Anda di halaman 1dari 48

PRESENTASI KASUS

SKIZOFRENIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:
dr. Vista Nurasti Pradita, Sp. KJ., M.Kes

Disusun oleh:
Aldy Fitrah Bramantio (20204010164)
Nadia Alma Faradila (20204010165)
Winda Alviranisa (20204010293)

KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
SKIZOFRENIA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian


Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:
Aldy Fitrah Bramantio (20204010164)
Nadia Alma Faradila (20204010165)
Winda Alviranisa (20204010293)

Telah disetujui dan dipresentasikan pada


25 Agustus 2022

Oleh:

Dokter Pembimbing

dr. Vista Nurasti Pradita, Sp.KJ., M.Kes


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatulahi wabarokatuh,


Puji syukur pemulis haturkan kepada Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah presentasi kasus ilmu penyakit dalam dengan topik “Skizofrenia” yang
disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian akhir di bagian rotasi Ilmu
Kedokteran Jiwa di RSUD Paembahan Senopati Bantul.
Makalah presentasi ini tidak luput dari kesempuranaan sehingga kritik dan
saran sangat diperlukan untuk pengembarangan pemahaman akan topik ini.
Perkenankan penulis menyampaikan rasa penghargaan dan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat dan karunia
sehingga penulis mampu meyelesaikan kasus ini dengan baik.
2. dr. Vista Nurasti Pradita, Sp. KJ., M.Kes selaku dokter pembimbing
dalam presentasi kasus ini.
3. Teman teman rotasi stase Jiwa di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Bantul, 22 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan


menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan
terganggu (Videbeck, 2018). Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai
dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang
terganggu, berbagai pikiran tidak berhubung secara logis; persepsi dan perhatian
yang keliru; afek yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas
motorik yang bizarre.
Gejala umum ditandai dengan berpikir tidak jelas atau bingung, halusinasi
pendengaran, keterlibatan sosial berkurang dan ekspresi emosional, dan
kurangnya motivasi.
Kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Onset pada
laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun.
Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan
perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi. Data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia mengalami gangguan
jiwa berat seperti skizofrenia sebanyak 0,17% atau secara absolut penduduk
Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebanyak 400.000 jiwa.
BAB II
STATUS PSIKIATRI

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pleret, Bantul
Usia : 26 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pengangguran
Bangsa/Suku : Indonesia
Tanggal diperiksa : 18 Agustus 2022

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien merasa badan kaku - kaku seperti dikendalikan jin.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Autoanamnesis
Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Panembahan Senopati
Bantul diantar oleh ibunya untuk kontrol rutin dengan keluhan kaku-kaku
di badan seperti dikendalikan oleh jin. Pasien merasakan keluhan tersebut
1 minggu sebelum kontrol. Pasien juga merasakan mual dan muntah serta
perut terasa sangat kram sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa ada yang
merasuki dirinya dan mengendalikan tubuhnya. Pada 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien merasa dimasuki oleh 3 jin secara bergantian,
karena belum waktunya kontrol ke rumah sakit, akhirnya pasien meminta
bantuan seorang pawing jathilan untuk mengatasi keluhan tersebut. Pasien
merasa membaik setelah diobati oleh pawing tersebut, tetapi keluhan
kaku-kaku di badan masih ada.
Pasien melakukan ibadah sholat 5 waktu dan pergi ke masjid
terutama saat maghrib dan isya. Pasien juga juga mengeluhkan gangguan
tidur. Selama 1 minggu pasien sulit untuk memulai tidur sebanyak 1 kali,
dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidur lama sekali mulai
sekitar pukul 8 malam hingga 11 siang keesokan harinya. Keluhan pusing
atau nyeri kepala tidak dirasakan.
Saat dilakukan anamnesis, pasien sempat mengatakan bahwa di
dalam tubuhnya dikendalikan oleh orang lain yang mengaku berasal dari
Kampus Sanata Dharma, tempat di mana pasien bekerja sekitar 7 tahun.
Pasien juga mengatakan bahwa dirinya terikat di dalam sana dan tidak
berani untuk mengatakan banyak hal karena dirinya merasa diawasi oleh
sesuatu yang ada di dalam tubuhnya.
Pasien mengatakan mulai sering kemasukan dan merasa
dikendalikan sesuatu sejak tahun 2018 saat masih bekerja di Kampus
Sanata Dharma sebagai tukang bangunan. Pasien dibawa ke IGD RSUD
Panembahan Senopati karena marah-marah, mengamuk dan melakukan
tindakan untuk melukai orang lain. Pasien kemudian dirujuk ke RS
Sardjito. 1 bulan sebelum masuk IGD RS pada tahun 2018, pasien pernah
merasa diperlihatkan makhluk halus berwujud pocong sebanyak 1 kali.
Saat ini pasien tidak merasa bisa melihat makhluk halus, hanya saja
perasaannya selalu tidak nyaman dan takut ketika melewati Kampus
Sanata Dharma.

b. Alloanamnesis
Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien.
Ibu pasien mengatakan kondisi anaknya saat ini yaitu merasakan
kaku pada badannya, dan minum obat tidak rutin. Saat ini makan minum
baik, sosialisasi cukup tetapi jarang keluar rumah semenjak pasien merasa
badannya kaku. Saat ini pasien tidak bekerja, hanya di rumah saja.
Ibu pasien mengatakan keluhan awal pasien yaitu tahun 2018
ketika pasien bekerja menjadi tukang bangunan di Sanata Dharma, ketika
pasien sedang membongkar bangunan pasien tidak membaca doa terlebih
dahulu, dari situlah keluhan pertama kali muncul. Ibu pasien mengatakan
pasien bisa melihat sosok yang tidak bisa dilihat oleh orang lain, pasien
terkadang berbicara sendiri, menyebut bukan nama dirinya dan pasien
merasa dikendalikan oleh sosok yang ada didalam tubuhnya. Pasien sudah
sempat diruqyah sebanyak 4x, dan mengatakan setiap diruqyah pasti ada
jin/setan yang keluar dari dalam tubuh pasien.
Ibu pasien mengatakan pasien adalah anak pertama dari 3
bersaudara, pasien orang yang pendiam, dan jarang bercerita dengan orang
tua atau adiknya. Pasien merupakan lulusan SMK otomotif, orang tua
pasien menginginkan pasien bekerja sesuai jurusannya tetapi pasien selalu
bekerja yang tidak sesuai jurusannya ketika SMK. Ibu pasien juga
mengatakan dulu pasien pernah suka dengan wanita tetapi tidak
mengungkapkannya, hingga akhirnya merasa sedih ketika wanita sudah
menikah dengan laki - laki lain dan sampai saat ini pasien masih selalu
mengingat wanita itu.

c. Anamnesis Sistem (Keluhan fisik dan dampak terhadap fungsi sosial


dan kemandirian)
 Sistem Saraf : Kaku (+), Nyeri Kepala (-), Demam (-),
 Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
 Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
 Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (+)
 Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan
 Sistem Integumentum : Tidak ada keluhan
 Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Pada Anamnesis sistem pada pasien ditemukan adanya kelainan pada
sistem saraf dan gastrointestinal.
d. Grafik Perjalanan Penyakit

e. Faktor-Faktor yang Mendahului Penyakit

1) Faktor Organik
- Tidak Terdapat riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum
terjadinya gangguan
2) Faktor Psikososial (Stressor Psikososial)
- Pekerjaan, bekerja dari pagi hingga sore
- Percintaan, karena tidak mengungkapkan rasa sukanya, hingga
saat ini belum dapat melupakan
3) Faktor Predisposisi
- Riwayat genetik ada.
- Pasien merupakan orang yang pendiam, tidak suka menceritakan
masalah yang dialaminya kepada orang lain dan cenderung
memendam perasaannya.
4) Faktor Presipitasi
- Pasien memiliki rasa kecewa karena tidak mengungkapkan rasa
sukanya kepada wanita.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Penyakit Serupa
Pasien belum pernah memiliki keluhan serupa
b. Riwayat Sakit Berat/Opname
Muntaber usia 4 tahun

4. Riwayat Keluarga
a. Pola Asuh Keluarga
Pasien tinggal bersama orang tua dan 2 adik perempuannya. Tinggal dalam
satu rumah, pola asuh yang sama antara pasien dan adiknya tidak dibeda-
bedakan.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam riwayat penyakit keluarga didapatkan riwayat gangguan jiwa pada
keluarganya. Padhe pasien atau kakak dari ayah pasien pernah mengalami
stress dan bahkan depresi karena ingin menjadi orang kaya yang banyak
uang tetapi tidak tercapai. Padhe pasien mengalami keluhan itu ketika
pasien berusia 5 tahun. Sekarang padhe pasien sudah meninggal karena
sakit.
c. Silsilah Keluarga
Keterangan:
: Laki-laki :Perempuan

X: meninggal : Pasien

------------ : tinggal serumah

5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Alloanamnesis dari ibu pasien, pasien lahir secara normal dengan BBL
3,5kg. Selama kehamilan tidak terdapat keluhan, pasien lahir dengan
cukup bulan tanpa adanya kelainan apapun. Masalah setelah persalinan
tidak ditemukan. Pasien merupakan anak yang diharapkan. Begitu pula
dengan riwayat prenatal dan perinatal pada adik pasien.
b. Usia 0 – 3 tahun (Masa kanak awal)
 Kebiasaan makan = Tidak ada keluhan untuk pemilihan makanan dan
minuman, ASI diberikan cukup hingga 2 tahun
 Perkembangan awal = Sesuai dengan usianya, tidak ada gangguan
dalam perkembangan pasien.
 Kepribadian anak = Ibu pasien mengatakan pasien berperilaku normal
seperti anak seusianya.
c. Usia 3 – 11 tahun (Masa kanak pertengahan)
Pasien tumbuh sesuai usianya. Ketika dan SD pasien bisa mengikuti
pelajaran, selalu naik kelas, dan tidak ada ketertinggalan pelajaran.
d. Masa Kanak Akhir (Pubertas – Remaja)
Pasien termasuk orang yang pendiam tetapi untuk sosialisasi cukup.
Dahulu sering bermain dengan teman - teman seusianya.
e. Dewasa
1) Riwayat Pekerjaan
Pasien dahulu bekerja sebagai tukang bangunan. Pasien
mengatakan tidak ada konflik dengan rekan kerjanya. Saat ini
pasien tidak bekerja.
2) Riwayat Hubungan/Pernikahan
Pasien belum menikah.
3) Riwayat Militer
Pasien tidak terlibat dengan kegiatan militer
4) Riwayat Pendidikan
Riwayat pendidikan pasien baik. Pasien bersekolah dari TK, SD,
SMP, dan SMK, selalu naik kelas dan dapat mengikuti pelajaran.
5) Aktivitas Keagamaan
Pasien mengatakan beragama Islam sejak lahir dan melakukan
ibadah 5 waktu atas dasar keinginan sendiri, Pasien mampu
mempertahankannya sampai saat ini.
6) Aktivitas Sosial
Sekarang pasien jarang keluar rumah.
7) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien dirumah tinggal bersama 5 orang, yaitu kedua orang tua,
dan 2 adik perempuannya. Pasien tinggal dirumah orang tuanya.
8) Riwayat Hukum
Pasien mengatakan tidak pernah berurusan dengan aparat hukum,
dan pasien tidak pernah meminum minuman beralkohol dan
mengkonsumsi NAPZA.

f. Riwayat Perkembangan Seksual


Pasien mengatakan pubertas pada usia awal remaja. Pasien mengaku
tidak pernah ada masalah dengan kekerasan seksual atau yang
berhubungan dengan seksualitas.
g. Riwayat Kehidupan Emosional
Ibu pasien mengatakan dahulu mudah bersosialisasi dengan orang lain.
h. Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus.
i. Status Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi keluarga pasien tergolong rendah, sehingga
penghasilan pasien hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari.

6. Tingkat Kepercayaan Anamnesis


Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada pasien tidak diragukan
dikarenakan beberapa jawaban yang diberikan oleh pasien dan ibu pasien
mempunyai kesamaan.

7. Kesimpulan Anamnesis
Dihadapkan pasien seorang laki-laki usia 26 tahun dengan keluhan badan
terasa kaku - kaku seperti dikendalikan oleh jin. Pasien merasakan keluhan
tersebut sudah 1 minggu sebelum kontrol. Pasien juga merasakan mual dan
muntah serta perut terasa sangat kram sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa
ada yang merasuki dirinya dan mengendalikan tubuhnya.
Saat dilakukan anamnesis, pasien sempat mengatakan bahwa di dalam
tubuhnya dikendalikan oleh orang lain yang mengaku berasal dari Kampus
Sanata Dharma.
Pasien mengatakan mulai sering kemasukan dan merasa dikendalikan
sesuatu sejak tahun 2018 saat masih bekerja di Kampus Sanata Dharma sebagai
tukang bangunan. Pasien dibawa ke IGD RSUD Panembahan Senopati karena
marah-marah, mengamuk dan melakukan tindakan untuk melukai orang lain.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Pemeriksaan Fisik
a. Status Internus
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2022
● Kesadaran : Compos Mentis
● Kesan Umum : Laki-laki dewasa, tampak gelisah
● Bentuk Badan : Normal
● Berat Badan : 60 kg
● Tinggi Badan : 165 cm
● BMI : 22,04
● Tanda Vital
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Respirasi : 20x/menit
o Suhu : 36,4 oC
● Kepala
o Inspeksi Wajah : Tidak adanya kelainan,
jejas,
o Mata : Conjunctiva anemis (-),
Sklera Ikterik(-)
● Leher : Pembesaran limfonodi (-),
Tampak bersih
● Thorax
o Kardiovaskuler : S1S2 Reguler
o Respirasi : Suara dasar vesikuler,
Wheezing (-/-) Rhonchi (-/-)
● Abdomen
o Gastrointestinal : Bising usus (+) 8x/ menit ,
Nyeri tekan (-)
o Urogenital : Tidak dilakukan
● Ekstremitas
o Muskuloskeletal : Kelemahan (-), Nyeri (-),
Tremor (-)
o Integumentum : UKK (-)
b. Status Neurologis
● Kepala dan Leher :Gerakan leher lemas (-), Benjolan (-)
● Tanda Meningeal : Kernig sign (-), Brudzinski (-)
● Sensibilitas : Dalam batas normal
● Kekuatan Motorik :
5 5
5 5
● Refleks Fisiologis :
+ +
+ +
● Refleks Patologis :
- -
- -
● Gerakan Abnormal : Terdapat tremor
● Gangguan keseimbangan dan koordinasi Gerakan : Tidak ditemukan
(-)

2. Hasil Pemeriksaan Penunjang


● EKG : Tidak dilakukan pemeriksaan
● EEG : Tidak dilakukan pemeriksaan
● CT Scan : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. Status Psikiatri
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2018
a. Kesan Umum
Seorang laki laki dewasa usia 27 tahun, sesuai umur, tampak gelisah,
kooperatif, berpakaian sesuai gender, merawat diri baik

Status Psikiatri Hasil Keterangan


Kesadaran ● Kuantitatif: Pasien sadar betul
GCS E4V5M6
● Kualitatif:
Compos Mentis
Gambaran Umum
Penampilan/rawat Baik Seorang laki-laki
diri sesuai usia dengan
rawat diri baik,
tampak gelisah
Perilaku dan aktivitas Normoaktif Kedua tangan pasien
terkadang terlihat
kaku-kaku.
Sikap terhadap Kooperatif Pasien menjawab
pemeriksa pertanyaan pemeriksa
dengan jelas. Kontak
mata antara pasien dan
pemeriksa (+)
Pembicaraan Kuantititas: cukup Pembicaraan dapat
Kualitas: koherem dipahami, kata-kata
yang keluar sesuai tata
bahasa, dan jawaban
yang dikatakan sesuai
dengan pertanyaan.
Perhatian Mudah teralih Pasien sulit fokus
dengan pemeriksa
Mood dan Afek
Mood Menyempit Pasien menunjukkan
ekspresi emosinya
berkurang, ekspresi
wajah dan bahasa
tubuh yang kurang
bervariasi.
Afek Appropriate Ekspresi pasien sesuai
dengan mood, Tidak
terlihat adanya
perubahan afek yang
cepat, afek sesuai
dengan pembicaraan
yang diberikan
Sensorium dan
Kognitif
Orientasi ● Orang: Baik Pasien dapat
mengenali ibu
yang
mendampingi
● Tempat: Baik Pasien mengetahui
dengan berada di
rumah sakit
● Waktu: Baik Pasien dapat
menjelaskan
waktu saat datang
ke rumah sakit
Daya ingat ● Memori segera Pasien dapat
(intermediate) mengingat nama
pemeriksa yang
dikenalnya
● Memori jangka Pasien mengingat
pendek (recent) sarapan apa
● Memori jangka Pasien dapat
menengah menceritakan
(recent past) kegiatan sosial dan
pekerjaan
● Memori jangka Pasien mengingat
panjang kejadian saat
(remote) sekolah dasar
Konsentrasi ● Konsentrasi: Pasien dapat
baik menjelaskan
aktivitas sehari-
hari
● Perhatian: baik Pasien dapat
mengikuti
instruksi yang
diberikan saat
melakukan tes
Kapasitas membaca ● Membaca: bisa Pasien dapat
& menulis membaca
● Menulis: bisa Pasien dapat
menulis
Pikiran abstrak Baik Pasien dapat
menyebutkan
persamaan dan
perbedaan 2 benda
yang mirip, seperti
bisa membedakan apel
dengan jeruk.
Pengetahuan umum Baik Pasien dapat
mengetahui jawaban
yang ada di
pemerintahan seperti
Bupati, Gubernur, dan
Presiden.
Persepsi ● Halusinasi Pasien pernah bisa
melihat sosok hantu 4
visual (-) tahun yang lalu tetapi
● Halusinasi hanya 1 kali, saat ini
auditorik (+) tidak bisa.
● Halusinasi taktil Pasien bisa mendengar
(-) suara-suara yang
● Ilusi (-) memerintahkannya
untuk melakukan
sesuatu, tetapi tidak
ada wujudnya.
Pikiran ● Bentuk pikir: Pasien mengatakan
Non realistik ada orang lain di
● Isi pikir: ide dalam tubuhnya.
bunuh diri (-), Sikapnya seperti
waham (-), dikendalikan oleh
kendali pikir (+) orang yang masuk ke
dalam tubuhnya.

Insight Derajat 4 Pasien menyadari


keadaan dirinya
sedang sakit dan
membutuhkan bantuan
untuk dapat sembuh
namun tidak
mengetahui
penyebabnya

D. RANGKUMAN DATA YANG DIDAPATKAN PADA PASIEN


1. Gejala (Symptom)
a. Sensorium dan Kognitif
Kesadaran somnolen, orientasi baik, konsentrasi baik dan perhatian tidak
baik, Pasien dapat memberikan pengetahuan umum yang baik dan
pikiran abstrak baik
b. Mood dan Afek
Mood meyempit dengan afek menyempit
c. Pembicaraan dan Isi pikir
Kuantitas bicara cukup, koheren, relevan, tidak realistic
d. Perhatian pasien tidak mudah ditarik
e. Persepsi: Terdapat halusinasi auditori
f. Pikiran
Kendali pikir (+)

2. Tanda-tanda (sign)
a. Halusinasi auditorik
b. Waham kendali pikir
c. Afek dan mood menyempit
d. Pikiran derealistik

E. DIAGNOSIS BANDING
 F25.0 Gangguan Skizoafektif
 F20.5 Skizofrenia Residual

F. DIAGNOSIS
● Aksis I (Gangguan Klinis, Kondisi lain yang menjadi perhatian klinis)
F20.3 Skizofrenia tak terinci
● Aksis II (Gangguan Kepibadian)
Tidak ada diagnosis
● Aksis III, (Kondisi Medik Umum)
Tidak ada diagnosis
● Aksis IV (Masalah Psikososial dan Lingkungan)
Z60.8 Problem yang berkaitan dengan pekerjaan
● Aksis V ( Skala Penilaian Fungsi Secara Global)
GAF 60-51 (saat kontrol poli)

G. TERAPI
a. Farmakoterapi
R/ Risperidone Tab 2 mg No. XXX
S ½-0-1
R/ Trihexyphenidil 2 mg Tablet No. XXX
S ½-0-1

b. Non Farmakoterapi
Mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas
rehabilitasi spesifik, dapat dimulai dari pelatihan keterampilan sosial yang
paling sederhana. Misalnya membantu pekerjaan rumah, seperti menyapu,
mengepel, membersihkan lingkungan rumah. Keluarga diminta untuk
mendampingi dan mengajak pasien untuk melakukan pekerjaan rumah
tersebut. Selain itu perlu diberikan edukasi kepada keluarga apabila terdapat
gejala prodromal, sehingga dapat mencegah kekambuhan berikutnya. Selain
itu keluarga dapat memperhatikan efek samping obat yang dapat timbul pada
pasien (ekstrapiramidal sindrom)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan
terganggu (Videbeck, 2018). Pengertian yang lebih ringkas diungkapkan oleh
Hawari (2018), dimana skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya
retak atau pecah (spilt), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian
skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian (splitting of personality), sedangkan pengertian yang lebih lengkap
diungkapkan oleh Direja (2016) bahwa skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa
fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmoni (keretakan,
perpecahan) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor
disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi
terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang terganggu, berbagai pikiran
tidak berhubung secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar
atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. Pasien
skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering sekali masuk ke
dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (Davison, 2006).
Gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir yang
menyimpang akibat beban berat yang tidak dapat diatasi oleh penderita (Ambari,
2010). Skizofrenia merupakan masalah kesehatan yang dialami di seluruh dunia,
dan memerlukan perhatian terutama dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sering ditandai dengan perilaku sosial
abnormal dan kegagalan untuk mengenali yang nyata. Gejala umum ditandai
dengan berpikir tidak jelas atau bingung, halusinasi pendengaran, keterlibatan
sosial berkurang dan ekspresi emosional, dan kurangnya motivasi. Diagnosis
tersebut berdasarkan pengamatan pada perilaku dan pengalaman seseorang.
Menurut Nancy Andreasen (2008) dalam Broken Brain, The Biological
Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia
merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu
meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor
genetik. Menurut Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai
penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa,
emosi, dan perilaku sosialnya.

B. EPIDEMIOLOGI
Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup
mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan
antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi
(Elvira, 2013)
Kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian
tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran
dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar
dibandingkan wanita. Di Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri adalah karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari
seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka (Sadock,
2010).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebanyak 0,17%
atau secara absolut penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebanyak
400.000 jiwa. Provinsi Jawa tengah menempati posisi kedua dengan jumlah
penduduk yang mengalami gangguan jiwa yaitu 55.406 jiwa. Faktor biologis,
psikologis dan sosial akan berdampak pada bertambahnya jumlah kasus gangguan
jiwa. Data Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2016 sebanyak 2.699 jiwa mengalami gangguan skizofrenia dan
sebanyak 204 jiwa mengalami kekambuhan.
C. ETIOLOGI
Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia, tetapi
beberapa hasil penelitian menyebutkan etiologi skizofrenia yaitu: (Elvira, 2013)
a. Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik
yang ditemukan pada penderita skizofrenia. Gangguan organik dapat
terlihat pada sub populasi pasien. Gangguan yang paling banyak
dijumpai yaitu pelebaran ventrikel 3 dan lateral yang stabil dan
terkadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit, atrofi bilateral lobus
temporal medial dan lebih spesifik pada girus parahipocampus,
hipocampus dan amygdala, disorientasi spasial sel piramid hipocampus
dan penurunan volume korteks prefrontal dorso lateral. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini statis dan telah
dibawa sejak lahir dan beberapa kasus perjalanannya progresif.
Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui gangguan
skizofrenia, misalnya gangguan hipocampus dikaitkan dengan infermen
memori dan atrofi lobus frontalis dihubungkan dengan gejala negatif
skizofrenia.

b. Biokimia
1) Hipotesis Dopamin
Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas
dopaminergik yang berlebihan. Teori ini berkembang berdasarkan
dua pengamatan. Pertama, kemanjuran serta potensi sebagian besar
obat antipsikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamin), berkorelasi
dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor
dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obat yang meningkatkan aktivitas
dopaminergik, yang terkenal adalah afetamin, bersifat
psikotomimetik. Teori dasar ini tidak menguraikan apakah
hiperaktivitas dopaminergik disebabkan pelepasan dopamin yang
berlebihan, reseptor dopamin yang terlalu banyak, hipersensitivitas
reseptor dopamin terhadap dopamin, atau kombinasi mekanisme
tersebut. Jalur dopamin di otak yang terlibat juga tidak dirinci
dalam teori ini, meski jalur mesokortikal dan mesolimbik paling
sering disebut. Peran signifikan dopamin dalam patofisiologi
skizofrenia sejalan dengan studi yang mengukur konsentrasi
plasma metabolit utama dopamin, asam homovalinat. Studi
melaporkan adanya korelasi positif antara konsentrasi asam
homovanilat dan tingkat keparahan gejala yang timbul pada pasien.
Penurunan asam homovalinat berkorelasi dengan perbaikan gejala
pada setidaknya beberapa pasien.
2) Norepinefrin
Sejumlah peneliti melaporkan bahwa pemberian obat nitpsikotik
jangka panjang menurunkan aktivitas neuron noradrenergik di
lokus seruleus dan bahwa efek terapeutik beberap aobat
antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor
adrenergik alfa-1 dan adrenergik alfa-2. Meski hubungan antara
aktivitas dopaminergik dan doradrenergik masih belum jelas,
terdapat peningkatan jumlah data yang menyatakan bahwa sistem
noradrenergik memodulasi sitem dopaminergik dalam suatu cara
sehingga abnormalitas sistem noradrenergik mempredisposisikan
pasien untuk mengalami relaps yang sering.
3) Glutamat
Gluamat telah terlibat karena konsumsi phencyclidine, antagonis
glutamat, memproduksi sindrom akut yang serupa dengan
skizofrenia. Hipotesis tentang glutamat termasuk hoperkatifitas,
hipoaktifitas, dan glutamate induced neurotoxicity.
4) Asetilkolin dan Nikotin
Pada data postmortem (data yang diambil dari orang yang telah
meninggal) pasien skizofrenia menunjukkan adanya penurunan
kadar muskarinik dan reseptor nikotin di daerah putamen bagian
kaudal, hipokampus, dan beberapa bagian prefrontal cortex.
Reseptor-reseptor ini berperan penting dalam regulasi
neurotransmiter yang berperan dalam kesadaran sebagai individu
pada seorang, yang mengalami gangguan pada pasien skizofrenia.

c. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna,
kompleks dan poligen. Skizofrenia adalah gangguan yang bersifat
familial, semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko
terjadinya skizofrenia. Frekuensi kejadian gangguan non psikotik
meningkat pada keluarga skizofrenia serta secara genetik dikaitkan
dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal, gangguan
obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan
kepribadian paranoid dan antisosial.
d. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting
dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien
yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang tidak
harmonis, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat protektif,
terlalu ikut campur, sangat mengritik, dan sering tidak dibebaskan oleh
keluarganya. Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi
yang patologis dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia.
Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tidak logis.
Penelitian terbaru menyampaikan bahwa pola komunikasi keluarga
tersebut mungkin disebabkan dampak memiliki anak skizofrenia.
e. Model Diatesis Stress
Model Diatesis Stress ini yaitu untuk mengintegrasikan faktor biologis,
psikososial, dan lingkungan. Seseorang memiliki kerentanan spesifik
(diathesis), yang jika mengalami stress akan dapat memicu munculnya
gejala skizofrenia. Stressor atau diathesis ini bersifat biologis,
lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan biologikal (seperti
infeksi) atau psikologis (seperti kematian orang terdekat).

f. Psikososial
1) Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Kerusakan ego memberikan konstribusi terhadap munculnya gejala
skizofrenia. Secara umum kerusakan ego mempengaruhi
interprestasi terhadap realitas dan control terhadap dorongan dari
dalam. Pada pandangan psikodinamik lebih mementingkan
hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus menyebabkan
kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama anak-anak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Gejala positif
diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor
pemicu dan erat kaitanya dengan adanya konflik. Gejala negatif
berkaitan erat dengan faktor biologis, sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat kerusakan
intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan
ego yang mendasar.
2) Teori Belajar
Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenian mempelajari
reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi
orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan.
Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia
berkembang karena pada masa anak-anak mereka belajar dari
model yang buruk.
3) Teori Tentang Keluarga
Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit
non psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku
keluarga yang pagtologis yang secara signifikan meningkatkan
stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia.
4) Teori Sosial
Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam
menyebabkan gangguan skizofrenia. Data pendukung mengenai
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap
waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

D. KLASIFIKASI
Menurut “Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)”
Skizofrenia di klasifikasikan menjadi beberapa tipe, di bawah ini yang termasuk
dalam klasifikasi skizofrenia :
1. Skizofrenia paranoid (F20.0)
Pedoman diagnostik paranoid yaitu :
● Memenuhi kriteria umum diagnosis
● Halusinasi yang menonjol
● Gangguan afektif, dorongan pembicaraan, dan gejala katatonik
relatif tidak ada
2. Skizofrenia hebefrenik (F20.1)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia hebefrenik, yaitu :
● Diagnostik hanya di tegakkan pertama kali pada usia remaja atau
dewasa muda (15-25 tahun)
● Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang
menyendiri
● Gejala bertahun 2-3 minggu.
3. Skizofrenia katatonik (F20.2)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia katatonik antara lain :
● Stupor (reaktifitas rendah dan tidak mau berbicara)
● Gaduh-gelisah (aktivitas motorik yang tidak bertujuan tanpa
stimuli eksternal)
● Diagnostik katatonik tertunda apabila diagnosis skizofrenia belum
tegak di karenakan klien tidak komunikatif.
4. Skizofrenia tak terinci (F20.3)
Pedoman diagnostik skizofrenia tak terinci yaitu :
● Tidak ada kriteria yang menunjukkan diagnosa skizofrenia
paranoid, hebefrenik, dan katatonik.
● Tidak mampu memenuhi diagnosis skizofrenia residual atau
depresi pasca-skizofrenia.
5. Skizofrenia pasca-skizofrenia (F20.4)
Pedoman diagnostik skizofrenia pasca skizofrenia antara lain :
● Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak
mendominasi
● Gejala depresif menonjol dan mengganggu
6. Skizofrenia reidual ( F20.5)
Pedoman diagnostik skizofrenia residual antara lain :
● Ada riwayat psikotik
● Tidak dimensia atau gangguan otak organik lainnya
7. Skizofrenia simpleks (F20.6)
Pedoman diagnostik skizofrenia simpleks antara lain :
● Gejala negatif yang tidak di dahului oleh riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain.
● Adanya perubahan perilaku pribadi yang bermakna.

E. MANIFESTASI KLINIS
Berikut adalah gejala-gejala yang dapat diamati pada skizofrenia: (PDSKJI,
2011).
a. gangguan Pikiran:
a.1. Gangguan proses pikir
Gejala-gejala yang menunjukkan adanya gangguan proses pikir di
antaranya:
1. Asosiasi longgar
2. Inkoherensi
3. Tangensial
4. Stereotipik verbal
5. Neologisme
6. Terhambat (Blocking)
7. Mutisme
8. Asosiasi bunyi (clang association)
9. Ekolalia
10. Konkretisasi
11. Alogia
a.2. Gangguan isi pikir
Gejala-gejala yang termasuk dalam gangguan isi pikir pada
skizofrenia adalah adanya waham. Semakin akut skizofrenia, semakin sering
ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis seperti waham
kejar, waham kebesaran, waham dikendalikan, waham nihilistik, waham
cemburu, erotomania, waham somatic, waham rujukan, waham penyiaran
pikiran, waham penyisipan pikiran. Pada kelompok dengan predominan
gejala negatif akan tampak gejala-gejala seperti alogia, miskin ide,
b. gangguan persepsi
Gangguan persepsi ditandai dengan gejala:
1. Halusinasi
2. Ilusi dan depersonalisasi
c. gangguan Emosi
Ada tiga afek dasar yang sering:
1. Afek tumpul atau datar
2. Afek tak serasi
3. Afek labil
4. Kedangkalan respons emosi sampai anhedonia
d. gangguan penampilan dan perilaku umum
Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas untuk skizofrenia.
Beberapa bahkan dapat tampil dan berperilaku sama dengan kebanyakan orang.
Gejala-gejala yang mungkin ditemui dalam kelompok gangguan perilaku di
antaranya:
1. Penelantaran penampilan
2. Menarik diri secara sosial
3. Gerakan tubuh yang aneh dan wajah yang menyeringai
4. Perilaku ritual
5. Sangat ketolol-tololan
6. Agresif
7. Perilaku seksual yang tidak pantas
8. Gejala katatonik (stupor atau gaduh gelisah)
9. Fleksibilitas serea
10. Katalepsi
11. Stereotipi dan mannerism
12. Negativisme
13. Automatisme komando
14. Echolalia
15. Ekhopraxia
e. gangguan motivasi
Aktivitas yang disadari sering kali menurun atau hilang pada orang dengan
skizofrenia. Gejala-gejala gangguan motivasi di antaranya:
1. kehilangan kehendak
2. disorganisasi
3. tidak berkegiatan
f. gangguan neurokognitif
Defisit neurokognitif atau intelektual merupakan gambaran inti dari
gangguan Skizofrenia. Gejala-gejala yang menyertai:
1. defisit dalam atensi dan performa
2. menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah
3. gangguan dalam memori (termasuk spasial dan verbal), serta
4. fungsi eksekutif
Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan
meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan prodromal (awal sakit), fase aktif,
dan keadaan residual (sisa) (Sadock, 2010).
a. Fase prodromal
Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit. Pemahaman
pada fase prodromal menjadi sangat penting untuk deteksi dini, karena
dapat memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar untuk mencegah
berlarutnya gangguan, disabilitas dan memberi kemungkinan kesembuhan
yang lebih besar jika diberi terapi yang tepat. Tanda dan gejala prodromal
skizofrenia berupa cemas, depresi, keluhan somatik, perubahan perilaku
dan timbulnya minat baru yang tidak lazim. Gejala prodromal tersebut
dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis
pasti skizofrenia ditegakkan. Keluhan kecemasan dapat berupa perasaan
khawatir, was- was, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan merasa
diteror. Keluhan somatik dapat berupa nyeri kepala, nyeri punggung,
kelemahan dan gangguan pencernaan. Perubahan minat, kebiasaan dan
perilaku dapat berupa pasien mengembangkan gagasan abstrak, filsafat
dan keagamaan. Munculnya gejala prodromal ini dapat terjadi dengan atau
tanpa pencetus, misalnya trauma emosi, frustasi karena permintaannya
tidak terpenuhi, penyalahgunaan zat, berpisah dengan orang yang dicintai.
b. Fase aktif
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis yakni kekacauan alam pikir, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman dirinya buruk atau
bahkan tidak ada. Diagnosis pada pasien gangguan skizofrenia dapat
ditegakkan pada fase aktif, biasanya terdapat waham, halusinasi, hendaya
penilaian realita, serta gangguan alam pikiran, perasaan dan perilaku.
c. Fase Residual
Pada fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia, hanya tersisa beberapa gejala sisa, misalnya berupa penarikan
diri, hendaya fungsi peran, perilaku aneh, hendaya perawatan diri, afek
tumpul afek datar, merasa mampu meramal atau peristiwa yang belum
terjadi, ide atau gagasan yang aneh, tidak masuk akal.

F. KRITERIA DAN PEDOMAN DIAGNOSIS


Kriteria diagnosis skizofrenia pada PPDGJ-III atau ICD-10 yakni sebagai berikut :
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala tersebut kurang jelas) :
1) Isi pikiran
a) Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda;
b) Thought incertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya; dan
c) Thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya.
2) Waham atau Delusinasi
a) Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
b) Delusion of influence yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar;
c) Delusion of passivity yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
d) Delusion perception yaitu pengalaman indrawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
3) Halusinasi berupa suara yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien yang mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri; atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
4) Waham-waham menetap lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu atau kemampuan di atas manusia biasa.
2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
1) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
2) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
3) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
4) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis-diagnosis yang juga memiliki gejala psikosis aktif di antaranya:
(dapat dilihat pada alur diagnosis) (PDSKJI, 2011).
● Gangguan kondisi medis umum misalnya epilepsi lobus temporalis, tumor
lobus temporalis atau frontalis, stadium awal sklerosis multipel dan
sindrom lupus eritematosus
● Penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif
● Gangguan skizoafektif
● Gangguan afektif berat
● Gangguan waham
● Gangguan perkembangan pervasif
● Gangguan kepribadian skizotipal
● Gangguan kepribadian skizoid
● Gangguan kepribadian paranoid

H. TATALAKSANA ( Kemenkes RI, 2015)


a. Fase Akut
1) Farmakoterapi
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau
orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala
psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Langkah Pertama:
• Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
Langkah Kedua:
• Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi hanya
dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta
usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk
sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan.
Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan
kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu
dipertimbangkan.
Obat injeksi:
a) Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam,
dosis maksimum 30mg/hari.
b) Aripriprazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25 mg/hari),
intramuskulus.
c) Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap
setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari.
d) Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum
30mg/hari.
Obat Oral :
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien
sebelumnya dengan antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap
antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat tertentu terkait
cara pemberiannya.
Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan
dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap
dalam waktu 1 – 3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan
gejala.
2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor
lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan
kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,
memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkunganyang nyaman,
toleran perlu dilakukan.
3) Terapi lainnya
ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada Skizofrenia katatonik dan
Skizofrenia refrakter.

b. Fase Stabilisasi
1) Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau
untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan
dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery).
Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan
selama lebih kurang 8 – 10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan.
Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang (long
acting injectable), setiap 2-4 minggu.
2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan
skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk
mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri,
mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi
perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.

c. Fase Rumatan
1) Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal
yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali,
terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa
kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur hidup.
2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan
masyarakat.Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif,
pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase
ini.Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola
gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.

d. Penatalaksanaan Efek Samping


Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia
akut atau parkinsonisme), langkah pertama yaitu menurunkan dosis
antipsikotika. Bila tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat antikolinergik,
misalnya triheksilfenidil, benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin injeksi
IM atau IV.

Untuk efek samping tardif diskinesia, turunkan dosis antipsikotika.Bila


gejala psikotik tidak bisa diatasi dengan penurunan dosis antipsikotika atau
bahkan memburuk, hentikan obat dan ganti dengan golongan antispikotika
generasi kedua terutama klozapin.
Kondisi Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM) memerlukan
penatalaksanaan segera atau gawat darurat medik karena SNM merupakan kondisi
akut yang mengancam kehidupan.Dalam kondisi ini semua penggunaan
antipsikotika harus dihentikan.Lakukan terapi simtomatik, perhatikan
keseimbangan cairan dan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, temperatur,
pernafasan dan kesadaran). Obat yang perlu diberikan dalam kondisi kritis
adalah : dantrolen 0.8 – 2.5 mg/kgBB/hari atau bromokriptin 20-30 mg/hari dibagi
dalam 4 dosis. Jika terjadi penurunan kesadaran, segera dirujuk untuk perawatan
intensif (ICU).
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien dapat dikategorikan sebagai skizofrenia Berdasarkan kriteria


diagnosis skizofrenia pada DSM-V, karena memiliki halusinasi (auditorik) dan
gejala negatif, yakni afek tumpul, respon emosi minimal, gangguan hubungan
sosial dengan menarik diri dan cenderung apatis, serta perilaku terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia) yang sudah lebih dari 3 tahun. Pasien juga sudah
tidak bisa melakukan aktivitas pekerjaan tukang bangunan seperti sebelumnya.
Pasien juga mengalami waham kendali pikir karena merasa ada yang
mengendalikan dirinya.
Gambaran klinis pasien didapatkan penampilan pasien berpenampilan
rapid an sesuai usia, afek menyempir dan datar, riwayat halusinasi auditorik dan
visual, yang kemungkinan bersifat insulting, yaitu suara yang memerintah pasien
untuk melakukan suatu hal seperti memukul orang dan lain-lain. Selain itu, pasien
mengatakan ada orang lain yang mengawasi di dalam tubuhnya. Ilusi (-),
depersonalisasi (-), derealisasi (+), gangguan isi pikir saat pemeriksaan dilakukan
pasien tiba-tiba mengaku bahwa orang lain ada di dalam tubuhnya dan sedang
menjaga tubuhnya. Pasien dapat menjawab ketika ditanya mengenai tempat,
waktu maupun ketika diuji ingatan jangka pendek, menengah serta jauh, sehingga
orientasi dan memori pasien baik, namun insight pasien sadar bahwa dirinya sakit
dan butuh bantuan, akan tetapi tidak memahami penyebab sakitnya (derajat 4).
Kemudian, berdasarkan PPDGJ III, pasien dapat digolongkan sebagai
skizofrenia tak terinci karena gejala yang ada pada pasien tidak cukup untuk
mendiagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonia, serta tidak
memenuhi kriteria skizofrenia residual maupun depresi pasca skizofrenia. 
Diagnosis ini ditegakkan dengan diagnosis banding gangguan skizoafektif,
depresi pasca skizofrenia, dan skizofrenia residual dan diagnosis kerja skizofrenia
tak terinci, karena memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia, tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, maupun
katatonik. Tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia paranoid karena gejala
waham dan halusinasi tidak dominan. Bukan juga skizofrenia hebefrenik karena
tidak memenuhi kriteria usia pasien skizofrenia hebefrenik yakni antara 15-25
tahun. Skizofrenia katatonik tidak dapat ditegakkan sebab pasien tidak memiliki
gangguan fungsi motorik seperti rigiditas, postur katatonik dan stupor meskipun
pasien tampak gelisah.  Kemudian skizofrenia residual, dan depresi pasca
skizofrenia dijadikan diagnosis banding karena pasien memiliki gejala negatif dan
gejala depresi yang menonjol, namun disingkirkan karena gejala depresi yang
muncul belum sampai satu tahun.
Selain skizofrenia, pasien juga memiliki Sindrom Ekstrapiramidal,  dengan
tipe tardive dyskinesia karena datang dengan keluhan tremor pada tangan dan kaki
setelah konsumsi APG 1, untuk penatalaksanaannya dapat dengan penurunan
dosis APG 1, atau pemberian antikolinergik triheksifenidil. 
Pengobatan pada skizofrenia sebenarnya tidak ada pengobatan yang
spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan
berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Pada skizofrenia tak terinci,
pasien ini ditujukan untuk meringankan gejala positif dan negatifnya, oleh karena
itu diberikan kombinasi anti psikosis berupa Risperidon 2 mg 2 kali sehari (pagi ½
dosis, sore dosis penuh) Trihexyphenidyl 2 mg 2 kali sehari (pagi ½ dosis, sore
dosis penuh) untuk meringankan efek samping ekstrapiramidal dari antipsikosis
tipikal.

Kriteria diagnosis Skizofrenia menurut DSM-V


A. Dua (atau lebih) gejala di bawah, setiap gejala harus 1 bulan periode (atau
kurang jika diobati dengan baik). Setidaknya harus terdapat satu gejala (1),
(2), atau (3)
1. Waham
2. Halusinasi
3. Gangguan berbicara (asosiasi longgar atau inkoherensi)
4. Gangguan Perilaku
5. Gejala negatif
B. Ditandai dari kegagalan pencapaian perbaikan dari gangguan fungsi-fungsi
utama dari onset terjadinya gangguan. Gangguan fungsi utama seperti
pekerjaan, akademis (anak-anak), relasi interpersonal, atau kemandirian
(mengurus diri sendiri).
C. Tanda yang berkelanjutan dan bertahan setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan
ini, harus disertai setidaknya gejala pada kriteria A bertahan 1 bulan dan
dapat mengikutsertakan periode dari residual. Pada gejala residual
manifestasinya hanya gejala negatif.
D. Gangguan Skizoafektif dan gangguan depresi atau bipolar dengan psikotik
harus disingkirkan.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh karena efek pengobatan atau drug abuse,
atau kondisi medis lainnya.
F. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autism (Autism Spectrum Disorder)
atau gangguan komunikasi, diagnosis tambahan Skizofrenia dibuat hanya jika
gejala waham dan halusinasi menonjol.
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Tak Terinci menurut PPDGJ III:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual dan depresi pasca
skizofrenia
BAB V
KESIMPULAN

Pasien dapat dikategorikan sebagai skizofrenia, berdasarkan kriteria


diagnosis skizofrenia pada DSM-V, karena memiliki halusinasi (auditorik) dan
gejala negatif, yakni afek tumpul, respon emosi minimal, gangguan hubungan
sosial dengan menarik diri dan cenderung apatis, serta perilaku terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia) yang sudah lebih dari 3 tahun. Pasien juga sudah
tidak bisa melakukan aktivitas pekerjaan tukang bangunan seperti sebelumnya.
Pasien juga mengalami waham kendali pikir karena merasa ada yang
mengendalikan dirinya.
Gambaran klinis pasien didapatkan penampilan pasien berpenampilan rapi
dan sesuai usia, afek menyempit dan datar, riwayat halusinasi auditorik dan
visual, yang kemungkinan bersifat insulting, yaitu suara yang memerintah pasien
untuk melakukan suatu hal seperti memukul orang dan lain-lain. Selain itu, pasien
mengatakan ada orang lain yang mengawasi di dalam tubuhnya. Ilusi (-),
depersonalisasi (-), derealisasi (+), gangguan isi pikir saat pemeriksaan dilakukan
pasien tiba-tiba mengaku bahwa orang lain ada di dalam tubuhnya dan sedang
menjaga tubuhnya. Pasien dapat menjawab ketika ditanya mengenai tempat,
waktu maupun ketika diuji ingatan jangka pendek, menengah serta jauh, sehingga
orientasi dan memori pasien baik, namun insight pasien pasien sadar bahwa
dirinya sakit dan butuh bantuan, akan tetapi tidak memahami penyebab sakitnya
(derajat 4).
Berdasarkan PPDGJ III, pasien dapat digolongkan sebagai skizofrenia tak
terinci karena gejala yang ada pada pasien tidak cukup untuk mendiagnosis
skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonia, serta tidak memenuhi kriteria
skizofrenia residual maupun depresi pasca skizofrenia. Selain skizofrenia, pasien
juga memiliki Sindrom Ekstrapiramidal,  dengan tipe tardive dyskinesia karena
datang dengan keluhan tremor pada tangan dan kaki setelah konsumsi APG 1,
untuk penatalaksanaannya dapat dengan penurunan dosis APG 1, atau pemberian
antikolinergik triheksifenidil. 
Pada skizofrenia tak terinci, pasien ini ditujukan untuk meringankan gejala
positif dan negatifnya, oleh karena itu diberikan kombinasi anti psikosis berupa
Risperidon 2 mg 2 kali sehari (pagi ½ dosis, sore dosis penuh) Trihexyphenidyl 2
mg 2 kali sehari (pagi ½ dosis, sore dosis penuh) untuk meringankan efek
samping ekstrapiramidal dari antipsikosis tipikal.
DAFTAR PUSTAKA

Videbeck, S. L. 2018. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Hawari, D. 2018. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
Direja, A. H. S. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Nuha
Medika.
Nancy Andreasen. 2008. Principle and Practice of Psychiatriic. St.Louis,
Missiouri; Mosby Year Book.
Melinda Hermann. 2008. Community Health Nursing Theory and
Practice. Philadelphia: WB. Saunders Company.
Ambari. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Keberfungsian Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah
Sakit.Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang.
Davison, G. C., Neale, J. M. dan Kring, A. M. 2006. Psikologi abnormal
(9th ed.). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Elvira SD, Hadisukanto G. 2013. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sadock BJ, Sadock VA. 2010. Kaplan & sadock's synopsis of psychiatry:
behavioral sciences/clinical psychiatry. Edisi 10. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Maslim, R., 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Jkt.
FK Jiwa Unika Atmajaya.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. 2011. Penatalaksanaan
Gangguan Skizofrenia. Jakarta.
Kemenkes RI. 2010. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.
Jakarta:Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai