Anda di halaman 1dari 4

SINDROM DISCAR GENITAL (GONORRHAE)

I. DEFINISI

Gonorrhae merupakan penyakit yag berasal dari bakteri gram negatif


diplokokkus yaitu N.Gonorrhae yang berbentuk seperti biji kopi dengan pewarnaan
metilen biru alkalis Loeffler ditambah dengan carbol fuchsin dan pironin. Pada
manusia bakteri ini akan menimbulkan benda penangkis yang dapat
didemonstrasikan dan ia juga dapat menyerang selaput mukosa yang mempunyai
epitel torak, sendi, endokardium, konjungtiva, dan epitel vagina pada wanita yang
belum menginjak usia dewasa dan pada wanita usia lanjut cukup rentan terkena
infeksi Gonorrhae ini.

II. PATOSFISIOLOGI

Infeksi penyakit menular seksual pada perempuan biasanya terjadi karena


jalan berhubungan intim, pada vulvovaginitis gonoroika di anak perempuan terjadi
lewat tangan, handuk dan sebagainya dari penderita Gonorrhae dengan masa
inkubasi dalam hitungan jam bahkan sampai 2 atau 3 hari lamanya. Uretra, kelenjar
skene, kelenjar bartholini dan serviks menjadi bagian genitalia pertama yang terkena
infeksi, yang mana jaringan endometrium sebagian nekrotik bercampur dengan
darah menjadi tempat pertumbuhan kuman yang sangat baik dan akhirnya akan ada
peradangan akut (endometritis acuta) dapat sembuh dari gonorrhae, akan tetapi ia
dapat menyebar ke bagian tuba fallopi, ovarium, dan peritoneum

Pada infeksi orifisium uretra eksterna, ia akan menjadi memerah disertai


pembengkakan dan adanya eksudat atau nanah di dalamnya. Kelenjar skene juga
dapat terlibat pada bagian salurannya yang menyebabkan timbulnya nanah dan
terkadang ada pembentukan abses. Pada muara salurannya akan dikelilingi areola
yang memerah (macula gonorrhae sangar.

Saluran kelenjar bartholini dapat juga meradang dan ia dapat selalu terbuka
atau tersumbat karena adanya pembengkakan dan perlekatan juga berubah menjadi
abses dapat pecah spontan atau menjadi kista. Vagina hanya mudah terinfeksi
gonorrhae pada anak-anak, ibu hamil dan monopause, sedangkan pada masa
reproduksi yang tidak hamil ia akan kebal terhadap gonorrhae, karena epitel uterus
akan menebal dan kuat pertahanan tubuhnya. Pada bagian serviks menjadi tempat
yang paling sering terinfeksi gonorrhae dan menjadi meradang (servisitis acuta)
dengan adanya pengeluaran cairan mukopurulen dan serviks dapat menyimpan

3
patogen tersebut dalam waktu yang lama dan menjadi sebab adanya kekambuhan
yang tak terlihat gejala-gejalanya.

Schroeder menyatakan dalam penelitiannya bahwa gonorrhae pada korpus


uterus dapat sembuh dalam beberapa minggu setelah adanya perubahan siklus di
lapisan fungsional endometrium, tetapi infiltrat radang yang kecil-kecil dapat
bertahan pada waktu yang lama di lapisan basal uterus. Sedangkan kelainan yang
paling terlihat ialah pada mukosa tuba fallopi yang pada stadium akutnya dijumpai
pembengkakan dari dindingnya hingga membentuk benjolan di lipatan tuba fallopi,
hilangnya silia, epitel dan ada eksudat purulen.

Ostium tuba abdominalis tertutup oleh eksudat peritoneum bersifat


fibrinopurulen, akan tetapi paling sering oleh fimbria tuba yang membelok ke dalam
atau yang melekat. Pada perkembangannya ia akan aglutinasi membentuk ruang
kosong (pseudofollicular salphingitis) dan dapat obliterasi di isthmus, proliferasi
mukosa di interstisial dan menebal menjadi noduler dapat kembali bila ada resorbsi
eksudat atau berubah menjadi pyosalphing / hydrosalphing dan serosa tuba melekat
ke bagian belakang ligamentum latum, peritoneum cavum douglas dan ovarium /
usus-usus di dekatnya.

Ovarium biasanya menunjukan kelainan radang hanya pada permukaannya,


kelainan tersebut menyebabkan kecenderungan melekat pada daerah sekitarnya.
Kadanga dijumpai abses dan apabila bersatu dengan piosalphing terjadilah abses
tubo ovarial dan begitu pula dengan hidrosalphing bila bersatu menjadi kista tubo
ovarial. Radang peritoneum pelvis biasanya dijumpai bersamaan dengan salphingo
ooforitis dan peritonitis jarang terjadi karena gonorrhae cenderung di bagian pelvis
dan membuat adhesi multipel, kadang-kadang terjadi akumulasi abses di cavum
douglas. Infeksi rektum oleh gonococcus terjadi pada 10 % dari kasus kejadian dan
terbatas hanya pada bagian bawah rektum dan menunjukan gejala proktitis.

III. GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis dari infeksi gonorrhae ialah rasa nyeri sewaktu berkemih disertai
sekret yang purulen dari uretra, kelenjar para uretralis dan bartholini dan sekresi
mukopurulen dari serviks juga dijumoai pada kasus-kasus yang tidak ada gejala sama
sekali atau tanda radang tidak terlalu menonjol. Adanya rasa nyeri di bagian perut
bawah, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tekan pada uterus menunjukan
keterlibatan bagian korpus uterus. Penyebaran infeksi ke tuba diikuti gejala-gejala
seperti nyeri yang lebih hebat di kedua lapang perut bagian bawah, hipogastrium
yang tegang, dan nyeri tekan pada cavum douglas juga demam yang tidak teratur.

IV. DIAGNOSIS

4
Pada penegakan diagnosis gonorrhae ialah dengan cara membiakan patogen pada
medium selektif, yang mana lidi kapas steril dimasukan ke dalam kanal endoserviks
selama 15-30 detik, kemudian spesimen diusap ke medium selektif dan dapat juga
digunakan kulturet tapi mjngkin sensitivitasnya lebuh rendah. Diagnosis ditegakkan
pada pengecatan gram terlihat diplococci intraseluler tetapi sensitivitasnya hanya
60%.

V. TINDAKAN PREVENTIF

Cara profilaksis terbaik menghindari infeksi gonorrhae ialah menghindari hubungan


seksual diluar nikah. Tetapi, pencegahan gonorrhae tersebut tidak selalu dapat
dilaksanakan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan :
• Anak muda harus diberi edukasi mengenai penyakit menular seksual dan cara
pencegahannya
• Koitus tanpa kondom diluar perkawinan harus segera diikuti pemberian obat-
obatan efektif dalam dosis terapeutik dalam jangka 24 jam
• Asrama-asrama militer kondom-kondom dan cara profilaktik lain harus
disediakan dengan Cuma-Cuma
• Pessarium oklusivum tidak dapat melindungi uretra dan vulva dari infeksi,
tapi dapat mencegah infeksi pada serviks
• Mengadakan pengobatan gratis pada orang-orang dengan oenyakit menular
seksual dan meminta pertolongan

VI. TERAPI

Ada beberapa terapi yang di rekomendasikan menurut CDC :

• Seftriakson 125 mg i.m (dosis tunggal)


• Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal)
• Ciprofloxacin 500 mg per oral (dosis tunggal)
• Ofloxacin 400 mg per oral (dosis tunggal)
• Levofloxacin 250 mg per oral (dosis tunggal)

Terapi untuk klamidia jika infeksi klamidia jika tidak dapat dikesampingkan,
penelitian untuk menguji kerentanan antibiotik dilakukan pada 122 isolat
N.Gonorrhae yang diperoleh dari 400 PSK di jakarta di dapatkan kerentanan
terhadap ciprofloxacin, cefuroxim, cefotaxim, ceftriakson, cloramfenicol dan
spektinomisin tapi semua isolat resisten terhadap tetrasiklin. Penurunan kerentanan
menurun pada erytromycin, tiamfenicol, canamicyn, penisilin, gentamisin, dan
norfloxacin.

5
Pada gonorrhae akut dapat juga diberikan :

• Penisilin G-Prokain 4,8 jt IU I.M pada gluteus kanan dan kiri didahului dengan
1 gr probenesid per oral.
• Ampisilin 3,5 gr per oral ditambah probenesid 1 gr per oral.
• Tetrasiklin 1,5 gr per oral diikuti dengan pemberian 500mg 4x1, namun
beberapa kasus bisa menjadi resisten.
• Spektinomisin 2 gr I.M dianjurkan bila terapi tetrasiklin dan ampisilin gagal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Grant N, Leveno K. William’s Obstetrics USA: The Mc Graw – Hill


Company; 2005.
2. Wiknjosastro, H., 2006. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga, Cetakan kedelapan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta: 323–338.

Anda mungkin juga menyukai