Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN SALPINGITIS

STASE MATERNITAS
RUANG GINEK

AGUNG SETIADI
I4051181029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018
1. KONSEP DASAR
a. Pengertian
Salpingitis merupakan peradangan pada tuba falopi yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Salpingitis adalah salah satu penyebab
paling umum dari ketidaksuburan wanita. Tanpa perawatan yang segera,
infeksi secara permanen dapat merusak tuba falopi menyebabkan sel telur
yang dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan sperma
sehingga dapat menyebabkan infertilitas (Prawirohardjo, 2007).
Salpingitis merupakan penyebab dari infertilitas dari faktor tuba dan
dapat menjadi faktor resiko kehamilan ektopik (Price, 2017).
Ada dua jenis dari salpingitis :
 Salpingitis akut
Pada salpingitis akut, tuba falopi menjadi merah dan bengkak, dan
keluar cairan berlebih sehingga bagian dalam dinding tuba sering
menempel secara menyeluruh. Kadang-kadang tuba falopi penuh
dengan pus. Hal yang jarang terjadi, yaitu tuba ruptur dan
menebabkan infeksi yang sangat berbahaya pada kavum abdominal
(peritonitis).
 Salpingitis kronis
Pada salpingitis kronis biasanya mengikuti gejala akut. Infeksi
terjadi ringan, dalam waktu yang panjang dan tidak menunjukan
banyak tanda dan gejala (Prawirohardjo, 2007).
b. Etiologi
Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri
yang biasaya menyebabkan salpingitis, seperti : Mycoplasma,
Staphylococcus, dan Streptococus. Selain itu salpingitis bisa juga
disebabkan penyakit menular seksual seperti Gonorrhea, Chlamydia,
infeksi puerperal dan post abortus. Dalam sembilan dari 10 kasus
salpingitis, bakteri penyebabnya. Beberapa bakteri yang paling umum
bertanggung jawab untuk salpingitis meliputi:
 Chlamydia
 Gonococcus (yang menyebabkan gonore)
 Mycoplasma
 Staphylococcus
 Streptococcus
Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh Tuberculosis. Selanjutnya
bisa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang
letaknya tidak jauh seperti appendiks. Salpingitis adalah salah satu
penyebab terjadinya infertilitas pada wanita. Apabila salpingitis tidak
ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan kerusakan
pada tuba fallopi sehingga sel telur rusak dan sperma tidak bisa
membuahi sel telur. Radang tuba falopi dan radang ovarium biasanya
terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama Salpingo-ooforitis atau
Adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu kebanyakan akibat infeksi
yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang
dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah dari jaringan-jaringan di
sekitarnya.
c. Manifestasi klinis
Gejala Salpingitis Dalam kasus lebih ringan, salpingitis mungkin
tidak memiliki gejala. Ini berarti saluran tuba dapat menjadi rusak tanpa
perempuan menyadarinya ia terinfeksi.
Gejala-gejala salpingitis meliputi:
 Nyeri abdomen di kedua sisi
 Sakit punggung
 Sering buang air kecil
 Gejala-gejala biasanya muncul setelah periode menstruasi
 Demam tinggi dengan menggigil
 Nyeri perut Abnormal discharge vagina, seperti warna yang tidak
biasa atau bau
 Dismenorea
 Ketidaknyamanan saat berhubungan seksual.
d. Patofisiologi
Infeksi biasanya berasal di vagina, dan naik ke tabung falopi dari
sana. Karena infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening,
infeksi pada satu tabung fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain.
Paling sering disebabkan oleh gonococcus, di samping itu oleh
staphilokokus, streptokokus dan bacteri tbc.
Infeksi ini dapat terjadi sebagai berikut :
 Pathogenic & cervical organisms dari cervical canal akan memasuki
uterus lalu tinggal didalam fallopian tube.
 Mucosal layers of fallopian tube akan menjadi edematous.
 Ciliated epithelium cells akan terkikis menyebabkan fallopian tube
dipenuhi pus lalu bengkak disebut pyosalpinx.
 Setelah sembuh, fallopian tube menjadi adhesion / stricture (sempit)
dan bisa menyebabkan Infertility.

Hematogen terutama salpingitis tuberculosa. Bakteri dapat masuk


dengan berbagai cara, diantaranya :
 Hubungan seksual
 Penyisipan sebuah IUD (perangkat intra-uterus)
 Keguguran
 Aborsi
 Melahirkan
 Apendisitis
e. Pathway

Bakteri penginfeksi. Penyakit menular seksual (Gonorrhea,


 Mycoplasma, Chlamydia).
 Staphylococcus, infeksi puerperal
 Streptococus. post abortus.
 Bakteri tbc

uterus cervical canal Manifestasi klinis

Demam tinggi
dengan menggigil
Tinggal di tuba fallopi Salpingitis

Hipertermi Nyeri abdomen


Sakit pinggang
Perubahan status Dismenorea
mukosa tuba fallopi
kesehatan
menjadi udem

Ketidaknyamanan
Nyeri saat berhubungan
Kurang seksual
pengetahuan
Sel epitel terkikis 
pyosalpinx Sering BAK

Cemas Tuba fallopi menjadi adhesion


/ stricture (sempit)
Gangguan Rasa Nyaman

Infertility.

Koping individu tidak efektif


f. Pemeriksaan penunjang
 Tes Laboratorium
1. Hitung darah lengkap dan Apusan darah: hitung leukosit cenderung
meningkat dan dapat sampai 20.000 dengan peningkatan leukosit
polimorfonuklear dan peningkatan rasio bentuk batang dengan
segmen. Kadar hemoglobin dan hemokrit biasanya dalam batas-batas
normal. Peningkatan kadarnya berkaitan dengan dehidrasis.
2. Urinalisis: biasanya normal.
 Data diagnostic tambahan yang dapat dilakukan
Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-
negatif intraseluler pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan
serviks ataupun suatu AKDR dengan pasien dengan salphingitis
simptomatik merupakan penyokong adanya infeksi neisseria yang
memerlukan pengobatan. Biakan bakteriologi diperlukan untuk
identifikasi positif neisseria gonorrhoeae. Laparoskopi untuk melihat
langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini invasive sehingga
bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis penyakit
infeksi pelvis, bila antibiotik yang diberikan selama 48 jam tak
memberi respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif.
g. Penatalaksanaan
Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian
antibiotic (sesering mungkin sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih
sesuai dengan mikroorganisnya yang menginfeksi. Pasangan yang diajak
hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining dan bila perlu dirawat,
untuk mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan
seksual selama masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya
infeksi kembali. Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk menghilangkan infeksi, dengan
tingkat keberhasilan 85% dari kasus. Perawatan dini dengan
antibiotik yang tepat efektif terhadap N gonorrhoeae, trachomatis C,
dan organisme endogen yang tercantum di atas sangat penting untuk
mencegah gejala sisa jangka panjang. Mitra seksual harus diperiksa
dan diobati dengan tepat. Dua rejimen rawat inap telah terbukti
efektif dalam pengobatan penyakit radang panggul akut:
a. Cefoxitin, 2 g intravena setiap 6 jam, atau cefotetan, 2 g setiap
12 jam, ditambah doksisiklin, 100 mg intravena atau oral setiap
12 jam . Rejimen ini dilanjutkan setidaknya selama 24 jam
setelah pasien menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan.
Doxycycline, 100 mg dua kali sehari, harus dilanjutkan untuk
menyelesaikan total 14 hari terapi. Jika abses tubo-ovarium
hadir, disarankan untuk menambahkan klindamisin oral atau
metronidazole untuk doksisiklin untuk menyediakan lebih
cakupan anaerobik efektif.
b. Klindamisin, 900 mg intravena setiap 8 jam, ditambah
gentamisin intravena dalam dosis pemuatan 2 mg / kg diikuti
dengan 1,5 mg / kg setiap 8 jam. Rejimen ini dilanjutkan
setidaknya selama 24 jam setelah pasien menunjukkan
perbaikan klinis yang signifikan dan diikuti oleh clindamycin
baik, 450 mg empat kali sehari, atau doksisiklin, 100 mg dua
kali sehari, untuk menyelesaikan total 14 hari terapi.
2. Tindakan Bedah
Pembedahan pada penderita salpingitis dilakukan jika pengobatan
dengan antibiotic menyebabkan terjadinya resistan pada
bakteri.Tubo-ovarium abses mungkin memerlukan eksisi bedah atau
aspirasi transkutan atau transvaginal. Kecuali pecah diduga, lembaga
terapi antibiotik dosis tinggi di rumah sakit, dan terapi monitor
dengan USG. Pada 70% kasus, antibiotik yang efektif, dalam 30%,
ada respon yang tidak memadai dalam 48-72 jam, dan intervensi
yang diperlukan. Adnexectomy Unilateral diterima untuk abses
sepihak. Histerektomi dan bilateral salpingo-ooforektomi mungkin
diperlukan untuk infeksi berat atau dalam kasus penyakit kronis
dengan nyeri panggul keras.

2. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
a)   Pemeriksaan Fisik
1)   Pemeriksaan Umum : suhu biasanya meningkat, sering sampai 120 0 F
atau 1030 F. tekanan darah biasanya normal. Walaupun denyut nadi
seringkali cepat. Pada saat itu, pasien berjalan kedalam ruang gawat
darurat dengan postur tubuh membungkuk.
2)   Pemeriksaan Abdomen : nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah.
Nyeri lepas, ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan
distensi merupakan tanda peradangan peritoneura. Nyeri tekan pada
hepar dapat diamati pada 30% pasien.
3)   Pemeriksaan Pelvis : sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien
merasa tidak nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan
speculum, sekret purulen akan terlihat keluar dari ostium oretri. Serviks
sangat nyeri bila digerakkan. Uterus ukurannya normal, nyeri (terutama
bila digerakkan) dan sering terfiksir pada posisinya. Adneksa bilateral
sangat nyeri. Masa definitis jarang terpalpasi kecuali telah terbentuk
piosalping atau abses tubaovarium.

b. Diagnosa
1. Nyeri b.d Edema/pembesaran jaringan
2. Defisisensi pengetahuan b.d kurang pemajanan
3. Hipertermi b.d penyakit
4. Cemas b.d Perubahan status kesehatan
5. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit.
6. Koping individu tidak efektif
c. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) INTERVENSI (NIC)


1. Nyeri b.d edema/pembesaran Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC :
jaringan 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang Pain Management
NOC : - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
 Pain Level, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Pain control, - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Comfort level - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Kriteria Hasil : pengalaman nyeri pasien
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-
nyeri, mampu menggunakan tehnik - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
mencari bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
menggunakan manajemen nyeri dukungan
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
-
frekuensi dan tanda nyeri) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Kurangi faktor presipitasi nyeri
-
berkurang - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
- Tanda vital dalam rentang normal dan inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Defisiensi pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
perubahan status kesehatan selama 1×24 jam  di harapkan pasien Teaching : disease Process
memahami pengetahuan tentang penyakitnya. - Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
NOC : proses penyakit yang spesifik
 Kowlwdge : disease process - Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
 Kowledge : health Behavior berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
Kriteria Hasil : tepat.
- Pasien dan keluarga menyatakan - Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
pemahaman tentang penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan program pengobatan - Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
- Pasien dan keluarga mampu - Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang dijelaskan - Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
secara benar tepat
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan - Hindari harapan yang kosong
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim - Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
kesehatan lainnya cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
3 Hipertermi b.d Penyakit NOC NIC
 Thermoregulation Fever treatment
Kriteria Hasil: - Monitor suhu sesering mungkin
- Suhu tubuh dalam rentang normal - Monitor IWL
- Nadi dan RR dalam rentang normal - Monitor warna dan suhu kulit
- Tidak ada perubahan warna kulit dan - Monitor tekanan darah, nadi dan RR
tidak ada pusing - Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor WBC, Hb, dan Hct
- Monitor intake dan output
- Berikan anti piretik
- Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
- Kolaborasi pemberian cairan intravena
- Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
- Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
- Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
- Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dan kedinginan
- Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
- Ajarkan indikasi dan hipotermi dan penanganan yang diperlukan
- Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan Vital sign
4 Cemas b.d perubahan status Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC :
kesehatan 3x 24 jam diharapakan cemasi terkontrol Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
NOC : - Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Anxiety control - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Coping - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil : - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
- Klien mampu mengidentifikasi dan- Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
mengungkapkan gejala cemas - Dorong keluarga untuk menemani anak
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan- Lakukan back / neck rub
menunjukkan tehnik untuk mengontol- Dengarkan dengan penuh perhatian
cemas - Identifikasi tingkat kecemasan
- Vital sign dalam batas normal - Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh - Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
dan tingkat aktivitas menunjukkan- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
berkurangnya kecemasan - Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
5. Gangguan Rasa Nyaman b.d Tujuan dan Kriteria Hasil NIC :
Gejala Terkait Penyakit NOC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
 Ansiety
 Fear level - Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Sleep Deprivation - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Comfort, Readines for Enchanced - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil: - Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
- Status lingkungan yang nyaman - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
- Kualitas tidur dan istirahat adekuat - Dorong keluarga untuk menemani anak
- Agresi pengendalian diri - Lakukan back/neck rub
- Respon terhadap pengobatan - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Control gejala - Identifikasi tingkat kecemasan
- Status kenyamanan meningkat - Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Support social - Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Environment Management Confort
Pain Management
6. Koping Individu Tidak Efektif NOC NIC
 Decision making Dicision making
 Role inhasmet - Menginformasikan pasien alternatif atau solusi lain penanganan
 Sosial support - Memfasilitasi pasien untuk membuat keputusan
Kriteria hasil : - Bantu pasien mengidentifikasi, keuntungan, kerugian dari keadaan
- Mengidentifikasi pola koping yang Role inhancemet
efektif - Bantu pasien untuk identifikasi bermacam-macam nilai kehidupan
- Mengungkapkan secara verbal tentang - Bantu pasien identifikasi strategi positif untuk mengatur pola nilai
kopIng yang efektif yang dimiliki
- Mengatakan penurunan stres Coping enhancement
- Klien mengatakan telah menerima - Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan
tentang keadaannya peran yang realistis
- Mampu mengidentifikasi strategi tentang - Gunakan pendekatan tenang dan menyakinkan
koping - Hindari pengambilan keputusan pada saat pasien berada dalam
stress berat
- Berikan informasi actual yang terkait dengan diagnosis, terapi dan
prognosis
Anticipatory Guidance
Daftar pustaka

Prawirohardjo, sarwono. (2007). Ilmu kandungan. Jakarta : yayasan bina pustaka


sarwono prawirohardjo.

Price, M. J., Ades, A. E., Welton, N. J., Simms, I., & Horner, P. J. (2017). Pelvic
inflammatory disease and salpingitis: incidence of primary and repeat
episodes in England. Epidemiology & Infection, 145(1), 208-215.

Nanda international. (2015). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi


2015-2017 (10th ed.). Jakarta : EGC

Singkawang, Oktober 2018

Mengetahui

Pembimbing klinik Mahasiswa

Aprisipa, S.ST Agung Setiadi


NIP. 19880508 201101 2 010 I4051181029

Anda mungkin juga menyukai