Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari - hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan (Hidayat, 2009).
Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ - organ tubuh
didalamnya, maka kebersihan kulit perlu dijaga kesehatannya. Kebersihan
kulit merupakan mekanisme utama untuk mengurangi kontak dan transmisi
terjadinya infeksi, salah satunya infeksi jamur (Larson E, 2001).
Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang
merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga
kurang sempurna (Madani A, 2000).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
atau mikosis yang mempunyai insidensi cukup tinggi ialah mikosis
superfisialis.Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah
dermatofitosis dan nondermatofitosis, yang terdiri atas berbagai penyakit
diantaranya Pityriasis versicolor (PV), yang lebih dikenal sebagai penyakit
panu (Budimulja, 2002).
Sebagian besar kasus Pityriasis versicolor terjadi karena keadaan yang
mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan jamur tersebut diduga
adanya faktor lingkungan diantaranya kelembaban kulit (Radiono, 2001).
Ditinjau dari masing - masing kasus mikosis superfisialis yang paling
sering ditemukan adalah Pityriasis versicolor. Pityriasis versicolor adalah
infeksi jamur superfisial pada lapisan tanduk kulit yang disebabkan oleh
Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare. Infeksi ini bersifat menahun,
ringan dan biasanya tanpa peradangan (Madani A, 2000).
Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak - anak dan orang
dewasa tua tidak luput dari infeksi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

1
infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang
mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi. (Budimulja, 2002).
Pityriasis versicolor dapat menyerang masyarakat kita tanpa memandang
golongan umur tertentu. Dari segi usia yakni usia 16 - 40 tahun.
Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor
predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak
keringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama. Tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita, walaupun pernah dilaporkan di USA penderita yang
tersering menderita berusia antara 20 - 30 tahun dengan perbandingan 1.09%
pria dan 0,6% wanita. Insidensi Pityriasis versicolor yang akurat di Indonesia
belum ada. Hanya diperkirakan 50% dari populasi di negara tropis terkena
penyakit ini (Partosuwiryo, 1992; Adiguna MS, 2001; Radiono, 2001)
Pityriasis versicolor adalah infeksi superfisial pada pada stratum
corneum kulit manusia yang disebabkan oleh khamir Malassezia. Penyakit ini
erat kaitannya dengan tingkat higiene perorangan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui profil higiene perorangan dari siswasiswi sekolah dasar di
Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 130 siswa dari SD Pulau
Panggang 03 yang terletak di Pulau Panggang dan SD Pulau Panggang 02
yang terletak di Pulau Pramuka diperiksa permukaan kulitnya. Hasil
menunjukkan bahwa penderita Pityriasis versicolor siswa dari SD Pulau
Panggang 03 dua kali lipat (30%) dibandingkan siswa dari SD Pulau
Panggang 02 (15%). Siswa laki-laki yang menderita Pityriasis versicolor dua
kali lipat (30%) dibandingkan siswa perempuan yang hanya 15%.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kami dapat menarik beberapa rumusan
masalah anatara lain sebagai berikut:
1. Apa definisi dari pityriasis versicolor ?
2. Bagaimana etiologi dari pityriasis versicolor?
3. Bagaimana epidemiologi pityriasis versicolor?
4. Bagaimana cara penularan pityriasis versicolor?

2
5. Bagaimana patofisiologi dari pityriasis versicolor?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari pityriasis versicolor?
7. Bagaimana diagnose banding dari pityriasis versicolor?
8. Bagaimana gambaran klinis dari pityriasis versicolor?
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari pityriasis versicolor?
10.Bagaimana penatalaksanaan dari pityriasis versicolor?
11.Bagaimana perencegahan dari penyakit pityriasis versicolor?
12.Bagaimana prognosis dari pityriasis versicolor?
13.Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pityriasi
versicolor ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui definisi dari pityriasis versicolor .
2. Untuk mengetahui etiologi dari pityriasis versicolor.
3. Untuk mengetahui epidemiologi pityriasis versicolor.
4. Untuk mengetahui cara penularan pityriasis versicolor.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari pityriasis versicolor.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari pityriasis versicolor.
7. Untuk mengetahui diagnose banding dari pityriasis versicolor.
8. Untuk mengetahui gambaran klinis pityriasis versicolor.
9. Untuk penunjang dari pityriasis Versicolor.
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari pityriasis versicolor.
11. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit pityriasis versicolor.
12. Untuk mengetahui prognosis dari pityriasis versicolor.
13. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
pasien dengan pityriasis versicolor.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang
disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai
dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi
ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis
versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha,
dan lipatan paha (Madani A, 2000).
Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan disebabkan
oleh ragi Malassezia, yang merupakan komensal kulit normal pada folikel
pilosebaseus. Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di daerah
beriklim sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim tropis.
Alasan mengapa multipikasi ragi tersebut sampai terjadi dan dapat
menimbulkan lesi kulit pada orang-orang tertentu belum diketahui (Graham
-Brown, 2005).
B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Malassezia furfur, yang dengan pemeriksaan
morfologi dan imunoflorensi indirek ternyata identik dengan Pityrosporum
orbiculare . Prevalensi Pityriasis versicolor lebih tinggi (50%) di daerah
tropis yang bersuhu hangat dan lembab (Radiono, 2001).
C. Epidemiologi
Pityriasis versicolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai
di daerah tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang
hampir semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16-40 tahun. Tidak
ada perbedaan antara pria dan wanita, walaupun di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa penderita pada usia 20-30 tahun dengan perbandingan
1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada,
namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis terkena penyakit
ini, sedangkan di negara subtropis yaitu Eropa tengah dan utara hanya 0,5-1%
dari semua penyakit jamur (Partogi, 2008).

4
Pityriasis versicolor dapat terjadi di seluruh dunia, tetapi penyakit ini lebih
sering menyerang daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Di Mexico 50%
penduduknya menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan
wanita, dimana pria lebih sering terserang dibanding wanita dengan
perbandingan 3 : 2 (Amelia, 2011).
Sebagian besar kasus Pityriasis versicolor terjadi karena aktivasi
Malassezia furfur pada tubuh penderita sendiri (autothocus flora), walaupun
dilaporkan pula adanya penularan dari individu lain. Kondisi patogen terjadi
bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi
sebagai flora normal kulit. Dalam kondisi tertentu Malassezia furfur akan
berkembang ke bentuk miselial, dan bersifat lebih patogenik. Keadaan yang
mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan ragi tersebut diduga
adalah faktor lingkungan atau faktor individual. Faktor lingkungan
diantaranya adalah lingkungan mikro pada kulit, misalnya kelembaban kulit.
Sedangkan faktor individual antara lain adanya kecenderungan genetik, atau
adanya penyakit yang mendasari misalnya sindrom Cushing atau malnutrisi
(Radiono, 2001).
D. Patofisiologi
Pityriasis versicolor timbul disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik
yaitu Malassezia furfur, yang dibiakan hanya pada media kaya asam lemak
rantai C12– C14.Pityrosporon orbiculare,pityrosporon ovale, dan malassezia
furfur merupakan sinonim dari M.Furftur merupakan flora normal kutaneus
manusia, dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% dewasa (Partogi,
2008).Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat ditemukan
dalam bentuk spora dan dalam bentuk filament (hifa).Faktor-faktor yang
menyebabkan berkembangnya menjadi parasit sebagai berikut :
1. Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat (Budimulja,
2001). Hal ini merupakan penyebab sehingga pityriasis versicolor banyak
di jumpai di daerah tropis dan pada musim panas didaerah subtropis.
Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaianatau kosmetik

5
dimana akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan
pH (Partogi, 2008).
2. Sedangkan faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis
seboroik,sindrom cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan
riwayat keluarga yang positif. Disamping itu bias juga karena Diabetes
Melitus, pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan, dan penyakit-
penyakit berat lainnya yang dapat mempermudah timbulnya Pityriasis
versicolor (Partogi, 2008).
3. Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari
yang masuk ke dalam lapisan kulit akan mengganggu proses pembentukan
melanin, adanya toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin,
dan adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh Pityrosporum dari asam
lemak dalam serum yang merupakan inhibitor kompetitf dari tirosinase
(Partogi, 2008).
Beberapa faktor dapat berperan penting dalam perkembangan dan
manifestasi klinik dari Pityriasis versicolor.Lemak kulit memiliki pengaruh
pityrosporum merupakan jamur yang lipofilik dan bergantung kepada lemak
sehingga memiliki kaitan erat dengan trigliserida dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar serbasea. Ketergantungan terhadap lemak
menjelaskan bahwa Pityriasis versicolor memiliki prediksi pada kulit secara
fisiologik kaya akan kelenjar serbasea,dan tidak muncul pada tangan dan
telapak kaki. Pityriasis versicolor jarang pada anak-anak dan orang tua karena
kulit mereka rendah akan konsentrasi lemak, berbeda dengan orang muda.
Sekresi keringat pada daerah tropical endemic Pityriasis versicolor, suhu akan
mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi komposisi
lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi Pityriasis versicolor.
Faktor hormonal,dilaporkan bahwa kasus Pityriasis versicolor meningkat
pada Atrogenik Cushing Syndrome yang diakibatkan perubahan-perubahan
status kulit,juga pada kehamilan dan akne vulgaris proses depigmentasi kulit
pada Pityriasis versicolor bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit, dan efeknya langsung

6
pityrosporum pada melanocytes. Studi histologi, menunjukkan kehadiran
sejumlah melanocytes pada daerah noda lesi dengan dengeneratif dari
Pityriasis versicolor. Hal ini memberikan petunjuk terjadinya penurunan
produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada keratinocytes, kedua
hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada kulit. Pendapat lain
bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme penyaringan sinar
matahari oleh jamur sehingga lesi kulit menjadi lebih terang dibandingkan
dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap.Namum pendapat ini kurang tepat
untuk menjelaskan hipopigmentasi pada Pityriasis versicolor karena beberapa
kasus hipopigmentasi pada Pityriasis versicolor tanpa terpapar oleh sinar
matahari.
E. Manifestasi Klinis
Kelainan kulit Pityriasis versicolor sangat superficial dan ditemukan
terutama dibadan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak, berwarna
-warna, bentuk tidak teratur sampai teratur,batas jelas sampai difus. Bercak-
bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk
papulo-vaskular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
bepenyakit tersebut. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan,
yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia akibat tidak terkena sinar
matahari atau kemungkinan pengaruh tokis jamur terhadap pembentukan
pigmen sering dikeluhkan penerita. Penyakit ini sering dilihat pada remaja
walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi
(Burke,2006).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu fakor herediter,
penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan
nutrisi Pityriasis versicolor muncul dengan tiga bentuk, yaitu:
1. Papulosquamous
a. Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik,batas jelas,
banyak makula bulat samapi oval yang tersebar pada batang tubuh, dada,
leher, extrimitas, dan kadang pada bagian bawah perut. Macula cendrung

7
untuk menyatu, membentuk area pigmentasi irregular.Area yang
terinfeksi dapat menjadi gelap atau menjadi lebih terang dari kulit
sekitar.
b. Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana perbedaan
warna akan lebih menonjol.
2. Inverse Pityriasis versicolor
a. Bentuk kebalikan dari Pityriasis versicolor pada keadaan distribusi yang
berbeda, kelainan pada region flexural,wajah atau area tertentu pada
ekstrimitas.Bentuk ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami
gangguan imunodefisiensi.
b. Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis, dermatitis
seborrhonik, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatophyte.
3. Folliculitis
a. Bentuk ketiga dari infeksi M.frurfur pada kulit melibatkan folikel
rambut.Kondisi ini biasanya terjadi pada area punggung, dada, dan
extrimitas.
b. Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan folikulitis, bacterial.
Infeksi akibat Pityrosporum folliculitis berupa papula kemerahan atau
pustula.
c. Factor predisposisi diantaranya diabetes, kelembapan tinggi, terapi
steroid atau antibiotika dan terapi immunosupresan. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa M.furfur memiliki peran dalan dermatitis sebrrhoik.
F. Gambaran Klinis
Kelainan kulit Pityriasis versicolor sangat superfisial dan ditemukan
terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak - bercak berwarna
-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak
-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk
papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
berpenyakit tersebut (Budimulja, 2002).

8
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan
alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau
kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering
dikeluhkan penderita (Budimulja, 2002).
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak atau makula
berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan
rasa gatal ringan yang umumnya muncul saat berkeringat (Radiono, 2001).
Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan
lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas
membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu
folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau
numular dan plakat (Madani A, 2000).
Pada kulit yang terang, lesi berupa makula cokelat muda dengan skuama
halus di permukaan, terutama terdapat di badan dan lengan atas. Kelainan ini
biasanya bersifat asimtomatik, hanya berupa gangguan kosmetik. Pada kulit
gelap, penampakan yang khas berupa bercak-bercak hipopigmentasi.
Hilangnya pigmen diduga ada hubungannya dengan produksi asam azelaik
oleh ragi, yang menghambat tironase dan dengan demikian mengganggu
produksi melanin. Inilah sebabnya mengapa lesi berwarna cokelat pada kulit
yang pucat tidak diketahui.
Variasi warna yang tergantung pada warna kulit aslinya merupakan sebab
mengapa penyakit tersebut dinamakan “Versicolor” (Graham-Brown, 2005).

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pityriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur adalah penyakit
jamur superfisial yang berupa bercak berskuama halus yang bewarna putih
sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang menyerang
ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kepala yang
berambut.
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, terlihat
sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur,
berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal s(ringan),
atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan) sehingga ada kalanya
penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut. Pseudoakromia,
akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur
terhadap pembentukan pigmen. Keluhan gatal ringan dan bercak
hipopigmentasi, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.

B. Saran
Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian tugas Asuhan
keperawatan Pityriasis Versicolor ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai penyempurnaan
tugas ini, sehingga dikemudian hari tugas-tugas selanjutnya dapat bermanfaat
bagi semua mahasiswa.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alit.K. 2011. Penanganan Masalah Sistem Integumen (kulit, rambut, kuku).


Surabaya : Fk Unair diakses pada tanggal 09 September 2014 dari
http://ners.unair.ac.id
Partogi, Donna. 2008. Pityriasis Versicolor dan Diagnosis Bandingnya. Medan :
USU e-Repository diakses pada tanggal 09 Sptember 2014 dikutip dari
http://repository.usu.ac.id
Raihany.2013. Tinea Versicolor. Universitas Sumatera Utara diakses pada tanggal
09 September 2014 dikutip dari http://repository.usu.id
Widyawati.2006. Uji Banding Efektivitas Laos (alpinia galanga) 2% dengan
Ketokonazo l2%. Terhadap Pertumbuhan Malassezia Furfur Pada
Ptiriasis Versikolor Secara In Vitro. Semarang : FK UNDIP diakses pada
tanggal 09 september 2014 di kutip dari http://eprints.undip.ac.id

11

Anda mungkin juga menyukai