kekurangan dari kompos berbahan sayur ini dapat dilihat dari metode
pengomposan yang digunakan yaitu metode anaerob sehingga menimbulkan bau
selama proses pengomposan. Sedangkan kelebihan dalam pembuatan kompos ini
adalah bahan yang digunakan mudah didapat karena menggunakan bahan baku
sampah sayur.
Berdasarkan praktikum pembuatan kompos dari bahan sayuran yang telah
dilakukan, dapat diamati faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengomposan
antara lain :
1.Bahan baku
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh nilai
perbandingan C/N dari bahan tersebut. Semakin mendekati C/N tanah maka bahan
tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik
mengandung perbandingan unsur C dan N yang seimbang, yaitu C/N = 10/12.
Oleh karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu dan
biji-bijian yang keras harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair, seperti
dedaunan dan sampah dapur. Luas permukaan bahan juga ikut mempengaruhi
kecepatan pengomposan. Semakin halus dan kecil bahan baku kompos maka
proses pengomposannya akan semakin cepat dan lebih banyak hasilnya.
Sebaliknya, bila bahan baku berukuran besar maka proses pengomposannya akan
semakin lama. Oleh karena itu, dianjurkan untuk terlebih dahulu mencacah atau
memotong kecil-kecil (sekitar 1-2 cm) bahan organik yang berukuran besar agar
mempercepat proses pengomposan. Jenis bahan baku organik juga akan
menentukan kualitas produk akhir kompos. Untuk bahan organik yang
mengandung selulosa dan lignoselulosa biasanya sulit untuk dirombak maka
diperlukan mikroba yang mempunyai kemampuan spesifik. Oleh karena itu, untuk
menghasilkan kompos yang baik, beberapa jenis bahan organik harus dicampur
sehingga memberikan komposisi dan parameter yang ideal.
2.Suhu
Proses pengomposan akan berjalan baik pada suhu ideal, yaitu 40-50oC.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan panas yang ideal
adalah dengan menyimpan bahan pada tempat tertutup. Jika tempat penutupnya
tidak sempurna maka akan menyebabkan panas mudah menguap. Sebaliknya, Jika
tempat penutupnya terlalu rapat membuat suhu menjadi terlalu tinggi dan udara di
dasar timbunan menjadi berkurang. Kondisi kekurangan udara tersebut cenderung
akan memacu pertumbuhan bakteri anaerob sehingga menimbulkan bau tidak
enak. Karena itulah pada saat praktikum kompos yang kami buat memiliki bau
yang tidak sedap.
3.Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses
pembuatan kompos karena dibutuhkan bakteri untuk dapat tumbuh dan
berkembang biak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya rendah
tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan akan berlangsung lama.
4. Kelembapan
Salah satu faktor yang tidak kalah penting dalam proses pembuatan
kompos adalah menjaga kelembapan agar tetap seimbang. Secara umum,
kelembapan timbunan yang seimbang adalah sekitar 40-60% atau keadaannya
selembap karet busa yang diperas. Jika timbunan bahan semakin basah maka
kegiatan mengaduk harus semakin sering dilakukan. Di daerah yang bercurah
hujan tinggi, timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek. Sebaliknya,
di daerah yang bercurah hujan rendah dan cenderung kering, timbunan bahan
kompos dapat diairi tiap 4-5 hari sekali. Usaha yang dapat dilakukan untuk
menjaga timbunan kompos agar tidak terlalu becek, yaitu dengan melakukan
pengadukan kompos minimalssekali seminggu.
5. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan
oleh mikroba selama proses pengomposan.
6. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
7. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

5.2.7 Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang


Menurut Indriyani(2005), kompos yang sudah matang dan siap untuk
diaplikasikan memiliki ciriciri sebagai berikut:
1. Tidak berbau
2. Warnanya hampir sama ataupun sama dengan warna tanah( coklat kehitam-
hitaman)
3. Teksturnya tidak terlalu keras ataupun terlalu lunak( hampir menyerupai
tekstur tanah)
4. Terjadi penyusutan volume / bobot kering kompos
5. Kandungan air kompos kurang lebih 55-65%
6. Suhu kompos yang sudah matang suhunya mendekati suhu awal pengomposan.
Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapat dikatakan bahwa kompos yang kami
buat menggunakan bahan baku sayuran untuk perlakuan yang diberikan EM4
sudah matang dan siap diaplikasikan, sedangkan yang tidak diberi EM4 belum
matang dan belum bisa diaplikasikan, karena kompos yang ini warnanya masih
coklat dan memiliki bau yang sedikit menyengat.
5.3 Larutan Stok
Penggunaan larutan stok menghemat pekerjaan penimbangan/ menakar
bahan yang berulang-ulang setiap kali membuat media. Setiap larutan stok dapat
dipergunakan sampai 100 liter media. Larutan stok merupakan larutanyang berisi
satu atau lebih komponen media yang konsentrasi komponen tersebut dalam
formulasi media yang akan dibuat setiap tanaman bahan eksplan akan
memerlukan hara yang berbeda-beda. Hara pada teknik kultur invitro diberikan
dalam bentuk garam anorganik berupa hara makro, hara mikro, vitamin,
persenyawaan kompleks, asam amino, arang aktif, dll.
Adapun hara makro terdiri dari NH4NO3 ( AmoniumNitrat ),
KNO3( Kalium Nitrat ), CaCl2.6H2O ( kalsium Klorida Dihidrat), MgSO4.7H2O
(Magnesium Sulfat Heptahidrat), KH2PO4 ( Pottasium Dihidrogen Fosfat). Hara
mikro terdiri dari FeSO4 .7H2O ( Besi Etilenadiamin Tetra asetat), H3BO4(Asam
Borat ), KL, CaCl2 6H2O ( Kobalt (III) Klorida ), CuSO 4 5H2O ( Tembaga (III)
Sulfat ), Na2MoO4 2H2O (Sodium Molybdat). Vitamin terdiri dari myo-inositol,
Tthiamin- HCl , Asam nikotinat, Pyrodoxin-HCl.
Adapun contoh kebutuhan bahan kimia tapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Contoh Kebutuhan Bahan Kimia
Bahan Labe Kebutuha Kepekata Kebutuha Volum Kebutuha
kimia l n bahan n n bahan e n larutan
kimia kimia laruta (ml/l)
media n stok
(mg)
-hara Makro
NH4NO3 A 1650 3 4900 90 30
KNO3 B 1900 3 5700 90 30
CaCl2 . C 440 3 1,330 90 30
2H2O
D 370 3 1,110 90 30
MgSO4.7H2
O
KH2PO4 D 170 3 0,510 90 30
Rumus :
Kebutuhan bahan kimia(g) = kebutuhan bahan kimia mediax kepekatan

volume larutanstok
Kebutuhan larutan =
kepekatan
Contoh soal :
Diketahui :Kebutuhan media = 2000 mg = 2 g
Kepekatan = 3
Ditanya :kebutuhan bahan kimia ?
Jawab :kebutuhan bahan kimia= keutuhanmedia x kepekatan

= 2 g x 3= 6 g ( Rahardja, 1995 )
Cara membuat larutan stok sebagai berikut :
1. Timbang bahan koloid ( NH4NO3 ) dengantimbangananalitik seberat 1,65 g
2. Bahan kimia disediakan, alat disterilkan ( alat ukur, beaker gelas, erlenmeyer )
dengan sprayer
3. Dimasukkan aquades kedalam gelas ukur sebanyak 30 ml
4. Dimasukkan dalam beaker gelas ukuran 500 ml dan letakkan diatas magnetic
stirrer
5. Dimasukkan bahan kimia NH4NO3
6. Dihomogenkan dengan magnetic stirrer
7. Ditambah 15ml aquedes
8. Dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditutup dengan aluminium foil kemudian
disimpan
Kesalahan dalam menyimpan larutan stok akan menimbulkan kerusakan
larutan tersebut terutama larutan stok yang tingkatkepekatannya tinggi. Kerusakan
yang timbul adalah terjadinya perubahan warna larutan. Pengendapan larutan
dapat dihindari dengan menyimpan pada tempat yang benar. Untuk
memperpanjang masa simpan larutanstok terbuat dari plastik sehingga tidak pecah
akibat pemuaian volume air ketika membeku.sedangkan larutan stok Fe,perlu
disimpan pada wadah warna gelap dan dibungkus dengan aluminium foil.
Didalam cara kerja, pemberian aquades secara bertahap bertujuan agar
memudahkan pemcampuran larutan hingga homogen, bila telah homogen lalu
ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 250ml. Larutan stok dapat
disimpan antara 2-4 minggu, sedangkan stok hara dapat disimpan 4-8 minggu.
Dengan adanya larutanstok, pembuatan media selanjutnya hanya dengan teknik
pengenceran dan pencampuran saja. Dalm pembuatan larutan stok yang perlu
diperhatikan adalah penyatuan beberapa komponen mediasekaligus dalamsuatu
larutan stok dan harus mempertimbangkan kecocokan dan kestabilan dari sifat
kimianya.
Dalam pembuatan larutan stok yang perlu diperhatikan adalah penyatuan
beberapa komponen media sekaligus dalam larutan stok dan harus
mempertimbangkan kecocokan dan kestabilan dan sifat kimianya. Seteah latrutan
stok dibuat, pengambilannya untuk media dapat dilakukan dengan cara memipet
atau menakarnya dengan gelas ukur. Kesalahan menyimpan larutan akan
menimbulkan kerusakan larutan tersebut terutama larutan stok yang tingkat
kepekatannya tinggi. Untuk menjaga agar larutan stok yang mengandung besi,
botol yang telah diisi oleh larutan stok harus dilapisi dengan aluminium foil agar
larutan tersebut terjaga dari sinar matahari yang ada dan menjaganya agar tidak
cepat rusak. Penyimpanan larutan stok harus sesuai dan tidak boleh pada ruangan
yang terkena sinar matahari langsung untuk menjaga kualitas dari larutan stok
tersebut.
Kebutuhan larutan stok diartikan sebagi kebutuhan akan jumlah bahan media
dan larutan stok yang harus dipenuhi pada waktu yang diperlukan pada beberapa
macam / tahap kegiTn kultur jaringan. Dalam pembuatan media untuk kultur
jaringan, langkah pertama yang dilakukan adalah membagi senyawa penyusun
media kedalam masing-masing kelompok larutan stok sesuai dengan sifat dan
tingkat kelarutannya. Dengan adanya pembuatan larutan stok akan mempermudah
proses pembuatan media karena proses pencampuran dan penimbangan hanya
dilakukan sekali untuk penggunan untuk berkali-kali untuk botol-botol kultur
secar missal. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Youno (2013), tang
menyatakan bahwa tujuan pembuatan larutan stok adalah untuk menghemat dan
mempermudah pekerjaan menimbang bahan kimia setiap kali pembuatan media.
Stok vitamin tidak dapat disimpan lama, umumnya dibuat untuk digunakan dalam
1-2 minggu. Stok hormone dapat disimpan antara 2-4 minggu. Sedangkan stok
hara dapat disimpan antara 4-8 minggu. Dengan adanya larutan stok, pembuatan
media selanjutnya dilakukan hanya teknik pengenceran dan pencampuran saja.
Pada pencampuran senyawa-senyawa kimia harus sesuai atau tepat dosis
dengan perhitungan yang dilakukan sebelumnya. Dalam penyimpanan larutn stok
B VW dan E VW di dalam botol terdapat pengendapan, dikarenakan kepekatan
larutan yang salah akibat pencampuran bahan yang kurang sesuai dan pengadukan
yang tidak rata. Hal ini sesuai yang dikatakan Gunawan (1988) yang menyatakan
bahwa pengendapan larutan stok umumnya terjadi bila kepekatan larutan terlalu
tinggi.
Pada larutan stok harus memperhatikan daya simpan larutan. Larutan yang
sudah mengalami pengendapan tidak bisa digunakan lagi. Pengendapan larutan
stok umumnya terjadi bila kepekatan larutan terlalu tinggi. Oleh karena itu,
pengendapan larutan dapat dihindari dengn membuat larutan yang tidak terlalu
pekat dan tidak menggunakan larutan campuran yaitu dengan membuat satu
larutan stok hanya untuk satu jenis bahan ( terutama untuk unsure hara makro).
Kondisi simoan juga perlu diperhatikan , Karena ada beberap bahan yang tidak
tahan dalam suhu tinggi atau cahaya. Larutan stok kadang-kadang juga ditumbuhi
ileh mikroorganisme, larutan stok yang terkombinasi ini tidak dapat digunakn
lagi.
Adapun kebutuhan bahan kimia media MS per 1 Liter media dapat diihat pada
Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Kebutuhan Bahan Kimia Media MS per 1 liter media
Bahan Kimia Label Kebutuha Kepekata Kebutuha Volum Kebutuha
n Bahan n Larutan n Bahan e n Larutan
Kimia/l Stok Kimia (g) Laruta Stok (ml/l
media n Stok media)
(mg) (ml)
Hara Makro
NH4NO3 A 1.650,00 3 4,950 90 30
KNO3 B 1.900,00 3 5,700 90 30
CaCl3.2H2O C 440,00 3 1,320 90 30
MgSO4.7H2O D 370,00 3 1,110 90 30
KH2PO4 D 170,00 3 0,510 90 30
Hara Mikro
FeSO4.7H2O E 27,80 3 0,0834 90 30
Na.ETDA E 37,30 3 0,1119 90 30
Mn2SO4.4H2O F1 22,30 3 0,0669 90 30
ZnSO4.7H2O F1 8,60 3 0,0258 90 30
H3BO3 F1 6,20 3 0,0186 90 30
KI F2 0,83 100 0,083 100 1
CoCl2.6H2O F2 0,025 100 0,0025 100 1
CuSo4.5H2O F2 0,025 100 0,0025 100 1
Na2MoO4.2H2 F2 0,25 100 0,025 100 1
O
Vitamin
Myo-inositol Myo 100,00 3 0,3 90 30
Thiamin-HCl G 0,50 10 0,005 100 10
Asam nikotinat G 0,50 10 0,005 100 10
Pyrodoxin-HCl G 0,50 10 0,005 100 10

5.4 Pembuatan Media


Fungsi media yaitu sebagai tempat penyedia hara, air, zat PT, akses
atmosfer untuk pertukarangas, dan membuang sisa metabolisme. Keberhasilan
dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat bergantung pada media yang
digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidakhanya unsur hara
makro dan mikro, tetapi sumber karbohidrat yang biasanya dihasilkan dari
atmosfer melalui proses fotosintesis.
Hasil yang lebih baik dapat dijangkau atau diperoleh bila kedalaman
media tersebut ditambahkan vitamin-vitamin, asam amino, solid dan zat pengatur
tumbuh. Media kultur jaringan adalah salah satu faktor yang dapat menentukan
tingkat keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro, dalam hal ini adalah
kultur jaringan. Berbagai formulasi / komposisi media tanam telah banyak
ditemukan untuk mengoptimalkanpertumbuhan perkembangan tanaman yang
dikulturkan. Peranan media kultur berhubungan dengan penyediaan unsur hara
dan energi serta zat lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhn dan perkembangan
bahan eksplan di dalam botol kultur sehingga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan kultur jaringan. Melihat peranan penting dari media kultur, maka
melalui praktikum ini dilakukan pembuatan media kultur secara baikdan benar
sesuai dengan prosedur yang ada.
Media yang terlalu padat dapat mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab
akar-akar tersebut sulit untuk menembus kedalam media. Sedangkan media yang
terlalu lembek menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa
tenggelamnya eksplan yang ditanaman, terutama eksplan yang berat. Pemakaian
media cair lebih ditekankan pada suspensi sel,yaitu untuk menumbuhkan
protokormis. Dan protokormis ini nantinya dapat tumbuh menjadi plantet apabila
dipindahkan kedalam media padat yang sesuai
Bahan yang digunakaan salah satunya yaitu gula. Penggunaan gula dipakai
karena dalam pembuatan media gula sebagai sumber energi dimana pada tanaman
dikultur, mak laju fotosisntesis rendah, jadi dibutuhkan karbohidrat. Keberhasilan
kultur in vitro ditentukan oleh media dan macam-macam tanaman. Media
mempunyai 2 fungsi utama yaitu macam tanaman. Media mepunyai 2 fungsi yaitu
untuk menyuplainutrisidan untuk mengarahkan pertumbuhan melaluizat pengatur
tumbuh. Adanya variasi media untuk tanaman menimbulkanbeberapa macam
media yang digunakan yaitu Murashige dan Skoog ( MS ), Gamborg ( BS ),
Linmaier, Nitsch dan Woody Plant Medium ( WPM ). Selainmedia , zat pengatur
tumbuh juga memegang peranan pening dalam melakukan teknik kultur,
baikhormon tumbuhan alami maupun sintesis.
Media yang biasa digunakan adalah media MS. Media MS
digunakanuntuk hampir semua macamtanman, terutama tanaman herbasius.
Sebelum membuat media, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan stok untuk
membuat padat, biasanya digunakanagar-agar dimana keuntungan nya dari
pemakaian agar-agar adalah agar-agar tidak dicerna oleh enzim tanaman dan tidak
bereaksi denganpersenyawaan-persenyawaan penyusunmedia, agar-agar termasuk
mudah didapatkandanharga yang terjangkau, terdapat kekurangan Ca, Mg didalam
agar ( unsur hara mikro ), suhu cair agar-agar yaitu 100◦C dan suhu beku yaitu
4◦C.

Selain agar-agar,ada media yang digunakan untuk pemadat yaitu gelride.


Gelride adalah gellam gum. Satu Heteropolisakarida yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan
selobrosa.sifat yang menguntungkan dari gelride ini yaitu gelnya lebih
jernih,untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar-agar 1,5 –
3 g/l ,lebih murni dan konsistendalam kualitas, untuk mencapai kekerasan gel
tertentu pemakaian gelride lebih rendah daripada agar-agar. Kelemahan dari
gelride adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi ( RH ) dalam kultur,
sehingga sering menyebabkan terjadinya varifikasi. Gelride jarang digunakan
karena harganya yang mahal.
Adapun cara pelaksanaan pembuatan media sebagai berikut :
1. Timbang gula sebanyak30 gr dan agar sebanyak 8 gr
2. Disterikan alat dengan sprayer
3. Dimasukkan 500ml aquades dalm beaker gelas
4. Diletakkan beaker gelas kedalam magnetic sterrer untuk menghomogenkan
larutan
5. Hot plate dihidupkan
6. Dimasukkanlarutan stok dan digabungkan dalam masing-masing kebutuhannya
7. Setelah selesai, magnetic sterrer dimatikan
8. Diukur larutandengan pH meter , jika asam dimnbahkanNaOh dan jika basa
ditambahkan HCl
9. Ditambahkan aquades sampai 1000ml
10. Larutan dihomogenkan sampai larut
11. Dimasukkan larutan kedalam dandang dan dimasukkan agar-agar, kemudian
dimasak sampai larut
12. Ditunggu sampai dingin, lalu masukkan kedalam botol kultur
13. Ditutup dengan aluminium foil dan dimasukkan didalam autoclaf 121◦C
waktu 15 menit
14. Diangkat jika autoclaf telah mecapai suhu ruangan

Keuntungan yang diperoleh dalam pengadaan bibit melalui kultur jaringan


antara lain dapat diperoleh bahan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak dan
sergam, selain itu dapat diperoleh biakan yang steril ( Lestari ,2011 ) sehingga
dapat digunakan sebagai bahan untuk perbanyakan selanjutnya dapat dikulturkan
dalam media buatan dengan kondisi lingkungan yang steril dan terkendali. Maka
dari itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dari teknik kultur jaringan hal
utama yang penting adalah guna mencapai suatu keberhasilan dalam kultur
jaringan maa penggunaannedia dasr dan zat pengatur tumbuh yang tepat
merupakan satu kombinasi media dasar dan zat pengatur tumbuh yang sesuai
dengan takaran akan meningkatkan aktivitas pembelahan sel dalam proses
morfogenesis dan organogenesis pada tanaman yang hendak dikultur.
Menurut Triningsih (2013), menyatakan bahwa hal yang yang mendasari
bahwa mengapa media harus perlu ditambahkan dengan sejumlah at pengatur
tumbuh yang ssering digunakan terdiri dari golongan sitokinin dan auksin.
Sehingga aspek penting yang harus diperhatikan pada koposisi suatu media yaitu
kebutuhan terhadap zat pengatur tumbuh, khususnya kombinasi dan konsentrasi
dari zat pengatur tumbuh dapat diberikan pada medium kultur konsentrasi yang
lebih rendah, berkisar 0,1 0 2 mg/l .
Selain kombinasi ZPT faktor lain yang sangat penting adalah sumber karbon
yang merupakan salah satu penentu keberhasilan kultur jaringan. Hal ini
dikarenakan fungsinya sebagai sumber energi yang dibutuhkan oleh sel untuk
dapat melakukan pertumbuhan ( Kimball,2011) salah satu sumber karbon dalam
yaitu glukosa dan fruktosa sebagai hasil hidrolisis sukrosa dapat merangsang
pertumbuhan beberapa jaringan. Hal ini dikarenakan konsentrasi sukrosa
berpengaruh terhadap pertumbuhan kaus ( Srilestari,2011).
Kegunaan auksin mempunyai peranan yang ganda tergantung pada
struktur kimia,konsentrasi, dan jaringan tanamanyang diberi perlakuan. Karena
umumnya auksin hanya digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur
suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan dan pembelahan sel
didalam jaringan kambium. Pada onsentrasi rendah auksin akan
memaacupembentukan akar adventif, sedangkan dalam hal memacu
pembentukan kalaus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali ausin
diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi.
Fungsi lain dari ZPT berperan dalam mengontrol proses biologi dalam
jaringan tanaman yang diantaranya dengan mengatur kecepatan pertumbuhan dari
masing-masing jaringan dan mengintegrasikan setiap bagian guna menghasilkan
bentuk yang lengkap sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur tumbuh didalam
pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman
serta fase fisiologi tanaman. Adannya intekasi antara ZPT eksogen yang
ditambahkan kedalam media dengan ZPT endogen yang dihasilkan oleh jaringan
tanaman yang merupakan proses penting dari pembentukan organ seperti tunas
atau akar. Hal ini dikarenakan dapat mengubah level zat pengatur tumbuh
endogen sel. Maka dalam hal penambahan auksin atau sitokinin kedalam media
kultur akan dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen
didalam sel, sehingga menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh kembang
jaringan dalam memacu pembentukan tusar dapat dilakukan dengan memanipulasi
dosis auksin dansitokinin eksogen.
Zat pengatur tumbuh auksin dapat berpengaruh terhadap pemanjangan sel,
pembentukan kalus dan akar adventif namun dapat juga menghambat
pembentukan tunas aksilar. Penggunaan auksin dalam konsentrasi rendah akan
memacu pembentukan akar adventif, sedangkan penggunaan auksin dalam
konsentrasi tinggi mendorong pembentukn kalus. Dalam kultur sering dipakai
adalah IAA ( Indoleacetic Acid ), 2,4-D , IBA ( Indolebutyric Acid ) dan NAA
( naphtalaceacetic Acid).
Menurut Mariska (2009), menyatakan bahwa pembuatan media meupakan
unsur penting dalam memulai suatu teknik kultur jaringan yang menjadi alasan
dan mendasari tujuan dari suatu media kultur jaringan sebagai suatu formulasi
media yang sangat baik untuk memacu pertunasan pada tahap awal sampai
subkultur keenam,namun pada subkultur berikutnya menjadi tidak begitu baik.
Haltersebuut terjadi akibat komponen organik tertentu yang tidak baik digunakan
pada jaringan yang sudah mengalami periode kultur in vitro lama. Formulasi
media baru yang lebih sederhana komponen organiknya dicoba dan dan biakan
mengalami penyembuhan serta tumbuh normal kembali. Bahwa untuk memecah
sistem regenerasi tanaman tidaklah mudah. Karena masih banak hal yang harus
dipelajari dan dikuasi sepeti mekanisme fisiologi, daya aktivitas, uji transportasi,
sifat persistensi, daya aktivitas dari berbagai komponen yang ada .

Penyeseuaian pH yang diinginkan untuk mengasilkan media yang sesuai


dengan yang diinginkan ( menghindari perubahan pH yang cukup besar atauyang
sangat rendah, pH yang sesuai adalah 5,6-5,8) maka dilakukan pengukuran pH
sebelumdilakukan pensterilan. Jika pH yang dihasilkan rendah maka dititrasi
dengan NaOH dan jika ph tinggi maka dititrasi dengan HCl sampai diperoleh pH
yang diinginkan baru diadakan penetapan media disterilkandengan autoclaf.
Sterilisasi dilakukan selama 30 menit dengansuhu 240◦C , mampu mensterilkan
media dan alat dari bakteri yang terdapat dilingkungan alami. Media yang
terkontaminasi sering terjadi pada kultur jaringan tanaman terdiri atasa 2 jenis
yaitu kontaminasi oleh bakteri dan kontaminasi oleh jamur. Untuk membedakan
kontaminasai oleh bakteri dan oleh jamur , dapat dilihat daari ciri-ciri fisik yang
muncul pada eksplan maupun media kultur. Bila tanaman terkena kontaminasi
bakteri, maka tanaman akan basah dan menyebabkan adanya lendir, hal ini
dikarenkan bakteri langsungmenyerang terhadap jaringan dari tubuh tumbuhan itu
sendiri. Sedangkan bila terkontaminasi oleh jamur akan lebih kering dan
munculnya hifadan biasanya dapat dicirikan dengan adanyagaris-garis yang
berwarna putih. Penyebab terjadinya kontaminasi bisa diakibatkan karena
kesalahan pada saat penanaman, saat sterilisasi media dan eksplan ataubahkan
pada saat pembuatan media.

5.5. Pengenalan Alat


Sebelum melakukan praktikum kita harus mengetahui nama dan cara kerja
alat. Hal ini sesuai dengan pendapat Walton (1998) yang menyatakan bahwa
dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara
kerja serta fungsi dari alat. Selain menghindari kecelakaan dan bahaya, dengan
memahami cara kerja dan fungsi masing-masing alat , praktikan dapat
melaksanakan praktikum dengan sempurna.
Pengenalan alat-alat laboratorium penting untuk dilakukan karena bertujuan
untuk mengetahui nama, fungsi dan cara kerja masing-masing alat. Dalam
percobaan yang telah dilakukan, terdapat berbagai macam alat laboratorium
beserta fungsi dan karakteristiknya, diantaranya sebagai berikut :
1.Erlenmeyer

Gambar 1. Erlenmeyer
Alat ini biasa digunakan dalam proses titrasi untuk menampung larutan
yang akan dititrasi.Erlenmeyer, berbentuk kerucut, dan merupakan alat
laboratorium yang banyak digunakan. Memiliki tubuh berbentuk kerucut, leher
silinder dan dilengkapi dengan dasar yang datar. Alat ini dinamai menurut nama
kimiawan asal Jerman Emil Erlenmeyer, yang menciptakannya pada tahun 1860.
Erlenmeyer terbuat dari jenis gelas boroksilikat yang dilengkapi dengan
tutup dan tanpa tutup. Tutup mulut erlenmeyer terbuat dari kaca asah. Erlenmeyer
mempunyai kapasitas ukuran volume dari 25 ml sampai 2000 ml.
Fungsi erlenmeyer adalah untuk mengukur dan mencampur bahan-bahan
analisa, menampung larutan, bahan padat ataupun cairan, meracik dan
menghomogenkan bahan-bahan komposisi media, tempat untuk melakukan titrasi
bahan. Erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk titrasi dengan pengocokan
kuat, alat ekstraksi, alat destilasi dan sebagainya. Erlenmeyer tanpa tutup asah
digunakan untuk titrasi dengan pengocokan lemah hingga sedang.
Prinsip kerja erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk pencampuran
reaksi dengan pengocokan kuat sedangkan erlenmeyer tanpa tutup asah biasanya
digunakan untuk mencampurkan reaksi dengan kecepatan lemah.
Cara membersihkan alat ini adalah dengan cara membilas dahulu dengan
air kemudian dicuci menggunakan detergen dan dibilas dengan air suling.
2. Gelas Kimia

Gambar 2. Gelas Kimia


Gelas Kimia adalah alat yang digunakan sebagai wadah untuk melarutkn
bahan-bahan kimia cair.Gelas Kimia memiliki bentuk fisik seperti gelas
tinggi,memiliki diameter besar dan memiliki skala sebagai media pengukuran
pada sisi/dinding gelas.
Gelas Kimia terbuat dari kaca yang dapat menahan suhu hingga
200ºC.Gelas Kimia memiliki banyak bentuk dan besaran yang berbeda-
beda,seperti 50 ml,100 ml dan 2 L.Di dalam laboratorium, Gelas kimia abiasanya
digunakan untuk menampung zat kimia,memanaskan zat kimia dan juga dapat
digunakan sebagai media pemanasan cairan.
Gelas Kimia terbagi dalam beberapa jenis,seperti dibawah ini ;
a. Berdasarkan bentuknya,gelas kimia terbagi menjadi dua jenis,yaitu lowform
dan tallform.
b. Berdasarkan segi bahan,gelas kimia ada yang terbuat dari kaca dan ada juga
yang terbuat dari plastic.
c.  Berdasarkan ketahanan panasnya,gelas kimia ada yang tahan terhdapa suhu
panas da nada juga yang tidak tahan terhadap suhu panas.
Cara penggunaan alat :
1. Mengukur volume cair dilakukan dengan cara langsung saja tuang zat cair ke
dalam gelas kimia. Ketika zat cair sudah dimasukkan, maka kita dapat
mengetahui volumenya dengan melihat sampai di garis mana cairan tersebut
berada.
2. Pada zat padat , cara pengukurannya yaitu dengan memasukkan cairan ke
dalam gelas kimia. Jika sudah maka masukkan zat padat ke dalam gelas kimia
dan lihat volumenya. Volume untuk zat padat tersebut yaitu volume akhir
dikurangi dengan volume zat cair saja.
Cara membersihkan sisa-sisa bahan kimia dan bekas pembakaran yang
melekat pada gelas, pengaduk kaca dibalut kapas dibasahi larutan asam lalu
digosokkan ke bagian gelas yang mengerak.
3.Gelas Ukur

Gambar 3. Gelas Ukur


Gelas ukur adalah peralatan laboratorium umum yang digunakan untuk
mengukur volume cairan. Alat ini memiliki bentuk silinder dan setiap garis
penanda pada gelas ukur mewakili jumlah cairan yang telah terukur. Terdapat
berbagai ukuran gelas ukur ini mulai dari 5 ml sampai ukuran 2 L.
Gelas ukur terbuat dari polypropylene karena ketahanan kimia yang baik
atau polymethylpentene untuk transpirasi. Hal itu membuat gelas menjadi lebih
ringan namun lebih rapuh dari kaca. Maka tidak boleh digunakan untuk
mengukur larutan atau pelarut dalam kondisi panas.
Cara membaca skala pada gelas ukur lebih baik diletakkan pada media
yang sejajar, posisi mata sejajar dengan permukaan larutan yang dituangkan dan
disesuaikan dengan ukuran yang tertera, sehingga akurasi ketelitian pada
penglihatan lebih besar.

Cara menggunakan gelas ukur


1. Untuk mengukur volume larutan yag tidak berwarna, kita harus
memperhatikan batas maniskus cekung bagian bawah. Gelas ukur harus
diletakkan pada daerah yang datar dan maniskus dibaca sejajar dengan mata.
2. Untuk mengukur volume raksa, kita harus memperhatikan batas maniskus
cembung yang dilihat sejajar dengan mata dan meletakkan gelas ukur pada
bidang yang rata.
Cara perawatannya yaitu dengan membersihkan noda-noda yang lengket
pada gelas, pengaduk kaca dibalut kapas dibasahi larutan asam lalu digosokkan ke
bagian gelas setelah bersih lalu dibilas dengan air.
4.Magnetic Stirer

Gambar 4. Magnetic Stirer


Magnetic stirer merupakan suatu alat yang digunakan untuk pengadukan
cairan kimia yang menggunakan putaran medan magnet untuk memutar stir bars
sehingga membantu proses homogenisasi. Seperti namanya, alat ini tidak dapat
dilepaskan dengan magnetic bar yang berfungsi untuk melakukan pengadukan
tersebut. Pemilihan magnetic bar ini juga harus diperhatikan. Jangan terlalu kecil
tetapi juga jangan terlalu besar.
Magnetic stirer terdiri dari hot plate stirer yang berfungsi untuk
memanaskan larutan dan stirer bar. Hot plate stirer terdiri dari 2 tombol di bagian
kanan dan kiri. Pada bagian kanan ada tombol stirer rpm yaitu untuk pengaturan
kecepatan melarutkan dan pada bagian kiri tombol healting untuk mengatur
derajat Celcius yang digunakan. Pada saat larutan dihomogenkan, ditambahkan
magnet ke dalam larutan yang diletakkan di tengah yang berfungsi agar kaca tidak
pecah.
Prinsip kerja magnetic stirer
1. Hot plate digunakan untuk memasak segala macam bahan nutrisi dengan
melibatkan pengaduk dan pemanas.
2. Pengaduk dan pemanas yang dihasilkan oleh alat ini bersumber pada
energi listrik.
3. Besarnya kecepataan pengaduk dan pemanasan dapat diatur berdasarkan
keperluan.
4. Memanaskan (plate) yang terdapat dalam alat ini sehingga mampu
mempercepat proses homogenisasi.
Cara kerja magnetic stirer
1. Dimasukkan magnetic stirer dalam wadah yang didalamnya terdapat
larutan yang akan diaduk atau dilarutkan yang sedang dipanaskan.
2. Magnetic stirer akan berputar secara otomatis.
3. Dikeluarkan magnetic stirer dari wadah apabila sudah teraduk atau larut.
5.Autoklaf

Gambar 5. Autoklaf
Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi peralatan
laboratorium dari semua bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Cara yang digunakan
adalah dengan menundukkan material pada uap tekanan tinggi yaitu suhu 121°C.
Waktu yang dibutuhkan adalah 15 hingga 20 menit tergantung ukuran serta isi.
Autoklaf dapat membunuh mikroba yang ada pada alat labor. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hendaryono (2008) yang menyatakan bahwa dengan
pemanasan di dalam autoklaf maka bakteri dan mikroba dapat mati akibat suhu
yang tinggi.
Alat ini sendiri diciptakan oleh Charles Chamberland pada 1879. Nama
autoklaf berasal dari bahasa Yunani , yaitu auto yang artinya diri dan clavis yang
berarti kunci. Alat ini sendiri memiliki ukuran serta fungsi yang akan tergantung
pada media yang hendak disterilkan.
Bagian-bagian autoklaf antara lain:
1. Tombol pengatur waktu/timer, yang berfungsi untuk mengatur lama atau
sebentar proses yang dijalankan sesuai kebutuhan pengguna.
2. Katup uap, yang berfungsi untuk tempat dikeluarkannya uap air.
3. Pengukur tekanan, berfungsi untuk mengetahui nilai tekanan uap dalam
autoklaf dan mengetahui besar tekanan uap saat proses sedang berlangsung.
4. Katup pengamanan, untuk mengunci penutup autoklaf.
5. Tombol on/of, untuk menghidupkan dan mematikan alat.
6. Lempeng sumber panas, untuk membantu proses perubahan energi dari listrik
menjadi panas atau kalor.
7. Skrup pengaman, untuk menjaga besaran dari tekanan uap dalam mesin.
8. Termometer, untuk mengetahui suhu yang dibutuhkan untuk kegiatan
sterilisasi.
9. Angsa, sebagai batas bagi penambahan air.
Cara penggunaan dari autoklaf yaitu:
1. Cek volume aquades sampai batas yang ditentukan.
2. Masukkan alat dan bahan yang akan disterilkan.
3. Tutup klip pengaman agar tidak terlalu rapat dan tidak terlalu renggang.
4. Nyalakan autoklaf, atur tekanan pada 2 ATM suhu 121°C selama 15 menit.
5. Matikan autoklaf, tunggu tekanan autoklaf turun sampai sama dengan tekanan
lingkungan.
6. Buka klip pengaman dan keluarkan isi dari autoklaf.
Cara perawatan autoklaf sebagai berikut:
1. Gunakan autoklaf sesuai dengan prosedur agar tidak terjadi kerusakan.
2. Apabila autoklaf telah selesai digunakan, colokannya dicabut dari tempat
colok untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
3. Air aquades yang ada di dalam autoklaf sebaiknya dibersihkan atau dikuras
bagian dalamnya menggunakan lap kering jika selesai digunakan.
4. Pastikan bagian dalam autoklaf benar-benar bersih, jika masih belum bersih ,
masukkan lagi air ke dalam autoklaf dan dikuras lagi dengan lap , lakukan
kegiatan ini berulang-ulang sampai bagian dalam autoklaf tersebut benar-
benar bersih.
5. Simpan autoklaf pada tempat yang kering dan bersih.
6.pH Meter
Gambar 6. pH meter
pH meter merupakan alat ukur elektronik yang digunakan untuk mengukur
pH suatu cairan kimia. pH meter memiliki sebuah elektroda yang langsung
terhubung ke alat elektronik yang selanjutnya akan mengukur dan menampilkan
nilai pH secara akurat.
pH meter memiliki dua bagian utama, yaitu probe dan elektroda. Elektroda
adalah bagian menyerupai batang yang terbuat dari kaca. Di bagian bawah
elektroda terdapat bohlam yang merupakan bagian sensitif dari probe karena
berisi sensor. Celupkan probe ke dalam larutan untuk mengukur pH larutan.
Penggunaan dan kalibrasi , untuk mendapatkan hasil yang akurat, pH
meter harus dikalibrasi setiap sebelum dan sesudah digunakan. Normalnya, pH
meter harus dikalibrasi setiap hari karena probe elektroda tidak memproduksi emf
dalam jangka waktu yang lama.kalibrasi dilakukan setidaknya menggunakan 2
macam cairan buffer standar solution sesuai dengan nilai pH yang hendak di ukur.
pH meter mempunyai 3 pengontrol dimana yang pertama (kalibrasi)
digunakan untuk mengatur pembacaan meter agar posisi dengan nilai standar
buffer, pengontrol kedua (slope) berfungsi untuk menyeter pembacaan meter agar
sama dengan buffer kedua dan pengontrol terakhir digunakan untuk mengatur
suhu.
Proses kalibrasi mempunyai korelasi dengan tegangan yang dihasilkan dari
probe. Setelah digunakan langsung cuci probe menggunakan aquades untuk
membuang bekas solution yang telah diukur dimana solution ini berpotensi
mengganggu pembacaan Ph pada penggunaan selanjutnya.
Selanjutnya keringkan alat menggunakan tissue bersih secara cepat
langsung rendam ke dalam solution lainnya. Ketika tidak digunakan, usahakan
sebisa mungkin menjaga probe dalam keadaan basah.
Cara penggunaan alat ini adalah:
1. Katoda dengan pH meter dihubungkan
2. Tekan tombol power
3. Gunakan larutan buffer 4 dan 7
4. Setelah hidup cuci dengan aquades sebanyak 3x, lap dengan tissue, celupkan
ke buffer 4.
5. Lihat pH meter sampai muncul angka 4
6. Bilas dengan aquades sebanyak 3x
7. Lap dengan tissue
8. Celupkan ke buffer 7
9. Lihat pH meter sampai muncul angka 7
10. Bilas lagi dengan aquades 3x
11. Ukur pH larutan, kegiatan ini disebut dengan kalibrasi pH.
- Jika pH larutan asam, maka ditambahkan basa NaOH
- Jika pH larutan basa, maka ditambahkan HCl

7.LAFC (Laminar Air Flow Cabinet)

Gambar 7. LAFC
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) adalah meja kerja steril untuk
melakukan kegiatan inokulasi atau penanaman. LAFC merupaka suatu alat yang
digunakan dalam pekerjaan persiapan bahan tanaman, penanaman, dan
pemindahan tanaman dari satu botol ke botol yang lain dalam kultur in vitro.
Alat ini diberi nama LAFC karena meniupkan udara steril secara continue
melewati tempat kerja sehingga tempat kerja bebas dari debu dan mikroorganisme
lain yang jatuh ke dalam media, waktu pelaksanaan penanaman. Aliran udara
berasal dari udara ruangan yang ditarik ke dalam alat melalui pre-filter yang
kemudian ditiupkan ke luar melalui filter yang sangat halus yaitu HEPA (High
Efficiency Particulate Air Filter) dengan menggunakan blower. LAFC digunakan
sebagai ruang untuk pengerjaan secara aseptis. Prinsip penaseptisan suatu ruangan
berdasarkan aliran udara keluar dengan kontaminasi udara dapat diminimalkan.
Pre filter harus sering dibersihkan dengan cleaner dan sebaiknya diganti 1
tahun sekali. Namun HEPA filter diganti setelah melalui pemeriksaan dengan
magnehelic gauge. LAFC ada yang dilengkapi dengan lampu UV dan ada yang
tidak. Pada LAFC yang tidak dilengkapi lampu UV , blower harus dijalankan
terus-menerus walaupun alat tersebut tidak digunakan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kebersihan ruang kerja di dalam LAFC tersebut. Pada LAFC yang
dilengkapi lampu UV , dianjurkan menghidupkan lampu UV minimum 30 menit
sebelum digunakan. Ketika LAFC sedang digunakan, lampu UV dimatikan,
sedangkan blower dijalankan.
Bagian-bagian LAFC
1. Ruang inokulasi
2. Panel saklar
3. Lampu neon
4. Lampu UV
5. Filter HEPA
Bagian-bagian LAFC di atas sesuai dengan pendapat Zulkarnain (2009)
yang menyatakan bahwa bagian-bagian LAFC meliputi lampu UV, lampu neon,
filter HEPA.
Cara penggunaan LAFC adalah sebagai berikut:
1. LAFC disemprot dengan alkohol 70%
2. Lap dengan tisu secara merata
3. Masukkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penanaman explant
4. LAFC ditutup
5. Colokkan LAFC ke listrik
6. Tekan tombol hijau (UV) selama 20 menit, lalu matikan sinar UV dan
hidupkan lampu blower dan lampu neon.
7. Buka tutup LAFC, lalu meja steril siap digunakan
8. Setelah bekerja, keluarkan alat dan bahan dan semprotkan alkohol 70%
kemudian lap dengan tisu secara merata.
9. Matikan lampu neon dan blower
10. Tutup LAFC dan cabut colokan
Hal-hal yag perlu diperhatikan dalam penggunaan LAFC adalah sebagai
berikut:
a. Jangan meletakkan lampu bunsen terlalu dekat dengan filter dan alkohol
untuk merendam peralatan kultur.
b. Jangan menumpuk alat, botol media dan lainnya di depan tempat bekerja
sehingga menghalangi aliran udara.
c. Jangan mencelupkan alat tanam dengan nyala api ke dalam alkohol.
d. Jangan mendekati lampu bunsen dengan tangan yang baru disemprot
alkohol atau spritus.
e. Bersihkan LAFC setelah selesai bekerja.
8.Timbangan Analitik

Gambar 8. Timbangan Analitik


Timbangan analitik adalah alat laboratorium yang berfungsi untuk
mengukur bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan larutan atau media. Alat
penghitung satuan massa suatu benda dengan teknik digital dan tingkat ketelitian
yang cukup tinggi. Prinsip kerjanya yaitu dengan penggunaan sumber tegangan
listrik yaitu stavolt dan dilakukan peneraan terlebih dahulu sebelum digunakan
kemudian bahan diletakkan pada neraca lalu dilihat angka yang tertera pada layar,
angka itu merupakan berat dari bahan yang ditimbang.
Alat ini berfungsi untuk menimbang bahan yang akan digunakan untuk
membuat media untuk bakteri, jamur atau media tanam kultur jaringan dan
mikrobiologi dalam praktikum dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Jumlah
media yang tidak tepat akan berpengaruh terhadap konsentrasi zat dalam media
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeliruan dalam hasil praktikum.
Timbangan analitik juga terdiri juga beberapa bagian yang diantaranya
yakni waterpass, piringan timbang dan juga tombol pengaturan. Untuk waterpass
ini memiliki fungsi sebagai penanda posisi timbangan yang sedang digunakan.
Untuk itu timbangan harus dalam posisi yang seimbang ketika melakukan
penimbangan supaya nantinya data yang diberikan bisa akurat. Untuk piringan
timbangan juga menjadi sebuah wadah yang fungsinya untuk tempat bahan yang
akan ditentukan beratnya. Biasanya juga digunakan gelas arloji untuk wadah
bahan yang mana sebelumnya sudah diletakkan untuk piringan timbang didalam
neraca.
Fitur yang diberikan oleh timbangan analitik yaitu berupa wind shield dan
bantalan karet pada kaki timbangan. Wind Shield atau jendela anti angin berfungsi
sebagai pelindung zat yang akan ditimbang pada timbangan, karena angin dapat
menyebabkan getaran sehingga keprecisian akan terganggu dan juga menghindari
zat yang berupa serbuk berhamburan karena tertiup angin. Bntalan karet pada kaki
timbangan berfungsi untuk menghindari terjadinya slip dan menguatkan posisi
timbangan agar stabil.
Kekurangan neraca analitik
1.Alat ini memiliki batas maksimal yaitu 1 mg atau 210 g, jika melewati batas
tersebut maka ketelitian perhitungan akanberkurang
2. Tidak dapat menggunakan sumber tegangan listrik yang besar, sehingga harus
menggunakan stavolt. Jika tidak, maka benang di bawah pan akan putus
3. Harga yang mahal
Kelebihan neraca analitik
1. Memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi dan dapat menimbang zat atau
benda sampai batas 0,0001 g atau 0,1 mg.
2. Penggunaannya tidak begitu rumit jika dibandingkan dengan timbangan
manual, sehingga lebih efisien dalam hal waktu dan tenaga.
Cara penggunaan alat ini adalah:
1. Bersihkan timbangan sebelum digunakan.
2. Pastikan gelembung udara berada di tengah (posisi datar).
3. Hidupkan saklar, tekan tombol on pada timbangan analitik, tunggu selama 3-
5 menit.
4. Tekan tombol unit (untuk menambah satuan).
5. Tekan tombol 0/7 (untuk mengembalikan ke posisi nol sampai muncul tanda
panah) da tunggu selama 5-10 detik.
6. Mulai lakukan penimbangan.
7. Setelah penimbangan, timbangan dibersihkan kembali.
8. Tekan off dan cabut colokan.
9.Enkas

Gambar 9. Enkas
Enkas merupakan alat laboratorium yang berfungsi untuk pengerjaan
medium seperti penanaman explan, dan isolasi dalam kondisi ruang yang aseptik
agar tidak terkontaminasi dengan udara.
Enkas adalah sarana pengganti LAFC yang umumnya dipakai dalam skala
laboratorium sederhana . enkas merupakan tipe sederhana dari LAFC yang
ditunjuk untuk skala rumahan. Fungsinya sama dengan LAFC, yang
membedakannya adalah proses sterilisasi pada kedua alat tersebut.
Tean (2009) menyatakan bahwa di dalam enkas diberi formalin tablet
untuk membunuh bakteri dan jamur yang ada di dalamnya. Lubang tempat
memasukkan alat dan bahan diberi saluran dari kain nilon yang ujungnya diberi
karet, sehingga tetap tertutup rapat untuk menghindari masuknya bakteri dan
jamur. Ketikan memasukkan objek, maka karet dapat direnggangkan.
Prinsip kerja enkas:
1. Sebelum bekerja, cuci tangan dengan aseptik.
2. Bersihkan enkas dengan spritus atau alkohol 95%
3. Sterilkan alat dan bahan dengan cara disemprot spritus atau alkohol 95%
hingga merata satu persatu.
4. Masukkan alat dan bahan ke dalam enkas.
5. Tangan dipakaikan sarung tangan lalu disemprotkan alkohol untuk sterilisasi.
6. Kegiatan kultur jaringan telah bisa dilakukan.
Keuntungan dari enkas ini adalah mudah dibuat dan kekurangannya
adalah tangan kurang leluasa dalam mengerjakan sampel.
Bagian-bagian dari enkas:
1. Kaca transparan
2. Lubang sampel
10.Botol Kultur

Gambar 10. Botol Kultur


Botol kultur merupakan alat laboratorium yang terbuat dari kaca dan
dilengkapi dengan penutup botol. Botol kultur digunakan sebagai tempat media
penanaman eksplan, wadah sterilisasi, sebagai media alkohol 90%dan wadah
aquades.
Botol kultur ini harus dicuci hingga bersih terlebih dahulu menggunakan
detergen. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
menempel pada dinding botol guna menghindari kontaminasi.
11.Cawan Petri
Gambar 11. Cawan Petri
Cawan Petri atau telepa Petri adalah sebuah wadah yang bentuknya bundar
dan terbuat dari plastik atau kaca yang digunakan untuk membiakkan sel. Cawan
Petri selalu berpasangan, yang ukurannya agak kecil sebagai wadah dan yang
lebih besar merupakan tutupnya. Cawan Petri dinamai menurut nama penemunya
pada tahun 1877, yaitu Julius Richard Petri (1852–1921), ahli bakteri
berkebangsaan Jerman.
Alat ini digunakan sebagai wadah untuk penyelidikan tropi dan juga untuk
mengkultur bakteri, khamir, spora, atau biji-bijian. Cawan Petri plastik dapat
dimusnahkan setelah sekali pakai untuk kultur bakteri. Fungsi cawan petri  :
Sebagai tempat media yang akan digunakan untuk menumbuhkan tanaman
Cara penggunaan cawan petri :
1. Beberapa jenis petri dish ada yang bisa digunakan kembali setelah kita
sterilkan dengan Autoclave.
2.  Pensterilan dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisma lain yang
mungkin ada dalam cawan petri.
3.  Setelah pensterilan dilakukan maka kita dapat mengisi cawan petri dengan
media agar (alga merah) atau lainnya yang mengandung nutrisi, garam, darah,
indikator, antibiotik dan lain lain yang membantu mempercepat pertumbuhan dari
bekteri atau mikroorganisma lainnya.
4. Kemudian cawan petri yang mengandung agar ini  disimpan dalam kulkas
dalam posisi terbalik dan dapat dikeluarkan bila diperlukan.
5. Bila ingin mengeluarkannya dari kulkas biarkan hingga mencapai suhu
kamar kemudian ambil sampel bakteri atau mikroorganisme lainnya dan tuangkan
pada media tersebut atau bisa juga kita gunakan kapas lalu secara zig-zag kita
bilas secara perlahan-lahan supaya tidak merusak media.Tutup cawan petri
dengan penutupnya secara benar lalu kita simpan pada suhu ruang sekitar 37°C
dan memungkinkan untuk tumbuh selama beberapa hari. Setelah sel kultur
tumbuh, ambillah  sample dan gunakan media tersebut untuk studi lebih lanjut.
Cara membersihkan atau merawat cawan petri  :
1. Cawan petri biasanya disterilkan bersama dengan kertas saring di
dalamnya.
2. Cawan petri perlu dicuci bersih kemudian dikeringkan, setelah kering
dibungkus dengan kertas putih cokelat untuk disterilisasi dengan oven.
12.Labu Ukur

Gambar 12. Labu Ukur


Labu Ukur adalah sebuah perangkat yang memiliki kapasitas antara 5 mL
sampai 5 L dan biasanya instrumen ini digunakan untuk mengencerkan zat
tertentu hingga batas leher labu ukur. Alat ini biasanya digunakan untuk
mendapatkan larutan zat tertentu yang nantinya hanya digunakan dalam ukuran
yang terbatas hanya sebagai sampel dengan menggunakan pipet. Dalam sistem
pengenceran, untuk zat yang tidak berwarna, penambahan aquadest sampai
menunjukkan garis meniskus berada di leher labu. Untuk zat yang berwarna,
penambahan aquadets hingga dasar meniskus yang menyentuh leher labu
( meniskus berada di atas garis leher ).
Sebelum menggunakan instrumen ini, labu ukur harus dicuci terlebih
dahulu. Lebih baik menggunakan sabun agar zat – zat yang tidak dibutuhkan
dapat terlarut dan akhirnya terbuang. Dalam keadaan bagaimanapun, labu ukur
yang kering sangatlah baik untuk digunakan.
Cara kerja labu ukur:
1. Zat terlarut ditimbang teliti ke dalam labu ukur
2. Ditambahkan ait suling
3. Campuran digoyang untuk melarutkan zat terlaru
4.  Setelah ditambahkan air lagi, digunakan pipet tetes untuk menambahkan air
dengan hati-hati sampai volume cairan tepat berimpit dengan tanda lingkaran
pada leher labu
5. Labu disumbat dan kemudian dikocok agar larutan seragam.
Cara membersihkan peralatan gelas merupakan bagian dari cara kerja yang
baik di dalam suatu laboratorium. ini adalah prosedur sederhana tentang
bagaimana cara membersihkan peralatan gelas:
Beberapa bahan yang digunakan untuk membuat peralatan gelas yang
paling umum kita kenal adalah borosilikat. Peralatan gelas dari bahan ini lebih
lama mempertahankan status kalibrasinya asalkan tidak digunakan untuk bahan
hot phosporic acid, hot alkalis, hydrocloric acid serta dipanaskan pada suhu lebih
dari 150 derajat celcius. Bahan tersebut tentunya lebih unggul dari peralatan gelas
yang terbuat dari soda lime yang akan frosted seiring dengan berjalannya waktu.
Karena sifat yang tidak tahan terhadap basa kuat maka pembersihan
peratan gelas disarankan menggunakan deterjen dengan konsentrasi tidak lebih
dari 2%. Jika peralatan gelas tersebut kita gunakan untuk analisa lemak maka
dalam pembersihannya dapat menggunakan pelarut organik (dibilas dan
direndam) kemudian pada tahap akhir baru direndam dengan menggunakan air.
Pada saat pembersihan sangat disarankan menggunakan busa atau sikat
plasik yang halus sehingga tidak merusak peralatan gelas tersebut. Setelah
dilakukan pembersihan melalui langkah diatas maka perlu dilakukan
pengeringan.Rak peniris merupakan alat bantu yang paling baik digunakan dalam
proses pengeringan. Jika ternyata harus menggunakan pemanasan pastikan bahwa
suhu oven pengering yang digunakan tidak melebihi dari 60 derajat celsius.
13.Pipet Tetes

Gambar 13. Pipet Tetes


Pipet tetes merupakan alat laboratorium yang terbuat dari kaca dan bagian
atas terbuat dari karet. Pipet tetes berbentuk silinder panjang seperti sedotan. Pipet
tetes berfungsi untuk membantu memindahkan cairan dari wadah stu ke wadah
yang lain dalam jumlah yang sangat kecil yaitu setetes demi ssetetes. Sesuai
dengan namanya, pipet tetes hanya digunakan untuk memindahkan cairan denga
kuantitas yang sangat kecil atau sedikit.
Penggunaan pipet tetea yang tepat adalah dengan menekan bagian karet
untuk mengeluarkan udaranya terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam zat
cair. Apabila pipet ditekan pada saat pipet di dalam zat cair, maka udara yang
keluar dari pipet mungkin saja bereaksi dengan zat cair yang akan diambil.
Cara penggunaan pipet tetes  :
1. Karet yang ada pada ujung pipet dipencet kemudian dimasukkan dalam
larutan
2. Lepaskan tekanan pada karet tadi ketika di dalam larutan.
3. Angkat pipet
4. Pindahkan pada wadah dan tekan kembali karetnya, teteskan sesuai yang
diinginkan
Cara membersihkan atau merawat pipet tetes  :
Dibersihkannya hanya menggunakan air atau jika masih ada kotoran yang susah
hilang bisa menggunakan aseton atau alkohol atau HCl.
14.   Mortar dan alu

Gambar 14. Mortar dan Alu


Mortar dan alu adalah alat laboratorium yang terbuat dari bahan porselen.
Mortar dan alu adalah alat yang digunakan untuk menghancurkan suatu bahan
atau sample yang padat seperti daun, akar, seedling, biji, dan lain-lain, untuk
tujuan isolasi DNA, RNA, atau protein. Mortar adalah bagian wadahnya,
sedangkan alu adalah bagian batang yang dipegang. Lama penggerusan sangat
tergantung jenis bahan, kekuatan penggerus, dan keahlian menggunakan alat
tersebut.
Cara penggunaan mortar dan alu  :
1.  Bahan kimia yang akan dihancurkan , diletakkan Mortar
2.   Hancurkan padatan tersebut dengan menggunakan pistil
Cara membersihan atau merawat mortar dan alu :
Dicuci menggunakan air hingga bersih lalu dikeringkan dan disimpan di tempat
yang aman, mudah dicari dan mudah diambil agar tidak pecah karena bahannya
yang terbuat dari porselen.
15. Bunsen Kaca

Gambar 15. Bunsen Kaca


Bunsen merupakan alat laboratorium yang terbuat dari kaca dan tutpnya
terbuat dari bahan plastik. Fungsi bunsen kaca adalah untuk memanaskan larutan,
untuk strerilisasi dalam suatu proses pembakaran dan sebagai wadah spritus.
Cara penggunaan Bunsen kaca  :
1. Menyalakan Bunsen.
2. Memanaskan alat-alat tersebut di atas api sampai pijar.
3. Matikan api bunsen dengan menutup sumbu dengan tutup bunsen.
Cara membersihkan atau merawat bunsen kaca  :
Bunsen kaca dapat dibersihkan dengan menggunakan air bersih dan
dikeringkan menggunakan kain bersih lalu disimpan ditempat yang aman dan
mudah diambil agar tidak pecah karena terbuat dari kaca.
16.Scalpel
Gambar 16. Scalpel
Scalpel merupakan alat laboratorium yang biasanya terbuat dari baja yang
dikeraskan, baja tahan karat, baja karbon tinggi, titanium keramik yang berfungsi
sebagai alat untuk memotong eksplan. Scalpel dapat digunakan sekali pakai atau
dapat digunakan kembali. Scalpel yang dapat digunakan kembali dapat memiliki
bilah yang terpasang permanen yang dapat diasah atau lebih umum pisau sekali
pakai yang dapat dilepas.
17.Pinset

Gambar 17. Pinset


Pinset merupakan alat laboratorium yang terbuat dari besi anti karat. Pnset
berfungsi untuk mengambil bahan tanaman eksplan yang akan digunakan. Secara
umum pinset dibagi 2 yaitu:
1. Pinset yang terdiri dari dua bilah yang salah satu ujungnya saling menempel
dan ujung lainnya dapat bergerak bebas satu sama lain. Cara kerjanya hampir
sama dengan sumpit makan.
2. Pinset yang berbentuk seperti gunting, tetapi tidak ada mata pisaunya. Pinset
seperti ini biasanya mempunyai alat pengunci di bagian gagangnya, hal ini
dibutuhkan saat perlu menjepit benda ata jaringan dalam waktu yang lama.
Cara penggunaan pinset ini adalah :
1. Memegang ujung pinset yang menyatu.
2. Ambil eksplan dengan ujung pinset.
3. Letakkan eksplan pada wadah.

Hendaryono, Daisy P. Sriyanti dan Wijayani, Ari. 2008. Teknik Kultur Jaringan.
Karnisius. Yogyakarta.

Tean, John. 2009. Teknik Laboratorium. ITB Press. Bandung.

Walton. 1998. Kamus Istilah Kimia Analitik Indonesia. Pusat Pembinaan. Jakarta.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan. Bumi Aksara. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1989. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta .


Adie, M. M dan Krisnawati, A. 2006. Biologi Tanaman Kedelai. IPB. Bogor.
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai Budi Daya dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Andini, Linda. 2001. Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Burdas, D. 2002. Rhizobium, root nodules and nitrogen fixation. Society for
General Microbiology.
Cahyadi, W., 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai, Bumi Aksara, Jakarta.
Crawford,J.H. 2003. KOMPOS. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Bogor.Dipoyuwono. 2007. Meningkatkan Kualitas Kompos.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Damanik, M. 2000. Pemanfaatan Bakteri Rhizobium pada Tanaman Kedelai di
Lahan Lebak. Hasil Penelitian TA 1999/2000. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Lahan Rawa, Banjarbaru.
Dewi, I. R. A. 2007. Fiksasi N Biologis pada Ekosistem Tropis. Makalah pada
Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Djaja, Willyan. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos. Agromedia, Jakarta.
Fachrudin, L. 2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Hanum, H. 1995. Inokulasi Ganda Rhizobium dan Mikoriza-VA untuk
Meningkatkan Ketersediaan Hara N dan P Berkaitan dengan Produksi
Kedelai pada Tanah Tambunan - A Langkat. Tesis Program Pascasarjana
USU. Medan.
Hardiwinoto, S. Haryono, S. Fasis, M. Sambas, S. 1994. Pengaruh Sifat Kimia
Terhadap Tingkat Dekomposisi. 2(4):25-36. Kiat  Menggatasi
Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Harianto,Wijaya. 2009. Pengenalan Teknik In Vitro. Bumi Aksara, Jakarta.
Indrianto,Yuni. 2002. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Gramedia,
Jakarta.
Indriyani,H. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta. 8 :
30-33
Koswara, S., 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan
Bermutu. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Marzuki, R. dan H.S. Soeprapto. 2004. Bertanam Kacang Hijau. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Murbandono,L. 2008. Membuat kompos. Penebar Swadaya, Jakarta. 35:10
Nasikah. 2007. Pengaruh Inokulasi Rhizobium dan Waktu Pemberian Pupuk N
(Urea) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Sawah
setelah Kedelai (Glycine Max (L) Merril.). Skripsi pada Jurusan Biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Pramono,Hari. 2007. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Jakarta.
Purwono dan Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Purwono dan R. Hartono. 2005. Kacang Hijau. Penebar Swadaya, Depok.
Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian
Organik.Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera utara. Medan.
Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah. Sebuah prosiding
Bogor ,08 April 2012, DKI Jakarta.
Rukmana, R. 1997. Kacang Hijau Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius,
Yogyakarta.
Sharma, 1993. Plant Taxonomi. Mc Graw-Hill Publishing.Company limited.
Soeprapto, H.S. 1993. Bertanam Kacang Hijau. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sukirno. 1983. Bercocok Tanam Kacang Hijau. Dinas Pertanian Rakyat Propinsi
Jawa Tengah, Semarang.
Suprapti L. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta.
Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Surtiningsih, T., Farida, dan T. Nurhariyati. 2009. Biofertilisasi Bakteri
Rhizobium pada Tanaman Kedelai (Glycine max(L) Merr.). Berk. Penel.
Hayati, 15 : 31–35.
Suryantini. 1994. Inokulasi Rhizobium pada Kacang-kacangan. Seri
Pengembangan Balittan No.30-1994. Malang.Sutedjo.2002. Potensi dan
Pemanfatan limbah gula sebagai Bahan pembuatan pupuk Organik
Tanah. Nalai industri Indonesia, Jakarta.
Zamroni, Y. dan Immy, S. R. 2008.  Produksi Serasah Hutan Mangrove di
Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Volume 9, Nomor 4 Oktober
2008, Halaman: 284-287.

Anda mungkin juga menyukai