Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

GANGGUAN SKIZOFRENIA PARANOID


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Rumah Sakit Jiwa Grhasia D.I. Yogyakarta

Disusun oleh :
Andreafika Kusumaningtyas Harqiqi
20110310210

Pembimbing:
dr. Alvina, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
GANGGUAN SKIZOFRENIA PARANOID

Telah dipresentasikan pada tanggal:


Desember 2015
Bertempat di RSJ Grhasia D.I. Yogyakarta

Disusun oleh:
Andreafika Kusumaningtyas Harqiqi
20110310210

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
RSJ Grhasia D.I. Yogyakarta

dr. Alvina, Sp.KJ

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat,
petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus Gangguan Skizofrenia Paranoid.
Presentasi kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tak ternilai kepada:
1. dr. Alvina, Sp.KJ selaku dosen pembimbing bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa RSJ Grhasia D.I. Yogyakarta yang telah mengarahkan dan
membimbing dalam menjalani stase Ilmu Kedokteran Jiwa serta dalam
penyusunan presentasi kasus ini.
2. Perawat RSJ Grhasia D.I. Yogyakarta.
3. Rekan-rekan Co-Assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian
presentasi kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, Desember 2015

Andreafika K.H

DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS.......................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................................4
LAPORAN KASUS.......................................................................................................................4
A.

IDENTITAS PASIEN.......................................................................................................4

B.

ANAMNESIS...................................................................................................................4

C.

STATUS MENTAL...........................................................................................................8

D.

STATUS FISIK...............................................................................................................12

E.

EVALUASI MULTIAKSIAL.........................................................................................14

F.

DIAGNOSA...................................................................................................................14

G.

PENATALAKSANAAN................................................................................................14

H.

PROGNOSIS..................................................................................................................15

BAB II..............................................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................16
Definisi....................................................................................................................................16
Epidemiologi...........................................................................................................................16
Etiologi....................................................................................................................................16
Tanda dan Gejala.....................................................................................................................17
Diagnosis.................................................................................................................................18
Diagnosis Banding...................................................................................................................21
Perjalanan Penyakit dan Prognosis..........................................................................................21
Penatalaksanaan.......................................................................................................................22
BAB III.............................................................................................................................................23
PEMBAHASAN..........................................................................................................................23
BAB IV.............................................................................................................................................26
KESIMPULAN............................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................27

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. N

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 38 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Status pernikahan

: Belum menikah

Alamat

: Banguntapan, Yogyakarta

Pekerjaan

: Pengangguran

Datang Ke Rumah Sakit

: 1 Desember 2015

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari

Nama

: Ny. S

Umur

: 55 tahun

Alamat

: Banguntapan, Yogyakarta

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Hubungan

: Orang tua pasien

Lama Kenal

: Sejak lahir

Sifat Kenal

: Baik, satu rumah

Keluhan Utama (Sebab dibawa ke rumah sakit)


Mengamuk di rumah
Riwayat Gangguan Sekarang (alowanamnesa+autoanamnesa)
Pasien datang ke RSJ Grhasia diantar oleh ayahnya pada tanggal 1
Desember 2015 karena mengamuk dan marah marah pada orang lewat
4

depan rumahnya. Sejak 1 jam sebelum dibawa ke RSJ Grahsia pasien tiba-tiba
mengamuk dan memukul ibu serta adik pasien. Karena ketakutan kemudian
ibu pasien berteriak dan meminta tolong kepada warga sekitar serta pihak
keamanan. Tidak lama setelah itu pasien ditangkap dikamarnya dan dibawa ke
RSJ Grhasia. Pada tahun 2013 pasien sempat dirawat di RSJ Grhasia untuk
yang pertama kali selama 1 bulan. Pasien rutin kontrol dan tidak pernah putus
obat. Menurut cerita dari ibu pasien, sekitar satu minggu sebelum pasien
dirawat untuk yang pertama kali, pasien sering mengurung diri di kamar dan
tidak ingin bersosialisasi terhadap keluarga serta lingkungan setempat.
Perubahan sikap pasien tersebut berawal ketika pasien dan teman-temanya
pulang setelah bermain dan menonton konser hingga larut malam bersama
teman-temanya. Pasien juga mengeluhkan terkadang mendengar suara bisikan
seorang perempuan yang berkata tidak jelas. Menurut pasien suara bisikan
tersebut dirasa tidak mengganggu karena tidak jelas. Dan semenjak itu pasien
mulai mengurung diri dikamar, tidak mau makan, dan tidak bisa diajak
komunikasi serta menjadi mudah marah. Sehingga keluarga pasien
memutuskan untuk merawat pasien di RSJ Grhasia.
Sepulang dari mondok yang pertama keadaan pasien berangsur-angsur
membaik. Tiga hari sebelum pasien mengamuk, keluarga pasien dan pasien
dikunjungi oleh beberapa mahasiswa dan dosen dari salah satu perguruan
tinggi dijogja untuk keperluan pembelajaran. Setelah kejadian tersebut sikap
pasien terlihat berubah, pasien menjadi mudah marah serta melakukan
pekerjaan secara berlebihan hingga pasien merasa kelelahan. Kemudian secara
tiba-tiba tanpa didahului alasan yang jelas, pasien mengamuk dan memukul
ibu serta adik pasien. Pasien juga terkadang masih mendengar suara bisikan
seorang perempuan yang tidak jelas berkata apa, dan menurut pasien suara
tersebut tidak begitu mengganggu. Pasien lebih suka sendiri di tempat yang
sepi dari pada harus berada di tempat yang ramai. Pasien mengaku bahwa
dirinya hanya merasa kelelahan, sehingga mudah marah. Pasien merasa
bersalah dengan apa yang dia lakukan dan ingin meminta maaf terhadap orang
tuanya.

Riwayat Gangguan Sebelumnya


1

Gangguan Psikiatri
Kurang lebih 2 tahun yang lalu pasien pernah dibawa berobat ke RSJ

Grhasia karena sering mengurung diri dikamar dan tidak mau bersosialisasi
dengan keluarga serta lingkungan. Pasien mondok kurang lebih selama 1
bulan kemudian diperbolehkan pulang. Pasien rutin kontrol ke rumah sakit.
2

Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki kelainan bawan sejak lahir. Pasien tidak memiliki

riwayat kejang dan trauma kepala.


3

Gangguan Zat Psikoaktif


Pasien seorang perokok yang menghabiskan 12 batang per hari sejak

SMA. Pasien tidak pernah minum minuman beralkohol dan mengkonsumsi zat
narkotika..
Riwayat Kehidupan Pribadi Sebelum Sakit
1

Riwayat Prenatal dan Perinatal


Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah mengalami penyakit atau hal

yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin. Pasien lahir dari


pernikahan yang sah, cukup bulan dalam kandungan ibu, dan lahir secara
normal dan saat lahir bayi langsung menangis. Tidak ada penggunaan obatobatan selama masa kehamilan.
2

Masa Kanak-Kanak Dini (0-3 tahun)


Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya serta adik-adiknya yang lain. Pasien

bisa bicara usia 2 tahun, dan berjalan usia 1,5 tahun. Pasien merupakan anak
yang supel dan aktif.
3

Masa Kanak-Kanak Pertengahan (3-11 tahun)


Pasien termasuk anak yang baik dan gampang bergaul sehingga memiliki

banyak teman. Saat SD pasien merupakan siswa yang berprestasi dan selalu
mendapatkan peringkat 3 besar.

Masa Pubertas dan Remaja

Hubungan Sosial
Pasien termasuk orang yang mudah bergaul dan memiliki banyak
teman. Pasien senang ketika diajak main keluar dengan teman temannya. Pasien sangat dekat dengan nenek, adik perempuan, dan

ibunya.
Riwayat Pendidikan Formal
Pasien bersekolah SD di daerah Gamping, lalu melanjutkan ke
SMPN di daerah Sleman. Dan melanjutkan ke SMA, saat SMA pasien
sering pindah pindah sekolah sampai 5 kali dikarenakan berantem
dengan temannya. Pasien melanjutkan kuliah sampai semester ke dua
karena sudah tidak mau kuliah.

Perkembangan Motorik dan Kognitif


Dalam Perkembangan motorik dan kognitif pasien tidak ada
gangguan. Pasien tidak mengalami kesulitan dalam hal keterampilan
intelektual maupun motorik.

Gangguan Emosi dan Fisik


Pasien termasuk orang yang supel, karena pasien mengaku
memiliki banyak teman. Dari kecil pasien selalu dimanja oleh
neneknya.

Riwayat Psikoseksual
Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan psikoseksual.

Riwayat Keluarga

Keterangan :
: Perempuan

: Perempuan meninggal

: Laki Laki

: Laki-laki meninggal

: Pasien
Pasien adalah anak pertama dari lima bersaudara. Terdiri dari empat adik
perempuan. Pekerjaan ayah pasien adalah pensiunan PNS dan ibunya adalah ibu
rumah tangga. Hubungan pasien dengan anggota keluarga lainnya baik. Dalam
keluarga pasien tidak ada yang menderita gangguan jiwa. Nenek pasien
meninggal bulan juli tahun 2008 sedangkan adiknya meninggal bulan agustus
tahun 2008. Mereka adalah orang yang paling dekat dengan pasien.
Kondisi Rumah Pasien : tinggal diperumahan dengan jarak rumah antar tetangga
sangat dekat, pemukiman tampak bersih. Kamar Pasien : Kamar pasien tampak
bersih dan rapi, tidak ditemukan benda-benda atau gambar-gambar yang aneh
Ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
Hubungan dengan tetangga : Baik
C. STATUS MENTAL
I.

Deskripsi Umum

A Penampilan

Pasien seorang laki-laki, berbadan kurus, berkulit coklat, kuku rapi, tidak
berbau, dan tampak ramah. Saat ini pasien berumur 37 tahun dan pasien
terlihat sesuai dengan usianya.
B Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Selama wawancara pasien duduk dengan tenang. Pasien menjawab
pertanyaan yang diajukan dengan respon lambat. Saat berbicara pasien lebih
sering menundukan kepala, tidak ada gerakan yang tidak disadari selama
wawancara. Setelah wawancara dokter muda berpamitan dengan pasien,
bersalaman dan pasien menerima dengan baik.

C Sikap terhadap Pemeriksa


Pasien cukup kooperatif untuk menjawab pertanyaan yang diajukan ketika
wawancara. Pasien bersikap tenang dan berprilaku sopan.
II.

Keadaan Afektif

Suasana Perasaan / Mood


Afek
Keserasian

III.

: Hipotim
: Sempit
: Sesuai

Pembicaraan

Jumlah
Volume
Irama
Kelancaran
Kecepatan

: sedikit
: sedang
: teratur
: kata-kata lancar, artikulasio dan intonasi jelas
: sedang

Gaya berbicara

: sedikit tegang

Gangguan berbicara : tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada
ekolalia.
IV.

Gangguan Persepsi

Halusinasi

Auditorik : Ada (pasien terkadang mendengar suara bisikan seorang


perempuan yang tidak jelas berkata apa)

Visual

: Tidak Ada

Taktil

: Tidak Ada.

Olfaktorik : Tidak Ada.

Gustatorik : Tidak Ada.

b Ilusi

: Tidak Ada

: Ada (karena pasien lebih suka sendiri di tempat yang sepi

Derealisasi

dari pada harus berada di tempat yang ramai)


d

Depersonalisasi : Tidak Ada


V.

Proses Pikir

1. Proses Pikir
o Produktivitas

: Cukup Ide

o Kontinuitas
- Assosiasi longgar : Tidak Ada
- Inkoherensia

: Tidak Ada

- Flight of ideas

: Tidak Ada

- Neologisme

: Tidak Ada

- Remming

: Ada (Pasien merespon lambat dalam menjawab

pertanyaan)
2. Isi pikir
Preokupasi

: Tidak Ada

Waham
Waham kebesaran

: Tidak Ada

Waham kejar

Waham refensi

: Tidak Ada

Thought echo

: Tidak Ada

: Tidak Ada

10

Thought broadcasting

: Tidak Ada.

Thought withdrawal

: Tidak Ada

Thought insertion

: Tidak Ada

Thought control

: Tidak Ada

Delusion of passivity

: Tidak Ada

Gagasan bunuh diri dan membunuh : Tidak Ada


Obsesi dan konvulsi
Fobia
VI.

: Tidak Ada
: Tidak Ada

Sensorium dan Kognitif


1

Kesadaran : Kompos Mentis

Orientasi
o Waktu Baik (pasien tahu dan dengan benar menyebutkan tanggal,
bulan, tahun, dan musim saat di wawancara)
o Tempat Baik (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang
berada di Rumah Sakit Jiwa Grhasia)
o Orang Baik (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh dokter
muda dan mengenali beberapa pasien lainnya)

Daya ingat :
o Daya ingat jangka panjang Baik (pasien dapat mengingat kejadian
yang terjadi saat ia SD)
o Daya ingat jangka pendek Baik (pasien dapat mengingat hari pasien
masuk rumah sakit)
o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi Baik (pasien dapat mengingat
menu sarapan tadi pagi, pukul berapa bangun tadi pagi)
o Daya ingat segera Baik (pasien dapat mengingat nama dokter yang
merawatnya saat ini dan juga dapat menyebutkan 3 benda yang
pewawancara ajukan)

11

Konsentrasi : Baik
Pasien mampu mengurangi penjumlahan seratus kurang tujuh sebanyak 5
kali berturut-turut

Kemampuan Visuospasial : Baik


Pasien dapat menggambar jam segi lima
6

Pikiran abstrak : Baik


Pasien dapat mengetahui arti panjang tangan

Pengetahuan umum dan intelegensi : Baik


o Pasien mengetahui nama presiden RI sekarang
o Pasien dapat menghitung uang kembalian dari Rp.10.000 setelah
dibelanjakan Rp.3500
VII.

Pengendalian Impuls

Kemampuan mengendalikan impuls kehendak dan keinginan pada pasien


baik, pasien bersedia mendengarkan dan menjawab pertanyaan pewawancara
dengan baik.
VIII.
o

Pertimbangan dan Tilikan

Pertimbangan : Baik
Misalnya bila menemukan dompet di jalan dan didalam dompet tersebut
terdapat KTP pemilik dompet, dia akan mengembalikannya kepada
pemiliknya.
o Tilikan : derajat 3 (pasien sadar dan mengaku sakit tapi menyalahkan
orang lain).
IX.

Reabilitas
o Reabilitas pasien terganggu
12

o Taraf dapat DipercayaKurang dapat dipercaya (terdapat beberapa


jawaban tertentu yang setelah dilakukan alloanamnesa ternyata berbeda
dengan pernyataan yang diungkapkan oleh pihak keluarga).
D STATUS FISIK
1

Status Interna
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
> Tekanan Darah
> Nadi
> Suhu
> Pernapasan
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas

: Baik
: Compos Mentis
: 110/80 mmHg
: 88 x/menit
: Afebris
: 20 x/menit
: Normosefal
: Pupil bulat, isokor, refleks cahaya langsung +/+,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
: Normotia
: Bentuk normal, sekret -/: Faring tidak hiperemis, T1/T1 tenang
: Cor : S1S2 Reguler, Murmur -/-, Gallop -/Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/: Datar, supel, nyeri tekan (-), H/L tidak membesar
: Akral hangat

Status Neurologik :

Tanda Rangsang Meningeal : Tidak ada

Refleks Fisiologis

: Normal

Refleks Patologis

: Tidak ada

Tonus
Turgor
Kekuatan
Koordinasi
Sensibilitas
Kelainan khusus

: Baik
: Baik
: Baik
: Baik
: Baik
: Tidak ada

13

E EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V

: Skizoafektif tipe depresi


: Gangguan kepribadian skizoid
: Tidak ditemukan kelainan organobiologik
: Tidak ada
: GAF scale 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas

ringan dalam fungsi, secara umum masih baik)


F DIAGNOSA
Diagnosa Banding
o Depresi berat dengan gejala psikotik
Diagnosa kerja : Skizoafektif tipe depresi
G PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi :
a Psikoterapi Suportif
Menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejalanya akan hilang dengan
menganjurkan pasien untuk selalu minum obat secara teratur agar gejala
penyakitnya berkurang dan menjelaskan kepada pasien tentang akibat yang terjadi
b

bila pasien tidak teratur minum obat.


Psikoterapi Ventilasi
Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk mengemukakan isi
hatinya agar pasien merasa lega serta keluhannya berkurang.
c Sosial budaya
Terapi kerja : memafaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau
pekerjaan yang bermanfaat, melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan
terapi aktivitas kelompok di RSJ Grhasia agar ia dapat beraktivitas dan
d

berinteraksi dengan lingkungannya secara normal.


Religius

Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah, seperti shalat, puasa, dan berdzikir.
2 Farmakoterapi :
Nama Obat
Flouxetin
Resperidone

Sediaan
20 mg
2 mg

Aturan Minum
1-0-0
1-0-1

H PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Faktor yang memperberat :
14

Perekonomian yang sulit

Terjadi pada usia muda

Etiologi tidak jelas

Adik pasien pernah mondok di RSJ

Faktor yang memperingan :

Dukungan dari keluarga dari segi motivasi untuk sembuh sangat baik

Kepatuhan minum obat secara teratur.

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif
terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1,3
Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali
digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset
untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.
Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan
memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.
Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari
waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip
dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif
juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan.
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe
gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia
dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.

16

4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok


gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian
besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu
kelompok heterogen.
Tanda dan Gejala
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu
manik maupun depresif.2,3
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi pikirannya
tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara

17

mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun
gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.
18

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien
telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang
bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.
Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua
minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga
harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya,
kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood
dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan
gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria
A: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
19

Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.


Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita


gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien
diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau
suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan
menderita tipe depresif.5
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan
gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit
skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara
bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam
kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana
perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis
gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik

atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia

dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.


Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
20

campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

Diagnosis Banding
Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan
mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang
diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa
pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala
skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga
termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan
gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu
deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi
boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah
terkendali.1,3
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis
di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah
didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga
perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan
bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor
pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang
awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.
Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.

21

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis


kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku
bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki
dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan
skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
Penatalaksanaan
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah
sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk
gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan diikuti jika semuanya
diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian
jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas
dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol),
valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak
efektif.5

22

BAB III
PEMBAHASAN

Anamnesis dan pemeriksaan


Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III
Teori

Diagnosis

Fakta

gangguan

skizoafektif

hanya dibuat apabila gejala-gejala

suka bersosialisasi dengan lingkungan

definitif

sekitar

adanya

skizofrenia

dan

gangguan skizofrenia dan gangguan

afektif sama-sama menonjol pada


saat

yang

bersamaan

(simultaneously),

atau

Pasien merasa bersalah dengan apa yang


dia lakukan

beberapa hari yang satu sesudah yang

Mudah lelah

lain, dalam satu episode penyakit

Pendiam, tertutup dan suka menyendiri

konsekuensi dari ini, episode penyakit


tidak

memenuhi

kriteria

baik

sejak kecil

atau depresif.
Kategori ini harus dipakai baik untuk
episode skizoafektif tip depresif yang
tunggal,

dan

berulang

dimana

untuk

tidak pernah putus obat

Adik pasien pernah mondok di RSJ

Riwayat trauma keapala pada usia 3


tahun.

gangguan

sebagian

depresif

harus

menonjol,

disertai oleh sedikitnya dua gejala

setelah

itu

tidak

kemampuan motorik dan kognitif serta

episode didominasi oleh skizoafektif


Afek

Namun

menunjukan adanya penuruan pada

besar

tipe depresif

Mempunyai riwayat mondok di RSJ


sebelumnya. Pasien rutin kontrol dan

skizofrenia maupun episode manik

Mudah marah, mengamuk dan memukul


anggota keluarganya

dalam

yang sama, dan bilamana, sebagai

Murung, suka menyendiri dan tidak

tidak ada perubahan sikap dan perilaku.

Seorang perokok

Saat berbicara pasien lebih sering


menundukan kepala

khas, baik depersif maupun kelaianan


perilaku terkait seperti tercantum

Mood hipotim

dalam uraian untuk episode depresif

Afek sempit

(F32)

Kuantitas berbicara yang sedikit


23

Dalam episode yang sama, sedikitnya

Halusinasi auditorik

: Ada (pasien

harus jelas ada satu, dan sebaiknya

terkadang mendengar suara bisikan

ada dua, gejala khas skizofrenia

seorang perempuan yang tidak jelas

(sebagaimana

berkata apa)

ditetapkan

dalam

pedoman diagnostik skizofrenia, F20,

(a) sampai (d).

Remming

: Ada (Pasien merespon

lambat dalam menjawab pertanyaan)

Derealisasi : Ada (karena pasien lebih


suka sendiri di tempat yang sepi dari
pada harus berada di tempat yang ramai)

Pemeriksaan fisik dalam batas normal

Penatalaksanaan

Teori

Fakta

Modalitas terapi yang utama untuk

Psikoterapi

gangguan skizoafektif adalah perawatan


di rumah sakit, medikasi, dan intervensi

- Psikoterapi Suportif
Menanamkan kepercayaan pada pasien

psikososial.

Prinsip

yang

bahwa gejalanya akan hilang dengan

mendasari

farmakoterapi

untuk

menganjurkan pasien untuk selalu minum

dasar

gangguan skizoafektif adalah bahwa

obat

protokol

jika

penyakitnya berkurang dan menjelaskan

bahwa

kepada pasien tentang akibat yang terjadi

jika

diperlukan untuk pengendalian jangka

bila pasien tidak teratur minum obat.


- Psikoterapi Ventilasi
Memberi kesempatan seluas-luasnya

pendek. Jika protokol thymoleptic tidak

kepada pasien untuk mengemukakan isi

efektif di dalam mengendalikan gejala

hatinya agar pasien merasa lega serta

atas

keluhannya berkurang.
- Sosial budaya
Terapi kerja : memafaatkan waktu luang

antidepresan

semuanya

diindikasikan

antipsikotik

digunakan

dasar

diikuti
dan
hanya

berkelanjutan,

medikasi

antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien


dengan

gangguan

skizoafektif,

tipe

bipolar, harus mendapatkan percobaan


lithium,

carbamazepine

valproate

(Depakene),

(Tegretol),
atau

suatu

secara

teratur

agar

gejala

dengan melakukan hobi atau pekerjaan


yang
secara

bermanfaat,
aktif

melibatkan

dalam

kegiatan

pasien
terapi

aktivitas kelompok di RSJ Grhasia agar ia


24

kombinasi obat-obat tersebut jika satu

dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan

obat saja tidak efektif.

lingkungannya secara normal.


- Religius
Memotivasi pasien agar selalu rajin
beribadah, seperti shalat, puasa, dan
berdzikir.

Farmakoterapi :

Flouxetin 20 mg 1-0-0 (antidepresan)


Resperidone 2 mg 1-0-1 (antipsikotik)

25

BAB IV
KESIMPULAN
Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan
gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah
dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang
menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga
pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan
lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif
hanya dibuat apabila gejala2 definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam
episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Terapi
dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan berfokus pada
rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti
depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan
apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan adalah antara anti
psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh
menonjolnya gejala skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan
persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten
gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss : Surabaya.
1994.
2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi
Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.
3. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998.
4. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and Schizophrenia
Among Medicaid Patients. Diakses melalui: www.psychiatryonline.org/data/Journals/
5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental disorders
(DSM IV TM). American Psychological Association (APA): Washington DC. 1996.

27

Anda mungkin juga menyukai