Disusun oleh :
Andreafika Kusumaningtyas Harqiqi
20110310210
Pembimbing:
dr. Alvina, Sp.KJ
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
GANGGUAN SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun oleh:
Andreafika Kusumaningtyas Harqiqi
20110310210
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat,
petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus Gangguan Skizofrenia Paranoid.
Presentasi kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tak ternilai kepada:
1. dr. Alvina, Sp.KJ selaku dosen pembimbing bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa RSJ Grhasia D.I. Yogyakarta yang telah mengarahkan dan
membimbing dalam menjalani stase Ilmu Kedokteran Jiwa serta dalam
penyusunan presentasi kasus ini.
2. Perawat RSJ Grhasia D.I. Yogyakarta.
3. Rekan-rekan Co-Assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian
presentasi kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi kesempurnaan penyusunan presus di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, Desember 2015
Andreafika K.H
DAFTAR ISI
PRESENTASI KASUS.......................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................................4
LAPORAN KASUS.......................................................................................................................4
A.
IDENTITAS PASIEN.......................................................................................................4
B.
ANAMNESIS...................................................................................................................4
C.
STATUS MENTAL...........................................................................................................8
D.
STATUS FISIK...............................................................................................................12
E.
EVALUASI MULTIAKSIAL.........................................................................................14
F.
DIAGNOSA...................................................................................................................14
G.
PENATALAKSANAAN................................................................................................14
H.
PROGNOSIS..................................................................................................................15
BAB II..............................................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................16
Definisi....................................................................................................................................16
Epidemiologi...........................................................................................................................16
Etiologi....................................................................................................................................16
Tanda dan Gejala.....................................................................................................................17
Diagnosis.................................................................................................................................18
Diagnosis Banding...................................................................................................................21
Perjalanan Penyakit dan Prognosis..........................................................................................21
Penatalaksanaan.......................................................................................................................22
BAB III.............................................................................................................................................23
PEMBAHASAN..........................................................................................................................23
BAB IV.............................................................................................................................................26
KESIMPULAN............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................27
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. N
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 38 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Status pernikahan
: Belum menikah
Alamat
: Banguntapan, Yogyakarta
Pekerjaan
: Pengangguran
: 1 Desember 2015
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari
Nama
: Ny. S
Umur
: 55 tahun
Alamat
: Banguntapan, Yogyakarta
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
Hubungan
Lama Kenal
: Sejak lahir
Sifat Kenal
depan rumahnya. Sejak 1 jam sebelum dibawa ke RSJ Grahsia pasien tiba-tiba
mengamuk dan memukul ibu serta adik pasien. Karena ketakutan kemudian
ibu pasien berteriak dan meminta tolong kepada warga sekitar serta pihak
keamanan. Tidak lama setelah itu pasien ditangkap dikamarnya dan dibawa ke
RSJ Grhasia. Pada tahun 2013 pasien sempat dirawat di RSJ Grhasia untuk
yang pertama kali selama 1 bulan. Pasien rutin kontrol dan tidak pernah putus
obat. Menurut cerita dari ibu pasien, sekitar satu minggu sebelum pasien
dirawat untuk yang pertama kali, pasien sering mengurung diri di kamar dan
tidak ingin bersosialisasi terhadap keluarga serta lingkungan setempat.
Perubahan sikap pasien tersebut berawal ketika pasien dan teman-temanya
pulang setelah bermain dan menonton konser hingga larut malam bersama
teman-temanya. Pasien juga mengeluhkan terkadang mendengar suara bisikan
seorang perempuan yang berkata tidak jelas. Menurut pasien suara bisikan
tersebut dirasa tidak mengganggu karena tidak jelas. Dan semenjak itu pasien
mulai mengurung diri dikamar, tidak mau makan, dan tidak bisa diajak
komunikasi serta menjadi mudah marah. Sehingga keluarga pasien
memutuskan untuk merawat pasien di RSJ Grhasia.
Sepulang dari mondok yang pertama keadaan pasien berangsur-angsur
membaik. Tiga hari sebelum pasien mengamuk, keluarga pasien dan pasien
dikunjungi oleh beberapa mahasiswa dan dosen dari salah satu perguruan
tinggi dijogja untuk keperluan pembelajaran. Setelah kejadian tersebut sikap
pasien terlihat berubah, pasien menjadi mudah marah serta melakukan
pekerjaan secara berlebihan hingga pasien merasa kelelahan. Kemudian secara
tiba-tiba tanpa didahului alasan yang jelas, pasien mengamuk dan memukul
ibu serta adik pasien. Pasien juga terkadang masih mendengar suara bisikan
seorang perempuan yang tidak jelas berkata apa, dan menurut pasien suara
tersebut tidak begitu mengganggu. Pasien lebih suka sendiri di tempat yang
sepi dari pada harus berada di tempat yang ramai. Pasien mengaku bahwa
dirinya hanya merasa kelelahan, sehingga mudah marah. Pasien merasa
bersalah dengan apa yang dia lakukan dan ingin meminta maaf terhadap orang
tuanya.
Gangguan Psikiatri
Kurang lebih 2 tahun yang lalu pasien pernah dibawa berobat ke RSJ
Grhasia karena sering mengurung diri dikamar dan tidak mau bersosialisasi
dengan keluarga serta lingkungan. Pasien mondok kurang lebih selama 1
bulan kemudian diperbolehkan pulang. Pasien rutin kontrol ke rumah sakit.
2
Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki kelainan bawan sejak lahir. Pasien tidak memiliki
SMA. Pasien tidak pernah minum minuman beralkohol dan mengkonsumsi zat
narkotika..
Riwayat Kehidupan Pribadi Sebelum Sakit
1
bisa bicara usia 2 tahun, dan berjalan usia 1,5 tahun. Pasien merupakan anak
yang supel dan aktif.
3
banyak teman. Saat SD pasien merupakan siswa yang berprestasi dan selalu
mendapatkan peringkat 3 besar.
Hubungan Sosial
Pasien termasuk orang yang mudah bergaul dan memiliki banyak
teman. Pasien senang ketika diajak main keluar dengan teman temannya. Pasien sangat dekat dengan nenek, adik perempuan, dan
ibunya.
Riwayat Pendidikan Formal
Pasien bersekolah SD di daerah Gamping, lalu melanjutkan ke
SMPN di daerah Sleman. Dan melanjutkan ke SMA, saat SMA pasien
sering pindah pindah sekolah sampai 5 kali dikarenakan berantem
dengan temannya. Pasien melanjutkan kuliah sampai semester ke dua
karena sudah tidak mau kuliah.
Riwayat Psikoseksual
Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan psikoseksual.
Riwayat Keluarga
Keterangan :
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Laki Laki
: Laki-laki meninggal
: Pasien
Pasien adalah anak pertama dari lima bersaudara. Terdiri dari empat adik
perempuan. Pekerjaan ayah pasien adalah pensiunan PNS dan ibunya adalah ibu
rumah tangga. Hubungan pasien dengan anggota keluarga lainnya baik. Dalam
keluarga pasien tidak ada yang menderita gangguan jiwa. Nenek pasien
meninggal bulan juli tahun 2008 sedangkan adiknya meninggal bulan agustus
tahun 2008. Mereka adalah orang yang paling dekat dengan pasien.
Kondisi Rumah Pasien : tinggal diperumahan dengan jarak rumah antar tetangga
sangat dekat, pemukiman tampak bersih. Kamar Pasien : Kamar pasien tampak
bersih dan rapi, tidak ditemukan benda-benda atau gambar-gambar yang aneh
Ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
Hubungan dengan tetangga : Baik
C. STATUS MENTAL
I.
Deskripsi Umum
A Penampilan
Pasien seorang laki-laki, berbadan kurus, berkulit coklat, kuku rapi, tidak
berbau, dan tampak ramah. Saat ini pasien berumur 37 tahun dan pasien
terlihat sesuai dengan usianya.
B Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Selama wawancara pasien duduk dengan tenang. Pasien menjawab
pertanyaan yang diajukan dengan respon lambat. Saat berbicara pasien lebih
sering menundukan kepala, tidak ada gerakan yang tidak disadari selama
wawancara. Setelah wawancara dokter muda berpamitan dengan pasien,
bersalaman dan pasien menerima dengan baik.
Keadaan Afektif
III.
: Hipotim
: Sempit
: Sesuai
Pembicaraan
Jumlah
Volume
Irama
Kelancaran
Kecepatan
: sedikit
: sedang
: teratur
: kata-kata lancar, artikulasio dan intonasi jelas
: sedang
Gaya berbicara
: sedikit tegang
Gangguan berbicara : tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada
ekolalia.
IV.
Gangguan Persepsi
Halusinasi
Visual
: Tidak Ada
Taktil
: Tidak Ada.
b Ilusi
: Tidak Ada
Derealisasi
Proses Pikir
1. Proses Pikir
o Produktivitas
: Cukup Ide
o Kontinuitas
- Assosiasi longgar : Tidak Ada
- Inkoherensia
: Tidak Ada
- Flight of ideas
: Tidak Ada
- Neologisme
: Tidak Ada
- Remming
pertanyaan)
2. Isi pikir
Preokupasi
: Tidak Ada
Waham
Waham kebesaran
: Tidak Ada
Waham kejar
Waham refensi
: Tidak Ada
Thought echo
: Tidak Ada
: Tidak Ada
10
Thought broadcasting
: Tidak Ada.
Thought withdrawal
: Tidak Ada
Thought insertion
: Tidak Ada
Thought control
: Tidak Ada
Delusion of passivity
: Tidak Ada
: Tidak Ada
: Tidak Ada
Orientasi
o Waktu Baik (pasien tahu dan dengan benar menyebutkan tanggal,
bulan, tahun, dan musim saat di wawancara)
o Tempat Baik (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang
berada di Rumah Sakit Jiwa Grhasia)
o Orang Baik (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh dokter
muda dan mengenali beberapa pasien lainnya)
Daya ingat :
o Daya ingat jangka panjang Baik (pasien dapat mengingat kejadian
yang terjadi saat ia SD)
o Daya ingat jangka pendek Baik (pasien dapat mengingat hari pasien
masuk rumah sakit)
o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi Baik (pasien dapat mengingat
menu sarapan tadi pagi, pukul berapa bangun tadi pagi)
o Daya ingat segera Baik (pasien dapat mengingat nama dokter yang
merawatnya saat ini dan juga dapat menyebutkan 3 benda yang
pewawancara ajukan)
11
Konsentrasi : Baik
Pasien mampu mengurangi penjumlahan seratus kurang tujuh sebanyak 5
kali berturut-turut
Pengendalian Impuls
Pertimbangan : Baik
Misalnya bila menemukan dompet di jalan dan didalam dompet tersebut
terdapat KTP pemilik dompet, dia akan mengembalikannya kepada
pemiliknya.
o Tilikan : derajat 3 (pasien sadar dan mengaku sakit tapi menyalahkan
orang lain).
IX.
Reabilitas
o Reabilitas pasien terganggu
12
Status Interna
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
> Tekanan Darah
> Nadi
> Suhu
> Pernapasan
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
: Baik
: Compos Mentis
: 110/80 mmHg
: 88 x/menit
: Afebris
: 20 x/menit
: Normosefal
: Pupil bulat, isokor, refleks cahaya langsung +/+,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
: Normotia
: Bentuk normal, sekret -/: Faring tidak hiperemis, T1/T1 tenang
: Cor : S1S2 Reguler, Murmur -/-, Gallop -/Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/: Datar, supel, nyeri tekan (-), H/L tidak membesar
: Akral hangat
Status Neurologik :
Refleks Fisiologis
: Normal
Refleks Patologis
: Tidak ada
Tonus
Turgor
Kekuatan
Koordinasi
Sensibilitas
Kelainan khusus
: Baik
: Baik
: Baik
: Baik
: Baik
: Tidak ada
13
E EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah, seperti shalat, puasa, dan berdzikir.
2 Farmakoterapi :
Nama Obat
Flouxetin
Resperidone
Sediaan
20 mg
2 mg
Aturan Minum
1-0-0
1-0-1
H PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Faktor yang memperberat :
14
Dukungan dari keluarga dari segi motivasi untuk sembuh sangat baik
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan
afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat
bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif
terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1,3
Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali
digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset
untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.
Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan
memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.
Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari
waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip
dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif
juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan.
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe
gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia
dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.
16
17
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun
gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.
18
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien
telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang
bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.
Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua
minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga
harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya,
kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood
dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan
gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria
A: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
19
atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)
Diagnosis Banding
Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan
mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang
diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa
pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala
skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga
termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan
gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu
deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi
boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah
terkendali.1,3
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis
di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah
didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga
perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan
bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor
pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang
awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.
Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.
21
22
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis
Fakta
gangguan
skizoafektif
definitif
sekitar
adanya
skizofrenia
dan
yang
bersamaan
(simultaneously),
atau
Mudah lelah
memenuhi
kriteria
baik
sejak kecil
atau depresif.
Kategori ini harus dipakai baik untuk
episode skizoafektif tip depresif yang
tunggal,
dan
berulang
dimana
untuk
gangguan
sebagian
depresif
harus
menonjol,
setelah
itu
tidak
Namun
besar
tipe depresif
dalam
Seorang perokok
Mood hipotim
Afek sempit
(F32)
Halusinasi auditorik
: Ada (pasien
(sebagaimana
berkata apa)
ditetapkan
dalam
Remming
Penatalaksanaan
Teori
Fakta
Psikoterapi
- Psikoterapi Suportif
Menanamkan kepercayaan pada pasien
psikososial.
Prinsip
yang
mendasari
farmakoterapi
untuk
dasar
obat
protokol
jika
bahwa
jika
atas
keluhannya berkurang.
- Sosial budaya
Terapi kerja : memafaatkan waktu luang
antidepresan
semuanya
diindikasikan
antipsikotik
digunakan
dasar
diikuti
dan
hanya
berkelanjutan,
medikasi
gangguan
skizoafektif,
tipe
carbamazepine
valproate
(Depakene),
(Tegretol),
atau
suatu
secara
teratur
agar
gejala
bermanfaat,
aktif
melibatkan
dalam
kegiatan
pasien
terapi
Farmakoterapi :
25
BAB IV
KESIMPULAN
Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan
gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah
dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang
menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga
pada skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan
lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan
gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif
hanya dibuat apabila gejala2 definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam
episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Terapi
dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan berfokus pada
rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti
depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan
apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan adalah antara anti
psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh
menonjolnya gejala skizofrenianya, atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan
persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk, dan sebaliknya semakin persisten
gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss : Surabaya.
1994.
2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi
Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.
3. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998.
4. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and Schizophrenia
Among Medicaid Patients. Diakses melalui: www.psychiatryonline.org/data/Journals/
5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental disorders
(DSM IV TM). American Psychological Association (APA): Washington DC. 1996.
27