Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

“GANGGUAN KEPRIBADIAN”

Pembimbing
dr. Hilma Paramita, Sp. KJ

Disusun Oleh :
Azizah Fitriana N.I G4A017020
Bagas Ryan K G4A017021
Lorisna Hardiknas D G4A017082
Sekar Kinasih S G4A017073
Ghalia Yasmin G4A018046
Anisa Aolina R G4A018070

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD BANYUMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Disusun untuk memenuhi salah satu ujian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
RSUD Banyumas

Disusun Oleh :
Azizah Fitriana N.I G4A017020
Bagas Ryan K G4A017021
Lorisna Hardiknas D G4A017082
Sekar Kinasih S G4A017073
Ghalia Yasmin G4A018046
Anisa Aolina R G4A018070

Telah dipresentasikan dan disetujui oleh pembimbing


Pada tanggal, Mei 2019
Pembimbing,

dr. Hilma Paramita, Sp. KJ


I. PENDAHULUAN
Seorang manusia dalam menjalani kehidupannya sejak kecil, remaja, dewasa
hingga lanjut usia memiliki kecenderungan yang relatif serupa dalam menghadapi suatu
masalah. Apabila diperhatikan, cara atau metode penyelesaian yang dilakukan seseorang
memiliki pola tertentu dan dapat digunakan sebagai ciri atau tanda untuk mengenal orang
tersebut. Hal ini dikenal sebagai karakter atau kepribadian.

Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan karakter
atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari, dalam kondisi yang biasa. Sifatnya stabil
dan dapat diramalkan (Mangindaan, 2010).

Karakter adalah ciri kepribadian yang dibentuk oleh proses perkembangan dan
pengalaman hidup. Temperamen dipengaruhi oleh faktor genetik atau konstitusional yang
terbawa sejak lahir, bersifat sederhana, tanpa motivasi, baru stabil sesudah anak berusia
beberapa tahun. Perkembangan kepribadian merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor:
konstitusi (genetik, temperamen), perkembangan, dan pengalaman hidup (lingkungan
keluarga, budaya).

Gangguan kepribadian adalah kelainan yang umum dan kronis. Prevalensinya


diperkirakan antara 10 sampai 20% dari seluruh populasi, dan durasinya dapat
berlangsung selama beberapa dekade. Orang dengan gangguan kepribadian umumnya
dicap menjengkelkan, menganggu, dan bersifat parasit dan secara umum dianggap
memiliki prognosis yang buruk. Diperkirakan setengah dari seluruh pasien psikiatrik
memiliki gangguan kepribadian, yang seringkali komorbid dengan kondisi Aksis I.
Gangguan kepribadian merupakan faktor predisposisi untuk gangguan psikiatrik lain
( contoh penyalahgunaan zat, bunuh diri, gangguan afektif, dan gangguan cemas) di mana
hal ini mengganggu hasil pengobatan sindrom Axis I dan meningkatkan menderita
ketidakmampuan (cacat) personal, morbiditas, dan mortalitas pasien.
II. TINAJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gangguan Kepribadian


Menurut PPDGJ III, gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat
tidak fleksibel dan maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna dan
penderitaan subjektif.. Orang dengan gangguan kepribadian memiliki respons yang
benar-benar kaku terhadap situasi pribadi, hubungan dengan orang lain ataupun
lingkungan sekitarnya. Kekakuan tersebut menghalangi mereka untuk menyesuaikan
diri terhadap tuntutan eksternal, sehingga akhirnya pola tersebut bersifat self-
defeating. Sikap kepribadian yang terganggu itu akan semakin nyata pada saat remaja
awal masa dewasa dan terus berlanjut di sepanjang kehidupan dewasa, semakin lama
semakin mendalam dan mengakar sehingga semakin sulit diubah. Dapat disimpulkan
bahwa seseorang dengan gangguan kepribadian akan menunjukkan pola relasi dan
persepsi terhadap lingkungan dan dirinya sendiri yang bersifat tidak fleksibel,
maladaptif, serta berakar mendalam.
Gangguan kepribadian berbeda dari perubahan kepribadian dalam waktu dan cara
terjadinya: gangguan kepribadian adalah suatu proses perkembangan, yang muncul
ketika masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut sampai dewasa. Gangguan
kepribadian bukan keadaan sekunder dari gangguan jiwa lain atau penyakit otak,
meskipun dapat didahului dan timbul bersamaan dengan gangguan lain. Sebaliknya,
perubahan kepribadian adalah suatu proses yang didapat, biasanya pada usia dewasa,
setelah stress berat atau berkepanjangan, deprivasi lingkungan yang ekstrem,
gangguan jiwa yang parah atau penyakit/cedera otak.
Terlepas dari konsekuensi perilaku yang bersifat self-defeating, orang dengan
gangguan kepribadian pada umumnya tidak merasa perlu untuk berubah. DSM IV
menyebutkan bahwa orang dengan gangguan kepribadian cenderung menganggap
trait-trait tersebut sebagai ego-syntonic – sebagai bagian alami dari diri mereka.
Akibatnya, orang dengan gangguan kepribadian lebih cenderung dibawa ke dokter
spesialis kejiwaan oleh orang lain daripada oleh diri mereka sendiri.
Gangguan kepribadian dicantumkan pada Aksis II dalam sistem diagnostik
multiaksial DSM-IV-TR.

DSM-IV menetapkan kriteria umum diagnostik untuk gangguan kepribadian yang


meliputi:

a) Pola pengalaman batin dan perilaku yang menyimpang dari budaya yang diharapkan.
Pola ini dapat bermanifestasi dalam dua atau lebih area berikut: kesadaran, afek,
pengendalian impuls, dan hubungan dengan orang lain.
b) Pola yang tidak fleksibel dan berakar mendalam (menyerap).
c) Pola yang mengarah pada penderitaan yang signifikan.
d) Pola yang stabil dan dapat ditelusuri kembali ke masa remaja dan awal masa dewasa.
e) Pola ini bukan merupakan manifestasi dari gangguan mental lain.
f) Pola ini tidak memiliki efek fisiologis langsung dari penggunaan zat (contoh
penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (contoh cidera kepala).

DSM membagi gangguan kepribadian menjadi 3 kelompok:

 Kelompok A : orang yang dianggap aneh atau eksentrik. Kelompok ini


mencakup gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal.
 Kelompok B : orang dengan perilaku yang terlalu dramatis, emosional, dan
eratik (tidak menentu). Kelompok ini terdiri dari gangguan kepribadian antisosial,
ambang (borderline), histrionik, dan narsistik.
 Kelompok C : orang yang sering kali tampak cemas atau ketakutan. Kelompok
ini mencakup gangguan kepribadian menghindar, dependen, dan obsesif-
kompulsif.

B. Etiologi
1. Faktor genetic
Bukti terbaik bahwa faktor genetik berkontribusi terhadap gangguan
kepribadian berasal dari investigasi dari 15.000 pasangan kembar di Amerika
Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kembar monozigot memiliki
kesesuaian untuk gangguan kepribadian beberapa kali lipat dibandingkan dengan
kembar dizigotik. Selain itu, menurut sebuah studi, kembar monozigot yang
dibesarkan secara terpisah memiliki kesamaan dengan kembar monozigot yang
dibesarkan bersama-sama. Kemiripan meliputi beberapa penilaian kepribadian
dan temperamen, minat pekerjaan dan waktu luang, dan sikap sosial.
Kelompok A lebih umum memiliki kaitan biologis anggota keluarga
dengan skizofrenia daripada di kelompok kontrol. Lebih banyak gangguan
kepribadian schizotypal terjadi dalam sejarah keluarga penderita schizophrenia
daripada di kelompok kontrol. Korelasi kurang ditemukan antara gangguan
kepribadian paranoid atau skizoid dan skizofrenia.
Kelompok B tampaknya memiliki dasar genetik. Gangguan kepribadian
antisosial dikaitkan dengan gangguan penggunaan alkohol. Depresi adalah latar
belakang yang umum pada keluarga pasien dengan gangguan kepribadian ambang
(borderline). Pasien-pasien ini lebih memiliki kerabat dengan gangguan mood
daripada kelompok kontrol, dan orang-orang dengan gangguan kepribadian
borderline sering memiliki gangguan mood juga. Sebuah asosiasi yang kuat
ditemukan antara gangguan kepribadian histrionik dan gangguan somatisasi
(sindrom Briquet); pasien dengan gangguan-gangguan tersebut menunjukkan
gejala yang tumpang tindih.
Kelompok C mungkin juga memiliki dasar genetik. Pasien dengan
gangguan kepribadian menghindar seringkali memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi. Ciri-ciri obsesif-kompulsif yang lebih sering terjadi pada kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigotik, dan pasien dengan kepribadian
obsesif-kompulsif menunjukkan beberapa tanda-tanda yang terkait dengan
depresi (misalnya memendeknya periode latensi rapid eye movement (REM) dan
hasil abnormal dexamethasone-suppression test (DST).
2. Faktor biologi
a) Hormon
Orang yang menunjukkan sifat impulsif juga sering menunjukkan tingkat
testosteron, 17-estradiol, dan estron yang tinggi. Pada primata, androgen
meningkatkan kemungkinan agresi dan perilaku seksual, tetapi peran
testosteron dalam agresi manusia tidak jelas. Hasil DST ditemukan abnormal
pada beberapa pasien dengan gangguan kepribadian borderline yang juga
memiliki gejala depresi.
b) Monoamine Oksidase trombosit
Pada binatang monyet, rendahnya tingkat monoamine oksidase trombosit
berkaitan dengan aktifitas dan keakraban. Mahasiswa dengan kadar
monoamine oksidase trombosit rendah dilaporkan menghabiskan lebih
banyak waktu dalam kegiatan sosial dari siswa dengan kadar monoamine
oksidase trombosit tinggi. Tingkat monoamine oksidase trombosit yang
rendah juga telah dicatat pada beberapa pasien dengan gangguan skizotipal.
c) Gerakan mata pursuit halus
Gerakan mata pursuit halus adalah saccadic (yaitu, gelisah) pada orang
yang introvert, yang memiliki rasa rendah diri dan cenderung untuk menarik
diri, dan yang memiliki gangguan kepribadian skizotipal. Temuan ini tidak
memiliki aplikasi klinis, tetapi mereka menunjukkan peran inheritance.
d) Neurotransmitter
Endorfin memiliki efek yang sama dengan morfin eksogen, seperti
analgesia dan penekan gairah (arousal). Tingkat endorfin endogen yang
tinggi mungkin berhubungan dengan orang-orang yang phlegmatis. Studi
sifat kepribadian dan sistem dopaminergik dan serotonergik mengindikasikan
fungsi gairah-mengaktifkan untuk neurotransmitter. Tingkat 5-
hydroxyindoleacetic asam (5-HIAA), suatu metabolit serotonin, adalah
rendah pada orang yang mencoba bunuh diri dan pada pasien yang impulsif
dan agresif.
Meningkatkan kadar serotonin dengan agen serotonergik seperti fluoxetine
(Prozac) dapat menghasilkan perubahan dramatis dalam beberapa karakter
kepribadian. Pada banyak orang, serotonin mengurangi depresi, impulsif, dan
dapat menghasilkan rasa kesejahteraan. Peningkatan konsentrasi dopamin
dalam sistem saraf pusat, yang diproduksi oleh psikostimulan tertentu
(misalnya, amfetamin) dapat menyebabkan euforia. Efek neurotransmitter
pada sifat kepribadian telah dihasilkan banyak perhatian dan kontroversi
tentang apakah sifat-sifat kepribadian bawaan atau diperoleh.
e) Elektrofisiologi
Perubahan konduktansi listrik pada elektroensefalogram (EEG) terjadi
pada beberapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering jenis
antisosial dan borderline; perubahan ini muncul sebagai gelombang lambat
aktivitas di EEG.
3. Faktor psikoanalitik
Sigmund Freud menunjukkan bahwa sifat-sifat kepribadian berhubungan
dengan fiksasi pada satu tahap perkembangan psikoseksual. Misalnya, mereka
dengan karakter oral pasif dan dependen karena mereka terpaku pada tahap oral,
ketika ketergantungan pada orang lain untuk makanan adalah menonjol. Mereka
dengan karakter anal keras kepala, pelit, dan sangat teliti karena perebutan
pelatihan toilet selama periode anal.
Wilhelm Reich kemudian menciptakan istilah character armor untuk
menggambarkan karakteristik gaya orang 'defensif untuk melindungi diri dari
impuls internal dan dari kecemasan interpersonal dalam hubungan yang signifikan.
Teori Reich memiliki pengaruh yang luas pada konsep-konsep kontemporer
gangguan kepribadian dan kepribadian. Misalnya, prangko yang unik setiap
manusia dari kepribadian dianggap sangat ditentukan oleh karakteristiknya atau
mekanisme pertahanan dirinya. Setiap gangguan kepribadian dalam Axis II
memiliki sekelompok pertahanan yang membantu dokter psikodinamik
mengenali jenis karakter patologi yang ada. Orang dengan gangguan kepribadian
paranoid, misalnya, menggunakan proyeksi, sedangkan gangguan kepribadian
skizofrenia dikaitkan dengan penarikan.
Ketika pertahanan bekerja secara efektif, orang dengan gangguan
kepribadian menguasai perasaan cemas, depresi, marah, malu, bersalah, dan
lainnya mempengaruhi. Mereka sering melihat perilaku mereka sebagai ego-
syntonic. Mereka juga mungkin enggan untuk terlibat dalam proses pengobatan,
karena pertahanan mereka adalah penting dalam mengendalikan mempengaruhi
menyenangkan, mereka tidak tertarik untuk menyerahkan mereka.
Selain karakteristik pertahanan dalam gangguan kepribadian, fitur lain
yang penting adalah hubungan-hubungan objek internal. Selama pengembangan,
pola-pola tertentu dari diri dalam kaitannya dengan orang lain diinternalisasikan.
Melalui introyeksi, anak-anak menginternalisasi orang tua atau orang lain yang
signifikan sebagai kehadiran internal yang terus merasa seperti obyek bukan suatu
diri. Melalui identifikasi, anak-anak menginternalisasi orang tua dan orang lain
sedemikian rupa sehingga sifat-sifat dari objek eksternal dimasukkan ke dalam
diri dan anak memiliki ciri-ciri. Representasi diri secara internal dan representasi
objek sangat penting dalam mengembangkan kepribadian dan, melalui
eksternalisasi dan identifikasi proyektif, yang dimainkan di skenario antarpribadi
di mana orang lain yang dipaksa memainkan peran dalam kehidupan internal
seseorang. Oleh karena itu, orang dengan gangguan kepribadian juga
diidentifikasi oleh pola tertentu keterkaitan interpersonal yang berasal dari pola-
pola hubungan internal objek.

GANGGUAN KEPRIBADIAN KLUSTER A

A. Gangguan Kepribadian Paranoid


Gangguan kepribadian paranoid merupakan kecurigaan dan ketidakpercayaan
pada orang lain bahwa orang lain berniat buruk kepadanya, bersifat pervasif, awitan
dewasa muda, nyata dalam perlabagai konteks (Sadock et al, 2015).
1. Epidemiologi
Perkiraan prevalensi PPD (Paranoid Personality Disroder) berkisar dari 1,21%
hingga 4,4%. Dalam sebuah survei epidemiologis populasi Australia, 10.641
responden dinilai melalui wawancara telepon. 6,5% dari populasi orang dewasa
didiagnosis dengan gangguan kepribadian, atau 1,2% dari seluruh populasi.
Sebuah studi dari Norwegia menemukan prevalensi PDD sebesar 2,4%. Dalam
sampel 43.093 orang dewasa di Amerika Serikat, Survei Epidemiologi tentang
Alkohol dan Kondisi Terkait menemukan bahwa 14,8% orang Amerika, atau 30,8
juta orang, memiliki gangguan kepribadian. PPD adalah gangguan kepribadian
yang paling umum kedua (4,4%), setelah Obsesif Compulsive Personality
Disorder (OCPD). Prevalensi PPD di klinik psikiatrik berkisar antara 2 - 10% dan
10 - 30% di rumah sakit rawat inap psikiatrik (Lee, 2017).
Penelitian epidemiologis menemukan tingkat yang lebih tinggi pada wanita
sementara sampel klinis menemukan tingkat yang lebih tinggi pada pria. Faktor
risiko demografis termasuk pendapatan rendah dan ras kulit hitam, penduduk asli
Amerika atau Hispanik. Faktor risiko tambahan termasuk riwayat hubungan,
dengan PPD yang dikaitkan dengan telah menjanda, bercerai, atau berpisah atau
tidak pernah menikah Secara keseluruhan, pola demografis yang ditemukan dalam
PPD menggambarkan gambaran kelainan yang ditemukan pada kelompok yang
kurang beruntung dan subdominan. Ini meningkatkan hipotesis tekanan sosial
sebagai faktor etiologis. Sangat sedikit data yang tersedia mengenai peran budaya
dalam PPD (Lee, 2017).
2. Gejala Klinis
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid sangat sensitive dan
mudah tersinggung. Individu tersebut percaya bahwa orang-orang memiliki niat
yang jahat terhadap dirinya dan mereka tidak bisa percaya kepada orang-orang
yang harusnya mereka percaya, seperti orang tua atau pasangannya. Individu
dengan kepribadian paranoid mengalami kesulitan untuk diyakinkan bahwa
mereka bukanlah korban dari suatu rencana dan sering menarik diri dari
lingkungan pertemanan, tinggal sendiri, hingga dapat mempengaruhi persepsi
kenyataan mereka. Individu tersebut juga dapat mengalami cemburu patologis,
dan sangat curiga terhadap teman atau pasanganya. Selain rasa curiga, pasien
dengan gangguan kepribadian paranoid juga dapat menunjukan sikap grandious
dan dapat dekompensasi menjadi gejala psikotik ketika delusinya menggantikan
ide-ide lainnya. Insight biasanya buruk karena individu tersebut cenderung
melihat masalahnya ada di orang lain dan orang tersebut biasanya jarang datang
ke pelayanan kesehatan. Praktiknya, sering sulit untuk membedakan gangguan
kepribadian paranoid dengan gejala psikotik serupa (gangguan waham menetap)
(Casey, 2011).
3. Diagnosis
Pada pemeriksaan psikiatrik, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid
seringkali kaku dan mengagalkan untuk mencari pertolongan dari ahli psikiatrik.
Ketegangan muskular, ketidakmampuan untuk rileks, dan keharusan untuk
mengamati lingkungan dapat memberi petunjuk sebagai bukti, dan siap pasien
cenderung kurang humoris dan sangat serius. Walaupun pernyataan dari argumen
mereka dapat salah, namun kemampuan berbicara itu memiliki tujuan terarah dan
logis. Isi pikiran menunjukkan adanya proyeksi, prejudice, dan kadang-kadang
ideas of reference (Sadock et al, 2015).
Kriteria diagnostic DSM 5 untuk gangguan kepribadian paranoid yaitu:
a. Ketidakpercayaan dan rasa curiga kepada orang lain, sehingga motif mereka
dianggap sebagai jahat, dimulai pada dewasa awal dan muncul pada berbagai
konteks, seperti yang diindikasikan pada empat (atau lebih) dari hal dibawah:
1) Curiga, tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain mengeksploitasi,
melukai, atau menipu dirinya.
2) Adanya preokupasi keraguan yang tidak dapat dibenarkan tentang
kesetiaan atau kepercayaan teman atau rekan.
3) Enggan untuk curhat pada orang lain karena ketakutan yang tidak
beralasan bahwa informasi tersebut akan digunakan secara jahat
terhadapnya.
4) Membaca makna kometar atau kejadian yang biasa menjadi bersifat
merendahkan atau mengancam.
5) Terus menerus menyimpan dendam (mis. tidak mengampuni
penghinaan, cedera, atau penghinaan).
6) Beranggapan adanya serangan terhadap karakter atau reputasinya yang
tidak jelas bagi orang lain dan cepat bereaksi dengan marah atau
melakukan serangan balik.
7) Memiliki kecurigaan berulang, tanpa pembenaran, tentang kesetiaan
pasangan atau seksual pasangan.
b. Tidak terjadi secara eksklusif selama skizofrenia, gangguan bipolar atau
gangguan depresi dengan fitur psikotik, atau gangguan psikotik lain dan tidak
disebabkan oleh efek fisiologis dari kondisi medis lain.
c. Catatan: Jika kriteria dipenuhi sebelum timbulnya skizofrenia, tambahkan
"premorbid," yaitu, "paranoid gangguan kepribadian (premorbid).
Sedangkan menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis gangguan kepribadian
paranoid (F60.0) ialah sebagai berikut:

a. Gangguan kepribadian dengan ciri:


1) Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
2) Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak
untuk memaafkan suatu penghinaan atau luka hati atau masalah kecil.
3) Kecurigaan dan kecenderugn yang mendalam untuk mendistorsikan
pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang ain yang netal
atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan
4) Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa
memperhatikan situasi yang ada (factual situation)
5) Kecurigaan yang berulang tanpa dasar (justifikasi) tentang kesetiaan
dari pasangannya,
6) Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang
bermanifestasi dalam sikap yang selalu merjuk ke diri sendiri (self
referential attitude)
7) Prekokupasi denganpenjelasan penjelasan yang bersekongkol dean
tidak substantive dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri
pasien sendiri maupun dunia umumnya
b. Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas
4. Diagnosa Banding
Gangguan kepribadian paranoid dapat dibedakan dari gangguan waham
dengan tidak ditemukannya waham yang tidak terbantahkan (fixed). Tidak seperti
orang dengan skizofrenia paranoid, orang dengan gangguan kepribadian tidak
memiliki halusinasi atau gangguan pikiran. Dibandingkan dengan gangguan
kepribadian ambang, pasien dengan paranoid jarang mampu terlalu terlibat, relasi
yang kacau balau dengan orang lain. Pasien dengan paranoid tidak memiliki
riwayat panjang perilaku antisosial seperti orang dengan karakter antisosial.
Orang dengan gangguan kepribadian skizoid umumnya menarik diri dan
menyendiri dan tidak memiliki pemikiran yang paranoid (Sadock et al, 2015).
5. Tatalaksana
a. Psikoterapi
Psikoterapi adalah pengobatan pilihan untuk gangguan kepribadian
paranoid. Terapis harus jujur dalam menangani pasien ini. Apabila terapis
melakukan ketidaktetapan atau kesalahan, seperti terlambat, kejujuran dan
permintaan maaf lebih disukai untuk penjelasan defensif. Terapis harus ingat
bahwa kepercayaan dan toleransi keakraban adalah hal yang menjadi
perhatian bagi pasien dengan gangguan ini. Psikoterapi individual
membutuhkan gaya yang profesional dan hangat dari terapis. Pasien dengan
gangguan ini kurang baik dalam psikoterapi kelompok, walaupun hal ini dapat
memperbaiki kemampuan sosial dan mengurangi kecurigaan melalui role
playing. Pasien memiliki perilaku merasa terancam sehingga terapis harus
mengatur atau membatasi tindakan mereka. Tuduhan delusi harus ditangani
dengan realistis tapi lembut dan tanpa mempermalukan pasien. Pasien yang
paranoid sangat takut ketika merasa bahwa terapis yang berusaha untuk
membantu mereka (pasien) yang lemah dan tak berdaya, karena itu, terapis
tidak harus menawarkan untuk mengambil kontrol kecuali pasien bersedia dan
mampu melakukannya (Sadock et al, 2015)..
b. Farmakoterapi
Pada banyak kasus, agen anti-ansietas seperti diazepam (Valium) cukup.
Apabila diperlukan, dapat diberikan anti-psikotik seperti haloperidol (Haldol)
dalam dosis kecill dan untuk periode singkat untuk menangani kegelisahan
pasien yang buruk atau pemikiran seakan-akan delusi. Obat anti-psikotik
pimozide (Orap) berhasil mengurangi pemikiran paranoid pada beberapa
pasien (Sadock et al, 2015).

B. Gangguan Kepribadian Skizoid


1. Definisi
Pola perilaku berupa pelepasan diri dari hubungan sosial disertai
kemampuan ekspresi emosi yang terbatas dalam hubungan interpersonal. Bersifat
pervasif, berawal sejak dewasa muda dan nyata dalam berbagai konteks. Pasien
umumnya dilihat oleh orang lain sebagai orang yang aneh, terisolasi, dan kesepian.
(Sadock et al, 2015).
2. Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian skizoid belum dibuktikan secara jelas,
tetapi gangguan ini mempengaruhi 7,5% dari seluruh populasi. Ratio berdasarkan
gender juga belum diketahui; beberapa penelitian melaporkan ratio pria:wanita
adalah 2:1. Orang dengan gangguan ini tertarik pada pekerjaan yang sendirian
yang hanya mencakup sedikit bahkan tidak ada kontak dengan orang lain. Banyak
yang lebih memilih pekerjaan pada malam hari dibandingkan siang, sehingga
mereka tidak harus berhubungan dengan orang lain. (Lee, 2017).
3. Gejala klinis
Orang dengan gangguan kepribadian skizoid tampaknya menjadi
dingin dan menyendiri, mereka tampak terpencil dan menunjukkan tidak ada
keterlibatan dengan peristiwa sehari-hari dan keprihatinan terhadap orang lain.
Mereka tampil tenang, jauh, exclusive, dan tidak ramah. Mereka mungkin
mengejar kehidupan mereka sendiri dengan kebutuhan sangat sedikit atau
kerinduan untuk ikatan emosional, dan mereka yang terakhir menyadari
perubahan dalam mode populer.
Meskipun orang-orang dengan gangguan kepribadian skizoid muncul
egois dan hilang dalam lamunan, mereka memiliki kapasitas normal untuk
mengenali realitas. Karena tindakan agresif jarang dimasukkan dalam repertoar
respon biasa, ancaman yang paling nyata atau khayalan, yang ditangani oleh
kemahakuasaan-angan atau pengunduran diri. Mereka sering dilihat sebagai
menyendiri, namun orang-orang seperti kadang-kadang dapat memahami,
mengembangkan, dan memberikan kepada dunia ide-ide benar-benar asli dan
kreatif. (Casey, 2011)
4. Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan kepribadian skizoid berdasarkan DSM V:
a. Sebuah pola pervasif pelepasan dari hubungan sosial dan ekspresi emosi yang
terbatas dalam hubungan interpersonal, dimulai dengan awal masa dewasa
dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau
lebih) sebagai berikut:
1) Tidak ada keinginan atau tidak menikmati hubungan dekat, termasuk
menjadi bagian dari sebuah keluarga
2) hampir selalu memilih kegiatan soliter
3) memiliki sedikit, jika ada, minat memiliki pengalaman seksual dengan
orang lain
4) hanya sedikit aktivitas yang memberikannya kebahagiaan
5) tidak memiliki teman dekat atau kepercayaan selain keluarga tingkat
pertama
6) tidak peduli pada pujian atau kecaman/ kritik dari orang lain
7) menunjukkan emosi yang dingin, afek datar
b. Tidak terjadi secara eksklusif selama skizofrenia, gangguan mood dengan
fitur psikotik, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif dan
bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.
5. Tatalaksana
a. Psikoterapi
Tatalaksana pasien dengan gangguan kepribadian skizoid mirip dengan
penanganan pada orang dengan gangguan kepribadian paranoid. Pasien
dengan skizoid cenderung mengarah introspeksi, bagaimanapun juga,
kecenderungan ini bersifat konsisten dengan harapan psikoterapis, dan pasien
menjadi sangat setia. Seiring berkembangnya kepercayaan, pasien dengan
skizoid dapat dengan kegaduhan yang hebat, menunjukkan fantasi yang
sangat banyak, teman imaginer, dan ketakutan atas ketergantungan yang tidak
tertahankan meskipun bersatu dengan terapis. (Sadock et al, 2015)..

Dalam keadaan terapi kelompok, pasien dengan gangguan kepribadian


skizoid dapat diam untuk waktu yang lama; meskipun demikian, mereka
nantinya akan berpartisipasi. Pasien harus dilindungi terhadap serangan
agresif dari anggota kelompok karena kecenderungannya untuk diam.
Seiring waktu, anggota kelompok akan menjadi penting bagi pasien dengan
skizoid dan menumbuhkan satu-satunya interaksi sosial dalam
kehidupannya yang terisolasi. (Sadock et al, 2015)

C. Gangguan Kepribadian Skizotipal


Gangguan kepribaian schizotypal merupakan pola defisit dalam hubungan sosial
dan interpersonal; merasa tidak nyaman dan kurang mampu untuk membina
hubungan akrab, disertai distorsi kognitif atau persepsi dan perilaku yang eksentrik,
bersifat pervasif, awitannya dewasa muda, dan nyata dalam pelbagai konteks atau
situasi kehidupan. Dalam PPDGJ-3, gangguan skizotipal dikategorikan ke dalam F3
yaitu kelompok skizofrenia karena ada hubungan genetik dengan skizofrenia,
sedangkan dalam DSM IV, dikategorikan dalam gangguan kepribadian.
1. Epidemiologi
Gangguan kepribadian skizotipal terjadi sekitar 3% dari populasi. Ratio
berdasarkan gender tidak diketahui. Hubungan yang lebih kuat pada kasus dengan
hubungan biologis anggoa keluarga pasien menderita skizofrenia dibandingkan
dengan kontrol, dan memiliki insiden kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik (33:4 dalam suatu studi).
2. Fitur Klinis
Pasien dengan gangguan kepribadian schizotypal menunjukkan terganggunya
proses berpikir dan berkomunikasi. Meskipun gangguan pikiran jelas tidak ada,
kemampuan berbicara mereka mungkin khas atau aneh, mungkin memiliki arti
hanya untuk mereka, dan sering perlu interpretasi. Seperti dengan pasien dengan
skizofrenia, orang-orang dengan gangguan kepribadian schizotypal mungkin
tidak tahu perasaan mereka sendiri dan namun peka atau sensitif, dan sadar,
mengenai perasaan orang lain, terutama dampak negatif seperti kemarahan.
Pasien-pasien ini mungkin mempercayai kekuatan takhayul dan mungkin percaya
bahwa mereka memiliki kekuatan khusus lainnya pemikiran dan tilikan. Dunia
batin mereka dapat diisi dengan hubungan imajiner dan ketakutan seperti anak
dan fantasi. Mereka mungkin mengakui ilusi perseptual atau macropsia dan
mengakui bahwa orang lain tampak kaku dan semua sama.
Karena orang-orang dengan gangguan kepribadian schizotypal memiliki
hubungan interpersonal yang buruk dan dapat bertindak tidak tepat, mereka
terisolasi atau memiliki sedikit teman-teman. Pasien mungkin menampilkan fitur
gangguan kepribadian borderline, dan memang, kedua diagnosis dapat dibuat. Di
bawah stres, pasien dengan gangguan kepribadian schizotypal mungkin
dekompensasi dan memiliki gejala psikotik, tetapi ini biasanya singkat. Pasien
dengan kasus yang parah dari gangguan mungkin menunjukkan anhedonia dan
depresi berat.
3. Diagnosis
Gangguan kepribadian skizotipal didiagnosa berdasarkan
keganjilan/keanehan pada cara berpikir, perilaku, dan penampilan pasien. Dalam
mengali informasi mungkin ditemukan kesulitan karena cara komunikasi pasien
yang tidak biasa.
Pedoman diagnostik gangguan kepribadian skizotipal berdasarkan DSM IV:
a) Pola pervasif mengenai defisit sosial dan interpersonal yang ditandai dengan
ketidaknyamanan akut dengan, dan berkurangnya kapasitas untuk hubungan
dekat seperti pada distorsi kognitif dan persepsi dan keganjilan pada perilaku,
yang muncul pada awal masa dewasa dan terdapat dalam pelbagai konteks,
yang ditandai dengan lima (atau lebih) ciri berikut:
1) Ideas of reference (kecuali delusion of reference)
2) Keyakinan yang aneh atau pikiran magis yang mempengaruhi perilaku
dan tidak sesuai dengan norma budaya (contoh percaya pada tahyul,
kepercayaan kemampuan supranatural, telepati, atau indera keenam;
pada anak-anak dan remaja, fantasi yang berlebihan)
3) Pengalaman persepsi yang tidak biasa, mencakup ilusi secara fisik
4) Cara berpikir dan berbicara yang aneh
5) Curiga atau pemikiran paranoid
6) Afek yang tidak sesuai atau terbatas
7) Perilaku atau penampilan yang ganjil, eksentrik, atau khas
8) Tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan selain dari kerabat
derajat satu (first degree relatives)
9) Kecemasan sosial berlebihan yang tidak dapat dikurangi dengan
keakraban dan cenderung berhubungan dengan ketakutan paranoid
dibadingkan penilaian negatif tentang diri sendiri
b) Tidak berlangusng selama perjalanan gangguan skizofrenia, gangguan mood
dengan ciri psikotik, gangguan psikotik lainnya, atau gangguan perkembangan
pervasif.
4. Diagnosis banding
Secara teoritis, orang dengan gangguan kepribadian skizotipal dapat
dibedakan dengan yang mengalami gangguan kepribadian skizoid dan
menghindar (cemas) dengan adanya keganjilan/keanehan dari perilaku, cara
berpikir, persepsi, dan komunikasi dan mungkin dengan riwayat keluarga yang
jelas adanya skizofrenia. Pasien dengan skizotipal dibedakan dengan skizofrenia
dengan tidak adanya psikosis. Apabila gejala psikosis itu muncul, terjadinya
singkat dan terfragmentasi. Beberapa pasien memenuhi kriteria untuk gangguan
kepribadian skizotipal dan ambang. Pasien dengan gangguan kepribadian
paranoid memiliki karakteristik kecurigaan, tetapi tidak ada perilaku yang aneh
pada pasien dengan skizotipal.
5. Tatalaksana
a) Psikoterapi
Prinsip tatalaksana gangguan kepribadian skizotipal tidak berbeda
dengan penanganan skizoid, tetapi dokter harus bertindak secara sensitif
dibanding sebelumnya. Pasien ini memiliki keganjilan pada cara berpikir, dan
beberapa berkaitan dengan pemujaan, praktik keagamaan yang aneh, dan ilmu
gaib. Terapis tidak boleh mencemooh aktivitas terssebut dan menghakimi
kepercayaan atau akhtivitas tersebut.
b) Farmakoterapi
Medikasi anti-psikotik dapat berguna dalam menangani ideas od
reference, ilusi, dan gejala lain dan dapat digabungkan dengan pskoterapi.
Anti-depresan juga berguna ketika komponen depresif dari kepribadian
ditemukan.
6. Perjalanan gangguan dan prognosis
Penelitian jangka panjang oleh Thomas McGlashan dilaporkan bahwa
10 persen dari orang dengan gangguan kepribadian skizotipal pada akhirnya
bunuh diri. Penelitian retospektif menunjukkan bahwa banyak pasien berpikir
memiliki skizofrenia yang sebenarnya mengalami gangguan kepribadian
skizotipal dan, menurut pemikiran klinis sekarang ini, skizotype merupakan
kepribadian permorbid untuk skizofrenia. Beberapa, bagaimanapun, memelihara
kepribadian skizotipal selama mereka hidup dan menikah dan bekerja, walaupun
aneh.

GANGGUAN KEPRIBDIAN KLUSTER B


A. Gangguan Kepribadian Antisosial
Gangguan Kepribadian antisosial merupakan pola perilaku pengabaian dan
perlanggaran pelbagai hak orang lain, bersifat pervasif, berawal sejak usia dewasa
muda dan nyata dalam pelbagai konteks (Sadock et al, 2015).
1. Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian antisosial adalah 3% pada pria dan 1% pada
wanita. Hal ini paling umum ditemukan di daerah perkotaan miskin dan antara
penduduk yang sering berpindah-pindah. Timbulnya gangguan adalah sebelum
usia 15. Gadis biasanya memiliki gejala sebelum pubertas, dan anak laki-laki
bahkan lebih awal. Dalam populasi penjara, prevalensi gangguan kepribadian
antisosial dapat setinggi 75%. Apabila terdapat riwayat anggota keluarga yang
menderita gangguan yang sama, gangguan ini lima kali lebih umum di antara
tingkat pertama kerabat laki-laki dengan gangguan dari kelompok control(Casey,
2011).
2. Gejala klinis
Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial seringkali dapat tampak normal
dan bahkan menawan dan manis. Riwayat mereka mengungkapkan banyak bidang
kehidupan berfungsi teratur. Berbohong, pembolosan, lari dari rumah, pencurian,
perkelahian, penyalahgunaan zat, dan kegiatan ilegal adalah pengalaman khas
yang pasien laporkan sebagai awal di masa kecil. Pasien-pasien ini seringkali
terhadap dokter dengan jenis kelamin berlawanan memberikan kesan kepribadian
yang berwarna-warni dan bergairah, tetapi terhadap dokter yang berjenis kelamin
sama mungkin mereka tampak manipulatif dan menuntut. Pasien dengan
gangguan kepribadian antisosial tidak menunjukkan kecemasan atau depresi,
tampak secara kasar tidak sesuai dengan situasi mereka, meskipun ancaman
bunuh diri dan keluhan somatik mungkin umum. Penjelasan mereka sendiri
mengenai perilaku antisosial mereka membuatnya tampak ceroboh, tapi konten
mental mereka mengungkapkan tidak adanya delusi dan tanda-tanda lain dari
berpikir irasional. Bahkan, mereka sering memiliki rasa tinggi pengujian realitas
dan seringkali terkesan memiliki kecerdasan lisan yang baik (Sadock et al, 2015).
3. Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan kepribadian antisosial berdasarkan DSM-IV:
a. Ada pola pervasif mengabaikan dan melanggar hak orang lain yang terjadi
sejak usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) sebagai
berikut:
1) kegagalan untuk mematuhi norma-norma, peraturan, dan kewajiban sosial
2) tipu daya, seperti ditunjukkan oleh berulang kali berbohong atau menipu
orang lain untuk keuntungan pribadi atau kesenangan
3) impulsif atau kegagalan untuk merencanakan
4) iritabilitas dan agresivitas, seperti ditunjukkan oleh perkelahian fisik
berulang
5) sembrono mengabaikan keselamatan diri sendiri atau orang lain
6) secara menetap tidak bertanggung jawab, seperti yang ditunjukkan oleh
kegagalan yang berulang untuk mempertahankan perilaku kerja yang
konsisten atau menghormati kewajiban keuangan
7) kurangnya penyesalan, seperti ditunjukkan dengan menjadi acuh tak acuh
terhadap atau rasionalisasi memiliki terluka, dianiaya, atau dicuri dari yang
lain
b. Individu setidaknya usia 18 tahun.
c. Ada bukti dari gangguan perilaku dengan onset sebelum usia 15 tahun.
d. Terjadinya perilaku antisosial tidak secara eksklusif selama skizofrenia
atau episode manik.
4. Pengobatan
a. Psikoterapi
Jika pasien dengan gangguan kepribadian antisosial yang tidak dapat
bergerak (misalnya, ditempatkan di rumah sakit), mereka sering menjadi
setuju untuk psikoterapi. Ketika pasien merasa bahwa mereka dikelilingi
rekan-rekan, motivasi untuk berubah menghilang. Mungkin karena alasan ini,
kelompok untuk membantu diri sendiri lebih berguna daripada penjara dalam
mengurangi gangguan tersebut.
Sebelum pengobatan dapat dimulai, batas tegas sangat penting. Terapis
harus menemukan cara untuk berurusan dengan perilaku pasien yang merusak
diri sendiri. Dan untuk mengatasi ketakutan pasien akan keintiman, terapis
harus menggagalkan keinginan pasien untuk lari dari pertemuan yang nyata
dengan orang lain. Dengan demikian, terapis menghadapi tantangan
memisahkan kendali dari hukuman dan memisahkan bantuan dan konforntasi
dari isolasi sosial dan retribusi (Sadock et al, 2015).
b. Farmakoterapi
Farmakoterapi digunakan untuk menangani gejala-gejala seperti
kecemasan, kemarahan, dan depresi, namun karena pasien sering
menyalahgunakan zat, obat-obatan harus digunakan secara bijaksana. Jika
pasien menunjukkan bukti gangguan atensi atau gangguan hiperaktif,
psikostimulan seperti methylphenidate (Ritalin) mungkin berguna. Upaya
telah dilakukan untuk mengubah metabolisme katekolamin dengan obat-
obatan dan untuk mengontrol perilaku impulsif dengan obat antiepilepsi,
misalnya, carbamazepine (Tegretol) atau valproate (Depakote), terutama jika
bentuk gelombang abnormal dicatat pada EEG. β-adrenergic reseptor
antagonis telah digunakan untuk mengurangi agresi (Sadock et al, 2015).
B. Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil
Pedoman diagnostik:
 Terdapat kecenderugan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tamoa
mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan dengan ketidakstabilan
emosional
 Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan
pengendalian diri
1. tipe impulsif
Ciri khas yang predominan adalah ketidakstabilan emosional dan
kekurangan pengendalian impuls (dorongan hati). Ledakan kekerasan atau
perilaku mengancam lazim terjadi, khususnya sebagai tanggapan terhadap
kritik orang lain
2. tipe ambang/borderline
Merupakan suatu gangguan kepribadian yang menyebabkan penderita
tidak memiliki rasa diri yang jelas dan konsisten serta tidak pernah memiliki
kepastian dalam nilai – nilai, loyalitas, dan pilihan karier mereka. Mereka tidak
tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut di abaikan, dan menuntut
perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaaan kosong yang
kronis, mereka seringkali mencoba bunuh diri dan melakukan tindakan
memutilasi diri sendiri (Davidson, 2006).
Gangguan kepribadian Borderline atau biasa disebut dengan gangguan
kepribadian ambang adalah gangguan kepribadian yang mempunyai ciri-ciri
utama berupa impulsivitas dan ketidakstabilan hubungannya dengan orang lain
dan mood (Sanislow, Grilo, & McGlashan, 2000). Gangguan borderline ini
pada umumnya bermula pada masa remaja atau dewasa awal dan lebih sering
terjadi kepada wanita daripada kepada pria dengan prevalensi 1 persen (Swartz
dkk, 1990; Torgesen, Kringlen, & Cramer, 2001).
3. Diagnosis
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan kepribadian emosional tidak
stabil dapat dibuat awal masa dewasa ketika pasien menunjukkan setidaknya
lima kriteria yang tercantum pada kriteria diagnostic
Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan afek, dan
impulsif dengan awitan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks,
seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) sebagai berikut:

a) Upaya yang penuh kegelisahan untuk menghindari keadaan ditinggalkan


yang nyata maupun yang hanya dibayangkan. Catatan: Tidak meliputi
perilaku bunuh diri atau mutilasi diri tercakup dalam Kriteria 5.
b) pola hubungan interpersonal erat namun tidak stabil
c) gangguan identitas: citra diri atau kesadaran diri yang secara nyata dan
terus menerus tidak stabil
d) impulsif dalam setidaknya dua wilayah yang berpotensi merusak diri
(misalnya, pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono,
makan pesta). Catatan: Tidak meliputi perilaku bunuh diri atau mutilasi diri
tercakup dalam Kriteria 5
e) perilaku bunuh diri berulang, gestur, atau ancaman, atau perilaku mutilasi
diri
f) Ketidakstabilan perasaan atau afek yang disebabkan oleh suasana hati
(misalnya, dysphoria episodik intens, lekas marah, atau kecemasan
biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari)
g) Perasaan kosong yang kronis
h) Kemarahan yang tidak pantas, intens atau kesulitan mengendalikan marah
(misalnya, menampilkan sering marah, kemarahan yang konstan,
perkelahian fisik berulang)
i) Pemikiran paranoid yang berkaitan dengan stres berlangsung singkat gejala
disosiatif yang parah
4. Diagnosis Banding
Gangguan ini dibedakan dari skizofrenia berdasarkan bahwa pasien
dengan kepribadian emosional tidak stabil tidak memiliki episode psikotik yang
berkepanjangan, gangguan berpikir, dan tanda-tanda skizofrenia klasik. Pasien
dengan gangguan kepribadian schizotypal menunjukkan keanehan ditandai
berpikir, pikiran aneh, dan ideas of references. Mereka dengan gangguan
kepribadian paranoid ditandai oleh kecurigaan yang ekstrem. Pasien dengan
gangguan kepribadian emosional tidak stabil pada umumnya memiliki perasaan
kekosongan kronis dan episode psikotik singkat; mereka bertindak impulsif dan
menuntut hubungan yang luar biasa, mereka mungkin memutilasi diri mereka
sendiri dan membuat usaha bunuh diri manipulatif.
5. Tatalaksana
a. Psikoterapi
Terapis telah menggunakan terapi perilaku untuk mengendalikan impuls
pasien dan ledakan marah dan untuk mengurangi kepekaan mereka terhadap
kritik dan penolakan. Pelatihan keterampilan sosial, terutama dengan
pemutaran rekaman video, membantu memungkinkan pasien untuk melihat
bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain dan dengan demikian
meningkatkan perilaku interpersonal mereka.
b. Farmakoterapi
Farmakoterapi berguna untuk menangani dengan fitur kepribadian tertentu
yang mengganggu fungsi keseluruhan pasien. Antipsikotik telah digunakan
untuk mengendalikan kemarahan, permusuhan, dan episode psikotik singkat.
Antidepresan meningkatkan mood depresi umum pada pasien dengan
gangguan kepribadian ini. MAO inhibitor (MAOI) dapat digunakan pada
beberapa pasien dengan perilaku impulsif. Benzodiazepin, khususnya
alprazolam (Xanax), membantu kecemasan dan depresi, tetapi beberapa
pasien menunjukkan disinhibisi dengan kelas obat ini. Antikonvulsan, seperti
carbamazepine, dapat meningkatkan fungsi global untuk beberapa pasien.
Agen serotonergik seperti serotonin reuptake inhibitor (SSRI) telah membantu
dalam beberapa kasus.

C. Gangguan Kepribadian Histrionik


1. Definisi
Gangguan kepribadian histrionik didefinisikan sebagai pola perilaku berupa
emosionalitas berlebih dan menarik perhatian, bersifat pervasif, berawal sejak
usia dewasa muda (Puri, 2011).
2. Epidemiologi
Menurut DSM-IV-TR, data terbatas dari studi pada populasi umum
menunjukkan prevalensi sekitar 2 hingga 3%. Tingkat sekitar 10 hingga 15%
telah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan terapi kesehatan mental.
Gangguan kepribadian ini lebih sering dijumpai pada perempuan daripada pada
laki-laki. Beberapa studi menemukan adanya hubungan gangguan kepribadian ini
dengan gangguan somatisasi dan gangguan penggunaan alkohol. Gangguan yang
paling sering menyertainya ialah gangguan kepribadian narsisistik, ambang, anti-
sosial dan dependen. Suatu studi menyebutkan bahwa gangguan kepribadian ini
berhubungan kuat dengan perilaku merokok yang tergantung nikotin, baik
sekarang ataupun dulu. Pasien histrionik mungkin memiliki disfungsi
psikoseksual; wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami
impoten ( Saddock, 2011).
3. Gejala Klinis
Gejala klinis gangguan kepribadian histrionik meliputi: ( MacKinnon, 2011)
a. Dramatisasi diri
Gaya berbicara, tampilan fisik, dan tingkah umum pasien ini adalah
dramatik dan ekshibisionistik. Pola berbahasanya condong pada penggunaan
kata-kata superlatif. Pasien sering melebih-lebihkan supaya mendramatisasi
suatu hal dan tidak peduli tentang kebenaran jika suatu distorsi lebih baik
dalam menyertai dramanya. Pasien ini sering kali atraktif dan terlihat lebih
muda daripada usia mereka. Pada kedua jenis kelamin, tedapat ketertarikan
gaya dan fashion yang kuat. Wanita sering mendramatisir femininitas
sedangkan pria mendramatisir maskulinitas.
b. Emosionalitas
Meskipun pasien histrionik kesulitan merasakan perasaan cinta dan
keintiman yang mendalam, tampilan luarnya cukup bertolak belakang. Pasien
ini sangat menarik dan berhubungan dengan orang lain dengan penuh
kehangatan, meskipun emosinya labil dan mudah berubah-ubah. Ia
menganggap remeh hubungan, meskipun sebenarnya ia merasa nyaman. Pada
suatu hubungan dimana pasien tidak mendapatkan kontak emosi, dia
merasakan penolakan dan kegagalan dan sering menyalahkan individu lain
dan menunjukkan kekecewaan yang nyata yang dapat berlanjut menjadi
depresi atau kemarahan yang dapat diekspresikan sebagai temper tantrum.
Hubungan dengan pasien ini dapat berubah dnegan cepat, dari mencintai
orang menjadi membencinya sebagaimana pada anak-anak yang dapat
berpindah dari menangis menjadi tertawa dalam jangka waktu yang singkat.
c. Merangsang
Pasien ini menciptakan kesan dengan menggunakan tubuh sebagai ekspresi
cinta, tapi ini hanyalah capaian hasrat untuk dianggap diterima, dikagumi dan
dilindungi daripada untuk merasakan keintiman ataupun hasrat seksual.
Pasien akan berespon secara antagonis kompetitif apabila terdapat orang lain
yang memakai peralatan yang sama untuk mendapatkan perhatian.
d. Dependen
Pasien pria lebih sering menunjukkan perilaku pseudo-independen, yang
mana dapat dikenali sebagai suatu pertahanan karena respon emosional akan
ketakutan atau kemarahan yang berlebihan. Sedangkan pasien wanita
menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat bergantung dan tidak berdaya,
yang mengharapkan dokter akan memandunya pada tiap tindakannya. Ia juga
posesif dalam berhubungan. Pasien ini membutuhkan perhatian yang besar
dari sekelilingnya dan tidak mampu menghibur dirinya sendiri. Kebosanan
merupakan masalah konstan bagi pasien ini karena mereka menganggap diri
mereka membosankan.
e. Sugestibel
Meskipun sugestibel, pasien kadang hanya sugestibel terhadap sugesti-
sugesti yang ia anggap benar.
f. Masalah pernikahan dan seksual
Pada pasien wanita ia mungkin dapat mengalami anorgasmik dan pria
cenderung mengalami impotent.
g. Gangguan somatic
Keluhan somatic melibatkan sistem organ multipel biasanya dimulai pada
saat kehidupan remaja pasien dan berlanjut sepanjang hidup. Simtom secara
dramatis digambarkan dan meliputi sakit kepala, nyeri punggung, gejala
konversi, dan pada wanita sering dengan nyeri panggul dan gangguan
menstruasi.

4. Terapi
a. Psikoterapi
Pasien dengan gangguan kepribadian ini sering tidak menyadari tentang
perasaannya yang sesungguhnya; oleh sebab itu mereka perlu dibantu untuk
mengenali dan mengklarifikasi persaan mereka yang sesungguhnya.
Psikoterapi yang berorientasi dengan psikoanalitik, baik secara kelompok
ataupun individu, mungkin merupakan pilihan terapi yang cocok untuk pasien
dengan gangguan kepribadian histrionic (Saddock, 2011).
b. Farmakoterapi
Farmakoterapi dapat diberikan sebagai tambahan ketika simtom-simtom
yang ada dijadikan sebagai target pengobatan (misalkan: penggunaan
antidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat antiansietas untuk
kecemasan, dan obat antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi) (Saddock, 2011).

D. Gangguan Kepribadian Narsistik


1. Definisi
Terdapatnya pola rasa kebesaran diri (dalam fantasi atau perilaku), kebutuhan
untuk dikagumi atau disanjung, kurang mampu berempati. Bersifat pervasif,
berawal sejak dewasa muda dan nyata dalam pelbagai konteks.
2. Epidemiologi
Menurut DSM-IV-TR, perkiraan prevalensi gangguan kepribadian
narsistik berkisar 2-16 % dalam populasi klinis dan kurang dari 1 % di populasi
umum. Orang dengan gangguan dapat memberikan rasa yang tidak realistis
tentang kemahakuasaan, kemegahan, keindahan, dan bakat untuk anak-anak
mereka, dengan demikian, keturunan dari orang tua tersebut mungkin memiliki
resiko lebih tinggi daripada biasanya untuk mengembangkan gangguan itu sendiri.
Jumlah kasus gangguan kepribadian narsistik yang dilaporkan terus meningkat.
3. Diagnosa
Kriteria diagnostik gangguan kepribadian narsistik berdasarkan DSM-IV:
Sebuah pola bersifat pervasif tentang kebesaran (dalam khayalan atau
perilaku), membutuhkan kekaguman, dan kurangnya empati, dimulai dengan awal
masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh
lima (atau lebih) sebagai berikut:
a. Secara berlebih merasa dirinya sangat penting (misalnya, melebih-lebihkan
prestasi dan bakat, mengharapkan untuk diakui sebagai yang unggul tanpa
prestasi sepadan)
b. sibuk dengan fantasi kesuksesan tak terbatas, kekuasaan, kecerdasan,
kecantikan, atau kekasih ideal
c. percaya bahwa ia adalah istimewa dan unik dan hanya dapat dipahami oleh,
atau harus bergaul dengan orang-orang khusus atau tinggi status lainnya (atau
lembaga)
d. membutuhkan pemujaan berlebihan
e. merasa dirinya “mempunyai hak istimewa” (contoh menuntut agar mendapat
perlakuan khusus, atau orang lain harus menurut kehendaknya)
f. tidak memiliki empati: tidak bersedia untuk mengenali atau mengidentifikasi
dengan perasaan dan kebutuhan orang lain
g. sering iri kepada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri kepadanya
h. bersikap sombong
4. Fitur klinis
Orang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki rasa megah diri
penting, mereka menganggap diri mereka spesial dan mengharapkan perlakuan
khusus. Rasa memiliki hak istimewa mencolok. Mereka tidak dapat menerima
kritikan dan mungkin menjadi marah ketika seseorang berani mengkritik mereka,
atau mereka mungkin tampak sama sekali tidak peduli terhadap kritik. Orang
dengan gangguan ini ingin cara mereka sendiri dan sering ambisius untuk
mencapai ketenaran dan keberuntungan. Hubungan mereka yang rapuh, dan
mereka dapat membuat orang lain marah dengan penolakan mereka untuk
mematuhi aturan-aturan konvensional perilaku. Mereka tidak dapat menunjukkan
empati, dan mereka berpura-pura simpati hanya untuk mencapai tujuan egois
mereka sendiri. Karena harga diri mereka rapuh, mereka rentan terhadap depresi.
Kesulitan interpersonal, masalah pekerjaan, penolakan, dan kehilangan adalah
hasil dari perilaku narsistik mereka.
5. Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian emosional tidak stabil, gangguan kepribadian
histrionik, dan antisosial sering menyertai gangguan kepribadian narsistik,
sehingga diagnosis diferensial sulit. Pasien dengan gangguan kepribadian
narsistik memiliki kecemasan kurang dari mereka dengan gangguan kepribadian
emosional tidak stabil; kehidupan mereka cenderung kurang kacau, dan mereka
cenderung untuk mencoba bunuh diri. Pasien dengan gangguan kepribadian
antisosial memiliki riwayat perilaku impulsif, sering dikaitkan dengan alkohol
atau penyalahgunaan zat lainnya, yang sering membuat mereka menjadi
bermasalah dengan hukum. Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik
menunjukkan fitur eksibisionisme dan manipulatif interpersonal yang mirip
dengan pasien dengan gangguan kepribadian narsisistik.
6. Pengobatan
a. Psikoterapi
Karena pasien harus meninggalkan narsisme mereka untuk membuat
kemajuan, pengobatan gangguan kepribadian narsisistik adalah sulit. Psikiater
seperti Kernberg dan Heinz Kohut menganjurkan menggunakan pendekatan
psikoanalitik untuk efek berubah, tetapi banyak penelitian diperlukan untuk
membuktikan diagnosis dan untuk menentukan pengobatan terbaik. Beberapa
dokter menganjurkan terapi kelompok bagi pasien mereka sehingga mereka
dapat belajar bagaimana berbagi dengan orang lain dan, dalam keadaan yang
ideal, dapat mengembangkan respon empatik kepada orang lain.
b. Farmakoterapi
Lithium (Eskalith) telah digunakan dengan pasien yang gambaran klinis
mencakup perubahan suasana hati. Karena pasien dengan gangguan
kepribadian narsistik mentoleransi penolakan secara buruk dan rentan
terhadap depresi, antidepresan, obat-obatan terutama serotonergik, juga dapat
digunakan.
7. Perjalanan gangguan dan prognosis
Gangguan kepribadian narsisistik adalah kronis dan sulit untuk diobati.
Pasien dengan gangguan terus-menerus harus berurusan dengan pukulan narsisme
mereka yang dihasilkan dari perilaku mereka sendiri atau dari pengalaman hidup.
Penuaan ditangani buruk; pasien menilai keindahan, kekuatan, dan atribut muda,
yang mereka pegang teguh tidaklah tepat. Mereka mungkin lebih rentan
mengalami krisis setengah baya (midlife crises) daripada kelompok lain.
GANGGUAN KEPRIBADIAN KLUSTER C

A. Gangguan Kepribadian Menghindar


1. Definisi
Adanya pola perasaan tidak nyaman serta keengganan untuk bergaul secara sosial,
rasa rendah diri, hipersensitif terhadap evaluasi negatif. Bersifat pervasif, awitan
sejak dewasa muda, nyata dalam pelbagai konteks.
2. Epidemiologi
Gangguan kepribadian menghindar adalah umum. Prevalensi gangguan
adalah 1 sampai 10 % dari populasi umum. Tidak ada informasi mengenai rasio
berdasarkan gender atau pola keluarga. Bayi diklasifikasikan sebagai memiliki
temperamen pemalu mungkin lebih rentan terhadap gangguan dibandingkan
mereka yang mendapat skor tinggi pada skala pendekatan aktivitas.
3. Fitur klinis
Hipersensitif terhadap penolakan oleh orang lain adalah fitur klinis utama
dari gangguan kepribadian menghindar, dan sifat kepribadian yang utama pasien
adalah timidity. Orang-orang keinginan kehangatan dan keamanan persahabatan
manusia, tetapi membenarkan mereka menghindari hubungan karena takut diduga
mereka penolakan. Ketika berbicara dengan seseorang, mereka mengungkapkan
ketidakpastian, menunjukkan kurangnya kepercayaan diri, dan dapat berbicara
dengan cara merendahkan diri. Karena mereka waspada tentang penolakan,
mereka takut untuk berbicara di depan umum atau untuk membuat permintaan
orang lain. Mereka cenderung salah menafsirkan komentar orang lain 'sebagai
merendahkan atau mengejek. Penolakan dari permintaan apapun membuat
mereka menarik diri dari orang lain dan merasa terluka.
Di bidang pekerjaan, pasien dengan gangguan kepribadian menghindar
seringkali mengambil pekerjaan di sela-sela. Mereka jarang mencapai kemajuan
pribadi banyak atau otoritas banyak, tapi kelihatan malu dan bersemangat untuk
menyenangkan. Orang-orang umumnya tidak memasukkan hubungan kecuali
mereka diberi jaminan luar biasa kuat penerimaan tidak kritis. Akibatnya, mereka
sering tidak memiliki teman dekat atau kepercayaan.
4. Diagnosa
Dalam wawancara klinis, aspek pasien yang paling mencolok adalah
kecemasan tentang berbicara dengan seorang pewawancara. Cara mereka gugup
dan tegang muncul pasang surut dengan persepsi mereka apakah pewawancara
menyukai mereka. Mereka tampaknya rentan terhadap komentar pewawancara
dan saran dan mungkin menganggap klarifikasi atau interpretasi sebagai kritik.
Kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian menghindar berdasarkan DSM-
IV:
a. Sebuah pola pervasif inhibisi sosial, perasaan tidak mampu, dan
hipersensitivitas terhadap evaluasi negatif, dimulai dengan awal masa dewasa
dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau
lebih) sebagai berikut:
1) menghindari kegiatan kerja yang melibatkan kontak interpersonal yang
signifikan, karena takut kritik, ketidaksetujuan, atau penolakan
2) tidak mau untuk terlibat dengan orang-orang kecuali merasa yakin disukai
3) menunjukkan pengendalian diri dalam hubungan intim karena takut
dipermalukan atau ditertawakan
4) Kuatir dengan dikritik atau ditolak dalam situasi sosial
5) terhambat dalam interaksi antarpribadi baru karena perasaan tidak mampu
6) Memandang diri sendiri sebagai tidak layak secara sosial, secara pribadi
tidak menarik, atau lebih rendah daripada orang lain
7) enggan untuk mengambil risiko pribadi atau untuk terlibat dalam kegiatan
yang baru karena mereka mungkin terbukti memalukan
5. Diagnosa Banding
Pasien dengan gangguan kepribadian menghindar keinginan interaksi
sosial, tidak seperti pasien dengan gangguan kepribadian skizofrenia, yang ingin
sendirian. Pasien dengan gangguan kepribadian menghindar tidak seperti
menuntut, marah, atau tidak terduga seperti yang dengan gangguan kepribadian
emosional tidak stabil dan histrionik. Gangguan kepribadian menghindar dan
gangguan kepribadian dependen serupa. Pasien dengan gangguan kepribadian
dependen yang dianggap lebih takut ditinggalkan atau dicintai dibandingkan
dengan gangguan kepribadian menghindar, tetapi gambaran klinis tidak dapat
dibedakan.
6. Pengobatan
a. Psikoterapi
Pengobatan psikoterapi tergantung pada memperkuat aliansi dengan
pasien. Sebagai kepercayaan berkembang, terapis harus menyampaikan sikap
menerima terhadap ketakutan pasien, terutama takut ditolak. Terapis akhirnya
mendorong pasien untuk pindah ke dunia untuk mengambil apa yang dianggap
sebagai risiko besar penghinaan, penolakan, dan kegagalan. Tetapi terapis
harus berhati-hati ketika memberikan tugas untuk latihan keterampilan sosial
baru di luar terapi; kegagalan dapat memperkuat pasien sudah miskin harga
diri. Terapi kelompok dapat membantu pasien memahami bagaimana
kepekaan mereka terhadap penolakan mempengaruhi mereka dan lain-lain.
Pelatihan ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan
pasien untuk mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk
memperbesar harga diri mereka.
b. Farmakoterapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola kecemasan dan depresi
ketika mereka berhubungan dengan gangguan tersebut. Beberapa pasien yang
dibantu oleh Î ²-adrenergik reseptor antagonis, seperti atenolol (Tenormin),
untuk mengelola hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi
pada pasien dengan gangguan kepribadian menghindar, terutama ketika
mereka mendekati situasi takut. Agen serotonergik dapat membantu
sensitivitas penolakan. Secara teoritis, obat dopaminergik bisa menimbulkan
hal-hal baru-mencari perilaku pada pasien, namun pasien harus secara
psikologis siap untuk setiap pengalaman baru yang mungkin timbul.
7. Perjalanan gangguan dan prognosis
Banyak orang dengan gangguan kepribadian menghindar mampu
berfungsi di lingkungan yang terlindung. Beberapa menikah, memiliki anak, dan
hidup mereka dikelilingi hanya oleh anggota keluarga. Harus mendukung
apabila mereka mengalami kegagalan, namun, mereka cenderung mudah
mengalami depresi, kecemasan, dan kemarahan. Penghindaran fobia adalah
umum, dan pasien dengan gangguan dapat memberikan sejarah fobia sosial atau
fobia sosial dikenakan dalam perjalanan penyakit mereka.

B. Gangguan Kepribadian Dependen


1. Definisi
Suatu pola perilaku berupa kebutuhan berlebih agar dirinya dipelihara,
yang menyebabkan seorang individu berperilaku submisif, bergantung kepada
orang lain, dan ketakutan akan perpisahan dengan orang tempat ia bergantung,
Besifat pervasif, berawal sejak usia dewasa muda, dan nyata dalam pelbagai
situasi (Saddock, 2011)
2. Epidemiologi
Gangguan kepribadian dependen lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Satu studi didiagnosis 2,5% dari semua gangguan
kepribadian jatuh ke dalam kategori ini. Hal ini lebih umum pada anak-anak
daripada yang lebih tua. Orang dengan penyakit fisik kronis di masa kecil
mungkin paling rentan terhadap gangguan ini (Casey, 2007)
3. Gejala Klinis
Gangguan kepribadian dependen ditandai oleh pola perilaku meresap
tergantung dan tunduk. Orang dengan gangguan tersebut tidak dapat membuat
keputusan tanpa saran dan kepastian dari orang lain dengan jumlah berlebihan.
Mereka menghindari posisi tanggung jawab dan menjadi cemas jika diminta untuk
mengambil peran kepemimpinan. Mereka lebih suka untuk tunduk. Ketika mereka
sendiri, mereka merasa sulit untuk bertahan pada tugas-tugas, tetapi mungkin
merasa mudah untuk melakukan tugas-tugas untuk orang lain (Saddock, 2011).
Pesimisme, keraguan diri, pasif, dan ketakutan untuk mengekspresikan
perasaan seksual dan agresif semua melambangkan perilaku orang-orang dengan
gangguan kepribadian dependen. Pasangan yang kasar, tidak setia, atau alkohol
dapat ditoleransi untuk waktu yang lama untuk menghindari mengganggu rasa
keterikatan (Saddock, 2011).
4. Diagnosa
Sebuah kebutuhan yang luas dan berlebihan harus diambil untuk mengarah
ke perilaku tunduk dan kelekatan dan ketakutan pemisahan, dimulai dengan awal
masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh
lima (atau lebih) sebagai berikut:
a. memiliki kesulitan membuat keputusan sehari-hari tanpa saran dan jaminan
dari orang lain dalam jumlah yang berlebihan
b. kebutuhan orang lain untuk bertanggung jawab atas bidang utama sebagian
besar hidupnya
c. mengalami kesulitan mengekspresikan ketidaksetujuan dengan orang lain
karena takut kehilangan dukungan atau persetujuan.
d. mengalami kesulitan memulai proyek-proyek atau melakukan hal-hal sendiri
(karena kurangnya kepercayaan diri dalam penilaian atau kemampuan
daripada kurangnya motivasi atau energi)
e. usaha berlebihan untuk memperoleh pengasuhan dan dukungan dari orang
lain, ke titik sukarela untuk melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan
f. merasa tidak nyaman atau tak berdaya ketika sendirian karena takut yang
berlebihan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri
g. segera mencari hubungan lain sebagai sumber perawatan dan dukungan
ketika hubungan dekat berakhir
h. preokupasi yang tidak realistis dengan kekhawatiran ditinggal untuk
mengurus dirinya sendiri
5. Tatalaksana
a. Psikoterapi
Pengobatan gangguan kepribadian dependen sering berhasil. Terapi
berdasarkan tilikan memungkinkan pasien untuk memahami anteseden
perilaku mereka, dan dengan dukungan dari terapis, pasien dapat menjadi
lebih mandiri, tegas, dan mandiri. Terapi perilaku, pelatihan ketegasan, terapi
keluarga, dan terapi kelompok semuanya telah digunakan, dengan hasil yang
sukses dalam banyak kasus. Sebuah kesulitan mungkin timbul dalam
pengobatan ketika terapis mendorong pasien untuk mengubah dinamika
hubungan patologis (misalnya, mendukung istri disiksa secara fisik dalam
mencari bantuan dari polisi). Pada titik ini, pasien mungkin menjadi cemas
dan tidak mampu bekerja sama dalam terapi, mereka mungkin merasa
terpecah antara sesuai dengan terapis dan kehilangan hubungan eksternal
patologis. Terapis harus menunjukkan rasa hormat besar bagi perasaan
dependen pasien, tidak peduli seberapa patologis perasaan ini mungkin
tampak.
b. Farmakoterapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk menangani gejala-gejala spesifik,
seperti kecemasan dan depresi, yang merupakan fitur yang berhubungan
umum dari gangguan kepribadian dependen. Pasien yang mengalami serangan
panik atau yang memiliki tingkat kecemasan perpisahan dapat dibantu dengan
imipramine (Tofranil). Benzodiazepin dan agen serotonergik juga telah
berguna. Jika depresi pasien atau gejala penarikan menanggapi psikostimulan,
mereka dapat digunakan.

C. Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif


1. Definisi
Pola perilaku berupa preokupasi dengan keteraturan, peraturan, perfeksionisme,
kontrol mental dan hubungan interpersonal, dengan mengenyampingkan:
fleksibilitas, keterbukaan, efisiensi, bersifat pervasif, awitan sejak dewasa muda
nyata dalam pelbagai konteks (Saddock, 2011).
2. Epidemiologi
Prevalensi obsesif-kompulsif gangguan kepribadian tidak diketahui. Hal ini
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita dan didiagnosis paling
sering pada anak tertua. Gangguan juga terjadi lebih sering pada tingkat pertama
keluarga biologis dari orang-orang dengan gangguan daripada populasi umum.
Pasien sering memiliki latar belakang disiplin yang keras (Saddock, 2011).
3. Gejala klinis
Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif kepribadian disibukkan dengan
aturan, peraturan, ketertiban, kerapian, rincian, dan pencapaian kesempurnaan.
Mereka bersikeras bahwa aturan harus diikuti secara kaku dan tidak bisa
mentolerir apa yang mereka anggap pelanggaran. Oleh karena itu, mereka
kekurangan fleksibilitas dan tidak toleran. Mereka mampu bekerja lama, asalkan
rutin dan tidak memerlukan perubahan yang mereka tidak dapat beradaptasi
(Saddock, 2011).
4. Diagnosa
Sebuah pola meresap keasyikan dengan keteraturan, perfeksionisme, dan kontrol
mental dan interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan
efisiensi, dimulai dengan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks,
seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut (Saddock, 2011) :
a. terpaku terhadap rincian, aturan, daftar, urutan, organisasi, atau jadwal
b. menunjukkan perfeksionisme yang mengganggu penyelesaian tugas
c. teliti, berhati-hati berlebihan dan lebih mengutamakan produktivitas sehingga
mengeyampingkan kesenangan dan hubungan interpersonal
d. teliti dan tidak fleksibel tentang hal-hal moral, etika, atau nilai (tidak
diperhitungkan dengan identifikasi budaya atau agama)
e. tidak mampu untuk membuang benda-benda usang atau tidak berharga bahkan
ketika mereka tidak memiliki nilai
f. enggan untuk mendelegasikan tugas atau bekerja dengan orang lain kecuali
mereka tunduk dengan tepatnya atau cara dia melakukan sesuatu
g. mengadopsi gaya belanja kikir baik terhadap diri dan orang lain, uang
dipandang sebagai sesuatu yang harus ditimbun bagi bencana di masa depan
h. menunjukkan kekakuan dan keras kepala
5. Tatalaksana
a. Psikoterapi
Berbeda pasien dengan gangguan kepribadian lainnya, orang-orang dengan
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif sering menyadari penderitaan
mereka, dan mereka mencari pengobatan sendiri. Pengobatan sering
berlangsung panjang dan rumit. Terapi kelompok dan terapi perilaku kadang-
kadang menawarkan keuntungan tertentu. Dalam kedua konteks, mudah untuk
menginterupsi pasien di tengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptif
mereka. Mencegah penyelesaian perilaku kebiasaan mereka menimbulkan
kecemasan pasien dan membuat mereka rentan terhadap strategi belajar
mengatasi yang baru. Pasien juga dapat menerima hadiah langsung untuk
perubahan dalam terapi kelompok, sesuatu yang kurang sering mungkin dalam
psikoterapi individu.
b. Farmakoterapi
Clonazepam (Klonopin), benzodiazepin dengan penggunaan
antikonvulsan, telah mengurangi gejala pada pasien dengan obsesif-kompulsif
berat. Clomipramine (Anafranil) dan agen serotonergik seperti fluoxetine,
biasanya pada dosis 60 sampai 80 mg sehari, mungkin berguna jika tanda dan
gejala obsesif-kompulsif muncul. Nefazodone (Serzone) mungkin mendapat
manfaat beberapa pasien

GANGGUAN KEPRIBADIAN YANG TIDAK DITENTUKAN

Dalam DSM-V, gangguan kepribadian yang tidak ditentukan dibentuk apabila ada
gangguan yang tidak masuk ke salah satu kategori ganguan kepribadian yang telah
dijelaskan di atas. Gangguan kepribadian pasif-agresif dan gangguan kepribadian depresif
sekarang terdaftar sebagai contoh dari gangguan kepribadian tidak ditentukan. Sebuah
spektrum sempit perilaku atau sikap tertentu "seperti oppositionalism, sadisme, atau
masochism" juga dapat diklasifikasikan dalam kategori ini. Seorang pasien dengan fitur
lebih dari satu gangguan kepribadian tetapi tanpa kriteria lengkap dari setiap gangguan
yang dapat diberikan klasifikasi ini. (Sadock et al, 2015).

A. Gangguan kepribadian depresif


a. Sebuah pola pervasif kognisi dan perilaku depresif pada awal masa dewasa dan
hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih)
sebagai berikut:
1) suasana hati yang biasa didominasi oleh kepatahan, kelam kabut, murung,
ketidakbahagiaan
2) konsep diri pusat sekitar keyakinan tidak mampu, tidak berharga, dan rendah
diri
3) sangat penting, menyalahkan, dan menghina terhadap diri sendiri
4) yang merenung dan diberikan kepada khawatir
5) negatif, kritis, dan menghakimi terhadap orang lain
6) pesimis
7) rentan terhadap perasaan bersalah atau menyesal
b. Tidak terjadi secara eksklusif selama episode depresi dan tidak lebih baik dicatat
oleh gangguan dysthymic.

B. Gangguan kepribadian sadomasokis


Beberapa jenis kepribadian yang ditandai oleh unsur-unsur dari sadisme atau
masokisme atau kombinasi keduanya. Gangguan kepribadian sadomasokis yang
tercantum di sini karena kepentingan klinis dan sejarah besar dalam psikiatri. Ini
bukan kategori diagnostik resmi dalam DSM-IV-TR atau lampirannya, tetapi dapat
didiagnosis sebagai gangguan kepribadian ini tidak lain diklasifikasikan.
Sadisme adalah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit orang lain dengan menjadi
baik seksual melecehkan atau umumnya secara fisik atau psikologis kasar. Ini adalah
nama untuk Marquis de Sade, seorang penulis akhir abad ke-18 orang yang
mengalami erotika menggambarkan kenikmatan seksual saat menyakiti orang lain.
Freud percaya bahwa sadis menangkal kecemasan kastrasi dan mampu untuk
mencapai kenikmatan seksual hanya ketika mereka bisa lakukan untuk orang lain apa
yang mereka takuti akan dilakukan untuk mereka.
Masokisme, nama untuk Leopold von Sacher-Masoch, seorang novelis abad ke-
19 Jerman, adalah pencapaian kepuasan seksual dengan menimbulkan rasa sakit pada
diri. Jadi yang disebut masokis moral yang umumnya mencari penghinaan dan
kegagalan daripada sakit fisik. Freud percaya bahwa kemampuan masokis untuk
mencapai orgasme terganggu oleh kecemasan dan perasaan bersalah tentang seks,
yang dikurangi dengan penderitaan dan hukuman.
Pengamatan klinis menunjukkan bahwa unsur-unsur perilaku sadis dan masokis
baik biasanya hadir dalam orang yang sama. Pengobatan dengan psikoterapi
berorientasi wawasan, termasuk psikoanalisis, telah efektif dalam beberapa kasus.
Sebagai hasil dari terapi, pasien menjadi menyadari kebutuhan untuk menghukum diri
sendiri sekunder untuk rasa bersalah yang berlebihan sadar dan juga datang untuk
mengenali impuls agresif mereka yang direpresi, yang berasal dari anak usia dini.
C. Gangguan kepribadian sadistic
Gangguan kepribadian sadis tidak termasuk dalam DSM-IV-TR, tetapi masih
muncul dalam literatur dan mungkin digunakan deskriptif. Dimulai pada awal masa
dewasa, orang dengan gangguan kepribadian sadistik menunjukkan pola meresap
perilaku kejam, merendahkan, dan agresif yang diarahkan terhadap orang lain.
Kekejaman fisik atau kekerasan digunakan untuk menyakiti orang lain, bukan untuk
mencapai tujuan lain, seperti perampokan seseorang untuk mencuri. Orang dengan
gangguan seperti untuk mempermalukan atau merendahkan orang di depan orang lain
dan biasanya diobati atau disiplin orang jarang kasar, terutama anak-anak. Secara
umum, orang dengan gangguan kepribadian sadis yang terpesona oleh kekerasan,
senjata, cedera, atau penyiksaan. Untuk dimasukkan dalam kategori ini, orang
tersebut tidak dapat semata-mata didorong oleh keinginan untuk mendapatkan
rangsangan seksual dari perilaku mereka, jika mereka begitu termotivasi, paraphilia
dari sadisme seksual harus didiagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders (5th ed.). Arlington, VA: Author
Casey, P., & Kelly, B. (2007). Fish's Clinical Psychopathology: Signs and
Symptoms in Psychiatry. Cambridge: Royal College of Psychiatrists.
Davidson, dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Cetakan Kesembilan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2010. Psikologi Abnormal, Edisi
ke-9 (Terjemahan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Lee R. (2017). Mistrustful and Misunderstood: A Review of Paranoid
Personality Disorder. Current behavioral neuroscience reports, 4(2),
151–165. doi:10.1007/s40473-017-0116-7
MacKinnon RA, MMichels R, dan Buckley PJ, 2009. The Psychiatric Interview
in Clinical Practice. Virginia: American Psychiatric Publishing.
Mangindaan, L. (2010). Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Kepribadian. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. Hal 329.
Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
dan DSM-V.Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya
Puri, BK., Laking PJ, dan Treasaden IH, 2011. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York: Lippincott William&Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai