Anda di halaman 1dari 23

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG (BORDERLINE)

Oleh :

Nur Afni Jusman, S. Ked

K1A1 21 011

Pembimbing:

dr. H. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERISITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Afni Jusman, S.Ked

NIM : K1B1 21 011

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Judul : Gangguan Kepribadian Borderline

Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Univeristas Halu Oleo,

Kendari, November 2021

Mengetahui

Pembimbing,

dr. H. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ


PENDAHULUAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepribadian merupakan sifat hakiki


yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari
orang atau bangsa lain. Ciri kepribadian mempunyai pola yang menetap, berlangsung
lama, berkaitan dengan lingkungan dan diri sendiri yang tampak dalam kehidupan
sosial dan pribadi. Ciri tersebut dapat berubah menjadi gangguan kepribadian jika
menjadi kaku, sulit menyesuaikan diri sehingga terjadi hendaya dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan menimbulkan penderitaan. (Karlina, 2018)
Gangguan kepribadian ambang adalah penyakit yang ditandai dengan pola
berkelanjutan dari berbagai suasana hati, citra diri, dan perilaku. Gejala-gejala ini
sering mengakibatkan tindakan impulsif dan masalah dalam hubungan. Orang dengan
gangguan kepribadian ambang mungkin mengalami episode kemarahan, depresi, dan
kecemasan yang intens yang dapat berlangsung dari beberapa jam hingga berhari-
hari. (National Institute of Mental Health, 2021)
Individu juga sering mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim, antara
senang berlebihan, yang kemudian berganti menjadi tertekan, khawatir, dan
menderita.Perubahan emosi yang ekstrim ini mendorong individu berpikir untuk
mengakhiri hidupnya atau menyakiti diri sendiri. Usaha-usaha untuk bunuh diri ini
juga merupakan cara individu untuk memaksa orang lain (keluarga, kekasih, terapis)
agar memperhatikan dan tidak mengabaikan dirinya. Usaha ini disebut dengan
parasuicide. (Suprapto, 2014)

a. Definisi

Gangguan Kepribadian Ambang adalah pola yang mengganggu, tidak


stabil dan hubungan yang dangkal, ditandai oleh perilaku penurut yang kuat.
Dasar ketidakstabilan ini adalah citra diri yang tidak pasti (Millon, 1997).
Emosi sangat kuat dan labil. Pemutusan hubungan yang berulang-ulang
menghasilkan perasaan kesedihan dan periode-periode depresi yang hebat,
lekas marah, dan kecemasan. Orang-orang dengan kepribadian borderline
sangat rentan terhadap perpisahan atau pengabaian, dan sebagai
konsekuensinya secara tak sengaja mencari keterikatan orang lain. Perilaku
menjadi FIE yang tidak dapat diprediksi dan impulsif ketika ketakutan akan
pengabaian muncul. Dalam ulasan literatur. Torgensen (1994) mengusulkan
dua sindrom gangguan kepribadian perbatasan: yang impulsif, ditandai oleh
ketidakstabilan dan intensitas: dan yang kosong, yang terdiri dari perilaku
yang mencakup ancaman bunuh diri, kecemasan ditinggalkan, dan gangguan
identitas. Kebanyakan teori etiologis menekankan faktor psikologis dalam
pengembangan kepribadian borderline. Gangguan kepribadian borderline
cenderung terjadi pada wanita yang telah mengalami pelecehan fisik,
emosional, atau seksual yang parah selama masa kanak-kanak (Galletly,
1997). Ketidakstabilan dasar dalam suasana hati, pemikiran, perilaku,
hubungan, dan citra diri mencirikan kepribadian borderline. (Millon 1997)
Gangguan Kepribadian Ambang (GKA) adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan kesulitan mengatur emosi. Ini berarti bahwa orang yang
mengalami GKA merasakan emosi secara intens dan untuk waktu yang
lama, dan lebih sulit bagi mereka untuk kembali ke dasar yang stabil setelah
peristiwa pemicu emosional. (National Alliance On Mental Illness, 2017)
Kesulitan ini dapat menyebabkan impulsif, citra diri yang buruk,
hubungan yang kacau, dan respons emosional yang intens terhadap
stresor. Berjuang dengan pengaturan diri juga dapat mengakibatkan perilaku
berbahaya seperti melukai diri sendiri (misalnya cutting). (National Alliance
On Mental Illness, 2017)
b. Insidensi
Diperkirakan bahwa 1,4% dari populasi dewasa AS mengalami
BPD. Hampir 75% orang yang didiagnosis dengan BPD adalah
wanita. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pria mungkin sama-sama
terpengaruh oleh BPD, tetapi umumnya salah didiagnosis dengan PTSD atau
depresi. (National Alliance On Mental Illness, 2017)
BPD mempengaruhi 5,9% orang dewasa (sekitar 14 juta orang Amerika)
pada suatu waktu dalam hidup mereka. (National Education Alliance For
Borderline Personality Disorder, 2021)
BPD mempengaruhi 50% lebih banyak orang daripada penyakit
Alzheimer dan hampir sebanyak gabungan skizofrenia dan bipolar (2,25%).5
BPD mempengaruhi 20% pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa
dan mempengaruhi 10% orang yang menjalani perawatan kesehatan mental
rawat jalan. (National Education Alliance For Borderline Personality
Disorder, 2021)
c. Etiologi

Penyebab BPD tidak sepenuhnya dipahami, tetapi para ilmuwan setuju


bahwa itu adalah hasil dari kombinasi faktor, termasuk :
Genetika. Meskipun tidak ada gen atau profil gen tertentu yang terbukti
secara langsung menyebabkan BPD, penelitian menunjukkan bahwa orang
yang memiliki anggota keluarga dekat dengan BPD mungkin berisiko lebih
tinggi terkena gangguan tersebut.
Faktor lingkungan. Orang-orang yang mengalami peristiwa kehidupan
yang traumatis—seperti pelecehan fisik atau seksual selama masa kanak-
kanak atau pengabaian dan perpisahan dari orang tua—beresiko lebih tinggi
terkena BPD.
Fungsi otak. Sistem regulasi emosional mungkin berbeda pada orang
dengan BPD, menunjukkan bahwa ada dasar neurologis untuk beberapa
gejala. Secara khusus, bagian otak yang mengontrol emosi dan pengambilan
keputusan/penilaian mungkin tidak berkomunikasi secara optimal satu sama
lain. (National Alliance On Mental Illness, 2017)
d. Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan kepribadian


dapat meningkatkan risiko mengembangkan gangguan kepribadian ambang.
Ini termasuk : (Heredia, 2021)
 Predisposisi herediter, berisiko lebih tinggi jika ayah, saudara laki-laki
atau perempuan memiliki kelainan yang sama atau serupa.
 Masa kecil yang penuh tekanan, banyak orang dengan laporan
gangguan seksual atau fisik dilecehkan atau diabaikan selama masa
kanak-kanak. Anak yang mengalami kekerasan fisik akan
mengembangkan perasaan negatif seperti ketakutan, sakit hati, perasaan
tertolak/tidak diterima oleh lingkungan, yang menyebabkan di masa
dewasa anak cenderung senang mencari keintiman dari orang lain dan
melakukan segala cara untuk menghindari perasaan ditolak/takut
ditinggalkan oleh orang lain. Begitu pula dengan anak yang mengalami
kekerasan seksual sangat mungkin diancam oleh pelakunya untuk tetap
diam dan tidak menceritakan pengalaman tersebut kepada siapapun.
Dengan demikian, ia sangat takut dan malu namun tak dapat
mengungkapkan perasaannya sehingga akibatnya proses pengolahan
emosi dan cara mengekspresikan emosi (regulasi emosi) dalam diri anak
tersebut akan terganggu. (Wibhowo dkk, 2019)

Beberapa orang telah kehilangan atau terpisah dari orang tua atau
pengasuh dekat ketika mereka masih muda atau memiliki orang tua atau
pengasuh dengan penyalahgunaan zat atau masalah kesehatan mental
lainnya. (Heredia, 2021)
e. Patofisiologi
Patofisiologi gangguan kepribadian ambang kemungkinan merupakan
kombinasi dari kecenderungan genetik yang dikombinasikan dengan faktor
lingkungan anak usia dini dan disfungsi neurobiologis. Pemahaman yang
lebih besar tentang neurobiologi dan khususnya disfungsi neurotransmiter
dapat mengarah pada pilihan terapi yang lebih baik untuk mengobati
gangguan kepribadian ambang. Sebuah penelitian pada tahun 2015 yang
meneliti peran oksitosin dalam regulasi penghargaan sosial dan jaringan
empati sebagai penyebab yang berkontribusi terhadap gangguan kepribadian
ambang dan gangguan kepribadian lainnya. Secara khusus, disregulasi
serotonin yang mengurangi sensitivitas reseptor 5HT-1A dapat berkontribusi
pada gangguan kepribadian ambang. Peningkatan tingkat gangguan belajar,
gangguan attention-deficit/hyperactivity, dan defisit neurokognitif, serta
temuan elektroensefalografi yang abnormal, juga telah dilaporkan pada pasien
dengan gangguan kepribadian ambang. (Stone, 2019)
f. Tanda dan Gejala

Orang dengan BPD mengalami perubahan suasana hati yang luas dan
dapat merasakan ketidakstabilan dan rasa tidak aman yang luar biasa. Menurut
kerangka diagnostik Manual Diagnostik dan Statistik, beberapa tanda dan
gejala utama mungkin termasuk :
 Ketakutan yang intens akan pengabaian, bahkan melakukan tindakan
ekstrem untuk menghindari perpisahan atau penolakan yang nyata atau
yang dibayangkan
 Pola hubungan intens yang tidak stabil, seperti mengidealkan seseorang
sesaat dan kemudian tiba-tiba percaya bahwa orang tersebut tidak cukup
peduli atau kejam
 Perubahan diri yang cepat -identitas dan citra diri yang mencakup
pergeseran tujuan dan nilai, dan melihat diri sendiri sebagai buruk atau
seolah-olah Anda tidak ada sama sekali

 Periode paranoid terkait stres dan kehilangan kontak dengan kenyataan,


berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam

 Perilaku impulsif dan berisiko, seperti berjudi, mengemudi secara


sembrono, seks yang tidak aman, menghabiskan uang, makan berlebihan
atau penyalahgunaan narkoba, atau menyabot kesuksesan dengan tiba-tiba
berhenti dari pekerjaan yang baik atau mengakhiri hubungan positif

 Ancaman atau perilaku bunuh diri atau melukai diri sendiri, sering kali
sebagai tanggapan takut akan perpisahan atau penolakan

 Perubahan suasana hati yang luas yang berlangsung dari beberapa jam
hingga beberapa hari, yang dapat mencakup kebahagiaan yang intens,
lekas marah, malu atau cemas

 Perasaan hampa yang berkelanjutan

 Tidak pantas, kemarahan yang intens, seperti sering kehilangan


kesabaran, menjadi sarkastik, atau bertengkar fisik. (Heredia, 2021)

g. Deskripsi Status Mental

Gejala utama dalam status mental adalah orang- orang dengan


kepribadian yang terbatas adalah pengaruhnya yang kuat namun labil. Gejala
tersebut bervariasi dari sangat ceria hingga depresi, dari menghargai hingga
marah dan kritis. Dampaknya menunjukan hubungan yang erat antara cerita
pasien dan dokter yang memberikan pengobatan klinik. Efek labil
disejajarkan dengan uraian suasana hati yang labil.( Millon 1997)
Intensitas yang berlebihan dari suasana hati sangat mengesankan, tidak
seperti kelainan kepribadian histrionik, yang dampaknya tampak lebih
kentara ketimbang dirasakan, pasien yang memiliki disor kepribadian yang
sederajat benar- benar mengalami dampak yang sangat hebat dan suasana
hati, kehebatan dari kepalsuan telah hilang. Para peneliti telah mendapati
bahwa pasien gangguan kepribadian ambang memperlihatkan hubungan
yang kuat dengan pasien penderita gangguan bipolar dan bisa jadi berbeda.
( Millon 1997)

Keunikan emosi tetap ada pada sikap sosial pasien. Bertentangan


sekali dengan keinginan teman dekat, terjadi laporan yang bertentangan
mengenai karakteristik mereka, mereka terlalu berlebih- lebihan atau
mengalami devaluasi. Karena pasien dengan gangguan kepribadian ganda
tidak berada dalam jarak antara perasaan intens mereka, mereka tidak dapat
mengetahui sumber kesulitannya (Othmer & othmer, 1994, p. 423-424). (Millon
1997)

h. Kriteria diagnosis DSM-IV (Bordeline)

Pola ketidakstabilan yang meluas dari hubungan antarpribadi, citra


diri, dan berdampak dan menandai impulsif yang dimulai oleh orang dewasa
awal dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukan oleh lima
(atau lebih), sebagai berikut : (Sari dan Hamidah, 2020)
1) Upaya yang kalang kabut untuk menghindari penelantaran nyata atau
khayalan (cacatan : jangan bunuh diri atau merusak perilaku yang
dipenuhi dari 5 kriteria);
2) Sebuah pola hubungan antarpribadi yang tidak stabil dan kuat dan yang
dicirikan dengan tindakan bolak-balik antara perjanjian dan devaluasi
yang ekstrim;
3) Gangguan identitas : gambaran diri atau perasaan diri yang tidak stabil
dan mencolok;

4) Impulsif dalam beberapa bidang yang berpotensi merugikan diri sendiri


(misalnya pengeluaran, seks, penyalagunaan zat, mengemudi dengan
semborono, makan tidak terkendali). (cacatan : tidak termaksud bunuh
diri atau perilaku merusak diri yang dipenuhi kriteria 5);

5) Perilaku bunuh diri yang berulang, gerak tangan atau ancaman, atau
perilaku yang memutilasi diri sendiri;

6) Ketidakstabilan emosi yang mencolok akibat perubahan suasana hati


(misalnya, disphoria episodik yang hebat, mudah tersinggung atau
khawatir, biasanya berlangsung selama beberapa jam dan hanya jarang
lebih dari beberapa hari) serta perasaan hampa kronis;

7) Kemarahan yang tidak pantas, kemarahan yang hebat atau kesulitan


mengendalikan kemarahan (misalnya, kemarahan yang sering muncul,
perkelahian fisik yang berulang);

8) Sementara, stres, pikiran ketakutan atau gejala sosial.

Kriteria Diagnosis DSM V


Pola ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan afek yang
meresap, dan impulsif yang ditandai, dimulai pada awal masa dewasa dan
muncul dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau
lebih) berikut ini : (American Psychiatric Association., 2013
Upaya panik untuk menghindari pengabaian yang nyata atau yang
dibayangkan. (Catatan: Jangan memasukkan perilaku bunuh diri atau
melukai diri sendiri yang tercakup dalam Kriteria 5.)
1) Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens yang dicirikan
oleh pergantian antara idealisasi dan devaluasi yang ekstrem.
2) Gangguan identitas: citra diri atau perasaan diri yang tidak stabil secara
nyata dan terus-menerus.

3) Impulsif dalam setidaknya dua area yang berpotensi merusak diri sendiri
(misalnya, pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi
sembrono, pesta makan). (Catatan: Jangan sertakan perilaku bunuh diri
atau mutilasi diri yang tercakup dalam Kriteria 5.)

4) Perilaku, gestur, atau ancaman bunuh diri yang berulang, atau perilaku
mutilasi diri.

5) Ketidakstabilan afektif karena reaktivitas suasana hati yang nyata


(misalnya, disforia episodik yang intens, iritabilitas, atau kecemasan
yang biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa
hari).

6) Perasaan kosong yang kronis.

7) Kemarahan yang tidak pantas dan intens atau kesulitan mengendalikan


kemarahan (misalnya, sering menunjukkan kemarahan, kemarahan terus-
menerus, perkelahian fisik berulang).

8) Ide paranoid sementara yang berhubungan dengan stres atau gejala


disosiatif yang parah. (American Psychiatric Association, 2013)

Orang dengan Kepribadian Ambang (KA) menurut DSM-IV, biasanya


dimulai sejak dewasa awal dan ditunjukkan dengan kriteria antara lain
gangguan identitas, impulsif, perasaan kosong dan ada keinginan untuk
bunuh diri. Menurut beberapa penelitian, KA tidak hanya dimiliki oleh
orang Barat namun juga dialami oleh orang di negara Timur. Hanya saja,
di tiap budaya ciri-ciri yang menyolok dari KA bisa berbeda. Jika dilihat
dalam DSM-IV The Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders) maka memang ada gangguan kepribadian yang ditandai dengan
ciri-ciri tersebut. Dalam DSM gangguan ini disebut dengan Boderline
Personality atau kepribadian ambang (KA). (Mulyani Siti, Rohmah Ainur.
2015).
KA menjadi penting untuk diteliti, karena semakin banyak orang yang
menderita KA namun penelitian KA di Indonesia belum sebanyak
penelitian tentang gangguan kepribadian yang lain. Hal ini dapat
dipahami, karena penderita KA memang tidak nampak mengancam seperti
penderita psikotik, namun jika dibiarkan akan sangat mengganggu dalam
hubungan sosial bahkan sampai bunuh diri. (Mulyani Siti, Rohmah Ainur.
2015).
Secara umum, penelitian tentang kepribadian ambang telah banyak
dilakukan di negara-negara Barat namun masih sedikit dilakukan di negara
Timur. Data dari penelitian di Barat menunjukkan bahwa kepribadian
ambang menjadi penyakit yang sangat menyedihkan karena diderita oleh
2% dari populasi umum, dan sampai 20% dari pasien rawat inap psikiatri.
Hal ini juga dikaitkan dengan peningkatan 50 kali lipat risiko bunuh diri
dibandingkan dengan populasi umum. Hal lain yang cukup mengejutkan
adalah penderita kepribadian ambang meningkat 2-4 kali lipat dalam
perawatan psikiatris dibandingkan pasien dengan gangguan depresi mayor.
Pinto (dalam Wong, 2012) telah mengadakan survey di negara Barat
maupun di beberapa negara Timur dan menghasilkan data bahwa
penderita kepribadian ambang meningkat dengan tajam walaupun dengan
gejala dan ciri yang berbeda. Hal ini lebih didukung oleh studi empiris
sebelumnya yang telah mengukur validitas konstruk KA pada orang
dewasa di Cina. (Mulyani Siti, Rohmah Ainur. 2015).
Menurut Zanarini & Frankenburg, KA ini berkembang karena
dipengaruhi oleh kepribadian yang rentan, pengalaman masa kanak-kanak
dan peristiwa-peristiwa di masa dewasa. Diduga bahwa trauma pada masa
kanak-kanak (perceive childhood emotional invalidation) menjadi faktor
kuat dari KA. (Mulyani Siti, Rohmah Ainur. 2015).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fauziana (2008) menunjukkan
bahwa etiologi atau riwayat terbentuknya gangguan kepribadian ambang
adalah dari faktor psikologis yaitu pola asuh yang tidak konsisten,
perpisahan dengan orang tua dan pengalaman masa kanak – kanak yang
tidak menyenangkan seperti penyiksaan fisik sehingga subjek menilai
lingkungannya yang cenderung menolak dan mengabaikan serta memaksa
dan mengancam tetapi juga sebagai pemberi kasih sayang dan perhatian.
Konsekuensi yang dialami adalah menjadi sulit beradaptasi dan sedikit
teman serta ketergantungan obat tidur. (Andri, 2007)
Banyak peneliti lebih berfokus pada perilaku agresif dan impulsif pada
pasien gangguan kepribadian ambang karena manifestasi gejala ini dapat
membahayakan tidak hanya diri pasien sendiri namun juga orang-orang di
sekitarnya. Berdasarkan DSM IV-TR, gangguan kepribadian ambang
adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan hubungan
interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai
pada masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks.
(Andri, 2007)
i. Diagnosis Banding
1. Skizofrenia
Biasanya tidak sulit untuk membedakan pola hiperemosional BPD dari
skizofrenia,di mana pasien dikuasai oleh delusi dan/atau tidak responsif
secara emosional ketika pasien BPD memiliki gejala mikropsikotik atau
episode psikotik singkat. Gambaran klinis ini, khususnya halusinasi
pendengaran, lebih sering terjadi pada BPD daripada yang sering dikenali
dan ditemukan setidaknya seperempat atau lebih hingga setengah dari
kasus. Suara mungkin memberi tahu pasien BPD bahwa mereka buruk dan
harus bunuh diri. Awalnya, pasien mungkin menganggap pengalaman
seperti itu, yang terkait dengan disregulasi parah, sebagai nyata. Tetapi
karena pasien kemudian menyadari bahwa imajinasi mereka telah
mempermainkan mereka, gejala ini dapat disebut pseudohalusinasi. (Paris
J, 2011).
2. ADHD
ADHD pada orang dewasa, seperti gangguan bipolar, adalah kategori
yang sering didiagnosis secara berlebihan. Dalam kebanyakan kasus,
gambaran klinis ADHD bukanlah hiperaktif tetapi kurangnya perhatian
dan kehilangan fokus mental, masalah yang dapat memiliki banyak
penyebab. Tetapi ketika praktisi sedang mencari sesuatu untuk mengobati,
tergoda untuk mempertimbangkan stimulan untuk kurangnya
perhatian.Apa yang terkadang dilupakan adalah bahwa ADHD dimulai
pada masa kanak-kanak dan tidak dapat didiagnosis pada orang dewasa
jika hanya muncul pada masa remaja dan dewasa. Studi kohort berisiko
tinggi telah menemukan bahwa gangguan perilaku masa kanak-kanak,
seperti ADHD dan gangguan menentang oposisi, dapat menjadi prekursor
BPD. Namun, ini tidak berarti bahwa sebagian besar kasus BPD dimulai
sebagai ADHD, atau bahwa kedua gangguan tersebut merupakan
manifestasi yang berbeda dari fenotipe yang sama. Banyak jenis variasi
temperamental dapat dikaitkan dengan BPD, tetapi hubungan antara faktor
risiko masa kanak-kanak dan hasil dewasa adalah kompleks, yang
mencerminkan baik ekuifinalitas (hasil yang sama timbul dari faktor risiko
yang berbeda) dan multifinalitas (hasil berbeda yang timbul dari faktor
risiko yang sama). (Paris J, 2011)
3. PTSD
Beberapa dekade yang lalu, data menunjukkan tingkat trauma masa
kanak-kanak yang luar biasa tinggi pada BPD. Namun, secara universal,
jenis pelecehan masa kanak-kanak yang paling mungkin menyebabkan
gejala sisa hanya terjadi pada sebagian kecil kasus. Kesulitan yang lebih
parah (misalnya, jangka panjang pelecehan seksual oleh anggota keluarga)
dikaitkan dengan risiko yang lebih besar, namun, bahkan dalam kasus ini,
kebanyakan anak tidak mengembangkan BPD atau gangguan mental
utama lainnya.Asosiasi tersebut menunjukkan bahwa kesulitan awal
merupakan faktor risiko untuk berbagai bentuk psikopatologi, tetapi itu
tidak menyiratkan sebagai BPD, gangguan multidimensi kompleks,
adalah bentuk PTSD. Kecenderungan untuk mendiagnosis PTSD secara
berlebihan, biasanya berdasarkan riwayat trauma saja, hal tersebut tidak
dibenarkan untuk membuat diagnosis ini pada setiap pasien yang telah
mengalami kesulitan yang signifikan, PTSD didefinisikan oleh
serangkaian gejala spesifik yang harus hadir. (Paris J, 2011)
j. Terapi
Pedoman untuk pengobatan gangguan kepribadian ambang (BPD) adalah
tugas yang sangat menakutkan. Ini karena beberapa alasan, Pertama-tama,
BPD adalah gangguan kejiwaan, bukan gangguan kepribadian sejati dalam
arti yang sama seperti, misalnya, gangguan kompulsif, ketergantungan, atau
penghindaran. Gangguan kepribadian yang sebenarnya tidak perlu disertai
dengan gangguan gejala (seperti kecemasan sosial, anoreksia, penyalahgunaan
zat, depresi), sedangkan BPD selalu disertai dengan gangguan gejala yang
dapat diidentifikasi. Yang terakhir ini tentu saja memiliki pengaruh pada apa
yang akan menjadi tindakan pengobatan yang tepat. Selanjutnya, karena tidak
perlu untuk memanifestasikan semua deskriptor diagnostik untuk BPD,
banyak kombinasi item diagnostik akan cukup selama pasien memiliki jumlah
minimum untuk menegakkan diagnosis BPD tetapi, sebagai hasilnya akan
menjelaskan pasien yang sangat berbeda satu sama lain. Seorang pasien
dengan gangguan identitas, mood labilitas, dan perasaan kosong kronis,
misalnya, akan sangat berbeda dari pasien BPD dengan impulsif yang nyata,
kecenderungan untuk melukai diri sendiri dan gerakan bunuh diri, dan
kemarahan yang berlebihan pengobatan pendekatan juga akan sangat berbeda.
(Akin, E. dan Kone, S. 2017)
Pedoman praktek American Psychiatric Association merekomendasikan
psikoterapi sebagai pengobatan utama gangguan kepribadian ambang, dengan
farmakoterapi sebagai komponen tambahan pengobatan yang menargetkan
pada gejala yang timbul. Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi memberi
hasil yang optimal. Pedoman ini adalah seperangkat rekomendasi praktik
terbaik berbasis bukti. (Akin, E. dan Kone, S. 2017)
Algoritma farmakoterapi diarahkan pada tiga kelompok gejala yaitu gejala
kognitif-perseptual (dengan neuroleptik), gejala afektif (dengan inhibitor
reuptake serotonin selektif), dan diskontrol perilaku impulsif (dengan
inhibitor reuptake serotonin selektif dan neuroleptik dosis rendah). (Akin, E.
dan Kone, S. 2017)

Psikoterapi
Prinsip dari psikoterapi adalah: 1) Untuk menyadarkan pasien bahwa dampak
dari gangguan kepribadiannya menyebabkan disfungsi diri, hubungan
interpersonal dan sosialnya, jadi bukan dengan cara menghakimi atau
menyalahkan pasien, dan; 2) membantu agar ego sintoniknya menjadi ego
distonik. Pada tatalaksana psikoterapi, terdapat beberapa jenis psikoterapi yang
sering digunakan pada gangguan makan dengan BPD seperti Cognitive Behavior
Therapy (CBT), Mentalisation Based Treatment(MBT) dan Dialectical
Behaviour Therapy (DBT). (Maryudhiyanto, L., dan Jusup, I. 2021)
a. Dialectical Behaviour Therapy adalah kombinasi terapi individual dan
kelompok yang mengajarkan keterampilan mengatasi emosi yang meledak
dan mengurangi tingkah laku menciderai diri, menimbulkan kesadaran diri
dan membuat keseimbangan kognitif dan emosi. Terapi tersebut diberikan
2x/minggu selama 1–6 tahun.
b. Mentalisation Based Treatment MBT menitikberatkan pada metode berpikir
sebelum bertindak, agar pasien mengerti kondisi kejiwaannya, termasuk
pikiran dan emosi, baik dirinya maupun orang lain.
c. Schema Focused Therapy membantu pasien mengenali kebutuhan yang tidak
terpenuhi pada awal kehidupan (fase anal, sense of autonomy). Terapi
memfokuskan usaha pemenuhan kebutuhan itu dengan cara yang lebih sehat
agar terbentuk tingkah laku hidup yang positif (dapat dilakukan secara cepat
melalui hipnoterapi). (Karlina, 2018)
Psikoterapi membuat pasien mampu melihat terapis sebagai individu
yang ingin menolong mereka, bukan pribadi yang menuntut. Ini membantu
pembentukan jaringan neuron yang baru. Splitting atau juga berkurang karena
mekanisme defensif menjadi lebih efisien. (Karlina, 2018)
Farmakoterapi
Tidak ada obat yang disetujui FDA untuk pengobatan gangguan kepribadian
ambang. Obat-obatan seperti SSRI, mood stabilizer, dan antipsikotik telah
menunjukkan efektivitas yang terbatas dalam uji coba yang bertujuan untuk
mengendalikan gejala seperti kecemasan, gangguan tidur, depresi, atau gejala
psikotik. Kecemasan dapat menjadi tantangan untuk diobati karena pasien
mungkin melabeli pengalaman internal mereka dengan kata kecemasan, bahkan
ketika mereka tidak benar-benar didasarkan pada rasa takut. (Chapman J dkk.
2021)
Pengobatan farmakologis BPD tetap terbatas dalam ruang lingkup. Pada
umumnya, hasilnya dapat digambarkan sebagai tingkat ringan dari pengurangan
gejala. Sejumlah agen, termasuk neuroleptik atipikal dosis rendah, inhibitor
reuptake serotonin spesifik dan mood stabilizer, semuanya meringankan gejala
impulsif. Namun, antidepresan jauh kurang efektif untuk gejala mood pada
pasien BPD dibandingkan pada pasien tanpa gangguan kepribadian. (Chapman, J
dkk. 2021)
Benzodiazepin mengacu pada kelas obat psikotropika yang struktur kimia
intinya adalah fusi cincin benzena dan diazepin. Benzodiazepin terutama
digunakan untuk orang dengan gejala kecemasan (anxiolitik, obat penenang) dan
sebagai obat hipnotik untuk orang dengan insomnia. Beberapa pedoman
menyatakan benzodiazepin sebagai terapi kombinasi dan memungkinkan
benzodiazepin dapat digunakan untuk waktu yang singkat dengan antidepresan
jika orang memiliki gejala kecemasan atau insomnia. Beberapa pedoman
mengakui onset cepat aksi benzodiazepin dalam mengobati agitasi, kecemasan,
dan insomnia. Namun, pedoman APA tidak merekomendasikan benzodiazepin
sebagai agen farmakologis utama bahkan pada orang dengan depresi berat
dengan gejala kecemasan, karena efek samping dan profil toksisitas yang
diketahui terkait dengan obat ini, serta potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan. Beberapa pedoman juga secara eksplisit menyatakan bahwa
benzodiazepin tidak memiliki efek antidepresan. Selain itu, ada dugaan bahwa
benzodiazepin mungkin kehilangan efektivitasnya dengan pemberian jangka
panjang, dan penggunaan kronisnya akan menyebabkan risiko ketergantungan.
Benzodiazepin tidak terlalu berguna pada BPD dan membawa beberapa
bahaya penyalahgunaan. Jadi, meskipun beberapa obat “menghilangkan gejala”,
mereka tidak menghasilkan remisi BPD. Kegagalan untuk memahami poin ini
telah menyebabkan banyak polifarmasi, dengan asumsi bahwa beberapa obat
diperlukan untuk menargetkan semua aspek gangguan. Hasilnya adalah banyak
pasien menerima agen dengan semua efek samping yang menyertainya tanpa
adanya bukti dari uji klinis yang mendukung kemanjuran kombinasi tersebut.
Farmakoterapi dapat diberikan antipsikotik dan atau antidepresan berupa
SSRI. Pemberian farmakoterapi menimbulkan perbaikan pada kemarahan yang
menetap, agresi impulsif (terutama agresi verbal), afek yang labil (kecemasan,
disforik) yang mencegah pasien merefleksikan hal-hal tersebut ke dunia internal
mereka. Haloperidol tampaknya lebih efektif daripada antidepresan trisiklik
(amitripityline) untuk gejala permusuhan dan skizotipal. Phenelzine lebih efektif
daripada haloperidol untuk beberapa gejala (misalnya, depresi, kecemasan,
gejala skizotipal), tetapi tidak untuk orang lain (misalnya, kontrol impuls). Saat
ini, tidak ada bukti bahwa satu antipsikotik tipikal lebih efektif daripada yang
lain.
Kisaran dosis yang ditentukan sangat luas karena fluktuasi dosis (terutama
karena dosis zat yang baru ditambahkan atau karena prosedur penarikan). Dosis
rata-rata sertraline adalah 123,5 mg. Dosis rata-rata escitalopram adalah
20 mg. (Timatus dkk, 2019)

k. Komplikasi

Gangguan kepribadian ambang dapat merusak banyak bidang


kehidupan. Hal ini dapat berdampak negatif pada hubungan seksual,
pekerjaan, sekolah, aktivitas sosial dan citra diri, yang mengakibatkan :
 Perubahan atau kehilangan pekerjaan yang berulang
 Tidak menyelesaikan pendidikan
 Berbagai masalah hukum, seperti penjara
 Hubungan yang penuh konflik, stres perkawinan atau perceraian
 Cedera diri , seperti memotong atau membakar, dan sering dirawat di
rumah sakit
 Kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual,
kecelakaan kendaraan bermotor dan perkelahian fisik karena perilaku
impulsif dan berisiko
 Mencoba atau menyelesaikan hidup dengan bunuh diri. (Heredia, 2021)

l. Prognosis
GKA muncul pada dewasa muda, tetapi tindakan menciderai diri dapat terjadi
saat akil balig. Sebanyak 40-50% GKA membaik dalam dua tahun dan 50-85%
dalam 10 tahun. Penderita yang dirawat mengalami kekambuhan dalam waktu
enam bulan sebanyak 60%. Sebanyak 25% menjalin hubungan stabil yang akrab
dan sukses dalam pekerjaannya, walau ada juga yang menolak hubungan yang
akrab. Kira-kira 8–10% melakukan ide-ide atau tindakan bunuh diri, 75%
dirawat dan 19% meninggal karena bunuh diri. Di Inggris diperkirakan tindakan
bunuh diri mencapai 84%. Sebanyak 40% menciderai diri selama pengalaman
disosiasi, saat kesepian, ketika merasa tidak dicintai atau hidup terasa berat.
(Karlina, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Akin E., Mesut C., Kone S. 2017. An Update on Borderline Personality Disorder:
Life in the Fast Lane. Journal of Mood Disorders 7(1):65-72

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington : American Psychiatric
Publishing

Andri, AAAA. Kusumawardhan. 2007. Neurobiologi Gangguan Kepribadian


Ambang: Pendekatan Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. Majalah
Kedokteran Indonesia, 57(4): 123-128.

Chapman, J., Jamil, R.T., Fleisher, C. 2021. Borderline Personality Disorder.


Statpearl (Internet). https:// www. ncbi. nlm. nih. Gov / books/ NBK430883/

Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan


Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III Cetaka pertama. Dirjen Pelayanan Medis
RI. Jakarta

Gunderson, J.G. 2011. An introduction to borderline personality disorder, diagnosis,


origins, course and treatment. A BPD Brief: revised, 1 – 12.

Heredia, Dagoberto. 2021. Borderline Personality Disorder. Mayo Clinic. [cited


2021 November 10]. Available from https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/borderline-personality-disorder/symptoms-causes/syc-20370237

Karlina, D. 2018. Laporan Kasus: Gangguan Kepribadian Ambang pada Seorang


Perempuan Muda. Majalah Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, 34(4):
184-189.

Kusuma AD., Sativa SO. Karakteristik Kepribadian Antisosial. Jurnal Keperawatan


Jiwa. 2020; 8(1): 33-36.
Leichsenring, F., Leibing, E., Kruse, J. 2019. Borderline personality disorder.
Journal Lancet, 377: 74–84.

Maryudhiyanto L,. Jusup I. 2021. Management For Eating Disorder Patient With
Borderline Personality Disorder (Evidence Base Case Report). Journal of
Nutrition and Health 9(1): 2338-3380

Millon, T., Grossman S., Millon, C. 2015. Millon Clinical Multiaxial Inventory–IV.
Pearson

National Alliance On Mental Illness. 2017. Borderline Personality Disorder. [cited


2021 November 10]. https://nami.org/About-Mental-Illness/Mental-Health-
Conditions/Borderline-Personality-Disorder

National Education Alliance For Borderline Personality Disorder. 2021. [cited 2021
November 10]. Available from https://www-borderlinepersonalitydisorder-
org.translate.goog/what-is-bpd/bpd-overview/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,op,sc

National Institute Of Mental Health. 2021. Borderline Personality Disorder. [cited


2021 November 11]. Available from https://www-nimh-nih-
gov.translate.goog/health/topics/borderlinepersonalitydisorder?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,op,sc

Paris, J. 2011. Differential diagnosis of bipolar and borderline personality


disorders. Neuropsychiatry, 1(3), 251.

Raharja, T., & Jusup, I. 2021. Pasien Depresi dengan Gangguan Kepribadian
Borderline yang Mendapatkan Terapi Psikofarmaka dan Psikoterapi
Psikodinamik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, 3(1), 1-12.

Sari, N.L.K.R., Hamidah, Marheni, A. 2020. Dinamika psikologis individu dengan


gangguan kepribadian ambang. Jurnal Psikologi Udayana, 7(2): 16-23.
Stone, M. H. 2019. Borderline personality disorder: clinical guidelines for
treatment. Psychodynamic psychiatry, 47(1), 5-26.

Suprapto, M. H. 2014. Dialectical Behavior Therapy: Sebuah Harapan bagi Individu


dengan Gangguan Kepribadian Ambang.

Timatus, C., Meiser, M., Bandelow, B., et al. 2019. Pharmacotherapy of borderline
personality disorder: what has changed over two decades? A retrospective
evaluation of clinical practice. BMC Psychiatry, 19(393): 1-11.

Wibhowo, C., Andromeda DS, K., & Santoso, J. G. 2019. Trauma Masa Anak,
Hubungan Romantis, dan Kepribadian Ambang. Jurnal Psikologi, 46(1), 63-71.

Anda mungkin juga menyukai