Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Adneksa kulit terdiri dari kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku.


Kelenjar kulit yang terdapat di lapisan dermis terdiri atas kelenjar keringat
(glandula sudorifera) dan kelenjar palit (glandula sebasea). Ada dua macam
kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil terletak dangkal di dermis
dengan sekret yang encer dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih
dalam dan sekretnya lebih kental. Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf
adrenergik, terdapat di aksila, aerola mamae, pubis, labia minora, dan aluran
telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas. Pada waktu lahir, kelenjar
apokrin berukuran kecil tetapi pada saat pubertas, kelenjar bertambah besar dan
mengeluarkan sekret.1
Hidradenitis suppurativa adalah peradangan kulit kronis yang ditandai oleh
adanya komedo atau satu gundukan (lesi) merah. Lesi dapat membesar, membuka
dan mengeluarkan nanah. Jaringan parut dapat terjadi sebagai hasil setelah
beberapa kali kambuh.2
Hidradenitis Suppurativa juga dikenal sebagai jerawat inversa, hal ini
pertama kali dijelaskan oleh Velpeau, seorang ilmuan dari Prancis pada tahun
1839 bahwa terdapat suatu peradangan kulit dengan pembentukan abses dangkal
di ketiak, payudara dan daerah perianal. Pada tahun 1854, kondisi ini disebut
hidrosade nite phlegmoneuse oleh Verneuil, seorang ahli bedah Prancis. Yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan antara Hidradenitis Suppurativa dan

kelenjar keringat. Hidradenitis Supurativa dapat mempengaruhi setiap area


permukaan tubuh yang memiliki kelenjar apokrin, tetapi lebih sering terjadi pada
kilit aksila dan inguinoperineal.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hidradenitis suppurativa adalah penyakit infeksi kelenjar apokrin dan
bersifat kronik yang biasanya disertai infeksi sekunder yang disebabkan
oleh bakteri Staphylococcus aureus. Keadaan ini paling sering terjadi pada
daerah aksila, khususnya pada wanita usia muda dan pada daerah anogenital
terutama pada pria. Penyakit ini ditandai dengan pembentukan satu atau
lebih abses merah nyeri yang membesar dan akhirnya pecah mengeluarkan
cairan purulen, atau seropurulen.1,3
Keadaan ini sering didahului oleh trauma atau mikrotrauma, misalnya
banyak keringat, pemakaian deodoran, atau menggunting rambut ketiak.
Terdapat ruam berupa nodus yang kemudian dapat melunak menjadi abses
dan memecah membentuk fistel yang disebut hidradenitis supurativa. Pada
yang menahun dapat terbentuk abses fistel, dan sinus yang multipel.1
B. Etiologi
Hidradenitis suppurativa telah dianggap sebagai gangguan pada
kelenjar apokrin, yang dihubungkan dengan struktur adneksa, riwayat
genetik obesitas, diabetes, merokok dan hormonal.4

a. Struktur Adneksa
Hidradenitis supurativa diduga merupakan gangguan pada folikel
epitelium yang mengakibatkan oklusi folikular yang menyebabkan

adanya gejala klinis. Hiperkeratosis folikuler merupakan gejala awal


yang menyebabkan oklusi kemudian melibatkan kelenjar apokrin yang
menyebabkan rupturnya folikel. Hal ini mengakibatkan terjadinya
inflamasi, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi.5
b. Faktor Genetik
Hidradenitis suppurativa juga diwariskan secara genetik. Riwayat
keluarga didapatkan pada sekitar 26% pasien hidradenitis suppurativa.5
c. Hormon Androgen
Faktor endrogenus adalah hal yang esensial. Dari patogenesis
penyakit hidradenitis supurativa.kecenrungan terjadinya penyakit ini
adalah pada masa pubertas atau dewasa muda. Hal ini memungkinkan
keterlibatan hormon androgen. Kelenjar keringan apokrin dirangsang
oleh androgen dan ditekan oleh estrogen.5
d. Obesitas
Obesitas mungkin tidak secara langsung terkait dengan penyakit
hidradenitis supurativa. Hidradenitis di duga menjadi hal yang memicu
eksaserbasi dengan meningkatkan oklusi, hidrasi keratinosit, dan
maserasi. 5
e. Infeksi bakteri
Pada faktor mikrobiologis, peranan koloni bakteri dan /atau infeksi
dalam patoginesis dari hidradenitis supuratifa

didiskusikan secara

kontrofersial. Staphylococcus aureus adalah bakteri yang paling sering


ditemukan.5
C. Epidemiologi
Hidradenitis supurativa umumnya terjadi pada masa pubertas sampai
dewasa muda. Penyakit ini dilaporkan lebih sering pada perempuan. Pada

laki-laki, lokasi tersering diarea anogenital, sedangkan pada wanita area


tersering adalah pada aksila.4
D. Patogenesis
Penyebab pasti dari hidradenitis supurativa masih belum jelas yang
telah dipahami adalah adanya kondisi dengan gangguan oklusi folikular. Hal
ini dimulai dengan penyumbatan folikular yang menghambat saluran
kelenjar apokrin dan peradangan folikular disekitar saluran. Bakteri
mencapai kelenjar apokrin melalui folikel rambut dan berkembang biak
dengan cepat di lingkungan yang memiliki kelenjar keringat. Akhirnya
kelenjar akan pecah, menyebabkan peradangan meluas kejaringan
sekitarnya dan kelenjar yang berdekatan.4,6

E. Gejala Klinis
Keadaan ini seringkali didahului oleh trauma atau mikrotrauma,
misalnya banyak keringat, pemakaian deodoran, atau pencabutan rambut
ketiak. Gejala juga di sertai dengan gejala konstitusi berupa demam dan
malaise. Ruam berupa nodus (0,5-2cm) dengan kelima tanda radang akut
(rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Seringkali dapat teraba indurasi.
Kemudian dapat melunak menjadi abses, yang dapat memecah dengan
cairan yang purulen dan membentuk fistel yang disebut hidradenitis
supurativa. Pada peradangan yang menahun dapat terdapat abses, fistel, dan
sinus yang multipel.6

Gambar 1 : Bilateral axilari hidradenitis6

Gambar 2 : Extensive anogenital hidradenitis6

Terdapat tiga stadium dalam perkembangan penyakit ini. Stadium


primer berupa abses yang berbatas tegas, tanpa bekas luka dan tanpa adanya
saluran sinus. Stadium sekunder berupa terbentuknya saluran sinus dengan
bekas luka akibat bekas garukan serta abses yang berulang. Stadium tersier
menunjukan lesi yang menyatu, terbentuknya skar, serta adanya inflamasi
dan discharge saluran sinus.7

Stadium 17

F.

Stadium 27

Stadium 37

Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium
Pada pasien dengan lesi yang akut pemeriksaan laboratorium
dapat ditemukan leukosotosis, peningkatan sedimentasi eritrosit dan
peningkatan C-reaktif protein (CRP). Jika tanda infeksi cukup jelas,
dapat dilakukan kultur bakteri dengan sampel yang diambil pada lesi.5
b. Radiologi
Ultrasonography dapat dilakukan pada dermis dan folikel
untuk melihat formasi abses dan kelainan bagian profunda dari folikel.
Namun tidak terlalu dianjurkan. Telah berkembang pula pemeriksaan
dengan menggunakan magneting resonance imaging (MRI) untuk
menilai jaringan kulit dan subkutaneus.5
c. Histopatologi
Lesi awal ditandai dengan sumbatan keratinosa dalam duktus
apokrin atau orivisium folikel rambut dan distensi kistik fsolikel.
Proses ini umumnya meluas ke kelenjar apokrin. Dapat pula ditemukan
hiperkeratosis, folikulitis aktif atau abses, pembentukan traktus sinus
fibrosis dan granuloma. Pemeriksaan histologis struktur adneksa
dengan tanda-tanda peradangan kelenjar apokrin hanya ditemukan
pada 1/3 kasus.pada lapisan sub kutis dapat ditemukan fibrosis,
nekrosis lemak dan inflamasi.5

G.

Diagnosis Banding
a. Skrofuloderma

Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang


timbul akibat penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ
dibawah

kulit

yang

telah

terserang

penyakit

tuberculosis.

Persamaannya denga hidradenitis supurativa adalah terdapatnya nodul,


abses, dan fistel. Sedangkan perbedaannya adalah pada hidradenitis
supurativa pada permulaan disertai dengan tanda-tanda radang akut
dan terdapat gejala konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak
terdapat tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis.1,4

Gambar 6 : Skrofuloderma

b. Furunkel dan Karbunkel


Nodul dan abses yang nyeri pada hidradenitis supurativa sering
membuat salah diagnosis dengan furunkel atau karbunkel. Hidradenitis
supurativa ditandai dengan abses steril dan sering berulang. Selain itu
daerah predileksinya berbeda dengan furunkel atau karbunkel yaitu
pada aksila, lipat paha, pantat, atau dibawah payudara walaupun
karbunkel juga terdapat pada area yang banyak friksi seperti aksila dan
bokong. Adanya jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta

kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis penyakit hidradenitis


supurativa dan juga membedakannya denga furunkel atau karbunkel.4

Gambar 7 : Furunkel

c. Limfogranuloma Venereum
Hidradenitis supurativa yang terdapat di lipatan paha kadangkadang mirip dengan limfadenitis pada limfagranuloma venereum.
Perbedaan yang penting adalah pada limfagranuloma venereum
terdapat riwayat kontak seksual. Pada stadium lanjut limfogranuloma
venereum terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran
kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaca.4

H.

Gambar 8 Limfogranuloma Venereum


Penatalaksanaan
10

Hidradenitis supurativa bukanlah penyakit infeksi yang biasa dan


antibiotik sistemik merupakan bagian dari program penatalaksanaa
pertama. Kombinasi dari pengobatan glukokortikoid intralesi, pembedahan
perlu digunakan.4
Tujuan penatalaksanaan

pasien

adalah

untuk

mencegah

perkembangan lesi atau regresi penyakit sekunder. Seperti sikatriks atau


pembentukan sinus, lesi yang timbul paling awal seringkali sembuh
dengan cepat dengan pemberian terapi steroid intra lesi, dan sebaiknya
dicoba untuk pemberian kombinasi dengan tetraksiklin atau minosiklin
oral.4
Pengobatan pada lesi yang nyeri seperti nodul dapat digunakan
triasimnolon (3-5 mg/mL). Pada abses digunakan triamsinolon (3-5
mg/mL) yang diikuti insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik oral yang
dapat digunakan ialah eritromisin (250-500mg 4 kali sehari).4
Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat
adalah modalitas pengobatan. Rekurensi pasca operatif dapat terjadi.
Pembedahan yang dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut,
eksisi nodul fibrotik atau sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis,
dibutuhkan eksisi komplit pada aksila atau pada area yang terlibat. Eksisi
mungkin lebih dalam hingga lapisan fascia sehingga dibutuhkan skin
grafting untuk penutupannya.4
I.

Komplikasi
Daerah penyembuhan yang telah disebabkan oleh hidradenitis
suppurativa dengan luka yang berbekas dapat menyebabkan suatu kondisi
pemendekan dan pengerasan sebuah otot, tendon, atau jaringan lainnya,

11

selalu menyebabkan perubahan bentuk tubuh sebagian, dan selalu terasa


kaku pada sendi, dan sangat membatasi morbilitas anggota tubuh.5

J.

Prognosis
Tingkat keparahan penyakit sangat bervariasi. Banyak pasien
hanya memiliki gejala ringan dan berulang, sembuh sendiri, nodul merah
dan lunak tidak memerlukan terapi. Pada beberapa individu tentu saja bisa
berkembang terus menerus, dengan ditandai morbiditas terkait dengan
nyeri kronik, kerusakan sinus, dan terbentuknya jaringan parut, dengan
mobilitas terbatas. Beberapa pasien menunjukan adanya perbaikan kondisi
dengan pemberian antibiotik jangka panjang, tetapi banyak juga yang
membutuhkan tindakan bedah plastik. Diperlukan peningkatan hygiene
untuk mencegah kekambuhan.4

BAB III
KESIMPULAN

12

Hidradenitis suppurativa adalah penyakit infeksi kelenjar apokrin dan


bersifat kronik yang biasanya disertai infeksi sekunder yang disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus. Hidradenitis suppurativa telah dianggap sebagai
gangguan pada kelenjar apokrin, yang dihubungkan dengan struktur adnexal,
riwayat genetik obesitas, diabetes, merokok dan hormonal.
Hidradenitis supurativa umumnya terjadi pada masa pubertas sampai
dewasa muda. Penyakit ini dilaporkan lebih sering pada perempuan, dengan
perbandingan antara 2:1 hingga 5:1. Pada laki-laki, lokasi tersering diarea
anogenital, sedangkan pada wanita area tersering adalah pada aksila.
Penyebab pasti dari hidradenitis supurativa masih belum jelas yang telah
dipahami adalah adanya kondisi dengan gangguan oklusi folikular. Hal ini dimulai
dengan penyumbatan folikular yang menghambat saluran kelenjar apokrin dan
peradangan folikular disekitar saluran. Bakteri mencapai kelenjar apokrin melalui
folikel rambut dan berkembang biak dengan cepat di lingkungan nutrisi kelenjar.
Akhirnya kelenjar akan pecah, menyebabkan peradangan meluas kejaringan
sekitarnya dan kelenjar yang berdekatan. Terdapat tiga stadium dalam
perkembangan penyakit ini. Stadium primer berupa abses yang berbatas tegas,
tanpa bekas luka dan tanpa adanya saluran sinus. Stadium sekunder berupa
terbentuknya saluran sinus dengan bekas luka akibat bekas garukan serta abses
yang berulang. Stadium tersier menunjukan lesi yang menyatu, terbentuknya skar,
serta adanya inflamasi dan discharge saluran sinus.
Hidradenitis supurativa bukanlah penyakit infeksi yang simple dan
antibiotik sistemik hanyalah merupakan bagian dari program penatalaksanaannya.
Kombinasi dari pengobatan glukokortikoid intralesi, pembedahan, antibiotik oral,
dan isotretinoi perlu digunakan.

13

Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah


modalitas pengobatan. Rekurensi pasca operatif dapat terjadi. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik atau
sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit pada aksila
atau pada area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan fascia
sehingga dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya.
Daerah penyembuhan yang telah disebabkan oleh hidradenitis suppurativa
dengan luka yang berbekas dapat menyebabkan kontraktur atau suatu kondisi
pemendekan dan pengerasan sebuah otot, tendon, atau jaringan lainnya, selalu
menyebabkan perubahan bentuk tubuh sebagian, dan selalu terasa kaku pada
sendi, dan sangan membatasi morbilitas anggota tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, 2011, Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin, Edisi Kedua, FKUI,
Jakarta
2. Menderes A, Sunay O, Vayvada H, Yilmas M, 2010, Surgical Management
of Hidradenitis Suppurativa, Internasional Journal o Medical Sciences.
[Diakses pada 22 Desember 2013 from
http://www.medsci.org/v07p0240.htm]

14

3.

Wolff K,. Goldsmith, L.A., Katz,.I., Gilcherts, B.A., Paller, A.S., Leffell,
D.J, Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Ed 7. USA,
McGraw-Hill, 2008

4. Wolf K Jhonson RA, Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical


Dermatology, 6th Ed, McGrawHill, USA, 2009
5.

Dorland, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC, Jakarta, 2000

6. Buimer MG, Wobbes T, Klinkenbiojl HG, 2009, Hidradenitis Supurativa,

Departemen of Surgery, Academic Medical Center, Amsterdam


Nederlands. [Diakses pada tanggal 15 Desember 2013 From
http://www.afrh.fr/webcontent/documents/Basedocumentairemedicale/2009/2009%20H
idradenitis%20suppurativa%20Buimer.pdf]

7. Gregor BE, 2012, Hidradenitis Suppurativa, The New England Journal of


Medicine, [Diakses pada tanggal 19 Desember 2013 from
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1014163]

15

Anda mungkin juga menyukai