Oleh :
K1B1 21 035
Pembimbing:
1
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Kepribadian Borderline
Mengetahui
Pembimbing,
1
2
b. Insidensi
c. Etiologi
d. Faktor Risiko
Beberapa orang telah kehilangan atau terpisah dari orang tua atau
pengasuh dekat ketika mereka masih muda atau memiliki orang tua atau
pengasuh dengan penyalahgunaan zat atau masalah kesehatan mental
lainnya (Heredia, 2021).
e. Patofisiologi
Orang dengan BPD mengalami perubahan suasana hati yang luas dan
dapat merasakan ketidakstabilan dan rasa tidak aman yang luar biasa. Menurut
6
Perubahan diri yang cepat -identitas dan citra diri yang mencakup
pergeseran tujuan dan nilai, dan melihat diri sendiri sebagai buruk atau
seolah-olah Anda tidak ada sama sekali
Ancaman atau perilaku bunuh diri atau melukai diri sendiri, sering kali
sebagai tanggapan takut akan perpisahan atau penolakan
Perubahan suasana hati yang luas yang berlangsung dari beberapa jam
hingga beberapa hari, yang dapat mencakup kebahagiaan yang intens,
lekas marah, malu atau cemas
awal dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukan oleh lima
(atau lebih), sebagai berikut (Sari dan Hamidah, 2020) :
3) Gangguan identitas : gambaran diri atau perasaan diri yang tidak stabil
dan mencolok
5) Perilaku bunuh diri yang berulang, gerak tangan atau ancaman, atau
perilaku yang memutilasi diri sendiri
1) Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens yang dicirikan
oleh pergantian antara idealisasi dan devaluasi yang ekstrem.
2) Gangguan identitas: citra diri atau perasaan diri yang tidak stabil secara
nyata dan terus-menerus.
3) Impulsif dalam setidaknya dua area yang berpotensi merusak diri sendiri
(misalnya, pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi
sembrono, pesta makan). (Catatan: Jangan sertakan perilaku bunuh diri
atau mutilasi diri yang tercakup dalam Kriteria 5).
4) Perilaku, gestur, atau ancaman bunuh diri yang berulang, atau perilaku
mutilasi diri.
2% dari populasi umum, dan sampai 20% dari pasien rawat inap psikiatri.
Hal ini juga dikaitkan dengan peningkatan 50 kali lipat risiko bunuh diri
dibandingkan dengan populasi umum. Hal lain yang cukup mengejutkan
adalah penderita kepribadian ambang meningkat 2-4 kali lipat dalam
perawatan psikiatris dibandingkan pasien dengan gangguan depresi mayor.
Pinto (dalam Wong, 2012) telah mengadakan survey di negara Barat
maupun di beberapa negara Timur dan menghasilkan data bahwa
penderita kepribadian ambang meningkat dengan tajam walaupun dengan
gejala dan ciri yang berbeda. Hal ini lebih didukung oleh studi empiris
sebelumnya yang telah mengukur validitas konstruk KA pada orang
dewasa di Cina (Mulyani Siti, Rohmah Ainur, 2015).
Menurut Zanarini & Frankenburg, KA ini berkembang karena
dipengaruhi oleh kepribadian yang rentan, pengalaman masa kanak-kanak
dan peristiwa-peristiwa di masa dewasa. Diduga bahwa trauma pada masa
kanak-kanak (perceive childhood emotional invalidation) menjadi faktor
kuat dari KA (Mulyani Siti, Rohmah Ainur. 2015).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fauziana (2008) menunjukkan
bahwa etiologi atau riwayat terbentuknya gangguan kepribadian ambang
adalah dari faktor psikologis yaitu pola asuh yang tidak konsisten,
perpisahan dengan orang tua dan pengalaman masa kanak – kanak yang
tidak menyenangkan seperti penyiksaan fisik sehingga subjek menilai
lingkungannya yang cenderung menolak dan mengabaikan serta memaksa
dan mengancam tetapi juga sebagai pemberi kasih sayang dan perhatian.
Konsekuensi yang dialami adalah menjadi sulit beradaptasi dan sedikit
teman serta ketergantungan obat tidur (Andri, 2007).
Banyak peneliti lebih berfokus pada perilaku agresif dan impulsif pada
pasien gangguan kepribadian ambang karena manifestasi gejala ini dapat
membahayakan tidak hanya diri pasien sendiri namun juga orang-orang di
sekitarnya. Berdasarkan DSM IV-TR, gangguan kepribadian ambang
12
j. Terapi
14
Psikoterapi
Prinsip dari psikoterapi adalah: 1) Untuk menyadarkan pasien bahwa dampak
dari gangguan kepribadiannya menyebabkan disfungsi diri, hubungan
interpersonal dan sosialnya, jadi bukan dengan cara menghakimi atau
menyalahkan pasien, dan; 2) membantu agar ego sintoniknya menjadi ego
distonik. Pada tatalaksana psikoterapi, terdapat beberapa jenis psikoterapi yang
sering digunakan pada gangguan makan dengan BPD seperti Cognitive Behavior
Therapy (CBT), Mentalisation Based Treatment(MBT) dan Dialectical
Behaviour Therapy (DBT) (Maryudhiyanto, L., dan Jusup, I. 2021).
a. Dialectical Behaviour Therapy adalah kombinasi terapi individual dan
kelompok yang mengajarkan keterampilan mengatasi emosi yang meledak
dan mengurangi tingkah laku menciderai diri, menimbulkan kesadaran diri
dan membuat keseimbangan kognitif dan emosi. Terapi tersebut diberikan
2x/minggu selama 1–6 tahun.
b. Mentalisation Based Treatment MBT menitikberatkan pada metode berpikir
sebelum bertindak, agar pasien mengerti kondisi kejiwaannya, termasuk
pikiran dan emosi, baik dirinya maupun orang lain.
c. Schema Focused Therapy membantu pasien mengenali kebutuhan yang tidak
terpenuhi pada awal kehidupan (fase anal, sense of autonomy). Terapi
memfokuskan usaha pemenuhan kebutuhan itu dengan cara yang lebih sehat
agar terbentuk tingkah laku hidup yang positif (dapat dilakukan secara cepat
melalui hipnoterapi) (Karlina, 2018).
Psikoterapi membuat pasien mampu melihat terapis sebagai individu
yang ingin menolong mereka, bukan pribadi yang menuntut. Ini membantu
pembentukan jaringan neuron yang baru. Splitting atau juga berkurang karena
mekanisme defensif menjadi lebih efisien (Karlina, 2018).
Farmakoterapi
16
Tidak ada obat yang disetujui FDA untuk pengobatan gangguan kepribadian
ambang. Obat-obatan seperti SSRI, mood stabilizer, dan antipsikotik telah
menunjukkan efektivitas yang terbatas dalam uji coba yang bertujuan untuk
mengendalikan gejala seperti kecemasan, gangguan tidur, depresi, atau gejala
psikotik. Kecemasan dapat menjadi tantangan untuk diobati karena pasien
mungkin melabeli pengalaman internal mereka dengan kata kecemasan, bahkan
ketika mereka tidak benar-benar didasarkan pada rasa takut (Chapman J dkk.
2021).
Pengobatan farmakologis BPD tetap terbatas dalam ruang lingkup. Pada
umumnya, hasilnya dapat digambarkan sebagai tingkat ringan dari pengurangan
gejala. Sejumlah agen, termasuk neuroleptik atipikal dosis rendah, inhibitor
reuptake serotonin spesifik dan mood stabilizer, semuanya meringankan gejala
impulsif. Namun, antidepresan jauh kurang efektif untuk gejala mood pada
pasien BPD dibandingkan pada pasien tanpa gangguan kepribadian (Chapman, J
dkk. 2021).
Benzodiazepin mengacu pada kelas obat psikotropika yang struktur kimia
intinya adalah fusi cincin benzena dan diazepin. Benzodiazepin terutama
digunakan untuk orang dengan gejala kecemasan (anxiolitik, obat penenang) dan
sebagai obat hipnotik untuk orang dengan insomnia. Beberapa pedoman
menyatakan benzodiazepin sebagai terapi kombinasi dan memungkinkan
benzodiazepin dapat digunakan untuk waktu yang singkat dengan antidepresan
jika orang memiliki gejala kecemasan atau insomnia. Beberapa pedoman
mengakui onset cepat aksi benzodiazepin dalam mengobati agitasi, kecemasan,
dan insomnia. Namun, pedoman APA tidak merekomendasikan benzodiazepin
sebagai agen farmakologis utama bahkan pada orang dengan depresi berat
dengan gejala kecemasan, karena efek samping dan profil toksisitas yang
diketahui terkait dengan obat ini, serta potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan. Beberapa pedoman juga secara eksplisit menyatakan bahwa
benzodiazepin tidak memiliki efek antidepresan. Selain itu, ada dugaan bahwa
17
k. Komplikasi
GKA muncul pada dewasa muda, tetapi tindakan menciderai diri dapat terjadi
saat akil balig. Sebanyak 40-50% GKA membaik dalam dua tahun dan 50-85%
dalam 10 tahun. Penderita yang dirawat mengalami kekambuhan dalam waktu
enam bulan sebanyak 60%. Sebanyak 25% menjalin hubungan stabil yang akrab
dan sukses dalam pekerjaannya, walau ada juga yang menolak hubungan yang
akrab. Kira-kira 8–10% melakukan ide-ide atau tindakan bunuh diri, 75%
dirawat dan 19% meninggal karena bunuh diri. Di Inggris diperkirakan tindakan
bunuh diri mencapai 84%. Sebanyak 40% menciderai diri selama pengalaman
disosiasi, saat kesepian, ketika merasa tidak dicintai atau hidup terasa berat
(Karlina, 2018).
yang harmonis. Upaya mewujudkan kondisi ideal ini tidak selalu berhasil,
tidak sedikit pasangan suami istri yang megakhiri rumah tangganya
dengan perceraian. Salah satu penyebabnya adalah kekerasan dalam
rumah tangga, baik secara fisik, psikis, seksual maupun ekonomi (Fitriani,
2015).
PENUTUP
A. KESIMPULAN
25
26
B. SARAN
Penelitian selanjtunya dapat meneliti atau mengkaji lebih dalam tidak hanya
mengenai karakteristik masyarakat tetapi aspek lain yang ada dalam masyarakat
seperti jenis pekerjaan ataupun budaya yang ada dalam masyarakat yang dapat
mempengaruhi terjadinya kepribadian ambang
DAFTAR PUSTAKA
Akin E., Mesut C., Kone S. 2017. An Update on Borderline Personality Disorder:
Life in the Fast Lane. Journal of Mood Disorders 7(1):65-72
27
28
Kholifah, N., Sadikin. 2020. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Lingkungan
Teman Sebaya dengan Masalah Mental Emosional Remaja di SMPN 2 Sokaraja.
Universitas Muhammdaiyah Purwokerto.
Maryudhiyanto L,. Jusup I. 2021. Management For Eating Disorder Patient With
Borderline Personality Disorder (Evidence Base Case Report). Journal of
Nutrition and Health 9(1): 2338-3380
Millon, T., Grossman S., Millon, C. 2015. Millon Clinical Multiaxial Inventory–IV.
Pearson
29
Raharja, T., & Jusup, I. 2021. Pasien Depresi dengan Gangguan Kepribadian
Borderline yang Mendapatkan Terapi Psikofarmaka dan Psikoterapi
Psikodinamik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, 3(1), 1-12.
Timatus, C., Meiser, M., Bandelow, B., et al. 2019. Pharmacotherapy of borderline
personality disorder: what has changed over two decades? A retrospective
evaluation of clinical practice. BMC Psychiatry, 19(393): 1-11.
Wibhowo, C., Andromeda DS, K., & Santoso, J. G. 2019. Trauma Masa Anak,
Hubungan Romantis, dan Kepribadian Ambang. Jurnal Psikologi, 46(1), 63-71.
Wibhowo, C., Retnowati, S., Hasanat, N. 2018. Social Support, Age and Borderline
Personality. Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.