Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MIKOLOGI

“ KRIPTOKOKOSIS “

DISUSUN OLEH :

MUH. ILHAM Y. TETHOOL

11 522 016

JURUSAN D-III ANALIS KESEHATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA

PAPUA

2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat,

petunjuk serta bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “

Mikologi ” tentang Kriptokokosis.

Makalah ini saya susun sebagai pelengkap dan penunjang belajar pada mata

kuliah Mikologi. Dengan disusunnya makalah ini, maka penulis sebagai mahasiswa

dan mahasiswi mendapatkan pengetahuan yang lebih tentang materi-materi tersebut

yang mana dapat bemanfaat bagi pengetahuan kami.

Penulis menyadari makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu,

diharapkan kritik serta saran sebagai penunjang dan motivasi untuk menjadi lebih

baik.

Akhir kata atas kerja samanya penulis ucapkan terima kasih.

Jayapura, 21 Oktober 2013

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih tetap merupakan problem utama kesehatan di

Indonesia. Penyakit infeksi jamur selama ini masih merupakan penyakit yang

relatif jarang dibicarakan. Akan tetapi akhir-akhir ini perhatian terhadap

penyakit ini semakin meningkat dan kejadian infeksi jamur paru semakin sering

dilaporkan. Cryptococcus neoformans merupakan salah satu jamur yang dapat

menginfeksi manusia. Cryptococcus neoformans adalah jamur tak berkapsul

yang bersifat patogen. Didapatkan secara meluas di alam dan sebagian besar

pada tinja burung merpati yang kering. Penyakit yang ditimbulkan biasanya

terkait dengan fungsi imun yang tertekan. Infeksi berupa infeksi subklinik.

Pada tahun 1894, penemuan berasal dari fermentasi jus buah persik yang

menemukan jenis jamur tak berkapsul. Jamur tersebut kemudian diisolasi oleh

seorang berkebangsaan Italia bernama Sanfelice dan tak lama setelah itu

didapatkan juga dari tulang kering seorang wanita. Setelah itu terbuka pikiran

bahwa jamur tersebut berpotensi bersifat patogen bagi manusia. Tahun – tahun

berikutnya, mikroorganisme yang pertama kali diisolasi oleh Sanfelice kemudian

diisolasi ulang dan diberikan beberapa nama antar lain, Saccharomyces hominis,

Cryptococcus hominis dan Torula histolytica. Pemberian nama ini masih


menimbukan sedikit kebingungan dan pada akhirnya diputuskan diberi nama

Cryptococcus neoformans sebagai nama isolat jamur yang diisolasi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam makalah ini

adalah:

1. Apa itu kriptokokosis?

2. Bagaimanakah gejala klinis dari penyakit kriptokokosis?

3. Bagaimanakah pengobatan dan pencegahan dari penyakit kriptokokosis?

C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui pengertian kriptokokosis

2. Untuk dapat mengetahui gejala klinis dari penyakit kriptokokosis

3. Untuk dapat mengetahui pengobatan dan pencegahan dari penyakit

kriptokokosis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Kriptokokosis

Kerajaan : Fungi

Filum : Basidiomycota

Subfilium : Basidiomycotina

Kelas : Urediniomycetes

Ordo : Sporidiales

Famili : Sporidiobolaceae

Genus : Filobasidiella (Cryptococcus)

C. neoformans dalam media

Kriptokokosis adalah mikosis sistemik yang disebabkan oleh ragi

Cryptococcus neoformans yang dapat menimbulkan kelainan pada kulit, paru dan

meningtis. Cryptococcus neoformans ragi yang banyak ditemukan ditanah dan


didalam tinja kering burung merpati ini pada pemeriksaan mikroskopis memiliki

kapsul yang besar.

Penyebaran kriptokokosis pada manusia infeksi terjadi melalui saluran

nafas yang dapat menyembuh dengan sendirinya. Penderita imunodefiensi

seluler, misalnya penderita HIV atau penderita yang sedang menjalani terapi

jangka panjang dengan kortikosteroid, yang terinfeksi Cryptococcus neoformans

akan mengalami kelainan paru yang progresif dan kemudian menyebar dan

menimbulkan gangguan sistemik. sesudah itu kelainan sistem saraf pusat dapat

terjadi menimbulkan gejala meningitis sub akut atau kronis.

B. Siklus Hidup

Jika Cryptococcus neoformans dilihat dibawah mikroskop akan terlihat

ragi yang berbentuk oval atau bulat, bagian tersebut sering dihubungkan sebagai

basidiomycete-nya ragi. Beberapa memiliki goresan pada permukaannya ketika

pucuk sel muda betina sedang melakukan reproduksi. Basidiomycete fungi pada

bagian ini dapat memproduksi spora, hal tersebut terjadi pada bagian khusus

jamur yang disebut basidium. Produksi spora ini sebagai hasil dari reproduksi

seksual dari C. Neoformans.

Reproduksi sel C. Neoformans dimulai ketika dua sel masing masing

membawa satu komplemen informasi genetic (sering disebut haploid), kedua sel

saling bertemu dan terjadi penggabungan. Potensi untuk bergabung berdasarkan

keteraturan bagian dari masing-masing tipe yang membawa dua materi genetic

“a” dan “α”. Siklus reproduksi


Seksual dan juga penggabungan sel melibatkan pembagian seperti dalam

mitosis sel dimana terjadi produksi benang yang disebut hifa. Dan pada akhirnya

hifa yang memiliki struktur unik, dan basidium telah terbentuk. Basidium yang

menopang spora (terkadang disebut basidiospora) pada akhirnya akan terbentuk.

Untuk itu dibutuhkan dua haploid didalam basidium harus bergabung, peristiwa

ini sering disebut karyogami, yaitu pembentukan satu diploid nucleus.

Pembelahan meiosis dan mitosis akan berjalan untuk membentuk spora. Spora

merupakan haploid yang digunakan dalam pembentukan sel C. neoformans

sehingga reproduksi terus berlanjut.

C. Distribusi Geografik

Penyakit tersebut telah dilapor dibanyak Negara termasuk Indonesia.

Kriptokokosis yang disebabkan oleh Cryptococcus neoformans dapat ditemukan

diberbagai penjuru dunia termasuk Indonesia, sedangkan Cryptococcus

neoformans var grubii terbatas pada beberapa daerah di Eropa dan Afrika.

Kripkokosis yang disebabkan oleh Cr. Var gattii ditemukan di daerah seperti

Australia, California, Papua New Guinea dan terakhir dilaporkan sebagai wabah

di Vancouver Island, Canada.

D. Gejala Klinis

Kriptokokosis lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan.

Agaknya hal itu terjadi karena laki-laki lebih terpajan pada jamur kaena

pekerjaanya , sementara pada perempuan, ditemukan bukti bahawa hormone

ekstrogen dapat menghambat pertumbuhan jamur secara invitro.


Gejala Kriptokokosis tidak khas, menyerupai gejala penyakit paru lain.

Gejala paru yang timbul biasanya merupakan gejala klasik pneumonitis, seperti

batuk demam, sedangkan pada kucing berupa infeksi pada rongga hidung, bersin,

mucopurulent, serous (bunyi sengau), hemorrhagi, edema subcutan, juga luka

pada kulit yang berupa papula atau bongkol-bongkol kecil. Luka yang lebih besar

cenderung menjadi bisul yang berupa serous eksudat pada permukaan kulit.

E. Morfologi

Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal berbentuk

bulat atau lonjong (khamir) dengan diameter 4-12 μm, yang dapat bertahan

dalam bentuk kering dan mampu tumbuh pada suhu 370C, sering bertunas, dan

dikelilingi oleh simpai yang tebal.

Pada agar saboraud dengan suhu kamar koloni yang terbentuk berwarna

kecoklatan, mengkilat dan mukoid. Biakan tidak meragi karbohidrat tapi

mengasimilasi glukosa, maltose, sukrosa dan glaktosa (tetapi laktosa tidak).

F. Diagnosi

Gejala klinis kriptokokosis sangat bervariasi, sehingga sulit menegakkan

diagnosis hanya berdasarkan gejala klinis saja. Diperlukan pemeriksaan

laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti ditegakkan jika

ditemukan jamur penyebab dalam jaringan atau terisolasi dari bahan klinik.

Bahan klinik yang diperlukan adalah sputum, bilasan bronkus, cairan

serebrospinal, urin dan darah. Selanjutnya bahan klinik diperiksa secara langsung

dengan membuat sediaan dengan tinta india. Pada sediaan tersebut jamur seperti
sel ragi (dengan atau tanpa tunas) bersimpai. Selain pemeriksaan langsung bahan

klinik juga ditanam pada medium yang sesuai agar jamur tersebut dapat diisolasi.

Bahan klinik dibiakkan pada agar sabouraud dekstrosa. Koloni

Cryptococcus tumbuh seperti koloni ragi/khamir berwarna kuning, dengan

konsistensi lunak dan terlihat seperti berlendir (mukoid) karena pembentukan

kapsul. Jamur dapat tumbuh sebagai koloni ragi yang sulit dibedakan sebagai

koloni ragi Candida.

Agar mudah dibedakan bahan klinik juga ditanam pada agar niger seed.

Pada medium tersebut Cryptococcus tumbuh sebagai koloni ragi berwarna coklat

gelap hingga mudah dibedakan dari candida yang membentuk koloni ragi

berwarna putih susu.

G. Pengobatan

Kriptokokosis diobati dengan obat antijamur. Beberapa dokter memakai

flukonazol. Obat ini tersedia dengan bentuk pil atau suntikan dalam pembuluh

darah (intravena). Flukonazol lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan

Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang yang tidak tahan dengan flukonazol.

Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin. amfoterisin

B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini disuntikkan atau di infus secara

perlahan, dan dapat mengakibatkan efek samping yang parah. Efek samping ini

dapat dikurangi dengan memakai obat semacam ibuprofen setengah jam sebelum

amfoterisin B dipakai. Ada versi amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi
selaput lemak menjadi gelembang kecil yang disebut liposom. Versi ini mungkin

menyebabkan lebih sedikit efek samping.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penulisan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Kriptokokosis adalah penyakit opotunis sistemik yang disebabkan oleh

ragi Cryptococcus neoformans yang dapat menimbulkan kelainan pada

kulit, paru dan meningitis

2. Gejala klinis Kriptokokosis luka pada kulit yang berupa papula atau

bongkol-bongkol kecil. Luka yang lebih besar cenderung menjadi bisul

yang berupa serous eksudat pada permukaan kulit

3. Pengobatan dan pencegahan Kriptokokosis yaitu dengan diobati dengan

obat-obat antijamur,

B. Saran

1. Hendaknya pihak kampus lebih menyediakan buku-buku khususnya

dalam ilmu virologi sehingga mempermudah mahasiswa dalam pencarian

tugas.
DAFTAR PUSTAKA

Hastomo kurata. Februari ,2012. penyakit-kriptokokosis. http//www.

ekspresiman.blogspot.com. Halaman ini diakses tanggal 19 oktober 2013.

Behrman Klirgman.Maret 2013. kriptokokosis .http//www.id.wikipedia.org/wiki/.

Halaman ini diakses tanggal 19 oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai