Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN September


2022 UNIVERSITAS HALU OLEO

Glaucoma

Oleh :
Alfath Akbar J. Dundu, S.Ked
K1B1 21 035

Pembimbing :
dr. Suryani Rustam, M. Kes., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Alfath Akbar J. Dundu

NIM : K1B1 21 035

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Referat : Glaucoma

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian

Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, September2022

Mengetahui, Pembimbing

dr. Suryani Rustam, Sp.M, M.Kes

2
Glaucoma
Alfath Akbar J. Dundu, Suryani Rustam

A. Pendahuluan

Kebutaan masih menjadi masalah di Indonesia. Penyakit mata yang

menyebabkan kebutaan pertama adalah penyakit katarak, lalu yang kedua

terbanyak yang menyebabkan kebutaan adalah penyakit mata glaukoma.

Katarak dan glaukoma sama-sama penyakit mata yang dapat menyebabkan

kebutaan, tetapi katarak masih bisa disembuhkan melalui operasi. Berbeda

dengan katarak, glaukoma merupakan penyakit mata yang berjalan secara

progresif, hal ini menyebabkan gejala penyakit glaukoma tidak dirasakan

oleh penderitanya dan penyakit ini bersifat permanen atau tidak dapat

diperbaiki (irreversible) meskipun dengan jalan operasi. Selain itu, kebutaan

akibat glaukoma ini bersifat menetap.1

Gangguan penglihatan akibat glaukoma belum begitu luas diketahui

masyarakat dibanding gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang

memerlukan kacamata atau gangguan penglihatan akibat katarak karena usia

tua yang memerlukan pembedahan, demikian pula dengan gangguan

penglihatan disertai gambaran klinis mata merah yang sebenarnya sebagai

akibat glaukoma akut tetapi dianggap sebagai akibat radang mata yang cukup

diobati dengan antibiotik topikal. Faktor ketidaktahuan tentang glaukoma

sebagai salah satu penyebab kebutaan, menyebabkan tidak terdeteksinya

glaukoma dalam stadium dini sehingga menyebabkan tingginya prevalensi

kebutaan akibat glaukoma.2

3
A. ANATOMI & FISIOLOGI

Anatomi mata :

Gambar.1 Anatomi Kasar Bola Mata3


Mata adalah organ penglihatan yang terletak di rongga orbital.
Bentuknya hampir bulat dan berdiameter sekitar 2,5 cm. Volume bola mata
kurang lebih 7 cc. Ruang antara mata dan rongga orbital ditempati oleh
jaringan lemak. Dinding tulang orbit dan lemaknya membantu melindungi
mata dari cedera. Secara struktural, kedua mata itu terpisah tetapi berfungsi
sebagai pasangan. Mungkin untuk melihat hanya dengan satu mata, tetapi
penglihatan tiga dimensi terganggu ketika hanya satu mata yang digunakan
secara khusus dalam kaitannya dengan penilaian jarak.3
Bola mata memiliki tiga lapisan yaitu: bagian luar: lapisan fibrosa
(sklera dan kornea), bagian tengah: uvea/lapisan pembuluh darah (iris, badan
siliaris dan koroid), bagian dalam: lapisan jaringan saraf (retina). Struktur di
dalam bola mata adalah: Aqueous humor, Lensa, Vitreous. Struktur Aksesori
Mata: Alis, Kelopak Mata dan Bulu Mata, aparatus lakrimalis, Otot
ekstraokuler mata.3

4
Gambar.2 Struktur Mata3
1. Kornea :
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, merupakan lapis menutup bola mata sebelah depan.
Diameter rata-rata 11-12 mm (horizontal = 12 mm, vertikal = 11 mm).
Tebal bagian tengah 0,52 mm dan pinggiran 0,67 mm. Sepertiga pusat
dikenal sebagai zona optik. Indeks bias kornea adalah 1,37. Kekuatan
dioptrik kornea kira-kira + 43 hingga + 45 D.7
Kornea terdiri dari lima lapisan yaitu: 8
a) Epitel.
Epitel tipe skuamosa bertingkat terdiri dari tiga jenis sel yaitu sel basal, sel
poligonal sel gepeng. Biasanya diganti dalam 7 hari saat rusak. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal
di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
b) Membran Bowman
Terbuat dari fibril kolagen, tidak beregenerasi saat rusak. Ini menghasilkan
pembentukan opasitas kornea permanen.
c) Substantia propria atau stroma
Membentuk 90% ketebalan kornea. Terdiri dari keratosit, fibril kolagen

5
yang diatur secara teratur dan substansi dasar. Terdiri atas lamel yang
merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya.
Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d) Membran Descement
Merupakan membran elastis homogen tipis tapi kuat yang dapat
beregenerasi.
e) Endotel
Merupakan satu lapisan sel heksagonal yang diratakan. Kepadatan sel
sekitar 3000 sel mm2 saat lahir yang menurun seiring bertambahnya
usia. Dekompensasi kornea hanya terjadi jika lebih dari 75% sel rusak.
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, endotel melekat pada
membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Gambar..3 Struktur Kornea7


Kornea adalah struktur avaskular, sehingga memperoleh nutrisi dari.3
1) Pembuluh darah perilimbal. Pembuluh siliaris anterior menginvasi perifer
kornea (limbus) sekitar 1 mm.
2) Aqueous humor. Menyuplai glukosa dan nutrisi lain melalui proses difusi
sederhana atau transpor aktif.
3) Oksigen dari udara atmosfir diturunkan langsung melalui film air mata.

6
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Ada dua fungsi utama kornea yaitu bertindak sebagai media pembias
utama, dan melindungi isi intraokular. Hal ini dimungkinkan dengan menjaga
transparansi kornea dan penggantian jaringannya. Transparansi dipertahankan
oleh susunan teratur lamellae kornea, avaskularisasi, keadaan relatif
dehidrasi.3
2. Aqueous Humor
Kedua ruang anterior dan posterior mengandung cairan humor
aqueous bening yang disekresikan ke dalam ruang posterior oleh epitel
siliaris. Ini lewat di depan lensa, melalui pupil ke ruang anterior dan
kembali ke sirkulasi vena melalui kanal Schlemm yang terletak di
sudut ruang anterior.3
3. Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil
mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari
berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan
miosis.3
4. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa
di dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
antara iris dan vitreous yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya

7
akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di
dalam bilik mata belakang. digantung oleh ligamentum suspensori lensa
atau zonule Zinn yang melekat pada badan siliaris dan ekuator lensa.
Daya akomodatif bervariasi sesuai usia, menjadi 14 hingga 16 D (saat
lahir), 7 hingga 8 D (pada usia 25 tahun) dan 1 hingga 2 D (pada usia 50
tahun). Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Lensa terdiri dari 64% air, 35% protein dan
1% lemak, karbohidrat dan trace elements. Metabolisme lensa bersifat
anaerobik. Glikolisis bertanggung jawab atas 85% penggunaan glukosa
yang menghasilkan pembentukan laktat. Indeks bias 1,39, kekuatan
dioptrik 15 sampai 18 D, diameter 9-10 mm, tebal 4 mm, berat 250 mg
(kurang-lebih). Ukuran lensa terus berkembang sepanjang hidup. Saat
lahir beratnya sekitar 65 mg dan pada usia 80 tahun beratnya sekitar 258
mg.3
Bagian lensa terdiri dari :
a) Kapsul lensa, adalah membran transparan tipis yang lebih tebal di
anterior. Paling tipis di kutub posterior berukuran 4 m (wilayah pra-
ekuator = 14 m).
b) Korteks, letaknya di antara kapsul lensa dan nukleus, terdiri dari serat
lensa.
c) Nukleus, lensa memiliki empat nukleus yang terbentuk pada berbagai
tahap kehidupan hingga akhir masa remaja.
Fungsi utama lensa adalah menjaga kejelasan dan transparansi sendiri.
Lensa (seperti kornea) mentransmisikan 80% cahaya antara 400 nm dan
1400 nm, memberikan daya bias ke sistem optik mata. Ini bertanggung
jawab atas 35% dari kekuatan pembiasan mata, menyediakan akomodasi
untuk penglihatan dekat, penyerapan sinar ultraviolet yang berbahaya.
Materi lensa bersifat elastis tetapi secara bertahap kehilangan elastisitasnya
seiring bertambahnya usia. Lensa bersifat avaskular dan nutrisinya berasal
dari aqueous humor.3

8
Gambar.4 Komponen Lensa3
5. Vitreous
Vitreous adalah gel inert, avaskular, transparan, seperti jeli yang
hanya melayani fungsi optik. Ini terdiri dari kerangka kolagen dan asam
hialuronat yang halus. Ini adalah gel hidrofilik yang menjadi "cairan"
ketika basis proteinnya terkoagulasi karena usia, degenerasi, misalnya
seperti pada miopia tinggi, trauma kimia dan mekanis. Fungsi vitreous
yakni membentuk salah satu media refraksi mata.Vitreous tidak
memiliki pembuluh darah, sehingga memperoleh nutrisi dari struktur
sekitarnya seperti koroid, badan siliaris.3

Gambar.5 Struktur Vitreous3


6. Retina
Retina terdiri dari sepuluh lapisan sel saraf dan serabut saraf yang
terletak di lapisan epitel berpigmen. Garisnya sekitar 3/4 dari bola mata.
Macula lutea adalah daerah kuning pada retina yang terletak di bagian
posterior dengan depresi sentral yang disebut fovea centralis. Ini adalah

9
bagian retina yang paling sensitif.3

Gambar.6 Fundus Okuli Normal3


Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid
dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan3 :
a) Lapisan epitel pigmen. Satu lapisan sel heksagonal yang mengandung
pigmen melanin terletak di bagian luar retina.
b) Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
c) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
d) Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
e) Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
f) Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
g) Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
h) Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
i) Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.

10
j) Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Retina adalah lapisan paling dalam mata dan berasal dari
neuroektoderm. Retina adalah selaput tipis yang memanjang dari diskus optik
ke ora serrata di depan. Ketebalannya bervariasi dari 0,4 mm di dekat saraf
optik hingga 0,15 mm di anterior ora serrata. Ora serrata adalah terminal
anterior retina yang berlanjut dengan epitel badan siliaris. Macula Lutea
(Bintik Kuning) adalah area berdiameter 1,5 mm yang terletak di kutub
posterior, sekitar 3 mm ke sisi temporal cakram optik. Fovea centralis adalah
depresi kecil di tengah makula. Kerucut mendominasi di daerah ini. Fovea
adalah bagian paling sensitif dari retina.3

Gambar.7 Struktur Retina3


Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia
dan iskemia, merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina
merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui
papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan
luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid
(Koriokapilaris koroid). Drainase vena pada lapisan dalam mengalir ke vena
sentral retina, lapisan luar mengalir ke vorteks vena melalui choriocapillaris.
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina
seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandangan.
Pemeriksaan obyektif adalah Elektroretinografi (ERG), elektrookulografi

11
(EOG), dan visual evoked respons (VER).3
7. Saraf Optik
Meluas dari lamina cribrosa hingga chiasma optik. Serabut saraf
optik berasal dari lapisan serabut saraf retina. Semua serabut retinal
berkumpul untuk membentuk saraf optik sekitar 5 mm ke sisi hidung
makula lutea. Saraf menembus lamina cribrosa untuk melewati ke
belakang dan medial melalui rongga orbital. Kemudian melewati
foramen optik tulang sphenoid, ke belakang dan medial untuk bertemu
dengan saraf dari mata lain di kiasma optik. Saraf optik ditutupi dengan
selubung meningeal, yaitu pia mater, arachnoid mater dan dura mater
setelah menembus lamina cribrosa. Ruang meningeal ini bersambung
dengan ruang di otak. Panjang total saraf optik adalah 5 cm. Ini dapat
dibagi menjadi empat bagian yaitu intraokular (1 mm), intraorbital (25
mm), intracanalicular (4-10 mm), intrakranial (10 mm).3
Bagian intraokular dan intraorbital disuplai oleh cabang dari arteri
oftalmikus, arteri siliaris posterior pendek dan arteri retinal sentral yang
membentuk lingkaran Zinn. Bagian intrakanalikular dan intrakranial
disuplai oleh cabang arteri serebral anterior dan arteri oftalmikus.
Drainase vena oleh vena retinal sentral dan vena oftalmikus superior dan
inferior. 3
Fungsi saraf optik yaitu bertanggung jawab atas ketajaman visual
dan bidang penglihatan yang normal, sebagai filter dan berfungsi
sebagai jalur pupil aferen, penglihatan warna dan apresiasi kecerahan
cahaya.3
Fisiologi Penglihatan
Untuk mencapai penglihatan yang jelas, cahaya yang dipantulkan dari
objek dalam bidang visual difokuskan ke retina kedua mata. Proses yang
terlibat dalam menghasilkan gambar yang jelas adalah refraksi sinar cahaya
dan akomodasi mata terhadap cahaya.6
1. Refraksi sinar cahaya
Ketika sinar cahaya berpindah dari medium dengan satu kepadatan

12
ke medium dengan kepadatan berbeda, sinar itu dibiaskan atau
dibengkokkan. Prinsip ini digunakan di mata untuk memfokuskan
cahaya pada retina. Sebelum mencapai retina sinar cahaya melewati
konjungtiva, kornea, cairan aqueous, lensa dan vitreous.6
Lensa adalah satu-satunya struktur di mata yang mengubah daya
biasnya. Semua sinar cahaya yang masuk ke mata perlu dibiaskan untuk
memfokuskannya pada retina. Cahaya dari benda yang jauh
membutuhkan pembiasan paling sedikit dan saat benda mendekat,
jumlah yang dibutuhkan bertambah. Untuk meningkatkan daya bias otot
siliaris berkontraksi, melepaskan tarikannya pada ligamentum
suspensori dan permukaan anterior lensa menonjol ke depan,
meningkatkan cembungnya. Ketika otot siliaris mengendur, ia
tergelincir ke belakang, meningkatkan tarikannya pada ligamen
suspensori, membuat lensa lebih tipis. Melihat objek di dekat
'melelahkan' mata lebih cepat karena penggunaan otot siliaris secara
terus menerus.7

Gambar.8 Bagian mata yang menunjukkan pemfokusan sinar cahaya pada retina3
2. Akomodasi mata ke cahaya
Ada tiga faktor yang terlibat dalam akomodasi yaitu pupil, gerakan
bola mata (konvergensi), dan lensa.6
a) Ukuran pupil
Ukuran pupil mempengaruhi akomodasi dengan mengontrol jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Dalam cahaya terang pupil mengerut. Dalam
cahaya redup mereka melebar. Jika pupil membesar dalam cahaya

13
terang, terlalu banyak cahaya akan masuk ke mata dan merusak retina.
Dalam cahaya redup, jika pupil menyempit, cahaya yang tidak cukup
akan masuk ke mata untuk mengaktifkan pigmen fotosensitif di batang
dan kerucut yang merangsang ujung saraf di retina. Iris terdiri dari satu
lapisan melingkar dan satu dari serat otot polos yang menjalar.
Kontraksi serat melingkar menyempitkan pupil, dan kontraksi serat yang
memancar melebarkannya. Ukuran pupil dikendalikan oleh sistem saraf
otonom. Stimulasi simpatis melebarkan pupil dan stimulasi parasimpatis
menyebabkan kontraksi pupil.6
b) Pergerakan konvergensi bola mata
Sinar cahaya dari objek memasuki kedua mata pada sudut yang berbeda dan
untuk penglihatan yang jelas mereka harus merangsang area yang sesuai
dari dua retinae. Otot ekstraokuler menggerakkan mata dan untuk
mendapatkan gambar yang jelas mereka memutar mata sehingga
menyatu pada objek yang dilihat. Aktivitas otot terkoordinasi ini berada
di bawah kendali otonom. Ketika ada gerakan mata secara sadar, kedua
mata bergerak dan konvergensi dipertahankan. Semakin dekat suatu
objek ke mata, semakin besar putaran mata yang diperlukan untuk
mencapai konvergensi. Jika konvergensi tidak lengkap ada penglihatan
ganda, yaitu diplopia. Setelah periode waktu di mana konvergensi tidak
memungkinkan, otak cenderung mengabaikan impuls yang diterima dari
mata divergen.6
Fisiologi Retina
Retina adalah bagian mata yang fotosensitif. Sel peka cahaya adalah
batang dan kerucut. Sinar cahaya menyebabkan perubahan kimiawi pada
pigmen fotosensitif dalam sel-sel ini dan mereka memancarkan impuls saraf
yang melewati lobus oksipital otak besar melalui saraf optik. Sel batangnya
lebih sensitif daripada kerucut. Mereka dirangsang oleh intensitas rendah atau
cahaya redup, misal oleh cahaya redup di bagian dalam ruangan yang gelap
(penglihatan scotopic). Kerucut peka terhadap cahaya dan warna cerah.
Panjang gelombang cahaya yang berbeda menstimulasi pigmen fotosensitif di

14
dalam kerucut, menghasilkan persepsi warna yang berbeda. Dalam cahaya
terang sinar cahaya difokuskan pada makula lutea (penglihatan fotopik).
Batangnya lebih banyak ke arah pinggiran retina. Ungu visual (rhodopsin)
adalah pigmen fotosensitif yang hanya ada di batang. Itu diputihkan oleh
cahaya terang dan ketika ini terjadi, batang tidak dapat distimulasi.
Rhodopsin dengan cepat dibentuk kembali jika tersedia pasokan vitamin A
yang cukup. Ketika seseorang berpindah dari area bercahaya terang ke area
bercahaya redup, ada periode waktu yang bervariasi ketika sulit untuk
melihat. Laju adaptasi gelap terjadi tergantung pada laju rekonstitusi
rhodopsin. Dalam cahaya redup, warna berbeda tidak dapat dibedakan karena
intensitas cahaya tidak cukup untuk merangsang pigmen sensitif warna dalam
kerucut.6
Bagian tengah (makula lutea) terutama terdiri dari sel kerucut yang
bertanggung jawab untuk penglihatan di siang hari dan untuk penglihatan
warna. Bagian tepi retina sebagian besar terdiri dari sel batang yang
bertanggung jawab untuk penglihatan pada malam hari.6
Mekanisme utama yang terlibat dalam fisiologi penglihatan adalah
inisiasi penglihatan (Phototransduction), fungsi fotoreseptor (batang dan
kerucut), pengolahan dan transmisi sensasi visual, fungsi sel pengolah citra
retina dan jalur visual, dan persepsi visual, fungsi korteks visual dan area
terkait dari korteks serebral.6
1. Phototransduction
Batang dan kerucut berfungsi sebagai ujung saraf sensorik untuk
sensasi visual. Cahaya yang jatuh ke retina menyebabkan perubahan
fotokimia yang pada gilirannya memicu serangkaian reaksi biokimia yang
menghasilkan perubahan listrik. Seluruh fenomena konversi energi cahaya
menjadi impuls saraf ini dikenal sebagai fototransduksi.6
a) Perubahan fotokimia, meliputi:
1) Pemutihan Rhodopsin (Rhodopsin bleaching)
Rhodopsin mengacu pada pigmen visual yang ada di batang - reseptor
untuk penglihatan malam (scotopic). Rhodopsin terdiri dari protein tak

15
berwarna yang disebut opsin ditambah dengan karotenoid yang disebut
retinine (Vitamin A aldehyde atau II-cis-retinal). Cahaya yang jatuh
pada batang mengubah komponen rhodopsin 11-cis-retinal menjadi all-
trans-retinal melalui berbagai tahap (Gbr. 2.1). Semua trans-retinal
yang terbentuk segera dipisahkan dari opsin. Proses pemisahan ini
disebut fotodekomposisi dan rhodopsin dikatakan mengalami
pemutihan oleh aksi cahaya.3
2) Regenerasi Rhodopsin (Rhodopsin regeneration)
11-cis-retinal diregenerasi dari semua-trans-retinal yang dipisahkan dari
opsin dan vitamin-A (retinal) yang disuplai dari darah. Retinal 11-cis
kemudian bersatu kembali dengan opsin di ruas luar batang untuk
membentuk rhodopsin. Keseluruhan proses ini disebut regenerasi
rhodopsin. Jadi, pemutihan rhodopsin terjadi di bawah pengaruh
cahaya, sedangkan proses regenerasinya tidak bergantung pada cahaya,
berlangsung sama baiknya dalam terang dan gelap.6

Gambar.9 Perubahan rhodopsin yang Diinduksi Cahaya.3

3) Perubahan listrik
Rhodopsin yang teraktivasi, setelah paparan cahaya, memicu serangkaian
reaksi biokimia kompleks yang pada akhirnya menghasilkan potensi

16
reseptor di fotoreseptor. Dengan cara ini, energi cahaya diubah
menjadi energi listrik yang diproses lebih lanjut dan disalurkan melalui
jalur visual.3
2. Pengolahan dan Transmisi Impulse Visual
Potensi reseptor yang dihasilkan dalam fotoreseptor ditransmisikan
oleh konduksi elektrotonik (yaitu, aliran langsung arus listrik, dan bukan
sebagai potensial aksi) ke sel lain dari retina yaitu. sel horizontal, sel
amacrine, dan sel ganglion. Namun, sel ganglion mengirimkan sinyal
visual melalui potensial aksi ke neuron dari badan genikulat lateral dan
kemudian ke korteks visual primer.3
3. Persepsi Visual
Persepsi visual terdiri dari empat jenis yaitu, light sense, form sense, sense
of contrast and colour sense.3
B. Definisi

Glaukoma bukan merupakan proses penyakit tunggal, melainkan

sekelompok gangguan yang ditandai oleh optic neuropathy. Progressive

ditandai gambaran optic disc dan pola spesifik dari defek lapang pandangan

yang irreversible tetapi tidak selalu terkait dengan peningkatan tekanan

intraocular (IOP). Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh trias

glaucoma, yang terdiri dari peningkatan tekanan intraokular, perubahan

patologis pada diskus optic dan defek lapang pandang yang khas.4

C. Klasifikasi dan Etiologi

Klasifikasi Glaukoma berdasarkan etiologi :

1. Glaukoma Primer

1.1. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka primer adalah kondisi kronik

progresif dengan adanya perubahan pada papil saraf lauc yang

17
menyebabkan gangguan lapang pandangan dan retinal nerve fiber

layer (RNFL). Pada umumnya terdapat peningkatan TIO dari batas

normal 21 mmHg tetapi seperenam dari jumlah GSTAP memiliki TIO

kurang dari 21 mmHg dengan sudut bilik mata depan yang terbuka

dan penyebabnya tidak terkait dengan kondisi apa pun.5

Gambar 10. Jalur Drainase Humor Aqueous pada Glaukoma Sudut

terbuka primer.

1.2. Glaukoma sudut tertutup

Menurut Kanski, 2003 Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut

didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan TIO yang

disebabkan penutupan sudut sebagian atau seluruhnya oleh iris perifer

sehingga terjadi obstruksi aliran humor akuos. Sampai saat ini

Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut tidak didefinisikan adanya

kerusakan saraf optik, hal ini yang membedakan dari definisi

glaukoma pada umumnya.5

Glaukoma sudut tertutup primer disebabkan oleh kelainan

18
pada iris, lensa, dan struktur retrolentikular. Blok pupil adalah

mekanisme penutupan sudut yang paling umum dan disebabkan oleh

resistensi aliran aqueous humor dari bilik posterior ke anterior pada

pupil. Aqueous humor terakumulasi di belakang iris meningkatkan

konveksitasnya menyebabkan penutupan sudut. Mekanisme blok non

pupil seperti konfigurasi iris dataran tinggi mungkin bertanggung

jawab untuk proporsi yang signifikan dari penutupan sudut pada

pasien Asia. Glaukoma sudut tertutup juga dapat disebabkan oleh

faktor fisiologis dinamis, seperti peningkatan volume iris dengan

dilatasi pupil dan efusi koroid.5

Gambar 11. Jalur Drainase Humor Aqueous pada Glaukoma Sudut Tertutup
Primer.
3. Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital primer terjadi pada 50% sampai 70% dari semua

kasus glaukoma kongenital dan terjadi lebih jarang dibandingkan

glaukoma sekunder pada dewasa sekitar 1 dari 10.000 kelahiran. Dari

semua kasus glaukoma pada anak-anak, 60% didiagnosis pada usia 6

19
bulan dan 80% dalam 1 tahun pertama kehidupan, di mana 65% adalah

laki-laki. Keterlibatan kedua belah mata terdapat pada 70% kasus.5

3. Glaukoma Sekunder :

3.1. Glaukoma pigmentasi

3.2. Sindrom eksfoliasi

3.3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)

3.4. Akibat kelainan traktus uvea

3.5. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)

3.6. Trauma

3.7. Pasca operasi

3.8. Glaukoma neovaskular

3.9. Peningkatan tekanan episklera

3.10. Akibat steroid

4. Glaukoma Absolut : stadium akhir dari glaukoma apabila tidak terkontrol

D. Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak

dengan jumlah penderita 60.500.000 pada tahun 2010, diperkirakan

meningkat menjadi 76.600.000 pada tahun 2020. Kebutaan akibat penyakit

glaukoma bersifat menetap. Diantara jumlah penderita kebutaan tersebut,

sebanyak 74% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer, sedangkan

di Asia sebanyak 87% berasal dari bentuk glaukoma sudut tertutup primer

akut. Di Amerika jumlah penderita glaukoma pada ras kulit hitam 3 – 4 kali

lebih tinggi dibandingkan ras kulit putih. Selain itu ditemukan angka

20
prevalensi yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, pada kelompok

penduduk yang berusia 70 tahun 3-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok penduduk yang berusia 40 tahun.5

Glaukoma sudut tertutup primer akut merupakan bentuk glaukoma

tersering didunia dan dapat menjadi penyebab kebutaan bilateral.

Diperkirakan separuh dari glaukoma di dunia merupakan glaukoma sudut

tertutup. Selain itu dilaporkan bahwa sekitar separuh dari kebutaan karena

glaukoma sudut tertutup akibat glaukoma sudut tertutup primer akut.5

Dalam praktik sehari-hari tidak jarang kita menemukan pasien

serangan akut glaukoma sudut tertutup primer akut dan seharusnya

pendekatan klinik emergensi kita terapkan untuk mencegah kerusakan saraf

optik lebih lanjut yang pada akhirnya dapat mencegah kebutaan.5

E. Patogenesis

Meskipun patogenesis glaukoma tidak dipahami sepenuhnya, peningkatan

tekanan intraokular berhubungan dengan kematian sel ganglion retina.

Keseimbangan antara sekresi humor aqueous oleh korpus siliaris dan drainase

melalui 2 jalur independen, yaitu trabekular meshwork dan jalur uveoscleral

menentukan tekanan intraokular. Pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka,

ada peningkatan resistensi terhadap aliran air melalui trabecular meshwork.

Sebaliknya, akses ke jalur drainase terhambat biasanya oleh iris pada pasien

dengan glaukoma sudut tertutup.7

21
Terdapat dua teori dalam mekanisme terjadinya glaukoma sudut tertutup,

yakni teori muskulus dilator yang mengatakan bahwa kontraksi muskulus

dilator pupil akan meningkatkan aposisi iris dan anterior lensa, mempertinggi

tingkat blok pupil fisiologis yang secara simultan membuat iris perifer lebih

flaccid sehingga mengakibatkan tekanan bilik mata belakang meningkat dan

iris perifer terdorong lebih ke anterior, akhirnya iris kontak dengan permukaan

kornea posterior dan TIO meningkat. Di lain pihak teori muskulus sfingter

mengatakan bahwa kekuatan blok pupil terbesar dari muskulus sfingter saat

diameter pupil sekitar 4 mm.5

F. Diagnosis

1) Anamnesis

Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka biasanya tidak

bergejala. Pada kasus yang jarang, pasien dengan tekanan bola mata yang

meningkat akan mengeluh nyeri disekitar alis mata, melihat “halo” jika

melihat cahaya, hal ini diakibatkan edema epitel kornea. Gangguan

penglihatan biasanya terjadi pada pasien dengan kerusakan tahap lanjut,

atau terdapat skotoma. Gejala pada glaucoma kronik (sudut terbuka

primer) adalah kehilangan lapang pandang perifer secara bertahap pada

kedua mata. Pasien sering datang pada kondisi yang telah lanjut.4

Faktor Risiko4 :

Primer : usia diatas 40 tahun dengan riwayat keluarga glaucoma.

Sekunder :

- Penyakit sistemik seperti Diabetes mellitus

22
- Pemakaian steroid secara rutin

- Riwayat trauma pada mata

2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik biasanya dapat ditemukan visus normal, lapang

pandang menyempit dapat dites dengan tes konfrontasi, tekanan intraocular

meningkat (> 21 mmHg), Pada funduskopi, C/D rasio meningkat (N=0.3).

Gambar.10 Gambaran normal papil nervus optik (kiri), gambaran papil


glaukomatosa (kanan).4
a. Tonometri
Tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intraokuler.
Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer schiotz dan tonometer
aplanasi goldman. Tonometer schiotz merupakan alat yang praktis
sederhana. Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung
yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada komea karena itu
dinamakan juga tonometri indentasi schiozt.
Dengan tonometer schiotz dilakukan indentasi (penekanan)
terhadap permukaan komea. Bila suatu beban tertentu memberikan
kecekungan komea maka akan terlihat perubahan pada skala schiotz.
Makin rendah tekanan bola mata makin mudah bola mata ditekan, yang
pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Hal ini juga berlaku
sebaliknya. Angka skala yang ditunjuk dapat dilihat nilainya didalam tabel
untuk mengetahui kesamaan tekanan dalam mmHg. Transformasi
pembacaan skala tonometer kedalam tabel akan menunjukkan tekanan
bola mata dalam mmHg.

23
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi
horizontal dan mata ditetesi dengan obat anastesi topikal atau pantokain
0,5 %. Tonometer schiotz kemudian diletakkan diatas permukaan komea,
sedng mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar
pemeriksa.
Kelemahan alat ini mengabaikan faktor kekakuan sklera (sclera
riginity) cara yang paling sederhana untuk mengetahui derajat kekakuan
sklera iaIah dengan menggunakan dua macam beban 5.5 dan 10 gram. Bila
hasil bacaan dengan beban 10 gram selalu lebih tinggi dibanding hasil
bacaan dengan 5.5 gram maka mata tersebut melakukan kekakuan sklera
yang lebih tinggi dari normal disbanding hasil bacaan pada saat tersebut;
sebaliknya bila hasil bacaan lebih rendah dengan beban 10 gram maka
mata tersebut memiliki kekakuan sklera yang lebih rendah dari normal dan
berarti tekanan bola mata yang sebenamya lebih tinggi daripada hasil
bacaan pada saat itu. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer
schiotz sebaiknya dilakukan dengan berhati-hati, karena dapat
mengakibatkan lecetnya komea sehingga dapat mengakibatkan keratitis
dan erosi komea.
b. Tonometer Aplanasi
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan
yang akan membuat rata permukaaan komea dalam ukuran tertentu dan
kecil. Alat ini sangat baik karena membuat sedikit sekali perubahan pada
permukaan komea atau bungkus bola mata.
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk
mengukur tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan
sklera. Dikenal draiger dan goldman aplanasi tonometer. Dasar ilmu fisika
alat ini adalah tekanan ^ daya/luas. Bila sebagian dari bola yang lentur
(komea) dibuat mendatar oleh permukaan yang rata (tonometer aplanasi),
maka tekanan didalam bola akan melawan tekanan pendataran ini dan
sama dengan tekanan yang diberikan daya = tekanan x luas. (Ilyas, 2010)
Pada saat ini diperkenalkan tonometer aplanasi dengan memakai jet udara

24
yang akan membuat permukaan komea rata.
c. Tonografi
Dengan tonografi diukur derajat penurunan tekanan bola mata bila
diberikan tekanan dengan tonometer indentasi (seperti schiotz). Tonometer
yang dipakai adalah semacam tonometer schiotz dan bersifat elektronik
yang merekam tekanan bola mata selama empat menit dan berguna untuk
mengukur pengaliran keluar cairan mata. Pada tonografi selain terlihat
kurva fasilitas pengeluaran cairan bilik mata juga terlihat pulsasi nadi
intraokular dan pemafasan. Tonografi pada saat akhir-akhir ini kurang
popular dan dipergunakan hanya untuk kasus glaukoma yang ragu-ragu.
Nilai tonografi C = 0.18 adalah normal, kurang dari 0.13 adalah patologik.
Bila C kurang dari 0.18 maka keadaan ini dicurigai penderita menderita
glaukoma.
d. Gonioskopi
Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata
yang dapat menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata
dilakukan pada setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
komea setelah diberikan local anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan
untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutamya 360 derajat.
Teknik gonioscopy terbagi menjadi 2 kategori: direk dan indirek.
Direk gionoscopy dilakukan dengan mikroskop binokular atau slit-pen
light, dan sebuah goniolens seperti Koeppe, Barkan, Wurst, Swan-Jacob,
atau lensa Richardson. Direk gonioscopy mudah dilakukan dengan pasien
dalam posisi supinasi. Gonioscopy indirek juga menghilangkan refleksi
internal total pada permukaan komea. Cahaya yang dipantulkan dari sudut
bilik mata melewati ke dalam lensa gonioscopy Indirek dan dipantulkan
oleh cermin dalam lensa. Gonioscopy indirek digunakan dengan pasien
pada posisi tegak lurus, dengan pencahayaan dari slit lamp.
Sudut ruang anterior dibentuk oleh persimpangan komea perifer
dan iris, yang terletak antara trabekuiar meshwork. Susunan dari sudut ini,

25
apakah itu lebar (terbuka), sempit, atau tertutup-memiiiki hubungan yang
penting pada ams keluar air. Lebar sudut bilik mata depan dapat
diperkirakan dengan pencahayaan miring dengan senter kecil atau dengan
pengamatan slit lamp dari kedalaman ruang anterior perifer, tapi yang
terbaik adalah ditentukan oleh gonioscopy, yang memungkinkan
visualisasi langsung dari struktur sudut. Jika ada kemungkinan untuk
melihat secara penuh trabekuiar meshwork, scleral, dan iris, artinya sudut
terbuka. Jika hanya melihat garis Schwalbe atau sebagian kecil dari
trabecular meshwork berarti sudut sempit. Jika tidak bisa melihat garis
Schwalbe berarti sudut tertutup.
Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik oftalmologis berdasarkan tanda dan gejala trias

glaucoma.4

J. Penatalaksanaan Komprehensif

1. penatalaksanaan glaukoma sudut terbuka4 :

1.1. Prostaglandin analog : latanaprost, Travoprost, bimatoprost dosis

sekali sehari. Ini merupakan pilihan obat pertama untuk terapi glaucoma sudut

terbuka.

1.2. Beta-adrenergic antagonist/beta bloker : Timolol maleate (0.25, 0.5% :

1-2 kali/hari).

1.3. Adrenergic Agonist : Epinephrine hydrochloride (0.5,1,2%: 1-2

kali/hari) and dipivefrine hydrochloride (0.1%: 1-2 kali/hari).

1.4. Carbonic Anhydrase Inhibitor (CAIs) : Dorzolamide (2%: 2-3

kali/hari). Agen parasimpatomimetik atau miotik : Pilocarpine (1, 2, 4%: 3-4

kali/hari).

26
1.5. Kombinasi Terapi Medikamentosa Prostaglandin analog jika

dikombinasikan dengan agen lainnya dapat dengan efektif menurunkan tekanan

bola mata, dan agen yang paling banyak digunakan yakni prostaglandin analog

dengan beta bloker, terutama timolol.

2. penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup4 :

2.1. Terapi medikamentosa diberikan baik sebelum terapi iridektomi

perifer maupun setelahnya.

2.2. Tindakan bedah trabekulektomi bila TIO diatas 21 mmHg setelah

tindakan Iridektomi perifer dan medikamentosa.

3. Konseling dan edukasi

3.1. Memberitahu keluarga kepatuhan pengobatan dan kontrol teratur

sangat penting untuk keberhasilan pengobatan glaukoma.

3.2. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat

glaukoma pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur.

K. Prognosis

Glaukoma jika tidak diobati dapat menyebabkan kehilangan penglihatan

permanen. Semakin tinggi tekanan, semakin besar risiko kerusakan saraf

optik. Namun, dengan pengobatan, prognosisnya baik untuk sebagian besar

pasien. Tekanan intraokular yang rendah dapat mencegah hilangnya bidang visual

lebih lanjut, menghentikan perkembangan penyakit ini. Prognosis dapat buruk bila

telah terjadi defek lapangan pandang yang luas dan glaucomatous optic

neuropathy.10,4

L. Komplikasi

27
Komplikasi glaukoma termasuk kehilangan bidang visual dan dapat

menyebabkan kebutaan total, dengan perkembangan menjadi tidak ada

penglihatan persepsi cahaya di mata yang terkena.9

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Arlina, Z. 2020. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Glaukoma Pada Lansia. Jurnal

Kesehatan.

2. Ford, H. Glaukoma Salah Satu Penyebab Kebutaan. Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga

3. Snell, R., (2008). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 2008. EGC. Jakarta

4. Clinical Education Unit. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata Universitas

Airlangga.

5. Budiono, S. (2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga.

6. Rahayu, A. 2019. Fisiologi Penglihatan. Fakultas Kesdokteran Universitas

Padjajaran.

7. Havens, S. 2022. Glaucoma. National Library of Medicine National Center for

Biotechnology Information.

8. Nugraha M. 2013. karakteristik penderita glaukoma di poliklinik mata rumah sakit

muhammadiyah palembang tahun 2011. Fakultas kedokteran Universitas

Palembang.

9. Harwerth RS, Quigley HA. 2016. Visual field defects and retinal ganglion cell

losses in patients with glaucoma. Arch Ophthalmol.

10. Weinreb, R. 2014. The Pathophysiology and Treatment of Glaucoma. National

Library of Medicine National Center for Biotechnology Information.

29

Anda mungkin juga menyukai