Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFARAT KECIL DESEMBER 2013

ULKUS MOLE

Disusun oleh : A. Indri Bungawali 110 208 090 Pembimbing: dr. Amelia Prisdiani

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

2013

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa: Nama NIM : A.Indri Bungawali : 110 208 090

Judul Refarat : Ulkus Mole Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Mengetahui, Pembimbing

Desember 2013

dr. Amelia Prisdiani

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................... I. II. DEFINISI ............................................................................................ ETIOLOGI .............................................................................................

i ii iii 1 1 2

III. PATOGENESIS ..................................................................................... IV. DIAGNOSIS IV.1. GAMBARAN KLINIS ................................................................. IV.2. KLASIFIKASI HISTOPATOLGIK ............................................. V. DIAGNOSIS DIFERENSIAL ...............................................................

4 5 6 7

VI. PENATALAKSANAAN .......................................................................

VII. PROGNOSIS .......................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 13 LAMPIRAN REFERENSI ......................................................................... 14

ULKUS MOLE

I.DEFINISI Ulkus Mole adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Haemophilus ducreyi. Penyakit bermanifestasi sebagai ulkus genital yang bisa disertai dengan limfadenitis regional dan pembentukan bubo.1 Dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dan sering disertai pernanahan kelenjar getah bening regional. Biasanya ulkus ini terdapat
pada genitalia eksterna. Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 10:1. Di negara-negara berkembang, khususnya di Asia dan

Afrika ulkus mole adalah penyebab paling umum dari penyakit ulkus kelamin menular dan bahkan lebih umum dari pada herpes genital.2-5 II.ETIOLOGI Penyakit ini kebanyakan terjadi di beberapa bagian Afrika, Karibia, dan Asia Tenggara dan endemik di banyak negara berkembang dengan kejadian tahunan di seluruh dunia sekitar 7 juta. Meskipun sebelumnya jarang di Eropa Barat dan utara benua Amerika, namun dalam beberapa tahun terakhir menjadi jauh lebih banyak, misalnya di Perancis, Belanda, dan Greenland Amerika Utara.2 Basil Haemophilus ducreyi berbentuk batang pendek, ramping dengan ujung membulat, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora, gram negatif, anaerob fakultatif yang membutuhkan hemin (faktor X) untuk pertumbuhan, mereduksi nitrat menjadi nitrit, dan mempunyai DNA berisi guanosine plus-cytosine fraksi 0,38 mole. Basil sering kali berkelompok, berderet membentuk rantai, terutama dapat dilihat pada biakan sehingga disebut juga streptobacillus.Basil ini pada lesi terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder,

lebih mudah dicari bila bahan pemeriksaan berupa nanah yang diambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini sukar dibiakkan.2,4

Gambar 1. Haemophilus Ducreyi

(dikutip dari kepustakaan no.6)

III.PATOGENESIS Belum diselidiki secara mendalam. Adanya trauma atau abrasi, penting untuk organisme melakukan penetrasi epidermis. Jumlah inokulum untuk menimbulkan infeksi tidak diketahui. Pada lesi organisme terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok (mengumpul) dalam jaringan interstisial. Tiga faktor utama yang penting dalam patogenesis infeksi Haemophilus ducreyi: perlekatan ke

permukaan ephitelial, tingkat produksi exotoxins (misalnya, cytolethal distending toksin), dan perlawanan dari mekanisme pertahanan dari host. Banyak patogenesis yang masih belum jelas karena kurangnya penelitian, faktor alat atau perlengkapan, dan juga keterangan dan data yang ada masih tidak dipahami dengan baik.2 Pada percobaan kelinci, seperti pada manusia, beberapa galur Haemophilus ducreyi diketahui virulen, sedangkan yang lain kelihatannya avirulen. Beberapa penyelidik menyatakan bahwa virulensi dapat hilang dengan kultivasi serial sehingga kuman kehilangan kemampuan untuk menimbulkan lesi pada kulit. Organisme avirulen dilaporkan lebih rentan terhadap anti mikroba terutama polimiksin. Limfadenitis yang terjadi pada infeksi Haemophilus ducreyi diikuti dengan respons

inflamasi sehingga terjadi supurasi. Kemungkinan terdapat sifat-sifat yang tidak diketahui dan unik yang menimbulkan bubo supuratif. Respons imun yang berhubungan dengan pathogenesis dan kerentanan penyakit tidak diketahui. Penyelidikan sebelumnya menemukan respons hipersensitivitas lambat dan respons antibodi pada para penderita dan ulkus mole dan pada binatang percobaan. Antibodi ditemukan dengan cara fiksasi komplemen, aglutinasi, presipitasi, dan tes fluoresens antibody indirek. Reaktivitas silang antara antisera yang dihasilkan terhadap antigen Haemophilus ducreyi murni dan ekstrak antigen dari spesies Haemophilus lain telah ditemukan.2

IV.DIAGNOSIS A.GEJALA KLINIS Masa inkubasi umumnya kurang dari 7 hari, jarang lebih dari 10 hari. Lesi kebanyakan multiple, jarang soliter, biasanya pada daerah genital, jarang pada daerah ekstragenital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat inokulasi, cepat pecah menjadi ulkus. Setelah masa inkubasi 5-8 hari, mulai dari 1 sampai beberapa minggu, papul merah kecil mengembang dan cepat menjadi pustular dan kemudian ulserasi. Ulkus, biasanya bulat atau oval, memiliki tepi tidak teratur. Hal ini kadang-kadang menyakitkan, membesar perlahan.2 Ulkus : kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi yang eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi pada laki-laki ialah permukaan mukosa preputium, sulkus koronarius, frenulum penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi di dalam uretra, skrotum, perineum, atau anus. Pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestibule, anus, dan serviks. Lesi ekstragenital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilicus, dan

konjungtiva. Karena adanya inokulasi sendiri, dengan cepat dapat timbul lesi yang multiple, dengan cara ini dapat timbul lesi di daerah pubis, abdomen, dan paha. Gejala sistemik yang timbul, kalau ada hanya demam sedikit atau malaise ringan.2,4

Gambar 2. Ulkus sirkumskrip pada sulkus koronarius. (dikutip dari kepustakaan no.2)

Gambar 3. Chancroid : multiple, nyeri, Ulkus yang terjadi pada vulva setelah autoinokulasi. (dikutip dari kepustakaan no.4)

B.PEMERIKSAAN PENUNJANG Sebagai penyokong diagnosis ialah : 1. Pemeriksaaan sediaan hapus Pemeriksaan sedian apus secara langsung dengan pewarnaan gram atau giemsa cukup membantu menegakkan diagnosis, tapi telah dilaporkan bahwa tingkat sensitifitas dan spesifitasnya rendah hanya sekitar 10% sampai 63% dan 51% sampai 99%, secara berturut-turut. Diambil bahan pemeriksaan dari tepi ulkus yang tergaung, dibuat hapusan pada gelas alas, kemudian dibuat pewarnaan Gram, Unna-

Pappenhein, Wright, atau Giemsa. Hanya pada 30-50% kasus ditemukan basil berkelompok atau berderet seperti rantai.2

Gambar 2. Pewarnaan Giemsa (Dikutip dari kepustakaan no. 2)

2.

Biakan kuman atau kultur bakteri Kultur bakteri Haemophilus ducreyi kini tetap menjadi pemerikasaan utama

dalam menegakkan diagnosis ulkus mole di klinik. Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada perbenihan/ pelat agar khusus yang ditambahkan darah kelinci yang sudah di defibrinasi. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa perbenihan yang mengandung serum darah penderita sendiri yang sudah diinaktifkan memberikan hasil yang memuaskan. Inkubasi membutuhkan waktu 48 jam. Medium yang mengandung gonococcal medium base, ditambah dengan hemoglobin 1%,dan vankomisin 3 mcg/ml akan mengurangi kontaminasi yang timbul.2,4 3. Teknik PCR Penggunaan PCR telah menunjukkan sensitivitas yang lebih besar untuk diagnosis chancroid daripada kultur bakteri. Tingkat sensitivitas dan spesifik PCR untuk Haemophilus ducreyi yaitu 98% dan 99%.2,4 4. Teknik Imunofluoresens Teknik ini digunakan untuk membantu menemukan antibodi.2 V.DIAGNOSIS BANDING 1. Herpes genitalis

Kebanyakan individu dengan infeksi primer asimptomatis. Pada herpes genitalis kelainan kulitnya ialah vesikel yang berkelompok dan jika memecah menjadi erosi,jadi bukan ulkus seperti pada ulkus mole. Tanda-tanda radang akut lebih mencolok pada ulkus mole. Kecuali itu pada ulkus mole, pada sediaan hapus berupa bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel raksasa berinti banyak. Gejala yang dilaporkan juga berupa demam, gatal, sakit kepala, malaise, mialgia, disuria.4

Gambar 4. Herpes genital: infeksi pada vulva, multiple,nyeri,konfluen. (dikutip dari kepustakaan no.2)

2. Sifilis stadium I Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat indurasi, dan tanda-tanda radang akut tidak terdapat. Jika terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional juga tidak disertai tanda-tanda radang akut kecuali tumor, tanpa disertai periadenitis dan perlunakan.5 Pada ulkus mole, hasil pemeriksaan sediaan hapus dengan mikroskop lapangan gelap sebanyak tiga kali berturut-turut negatif. T.S.S yang diperiksa tiap bulan sampai tiga bulan, tetap negatif.5

Gambar 5.Sifilis stadium I,ulkus. (dikutip dari kepustakaan no.5)

3.

Limfogranuloma venerium (L.G.V) Pada L.G.V afek primer tidak spesifik dan cepat hilang. Terjadi pembesaran

kelenjar getah bening inguinal, perlunakannya tidak serentak, ulkus sangat nyeri.1,2

Gambar 6.Limfogranuloma venerium : ulkus yang sangat nyeri pada (dikutip dari kepustakaan no.5)

preputium.

4.

Granuloma inguinale Yang khas pada penyakit ini ialah ulkus dengan granuloma. Pada sediaan

jaringan tidak tampak badan Donovan. Ulkus biasanya dapat terasa nyeri, tetapi biasanya hanya terdapat gangguan konstitusi ringan. 2

10

Gambar 7.Granuloma inguinal dalam preputium. (dikutip dari kepustakaan no.5)

VI. PENATALAKSANAAN Pada ulkus mole, keberhasilan pengobatan dapat dicapai dengan menggunakan beberapa obat antimikroba, sehingga ulkus dapat membaik dalam 3 hari dan akan sembuh dalam 14 hari, tergantung pada lesi awal. Regimen pengobatan yang berbeda, menyembuhkan sekitar 95% dari orang yang terinfeksi, misalnya dengan pemberian azitromisin dan ceftriaxone, bahkan ketika diberikan sebagai dosis tunggal. Untuk ciprofloxacin di kontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui. Pada pasien dengan infeksi HIV, rekomendasi pengobatan adalah sama, tetapi pemantauan yang ketat mungkin diperlukan karena jika tidak demikian akan menunda penyembuhan mungkin sampai kegagalan pengobatan.5 Berdasarkan kerentanan dari in vitro, obat-obat yang paling aktif melawan Haemophilus ducreyi yaitu azithromycin, ceftriaxone, ciprofloxacin, dan

erythromycin. Secara umum beberapa isolasi dengan resistensi menengah dari ciprofloxacin atau erythromycin telah dilaporkan. Kombinasi antibiotik (misalnya ceftriaxone dan streptomycin) menunjukan sinergi pada hewan dan mungkin menjanjikan untuk meningkatkan pengobatan dosis tunggal, tapi diperlukan evaluasi klinik. Pengobatamn lokal terdiri dari penggunaan antiseptic (misalnya povidoneiodine). Nodul supuratif tidak perlu diinsisi, jika perlu dapat ditusuk untuk mencegah

11

ruptur spontan. Sebuah spoit besar harus digunakan dan fluktuan bubo ditusuk dari arah lateral dari kulit normal. Pada pasien dengan komplikasi fimosis, tindakan sirkumsisi mungkin diperlukan ketika semua lesi aktif telah sembuh. Bahkan setelah borok pengobatan yang benar kambuh pada sekitar 5 persen pasien, dan pengobatan kembali dengan sediaan obat aslinya dianjurkan.2 Terapi antibiotik dapat meningkatkan proteksi dari reinfeksi, karena efek dari dosis tunggal azithromycin sekitar 2 bulan setelah pengobatan.2 Pengobatan Ulkus mole dapat dilakukan secara sistemik dan topikal yaitu : a.Pengobatan sistemik Diberikan Eritromicin : 500 mg/hari selama 7 hari, Azithromicin: 1 gr dosis tunggal diberikan secara oral. Ceftriaxone: 250 mg i.m dosis tunggal dan Ciprofloxacin: 500 mg oral selama 3 hari.2,3 Pengobatan utama untuk ulkus mole adalah satu dosis azitromisin. Alternatif lain meliputi ceftriaxone, ciprofloxacin atau eritromisin. Biasanya ada respon yang cepat terhadap pengobatan. Resistensi terhadap sulfonamid, tetrasiklin dan trimetoprim telah dilaporkan di beberapa negara.1 VII. PROGNOSIS Penyakit ini terbatas dan penyebarannya tidak terjadi secara sistemik. Telah dilaporkan bahwa dengan perawatan ulkus genital dan abses inguinal kadangkadang masih bertahan selama bertahun-tahun. Nyeri lokal merupakan keluhan yang paling sering. Jika tidak ada perbaikan klinis dalam 1 minggu setelah dimulainya terapi itu berarti diagnosis yang salah, bisa saja disebabkan infeksi dengan organisme lain atau infeksi HIV bersamaan, kepatuhan dalam terapi atau strain resisten dari Haemophilus Ducreyi harus dipertimbangkan.2

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Lewis DA. Diagnostic Tests for Chancroid. British Medical Journal. 2010;76:137-141 2. Lautens Chlager S. Chancroid. In: Klauss Wolff, et al, eds. Fitzspatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. USA: McGraw-Hill, 2008, p. 19831986. 3. Wolf K,Johnson A.R.Chancroid.In: Wolf K,Johnson A.R,eds. Fitzspatricks color atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.6th Ed. . USA: McGraw Hill,2009,p.931-933 4. James D. Williams, et al.Chancroid.eds.Andrews Diseases of the skin : Clinical Dermatology. 10th Ed. USA : Elsevier, 2006, p. 274-275 5. Burns T,et all. Chancroid. eds. Rooks Textbook of Dermatology, 8th Ed.UK.2010,p.30.47 6. Ronald A R, Albritton W. Chancroid and haemophilus ducreyi. in: Holmes K.K, Mardh F, Sparling F, Lemon S.M. Stamm W. E, Piot P, et al,. Wasserheit J.N. Sexually transmitted disease. 2thed. New York. McGraw-Hill. 1989. P 263 -269.
7.

http://en.wikipedia.org/wiki/Haemophilus_ducreyi. Sexually Transmited Disease.

13

Anda mungkin juga menyukai