PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hidradenitis suppurativa adalah penyakit infeksi kelenjar apokrin dan
bersifat kronik yang biasanya disertai infeksi sekunder yang disebabkan
oleh bakteri Staphylococcus aureus. Keadaan ini paling sering terjadi pada
daerah aksila, khususnya pada wanita usia muda dan pada daerah anogenital
terutama pada pria. Penyakit ini ditandai dengan pembentukan satu atau
lebih abses merah nyeri yang membesar dan akhirnya pecah mengeluarkan
cairan purulen, atau seropurulen.1,3
Keadaan ini sering didahului oleh trauma atau mikrotrauma, misalnya
banyak keringat, pemakaian deodoran, atau menggunting rambut ketiak.
Terdapat ruam berupa nodus yang kemudian dapat melunak menjadi abses
dan memecah membentuk fistel yang disebut hidradenitis supurativa. Pada
yang menahun dapat terbentuk abses fistel, dan sinus yang multipel.1
B. Etiologi
Hidradenitis suppurativa telah dianggap sebagai gangguan pada
kelenjar apokrin, yang dihubungkan dengan struktur adneksa, riwayat
genetik obesitas, diabetes, merokok dan hormonal.4
a. Struktur Adneksa
Hidradenitis supurativa diduga merupakan gangguan pada folikel
epitelium yang mengakibatkan oklusi folikular yang menyebabkan
didiskusikan secara
E. Gejala Klinis
Keadaan ini seringkali didahului oleh trauma atau mikrotrauma,
misalnya banyak keringat, pemakaian deodoran, atau pencabutan rambut
ketiak. Gejala juga di sertai dengan gejala konstitusi berupa demam dan
malaise. Ruam berupa nodus (0,5-2cm) dengan kelima tanda radang akut
(rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Seringkali dapat teraba indurasi.
Kemudian dapat melunak menjadi abses, yang dapat memecah dengan
cairan yang purulen dan membentuk fistel yang disebut hidradenitis
supurativa. Pada peradangan yang menahun dapat terdapat abses, fistel, dan
sinus yang multipel.6
Stadium 17
F.
Stadium 27
Stadium 37
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium
Pada pasien dengan lesi yang akut pemeriksaan laboratorium
dapat ditemukan leukosotosis, peningkatan sedimentasi eritrosit dan
peningkatan C-reaktif protein (CRP). Jika tanda infeksi cukup jelas,
dapat dilakukan kultur bakteri dengan sampel yang diambil pada lesi.5
b. Radiologi
Ultrasonography dapat dilakukan pada dermis dan folikel
untuk melihat formasi abses dan kelainan bagian profunda dari folikel.
Namun tidak terlalu dianjurkan. Telah berkembang pula pemeriksaan
dengan menggunakan magneting resonance imaging (MRI) untuk
menilai jaringan kulit dan subkutaneus.5
c. Histopatologi
Lesi awal ditandai dengan sumbatan keratinosa dalam duktus
apokrin atau orivisium folikel rambut dan distensi kistik fsolikel.
Proses ini umumnya meluas ke kelenjar apokrin. Dapat pula ditemukan
hiperkeratosis, folikulitis aktif atau abses, pembentukan traktus sinus
fibrosis dan granuloma. Pemeriksaan histologis struktur adneksa
dengan tanda-tanda peradangan kelenjar apokrin hanya ditemukan
pada 1/3 kasus.pada lapisan sub kutis dapat ditemukan fibrosis,
nekrosis lemak dan inflamasi.5
G.
Diagnosis Banding
a. Skrofuloderma
kulit
yang
telah
terserang
penyakit
tuberculosis.
Gambar 6 : Skrofuloderma
Gambar 7 : Furunkel
c. Limfogranuloma Venereum
Hidradenitis supurativa yang terdapat di lipatan paha kadangkadang mirip dengan limfadenitis pada limfagranuloma venereum.
Perbedaan yang penting adalah pada limfagranuloma venereum
terdapat riwayat kontak seksual. Pada stadium lanjut limfogranuloma
venereum terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran
kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaca.4
H.
pasien
adalah
untuk
mencegah
Komplikasi
Daerah penyembuhan yang telah disebabkan oleh hidradenitis
suppurativa dengan luka yang berbekas dapat menyebabkan suatu kondisi
pemendekan dan pengerasan sebuah otot, tendon, atau jaringan lainnya,
11
J.
Prognosis
Tingkat keparahan penyakit sangat bervariasi. Banyak pasien
hanya memiliki gejala ringan dan berulang, sembuh sendiri, nodul merah
dan lunak tidak memerlukan terapi. Pada beberapa individu tentu saja bisa
berkembang terus menerus, dengan ditandai morbiditas terkait dengan
nyeri kronik, kerusakan sinus, dan terbentuknya jaringan parut, dengan
mobilitas terbatas. Beberapa pasien menunjukan adanya perbaikan kondisi
dengan pemberian antibiotik jangka panjang, tetapi banyak juga yang
membutuhkan tindakan bedah plastik. Diperlukan peningkatan hygiene
untuk mencegah kekambuhan.4
BAB III
KESIMPULAN
12
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, 2011, Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin, Edisi Kedua, FKUI,
Jakarta
2. Menderes A, Sunay O, Vayvada H, Yilmas M, 2010, Surgical Management
of Hidradenitis Suppurativa, Internasional Journal o Medical Sciences.
[Diakses pada 22 Desember 2013 from
http://www.medsci.org/v07p0240.htm]
14
3.
Wolff K,. Goldsmith, L.A., Katz,.I., Gilcherts, B.A., Paller, A.S., Leffell,
D.J, Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Ed 7. USA,
McGraw-Hill, 2008
15