SKIZOFRENIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan kepada:
dr. Vista Nurasti Pradita, Sp. KJ., M.Kes
Disusun oleh:
Aldy Fitrah Bramantio (20204010164)
Nadia Alma Faradila (20204010165)
Winda Alviranisa (20204010293)
Disusun oleh:
Aldy Fitrah Bramantio (20204010164)
Nadia Alma Faradila (20204010165)
Winda Alviranisa (20204010293)
Oleh:
Dokter Pembimbing
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pleret, Bantul
Usia : 26 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Pengangguran
Bangsa/Suku : Indonesia
Tanggal diperiksa : 18 Agustus 2022
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien merasa badan kaku - kaku seperti dikendalikan jin.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Autoanamnesis
Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Panembahan Senopati
Bantul diantar oleh ibunya untuk kontrol rutin dengan keluhan kaku-kaku
di badan seperti dikendalikan oleh jin. Pasien merasakan keluhan tersebut
1 minggu sebelum kontrol. Pasien juga merasakan mual dan muntah serta
perut terasa sangat kram sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa ada yang
merasuki dirinya dan mengendalikan tubuhnya. Pada 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien merasa dimasuki oleh 3 jin secara bergantian,
karena belum waktunya kontrol ke rumah sakit, akhirnya pasien meminta
bantuan seorang pawing jathilan untuk mengatasi keluhan tersebut. Pasien
merasa membaik setelah diobati oleh pawing tersebut, tetapi keluhan
kaku-kaku di badan masih ada.
Pasien melakukan ibadah sholat 5 waktu dan pergi ke masjid
terutama saat maghrib dan isya. Pasien juga juga mengeluhkan gangguan
tidur. Selama 1 minggu pasien sulit untuk memulai tidur sebanyak 1 kali,
dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidur lama sekali mulai
sekitar pukul 8 malam hingga 11 siang keesokan harinya. Keluhan pusing
atau nyeri kepala tidak dirasakan.
Saat dilakukan anamnesis, pasien sempat mengatakan bahwa di
dalam tubuhnya dikendalikan oleh orang lain yang mengaku berasal dari
Kampus Sanata Dharma, tempat di mana pasien bekerja sekitar 7 tahun.
Pasien juga mengatakan bahwa dirinya terikat di dalam sana dan tidak
berani untuk mengatakan banyak hal karena dirinya merasa diawasi oleh
sesuatu yang ada di dalam tubuhnya.
Pasien mengatakan mulai sering kemasukan dan merasa
dikendalikan sesuatu sejak tahun 2018 saat masih bekerja di Kampus
Sanata Dharma sebagai tukang bangunan. Pasien dibawa ke IGD RSUD
Panembahan Senopati karena marah-marah, mengamuk dan melakukan
tindakan untuk melukai orang lain. Pasien kemudian dirujuk ke RS
Sardjito. 1 bulan sebelum masuk IGD RS pada tahun 2018, pasien pernah
merasa diperlihatkan makhluk halus berwujud pocong sebanyak 1 kali.
Saat ini pasien tidak merasa bisa melihat makhluk halus, hanya saja
perasaannya selalu tidak nyaman dan takut ketika melewati Kampus
Sanata Dharma.
b. Alloanamnesis
Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien.
Ibu pasien mengatakan kondisi anaknya saat ini yaitu merasakan
kaku pada badannya, dan minum obat tidak rutin. Saat ini makan minum
baik, sosialisasi cukup tetapi jarang keluar rumah semenjak pasien merasa
badannya kaku. Saat ini pasien tidak bekerja, hanya di rumah saja.
Ibu pasien mengatakan keluhan awal pasien yaitu tahun 2018
ketika pasien bekerja menjadi tukang bangunan di Sanata Dharma, ketika
pasien sedang membongkar bangunan pasien tidak membaca doa terlebih
dahulu, dari situlah keluhan pertama kali muncul. Ibu pasien mengatakan
pasien bisa melihat sosok yang tidak bisa dilihat oleh orang lain, pasien
terkadang berbicara sendiri, menyebut bukan nama dirinya dan pasien
merasa dikendalikan oleh sosok yang ada didalam tubuhnya. Pasien sudah
sempat diruqyah sebanyak 4x, dan mengatakan setiap diruqyah pasti ada
jin/setan yang keluar dari dalam tubuh pasien.
Ibu pasien mengatakan pasien adalah anak pertama dari 3
bersaudara, pasien orang yang pendiam, dan jarang bercerita dengan orang
tua atau adiknya. Pasien merupakan lulusan SMK otomotif, orang tua
pasien menginginkan pasien bekerja sesuai jurusannya tetapi pasien selalu
bekerja yang tidak sesuai jurusannya ketika SMK. Ibu pasien juga
mengatakan dulu pasien pernah suka dengan wanita tetapi tidak
mengungkapkannya, hingga akhirnya merasa sedih ketika wanita sudah
menikah dengan laki - laki lain dan sampai saat ini pasien masih selalu
mengingat wanita itu.
1) Faktor Organik
- Tidak Terdapat riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum
terjadinya gangguan
2) Faktor Psikososial (Stressor Psikososial)
- Pekerjaan, bekerja dari pagi hingga sore
- Percintaan, karena tidak mengungkapkan rasa sukanya, hingga
saat ini belum dapat melupakan
3) Faktor Predisposisi
- Riwayat genetik ada.
- Pasien merupakan orang yang pendiam, tidak suka menceritakan
masalah yang dialaminya kepada orang lain dan cenderung
memendam perasaannya.
4) Faktor Presipitasi
- Pasien memiliki rasa kecewa karena tidak mengungkapkan rasa
sukanya kepada wanita.
4. Riwayat Keluarga
a. Pola Asuh Keluarga
Pasien tinggal bersama orang tua dan 2 adik perempuannya. Tinggal dalam
satu rumah, pola asuh yang sama antara pasien dan adiknya tidak dibeda-
bedakan.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam riwayat penyakit keluarga didapatkan riwayat gangguan jiwa pada
keluarganya. Padhe pasien atau kakak dari ayah pasien pernah mengalami
stress dan bahkan depresi karena ingin menjadi orang kaya yang banyak
uang tetapi tidak tercapai. Padhe pasien mengalami keluhan itu ketika
pasien berusia 5 tahun. Sekarang padhe pasien sudah meninggal karena
sakit.
c. Silsilah Keluarga
Keterangan:
: Laki-laki :Perempuan
X: meninggal : Pasien
5. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Alloanamnesis dari ibu pasien, pasien lahir secara normal dengan BBL
3,5kg. Selama kehamilan tidak terdapat keluhan, pasien lahir dengan
cukup bulan tanpa adanya kelainan apapun. Masalah setelah persalinan
tidak ditemukan. Pasien merupakan anak yang diharapkan. Begitu pula
dengan riwayat prenatal dan perinatal pada adik pasien.
b. Usia 0 – 3 tahun (Masa kanak awal)
Kebiasaan makan = Tidak ada keluhan untuk pemilihan makanan dan
minuman, ASI diberikan cukup hingga 2 tahun
Perkembangan awal = Sesuai dengan usianya, tidak ada gangguan
dalam perkembangan pasien.
Kepribadian anak = Ibu pasien mengatakan pasien berperilaku normal
seperti anak seusianya.
c. Usia 3 – 11 tahun (Masa kanak pertengahan)
Pasien tumbuh sesuai usianya. Ketika dan SD pasien bisa mengikuti
pelajaran, selalu naik kelas, dan tidak ada ketertinggalan pelajaran.
d. Masa Kanak Akhir (Pubertas – Remaja)
Pasien termasuk orang yang pendiam tetapi untuk sosialisasi cukup.
Dahulu sering bermain dengan teman - teman seusianya.
e. Dewasa
1) Riwayat Pekerjaan
Pasien dahulu bekerja sebagai tukang bangunan. Pasien
mengatakan tidak ada konflik dengan rekan kerjanya. Saat ini
pasien tidak bekerja.
2) Riwayat Hubungan/Pernikahan
Pasien belum menikah.
3) Riwayat Militer
Pasien tidak terlibat dengan kegiatan militer
4) Riwayat Pendidikan
Riwayat pendidikan pasien baik. Pasien bersekolah dari TK, SD,
SMP, dan SMK, selalu naik kelas dan dapat mengikuti pelajaran.
5) Aktivitas Keagamaan
Pasien mengatakan beragama Islam sejak lahir dan melakukan
ibadah 5 waktu atas dasar keinginan sendiri, Pasien mampu
mempertahankannya sampai saat ini.
6) Aktivitas Sosial
Sekarang pasien jarang keluar rumah.
7) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien dirumah tinggal bersama 5 orang, yaitu kedua orang tua,
dan 2 adik perempuannya. Pasien tinggal dirumah orang tuanya.
8) Riwayat Hukum
Pasien mengatakan tidak pernah berurusan dengan aparat hukum,
dan pasien tidak pernah meminum minuman beralkohol dan
mengkonsumsi NAPZA.
7. Kesimpulan Anamnesis
Dihadapkan pasien seorang laki-laki usia 26 tahun dengan keluhan badan
terasa kaku - kaku seperti dikendalikan oleh jin. Pasien merasakan keluhan
tersebut sudah 1 minggu sebelum kontrol. Pasien juga merasakan mual dan
muntah serta perut terasa sangat kram sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa
ada yang merasuki dirinya dan mengendalikan tubuhnya.
Saat dilakukan anamnesis, pasien sempat mengatakan bahwa di dalam
tubuhnya dikendalikan oleh orang lain yang mengaku berasal dari Kampus
Sanata Dharma.
Pasien mengatakan mulai sering kemasukan dan merasa dikendalikan
sesuatu sejak tahun 2018 saat masih bekerja di Kampus Sanata Dharma sebagai
tukang bangunan. Pasien dibawa ke IGD RSUD Panembahan Senopati karena
marah-marah, mengamuk dan melakukan tindakan untuk melukai orang lain.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Pemeriksaan Fisik
a. Status Internus
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2022
● Kesadaran : Compos Mentis
● Kesan Umum : Laki-laki dewasa, tampak gelisah
● Bentuk Badan : Normal
● Berat Badan : 60 kg
● Tinggi Badan : 165 cm
● BMI : 22,04
● Tanda Vital
o Tekanan Darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Respirasi : 20x/menit
o Suhu : 36,4 oC
● Kepala
o Inspeksi Wajah : Tidak adanya kelainan,
jejas,
o Mata : Conjunctiva anemis (-),
Sklera Ikterik(-)
● Leher : Pembesaran limfonodi (-),
Tampak bersih
● Thorax
o Kardiovaskuler : S1S2 Reguler
o Respirasi : Suara dasar vesikuler,
Wheezing (-/-) Rhonchi (-/-)
● Abdomen
o Gastrointestinal : Bising usus (+) 8x/ menit ,
Nyeri tekan (-)
o Urogenital : Tidak dilakukan
● Ekstremitas
o Muskuloskeletal : Kelemahan (-), Nyeri (-),
Tremor (-)
o Integumentum : UKK (-)
b. Status Neurologis
● Kepala dan Leher :Gerakan leher lemas (-), Benjolan (-)
● Tanda Meningeal : Kernig sign (-), Brudzinski (-)
● Sensibilitas : Dalam batas normal
● Kekuatan Motorik :
5 5
5 5
● Refleks Fisiologis :
+ +
+ +
● Refleks Patologis :
- -
- -
● Gerakan Abnormal : Terdapat tremor
● Gangguan keseimbangan dan koordinasi Gerakan : Tidak ditemukan
(-)
3. Status Psikiatri
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2018
a. Kesan Umum
Seorang laki laki dewasa usia 27 tahun, sesuai umur, tampak gelisah,
kooperatif, berpakaian sesuai gender, merawat diri baik
2. Tanda-tanda (sign)
a. Halusinasi auditorik
b. Waham kendali pikir
c. Afek dan mood menyempit
d. Pikiran derealistik
E. DIAGNOSIS BANDING
F25.0 Gangguan Skizoafektif
F20.5 Skizofrenia Residual
F. DIAGNOSIS
● Aksis I (Gangguan Klinis, Kondisi lain yang menjadi perhatian klinis)
F20.3 Skizofrenia tak terinci
● Aksis II (Gangguan Kepibadian)
Tidak ada diagnosis
● Aksis III, (Kondisi Medik Umum)
Tidak ada diagnosis
● Aksis IV (Masalah Psikososial dan Lingkungan)
Z60.8 Problem yang berkaitan dengan pekerjaan
● Aksis V ( Skala Penilaian Fungsi Secara Global)
GAF 60-51 (saat kontrol poli)
G. TERAPI
a. Farmakoterapi
R/ Risperidone Tab 2 mg No. XXX
S ½-0-1
R/ Trihexyphenidil 2 mg Tablet No. XXX
S ½-0-1
b. Non Farmakoterapi
Mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas
rehabilitasi spesifik, dapat dimulai dari pelatihan keterampilan sosial yang
paling sederhana. Misalnya membantu pekerjaan rumah, seperti menyapu,
mengepel, membersihkan lingkungan rumah. Keluarga diminta untuk
mendampingi dan mengajak pasien untuk melakukan pekerjaan rumah
tersebut. Selain itu perlu diberikan edukasi kepada keluarga apabila terdapat
gejala prodromal, sehingga dapat mencegah kekambuhan berikutnya. Selain
itu keluarga dapat memperhatikan efek samping obat yang dapat timbul pada
pasien (ekstrapiramidal sindrom)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan
terganggu (Videbeck, 2018). Pengertian yang lebih ringkas diungkapkan oleh
Hawari (2018), dimana skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya
retak atau pecah (spilt), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian
skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian (splitting of personality), sedangkan pengertian yang lebih lengkap
diungkapkan oleh Direja (2016) bahwa skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa
fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmoni (keretakan,
perpecahan) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor
disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi
terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang terganggu, berbagai pikiran
tidak berhubung secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar
atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. Pasien
skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering sekali masuk ke
dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (Davison, 2006).
Gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir yang
menyimpang akibat beban berat yang tidak dapat diatasi oleh penderita (Ambari,
2010). Skizofrenia merupakan masalah kesehatan yang dialami di seluruh dunia,
dan memerlukan perhatian terutama dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sering ditandai dengan perilaku sosial
abnormal dan kegagalan untuk mengenali yang nyata. Gejala umum ditandai
dengan berpikir tidak jelas atau bingung, halusinasi pendengaran, keterlibatan
sosial berkurang dan ekspresi emosional, dan kurangnya motivasi. Diagnosis
tersebut berdasarkan pengamatan pada perilaku dan pengalaman seseorang.
Menurut Nancy Andreasen (2008) dalam Broken Brain, The Biological
Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia
merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu
meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor
genetik. Menurut Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai
penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa,
emosi, dan perilaku sosialnya.
B. EPIDEMIOLOGI
Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup
mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan
antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi
(Elvira, 2013)
Kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian
tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran
dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar
dibandingkan wanita. Di Indonesia, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri adalah karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari
seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka (Sadock,
2010).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebanyak 0,17%
atau secara absolut penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebanyak
400.000 jiwa. Provinsi Jawa tengah menempati posisi kedua dengan jumlah
penduduk yang mengalami gangguan jiwa yaitu 55.406 jiwa. Faktor biologis,
psikologis dan sosial akan berdampak pada bertambahnya jumlah kasus gangguan
jiwa. Data Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2016 sebanyak 2.699 jiwa mengalami gangguan skizofrenia dan
sebanyak 204 jiwa mengalami kekambuhan.
C. ETIOLOGI
Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia, tetapi
beberapa hasil penelitian menyebutkan etiologi skizofrenia yaitu: (Elvira, 2013)
a. Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik
yang ditemukan pada penderita skizofrenia. Gangguan organik dapat
terlihat pada sub populasi pasien. Gangguan yang paling banyak
dijumpai yaitu pelebaran ventrikel 3 dan lateral yang stabil dan
terkadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit, atrofi bilateral lobus
temporal medial dan lebih spesifik pada girus parahipocampus,
hipocampus dan amygdala, disorientasi spasial sel piramid hipocampus
dan penurunan volume korteks prefrontal dorso lateral. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini statis dan telah
dibawa sejak lahir dan beberapa kasus perjalanannya progresif.
Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui gangguan
skizofrenia, misalnya gangguan hipocampus dikaitkan dengan infermen
memori dan atrofi lobus frontalis dihubungkan dengan gejala negatif
skizofrenia.
b. Biokimia
1) Hipotesis Dopamin
Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas
dopaminergik yang berlebihan. Teori ini berkembang berdasarkan
dua pengamatan. Pertama, kemanjuran serta potensi sebagian besar
obat antipsikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamin), berkorelasi
dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor
dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obat yang meningkatkan aktivitas
dopaminergik, yang terkenal adalah afetamin, bersifat
psikotomimetik. Teori dasar ini tidak menguraikan apakah
hiperaktivitas dopaminergik disebabkan pelepasan dopamin yang
berlebihan, reseptor dopamin yang terlalu banyak, hipersensitivitas
reseptor dopamin terhadap dopamin, atau kombinasi mekanisme
tersebut. Jalur dopamin di otak yang terlibat juga tidak dirinci
dalam teori ini, meski jalur mesokortikal dan mesolimbik paling
sering disebut. Peran signifikan dopamin dalam patofisiologi
skizofrenia sejalan dengan studi yang mengukur konsentrasi
plasma metabolit utama dopamin, asam homovalinat. Studi
melaporkan adanya korelasi positif antara konsentrasi asam
homovanilat dan tingkat keparahan gejala yang timbul pada pasien.
Penurunan asam homovalinat berkorelasi dengan perbaikan gejala
pada setidaknya beberapa pasien.
2) Norepinefrin
Sejumlah peneliti melaporkan bahwa pemberian obat nitpsikotik
jangka panjang menurunkan aktivitas neuron noradrenergik di
lokus seruleus dan bahwa efek terapeutik beberap aobat
antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor
adrenergik alfa-1 dan adrenergik alfa-2. Meski hubungan antara
aktivitas dopaminergik dan doradrenergik masih belum jelas,
terdapat peningkatan jumlah data yang menyatakan bahwa sistem
noradrenergik memodulasi sitem dopaminergik dalam suatu cara
sehingga abnormalitas sistem noradrenergik mempredisposisikan
pasien untuk mengalami relaps yang sering.
3) Glutamat
Gluamat telah terlibat karena konsumsi phencyclidine, antagonis
glutamat, memproduksi sindrom akut yang serupa dengan
skizofrenia. Hipotesis tentang glutamat termasuk hoperkatifitas,
hipoaktifitas, dan glutamate induced neurotoxicity.
4) Asetilkolin dan Nikotin
Pada data postmortem (data yang diambil dari orang yang telah
meninggal) pasien skizofrenia menunjukkan adanya penurunan
kadar muskarinik dan reseptor nikotin di daerah putamen bagian
kaudal, hipokampus, dan beberapa bagian prefrontal cortex.
Reseptor-reseptor ini berperan penting dalam regulasi
neurotransmiter yang berperan dalam kesadaran sebagai individu
pada seorang, yang mengalami gangguan pada pasien skizofrenia.
c. Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna,
kompleks dan poligen. Skizofrenia adalah gangguan yang bersifat
familial, semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko
terjadinya skizofrenia. Frekuensi kejadian gangguan non psikotik
meningkat pada keluarga skizofrenia serta secara genetik dikaitkan
dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal, gangguan
obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan
kepribadian paranoid dan antisosial.
d. Faktor Keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting
dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien
yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang tidak
harmonis, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat protektif,
terlalu ikut campur, sangat mengritik, dan sering tidak dibebaskan oleh
keluarganya. Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi
yang patologis dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia.
Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tidak logis.
Penelitian terbaru menyampaikan bahwa pola komunikasi keluarga
tersebut mungkin disebabkan dampak memiliki anak skizofrenia.
e. Model Diatesis Stress
Model Diatesis Stress ini yaitu untuk mengintegrasikan faktor biologis,
psikososial, dan lingkungan. Seseorang memiliki kerentanan spesifik
(diathesis), yang jika mengalami stress akan dapat memicu munculnya
gejala skizofrenia. Stressor atau diathesis ini bersifat biologis,
lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan biologikal (seperti
infeksi) atau psikologis (seperti kematian orang terdekat).
f. Psikososial
1) Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Kerusakan ego memberikan konstribusi terhadap munculnya gejala
skizofrenia. Secara umum kerusakan ego mempengaruhi
interprestasi terhadap realitas dan control terhadap dorongan dari
dalam. Pada pandangan psikodinamik lebih mementingkan
hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus menyebabkan
kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama anak-anak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Gejala positif
diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor
pemicu dan erat kaitanya dengan adanya konflik. Gejala negatif
berkaitan erat dengan faktor biologis, sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat kerusakan
intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan
ego yang mendasar.
2) Teori Belajar
Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenian mempelajari
reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi
orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan.
Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia
berkembang karena pada masa anak-anak mereka belajar dari
model yang buruk.
3) Teori Tentang Keluarga
Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit
non psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku
keluarga yang pagtologis yang secara signifikan meningkatkan
stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia.
4) Teori Sosial
Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam
menyebabkan gangguan skizofrenia. Data pendukung mengenai
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap
waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.
D. KLASIFIKASI
Menurut “Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)”
Skizofrenia di klasifikasikan menjadi beberapa tipe, di bawah ini yang termasuk
dalam klasifikasi skizofrenia :
1. Skizofrenia paranoid (F20.0)
Pedoman diagnostik paranoid yaitu :
● Memenuhi kriteria umum diagnosis
● Halusinasi yang menonjol
● Gangguan afektif, dorongan pembicaraan, dan gejala katatonik
relatif tidak ada
2. Skizofrenia hebefrenik (F20.1)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia hebefrenik, yaitu :
● Diagnostik hanya di tegakkan pertama kali pada usia remaja atau
dewasa muda (15-25 tahun)
● Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang
menyendiri
● Gejala bertahun 2-3 minggu.
3. Skizofrenia katatonik (F20.2)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia katatonik antara lain :
● Stupor (reaktifitas rendah dan tidak mau berbicara)
● Gaduh-gelisah (aktivitas motorik yang tidak bertujuan tanpa
stimuli eksternal)
● Diagnostik katatonik tertunda apabila diagnosis skizofrenia belum
tegak di karenakan klien tidak komunikatif.
4. Skizofrenia tak terinci (F20.3)
Pedoman diagnostik skizofrenia tak terinci yaitu :
● Tidak ada kriteria yang menunjukkan diagnosa skizofrenia
paranoid, hebefrenik, dan katatonik.
● Tidak mampu memenuhi diagnosis skizofrenia residual atau
depresi pasca-skizofrenia.
5. Skizofrenia pasca-skizofrenia (F20.4)
Pedoman diagnostik skizofrenia pasca skizofrenia antara lain :
● Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak
mendominasi
● Gejala depresif menonjol dan mengganggu
6. Skizofrenia reidual ( F20.5)
Pedoman diagnostik skizofrenia residual antara lain :
● Ada riwayat psikotik
● Tidak dimensia atau gangguan otak organik lainnya
7. Skizofrenia simpleks (F20.6)
Pedoman diagnostik skizofrenia simpleks antara lain :
● Gejala negatif yang tidak di dahului oleh riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain.
● Adanya perubahan perilaku pribadi yang bermakna.
E. MANIFESTASI KLINIS
Berikut adalah gejala-gejala yang dapat diamati pada skizofrenia: (PDSKJI,
2011).
a. gangguan Pikiran:
a.1. Gangguan proses pikir
Gejala-gejala yang menunjukkan adanya gangguan proses pikir di
antaranya:
1. Asosiasi longgar
2. Inkoherensi
3. Tangensial
4. Stereotipik verbal
5. Neologisme
6. Terhambat (Blocking)
7. Mutisme
8. Asosiasi bunyi (clang association)
9. Ekolalia
10. Konkretisasi
11. Alogia
a.2. Gangguan isi pikir
Gejala-gejala yang termasuk dalam gangguan isi pikir pada
skizofrenia adalah adanya waham. Semakin akut skizofrenia, semakin sering
ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis seperti waham
kejar, waham kebesaran, waham dikendalikan, waham nihilistik, waham
cemburu, erotomania, waham somatic, waham rujukan, waham penyiaran
pikiran, waham penyisipan pikiran. Pada kelompok dengan predominan
gejala negatif akan tampak gejala-gejala seperti alogia, miskin ide,
b. gangguan persepsi
Gangguan persepsi ditandai dengan gejala:
1. Halusinasi
2. Ilusi dan depersonalisasi
c. gangguan Emosi
Ada tiga afek dasar yang sering:
1. Afek tumpul atau datar
2. Afek tak serasi
3. Afek labil
4. Kedangkalan respons emosi sampai anhedonia
d. gangguan penampilan dan perilaku umum
Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas untuk skizofrenia.
Beberapa bahkan dapat tampil dan berperilaku sama dengan kebanyakan orang.
Gejala-gejala yang mungkin ditemui dalam kelompok gangguan perilaku di
antaranya:
1. Penelantaran penampilan
2. Menarik diri secara sosial
3. Gerakan tubuh yang aneh dan wajah yang menyeringai
4. Perilaku ritual
5. Sangat ketolol-tololan
6. Agresif
7. Perilaku seksual yang tidak pantas
8. Gejala katatonik (stupor atau gaduh gelisah)
9. Fleksibilitas serea
10. Katalepsi
11. Stereotipi dan mannerism
12. Negativisme
13. Automatisme komando
14. Echolalia
15. Ekhopraxia
e. gangguan motivasi
Aktivitas yang disadari sering kali menurun atau hilang pada orang dengan
skizofrenia. Gejala-gejala gangguan motivasi di antaranya:
1. kehilangan kehendak
2. disorganisasi
3. tidak berkegiatan
f. gangguan neurokognitif
Defisit neurokognitif atau intelektual merupakan gambaran inti dari
gangguan Skizofrenia. Gejala-gejala yang menyertai:
1. defisit dalam atensi dan performa
2. menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah
3. gangguan dalam memori (termasuk spasial dan verbal), serta
4. fungsi eksekutif
Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan
meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan prodromal (awal sakit), fase aktif,
dan keadaan residual (sisa) (Sadock, 2010).
a. Fase prodromal
Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit. Pemahaman
pada fase prodromal menjadi sangat penting untuk deteksi dini, karena
dapat memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar untuk mencegah
berlarutnya gangguan, disabilitas dan memberi kemungkinan kesembuhan
yang lebih besar jika diberi terapi yang tepat. Tanda dan gejala prodromal
skizofrenia berupa cemas, depresi, keluhan somatik, perubahan perilaku
dan timbulnya minat baru yang tidak lazim. Gejala prodromal tersebut
dapat berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis
pasti skizofrenia ditegakkan. Keluhan kecemasan dapat berupa perasaan
khawatir, was- was, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan merasa
diteror. Keluhan somatik dapat berupa nyeri kepala, nyeri punggung,
kelemahan dan gangguan pencernaan. Perubahan minat, kebiasaan dan
perilaku dapat berupa pasien mengembangkan gagasan abstrak, filsafat
dan keagamaan. Munculnya gejala prodromal ini dapat terjadi dengan atau
tanpa pencetus, misalnya trauma emosi, frustasi karena permintaannya
tidak terpenuhi, penyalahgunaan zat, berpisah dengan orang yang dicintai.
b. Fase aktif
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis yakni kekacauan alam pikir, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
terhadap realita mulai terganggu dan pemahaman dirinya buruk atau
bahkan tidak ada. Diagnosis pada pasien gangguan skizofrenia dapat
ditegakkan pada fase aktif, biasanya terdapat waham, halusinasi, hendaya
penilaian realita, serta gangguan alam pikiran, perasaan dan perilaku.
c. Fase Residual
Pada fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia, hanya tersisa beberapa gejala sisa, misalnya berupa penarikan
diri, hendaya fungsi peran, perilaku aneh, hendaya perawatan diri, afek
tumpul afek datar, merasa mampu meramal atau peristiwa yang belum
terjadi, ide atau gagasan yang aneh, tidak masuk akal.
b. Fase Stabilisasi
1) Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau
untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan
dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery).
Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan
selama lebih kurang 8 – 10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan.
Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang (long
acting injectable), setiap 2-4 minggu.
2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan
skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk
mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri,
mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi
perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.
c. Fase Rumatan
1) Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal
yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali,
terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa
kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur hidup.
2) Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan
masyarakat.Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif,
pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase
ini.Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola
gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.