Anda di halaman 1dari 78

UJI DIAGNOSTIK DENGAN MENGGUNAKAN KRITERIA

QSOFA DALAM MENDIAGNOSIS AWAL PASIEN SEPSIS


DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Strata Sarjana (S1)


Pada Program Studi Sarjana Kedokteran

Oleh :

Nabila Shaddad
K1A1 17 075

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
ABSTRAK

UJI DIAGNOSTIK DENGAN MENGGUNAKAN KRITERIA QSOFA DALAM


MENDIAGNOSIS AWAL PASIEN SEPSIS
DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Oleh:

Nabila Shaddad
K1A1 17 075

Latar Belakang. Sepsis menjadi salah satu masalah terbesar yang perlu diperhatikan,
karena Sepsis merupakan penyebab utama kematian dan penyakit kritis di seluruh dunia.
Pada praktiknya, penilaian sepsis dengan skor SOFA membutuhkan pemeriksaan
laboratorium, dan kriteria tersebut jarang digunakan di luar ruang rawat intensif.
Mempertimbangkan hal tersebut, The Sepsis-3 Task Force memperkenalkan alat
identifikasi yang lebih sederhana yaitu The Quick Sequen-tial Organ Failure Assessment
atau qSOFA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, akurasi,
nilai duga negative, nilai duga positif kriteria qSOFA dalam mendiagnosis awal pasien
sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Metode. Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif rancangan cross


sectional. Lokasi penelitian di Ruang Rekam Medik Rumah Sakit Umum Bahteramas.
Sampel sebanyak 72 responden yang diambil menggunakan tehnik purposive sampling
dengan menggunakan analisis data tabel 2x2.

Hasil. Hasil penelitian didapatkan uji diagnostik kriteria qSOFA dengan sensitivitas 54%,
spesifisitas 88%, akurasi 72%, nilai duga positif 83% dan nilai duga negatif 65% pada
pasien sepsis dan non sepsis di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Kesimpulan. kriteria qSOFA dapat digunakan untuk skrinning awal pasien sepsis di RSU
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tetapi perlu menilai kembali risiko terjadinya
bias atau tidak terdiagnosisnya pasien yang mengalami fase awal sepsis.

Kata Kunci : Sepsis, qSOFA


ABSTRACT

DIAGNOSTIC TEST USING QSOFA CRITERIA


IN EARLY DIAGNOSIS OF SEPSIS PATIENTS
AT GENERAL HOSPITAL BAHTERAMAS
PROVINCE OF SOUTH SULAWESI

Oleh:

Nabila Shaddad
K1A1 17 075

Background. Sepsis is one of the biggest problems that need attention, because Sepsis is
the leading cause of death and critical illness worldwide. In practice, the assessment of
sepsis by SOFA score requires laboratory testing, and this criterion is rarely used outside
of intensive care settings. Considering this, The Sepsis-3 Task Force introduces a simpler
identification tool, namely The Quick Sequential Organ Failure Assessment or qSOFA.
This study aims to determine the sensitivity, specificity, accuracy, negative predictive
value, positive predictive value of qSOFA criteria in initial diagnosis. a sepsis patient at
the Bahteramas General Hospital, Southeast Sulawesi Province.

Methods. This study was an observational descriptive cross sectional design. The
research location is in the Medical Record Room of the Bahteramas General Hospital. A
sample of 72 respondents was taken using purposive sampling technique using 2x2 table
data analysis.

Result. The results of this study were the qSOFA criteria diagnostic test with a sensitivity
of 54%, specificity of 88%, accuracy of 72%, a positive predictive value of 83% and a
negative predictive value of 65% in septic and non-septic patients at Bahteramas General
Hospital, Southeast Sulawesi Province.

Conslusions. qSOFA criteria can be used to early diagnose sepsis patients at the
Bahteramas Hospital, Southeast Sulawesi Province, but it is necessary to reassess the risk
of bias or undiagnosed patients experiencing the early phase of sepsis.

Keywords : Septic, qSOFA


KATA PENGANTAR

‫ﺑِ ِْﺴﻤﺎﻟﻠِﮭﺎﻟﱠﺮْ ﺣﻤﻨِﺎﻟﱠ ِﺮﺣﯿِﻢ‬

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “UJI DIAGNOSTIK DENGAN

MENGGUNAKAN KRITERIA QSOFA DALAM MENDIAGNOSIS AWAL

PASIEN SEPSIS DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS PROVINSI

SULAWESI TENGGARA” untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat (S-1)

pada Program Studi Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Melalui kesempatan ini terkhusus penulis sampaikan penghargaan dan

terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda tercinta Erny Sulastri dan

Ayahanda tercinta drs. Mushaddad, M.Si yang selalu memberikan segala yang

terbaik untuk masa depan penulis, motivasi, semangat, doa yang tiada hentinya

tercurahkan hingga bantuan material dan kesabaran dalam mendidik dan

membesarkan penulis hingga. Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada

kakak dan adik tercinta drg. Cahya Arumdani Shaddad, Aqsal Ramadhan

Shadadd S.T, M.T, Faqih Abdillah Shaddad atas cinta, kasih sayang, doa dan

kebersamaannya yang tak tergantikan, juga kepada seluruh keluarga besar penulis

atas dukungan, bimbingan, dorongan, arahan, motivasi, serta nasihat yang

senantiasa diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo. Semoga Allah subhanahuwata‟ala senantiasa

memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan kasih sayangnya kepada semua pihak

agar menjadi yang lebih baik.


Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Agussalim Ali, M.Kes, Sp. An

selaku pembimbing I dan ibu Andi Noor Kholidha S.Si, M.Biomed selaku

pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam

mengarahkan serta membimbing penulis dengan tulus, ikhlas dan penuh

kesabaran serta kesungguhan hati dalam menyusun hasil penelitian ini. Peneliti

juga mengucapkan banyak terimakasih kepada penguji pertama ibu Idha

Mardhiah Afrini Kasman Arifin SKM, M.Kes, penguji kedua dr. Topan

Binawan M,Kes, Sp.PD, dan penguji ketiga dr. Ahmad Safari Samud,

M.Kes, Sp.An atas sumbangsih kritik, saran, pemikiran tenaga, dan waktu

dalam memberikan saran yang terbaik bagi peneliti untuk menyelesaikan tugas

akhir ini.

Penulis juga tak lupa menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si, M.Si, M.Sc selaku Rektor Universitas

Halu Oleo.

2. Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH selaku Konsultan Ahli Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo.

3. Dr. dr Hj. Juminten Saimin, Sp.OG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo.

4. dr. I Putu Sudayasa, M.kes selaku Wakil Dekan I, Parawansah, S.Farm.,

Apt.,M.Kes selaku Wakil Dekan II, dan drg. Sulastriana, M.Kes selaku Wakil

Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.


5. dr. Arismawati, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran Fakultas

Kedokteran Universitas Halu Oleo.

6. dr. Rhenislawaty selaku penasihat akademik yang telah banyak memberikan

masukan dan perhatian kepada penulis selama kuliah dari semester pertama

hingga bisa menyelesaikan perkuliahan.

7. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama perkuliahan.

8. Direktur RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi tenggara, Kepala Bagian

Rekam Medik, dan seluruh staff RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi

tenggara yang telah membantu proses penelitian dari awal penelitian sampai

selesai.

9. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2017 (GA9LION) FK UHO atas

persaudaraan, bantuan dan dorongan semangat selama menjalani perkuliahan

dan dalam menyelesaikan tugasakhirpeneliti.

10. Terimakasih kepada Ramli yang selalu ada, memberikan support hingga

membantu penulis selama perkuliahan hingga menyelesaikan tugas akhir

11. Sahabat-Sahabat tercinta saya REBORN Azis, Amha, Afif, Fadil, Gita,

Elviren, Ical, Nilam, Nunu, Syawal, Indah, Rifky, Santry, Tika, Yogi, Pupi.

yang telah membantu, memberikan masukan dan saran yang sangat berharga

kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir.

12. Sahabat-sahabat kelompok penelitian saya Nilam dan Madan

13. Sahabat-sahabat terbaik saya Ditha Arisqa Nasir, Gita Ananda, Nurul Arifa,

Nilam Nabilah Kusuma.


14. Sahabat-sahabat saya dari SMA kak Dhea, Nurul, Kak Dayat, Chindy, Desty,

Indri.

15. Sahabat saya keluarga besar Assian Medical Student’s Association (AMSA)

Kedokteran UHO atas persaudaraan, pengalaman dan kerjasama dalam

berorganisasi serta motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir peneliti.

16. Keluarga besar mahasiswa FK UHO Kakak-kakak angkatan 2009, 2010, 2011,

2012, 2013, 2014, 2015, 2016 serta adik-adik 2018, 2019 dan 2020 atas

semangat yang diberikan selama perkuliahan dan menyelesaikan penelitian.

17. Para pastisipan dan semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu

yang telah memberikan bantuan dan dukungan. Atas segalanya penulis

ucapkan terima kasih, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang lebih.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini

masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun teknik penulisannya.

Karenanya, kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca sangat

diharapkan dalam rangka perbaikan hasil penelitian ini. Terlepas dari

kekurangan yang ada, semoga karya ini dapat bermanfaatan bagi pembaca.

Amin Ya Rabbal Aalamin

Kendari, Januari 2021

Nabila Shaddad
K1A1 17 075
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
PERNYATAAN KEASLIAN...............................................................................iii
ABSTRAK............................................................................................................iv
ABSTRACT.............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR TABEL................................................................................................xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN............................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................7
A. Tinjauan UmumVariabel.......................................................................7
1. Sepsis..............................................................................................7
2. qSOFA...........................................................................................21
B. Kerangka Teori.....................................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................26
A. Rancangan Penelitian...........................................................................26
B. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................26
C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................................26
D. Teknik Pengumpulan Data/Prosedur Penelitian............................................28
E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif...................................................29
F. Analisis Data.................................................................................................30
G. Alur Penelitian..............................................................................................33
H. Etika Penelitian.............................................................................................34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................35
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN..........................................35
B. HASIL..........................................................................................................37
C. PEMBAHASAN...........................................................................................40
D. KETERBATASAN PENELITIAN...............................................................46
BAB V PENUTUP.........................................................................................................47
A. KESIMPULAN..................................................................................................47
B. SARAN..............................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................48
LAMPIRAN...................................................................................................................51
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 1 Kerangka Teori 26

Gambar 2 Alur Penelitian 33

Gambar 3 Lokasi penelitian 35


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

1 Skor SOFA 19

2 Skor qSOFA 22

3 Analisis Data 29

4 Nilai skor qSOFA pada pasien sepsis dan non sepsis 37

5 Analisis hasil data sepsis berdasarkan tabel 2x2 38

6 Distribusi persentase penyakit penyebab sepsis 40


DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang dan singkatan Arti

% Persentase

+ Positif

- Negatif

< Lebih kecil dari

> Lebih besar dari

= Sama dengan

≥ Lebih dari atau sama dengan

α Alfa

β Beta

γ Gamma

ACCP American College of Chest Physicians

APC Antigen Presenting Cell

ARDS Acute Respiratory Distress Syndrome

CD-4 Cluster of Differentiation-4

CD-11 Cluster of Differentiation-11

CD-14 Cluster of Differentiation-14

CD-18 Cluster of Differentiation-18

dkk dan kawan-kawan

ESICM European Society of Intensive Care Medicine

GM-CSF Granulocyte Macrophage C Stimulating


Factor
ICAM-1 Intercellular Adhesion Molecule-1

ICU Intensive Care Unit

IFN-γ Interferon Gamma

IL-1 Interleukin-1

IL-1β Interleukin-1 Beta

IL-1ra Interleukin-1 Reseptor Antagonist

IL-2 Interleukin-2

IL-4 Interleukin-4

IL-5 Interleukin-5

IL-6 Interleukin-6

IL-10 Interleukin-10

KEMENKES Kementerian Kesehatan

LPS Lipopolisakarida

LPSab Lipopolisakarida Antibody

MAP Mean Arterial Pressure

MHC Major Histocompability Complex

mmHg Milimeter Merkuri Hydrargyrum

MODS Multi Organ Disfunction Syndrome

MOF Multi Organ Failure

M-CSF Macrophage Colony Stimulating Factor

NDN Nilai Duga Negatif

NDP Nilai Duga Positif

PAMPs Pathogen Associated Molecular Patern

PG-E2 Prostaglandin-E2

RI Republik Indonesia
RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

SCCM Society of Critical Care Medicine

SIRS Systemic Inflammatory Response Syndrome

SOFA Sequential Organ Failure Assessment

Th-1 T Helper-1

Th-2 T Helper-2

TLRs-2 Toll Like Receptors-2

TLRs-4 Toll Like Receptors-4

TNF-α Tumor Necrosis Factor alpha

WHO World Health Organization


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Uraian Halaman


1. Riwayat Hidup 51
3. Master Tabel 52
4. Surat Kelayakan Etik 56
5. Surat Izin Penelitian dari Balitbang 57
6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 58
7. Dokumentasi Penelitian 59
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepsis menjadi salah satu masalah terbesar yang perlu diperhatikan,

karena Sepsis merupakan penyebab utama kematian dan penyakit kritis di

seluruh dunia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadianya sepsis

terutama pada pasien kritis dengan tirah baring lama yang dapat berisiko

terjadinya infeksi dan jika tidak tertangani akan berkembang menjadi sepsis.

Sepsis merupakan suatu sindrom yang berlangsung progresif, yang dapat

menyebabkan disfungsi dan disregulasi tubuh akibat respon tubuh yang

berlebih terhadap infeksi (Mira., 2019)

Prevalensi tingkat kejadian sepsis tergolongan besar dan angka

mortalitas cukup tinggi bagi pasien yang mengalami perburukkan kondisi

menjadi severe sepsis atau syok. Menurut data Center for Disease

Control/CDC (2016) tingkat kematian akibat sepsis mencapai 28% sampai

50%. Sedangkan menurut data dari National sepsis reports (2016) melaporkan

jumlah angka kematian terkait sepsis sebanyak 8.888 kasus dengan angka

kenaikan kasus mencapai 37% pada tahun 2015 (Mira., 2019)

Dalam praktik klinis, sering terjadi kendala pada aspek diagnosis sepsis.

Hasil kultur darah baru bisa didapatkan klinisi setelah beberapa hari perawatan,

sedangkan terapi empirik antimikroba perlu segera diberikan. Kultur hanya

menunjukkan hasil positif pada 30-50% sampel (KEMENKES., 2017)


2

Pada pertemuan Internasional tahun 2001, membahas mengenai

keterbatasan definisi sepsis-1, namun belum ada yang menyarankan alternatif

karena keterbatasan bukti ilmiah. Akan tetapi, mereka memperluas kriteria

diagnosis, dengan memperkenalkan sepsis-2. Untuk diagnosis sepsis, harus

terdapat paling sedikit 2 kriteria SIRS dan terdapat atau curiga infeksi (Putra.,

2018)

Pada tahun 2016, Surviving Sepsis Campaign Guidelines (SCCM)

mengevaluasi kriteria identifikasi pasien sepsis, dengan membandingkan

kriteria tradisional SIRS dengan metode lain, yaitu Sequential Organ Failure

Assessment (SOFA) scoring. Berdasarkan analisis direkomendasikan SOFA

score untuk menilai derajat disfungsi organ pada pasien sepsis (Irvan dkk.,

2018)

Diagnosis Sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas Sulawesi

Tenggara ditegakkan bila disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai

perubahan akut skor total SOFA (Sequential (Sepsis-related) Organ Failure

Assessment) ≥2 sebagai konsekuensi dari adanya infeksi. Skor SOFA meliputi

6 fungsi organ, yaitu respirasi, koagulasi, hepar, kardiovaskular, sistem saraf

pusat, dan ginjal dipilih berdasarkan telaah literatur, masing-masing memiliki

nilai 0 (fungsi normal) sampai 4 (sangat abnormal) yang memberikan

kemungkinan nilai dari 0 sampai 24. Skoring SOFA tidak hanya dinilai pada

satu saat saja, namun dapat dinilai berkala dengan melihat peningkatan atau

penurunan skornya.
3

Pada praktiknya, penilaian sepsis dengan skor SOFA membutuhkan

pemeriksaan laboratorium, dan kriteria tersebut jarang digunakan di luar ruang

rawat intensif. Mempertimbangkan hal tersebut, The Sepsis-3 Task Force

memperkenalkan alat identifikasi yang lebih sederhana yaitu The Quick

Sequen-tial Organ Failure Assessment atau qSOFA (Sari., 2019)

Pada tahun 2016, The Task Force memperkenalkan quick SOFA

(qSOFA) untuk memudahkan identifikasi pasien yang berisiko mengalami

kematian akibat sepsis. Namun, fakta di lapangan menunjukkan satu tahun

setelah pengenalan definisi baru sepsis, masih banyak rumah sakit yang

menggunakan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dan sepsis berat. Hal

tersebut didasarkan pada fakta bahwa sebanyak 88% pasien yang sebelumnya

berdasarkan kriteria SIRS didiagnosis mengalami sepsis, tidak lagi dianggap

mengalami sepsis. (Sari., 2019)

Lebih dari 75% pasien diduga infeksi dengan qSOFA score >2 dan skor

SOFA positif mengindikasikan disfungsi organ dan suspek sepsis. Kriteria

qSOFA mudah digunakan dan membantu klinisi memberikan tatalaksana awal

tanpa menunggu hasil laboratorium. (Putra., 2019)

Skor qSOFA umumnya digunakan oleh klinisi untuk menilai

keberadaan disfungsi organ agar dapat memulai atau meningkatkan terapi yan

memadai pada pasien dibandingkan untuk memprediksi mortalitas (Jiang., dkk

2018)

Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign Guidelines (SCCM)

2017, identifikasi sepsis segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah dapat
4

menggunakan skoring qSOFA. Sistem skoring ini merupakan modifikasi

Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment (SOFA). qSOFA hanya

terdapat tiga komponen penilaian yang masing-masing bernilai satu. Skor

qSOFA ≥2 mengindikasikan terdapat disfungsi organ. Skor qSOFA

direkomendasikan untuk identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami

perburukan dan memprediksi lama pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU.

Pasien diasumsikan berisiko tinggi mengalami perburukan jika terdapat dua

atau lebih dari 3 kriteria klinis (Putra, 2018)

Jumlah pasien sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 sebanyak 45 orang dan pada tahun 2019

sebanyak 55 orang (Data sekunder, 2020)

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian

untuk mengetahui sensitivitas , spesifitas, nilai duga negatif, nilai duga positif

dan akurasi kriteria qSOFA dalam mendiagnosis awal pasien sepsis di Rumah

Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraian, yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah

gambaran uji diagnosis dengan menggunakan kriteria qSOFA dalam diagnosis

awal pasies sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara?”
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Uji Diagnosis

dengan menggunakan kriteria qSOFA dalam diagnosis awal pasien sepsis di

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui skor qSOFA pada pasien infeksi yang dirawat inap di

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara baik yang

sepsis dan non sepsis.

b. Mengetahui Sensitivitas qSOFA dalam mendiagnosis pasien Sepsis di

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

c. Mengetahui Spesifitas qSOFA dalam mendiagnosis pasien Sepsis di

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

d. Mengetahui nilai duga positif pada pasien Sepsis di Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

e. Mengetahui nilai duga negatif pada pasien Sepsis di Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

f. Mengetahui akurasi skor qSOFA pada pasien Sepsis di Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara


6

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis Penelitian ini dapat dijadikan wawasan ilmu dan

informasi tentang Uji Diagnostik dengan menggunakan kriteria qSOFA

2. Manfaat Aplikatif

a) Bagi Peneliti

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data untuk

penelitian selanjutnya dan sebagai salah satu bahan bacaan serta acuan

tentang gambaran uji diagnosis dengan menggunakan kriteria qSOFA

dalam diagnosis awal sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas

Sulawesi Tenggara

b) Bagi Klinisi

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu klinisi untuk

menentukan kebijakan tatalaksana dan prognosis pada pasien sepsis dan

untuk Rumah Sakit yang memiliki pemeriksaan laboratorium kurang

memadai.

3. Manfaat Metodologis

Sebagai sumber informasi penelitian yang dapat digunakan

untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut kepada yang berminat untuk

mengembangkan penelitian dalam lingkup yang sama.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel

1. Sepsis

a) Definisi

Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang

artinya membusuk dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi

yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM). Kemudian pada tahun

1914 Hugo Schottmuller secara formal mendefinisikan

“septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi

mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun dengan adanya

penjelasan tersebut, istilah seperti “septicaemia:, sepsis, toksemia

dan bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih. Oleh

karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan

pada tahun 1991, American College of Chest Physicians (ACCP)

dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) mengeluarkan

suatu konsensus mengenai Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom ini

merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk

dimulai dari SIRS menjadi sepsis, sepsis berat dan septik syok

(Irvan dkk, 2018).


8

Pada pertemuan Internasional tahun 2016 Society of

Critical Care Medicine (SCCM) dan European Society of

Intensive Care Medicine (ESICM) mengajukan definisi sepsis

yang baru. Pada definisi sepsis terbaru dijelaskan bahwa sepsis

merupakan disfungsi organ yang mengancam nyawa (life-

threatening) yang disebabkan oleh disregulasi respons tubuh

terhadap adanya infeksi (Putra, 2018).

b) Epidemiologi

Menurut WHO, memperkirakan bahwa pada tahun 2017

terdapat 48,9 juta kasus dan 11 juta kematian terkait sepsis di

seluruh dunia, yang merupakan hampir 20% dari semua kematian

global. Pada tahun 2017, hampir separuh dari seluruh kasus sepsis

global terjadi pada anak-anak, dengan perkiraan 20 juta kasus dan

2,9 juta kematian global pada anak-anak di bawah usia lima tahun

(WHO, 2017).

Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab utama

kematian. Berdasarkan penelitian, 1.7 juta orang di Amerika

Serikat didiagnosis Sepsis setiap tahunnya dan selalu meningkat.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta pada

tahun 2012 melaporkan bahwa 23 dari 84 kasus sepsis, 47,8%

dinyatakan meninggal dunia. (Rawis, 2019)

c) Etiologi
9

Organisme penyebab sepsis telah berkembang selama

beberapa tahun ini. Awalnya sepsis dipahami sebagai penyakit

yang secara spesifik berhubungan dengan bakteri gram negatif

karena sepsis dianggap sebagai suatu respon terhadap endotoksin

suatu molekul yang diperkirakan spesifik terhadap bakteri gram

negatif. Pada kenyataannya, beberapa studi original tentang sepsis

mengungkapkan bahwa bakteri gram negatif hanya merupakan

salah satu penyebab tersering dari sepsis (Martin et al,. 2012)

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram (-)

dengan prosentase 60% sampai 70% kasus, yang menghasilkan

berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan

terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang

berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).

LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan

komponen utama membran terluar dari bakteri Gram negatif

(Setiati S dkk, 2014).

Staphylococci, Pneumococci, Streptococci dan bakteri

Gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka

kejadian 20% sampai 40% dari keseluruhan kasus. Selain itu

jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes) atau protozoa

(Falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis,

walaupun jarang (Setiati S dkk, 2014).


10

Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel dari

semua kuman, pemberian infus substansi ini pada binatang akan

memberikan gejala mirip pemberian endotoksin. Peptidoglikan

diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit (Setiati S dkk,

2014).

Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam kuman,

misalnya a-hemolisin (S. aureus), E. coli haemolisin (E. coli)

dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung

(Setiati S dkk, 2014).

Dari semua faktor di atas, faktor yang paling penting

adalah Lipopolisakarida endotoksin Gram negatif dan dinyatakan

sebagai penyebab sepsis terbanyak. Lipopolisakarida dapat

langsung mengaktifkan sistem imun selular dan humoral, yang

dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia.

Lipopolisakarida sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi

merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung

jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang

disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor/ TNR dan

interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator

kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita

immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis (Setiati S dkk,

2014).
11

d) Patogenesis

Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus

infeksi jaringan sebagai sumber bakteriemia, hal ini disebut

sebagai bakteriaemia sekunder. Sepsis Gram negatif merupakan

komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian

menyebar ke struktur yang berdekatan, seperti pada peritonitis

setelah perforasi appendikal, atau bisa berpindah dari perineum ke

uretra atau kandung kemih. Selain itu sepsis Gram negatif fokus

primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, saluran

empedu dan saluran gastrointestinum. Sepsis Gram positif

biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa

berasal dari luka terbuka, misalnya pada luka bakar (Setiati S

dkk, 2014).

Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap

berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Inflamasi

sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan

eradikasi organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi

dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk

berbagai sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena


12

melibatkan banyak sel dan mediator yang dapat mempengaruhi

satu sama lain (Setiati S dkk, 2014).

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri

dalam sepsis. Masih banyak faktor lain yang sangat berperanan

dalam menentukan perjalanan suatu penyakit. Respon tubuh

terhadap suatu patogen melibatkan bermacam-macam komponen

sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat

proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi

adalah TNF, IL-1, Interferon (IFN-y) yang bekerja membantu sel

untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.

Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor

antagonis (IL-1ra), IL-4, IL- 10 yang bertugas untuk memodulasi,

koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila

keseimbangan kerja antara pro- inflamasi dan anti-inflamasi

mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat

memberikan kerugian bagi tubuh (Setiati S dkk, 2014).

Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak

berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin Gram (-)

maupun eksotoksin Gram (+). Endotoksin dapat secara langsung

dengan Lipopolisakarida dan bersama-sama dengan antibodi

dalam serum darah penderita membentuk LPSab (Lipo Poli

Sakarida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah penderita

akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like


13

Receptors 4) sebagai reseptor transmembran dengan perantaraan

reseptor CD 14+ dan makrofag mengekspresikan imuno

modulator, hal ini hanya dapat terjadi pada bakteri Gram negatif

yang mempunyai Lipopolisakarida dalam dindingnya (Setiati S

dkk, 2014).

Pada bakteri Gram positif eksotoksin dapat merangsang

langsung terhadap makrofag dengan melalui TLRS2 (Toll Like

Receptors 2) tetapi ada juga eksotoksin sebagai superantigen.

Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin,

eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas

masih kurang lengkap dan tidak dapat menerangkan patogenesis

sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak

melibatkan peran llimfosit T dalam keadaan sepsis dan kejadian

syok septik (Setiati S dkk, 2014).

Di Indonesia dan negara berkembang sepsis tidak hanya

disebabkan oleh Gram negatif saja, tetapi juga disebabkan oleh

Gram positif yang mengeluarkan eksotoksin. Eksotoksin, virus,

dan parasit yang dapat berperan sebagai superantigen setelah di

fagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai

Antigen Processing Cell dan kemudian ditampilkan dalam

Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan

polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility

Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida MCH kelas II


14

akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan

perantaraan TCR (T Cell Receptor).

Sebagai usaha tubuh untuk beraksi terhadap sepsis maka limfosit

T akan mengeluarkan substansi dari Thl yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu : IFN-Y, IL-2 dan M-CSF (Macrophage

colony stimulating factor). 23,34 Limfosit Th2 akan

mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN-y merangsang

makrofag mengeluarkan IL-1B dan TNF-O. IFN-y, IL-1B dan

TNF-a merupakan sitokin pro inflamatori, sehingga pada keadaan

sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1B dan TNF-a serum

penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama terjadi sepsis

tingkat IL-1B dan TNF-a berkolerasi dengan keparahan penyakit

dalam kematian, sitokin IL-2 dan TNF-a selain merupakan reaksi

terhadap sepsis dapat juga merusakkan endotel pembuluh darah.

IL-1B sebagai imuno-regulator utama juga mempunyai efek pada

sel endotelial termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin

E2 (PG-E,) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion

molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan

neutrofil yang telah tersensitasi oleh granulocyte-macrophage c

stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi.

Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah, yaitu:


15

1) Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh

endotel dan L-selektin neutrofil dalam mengikat ligan

respektif.

2) Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi

neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang

melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi

(ICAM) yang dihasilkan oleh endotel.

3) Transmigrasi netrofil menembus dinding endotel

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan

mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotel

lisis, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga membawa

superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan

mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,

Akibat dari proses tersebut endotel menjadi nekrosis, sehingga

terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Ternyata kerusakan

endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan terjadinya

gangguan vaskular (Vascular leak) sehingga menyebabkan

kerusakan organ multipel sesuai dengan pendapat Bone bahwa

kelainan organ multipel tidak disebabkan oleh infeksi tetapi

akibat inflamasi yang sistemik dengan sitokin sebagai mediator.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Cohen bahwa kelainan organ

multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam


16

pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septic yang berakhir

dengan kematian (Setiati S dkk, 2014).

Syok septik merupakan diagnosis klinik sesuai dengan

sindroma sepsis disertai dengan hipotensi (tekanan darah turun <

90 mmHg) atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik > 40

mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Organ yang paling

penting adalah hati, paru dan ginjal, angka kematian sangat tinggi

bila terjadi kerusakan lebih dari tiga organ tersebut. Dalam suatu

penelitian disebutkan angka kematian syok septik adalah 72% dan

50% penderita meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 jam, 30 -

80% penderita dengan syok septik menderita ARDS (Setiati S

dkk, 2014).

Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes melitus,

sirosis hati, gagal ginjal kronik dan usia lanjut yang merupakan

kelompok lebih mudah menderita sepsis. Pada penderita IC bila

mengalami sepsis sering terjadi komplikasi yang berat yaitu syok

septik dan berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya

sepsis yang berkelanjutan, Th-2 mengekspresikan IL-10 sebagai

sitokin anti inflamasi yang akan menghambat memperbaiki

jaringan yang rusak akibat paradangan. Apabila IL-10 meningkat

lebih tinggi, kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat

dicegah. Dengan mengetahui konsep patogenesis sepsis dan syok

septik, maka kita dapat mengetahui, sitokin yang berperan dalam


17

syok septik dan dapat diketahui apakah terdapat perbedaan peran

sitokin pada beberapa penyakit dasar yang berbeda (Setiati S dkk,

2014).

e) Diagnosis Sepsis
Adapun kriteria klinik pasien sepsis yang digunakan di

dapat diketahui dengan menggunakan skor Sequential (Sepsis-

Related) Organ Failure Assessment (SOFA). Skor SOFA dirasa

lebih mudah untuk dimengerti dan sederhana. Apabila pasien

yang mengalami infeksi didapatkan Skor SOFA ≥ 2 (Tabel 1)

maka sudah tegak diagnosis sepsis (Pangalila dan Mansjoer,

2017).

Ketika mendapatkan pasien infeksi perlu dilakukan

skrining kemungkinan terjadinya sepsis. Skrining ini bisa

dilakukan dimanasaja dan kapansaja. Metodenya dengan quick

SOFA (qSOFA) (Tabel 2). Skoring ini dirasa kuat dan lebih

sederhana serta tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium

(Pangalila dan Mansjoer, 2017).

Skor qSOFA dinyatakan positif apabila terdapat 2 dari 3

kriteria di atas. Skor ini dapat digunakan dengan cepat oleh klinisi

untuk mengetahui adanya disfungsi organ, untuk menginisiasi

terapi yang tepat, dan sebagai bahan pertimbangan untuk merujuk

ketempat perawatan kritis atau meningkatkan pengawasan. Jika


18

qSOFA positif selanjutnya akan dilakukan scoring dengan metode

SOFA (Pangalila dan Mansjoer, 2017).

Tabel 1. Skor SOFA

Skor
Sistem
0 1 2 3 4
Respirasi ≥400 400 300 200 100
Dengan alat Dengan alat bantu
PaO2 /FIO2, bantu napas napas
mmHg (kPa)
Koagulasi ≥150 150 100 50 20

Platelet x 103 /μl


Liver 1,2 1,2- 2,0-5,9 6,0-11,9 12,0
Bilirubun mg/ dl 1,9
(μmol/L)
Kardiovaskule MAP MAP Dopamin5 atau Dopamin 5,1-15 Dopamin15 atau
r ≥70 70 dobutamine atau epinefrin epinefrin0,1
mmHg mmHg (dosis ≤0,1 atau
berapapun) norepinefrin ≤0,1
Sistem Saraf
Pusat 15 13-14 10-12 6-9 6
Skor Glasgow
Coma Scale
Renal
Kreatinin mg/ 1,2 1,2- 2,0-3,4 3,5-4,9 5,0
dL (μmol/L) 1,9
Urin Output <500 <200
ml/d

(Panglila dan Masjoer, 2017)


19

f) Gejala Klinis

Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya

didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik, meliputi demam,

menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah

atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan

dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-

infeksius. Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktus

digestifus, traktus urinaris, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat.

Sumber infeksi merupakan diterminan penting untuk terjadinya

berat dan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut

akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita

diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan

granulositopenia (Setiati S dkk, 2014)

g) Tata Laksana

Resusitasi cairan awal masih sama seperti panduan tahun

2012 dengan cairan kristaloid 30 mL/kg IV pada 3 jam pertama

teridentifikasi sepsis. Penilaian status cairan statis (CVP, ScVO2)

tidak direkomendasikan lagi. Pada panduan tahun 2017

direkomendasikan penggunaan variabel yang dinamis untuk

memprediksi respons cairan seperti passive leg raise, tekanan

nadi, stroke volume. Pasien diberi cairan Ringer Laktat 1500 mL,
20

dilakukan penilaian status cairan dengan tekanan nadi secara

berkala (Putra, 2018).

Prioritas utama adalah mengendalikan sumber infeksi dan

melakukan kultur. Kultur harus segera dilakukan apabila mungkin

untuk mendapatkan antibiotik yang tepat. Pemberian antibiotik

dalam 1 jam pertama setelah teridentifikasi sepsis. Regimen

antibiotik dimulai dengan antibiotik spectrum luas sebelum

patogen ditemukan, seperti Vancomycin intravena loading dose

25-30 mg/ kg, β-lactam, fluoroquinolone. Pada sebagian besar

pasien direkomendasikan rata-rata durasi pemberian 7-10 hari.

(Putra, 2018).

Penggunaan vasopressor sangat membantu pada hipotensi

menetap walaupun dengan resusitasi cairan adekuat, dengan

target MAP ≥65 mmHg. Vasopressor lini pertama adalah

norepinephrine 2-12 mcg/menit (tidak ada panduan dosis

maksimum). Pemberian vasopressin dan epinephrine dapat

dipertimbangkan jika target MAP belum tercapai atau untuk

menurunkan dosis norepinephrine. Pertimbangkan penggunaan

inotropik jika cardiac output rendah seperti pada septic

cardiomyopathy. (Putra, 2018).

h) Prognosis

Pasien tanpa kegagalan organ yang ditentukan oleh skor

SOFA di bawah atau sama dengan 2 untuk setiap organ saat


21

masuk memiliki angka kematian ICU 6% dibandingkan dengan

65% untuk mereka yang memiliki empat atau lebih kegagalan

organ. Reaksi septic tentunya sangat bervariasi dan hasil

tergantung pada individu pasien (usia, penyakit penyerta yang

sudah ada sebelumnya, latar belakang genetik) dan karakteristik

infeksi (tempat utama infeksi, jenis bakteri) (Gustot, 2011).

Para ahli menyarankan system penilaian PIRO (Predisposisi

Factor, Infection, Respon Host, and Organ Disfunction). Pertama,

prognosis sepsis tergantung pada faktor predisposisi inang,

misalnya, kehadiran sirosis yang dapat meningkatkan mortalitas

sepsis di ICU. Kedua, untuk karakteristik infeksinya, virulensinya

tinggi (yaitu, infeksi Pseudomonas) dan beberapa infeksi lainnya

(yaitu, infeksi aliran darah). Ketiga, intensitas host respon

dicirikan misalnya dengan jumlah Kriteria SIRS menurunkan

kelangsungan hidup. Dan yang terakhir yaitu disfungsi organ, ada

hubungan langsung antara jumlah organ yang gagal dan kematian

ICU (Gustot, 2011).

2. qSOFA

Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017,

identifikasi sepsis segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah

dapat menggunakan skoring qSOFA. Sistem skoring ini merupakan

modifikasi Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment

(SOFA). qSOFA hanya terdapat tiga komponen penilaian yang


22

masing-masing bernilai satu. Skor qSOFA ≥2 mengindikasikan

terdapat disfungsi organ. Skor qSOFA direkomendasikan untuk

identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan

memprediksi lama pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien

diasumsikan berisiko tinggi mengalami perburukan jika terdapat dua

atau lebih dari 3 kriteria klinis (Putra, 2018).

Tabel 2. Skor qSOFA

Kriteria Qsofa Poin

Laju pernapasan ≥ 22x/menit 1

Perubahan status mental/kesadaran 1

Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg 1

(Putra, 2018)

Skor qSOFA dapat dilakukan di samping tempat tidur tanpa

sumber daya tambahan, sehingga dapat menjadi alat klinis dalam

mengidentifikasi disfungsi organ pada pasien sepsis (Rudd., 2018).

Skor qSOFA ditujukan untuk mengidentifikasi pasien dewasa

dengan curiga infeksi yang memiliki kecenderungan memperoleh

outcome yang buruk. Parameter ini berguna bagi klinisi untuk secara

cepat mengidentifikasi disfungsi organ serta memberikan terapi yang

tepat dan sesegera mungkin. Penelitian Seymour dkk, pada pasien

yang dicurigai mengalami infeksi dan dirawat di ICU skor qSOFA

tidak terlalu signifikan dalam memprediksi kematian dalam rumah

sakit jika dibandingkan dengan skor SOFA, hal ini mungkin


23

dipengaruhi oleh faktor perancu salah satunya yaitu penggunaan

peralatan untuk menyokong organ (misalnya ventilasi mekanik,

vasopresor). Namun, pada pasien dengan curiga infeksi yang dirawat

di luar ICU, validitas skor qSOFA untuk memprediksi kematian di

rumah sakit lebih tinggi daripada skor SOFA (Seymour dkk., 2016).

Sejumlah penelitian telah mengevaluasi metode untuk

mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi infeksi di berbagai ruang

perawatan. Studi Tusgul et al (2017) pada 886 pasien yang dicurigai

dan telah didiagnosis mengalami infeksi di unit gawat darurat

menunjukkan penggunaan qSOFA di unit gawat darurat menunjukkan

hasil kriteria SIRS lebih baik daripada skor qSOFA dalam

mengidentifikasi sepsis, namun qSOFA lebih baik daripada SIRS

dalam mengidentifikasi pasien infeksi yang berisiko mengalami

kematian dalam waktu 48 jam. Kriteria SIRS memiliki sensitivitas

yang lebih baik sehingga penggunaannya efektif sebagai screening

tool infeksi. Di sisi lain, qSOFA lebih baik dalam mengidentifikasi

pasien infeksi yang berisiko mengalami kematian sebab qSOFA

memasukkan disfungsi organ dalam penilaiannya, sedangkan SIRS

tidak memasukkan disfungsi organ yang dialami oleh pasien dengan

infeksi berat (Sari, 2019).

Penelitian Song dkk. (2018) menjelaskan bahwa berdasarkan

data yang dipublikasikan setelah penerapan Sepsis-3 diperoleh

validitas prediktif mortalitas di rumah sakit dari skor qSOFA secara


24

statistik lebih besar dibandingkan dengan skor Sequential Organ

Failure Assessment (SOFA) atau Systemic Inflammation Response

Syndrome (SIRS) dalam menemukan pasien sepsis di luar ruang ICU.

Sebanyak 82,8% pasien dengan skor qSOFA positif (qSOFA ≥2)

menunjukkan disfungsi organ akut dan meningkatkan risiko kematian.

Skor qSOFA positif memberikan sensitivitas 51%, spesifisitas 83%

dan akurasi 74% dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit.

Skor qSOFA dengan nilai spesifisitas yang tinggi

menunjukkan bahwa qSOFA bermanfaat untuk mengidentifikasi

pasien terinfeksi yang berisiko mengalami perburukan kondisi. Oleh

karena itu, qSOFA dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk

dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi disfungsi

organ (Sari, 2019).


25

B. Kerangka Teori

 Bakteri (gram +/gram -)


 Jamur
Infeksi
 Parasit
 Virus
Respon Imun

Pengeluaran sitokin Pro


Inflamasi dan Antiinflamasi

Pengaktifan Sistem Sel PMN


Inflamasi
Imun Adaptif (Neutrofil) adhesi
(PMN dan MN) ke endotel
Endotel pembuluh
darah lisis
Gangguan Vaskuler
- Respirasi
- Koagulasi
Kriteria SOFA Kerusakan Organ
- Liver
Multipel
- SSP
- Kardiovaskuler
Sepsis
- Kriteria
Renal qSOFA
-

Gambar 1. Kerangka Teori

BAB III

METODE PENELITIAN
26

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah jenis penelitian Uji Diagnostik yang

merupakan Observasional Deskriptif, dengan desain penelitian Cross-

Sectional yang digunakan untuk mengetahui gambaran Uji Diagnostik kriteria

qSOFA di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan data sekunder melalui rekam

medik.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020-

Januari 2021.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rekam medik Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien infeksi baik

sepsis dan non sepsis yang di rawat di Rumah Sakit Bahteramas pada

tahun 2018-2020.

2. Sampel Penelitian
27

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan

purposive sampling, dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi

dan ekslusi akan dianalisis. Sampel pada penelitian ini dibagi berdasarkan

pasien yang didiagnosis sepsis dan non sepsis oleh dokter berdasarkan

rekam medik dan dirawat di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara. Besar sampel dihitung dengan rumus Lameshow

karena populasi dalam penelitian ini tidak diketahui


2
(Za) PQ
n= 2
d

Keterangan:

Za = 1,96

P= Sensitivitas alat yang diinginkan sebesar 95%

Q= 1- P

D2= penyimpangan yang dapat dapat diterima sebesar 5%

2
(1,96) 0,95( 1−0,95)
n= 2 = 72
0,05

Berdasarkan rumus tersebut, total sampel yang dibutuhkan dalam

penelitian ini yaitu 72 sampel.


28

3. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien yang terdiagnosis klinis sepsis atau syok septik dan non

sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas yang memiliki data

rekam medik lengkap.

2) Pasien usia 18-65 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien dengan penyakit penyerta berupa penyakit Diabetes

Melitus, HIV/AIDS, gagal ginjal kronik, dan luka bakar.

2) Pasien yang terdiagnosis klinis sepsis atau syok septik dan non

sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas tetapi tidak memiliki

data rekam medik lengkap.

D. Teknik Pengumpulan Data/Prosedur Penelitian

1. Alat dan Bahan

a) Rekam medik

b) Alat tulis

c) Laptop

2. Cara Kerja

a) Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh dari data rekam medik.


29

b) Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat

pengumpulan data berupa rekam medik yang memenuhi kriteria

inklusi.

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Definisi Operasional

a) Sepsis

Pasien infeksi yang terdiagnosis klinis sepsis oleh dokter

berdasarkan skor kriteria Sequential Organ Failure Assessment

(SOFA) di rekam medik.

b) Non-sepsis

Pasien infeksi yang tidak terdiagnosis klinis sepsis oleh

dokter berdasarkan skor kriteria Sequential Organ Failure Assessment

(SOFA) di rekam medik.

c) qSOFA

Skor penilaian kegagalan organ berdasarkan laju pernafasan,

tekanan darah, dan kesadaran saat didiagnosis sepsis atau syok septik

yang tercantum dalam rekam medik pasien.

2. Kriteria Objektif
30

qSOFA

1) Skor penilaian

Nilai 0-1 : non sepsis

Nilai ≥2 : sepsis

2) Skala Data : Nominal

F. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan

perangkat lunak komputer program Microsoft Word 2007 dan pada uji

diagnostik dapat dibuat tabel 2x2. Tabel yang dapat dibuat, adalah sebagai

berikut:

Tabel 3. Analisis Data

qSOFA Sepsis Non Sepsis

+ TP FP TP+FP

- FN TN FP+TN

TP+FN FP+TN Total

Keterangan:

1. TP = jumlah yang dinyatakan positif oleh test dan baku

emas menyatakan sakit


31

2. FP = Jumlah yang dinyatakan positif oleh test tetapi

baku emas menyatakan tidak sakit

3. FN = jumlah yang dinyatakan negatif oleh test tetapi

baku emas menyatakan sakit

4. TN = jumlah yang dinyatakan negatif oleh test dan baku

emas juga menyatakan tidak sakit

5. TP+FN = keseluruhan jumlah orang yang sakit

6. FP+TN = keseluruhan jumlah yang tidak sakit

7. TP+FP = keseluruhan jumlah yang hasilnya positif

8. FN+TN = keseluruhan jumlah yang hasilnya negatif

9. Total = jumlah total sampel yang diteliti

Penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga

negatif, dan akurasi berdasarkan tabel diatas adalah:

1. Sensitivitas

Sensitivitas adalah proporsi subyek yang sakit dengan hasil uji

diagnostik positif (positif benar) dibanding seluruh subyek yang sakit

(positif benar + negatif semu).

TP
sensitivitas= x 100 %
TP+ FN

2. Spesifisitas
32

Merupakan proporsi subyek sehat yang memberikan hasil uji

diagnosis negatif (negatif benar) dibandingkan dengan seluruh subyek

yang tidak sakit (negatif benar + positif semu).

TN
spesifisitas= x 100 %
FP+ TN

3. Nilai duga positif

Probabilitas seseorang menderita penyakit bila uji diagnostiknya

positif.

TP
NDP= x 100 %
TP+ FP

4. Nilai duga negatif

Nilai duga negatif adalah probabilitas seseorang tidak menderita

penyakit bila hasil ujiannya negatif.

TN
NDN = x 100 %
FN +TN

5. Akurasi

Akurasi adalah suatu uji yang menunjukkan ketepatan dari suatu

pemeriksaan.

TP+ TN
Akurasi= x 100 %
TOTAL
33

G. Alur penelitian

Pengambilan data awal di RS Bahteramas Kendari

Menentukan jumlah populasi dan sampel

Memenuhi kriteria sampel

Pengambilan data

Pengolahan dan analisis data

Pembahasan dan hasil penelitian

Penyajian hasil akhir

Gambar 2. Alur Penelitian


34

H. Etika Penelitian

Penelitian ini harus melalui beberapa tahap pengurusan perizinan

melalui Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo. Dalam

penelitian ini hanya menggunakan rekam medik pasien sebagai sasaran

penelitian, untuk itu penelitian ini tidak memberikan risiko apapun yang

dapat menyakiti pasien. Penelitian ini juga memenuhi beberapa prinsip

etik meliputi anonymity, dan confidentiality. Selama kegiatan penelitian,

nama responden tidak dicantumkan dan peneliti menggunakan nomor

responden (anonimity). Peneliti juga menjaga kerahasiaan identitas

responden dan informasi yang diperoleh, disimpan sebagai dokumentasi

penelitian (confidentiality).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambar 3. Lokasi Rumah Sakit Umum (RSU) Bahteramas Provinsi Sulawesi


Tenggara.

Rumah Sakit Umum (RSU) Bahteramas provinsi Sulawesi

tenggara merupakan rumah sakit pusat rujukan di wilayah Sulawesi

Tenggara. Status RSU Bahteramas saat ini adalah Rumah Sakit dengan

Akreditasi Paripurna (Bintang 5) oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) pada oktober 2017 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan

Kelas B dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan bagi dokter, dan

tenaga kesehatan lainnya. Sejak tanggal 21 November 2012 RSU Prov

Sultra pindah lokasi dari di Jalan Dr. Ratulangi  No. 151 Kelurahan

Kemaraya Kecamatan Mandonga ke Jalan Kapt. Pierre Tendean No. 50

Baruga, dan bernama Rumah Sakit Umum Bahteramas Prov. Sulawesi

tenggara.

35
36

RSU Bahteramas berdiri di atas lahan seluas 17,5 Ha.Luas seluruh

bangunan adalah 53,269 m2, Luas bangunan yang terealisasi sampai

dengan akhir tahun 2019 adalah 35,410 m2. Pengelompokkan ruangan

berdasarkan fungsinya sehingga menjadi empat kelompok, yaitu kelompok

kegiatan pelayanan rumah sakit, kelompok kegiatan penunjang medis,

kelompok kegiatan penunjang non medis, dan kelompok kegiatan

administrasi.

RSU Bahteramas menggunakan fasilitas dan peralatan medis yang

modern dan terbaru untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan

pelayanan kesehatan dan pesatnya perkembangan teknologi. Fasilitas yang

tersedia ditunjang dengan dokter-dokter yang berpengalaman dan

kompeten sesuai keahliannya. Fasilitas dan pelayanan medis seperti alat

Cath lab, CT Scan, Dialiser, USG 4 Dimensi, Laparascopy Digestive, alat

ventilator terbaru.Fasilitas penunjang antara lain ruangan Kemoterapi,

Hemodialisis, Kateterisasi Jantung, Pediatric Intensive Care Unit (PICU),

Laboratorium Klinik, dan Bedah Sentral.

RSU Bahteramas memiliki ruang perawatan intensif yaitu ICU

memiliki 11 tempat tidur, ruang perawatan intensif ICCU memiliki 7

tempat tidur, ruang perawatan intensif PICU memiliki 6 tempat tidur dan

memiliki ruangan perawatan isolasi khusus yang memiliki 14 tempat tidur.


37

B. Hasil

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Bahteramas provinsi

Sulawesi tenggara dengan mengumpulkan data dari rekam medik. Proses

pengumpulan data menggunakan data sekunder rekam medik pasien

dengan diagnosis Sepsis, Pneumonia, TB paru, Peritonitis, Demam Tifoid

yang menjalani perawatan dari tahun 2018 sampai 2020. Pengambilan data

dilakukan pada tanggal 21 desember 2020 hingga 7 januari 2021. Pada

tahun 2018 jumlah pasien sepsis sebanyak 45 kasus dan pada tahun 2019

sebanyak 55 kasus, serta pada tahun 2020 sebanyak 16 kasus. Pada tahun

2018 sampai 2020 sebanyak 116 kasus. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dengan teknik purposive sampling sehingga didapatkan 72

sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Data sekunder yang dikumpulkan diolah menggunakan Microsoft

word dan dihitung memakai tabel 2x2 yang hasilnya dapat dilihat sebagai

berikut:

Tabel 4. Nilai skor qSOFA pada pasien sepsis dan non sepsis

Skor qSOFA Sepsis Non Sepsis


3 5 0
2 15 4
1 13 25
0 3 7
Sumber : Data Sekunder Rekam Medik RSU Bahteramas 2018-2020

Berdasarkan tabel 4, skor qSOFA dengan nilai 3 pada pasies yang

didiagnosis sepsis sebanyak 5 orang dan pada pasien non sepsis tidak ada.

Sedangkan skor qSOFA dengan nilai 2 pada pasien yang didiagnosis


38

sepsis sebanyak 15 orang dan pada pasien non sepsis sebanyak 4 orang.

Skor qSOFA dengan nilai 1 pada pasien yang didiagnosis sepsis sebanyak

13 orang dan pada pasien non sepsis sebanyak 25 orang. Sedangkan skor

qSOFA dengan nilai 0 pada pasien yang didiagnosis sepsis sebanyak 3

orang dan pada pasien non sepsis sebanyak 7 orang.

Tabel 5. Analisis Hasil Data Sepsis berdasarkan tabel 2x2

qSOFA Sepsis Non Sepsis


+ 20 4 24
- 16 32 48
Total 36 36 72

Berdasarkan data pada tabel 5 menunjukkan total sampel pasien

infeksi sebanyak 72 pasien, 36 pasien yang didiagnosis secara klinis

menderita sepsis. Jumlah sampel true positif yaitu sebanyak 20 pasien,

true negatif 32 pasien, false positif sebanyak 4 pasien, dan false negatif

sebanyak 16 orang.

1. Sensitivitas

TP
sensitivitas= x 100 %
TP+ FN

20
¿ x 100 %
36

= 55 %

Sensivisitas qSOFA dalam mendiagnosis sepsis yang

didapatkan pada hasil penelitian ini, yaitu 55 %.


39

2. Spesifisitas

TN
spesifisitas= x 100 %
FP+ TN

32
¿ x 100 %
36

= 88%

Spesifisitas qSOFA dalam mendiagnosis sepsis yang

didapatkan pada hasil penelitian ini, yaitu 88%.

3. Akurasi

TP+ TN
Akurasi= x 100 %
TOTAL

52
¿ x 100 %
72

= 72%

Akurasi qSOFA dalam mendiagnosis sepsis yang

didapatkan pada hasil penelitian ini, yaitu 72%.

4. Nilai Duga Positif (NDP)

TP
NDP= x 100 %
TP+ FP

20
¿ x 100 %
24

= 83%

Nilai Duga Positif (NDP) qSOFA dalam mendiagnosis

sepsis yang didapatkan pada hasil penelitian ini, yaitu 83%.


40

5. Nilai Duga Negatif (NDN)

TN
NDN = x 100 %
FN +TN

32
¿ x 100 %
48

= 66%

Nilai Duga Negatif (NDN) qSOFA dalam mendiagnosis

sepsis yang didapatkan pada hasil penelitian ini, yaitu 66%

Tabel 6. Distribusi Penyakit Penyebab Sepsis

Penyakit N %
Pneumonia 30 83.3
Tuberculosis 5 13.9
SSTI 1 2.8
n Total 36 100.0
Sumber : Data Sekunder Rekam Medik RSU Bahteramas 2018-2020

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan distribusi penyakit penyebab

sepsis terbanyak di RSU Bahteramas berdasarkan diagnosis klinis yaitu

pneumonia sebanyak 30 orang dengan persentase 83.3%, Tuberculosis

sebanyak 5 orang dengan persentase 13.9% dan SSTI 1 orang dengan

persentase 2.8%.
41

C. Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan sensitivitas 54%. Hal ini sejalan

dengan penelitian Maitra dkk yaitu sensitivitas qSOFA 48%, penelitian

Machado dkk juga melaporkan sensitivitas qSOFA sebesar 53,9%

Perbedaan nilai sensitivitas ini dapat disebabkan oleh variasi jumlah

subjek penelitian dan keterlibatan beberapa tempat dalam melakukan

penelitian. Hal ini menunjukkan sesitivitas qSOFA yang rendah dalam

memprediksi mortalitas pasien (Efris Kartika Sari, 2019).

Nilai sensitivitas qSOFA yang rendah dapat berarti pasien yang

sebenarnya berisiko tinggi untuk mengalami perburukan atau kematian

dapat tidak teridentifikasi dengan tepat. (Efri Kartika Sari, 2019)

Pada penelitian ini didapatkan spesifisitas qSOFA yaitu 88%. Hal

ini sejalan dengan penelitian Ibnu dkk dimana spesifisitas qSOFA 88%,

Penelitian Maitra dkk juga melaporkan spesifisitas qSOFA 83% .

penelitian Hongcheng Tian diantara 935 pasien dengan sepsis, 469

diantaranya memenuhi kriteria qSOFA dengan spesifisitas 78,1%.

Perbedaan spesifisitas juga dapat disebabkan oleh jumlah subjek penelitian

dan keterlibatan beberapa tempat dalam melakukan penelitian.

Skor qSOFA dengan nilai spesifisitas yang tinggi menunjukkan

bahwa qSOFA bermanfaat untuk mengidentifikasi pasien terinfeksi yang

berisiko mengalami perburukan kondisi. Oleh karena itu qSOFA dapat

digunakan sebagai pertimbangan untuk dilakukannya pemeriksaan lebih


42

lanjut terhadap kondisi disfungsi organ pada pasien yang terinfeksi,

memulai meningkatkan terapi yang sesuai, dan sebagai pertimbangan

untuk merujuk pasien ke ruang rawat intensif (Efris Kartika Sari, 2019).

Spesifisitas tinggi qSOFA memberikan manfaat besar untuk

skrinning pasien yang diduga mengalami infeksi dan memiliki potensi

berkembang menjadi kondisi disfungsi organ. Terpenuhinya dua atau lebih

skor qSOFA dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk memulai terapi

atau memindahkan pasien ke ruang rawat intensif. Namun, karena qSOFA

memiliki sensitivitas rendah, maka perlu menilai kembali risiko terjadinya

bias atau tidak terdiagnosisnya pasien yang mengalami fase awal sepsis.

Solusi yang dimunculkan yaitu melengkapi penilaian pasien dengan

menggunakan biomarker seperti laktat atau biomarker penanda sepsis

lainnya. Oleh karena itu, penggunaan kriteria qSOFA disarankan sebagai

identifikasi sepsis di luar setting ruang rawat intensif, dan mendorong

tindakan lebih lanjut pada pasien yang dicurigai mengalami sepsis (Efris

Kartika Sari, 2019).

Nilai duga positif yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 85%.

berarti bahwa kemungkinan seseorang menderita sepsis berdasarkan

diagnosis klinis oleh dokter apabila hasil skor qSOFA pasien tersebut

positif. Besarnya nilai NDP tidak hanya dipengaruhi oleh sensitivitas dan

spesifisitas tetapi juga prevalensi penyakit pada suatu tempat meneliti.

Semakin tinggi prevalensi penyakit di populasi makan NDP akan semakin

besar.
43

Nilai duga negatif yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 65%

berarti bahwa kemungkinan seseorang menderita sepsis berdasarkan

diagnosis klinis oleh dokter apabila hasil skor qSOFA pasien tersebut

negatif. Besarnya NDN juga di pengaruhi prevalensi penyakit pada

populasi selain sensitivitas dan spesifisitas. Tetapi arah hubungannya

berbeda, dimana semakin tinggi prevalensi penyakit di populasi makan

NDN akan semakin kecil.

Nilai akurasi qSOFA pada penelitian ini yaitu 72% berarti bahwa

hasil positif skor qSOFA bisa mendiagnosis 72% pasien dengan tepat. Hal

ini juga sejalan dengan penelitian Machado dkk dimana akurasi qSOFA

yaitu 73%.

Hasil nilai qSOFA pada penelitian ini dan didukung oleh beberapa

penelitian sebelumnya menunjukkan nilai spesifisitas yang cukup tinggi

sehingga kriteria qSOFA dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi

pasien yang mengalami perburukan. Oleh karena itu, qSOFA dapat

digunakan sebagai skrinning awal pasien sepsis di Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun dokter yang terlibat

pengobatan dan proses pengambilan keputusan harus berhati-hati dalam

menegakkan diagnosis sepsis dan perlu menilai kembali risiko terjadinya

bias atau tidak terdiagnosisnya pasien yang mengalami fase awal sepsis.

Alat uji diagnostik dengan tingkat sensitivitas yang tinggi

dibutuhkan untuk mendiagnosis suatu penyakit, spesifisitas yang tinggi

lebih dibutuhkan untuk skrinning atau dugaan adanya suatu penyakit


44

(Budiarto, 2012). Hasil uji sensitivitas dan spesifisitas diinterpretasikan

amat baik (Sensitivitas dan Spesifisitas > 90%), baik (Sensitivitas dan

Spesifisitas 70%-80%), Cukup baik (Sensitivitas dan Spesifisitas 60%-

70%), Kurang baik (Sensitivitas dan Spesifisitas < 60% (Waspadji, 2003)

Pada penelitian ini didapatkan empat sampel terdapat peningkatan

skor qSOFA 2 pada pasien Non Sepsis namun tidak terdiagnosisnya

menggunakan standar baku. Pada tiga pasien tersebut yaitu pasien

Pneumonia didapatkan peningkatan frekuensi pernapasan dan penurunan

tekanan darah. Frekuensi pernapasan meningkat disebabkan oleh pada

pasien Pneumonia salah satu manifestasi klinisnya yaitu akan mengalami

gangguan pada proses ventilasi yang disebabkan karena penurunan volume

paru. Untuk mengatasi gangguan ventilasi, tubuh akan berusaha

melakukan kompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan

sehingga secara klinis terlihat tanda upaya inspirasi. Pada pneumonia

terjadi penurunan tekanan darah akibat terjadinya inflamasi maka akan

terjadinya kerusakan sel endotel. Nitrit okside yang dilepaskan saat

inflamasi akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang akan

menimbulkan respon tubuh yaitu hipotensi. Pada penelitian ini terdapat

skor qSOFA 0 pada pasien yang didiagnosis klinis sepsis yaitu sebanyak

tiga sampel. Hal dikarenakan pada pasien tersebut didapatkan peningkatan

nilai kreatinin dimana hal ini mempengaruhi peningkatan skor SOFA ≥2

yang menunjukan disfungsi organ dan pada kriteria qSOFA kadar

kreatinin tidak dinilai sehingga tidak terdapat peningkatan skor qSOFA.


45

Nilai qSOFA sangat berpengaruh dengan mortalitas pasien sepsis.

Semakin tinggi skornya semakin tinggi mortalitasnya. Komponen dari

pengukuran qSOFA yaitu GCS. GCS adalah sebuah alat ukur yang dapat

dipercaya serta secara universal dapat mengukur tingkat kesadaran

seseorang. Skor GCS dapat mengukur respon mata, motorik, dan verbal,

diberikan rentang antara 0-15 sehingga dapat diketahui sejauh mana otak

mengalami permasalahan. GCS dianggap penting karena penilaian

menggunakan GCS dipercaya dapat memprediksi perkembangan kondisi

pasien. Pada sebuah penelitian lain juga menyebutkan bahwa GCS adalah

salah satu pengukuran yang digunakan untuk memprediksi status

discharge (hidup atau mati) dari rumah sakit (Ilham Akbar dkk., 2018)

Ketidaknormalan tekanan darah sistolik akan meningkatkan risiko

mortalitas pasien dengan usia di atas 50 tahun. Dalam kondisi sepsis yang

dimaknai oleh kegagalan fungsi organ, cardiac arrest atau henti jantung

dapat terjadi pada pasien dengan kondisi syok sepsis maupun hipotensi.

Hal ini dikarenakan adanya ketidakadekuatan cardiac output sehingga

penggunaan terapi inotropik sangat penting untuk meningkatkan denyut

nadi dan kerja pompa jantung (Ilham Akbar dkk., 2018)

Frekuensi napas adalah salah satu komponen penilaian yang

menjadi prediktor yang baik untuk menentukan mortalitas pasien sepsis.

Pada skala pengukuran skor qSOFA oleh Arbiyantara menyebutkan bahwa

dalam analisis regresi logistik, ternyata frekuensi pernafasan adalah salah


46

satu komponen penilaian yang secara signifikan berpengaruh dengan

mortalitas pada pasien sepsis. (Ilham Akbar dkk, 2018).

Pada penelitian ini menunjukkan penyakit terbanyak yang

menyebabkan sepsis yaitu Pneumonia dengan presentase 83.3%. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Juniarty dkk yaitu dari 126

pasien sepsis dan syok septic ditemukan sumber utama sepsis dan syok

septik ialah pneumonia sebanyak 42%. Hal ini disebabkan kuman

S.Pneumoniae mudah masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi atau aspirasi

ke segmen paru-paru/lobus paru-paru. Infeksi pneumonia dapat terjadi

sebelum masuk rumah sakit, saat mendapatkan penanganan medis, atau

saat menjalankan proses perawatan di ICU (Juniarty dkk., 2017). Hal ini

juga sesuai dengan penelitian Victoria dkk penyakit komorbid yang

terbanyak menyebabkan sepsis yaitu Pneumonia sebanyak 19,5%

Pneumonia merupakan infeksi nasokomial paling umum kedua di

ICU, menyerang kira-kira 27% dari pasien. Sekitar 86% dari penyakit

nasokomial pneumonia terinfeksi dari penggunaan ventilasi mekanik yaitu

Ventilator-Associated pneumonia (VAP). Berdasarkan data dan acuan

pustaka, sepsis dengan penyakit dasarnya pneumonia paling banyak

disebabkan karena penggunaan ventilasi mekanik sehingga terjadi VAP

yang mendasari diagmosis pneumonia (Rheza dkk, 2016)


47

D. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kesalahan mengingat

adanya keterbatasan dan hambatan selama proses penelitian ini

berlangsung, yaitu terdapat beberapa data rekam medik yang kurang

lengkap sehingga peneliti tidak dapat menerima informasi secara lengkap.

Penelitian ini juga dibatasi oleh terdapatnya komputer yang rusak di ruang

rekam medik Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara sehingga menyulitkan peneliti memperoleh informasi rekam

medik.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian uji diagnostik dengan menggunakan kriteria

qSOFA dalam mendiagnosis awal pasien sepsis di Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat disimpulkan bahwa kriteria

qSOFA memiliki sensitivitas 55%, spesifisitas 88%, akurasi 72%, NDP 85%,

dan NDN 66% dalam mendiagnosis awal sepsis di Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini belum sepenuhnya sempurna karena

keterbatasan peneliti, sebagai referensi untuk melanjutkan penelitian

selanjutnya dengan menggunakan kriteria penilaian lain yang berbeda

pada penelitian ini.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan hasil

penelitian ini dan menjadi pertimbangan untuk penggunaan kriteria

qSOFA dalam mendiagnosis awal sepsis di Rumah Sakit Umum

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

48
DAFTAR PUSTAKA

Akbar I, Widjajanto E, Fathoni M. 2018. Faktor Dominan dalam Memprediksi


Mortalitas Pasien dengan Sepsis di Unit Gawat Darurat. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 30(2):153-158

Budiarto E. 2012. Metode Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar. Jakarta.


EGC: 185

Dafitri IA, Khairsyaf O, Medison I, Sabri YS . 2020. Korelasi Qsofa Dan NLR
Terhadap Kadar Prokalsitonin Untuk Memprediksi Luaran Pasien Sepsis
Pneumonia Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Respirologi Indonesia.
4(3):173-179

Daniel Rawis, Diana Ch. Lalenoh, Mordekhai L. Laihad. 2019. Kode Biru pada
pasien Sepsis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Jurnal e-Clinic :143

Efris Kartika Sari. 2019. Perbandingan Qsofa Dan Sirs Dalam Mengidentifikasi
Pasien Dengan Sepsis Dan Memprediksi Mortalitasnya. Tinjauan Literatur
6(4): 277-279

Gustot, T. 2011. Multiple organ failure in sepsis: prognosis and role of systemic
inflammatory response. Wolters Kluwer Health. 17: 153-159

Irvan, Febyan, Suparto. 2018. Sepsis Dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru. Jurnal Anastesiologi Indonesia 10(1):63-71

Jiang J, Yang J, Jin Y, Cao J, Lu Y. 2018. Role of qSOFA in predicting mortality


of pneumonia. Jurnal Medicine (Baltimore). 97(40)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk. 01.07/ Menkes/


342/ 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Sepsis. Jakarta

Marik PE, Taeb AM. 2017. SIRS, qSOFA and new sepsis definition. J Thorac
Dis. 9(4):943-5.

Martin GS. 2012. Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in
incidence, pathogens and outcomes. Expert Rev Anti Infect Ther.

McLymont N, Glover GW. 2016. Scoring systems for the characterization of


sepsis and associated outcomes. Ann Transl Med 4(24):527.

Mira. 2019. Gambaran Nilai Monitoring Hemodinamik Non Invasif Padapasien


Sepsis Di Ruang Intensif Care. Mahakam Nursing Journal 2(6): 268-278

49
50

Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika

Nainggolan JPJ, Kumaat LT, Laihad ML. 2017. Gambaran Sumber Terjadinya
Infeksi pada Penderita Sepsis dan Syok Septik di ICU RSUP Prof. Dr. R.
D. Kanou Manado Periode Agustus 2016 sampai dengan September 2017.
Jurnal e-Clinic. 4(2):300-304

Panglila, F.J.V., Mansjoer, A. 2017. Penatalaksanaan Sepsis dan Syok Septik


Optimalisasi Fasthugsbid. Jakarta. Perhimpunan Dokter Intensive Care
Indonesia (PERDICI)

Putra, IAS. 2019. Update Tatalaksana Sepsis. CDK Journal 46(11): 681-685

Putra, IMP. 2018. Pendekatan Sepsis dengan Skor SOFA. CDK Journal 45(8):
606-609

Rudd KE, Seymour CW, Aluisio AR, Augustin ME, Bagenda DS, Beane A. 2018.
Association of the quick sequential (sepsis-related) organ failure
assessment (qSOFA) score with excess hospital mortality in adults with
suspected infection in low and middle country. JAMA.

Sari K Efris. 2019. Perbandingan Qsofa Dan Sirs Dalam Mengidentifikasi Pasien
Dengan Sepsis Dan Memprediksi Mortalitasnya. 6:4,

Sastroasmoro S, Ismael, Sofyan. 2014. Dasar- Dasar Metode Penelitian Klinis


Edisi ke- 5. Jakarta: Sagung Seto.

Setiati, S., Sudoyo, AW., Simadibrata, M., Setyohadi, B., Syam, AF., Mansjoer,
A., dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.4. Cetakan Ketiga.
Internal Publishing. Jakarta.
Seymour CW, Liu VX, Iwashyna TJ, Brunkhorst, FM, Rea TD, Scherag A, et al.
2016. Assessment of Clinical Criteria for Sepsis For the Third
International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock
(Sepsis-3).

Singer M, Deutschman C dkk. 2016. The third international consensus definitions


for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA. 315:801-10.

Song JU, Sin CK, Park HK, Shim SR, lee JH. 2018. Performance of the quick
sequential (sepsisrelated) organ failure assessment score as a prognostic
tool in infected patients outside the intensive care unit . Journal Critical
Care. 22(28):1-13.
51

Suwondo VN, Jatmiko HD, Hendrianingtyas M. 2015. Karakteristik Dasar Pasien


Sepsis Yang Meninggal Di Icu Rsup Dr.Kariadi Semarang Periode 1
Januari – 31 Desember 2014. Media Medika Muda. 4(4):1586-1596.

Waspadji, S. 2003. Studi Epidemiologi. Jakarta: FK UI

W. Joost, W., 2018. Handbook of Sepsis, 1st edition. ed. Springer Berlin
Heidelberg,

World Health Organization. 2017. Sepsis.

World Health Organization. 2020. Global Report on The Epidemiology and


Burden of Sepsis. Geneva: World Health Organization
52

Lampiran 1. Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama lengkap Nabila Shaddad, dilahirkan di Kendari,

Sulawesi Tenggara tanggal 12 Januari 2000. Peneliti anak ketiga

dari empat bersaudara yang merupakan pasangan dari drs.

Mushaddad M.Si dan Erny Sulastri.

Peneliti mengawali pendidikan formal di TK Musdalifah (2004-2005).

Selanjutnya peneliti melanjutkan jenjang Sekolah Dasar di SDN 1 Poasia (2005-

2001). Kemudian peneliti melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama

di SMP Negeri 5 Kendari (2011-2013). Kemudian Peneliti melanjutkan

pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Kendari (2013-2016).

Peneliti masuk di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada tahun 2017

melalui jalur SMMPTN (Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi). Peneliti

bergabung menjadi anggota Asian Medical Students Association 2018/2019.

Untuk menyelesaikan studi di FK UHO, Peneliti melakukan peneliti dengan judul

“Uji Diagnostik Dengan Menggunakan Kriteria qSOFA dalam Mendiagnosis

Awal Pasien Sepsis di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran.
53

Lampiran 2. Master tabel

UMUR

Data Rekam Medik


NO RESPONDEN JK
Laju Skor qSOFA
pernapasan/ qSOFA
DIAGNOSIS TDS GCS menit S/NS

1. Tn. M L 56 Sepsis, tb 1 0 1 2 S

2. Tn. LON L 60 Sepsis, 1 1 1 3 S


pneumonia

3. Ny. B P 37 Sepsis, tb 1 1 1 3 S

4. Ny. R P 61 Sepsis, 0 0 1 1 NS
pneumonia

5. Tn. S L 56 Sepsis, 0 0 1 1 NS
pneumonia

6 Ny. ML P 57 Peritonitis 0 0 1 1 NS

7 TN. AM L 42 Pneumonia 0 0 1 1 NS

8. Tn. Ami L 64 Pneumonia 0 0 1 1 NS

9 Tn. L L 51 Sepsis, 0 0 0 0 NS
pneumonia

10. Tn. MFAH L 21 Pneumonia 0 0 1 1 NS

11. Nn. Ty P 23 Sepsis, TB 1 0 1 2 S

12. Tn. B L 64 Sepsis, TB 1 0 1 2 S

13 Tn.K L 63 Pneumonia 0 0 1 1 NS

14. Tn. A L 47 Pneumnia 0 0 0 0 NS

15. Tn. T L 58 Pneumonia 1 0 1 2 S

16 Tn. R L 24 Sepsis, 1 0 1 2 S
pneumonia

17. Tn. B L 63 Sepsis, 0 0 1 1 NS


54

pneumonia

18. Tn. P L 58 Pneumonia 1 0 1 2 S

19. Tn. Z L 39 Sepsis, 1 0 1 2 S


pneumonia

20 Tn. W P 42 Sepsis, 1 0 1 2 S
pneumonia

21 Tn. LOB L 55 Pneumonia 1 0 1 1 S

22. Ny. AFM P 36 Pneumonia 0 0 1 1 NS

23. Tn. I L 25 TB 0 0 1 1 NS

24 Ny. W P 57 Sepsis, STTI 0 0 0 0 NS

25. Tn. H L 27 Pneumonia 0 0 1 1 NS

26 Ny. Y P 40 Sepsis, 0 0 1 1 NS
pneumonia

27 Ny. HA P 28 Sepsis, 1 0 1 2 S
pneumonia

28 Nn.ND P 25 Sepsis, 1 0 1 2 S
pneumonia

29 Ny. WOT P 48 SEPSIS, 0 0 1 1 NS


pneumonia

30 Ny. M P 53 Sepsis, 1 0 1 2 S
pneumonia

31 Tn. HNT L 64 Sepsis, 0 0 1 1 NS


pneumonia

32 Tn. HD L 52 TB 0 0 1 1 NS

33 Ny. P 54 Demam Tifoid 0 0 0 0 NS


Andisnawati

34 Tn. AA L 22 Demam Tifoid 0 0 0 1 NS

35 Tn. F L 30 TB 1 0 0 1 NS

36 Tn. S L 55 SEPSIS, 0 0 1 1 NS
55

pneumonia

37 Ny. AL P 35 TB 0 0 1 1 NS

38 Nn. SRNM P 27 Sepsis, 1 0 1 2 S


pneumonia

39 Tn. NW L 64 SEPSIS, 0 1 1 2 S
pneumonia

40 Tn. Su L 20 Pneumonia 0 0 1 1 NS

41 Tn. Sa L 27 TB 0 0 1 1 NS

42 Ny. KW P 52 Sepsis, 0 0 1 1 NS
pneumonia

43 Ny. Nd P 49 TB 0 0 1 1 NS

44 TN. P L 60 TB 0 0 1 1 NS

45 Tn. As L 30 Sepsis, TB 0 0 1 1 NS

46 Ny. Ra P 60 Pneumonia 0 0 1 1 NS

47 Ny. Q P 61 TB 0 0 1 1 NS

48 Tn. SS L 31 Pneumonia 0 0 0 0 NS

49 Tn. M L 31 TB 0 0 1 1 NS

50 Tn. R L 32 Syokseptik, 1 0 1 2 S
pneumonia

51 Tn. Ma L 50 Pneumonia 1 0 1 2 S

52 Tn LH L 50 Sepsis, 1 0 1 2 S
pneumonia

53 Tn. Su L 33 Syokseptik, 1 1 1 3 S
pneumonia

54 Ny. WON P 52 Sepsis, 0 0 1 1 NS


pneumonia

55 Tn. J L 65 Sepsis, 0 0 1 1 NS
pneumonia

56 Tn. Da L 42 Sepsis, 1 0 1 2 S
56

pneumonia

57 Tn. HW L 45 Sepsis, 0 0 1 1 NS
pneumonia

58 Tn.Su L 57 Sepsis, 1 1 1 3 S
pneumonia

59. Ny. MY P 62 Sepsis, 0 0 1 1 NS


pneumonia

60 Ny. KL P 47 TB 0 0 1 1 NS

61 Ny. T P 55 Sepsis, 1 1 1 3 S
pneumonia

62 Tn. G L 59 Sepsis, 0 0 0 0 NS
pneumonia

63 Tn. WS L 61 Peritonitis 0 0 1 1 NS

64. Ny. Siti P 36 Demam tifoid 1 0 0 1 NS

65. Ny. Defa P 25 Demam Tifoid 0 0 0 NS

66. Ny. St umaya P 23 Demam tifoid 1 0 0 1 NS

67. nn. sonar P 22 Demam tifoid 0 0 0 0 NS


pratiwi

68. Ny. nurhayati P 51 Demam tifoid 0 0 0 0 NS

69 Tn. T P 52 Pneumonia 0 0 1 1 NS

70 Ny. S P 32 Pneumonia 0 0 1 1 NS

71 Ny.M P 55 Pneumonia 0 0 0 0 NS

72 Ny. Nu P 63 Sepsis, 0 1 1 2 S
pneumonia

Keterangan:

TDS (Tekanan Darah Sistol) GCS Laju Pernapasan Skor qSOFA

0= > 100 MmHg 0= 15 0= <22 x/menit S= Sepsis

1= ≤ 100 MmHg 1= <15 1= ≥22 x/menit NS= Nonsepsis


57

Lampiran 3. Surat Kelayakan Etik


58

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Balitbang


59

Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian


60

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian


61

Anda mungkin juga menyukai