Anda di halaman 1dari 4

indonesia merupakan penghasil buah- buahan yang sangat kaya dan beragam

jenisnya. Produksi dan luas pertanaman buah-buahan cenderung meningkat.


Namun, di balik potensinya yang sangat besar sebagai negara tropis yang me-
mungkinkan beragam jenis buah dapat tumbuh dan berkembang, masalah mutu
dan keamanannya masih perlu mendapat perhatian. Iklim tropis dengan tingkat
kelem- bapan yang tinggi menjadi faktor penye- bab berkembangnya kapang yang
mence- mari aneka buah Indonesia, terutama kapang yang menghasilkan
mikotoksin. Mikotoksin merupakan senyawa organik beracun hasil metabolisme
sekunder dari kapang (fungi, jamur, cendawan). Senyawa tersebut dapat
mengganggu kesehatan manusia dan hewan dengan berbagai bentuk perubahan
klinis dan patologis (BSN 2009).
Kapang penghasil mikotoksin dapat dengan mudah menginfeksi produk
pangan, termasuk aneka buah. penganan pascapanen buah yang tidak memadai
mengakibatkan kerusakan fisik, misalnya memar akibat benturan atau jatuh selama
transportasi. Buah memar atau yang mengalami kerusakan fisik lainnya akan
mudah terinfeksi kapang, khususnya kapang penghasil mikotoksin, sehingga buah
menjadi terkontaminasi mikotoksin dan cepat rusak.
Buah memar atau yang mengalami kerusakan fisik lainnya akan mudah
terinfeksi kapang, khususnya kapang penghasil mikotoksin, sehingga buah menjadi
terkontaminasi mikotoksin dan cepat rusak.
Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang diproduksi oleh beberapa
cendawan yang termasuk golongan genus Aspergillus, Penicillium, Fusarium dan
Alternaria. Jenis Aspergillus dan Penicillium dikenal sebagai mikroba
kontaminan pada makanan selama pengeringan atau penyimpanan, sedangkan
Fusarium dan Alternaria dapat memproduksi mikotoksin sebelum dan langsung
setelah panen (Kabak et al., 2006).
Menurut Wokorach et al., (2021) kontaminasi toksin paling rentan terjadi pada
biji sorgum. Pada konsentrasi tertentu, kontaminasi aflaktoksin dapat
menyebabkan keracunan akut dan kronis. Proses penanganan panen, pengeringan,
perontokan, penyosohan hingga penyimpanan biji sorgum yang tidak tepat dapat
meningkatkan konsentrasi mikotoksin sehingga mutu biji sorgum menjadi rusak.
Menurut Wokorach et al., (2021) kontaminasi toksin paling rentan terjadi pada
biji sorgum. Pada konsentrasi tertentu, kontaminasi aflaktoksin dapat
menyebabkan keracunan akut dan kronis. Proses penanganan panen, pengeringan,
perontokan, penyosohan hingga penyimpanan biji sorgum yang tidak tepat dapat
meningkatkan konsentrasi mikotoksin sehingga mutu biji sorgum menjadi rusak.
Berdasarkan hal tersebut, teknik penyimpanan yang tepat menjadi penting
untuk ditelaah sehingga dapat memberikan informasi mitigasi yang dapat
mengurangi kontaminasi mikotoksin.
Aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk produk
pertanian di Indonesia termasuk hasil olahannya (Muhilal dan Karyadi, 1985;
Diener et al., 1987). Cemaran aflatoksin pada sorgum di Pakistan yaitu 5 ppb
(Majeed et al., 2013). Aflatoksin, fumonisin adalah mikotoksin umum ditemukan
pada biji sorgum dengan frekuensi berturutturut sebesar 80%, 93% (Wokorach et
al., 2021) dan sedikit ditemukan OTA, asam siklopiazonik, gliotoksin, dan
trichothecenes (Leslie, 2014). Pada konsentrasi tertentu, kontaminasi aflaktoksin
dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis.
Banyak jenis mikotoksin yang mengkontaminasi pangan melalui rantai pangan (El-
Shanshoury et al., 2014). Mikotoksin merupakan kontaminan alami dari serealia
dan komoditi makanan yang lain di dunia dan secara signifikan berdampak kepada
manusia dan binatang. Mikotoksin adalah substansi toksin yang dihasilkan
kebanyakan merupakan metabolit sekunder oleh jamur berfilamen yang tumbuh
pada biji-bijian dan pakan di lahan, atau dalam penyimpanan.

mikotoksin adalah ketidakpantasan penyimpanan selama produksi. Di negara


dimana beras adalah makanan utama, mikotoksin pada umumnya dan aflatoksin
pada khususnya memiliki dampak yang tinggi dalam kesehatan manusia dan
kondisi penyimpanan sebaiknya dikontrol dan kalau dibutuhkan kondisi sebaiknya
diperbaiki. Terlebih lagi mikotoksin atau aflatoksin kandungannya sebaiknya
dipelihara untuk memastikan kualitas dan keamanan makanan, sedangkan fokus
sebaiknya diberikan kepada beras (Reddy, ny).
Jamur kontaminan dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut
mikotoksin. Mikotoksin terutama yang dihasilkan oleh jamur saprofit seperti
Aspergillus sp, Fusarium sp, dan Penicillium sp yang dapat dijumpai pada
berbagai jenis bahan pangan, seperti jenis serelia, rempah-rempah, kacang-
kacangan, susu (jika ternak mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi
aflatoksin).
Mikotoksin terutama yang dihasilkan oleh jamur saprofit seperti Aspergillus
sp, Fusarium sp, dan Penicillium sp yang dapat dijumpai pada berbagai jenis
bahan pangan, seperti jenis serelia, rempah-rempah, kacang-kacangan, susu (jika
ternak mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi aflatoksin), termasuk produk
pangan yang terbuat dari bahanbahan tersebut, seperti roti dan selai kacang.

Anda mungkin juga menyukai