Anda di halaman 1dari 88

UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN

DENGAN PEMERIKSAAN OTOSKOP LANGSUNG


PADA SISWA KELAS SDN CIRENDEU

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :
Wafa Sofia Fitri
NIM :

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
H/ M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat , September

Wafa Sofia Fitri

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN


PEMERIKSAAN OTOSKOP LANGSUNG PADA SISWA KELAS DI
SDN CIRENDEU

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Wafa Sofia Fitri
NIM :

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
H/ M

iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP


DIBANDINGKAN DENGAN PEMERIKSAAN OTOSKOP LANGSUNG
PADA SISWA KELAS DI SDN CIRENDEU yang diajukan oleh Wafa
Sofia Fitri (NIM: ), telah diujikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran pada Oktober . Laporan penelitian ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program
Studi Kedokteran.

Jakarta, Oktober

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puji
dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
berkah dan ridho-Nya selama proses hingga laporan penelitian berjudul “Uji
Diagnostik Otoendoskop Dibandingkan dengan Pemeriksaan Otoskop Langsung pada
Anak Sekolah Dasar Kelas di SDN Cirendeu” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang menjadi suri tauladan dalam kehidupan.

Penulis menyadari laporan penelitian ini tidak dapat tersusun tanpa adanya
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,oleh karena itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :

. Dr. Hari Hendarto, Sp.PD, PhD, FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
. Dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku ketua Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing
saya selama menjalani pendidikan kedokteran di FK UIN Jakarta.
. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, DDS, Ph.D selaku penanggung jawab riset untuk
Program Studi Kedokteran angkatan .
. Dr .Erfira, Sp.M , selaku pembimbing akademik yang terus memberikan semangat
dan membantu penulis selama menjalani masa studi di preklinik.
. Dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL dan Dr. Cut Warnaini, M.P.H selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran serta memberi
pengarahan dan bantuan dalam bentuk apapun untuk membimbing penulis hingga
laporan penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.
. Dr. Diana Rosalina, Sp.THT-KL, selaku pembaca hasil penelitian sekaligus dosen
pembimbing yang telah memberikan kesediaan, meluangkan waktu, tenaga, dan
pemikiran dalam membantu penulis menjalani penelitian ini.
. Kedua Orang tua tercinta , Drs. Armedi ,MM dan Dra. Susnetti serta kedua kakak
kandung Septian Intizom, S.E dan dr. Muthia Fadhilah yang selalu mencurahkan
kasih sayang, motivasi,dorongan, doa, bantuan dan dukungan kepada penulis.
. Andi Noldy Yusuf, Niswatur Rosyidah, Harum Dzati F, sebagai teman – teman
seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama, saling membantu,

v
saling mendukung, menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan saling
menyemangati dalam menyelesaikan penelitian ini.
. Robby Franata Sitepu yang telah membantu, mengingatkan, menemani,
memberikan semangat, teman diskusi dan berjuang bersama dalam melewati
masa preklinik di FK UIN Jakarta.
. Kenyo Sembodro Pramesti yang selalu menemani penulis selama masa
pendidikan, sebagai tempat untuk saling berbagi kisah, berdiskusi tentang banyak
hal dan selalu mendukung penulis.
. Widda Mayyala, Sarah Azizah, Muhammad As’ad, Aqilla Puterikami,Mega
Latenriole, Qotrun Nada, Aji Dwi S, Afifah Raisa, Vina Izzatul yang selalu
mengingatkan, menemani, dan memberikan semangat kepada penulis.
. Sahabat Penulis Alya Salsabila, Naura Nazhifah Bakri, Suci Ramadhani Putri,
Uray Cassandra dan Safira Khairunisa yang selalu mengingatkan, memberi
semangat dan mendorong penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.
. Sahabat penulis Fitria Tahta Alfina, Rahayu Muhsi Amaliya, Abidah Farhani,
Auliya Yasmin Uzair, Naura Andini Fadhila dan teman – teman sejawat
AMIGDALA yang telah berjuang bersama dan selalu memberikan semangat
serta selalu ada untuk penulis selama masa pendidikan di FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
. Teman – teman Kos Puteri Aisyah, Febri Nugraheni dan Meyasi Nurandani yang
telah membantu, mengingatkan, dan berjuang bersama penulis selama masa studi
di FK UIN Jakarta.
. Kabinet Integritas dan HMPSKPD yang telah memberikan banyak
kenangan, semangat baru, pelajaran serta pengalaman berharga kepada penulis.
. Adik-adik angkatan dan yang selalu memberi semangat dan
mendoakan penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung
maupun tak langsung dalam proses pengerjaan laporan penelitian ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi pembahasan maupun penyusunan. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam
mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik dan sempurna. Penulis
berharap hasil laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk penulis dan
seluruh pihak serta dapat menjadi ilmu pengetahuan baru atau sumber ide untuk

vi
penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang untuk bidang kedokteran.
Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapatkan berkah dan ridho Allah
SWT. Aamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

vii
ABSTRAK

Wafa Sofia Fitri. Program Studi Kedokteran. Uji Diagostik Otoendoskop


Dibandingkan dengan Pemeriksaan Otoskop Langsung dalam Mendiagnosis
Kelainan Telinga pada Siswa Kelas SDN Cirendeu.
Pendahuluan : Kejadian kelainan telinga pada anak merupakan salah satu
penyakit yang mengganggu perkembangan anak terutama dalam proses
belajarnya. Beberapa kelainan telinga yang ditemukan oleh dokter umum di
layanan primer membutuhkan adanya konsultasi, penegakan diagnosis, dan
tatalaksana oleh dokter spesialis THT yang saat ini jumlahnya terbatas di
Indonesia, sehingga dibutuhkan adanya suatu media komunikasi secara visual
antara dokter umum dengan dokter spesialis mengenai kelainan tersebut. Salah
satunya adalah otoendoskop. Otoendoskop merupakan suatu alat yang dapat
digunakan oleh dokter dalam menegakkan diagnosis gangguan telinga. Objektif :
Mengetahui hasil uji diagnostik berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif,
nilai duga negatif serta koefisien kappa pemeriksaan otoendoskop dibandingkan
dengan pemeriksaan otoskop langsung.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik dengan pendekatan
cross sectional serta penghitungan koefisien Kappa sebagai penghitungan
realibility, dengan sampel siswa kelas SD. Hasil : Penelitian ini menunjukkan
hasil uji diagnostik pada dokter ikut pemeriksaan didapatkan nilai sensitivitas
otoendoskop sebesar , %, spesifisitas sebesar , , nilai duga positif
sebesar , %, dan nilai duga negatif sebesar , . Hasil uji diagnostik pada
dokter tidak ikut pemeriksaan didapatkan nilai sensitivitas otoendoskop sebesar
, %, spesifisitas , nilai duga positif sebesar %, dan nilai duga
negatif sebesar , . Koefisien Kappa ( nilai kesesuaian ) dalam penelitian ini
sebesar , ( rendah ) dengan nilai p value , . Kesimpulan : Hasil uji
diagnostik otoendoskop menunjukkan nilai yang baik sehingga otoendoskop dapat
dijadikan alat diagnostik untuk kelainan telinga, tetapi tidak dapat digunakan
untuk usia kelas SD karena ukurannya yang tidak sesuai dengan ukuran liang
telinga responden. Nilai kesesuaian yang rendah disebabkan karena kemampuan
peneliti yang belum mencapai standar kompetensi dalam penggunaan
otoendoskop.
Kata kunci : uji diagnostik, koefisien Kappa, otoendoskop, otoskop,kelainan
telinga, anak kelas sekolah dasar.

viii
ABSTRACT
Wafa Sofia Fitri. Medical Study Program. Otoendoscope Diagostic Test
Compared to Direct Otoscope Examination in Diagnosing Ear Disorders in
Grade Students of SDN Cirendeu.
Introduction: The incidence of ear disorders in children is one of the diseases
that interfere with the development of children, especially in the learning process.
Some ear abnormalities found by general practitioners in primary services require
consultation, diagnosis, and management by ENT specialists who are currently
limited in Indonesia, so there is a need for visual communication media between
general practitioners and specialists regarding these disorders. One of them is an
otoendoscope. Otoendoscope is a tool that is one of the diagnostic tools used by
doctor in establishing a diagnosis of ear disorders. Objective: To find out the
results of the diagnostic test in the form of sensitivity, specificity, positive
predictive value, negative predictive value and kappa coefficient of otoendoscope
examination compared to direct otoscope examination.
Method: This study uses a diagnostic test design with a cross sectional approach
and calculating the Kappa coefficient as a reliability calculation, with a sample of
third grade elementary school students. Results: This study showed the results of
diagnostic tests on the physicians participating in the examination found the
oendoscope sensitivity value of , specificity of , positive predictive
value of , and negative predictive value of . Diagnostic test results
for doctors not participating in the examination showed that the sensitivity of
otoendoscope sensitivity was , specificity was , positive predictive
value was , and negative predictive value was . The Kappa
coefficient (suitability value) in this study is (low) with a p value of , .
Conclusion: The results of the otoendoscope diagnostic test show good value so
that the otoendoscope can be used as a diagnostic tool for ear abnormalities, but
cannot be used for the age of grade elementary school because the size is not in
accordance with the size of the ear canal of the respondent. The low suitability
value is due to the ability of researchers who have not reached the standard of
competence in the use of otoendoscopes.
Keywords: diagnostic test, Kappa coefficient, otoendoscope, otoscope, ear
abnormalities, grade elementary school children.

ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... x
DAFTAR BAGAN .......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xvi
BAB .................................................................................................................................
. Latar Belakang Penelitian ................................................................................
. Rumusan Masalah ............................................................................................
. Hipotesis .............................................................................................................
. Tujuan Penelitian ..............................................................................................
. Tujuan Umum ...........................................................................................
. Tujuan Khusus ..........................................................................................
. Manfaat Penelitian ............................................................................................
. Bagi Peneliti ...............................................................................................
. Bagi Siswa ..................................................................................................
. Bagi Masyarakat Luas ..............................................................................
BAB .................................................................................................................................
Kajian Pustaka ..................................................................................................
Uji Diagnostik ............................................................................................
Uji Konsistensi Cohen’s Kappa ................................................................
Otoskop ......................................................................................................
Definisi .......................................................................................................
Jenis Otoskop Lainnya .............................................................................
Otoskopi ...................................................................................................
Anatomi dan Fisiologi Telinga ...............................................................
Penyakit Telinga pada Anak ..................................................................
Kelainan Liang Telinga ..........................................................................
Kelainan Telinga Tengah .......................................................................
Kerangka Teori ...............................................................................................

x
Kerangka Konsep............................................................................................
Definisi Operasional........................................................................................
BAB ...............................................................................................................................
. Desain Penelitian .............................................................................................
. Tempat dan Waktu Pelaksanaan...................................................................
. Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................................
. Besar Sampel ...................................................................................................
. Cara Pengambilan Sampel .............................................................................
. Kriteria Sampel ...............................................................................................
. Kriteria Inklusi........................................................................................
. Kriteria Eksklusi .....................................................................................
. Alur Penelitian ................................................................................................
. Manajemen Data .............................................................................................
. Tehnik Pengumpulan..............................................................................
. Pengolahan Data .....................................................................................
. Analisis Data Univariat ..........................................................................
. Analisis Uji Diagnostik ...........................................................................
. Analisis Koefisien Kappa........................................................................
. Rencana Penyajian Data ........................................................................
. Etika Penelitian .......................................................................................
BAB ...............................................................................................................................
. Hasil Data ........................................................................................................
. Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................
. Hasil Uji Diagnostik ................................................................................
. Hasil Uji Komparatif Kesesuaian Kategorik ( Kappa)........................
. Pembahasan .....................................................................................................
. Keterbatasan Penelitian .................................................................................
BAB ...............................................................................................................................
. Simpulan ..........................................................................................................
. Saran ................................................................................................................
BAB ...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................................

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka teori ..................................................


Bagan Kerangka konsep.............................................
Bagan Alur penelitian..................................................

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Interpretasi koefisien Kappa....................................................


Tabel Definisi operasional................................................................
Tabel Tabel uji x ...........................................................................
Tabel Karakteristik jenis kelamin dan usia...........................................
Tabel Hasil tabel x dokter ikut dengan otoskop langsung....................
Tabel Hasil tabel x dokter tidak ikut dengan otoskop.........................
Tabel Hasil uji kesesuaian...................................................................
Tabel Data pemeriksaan......................................................................

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Interpretasi koefisien kappa............................................................


Gambar Endoskopi earpick otoscope...........................................................
Gambar Otoscope TYM Cupris ....................................................................
Gambar Digital video otoscope....................................................................
Gambar Anatomi telinga...............................................................................
Gambar Anatomi membran timpani.............................................................
Gambar Ukuran bagian telinga.....................................................................
Gambar Serumen..........................................................................................
Gambar Otitis eksterna.................................................................................
Gambar Otitis media akut.............................................................................
Gambar Otitis media supuratif kronik..........................................................
Gambar Otitis media serosa akut..................................................................
Gambar Otitis media serosa kronik...............................................................
Gambar Ukuran liang telinga rata-rata usia tahun..................................
Gambar Ukuran liang telinga anak berdasarkan usia....................................
Gambar Ukuran liang telinga rata-rata usia tahun...................................
Gambar Minimal ruang untuk endoskop.......................................................
Gambar Surat izin pengantar dari fakultas....................................................
Gambar Contoh lembar hasil diagnosis.........................................................
Gambar Pemeriksaan oleh dokter ikut........................................................
Gambar Pemeriksaan oleh peneliti.............................................................
Gambar Pencatatan identitas dan nomor foto................................................
Gambar Pemeriksaan oleh peneliti lain......................................................
Gambar Foto normal......................................................................................
Gambar Foto serumen prop...........................................................................
Gambar Foto otitis media perforasi...............................................................
Gambar Foto serumen...................................................................................
Gambar Foto otitis media non perforasi.......................................................
Gambar Foto tidak dapat dinilai....................................................................
Gambar Surat kerjasama dengan KSM THT RSUP Fatmawati....................

xiv
DAFTAR SINGKATAN

COD : Coefficient of Determination


HD : High Definition
LED : Light Emitting Diode
OMA : Otitis Media Akut
OME : Otitis Media Efusi
OMSK : Otitis Media Supuratif Kronik
OS : Operating System
OTG : USB on the go
PC : Personal Computer
ROC : Receiver Operator Characteristic Curve
RSV : Respiratory Syncytial Virus
SD : Sekolah Dasar
SDN : Sekolah Dasar Negeri
SPSS : Software Statistical Product and Service Solutions
THT : Telinga, hidung, dan tenggorokan
URTI : Upper Respiratory Tract Infection
USB : Universal Serial Bus

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Surat izin pengantar dari fakultas.........................................


Lampiran Lembar penjelasan...............................................................
Lampiran Lembar persetujuan responden............................................
Lampiran Lembar anamnesis responden .............................................
Lampiran Lembar hasil pengamatan pemeriksaan..............................
Lampiran Tabel data pemeriksaan.......................................................
Lampiran Contoh lembar hasil diagnosis............................................
Lampiran Cara penghitungan..............................................................
Lampiran Analisa data........................................................................
Lampiran Dokumentasi proses penelitian.........................................
Lampiran Surat kerjasama dengan KSM THT RSUP Fatmawati.......
Lampiran Riwayat penulis..................................................................

xvi
BAB

PENDAHULUAN
.Latar Belakang Penelitian
Telinga merupakan salah satu alat indera yang penting dan mempunyai
peran yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Adanya indera pendengaran,
informasi yang diserap sebesar akan sampai dibandingkan dengan
membaca yang hanya dapat menyerap informasi sebesar %. Apabila
terdapat gangguan pendengaran maka tentunya kondisi tersebut akan
mengurangi fungsi dari telinga dalam menyerap informasi dan sebagai
hendaya bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada
- di provinsi di Indonesia didapatkan hasil bahwa jumlah penderita
gangguan pendengaran di Indonesia ada sebanyak , juta atau , dari
seluruh penduduk. Menurut hasil survey tersebut gangguan pendengaran dan
prevalensi ketulian paling tinggi pada kelompok usia - tahun. Penyebabnya
diantaranya adalah infeksi telinga tengah ( , ), presbikusis ( , ), tuli
akibat obat ototoksik ( , ), tuli sejak lahir/kongenital ( , ) dan tuli akibat
pemaparan bising. Hasil survey ini menunjukkan bahwa tingginya prevalensi
gangguan pendengaran pada anak perlu didiagnosa segera agar tidak
,
mengganggu proses perkembangannya.
Dalam Riskesdas diperoleh prevalensi gangguan pendengaran
tertinggi pada kelompok umur tahun ke atas ( , %), disusul oleh
kelompok umur - tahun ( , %). Prevalensi tertinggi ketulian terdapat
pada kelompok umur yang sama dengan gangguan pandengaran, yaitu umur
≥ tahun ( , %), sedangkan prevalensi terkecil terdapat pada kelompok
,
umur - tahun dan - tahun (masing-masing , %).
Indonesia sendiri merupakan Negara kepulauan di Asia Tenggara, yang
hampir wilayahnya terdiri dari lautan. Kondisi geografis yang seperti
itu membuat persebaran dokter terutama dokter spesialis tidak merata karena
sulitnya akses menuju lokasi serta sulitnya penggunaan teknologi meski masih
ada beberapa dokter umum yang menjadi tenaga medis di daerah tersebut. Jika
kasus tersebut tidak bisa ditangani oleh dokter umum maka harus dilakukan
proses rujukan kepada dokter spesialis di fasilitas kesehatan terdekat. Dokter
THT di Indonesia saat ini terbatas jumlahnya dan sebarannya belum merata.
Ketersediaan tenaga kesehatan pada umumnya terkonsentrasi di pulau Jawa,
sedangkan luar Jawa atau sekitar daerah Bali sebagian besar mengalami
kekurangan. Hampir seluruh wilayah Indonesia Timur memiliki tingkat
distribusi tenaga kesehatan yang rendah, berada di bawah .
Selama ini proses rujukan hanya berupa deskripsi tertulis, pada
kenyataannya dirasa perlu adanya gambaran visual yang diberikan oleh dokter
umum kepada dokter spesialis THT sebagai media komunikasi yang lebih
jelas mengenai kelainan telinga pasien. Salah satu alat yang digunakan untuk
membantu diagnosis kelainan telinga adalah otoendoskop.
Otoendoskop dapat membantu dokter umum dalam mendiagnosa
gangguan pendengaran pada masyarakat. Otoendoskop ini bersifat handy
(mudah dibawa), user friendly ( mudah digunakan ), usefullness ( penuh
kebermanfaatan), dan tentunya mudah merekam gambar dengan baik dan
jelas.
Harapan dengan adanya perangkat tersebut adalah dapat membantu dokter
umum untuk mendeteksi lebih dini mengenai gangguan pendengaran.
Otoendoskop ini diciptakan guna mempermudah kesulitan dokter terutama
dokter umum dalam menegakkan diagnosis kelainan telinga pasien serta
berbagi hasil observasinya dengan sejawatnya sehingga didapatkan diagnosis
yang akurat untuk pasien tersebut.
Penulis memilih anak sebagai sampel karena berdasarkan data hasil survey
nasional tahun - bahwa anak merupakan populasi yang sering
mengalami gangguan telinga terutama disebabkan oleh infeksi.
.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, peneliti dapat merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
. Apakah pemeriksaan telinga menggunakan otoendoskop dapat
digunakan untuk mendeteksi gangguan telinga pada anak kelas di
SDN Cirendeu jika dibandingkan dengan otoskop langsung ?
. Bagaimana hasil Uji Diagnostik dan Koefisien Kappa otoendoskop?
.Hipotesis
Peneliti mengambil hipotesis bahwa :
Otoendoskop dapat digunakan sebagai alat alternatif dari pemeriksaan
otoskop langsung untuk pemeriksaan telinga dan mendeteksi gangguan telinga
pada anak kelas di SDN Cirendeu.
.Tujuan Penelitian
. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai hasil uji diagnostik berupa
sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, dan koefisien
Kappa dari pemeriksaan otoendoskop dibandingkan dengan pemeriksaan
otoskop langsung serta untuk mengetahui gangguan telinga yang terjadi pada
anak kelas SDN Cirendeu.
. Tujuan Khusus
. Menegakkan diagnosis gangguan telinga pada anak SD menggunakan
otoendoskop
. Mengetahui karakteristik responden dalam penelitian.
. Mengetahui nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga
negatif, dan koefisien Kappa dari pemeriksaan otoendoskop.
. Mengetahui sebaran diagnosis tidak normal pada anak.
. Manfaat Penelitian
. Bagi Peneliti
. Mengasah kemampuan mahasiswa preklinik dalam mendiagnosa
gangguan pendengaran
. Penelitian ini dapat mengasah kemampuan mahasiswa dalam
penggunaan otoendoskop
. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran.
. Bagi Institusi
Menambah pengetahuan tentang manfaat dan kelebihan otoendoskop
sebagai perangkat pemeriksaan telinga.
. Bagi Masyarakat Luas
. Memberikan masukan kepada instansi pemerintahan, pendidikan,
kesehatan, media informasi dan komunikasi serta pihak-pihak yang
terlibat mengenai validitas dari otoendoskop yang digunakan sebagai
perangkat untuk mendiagnosa dini gangguan pendengaran serta dapat
memudahkan pelayananan kesehatan telinga kepada masyarakat tanpa
harus bertatap muka dengan dokter spesialis THT.
. Memberikan kemudahan kepada masyarakat dan dokter umum untuk
dapat berkomunikasi dengan dokter spesialis THT mengenai kelainan
yang didapatkan dari hasil foto otoendoskop tanpa harus bertatap
muka.
BAB

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Pustaka
Uji Diagnostik
Uji diagnostik adalah suatu analisis untuk membantu para klinisi dalam
mengambil keputusan berdasarkan bukti dan pendekatan probabilistik dalam
menilai suatu akurasi penilaian. Uji diagnostik termasuk penelitian dengan
pendekatan cross sectional. Dalam uji diagnostik terdapat baku emas atau
reference standard, yaitu pemeriksaan yang dijadikan sebagai rujukan untuk
menentukan apakah pasien sakit atau tidak. Pengukuran sebaiknya dilakukan
secara blinding, untuk menghindari bias pengukuran. Blinding dilakukan dengan
cara orang yang melakukan masing-masing tahap pemeriksaan tidak mengetahui
hasil pemeriksaan lainnya.
Suatu uji diagnostik didasarkan atas perbandingan hasil suatu pemeriksaan
terhadap ada atau tidaknya suatu penyakit yang dianalisis dalam tabel x .
Semua sel dalam tabel tersebut harus terisi. Suatu uji diagnostik mempunyai
variabel, yaitu: variabel prediktor ( hasil dari pemeriksaan yang hendak kita uji) ,
serta variabel outcoilre (hasil dari baku emas) yang merupakan suatu pemeriksaan
terpercaya untuk mengetahui secara tepat ada atau tidaknyu suatu penyakit.
Dalam menganalisis hasil suatu uji diagnostik, kita harus menentukan
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif, nilai prediktif negatif, dan rasio
kemungkinan. Sensitivitas didefinisikan sebagai proporsi orang dengan penyakit
yang menunjukkan hasil tes positif, sedangkan spesifisitas adalah proporsi orang
tanpa penyakit yang menunjukkan hasil tes negatif. Probabilitas adanya penyakit
pada orang-orang yang menunjukkan hasil tes positif disebut nilai prediktif
positif.
Nilai prediktif negatif adalah probabilitas atau prediksi tidak adanya
penyakit pada orang-orang yang menunjukkan hasil tes negatif. Nilai ini berkaitan
dengan seberapa besar hasil negatif benar-benar negatif ketika hasil pemeriksaan
negatif. Nilai prediktif positif merupakan karakteristik yang paling relevan jika
sesorang klinisi hendak menginterpretasikan suatu hasil tes. Nilai ini berkaitan
dengan seberapa besar hasil positif benar-benar positif ketika hasil pemeriksaan
positif. Nilai ini bukan hanya ditentukan oleh sensitivitas dan spesifisitas tetapi
dipengaruhi juga oleh prevalensi suatu penyakit (prior probability), yang dapat
berubah dari suatu situasi ke situasi yang lain. Rasio kemungkinan merupakan
cara lain untuk menunjukkan akurasi dari suatu pemeriksaan. Merubah titik
potong (cut off point) dari angka normal dan abnormal pada suatu hasil
pemeriksaan akan rnengubah sensitivitas dan spesifisitas. Jika perubahan ini
digambarkan pada suatu grafik, maka grafik ini disebut sebagai receiver operator
characteristic (ROC) curve.

Uji Konsistensi Cohen’s Kappa

Cohen’s Kappa dilambangkan dengan huruf kecil Yunani (κ) adalah

statistik kuat yang berguna untuk menguji reliabilitas interrater atau intrarater.
Mirip dengan koefisien korelasi dapat berkisar dari - hingga + , dimana
mewakili jumlah kesepakatan yang dapat diharapkan dari peluang acak, dan
mewakili kesepakatan sempurna antara penilai. Cohen’s Kappa digunakan untuk
memperkirakan reliabilitas antar penilai. Uji ini dirancang untuk mengukur
tingkat konsensus atau kesepakatan hasil pengukuran antara dua penilai yang
mempunyai level setara dalam mengklasifikasikan suatu obyek ke dalam
kelompok. Nilai Kappa adalah bentuk koefisien korelasi. Koefisien korelasi
tidak dapat secara langsung ditafsirkan, tetapi harus dalam bentuk koefisien
korelasi kuadrat, yang disebut koefisien determinasi/ coefficient of determination
( COD ) yang dapat ditafsirkan secara langsung.
Cohen mengemukakan hasil Kappa ditafsirkan sebagai berikut :
Tabel . Interpretasi koefisien Kappa

Nilai Interpretasi
≤ Tidak ada kesepakatan antar dua rater
, - , Rendah ( Poor )
, - , Lumayan ( Fair )
, - , Cukup ( Moderate )
, - , Substansial/ Kuat ( Good )
, - , Kesepakatan hampir sempurna
Sumber : telah diolah kembali
Gambar . Interpretasi koefisien Kappa

Untuk nilai agreement berupa persen, beberapa literatur


merekomendasikan bahwa sebagai angka minimal interrater agreement yang
dapat diterima dan diinterpretasikan sebagai hasil yang baik.
Koefisien Kappa ]ini akan menjadi tolak ukur bahwa alat otoendoskop ini
memiliki realibility dalam membantu dokter menilai status liang telinga pasien,
serta realibility nya dapat dipertimbangkan sebagat alat pemeriksaan jika
dibandingkan dengan otoskop pada umumnya.

Otoskop
Definisi
Otoskop adalah alat yang digunakan pada pemeriksaan telinga, biasanya
alat ini digunakan untuk melihat telinga bagian tengah. Alat ini digunakan saat
melakukan tindakan otoskopi dalam membantu klinisi mendiagnosis adanya
abnormalitas pada telinga. Otoskop sederhana memiliki sensitivitas dan
spesifisitas sebesar dan untuk mendiagnosis pasien OME. Injeksi
membran timpani memiliki nilai positif prediktif , dan nilai ini akan meningkat
jika membran timpani mengalami perubahan warna dan adanya penurunan
pergerakan membran timpani. Menurut hasil penelitian Kaleida PH dan Stool
SE pada tahun , didapatkan sensitivitas sebesar dan spesifisitas
pada penelitian validasi otoskop mengenai OME dan dokter maupun perawat turut
serta dalam rangkaian penelitian ini.

Saat dilakukan otoskopi pada pasien yang memiliki telinga gangguan akan
terlihat gambaran :
. Membran timpani hiperemi ( meski pada anak yang berteriak
atau sedang demam juga akan membuat membran timpani
hiperemi ), menonjol ( merupakan satu tanda penting dalam
mendiagnosis otitis media akut), mobilitasnya berkurang.
. Posisi membran timpani tertarik ke medial dengan tanda
tampak lebih cekung, brevis lebih menonjol,manubrium malei
lebih horizontal dan lebih pendek, plika anterior tidak tidak
tampak lagi, dan refleks cahaya hilang atau berubah.
. Kadang tampak adanya air fluid level ( gambaran cairan yang
berbatas jelas dengan udara di kavum timpani ) dan air bubbles
( gelembung udara bercampur dengan cairan di dalam kavum
timpani ).

Jenis Otoskop Lainnya


Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, ilmu medis pun
turut ikut berkembang dalam hal teknologi untuk mendiagnosa kelainan atau
penyakit pada pasien lebih mudah dan lebih dini. Salah satunya adalah kemajuan
teknologi otoskop sebagai alat diagnosis kelainan telinga. Keunggulan
menggunakan teknologi ini adalah gambaran status liang telinga terlihat jelas,
mudah dibawa, mudah digunakan, data pasien yang diambil tersimpan dengan
aman, database tersimpan dengan baik, dapat berbagi hasil gambar telinga pasien
dengan sejawat atau dokter spesialis yang akan kita kirimkan pasien rujukan. Hal
ini tentu akan mempermudah dokter umum sebagai lini pertama fasilitas
kesehatan dalam melakukan diagnosis dan tatalaksana awal pada pasien. Berikut
adalah beberapa contoh kemajuan teknologi otoskop sebagai alat diagnosis :
 Otoendoscope
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh seorang otologis di India,
Balasubramanian Thiagarajan, otoendoskop merupakan salah satu alat
diagnostik yang digunakan oleh otologi dalam menegakkan diagnosis
gangguan telinga tengah. Umumnya otoendoskop yang sering digunakan
adalah otoendoskop dengan ukuran:
. mm degree otoendoscope
. mm degree otoendoscope.
Otoendoskop pada umumnya memiliki ukuran diameter mm,
mm, mm, mm, dan mm. Ukuran diameter yang
direkomendasikan untuk anak atau pasien dengan liang telinga eksterna
yang sempit adalah mm.
Keuntungan yang didapatkan dari penggunaan otoendoskop dalam
melakukan pemeriksaan otologis adalah:
 Seluruh gendang telinga dapat dengan jelas divisualisasikan
dengan gerakan minimal dari pengguna.
 Gambar yang dihasilkan memiliki resolusi yang sangat baik,
sehingga akan didapatkan gambar dengan mutu yang baik.
 Pada penderita otitis media dengan efusi, akan terlihat jelas
gambaran fluid level pada rongga telinga tengah jika menggunakan
otoendoskop dibandingkan dengan otoskop biasanya.
 Setiap sudut dari kanal auditori dan rongga telinga tengah,
terutama saat ditemukannya perforasi membran timpani maka
dapat dengan mudah diperiksa dengan minimal manipulasi dari
otoendoskop.
 Visualisasi dari otoendoskop dapat memudahkan pengguna saat
membersihkan debris pada kanal auditori eksternal.
Menurut pengalaman seorang otologi di India, terdapat beberapa
prosedur minor yang dapat dengan mudah dilakukan dengan otoendoskop,
diantaranya adalah pembersihan debris epitel di kanal auditori eksternal,
serumen, serpihan otomikosis, benda asing, dan polip.
 in USB HD Kamera Visual Telinga Earpick Otoscope Endoskopi
Borescope Kamera Mini Android PC
Otoendoskop merupakan alat diagnosis yang digunakan dalam
penelitian ini. Khususnya otoendoskop yang digunakan adalah
otoendoskop yang diproduksi oleh China. Otoskop ini awalnya diproduksi
sebagai inovasi untuk membersihkan telinga dengan gambaran visual,
sehingga akan lebih mudah dalam membersihkan telinga. Dalam
penelitian kali ini, peneliti mencoba otoendoskop ini sebagai alat
diagnosis. Otoendoskop ini dapat mengambil gambar dari liang telinga dan
datanya tersimpan dengan aman. Otoendoskop ini berukuran sebesar
pensil sehingga mudah dibawa.
Otoendoskop ini memiliki beberapa keunggulan yaitu, ukurannya
yang minimalis, data dapat tersimpan dengan baik, serta alat tersebut dapat
disambungkan dengan handphone android dengan bantuan Universal
Serial Bus ( USB ) on the go ( OTG ), iphone OS, serta PC. Alat ini
multifungsi karena dapat melihat saluran telinga, membran timpani, mulut,
tenggorokan, rongga hidung, kulit kepala.
Otoendoskop yang digunakan adalah in USB HD Kamera
Visual Telinga Earpick Otoscope Endoskopi Borescope Kamera Mini
Android PC mm Mini Android PC dengan spesifikasi berikut :

 Diameter lensa : mm
 Bahan: plastik dan logam
 Pixel : MP
 Panjang pen : mm
 LED: buah dengan tombol dimmer
 Best observation distance : , cm
Gambar . LESHP Earpick Otoscope Endoskopi Borescope Kamera Mini
Android PC
Alat ini dibuat dengan ukuran pen yang minimalis, ukuran lensa
yang kecil dan kamera elektronik mikro agar mempermudah pengguna
untuk mengakses saluran liang telinga.

 Otoscope TYM Cupris connected smartphone


Otoskop ini merupakan otoskop yang dalam penggunaannya
disambungkan dengan smartphone, khususnya iphone. Sayangnya otoskop
ini belum dapat dioperasikan menggunakan smartphone android karena
mengikuti perkembangan smartphone yang saat ini sedang berkembang
serta optik otoskop yang hanya bisa beroperasi dan sesuai dengan
Iphone.
Iphone yang dapat digunakan adalah iphone , iphone s, iphone
SE, iphone , dan iphone s. Otoskop ini belum bisa dioperasikan
menggunakan iphone dengan model + dan iphone . Hasil gambar dari
otoskop ini memiliki resolusi gambar yang tinggi bila dibandingkan
dengan otoskop pada umumnya. Selain mengambil gambar, otoskop ini
juga bisa mengambil video ketika operator menelusuri telinga pasien.
Gambar maupun video yang diambil dengan otoskop ini akan tersimpan
dengan detail dan rapih pada aplikasi Cupris sehingga memudahkan
operator untuk melakukan monitoring secara efeketif terhadap status liang
telinga pasien.
Otoskop ini memiliki beberapa fitur yang membuatnya menjadi
lebih menarik dan mudah untuk digunakan. Aplikasi dari otoskop ini
memilik ruang obrolan dan diskusi sesama pengguna Cupris, sehingga
pengguna dapat membagikan hasil gambar yang ia dapatkan kepada
sejawatnya kapanpun dan dimanapun untuk didiskusikan lebih lanjut dan
mempermudah dokter untuk melakukan konsultasi kepada dokter yang
ahlinya. Otoskop ini juga tidak membutuhkan baterai dalam
penggunaannya, jadi cukup dioperasikan dengan handphone.

Gambar . Otoscope TYM Cupris connected smartphone

 Digital Video-Otoscope
Menurut penelitian yang sudah dilakukan di Swedia mengenai uji
diagnostik Digital Video Otoscope Low Cost Custom Made Video
Otoscope dalam mendiagnosa penyakit telinga pada anak terutama Otitis
Media Akut didapatkan hasil dengan nilai akurasi , %.
Hasil gambar yang diambil akan diinput ke dalam sistem image
analyzing untuk mengklasifikasikan gambar yang diperoleh dari
videootoscopes komersial ke salah satu kelompok diagnostik.
Gambar . Digital Video Otoscope

Otoskopi
Otoskopi merupakan salah satu pemeriksaan yang lazim dilakukan untuk
pemeriksaan telinga, sehingga dapat membantu dokter dalam menegakkan
diagnosis pasien. Otoskopi dilakukan dengan meminta pasien duduk dengan
posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dan fleksi
ke sisi kontralateral dari kepala pemeriksa untuk memudahkah melihat liang
telinga dan membran timpani. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun
telinga, daerah belakang daun telinga ( retro-aurikuler) apakah terdapat tanda
peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun telinga ke atas dan
ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk
,
melihat keadaan liang telinga dan membran timpani.

Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan


pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop
ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada
pipi pasien. Spekulum yang digunakan harus disesuaikan ukurannya dengan
ukuran kanal auditori eksterna telinga. Satu sisi tangan memegang otoskop dan
sisi tangan lainnya diletakkan di pundak pasien agar posisi pemeriksa stabil.

Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen
ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan,
bila konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila
berbentuk lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika
serumen sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik
dilunakkan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair
dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.
Anatomi dan Fisiologi Telinga
Telinga terdiri atas tiga bagian besar yaitu telinga luar yang berfungsi
untuk mengumpulkan gelombang bunyi dan meneruskannya ke dalam telinga,
telinga tengah yang berfungsi mengirimkan getaran bunyi ke tingkap oval dan
telinga dalam yang merupakan lokasi dari reseptor pendengaran dan
,
keseimbangan.

Telinga luar terdiri atas aurikula, kanal auditori eksterna dan gendang
telinga. Aurikula merupakan bagian penutup dari tulang rawan kartilago yang
elastis, berbentuk seperti ujung terompet dan diselimuti oleh kulit. Bagian ini
dibagi lagi menjadi helix (bagian yang melingkar) dan lobule (bagian bawah).
Ligamen dan otot mengikatkan aurikula ke kepala. Kanal auditori eksterna adalah
sebuah tuba melengkung sepanjang cm yang terletak di tulang temporal,
,
mengarah dan berakhir ke gendang telinga.

Gambar . Anatomi telinga


Gambar Membran timpani

Membran timpani atau gendang telinga adalah sekat tipis dan semi
transparan diantara kanal auditori eksterna dan telinga tengah. Membran timpani
ini dilapisi oleh epidermis dan epitel kubus selapis. Antara lapisan epitelial
tersebut terdapat jaringan ikat yang tersusun atas kolagen, serat elastis dan
fibroblas. Getaran suara di kanal auditorius akan menyebabkan membran timpani
,
bergetar kemudia meneruskan getarannya ke tulang-tulang kecil telinga.

Bagian atas disebut pars flaksida ( membran Shrapnell ) sedangkan bagian


bawah pars tensa ( membran propria ). Bayangan penonjolan bagian bawah
maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek
cahaya ( cone of light ) ke arah bawah yaitu pada pukul untuk membran timpani
kiri dan pukul untuk membran timpani kanan. Reflek cahay (cone of light) ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Pada pars flaksida
terdapat daerah atik, di tempat ini terdapat aditus ad antrum yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.

Membran timpani dibagi menjadi kuadran yaitu anterior-superior,


anterior-inferior, posterior-superior, dan posterior-inferior.

Membran timpani dapat dilihat dengan otoskop melalui kanalis auditorius


eksterna yang pendek dan lurus, normalnya annulus ini tampak abu-abu suram
( pada bayi baru lahir ).

Membran timpani normal akan terlihat tipis, semitransparan, berwarna


abu-abu pucat. Apeks annulus terletak pada umbo, yang sesuai dengan bagian
terendah tuas malleus. Sebagian besar lingkar annulus menebal untuk membentuk
cincin fibrokartilaginosa, annulus timpani, yang berada pada lekuk tulang timpani
yang disebut sulkus timpani.

Ketebalan membran timpani pada orang dewasa memiliki variabilitas yang


luas melewati permukaannya, berkisar dari , sampai , mm di regio tengah
dari pars tensa. Membran timpani pada pada bayi baru lahir lebih tebal daripada
orang dewasa, dengan ketebalan berkisar , - , di regio posterior-superior, , -
, mm di regio umbo, dan , - mm di posterior-inferior, anterior-superior,
dan regio anterior-inferior. Diameter membran timpani paling besar berkisar -
, mm dan diameter paling kecil berkisar , - , mm.

Gambar . Ukuran beberapa bagian telinga


Didekat bagian paling luar, kanal auditori eksterna mengandung sedikit
rambut dan kelenjar keringat khusus yang disebut kelenjar seruminosa yang
mensekresi lilin telinga atau serumen. Kombinasi antara rambut dan serumen
tersebut membantu mencegah debu dan benda asing untuk masuk ke dalam
telinga. Serumen juga mencegah kerusakan bagian kulit yang lembut dari kanal
,
telinga luar yang disebabkan air dan serangga.

Telinga tengah adalah ruangan berisi udara yang berukuran kecil di bagian
tulang temporal dan dilapisi oleh epitelium. Bagian ini dipisahkan dari telinga luar
oleh membran timpani dan telinga dalam dengan tingkap oval dan tingkap bulat
yang berbentuk membran. Terdapat osikel berupa tiga tulang kecil yang
dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang tulang ini dinamakan berdasarkan bentuk
nya, yaitu maleus, inkus dan stapes. Gagang dari maleus menempel pada
permukaan internal membran timpani. Bagian kepala maleus bersambung dengan
bagian badan inkus. Inkus bersambung dengan bagian stapes. Bagian dasar stapes
sesuai dengan tingkap oval. Tepat dibawah tingkap oval terdapat tingkap bulat
,
yang diselubungi oleh membran yang disebut membran timpani sekunder.

Selain ligamen, dua otot rangka kecil juga melekat pada osikel. Otot
tensor timpani yang berasal dari mandibular membatasi perpindahan dan
,
peningkatan tekanan gendang telinga saat adanya suara keras.

Penyakit Telinga pada Anak


Kelainan Liang Telinga
A. Serumen
Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan normal serumen
terdapat di sepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya
ditemukan di daerah ini. Konsistensinya biasanya lunak, tetapi kadang-
kadang kering. Dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia, dan keadaan
lingkungan. Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi
epitel kulit yang bergerak dari arah membran timpani menuju ke luar serta
dibantu oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah.
Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri atau anti jamur, serumen
mempunyai efek proteksi. Serumen mengikat kotoran, menyebarkan aroma
yang tidak disenangi serangga sehingga serangga enggan masuk ke liang
telinga.
Gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran berupa tuli konduktif. Saat telinga masuk air (sewaktu
mandi, berenang) serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa tertekan
dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu.
Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang
lembik dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen
yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini
serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih
dahulu dengan tetes karbogliserin selama hari.
Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga
sehingga dikhawatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani
sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi ) air
hangat yang suhunya sesuai suhu tubuh. Sebelum dilakukan irigasi maka
harus dipastikan tidak ada riwayat perforasi membran timpani.

Gambar Serumen

B. Otitis Eksterna
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor yang mempermudah
radang telinga luar ialah perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal
atau asam. Bila menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun.
Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah
tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan ketika
mengorek telinga. Terdapat kemungkinan otitis eksterna akut yaitu otitis
eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna difus.
 Otitis Eksterna Sirkumskripta
Kelainan ini biasanya terjadi di sepertiga luar liang telinga yang
banyak mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea,
dan kelenjar serumen sehingga di tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada
pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.
Kuman penyebab biasanya Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus albus. Gejalanya berupa rasa nyeri yang hebat tidak sesuai
dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak
mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada
penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu
membuka mulut ( temporomandibular joint ). Selain itu bila furunkel besar
dan menyumbat liang telinga maka juga akan terdapat gangguan
pendengaran.
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Jika furunkel lokal,
maka diberikan antibiotik dalam bentuk salep, seperti Polymixin B atau
Basitrasin, atau antiseptik ( asam asetat - dalam alkohol ). Bila dinding
furunkel tebal maka dapat dilakukan insisi, kemudian dipasang salir ( drain )
untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak dibutuhkan antibiotik sistemik,
hanya diberikan obat simptomatik seperti analgetik dan obat penenang.
 Otitis Eksterna Difus
Kelainan ini biasanya terjadi di duapertiga dalam kulit liang telinga.
Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya.
Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat
menjadi penyebab adalah Staphylococcus albus , Escherichia coli. Otitis
eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit,
kadang kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan, terdapat
sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir ( musin) seperti sekret
yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.
Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga, memasukkan
tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak
yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang diperlukan obat
antibiotik sistemik.
Gambar Otitis eksterna

Kelainan Telinga Tengah


A. Otitis Media

 Otitis Media Akut ( OMA )


Otitis Media Akut adalah salah satu penyakit infeksi yang paling
sering menyerang anak-anak. Infeksi ini disebabkan oleh virus dan bakteri,
diantaranya adalah rhinovirus, coronavirus, enterovirus, respiratory
syncytial virus ( RSV ), parainfluenza type , ,dan , influenza A dan B,
adenovirus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis. Streptococcus pneumoniae adalah salah satu
etiologi yang paling sering ditemukan pada - % kasus Otitis Media
Akut. Pasien yang terinfeksi oleh mikroorganisme ini cenderung memiliki
,
penyakit lebih parah.
Penyakit ini berkaitan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan
atas ( upper respiratory tract infection/ URTI ). URTI menyebabkan
nasofaringitis yang mempengaruhi tuba eustachius, sebagai akibat adanya
tekanan negativ yang dibuat, dan yang menyebabkan adanya penghisapan
lendir nasofaring ke dalam telinga tengah, yang menjelaskan mengapa
aspirasi dari aspirasi otitis media akut dapat menunjukkan bakteri
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
,
catarrhalis yang komensal terhadap nasofaring.
Manifestasi klinis yang muncul berupa otalgia, kurangnya fungsi
pendengaran, tarikan pada telinga, malaise, terkadang nyeri kepala, pada
anak kadang terjadi anoreksia dan mual muntah. Otitis media akut
merupakan kombinasi efusi telinga tengah dengan tanda-tanda peradangan
seperti purulen, eritema, pembengkakan membran timpani, gejala demam,
otalgia, adanya iritabilitas pada anak. Tanda-tanda tersebut dapat
menunjang tegaknya diagnosis otitis media akut dengan dibantunya
pemeriksaan otoskopi. Otoskopi sederhana memiliki sensitivitas dan
spesifisitas hanya % dan %. Pada otoskopi akan terlihat gambaran
berupa pandangan membran timpani yang tidak terhalang oleh serumen
dan hal ini merupakan salah satu yang penting untuk membuat diagnosis
, ,
otitis media.

Gambar Otitis media akut

 Otitis Media Supuratif Kronis ( OMSK)


Otitis Media Supuratif Kronis adalah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah. Penyakit ini dalam sebutan sehari-
harinya kerap disebut dengan congek.
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari bulan. Bila
prosesnya kurang dari bulan disebut otitis media supuratif subakut.
Perjalanan otitis media akut menjadi otitis media supuratif kronis
ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi
kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah terutama karena gizi kurang
atau higiene buruk.
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan
tipe OMSK. Perforasi dapat ditemukan di daerah sentral, marginal, atik.
Perforasi membran timpani di daerah pars tensa disebut perforasi sentral,
jika di daerah pars flaksida maka disebut perforasi atik, dan jika sebagian
tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus
timpanikum disebut sebagai perforasi marginal.
OMSK dapat dibagi atas jenis, yaitu OMSK tipe aman ( tipe
mukosa/ benigna ) dan OMSK tipe bahaya ( tipe tulang ). Berdasarkan
aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang.
OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah keadaan dimana kavum
timpani terlihat basah atau kering.
OMSK tipe benigna terbatas hanya pada mukosa saja, tidak
mengenai tulang , tidak ada kolesteatoma, dan perforasi terletak di sentral.
Sedangkan OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma dan letak perforasinya di atik atau marginal yang merupakan
tanda dini OMSK tipe bahaya. Fistul retroaurikuler atau abses, polip atau
jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam,
kolesteatom pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau khas
merupakan tanda yang dapat kita temukan pada kasus yang sudah lanjut.

Gambar Otitis media supuratif kronik


 Otitis Media Non Supuratif
Otitis Media Serosa adalah keadaan terdapatnya sekret atau efusi
yang non purulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh.
Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa
tanda-tanda infeksi dan tanda radang disebut juga otitis media dengan
efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila
efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid.
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau
plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang
sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik.
Pada otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul
akibat sekresi aktif dari kelenjar yang terdapat di dalam mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid. Faktor yang berperan utama
dalam keadaan ini adalah la tidakterganggunya fungsi tuba eustachius.
Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya
cairan di telinga tengah ( efusi di telinga tengah ).
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi menjadi atas dua
jenis yaitu :
a. Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa akut adaalah keadaan terbentuknya
sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
gangguan fungsi tuba. Keadaan akut ini dapat disebabkan antara
lain oleh sumbatan tuba secara tiba-tiba seperti pada barotrauma
sehingga terbentuk cairan di telinga tengah.
Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut
biasanya pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga dapat
mengeluh rasa tersumbat pada telinga yang sakit atau suara sendiri
terdengar lebih nyaring atau berbeda. Terkadang terasa seperti ada
cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala
berubah.
Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat
awal tuba terganggu sehingga menyebabkan timbul tekanan negatif
pada telinga tengah ( misalnya pada barotrauma ), kemudian
setelah sekret terbentuk tekanan negatif akan secara perlahan
hilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab
timbulnya sekret adalah virus atau alergi. Tinitus, vertigo atau
pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan.
Saat dilakukan pemeriksaan otoskopi terlihat membran
timpani retraksi. Kadang terlihat gelembung udara atau permukaan
cairan dalam kavum timpani. Tuli konduktif dapat dibuktikan
dengan garpu tala.
Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan.
Pada pengobatan medikal diberikan obat vasokonstriktor lokal
( tetes hidung ), antihistamin, serta perasat valsava bila tidak ada
tanda infeksi di jalan napas atas. Setelah satu atau dua minggu bila
gejala masih menetap, dilakukan miringotomi dan bila masih
belum sembuh maka dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa
ventilasi ( grommet ).

Gambar Otitis media serosa akut

b. Otitis Media Serosa Kronik ( glue ear )


Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan
otitis media kronik hanya pada cara terbentuknya sekret. Sekret
pada otitis media serosa akut terjadi secara tiba-tiba di telinga
tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada
keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan
otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab
yang jelas harus selalu dipikirkan kemungkinan adanya karsinoma
nasofaring.
Sekret yang terbantuk kental seperti lem, maka penyakit ini
disebut juga sebagai glue ear. Penyakit ini dapat juga terjadi
sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak
sembuh sempurna. Penyebab lain diperkirakan adanya hubungan
dengan infeksi virus, keadaan alergi atau gangguan mekanis pada
tuba.
Gejala tuli lebih menonjol pada penyakit ini. Saat
pemeriksaan otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi,
suram, kuning kemerahan atau keabu-abuan.
Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan
sekret dengan miringotomi dan memasang pipa ventilasi.
Pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi antihistamin-
dekongestan per oral kadang dapat menyembuhkan gejala.
Sebagian ahli menganjurkan pengobatan medikamentosa selama
bulan, bila tidak berhasil baru dilakukan tindak operasi. Disamping
itu pula harus diobati faktor penyebab seperti alergi, pembesaran
adenoid atau tonsil, infeksi hidung dan sinus.
Gambar Otitis media serosa kronik

 Otitis Media Adhesiva


Otitis media adhesiva adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis
di telinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
sebelumnya. Keadaan ini dapat merupakan komplikasi dari otitis media
supuratif atau oleh karena otitis media non supuratif yang menyebabkan
rusaknya mukosa telinga tengah.
Saat penyembuhan terbentuk jaringan fibrotik yang menimbulkan
perlekatan. Ankilosis pada tulang-tulang pendengaran dapat terjadi pada
kasus yang berat.
Gejala klinik berupa pendengaran berkurang dengan adanya
riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama di waktu masih kecil.
Saat pemeriksaan otoskopi gambaran membran timpani dapat
bervariasi mulai dari sikatriks minimal, suram sampai retraksi berat,
disertai bagian-bagian yang atrofi atau timpanosklerosis plaque ( bagian
membran timpani yang menebal berwarna putih seperti lempeng kapur ).
 Atelektasis Telinga Tengah
Atelektasis telinga tengah adalah retraksi sebagian atau seluruh
membran timpani akibat gangguan fungsi tuba yang kronik. Keluhan
pasien mungkin tidak ada atau berupa gangguan pendengaran ringan.
Pada pemeriksaan otoskopi dapat terlihat membran timpani
menjadi tipis atau atrofi bila retraksi sudah berlangsung lama. Pada kasus
yang tidak terlalu berat retraksi mungkin terjadi hanya pada satu kuadran
saja, sedangkan pada kasus yang lanjut seluruh membran timpani dapat
menempel pada inkus, stapes, dan promontorium.
B. Gangguan Fungsi Tuba Eustachius
a. Tuba Terbuka Abnormal
Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara
masuk ke telinga tengah waktu respirasi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
hilangnya jaringan lemak di sekitar mulut tuba sebagai akibat turunnya berat
badan yang hebat, penyakit kronis tertentu seperti rinitis atrofi dan faringitis,
gangguan fungsi tuba otot seperti myastenia gravis, penggunaan obat anti hamil
pada wanita dan penggunaan esterogen pada laki-laki.
Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau autofoni (
gema suara sendiri terdengar lebih keras). Keluhan ini kadang-kadang sangat
mengganggu, sehingga pasien mengalami stres berat.
Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat membran timpani yang atrofi, tipis, dan
bergerak pada respirasi.
Pengobatan pada keadaan ini kadang-kadang cukup dengan memberikan obat
penenang saja. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan untuk memasang pipa
ventilasi.
b. Obstruksi Tuba
Obstruksi tuba dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di
nasofaring, peradangan adenoid atau tumor nasofaring. Gejala klinik awal yang
timbul pada penyumbatan tuba oleh tumor adalah terbentuknya cairan pada
telinga tengah ( otitis media serosa).
Sumbatan mulut tuba di nasofaring juga dapat terjadi oleh tampon posterior
hidung atau oleh sikatriks yang terjadi akibat trauma operasi adenoidektomi.
C. Barotrauma ( Aerotitis )
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang
tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi
cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba.
Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga
cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai
dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga
mastoid tercampur darah.
Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, autofoni,
perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan vertigo. Pengobatan
biasanya cukup dengan cara konservatif yaitu dengan memberikan dekongestan
lokal atau dengan melakukan perasat Valsava selama tidak terdapat infeksi di
jalan napas atas.
Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga
tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi
dan bila perlu memasang pipa ventilasi.
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu
mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsava, terutama sewaktu
pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.
Kerangka Teori
Kualitas alat : penggunaan
otoskop sebagai gold
Populasi anak standard dan endoskop
sebagai alat yang diuji

Teknik melakukan Diagnosis


pemeriksaan telinga
dengan
otoendoskop Jenis penyakit
telinga pada
anak
Variasi anatomi
telinga anak
Kualitas hasil foto

Ukuran kanal auditori


eksternus

Panjang liang
telinga

Isthmus ( narrowest
site) liang telinga

Bagan Kerangka Teori


Kerangka Konsep

Jenis
Variasi anatomi Diagnosis penyakit
telinga anak telinga pada anak

Ukuran kanal auditori


eksternus
Teknik melakukan Kompetensi
pemeriksaan penggunaan
Panjang liang
dengan endoskop
telinga
otoendoskop

Isthmus ( narrowest
site) liang telinga

Bagan Kerangka Konsep


Definisi Operasional
Untuk memperjelas dan memberikan batasan agar penelitian ini tidak
terlalu luas, maka peneliti membuat definisi operasional seperti yang tertera
pada tabel berikut :
Tabel Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara Skala
pengukuran Pengukuran
Status Gambaran liang telinga Otoendoskop Otoendoskop Kategorik
liang berupa : dimasukkan (Nominal )
telinga  Normal : liang telinga ke liang
normal, gendang telinga
telinga normal. pasien
 Tidak normal: terdapat kemudian
gambaran serumen, dilakukan
otitis eksterna, otitis pengamatan
media perforasi, otitis liang telinga
media non perforasi, serta
sekret liang telinga. pengambilan
gambar
membran
timpani
BAB

METODOLOGI PENELITIAN
.Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik dengan
pendekatan cross sectional serta penghitungan koefisien Kappa sebagai
penghitungan realibility ( keandalan ) endoskop.
.Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di SDN Cirendeu, Ciputat pada Agustus
– September .
.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas di
SDN Cirendeu di Ciputat pada tahun .
. Besar Sampel
Besar jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk uji
sensitivitas dan spesifisitas tanpa melakukan koreksi prevalensi kasus yang
dihitung dengan rumus :

N= Zα sen( -sen) N= Zα spes( -spes)


d d

N = ( ,96) x 0.9 x ( -0.9 ) N = ( ,96) x 0.9 x ( -0.9 )


0, x 0, 0, x 0,

N= , dibulatkan menjadi N= , dibulatkan menjadi

Sensitivitas : telinga Spesifisitas : telinga

Total sampel yang dibutuhkan adalah sampel telinga. Sampel


adalah siswa kelas dari Sekolah Dasar terpilih di Ciputat yang masuk
dalam kriteria inklusi pada tahun .
Dengan ketentuan berupa :
N : jumlah sampel
α : kesalahan generalisasi , telah ditetapkan
Zα : deviat baku alpha untuk α= , maka nilai baku normalnya
Sen : target sensitivitas , telah ditetapkan %( , )
Spes : target spesifisitas , telah ditetapkan %( , )
d : nilai presisi ( margin of error dalam memperkirakan sensitivitas),
telah ditetapkan %
.Cara Pengambilan Sampel
Sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian dipilih dengan cara
purposive sampling. Sampel diambil secara total sampling, yaitu dengan
mengambil seluruh populasi siswa kelas di SDN Cirendeu sejumlah
orang / telinga .
.Kriteria Sampel
. Kriteria Inklusi
. Semua siswa kelas SD sampai jumlah minimum terpenuhi.
. Siswa yang mendapatkan izin dari orangtua berupa informed consent
yang telah ditandatangani oleh orangtuanya.
. Hadir saat dilakukan pemeriksaan.
. Kriteria Eksklusi
. Siswa yang tidak mendapatkan izin dari orangtua untuk dilakukan
pemeriksaan.
. Siswa yang tidak hadir saat pemeriksaan.
.Alur Penelitian

Latihan penggunaan alat selama minggu dengan


target pengambilan gambar paling baik dan
ditunjukkan kepada dokter THT

Dilakukan penilaian kemampuan


penggunaan alat oleh dokter THT
setelah minggu

Mengurus pengajuan izin


kepada sekolah

Informed consent diberikan


kepada orangtua siswa

Orangtua mengisi informed consent


dan lembar anamnesis singkat

Pemeriksaan pada liang telinga oleh dokter spesialis THT


dengan otoskop General Care dan pengambilan foto liang
telinga oleh peneliti dengan otoendoskop dan peneliti lain
dengan otoscope smartphone

Mengirim foto ke dokter spesialis THT melalui media sosial whatsapp


setelah minggu : dokter yang ikut saat pengambilan gambar serta melihat
langsung telinga pasien, dan dokter yang tidak ikut pemeriksaan

Dokter mendiagnosis dan menilai


hasil foto yang diambil

Pengolahan data berupa hasil uji diagnostik Hasil diagnosis diberikan kepada
dan nilai kesesuaian orangtua sebagai laporan hasil
pemeriksaan

Bagan Alur Penelitian


.Manajemen Data
. Tehnik Pengumpulan
Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui observasi langsung,
dimana dilakukan pengamatan dengan otoskop General Care sebagai gold
standard dan pengambilan gambar telinga pasien dengan menggunakan
otoendoskop, kemudian dilakukan pencatatan subjek penelitian secara
sistematik dengan merahasiakan identitas pasien berupa penulisan inisial
dan mencatat diagnosis hasil pengamatan dengan otoskop.

. Pengolahan Data
Seluruh gambar yang telah terkumpul dengan otoendoskop akan
diberikan kode berupa angka yang telah disesuaikan dengan data pasien.
Hasil gambar yang telah diambil akan dibaca hasilnya oleh dua dokter
spesialis THT. Pengiriman gambar kepada dokter spesialis THT melalui
media sosial Whatsapp.

Gambar yang telah dibaca dan didiagnosis oleh dokter spesialis


THT akan diberikan hasilnya kepada orang tua murid berupa foto dan
keterangan diagnosis setiap anak.

Pengolahan data penelitian menggunakan software SPSS dan


Microsoft Excel dengan melakukan pemilahan data yang terkumpul. Data
dimasukkan berdasarkan kode dan urutan yang telah ditentukan pada
variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Data digolongkan, diurutkan
kemudian disederhanakan sehingga mudah dibaca. Hasil dari pengolahan
SPSS berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif,
analisis univariat karakteristik subjek serta koefisien Kappa.

. Analisis Data Univariat


Analisis data univariat dilakukan untuk melihat bagaimana
karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin.
. Analisis Uji Diagnostik
Analisis uji diagnostik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
uji tabel x . Uji tabel x dilakukan untuk mendapatkan nilai sensitivitas,
spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif dari pemeriksaan
menggunakan otoendoskop. Setelah hasil pemeriksaan diketahui, maka
hasil ukur tersebut dikategorikan ke dalam kode dan , dimana kode
adalah positif atau tidak normal dan kode adalah negatif atau normal.
Adapun nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai
duga negatif didapatkan melalui penghitungan dari rumus berikut:
Tabel Tabel Uji x
Baku Emas
Positif Negatif
Positif a b a+b
Indeks
Negatif c d c+d
a+c b+d
Sumber : Sopiyuddin ( )
Keterangan :
. a : positif benar
. b : positif palsu
. c : negatif palsu
. d : negatif benar
Penghitungan hasil uji diagnostik dapat dihitung dengan :
. Rumus sensitivitas= a: ( a+c )
. Rumus spesifisitas= d :( b+d )
. Rumus nilai duga positif = a : ( a+b )
. Rumus nilai duga negatif = d : ( d+c )
. Analisis Koefisien Kappa
Analisis ini bertujuan untuk menilai seberapa kuat kesepakatan
diagnosis hasil foto endoskop antar penilai yaitu dokter ikut pemeriksaan
dengan dokter tidak ikut pemeriksaan sehingga endoskop dapat
disimpulkan memiliki nilai realibility yang kuat atau tidak.
. Rencana Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi,tabel,gambar yang
memperlihatkan hasil pengolahan data untuk menunjukkan hasil yang
didapatkan.
. Etika Penelitian
Jenis penelitian ini sudah melewati izin dari sekolah serta informed
consent dari orangtua siswa SD terkait.
BAB

HASIL DAN PEMBAHASAN

. Hasil Data
. Karakteristik Subjek Penelitian
Sampel yang diambil merupakan siswa kelas di SDN
Cirendeu. Jumlah keseluruhan siswa kelas SDN Cirendeu berjumlah
orang. Sampel yang diambil merupakan sampel yang bersedia dan telah
mengisi lembar persetujuan. Jumlah anak yang bersedia dilakukan
pemeriksaan sejumlah orang , tetapi anak tidak hadir saat
pemeriksaan, maka total sampel yang diperiksa adalah anak sehingga
didapatkan distribusi frekuensi dari karakteristik subjek sebagai berikut :
Tabel Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia
Karakteristik Jumlah ( %)
. Jenis Kelamin
Laki-laki ( , %)
Perempuan ( , %)
. Usia
tahun ( , %)
tahun ( , %)
tahun ( , %)
. Sebaran Diagnosis Otoskop Langsung
Normal ( , )
Serumen ( , )
Serumen prop ( , )
Otitis Media Perforasi
( , )
Otitis Media non Perforasi ( OME)
( , )

Dari tabel distribusi karakteristik diatas, didapatkan bahwa jenis


kelamin terbanyak adalah perempuan dan usia terbanyak adalah tahun.
Nilai mean usia yang didapat dari data diatas adalah , .
Umumnya anak kelas SD berusia tahun. Hal ini tentu berkaitan
dengan perkembangan ukuran telinga anak serta kesulitan pemeriksaan
yang ditemukan saat penelitian.
. Hasil Uji Diagnostik
Hasil Uji Diagnostik yang didapatkan berupa sensitivitas,
spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif.
Gambar yang dapat dinilai adalah gambar yang dapat dilihat
dengan jelas, menunjukkan bagian membran timpani keseluruhan dan
dapat ditentukan diagnosisnya oleh dokter ikut maupun tidak ikut.
Gambar yang tidak dapat dinilai adalah gambar tidak jelas, tidak
menampakkan membran timpani keseluruhan, hanya tampak dinding
telinga, tidak dapat ditentukan diagnosisnya, dan tidak valid secara
teknis ( tidak dapat dinilai).
Berdasarkan evaluasi gambar sampel telinga, didapatkan
gambar valid dan gambar tidak dapat dinilai oleh dokter yang ikut
dalam pemeriksaan. Sedangkan pada dokter yang tidak ikut terdapat
gambar valid dan gambar yang tidak dapat dinilai oleh dokter yang
tidak ikut dalam pemeriksaan.
Hasil Uji Tabel x untuk Uji Diagnostik antara hasil Diagnosis
Dokter Ikut dengan Pemeriksaan Otoskop Langsung
Tabel Hasil Tabel x Dokter Ikut dengan Otoskop Langsung
Dokter Ikut Langsung
Tidak Normal Normal
Tidak Normal
Normal

Berdasarkan hasil penelitian maka sensitivitas otoendoskop yang


didapat dari dokter ikut pemeriksaan dibandingkan dengan baku standar
dalam hal ini adalah pemeriksaan otoskop langsung sebesar , %.
Spesifisitas yang didapat sebesar , . Nilai duga positif sebesar
, %. Nilai duga negatif sebesar , .
Berdasarkan tabel antara dokter ikut dengan pemeriksaan otoskop
langsung didapatkan tidak normal diantaranya terdiagnosis normal
oleh otoendoskop dan dari telinga yang terdiagnosis normal
diantaranya terdiagnosis tidak normal oleh otoendoskop.
Hasil Uji Tabel x untuk Uji Diagnostik antara hasil Diagnosis
Dokter Tidak Ikut dengan Pemeriksaan Otoskop Langsung
Tabel Hasil Tabel x Dokter Tidak Ikut dengan Otoskop
Langsung
Dokter Tidak Ikut Langsung
Tidak Normal Normal
Tidak Normal
Normal

Berdasarkan hasil penelitian maka sensitivitas otoendoskop yang


didapat dari dokter tidak ikut pemeriksaan dibandingkan dengan baku
standar dalam hal ini adalah pemeriksaan otoskop langsung sebesar
, %. Spesifisitas yang didapat sebesar . Nilai duga positif
sebesar %. Nilai duga negatif sebesar , .
Berdasarkan tabel hasil diagnosis antara dokter tidak ikut
dengan pemeriksaan otoskop langsung didapatkan tidak normal dan
diantaranya terdiagnosis normal dengan otoendoskop.
Spesifisitas dari dokter yang tidak ikut pemeriksaan didapatkan
, nilai ini didapatkan karena diantara telinga yang diperiksa,
terdapat telinga yang normal dan tidak terdapat telinga yang
terdiagnosis tidak normal dengan otoendoskop. Seluruhnya dapat
terdiagnosis normal dengan menggunakan otoendoskop sesuai dengan
pemeriksaan otoskop langsung.
Sebuah tes skrining yang ideal adalah yang mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas tinggi yang berarti validitasnya juga tinggi. Validitas
sebuah tes skrining didasarkan atas akurasinya dalam mengidentifikasi
individu ke dalam sakit dan tidak sakit.
Uji diagnostik untuk konfirmasi diagnosis juga memerlukan
nilai sensitivitas yang tinggi dengan spesifisitas yang cukup, sedangkan
untuk menyingkirkan penyakit, diperlukan uji dengan spesifisitas yang
tinggi.

Skrining yang dilakukan bertujuan untuk mencari penyakit pada


subyek yang asimptomatik untuk kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut agar diagnosis dini dapat ditegakkan.

. Hasil Uji Komparatif Kesesuaian Kategorik ( Kappa)


Nilai kappa yang didapat menggambarkan bahwa kekuatan
kesepakatan diagnosis dari pemeriksaan endoskop antar penilai yaitu
antara dokter ikut pemeriksaan dengan dokter tidak ikut pemeriksaan
berupa koefisien Kappa sebesar , dengan nilai signfikan ( p = , ).
Besar koefisien kappa yang didapat masuk ke dalam kategori rendah (
poor ), dimana data yang reliable hanya sebesar - .
Tabel Hasil Tabel Uji Kesesuaian
Dokter Ikut
Tidak
OM OM non Perforasi
Dokter Ikut Normal Serumen dapat
Perforasi ( OME )
dinilai
Normal

OM Perforasi

Serumen
Tidak dapat
dinilai

. Pembahasan
A. Sebaran Diagnosis Pemeriksaan Otoskop Langsung
Berdasarkan tabel didapatkan bahwa kejadian tidak normal
pada telinga responden berupa serumen prop, serumen, otitis media
perforasi, dan OME (otitis media non perforasi). Kejadian tidak normal
yang terbanyak ditemukan adalah serumen.
Kejadian otitis media perforasi dan non perforasi juga ditemukan
pada telinga responden, meski hanya kejadian tetapi kejadian otitis
media merupakan kejadian paling sering yang ditemukan pada anak. Usia
anak sering mengalami infeksi saluran pernapasan atas dan dengan mudah
menyebar ke saluran telinga karena saluran eustachius anak lebih pendek
dan lebih horizontal posisinya dibanding dewasa.
B. Foto Tidak Dapat Dinilai
Jumlah foto yang tidak dapat dinilai oleh dokter yang ikut
pemeriksaan sebanyak foto ( , ), sedangkan foto yang tidak dapat
dinilai oleh dokter yang tidak ikut saat pemeriksaan sebanyak foto
( , ).
Nilai tersebut dipengaruhi oleh faktor saat dilakukan
pemeriksaan yaitu :
a. Learning Process Pemeriksa
Peneliti atau pemeriksa belum cukup kompeten untuk
melakukan pemeriksaan. Peneliti dalam penelitian ini hanya
berlatih menggunakan alat selama kurang lebih bulan dengan
target gambar terbaik, sehingga dirasa kurang waktu untuk
berlatih serta jam terbang dalam penggunaan otoendoskop. Hal ini
menyebabkan beberapa gambar yang diambil oleh peneliti pada
penelitian ini tidak dapat dinilai.
Penelitian learning curve endoscopic tympanoplasty yang telah
dilakukan oleh Chih-Chieh Tseng dkk di Taiwan pada tahun
menyatakan bahwa seorang ahli bedah yang akan melakukan
endoscopic tympanoplasty paling tidak sebelumnya telah
melakukan microscopy tympanoplasty. Tujuan penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk melihat learning curve endoscopic
tympanoplasty serta mengevaluasi berapa banyak prosedur yang
diperlukan seorang ahli otologi untuk mencapai kecakapan dalam
tehnik tersebut. Berdasarkan hasil penelitiannya, didapatkan
bahwa pada pasien ke waktu untuk operasi dengan
menggunakan metode endoscopic tympanoplasty menjadi lebih
pendek dibandingkan saat belum mencapai pasien ke .
Jika penelitian tersebut dianalogikan dengan hasil penelitian
ini, maka target learning curve yang harus dicapai oleh seorang
pemeriksa untuk menggunakan endoskop adalah dengan
menyelesaikan minimal pasien dan maksimal pasien
sehingga dicapai kemahiran yang baik dalam penggunaan
endoskop.
Salah satu hasil penelitian menjelaskan bahwa dengan adanya
sesi pembelajaran berupa pengenalan,demonstrasi, dan latihan oleh
seorang dokter spesialis THT kepada mahasiswa pre klinik
mengenai otoskop memberikan efek positif terhadap proses
pembelajaran dan rasa percaya diri mahasiswa dalam penggunaan
otoskop. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menjelaskan
mengenai learning curve penggunaan otoskop.

b. Keluhan dan Masalah yang Muncul Saat Pemeriksaan


Saat dilakukan pemeriksaan, terdapat beberapa anak yang
kurang kooperatif untuk dilakukan pemeriksaan. Beberapa keluhan
atau masalah yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
responden takut untuk dilakukan pemeriksaan, tidak nyaman untuk
dilakukan pemeriksaan berulang, diganggu oleh teman sebaya saat
pemeriksaan, anak banyak bergerak, dan merasa hangat sehingga
tidak nyaman.
Rasa hangat yang muncul karena otoendoskop dilengkapi
dengan lampu xenon atau lampu LED ( light-emitting diode ).
Menurut penelitian Kozin ED dkk tahun bahwa lampu LED
o
dapat menyebabkan peningkatan temperatur hingga C secara
cepat dalam jarak , mm- mm dari ujung endoskop dalam waktu
- detik. Temperatur dapat menurun dengan cepat dalam
waktu - detik ketika mematikan sumber cahaya. Mencegah
terjadinya peningkatan temperatur dapat dilakukan dengan cara
penggunaan intensitas cahaya tidak submaksimal dan melakukan
reposisi endoskop secara sering agar tidak menimbulkan rasa
hangat di satu titik.
Jumlah panas yang dihasilkan maksimal oleh endoskopi
terletak di ujung endoskop, dengan diameter endoskop yang lebih
besar mencapai suhu yang lebih tinggi. Temperatur pada bagian
poros endoskop mencapai suhu yang relatif konstan tergantung
pada jenis endoskop. Suhu maksimum yang dicapai , oC untuk
endoskopi mm, derajat.
Selain lampu LED, bahan dasar alat yang berbahan logam juga
menjadi salah satu sebab timbulnya rasa hangat yang dirasakan
responden. Logam merupakan zat yang mempunyai konduktivitas
yang baik, dimana dapat menghantar listrik dan panas dengan
baik.
C. Ukuran Liang Telinga dan External Auditory Canal Terkait
Ukuran Otoendoskop yang Digunakan
Menurut penelitian Wan-Hsuan Sun dkk ( ) bahwa ukuran
diameter kanal auditori eksterna pada anak lebih kecil dan lebih sempit
dibandingkan dewasa. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa ukuran liang
telinga dan kanal auditori eksterna anak memiliki korelasi dengan usianya.
Hal ini sehubungan dengan perkembangannya setelah lahir selama masa
kanak-kanak.
Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata ukuran
kanal auditori eksterna anak pada rentang usia - tahun dengan rata-rata
usia tahun dan median tahun dengan potongan aksial adalah
mm.
Gambar . Ukuran liang telinga anak rata-rata usia tahun

Gambar . Ukuran liang telinga anak berdasarkan usia


Gambar grafik diatas menggambarkan rentang ukuran diameter
kanal auditori eksternal pada anak mulai usia - tahun dengan rata-rata
usia tahun. Jika kita sesuaikan dengan karakteristik usia responden
maka dapat kita lihat pada grafik untuk rentang ukuran pada usia tahun
adalah - mm, usia tahun adalah - mm, dan usia tahun adalah -
mm.
Data penelitian di Jepang oleh Tsukasa Ito tahun
menyebutkan bahwa ukuran kanal auditori eksterna anak dengan rentang
usia - tahun dengan median usia tahun dengan potongan aksial
diameternya berkisar - mm dengan rata-rata ukuran mm.

Gambar . Ukuran liang telinga anak rata-rata usia tahun


Nilai mean usia responden dalam penelitian ini didapatkan ,
tahun sehingga kemungkinan diameter liang telinga siswa kelas SD
tersebut kurang lebih mm. Jika ukuran diameter liang telinga anak
sekitar mm maka diameter liang telinga tersebut tidak lebih tidak
kurang untuk otoendoskop yang ukurannya mm. Hal ini menyebabkan
adanya kesulitan saat pemeriksaan karena alat tersebut tidak memiliki
ruang yang cukup untuk gerakan manipulasi dan menimbulkan rasa tidak
nyaman pada responden sehingga gambar yang didapat juga tidak cukup
baik.
Hasil penelitian Wan-Hsuan Sun dkk pada tahun
menyebutkan bahwa minimal ruang kerja yang dibutuhkan untuk
penggunaan endoskop paling tidak sesuai ukuran endoskop ditambah
mm untuk instrumen, dengan kata lain bahwa minimal diameter liang
telinga harus mm lebih besar dari ukuran endoskop. Ruang yang cukup
akan memberikan kemudahan pengguna dalam melakukan gerakan dan
manipulasi instrumen.
Gambar . Minimal working space untuk endoskop
Jika hasil penelitian ini kita aplikasikan dalam situasi
sesungguhnya maka subjek yang dapat diperiksa dan aman untuk
dilakukan pemeriksaan dengan endoskop ukuran mm adalah paling
tidak subjek dengan diameter liang telinga mm ,usia diatas tahun,
dan usia dewasa.
Endoskop dapat digunakan dengan nyaman dan aman apabila
endoskop dan instrumen yang digunakan sesuai dengan ukuran liang
telinga anak.
. Keterbatasan Penelitian
Nilai kappa yang didapat merupakan nilai berdasarkan populasi
sampel normal dengan variasi kelainan rendah. Penelitian ini
dilakukan oleh mahasiswa preklinik sehingga kompetensi yang
dimiliki belum cukup mumpuni untuk melakukan pemeriksaan
menggunakan otoendoskop. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan
berupa latihan penggunaan otoendoskop pada populasi dewasa
sehingga kemahiran peneliti dalam menggunakan otoendoskop pada
anak belum mencapai kemahiran yang baik.
Penelitian ini disadari adanya kemungkinan unsur subjektifitas
dalam penegakan diagnosis oleh dokter spesialis THT saat melakukan
pemeriksaan dengan otoskop langsung karena adanya proses
anamnesis singkat yang dilakukan oleh dokter spesialis THT sebelum
pemeriksaan.
BAB

SIMPULAN DAN SARAN


. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa hasil uji diagnostik pada dokter ikut pemeriksaan
didapatkan nilai berupa sensitivitas otoendoskop sebesar , %,
spesifisitas sebesar , , nilai duga positif sebesar , %, dan nilai
duga negatif sebesar , . Hasil uji diagnostik pada dokter tidak ikut
pemeriksaan didapatkan nilai berupa sensitivitas otoendoskop sebesar
, %, spesifisitas , nilai duga positif sebesar %, dan nilai
duga negatif sebesar , . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
otoendoskop dapat digunakan sebagai alat pemeriksaan untuk kelainan
telinga luar dan tengah karena memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas
sama baik tetapi tidak dapat digunakan untuk usia kelas SD karena
ukuran endoskop yang sama dengan ukuran liang telinga responden. Hasil
penelitian menunjukkan perbedaan diagnosis antara dokter ikut dengan
dokter tidak ikut. Koefisien Kappa (nilai kesesuaian ) dalam penelitian ini
sebesar , ( rendah ) dengan nilai p value , . Sebaran diagnosis tidak
normal paling banyak dalam penelitian ini adalah serumen ( , ).
. Saran
Adanya keterbatasan penelitian yang sudah disebutkan pada bab
sebelumnya, maka peneliti menyarankan :
. Adanya keterbatasan pada hasil nilai Kappa maka penelitian
selanjutnya harus dilakukan atau diuji ulang pada populasi yang sakit
atau memiliki keluhan pada telinga dalam setting rumah sakit agar
mendapatkan variasi penyakit yang lebih luas untuk mendapatkan nilai
kesesuaian diagnosis yang baik.
. Pemeriksaan telinga pada penelitian minimal dilakukan oleh dokter
umum atau orang yang sudah terlatih, sehingga dapat meningkatkan
reliabilitas hasil pengukuran ( nilai Kappa ) .
. Latihan penggunaan otoendoskop dilakukan pada populasi yang sama
karakteristiknya dengan populasi sampel agar membantu pemeriksa
mencapai kemahiran yang baik.
BAB

KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kerjasama dengan dr. Fikri Mirza
Putranto, Sp.THT-KL dan dr. Cut Warnaini M.P.H. Penelitian ini didanai oleh dr.
Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL dan melibatkan dr. Diana Rosalina, Sp. THT-
KL dari RSUP Fatmawati sebagai pembaca hasil foto pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA

. Gosal Rian S. P., Palandeng OI, Pelealu O. Survei Kesehatan Telinga


Masyarakat Pesisir Pantai Bahu. J e-Clinic. ; – .

. Soepardi EA, Iskandar N, Basshirudin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher ( Edisi ke 6 ).
Jakarta : Balai Penerbit FK UI. ; .
. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. /
Menkes/SK/XI/ tentang Rencana strategi nasional penanggulangan
gangguan pendengaran dan ketulian untuk mencapai sound hearing .

. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Pendengaran


Baik. C . Available from :
http://www.depkes.go.id/article/view/ /telinga-sehat-pendengaran-
baik.html

. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) . Lap Nas . ; – .

. Irianti S, Yunianto A, Herman MJ, Putri DSK. Pokok-Pokok Hasil Riset


Kesehatan Dasar Provinsi Banten 0 (Buku ). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemeterian Kesehatan RI. ; .

. Laporan Prakarsa Strategis Bidang Kemaritiman dan SDA dalam


Penyusunan Kerangka Rencana Aksi Pembangunan Kemaritiman. .
Available from :
https://www.bappenas.go.id/files/ /Laporan_Prakarsa_Strategi
s_Bidang_Kemaritiman_dan_SDA.pdf

. https://m.id.aliexpress.com/item/ .html?trace=wwwdetail mobil


esitedetail&productId= &productSubject=LESHP- -in- -Ear-
Cleaning-USB-Endoscope- - mm-Visual-Ear-Spoon-Earpick-Otoscope-
Endoscope. Diakses pada tanggal September
. Syahdrajat,Tantur. Bab Uji Diagnostik dalam Buku Panduan Penelitian
Untuk Skripsi Kedokteran dan Kesehatan. CV Sunrise : Jakarta. ; - .

. McHugh ML. Interrater reliability: The Kappa Statistic. Biochemia Medica.


; ( ): - .

. Sri Herawati JPB, Sri Rukmini. Buku ajar Ilmu Penyakit THT untuk
mahasiswa FKG. EGC. .

. Ma’in Al Shawabkeh, Hassan Haidar, Aisha Larem, Zahraa Albu-Mahmood,


Ali Alsaadi and Abdulsalam Alqahtani. Acute Otitis Media – an update,
volume issue dalam Journal of otolaryngology-ENT Research.
Qatar. .

. Kaleida PH, Stool SE. Assesment of otoscopists’ accuracy regarding middle


ear effusion. Otoscopic validation. Am J Dis Child . Apr; ( ): - .

. Thiagarajan, Balasubramanian. Otoendoscopy. . Stanley Medical


College.

. Claros Pedro MD, PhD. Chapter Retraction pockets in Advanced Therapy


of Otitis Media. BC Decker Inc. Hamilton,London. ; .

. http://www.cupris.com/ . Diakses pada tanggal Juli .

. Myburgh HC, van Zijl WH, Swanepoel DW, Hellström S, Laurent C. Otitis
Media Diagnosis for Developing Countries Using Tympanic Membrane
Image-Analysis. EBioMedicine [Internet]. The Authors; ; – .
Available from: http://dx.doi.org/ /j.ebiom.

. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Ed 6. . FK UI. Jakarta.

. Clinical Skills Resource Center. University of Liverpool. UK. .

. Tortora, G J. Derrickson, Bryan. Hearing and equilibrium. Dalam : Bonnie R.


th
Principles of anatomy and physiology. edition. USA: The Mcgraw-Hill
Companies. ; - .
. Johnson, Dianna A. The auditory System in Essential Medical Physiology Ed
. Elsevier : US. .

. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. th ed. Philadelphia, PA:


Saunders/Elsevier; .

. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Head and Neck dalam Gray’s Anatomy
for Students. Elsevier Inc. ; - .

. Robert M. Kliegman. Nelson Ilmu kesehatan anak Ed Vol . EGC


Jakarta. .

. Mario sanna,MD. Alessandra Russo, MD. Giuseppe De Donato, MD. Color


Atlas of Otoscopy from Diagnosis to Otoscopy. Thieme : stuttgart new york.
.

. Abdala, Carolina, H.Keefe Douglas. Human Auditory Development.


Springer. .

. Alfian F. Hafil, Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan THT-KL. Ed . . FK UI. Jakarta. - .

. Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D.Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam


dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Ed . . FK UI. Jakarta. -
.

. Ma’in Al Shawabkeh, Hassan Haidar, Aisha Larem, Zahraa Albu-Mahmood,


Ali Alsaadi and Abdulsalam Alqahtani. Open Journal of Pediatrics Acute
Otitis Media in Children– an update J Otolaryngol Res [Internet].
; ( ): – Journal of otolaryngology-ENT Research. Qatar. Available
from: http://medcraveonline.com/JOENTR/JOENTR- - .php

. Ilechukwu GC, Ilechukwu CGA, Ubesie AC, Ojinnaka CN, Emechebe GO,
Iloh KK. Otitis Media in Children: Review Article. Open J Pediatr [Internet].
; ( ): – . Available from:
http://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=
. Siswosudarmo R. Tes diagnostik .Obstetrika dan Ginekologi FK Yogyakarta
UGM. .

. Murti B, Prof, dr, MPH, MSc, PhD. Makalah “Pengantar Evidence-Based”.


Ilmu Kesehatan Masyarakat : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret. .

. Sastroasmoro, S. Sofyan I. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi


ke- , Jakarta :CV. Sagung Seto. .p: - .

. Tseng CC, Lai MT, Wu CC, Yuan SP, Ding YF. Learning curve for
endoscopic tympanoplasty: Initial experience of procedures. J Chinese
Med Assoc [Internet]. ; ( ): – . Available from:
http://dx.doi.org/ /j.jcma.

. You P, Chahine S, Husein M. Improving learning and confidence through


small group, structured otoscopy teaching: A prospective interventional
study. J Otolaryngol - Head Neck Surg. ; ( ): – .

. Kozin ED, Lehmann A, Carter M, Hight E, Cohen M, Nakajima HH, et al.


Thermal effects of endoscopy in a human temporal bone model: Implications
for endoscopic ear surgery. Laryngoscope. .

. MacKeith SAC, Frampton S, Pothier DD. Thermal properties of operative


endoscopes used in otorhinolaryngology. J Laryngol Otol. .

. Surya, Yohanes. Seri Bahan Persiapan Olimpiade Fisika:Fisika Modern.


Tangerang. PT Kandel. ; .

. Sun WH, Kuo CL, Huang TC. The anatomic applicability of transcanal
endoscopic ear surgery in children. Int J Pediatr Otorhinolaryngol [Internet].
; (December ): – . Available from:
https://doi.org/ /j.ijporl.

. Ito T, Kubota T, Watanabe T, Futai K, Furukawa T, Kakehata S. Transcanal


Endoscopic Ear Surgery for Pediatric Population with a Narrow External
Auditory Canal. J Laryngol Otol. ; :S .
LAMPIRAN

Lampiran
Surat izin pengantar dari fakultas

Gambar . Surat pengantar izin dari fakultas


Lampiran
Lembar penjelasan kepada responden
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
UJI DIAGNOSTIK OTOSCOPE SMARTPHONE dan OTOENDOSKOP
DIBANDINGKAN DENGAN PEMERIKSAAN OTOSKOP LANGSUNG PADA ANAK
SEKOLAH DASAR NEGERi CIRENDEU
Yth.
Orang tua murid/ Calon Responden Penelitian
di tempat
Assalamualaikum wr.wb. Kami, Wafa Sofia Fitri dan Andi Noldy Yusuf,
Mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan FK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan ini bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Uji Diagnostik
Otoscope smartphone dan otoendoskop dibandingkan dengan pemeriksaan
otoskop langsung pada anak sekolah dasar”
Penelitian ini dilakukan dengan cara memasukkan alat ke kedua lubang
telinga untuk melihat liang telinga dan mengambil gambar telinga dalam
menggunakan otoskop langsung , otoscope smartphone dan otoendoskop. Proses
pengambilan gambar dilakukan kali dan didampingi oleh dokter spesialis THT (
Telinga, Hidung, Tenggorokan ). Proses pengambilan gambar bukanlah suatu
tindakan yang dapat menyebabkan bahaya pada anak, sehingga tidak ada bahaya
langsung yang timbul pada penelitian ini.
Data ini akan dicek dan dibaca oleh dokter spesialis THT. Nama serta
identitas anak akan dirahasiakan dalam pelaksanaan analisis data dan laporan
hasil penelitian. Hasil foto yang telah diverifikasi dokter spesialis THT, selambat-
lambatnya bulan akan kami laporkan kepada Bapak/Ibu berupa gambar dan
keterangannya sebagai hasil laporan pemeriksaan. Disini, kami juga memohon
kesediaan Bapak/ Ibu/ Subjek penelitian untuk mengizinkan kami mengolah hasil
gambar yang didapat untuk menunjang keperluan penelitian ini.
Apabila Bapak/ Ibu/ Subjek penelitian bersedia menjadi subjek penelitian
kami setelah membaca penjelasan diatas, kami memohon kesediaan Bapak/Ibu
untuk menandatangani lembar kesediaan serta mengisi lembar pertanyaan
dibawah ini. Tidak terdapat paksaan untuk mengikuti penelitian ini. Terimakasih.
Wassalamualaikum wr.wb.
Lampiran
Lembar persetujuan responden
Tanggal Pengambilan:

UJI DIAGNOSTIK OTOSKOP SMARTPHONE dan


OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN PEMERIKSAAN
OTOSKOP LANGSUNG PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI
CIRENDEU
No.Informed Consent)*dikosongkan:

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya telah mendapatkan penjelasan dan mengerti tujuan serta manfaat penelitian
mengenai Uji Diagnostik Otoscope Smartphone dan Otoendoskop dibandingkan
dengan pemeriksaan otoskop langsung pada anak sekolah dasar negeri
Cirendeu oleh Wafa Sofia Fitri dan Andi Noldy Yusuf, Mahasiswa Fakultas
Kedokteran angkatan FK UIN Syarif Hidayatullah. Saya mengerti bahwa
partisipasi saya dilakukan secara sukarela.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama Bapak/Ibu :
Alamat :____________________________
No. Telepon : ___________________________
sebagai Orangtua dari
Nama : ___________________________
Tempat tanggal lahir :____________________________
menyatakan BERSEDIA bahwa anak saya masuk sebagai
subjek penelitian yang dilakukan oleh Wafa Sofia Fitri dan Andi Noldy Yusuf,
Mahasiswa Pendidikan Dokter angkatan FK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Tangerang, ________
(_____________________)
Lampiran
Lembar anamnesis responden
Lembar Pertanyaan
Bagi Bapak/Ibu yang bersedia untuk dilakukan pemeriksaan, kami memohon
kesediaan dari Bapak/Ibu untuk mengisi lembar pertanyaan dibawah ini :
Nama anak :
Tempat, tanggal lahir :
Usia :
Alamat :
Pertanyaan :

. Apakah terdapat riwayat keluar cairan dari telinga anak? Jika iya, dari
telinga sebelah manadan kapan?

. Apakah anak mengalami batuk atau pilek dalam minggu terakhir?

. Apakah anak pernah mengalami keluhan nyeri telinga? Jika iya, kapan?

. Apakah pernah ada keluhan gangguan pendengaran atau gangguan


komunikasi pada anak? Jika iya, kapan?
Lampiran
Lembar pengamatan pemeriksaan telinga

UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN


DENGAN OTOSKOP BIASA DALAM MENDIAGNOSIS
KELAINAN TELINGA PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD
CIPUTAT
Nama :
TTL :
Umur :
Pemeriksa Otoskop :
Tanggal Pemeriksaan:
Hasil Pemeriksaan
*Beri tanda (˅) pada hasil
AD AS

HASIL OTOSKOP LANGSUNG

NORMAL NORMAL

SERUMEN SERUMEN

OTITIS EKSTERNA OTITIS EKSTERNA

OTITIS MEDIA PERFORASI OTITIS MEDIA PERFORASI

OTITIS MEDIA NON PERFORASI OTITIS MEDIA NON PERFORASI

TIMPANO SKLEROSIS TIMPANO SKLEROSIS

SEKRET LIANG TELINGA SEKRET LIANG TELINGA

FOTO TIDAK BISA DINILAI FOTO TIDAK BISA DINILAI

LAIN-LAIN LAIN-LAIN

LAPANGAN PEMERIKSAAN : LAPANGAN PEMERIKSAAN :


Lampiran
Tabel data induk pemeriksaan responden

Data Diagnosis Responden


Dx Otos Dx Otos Dx Dx
No. Respon Langsung Langsung Dx dokterikut Dx dokterikut doktertidakikut doktertidakikut
den AD AS AD AS AD AS
tidak dapat tidak dapat
A.Rai Normal Normal serumen dinilai tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat
Aur D Normal Normal normal serumen Normal dinilai
tidak dapat tidak dapat
Purn A Normal serumen dinilai serumen tidak dapat dinilai dinilai
Serumen serumen
Sah A prop prop serumen serumen serumen serumen
Din A Normal Normal normal normal Normal normal
tidak dapat
Adi Y Normal normal dinilai normal tidak dapat dinilai normal
Kes N Normal Normal normal normal Normal normal
tidak dapat
Chi D Serumen normal serumen serumen tidak dapat dinilai dinilai
OM
perforasi tidak dapat
Nau F sentral Normal OM perforasi normal OM perforasi dinilai
tidak dapat
Lul A OME Normal dinilai OM efusi tidak dapat dinilai normal
tidak dapat
Ram Normal normal dinilai normal tidak dapat dinilai normal
serumen tidak dapat
Pan A serumen prop serumen serumen serumen dinilai
tidak dapat tidak dapat
Far N Normal Normal normal dinilai tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat tidak dapat tidak dapat
Fark A Normal normal dinilai dinilai tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat tidak dapat tidak dapat
Sah R Normal normal dinilai dinilai tidak dapat dinilai dinilai
Nai A Normal normal normal normal normal normal
tidak dapat tidak dapat tidak dapat
Bin N serumen normal, dinilai dinilai tidak dapat dinilai dinilai
serumen serumen tidak dapat
Han M prop prop serumen serumen tidak dapat dinilai dinilai
serumen tidak dapat
M.Ram serumen prop serumen serumen tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat
Sur P Normal normal normal normal Normal dinilai
Ika F Normal serumen normal normal normal normal
tidak dapat
Hal serumen serumen serumen serumen serumen dinilai
tidak dapat
Khan Normal serumen normal serumen normal dinilai
M.Ram Normal normal normal normal normal normal
Cik Normal serumen normal serumen normal serumen
M.Far serumen normal serumen normal serumen normal
tidak dapat
Shai A serumen normal serumen normal tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat tidak dapat
Thal N Normal normal dinilai dinilai tidak dapat dinilai normal
tidak dapat
M. Rag Normal normal normal normal normal dinilai
tidak dapat tidak dapat
Faj S serumen serumen dinilai normal tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat
Unz R Normal serumen dinilai normal Normal normal
tidak dapat
Mar serumen serumen serumen normal tidak dapat dinilai dinilai
tidak dapat tidak dapat tidak dapat
Raf A serumen serumen dinilai dinilai tidak dapat dinilai dinilai
Bin D Normal normal normal normal normal normal
Khal Normal normal normal normal Normal normal
Tabel Tabel Data Pemeriksaan
Lampiran
Contoh lembar hasil diagnosis untuk orangtua responden

Gambar . Contoh lembar hasil diagnosis


Lampiran
Cara penghitungan

. Penghitungan jumlah sampel


Besar jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk uji sensitivitas dan
spesifisitas tanpa melakukan koreksi prevalensi kasus yang dihitung
dengan rumus :

N= Zα sen( -sen) N= Zα spes( -spes)

d d

N = ( ,96) x 0.9 x ( -0.9 ) N = ( ,96) x 0.9 x ( -0.9 )


0, x 0, 0, x 0,

N= , dibulatkan menjadi N= , dibulatkan menjadi

Sensitivitas : telinga Spesifisitas : telinga

Zα : deviat baku alpha untuk α= , maka nilai baku normalnya


Sen : target sensitivitas , telah ditetapkan %( , )
Spes : target spesifisitas , telah ditetapkan %( , )
d : nilai presisi ( margin of error dalam memperkirakan
sensitivitas),telah ditetapkan %
Sampel yang digunakan adalah telinga. Dalam uji diagnostik nilai
yang dihasilkan berupa nilai sensitivitas dan spesifisitas, maka dari itu
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total telinga.
(lanjutan)

. Penghitungan Hasil Uji diagnostik


Tabel Hasil Tabel x Dokter Ikut dengan Otoskop Langsung
Dokter Ikut Langsung Total
Positif Negatif
Positif

Negatif

Total

Sensitivitas = :( + )= : = , = , %
Spesifisitas = :( + )= : = , = ,
Nilai prediktif positif = :( + )= : = , = , %
Nilai prediktif negatif= : ( + )= : = , = ,

Tabel Hasil Tabel x Dokter Tidak Ikut dengan Otoskop Langsung


Dokter Tidak Langsung Total
Ikut Positif Negatif
Positif

Negatif

Total

Sensitivitas = :( + )= : = , = ,
Spesifisitas = :( + )= : = =
Nilai prediktif positif = : ( + ) = : = =
Nilai prediktif negatif= : ( + )= : = , = ,
Lampiran
Analisa data

. Analisis Univariat Karakteristik Subjek Penelitian


 Jumlah responden yang terlibat dan sesuai kriteria inklusi :

Statistics

usia jeniskelamin

N Valid

Missing

 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tahun

tahun

tahun

Total
 N
ilai Mean dari usia

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

umur

Report
umur

Mean N Std. Deviation

,
(lanjutan)

 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jeniskelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki

Perempuan

Total

. Tabel Uji Diagnostik x

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Ikut * Langsung
tidakikut * Langsung

 Antara dokter ikut dengan pemeriksaan otoskop langsung


Ikut * Langsung Crosstabulation
Count

Langsung

Positif Negatif Total


Ikut Positif

Negatif
Total

 Antara dokter tidak ikut dengan pemeriksaan otoskop langsung

tidakikut * Langsung Crosstabulation


Count

Langsung

Positif Negatif Total

tidakikut Positif

Negatif
Total
(lanjutan)

. Penghitungan Koefisien Kappa

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

dktrTDKIKUT * dktrIKUT

dktrTDKIKUT * dktrIKUT Crosstabulation


Count

dktrIKUT

OM tidak dapat
normal perforasi OME serumen dinilai Total

dktrTDKIKU normal
T OM perforasi

serumen

tidak dapat
dinilai
Total

Symmetric Measures

Asymp. Std.
a b
Value Error Approx. T Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa , , ,


N of Valid Cases

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
(lanjutan)

. Sebaran diagnosis tidak normal hasil pemeriksaan


PEMERLGSG

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Normal

OM perforasi sentral

OME

Serumen

Serumen prop

Total
Lampiran
Dokumentasi proses pengambilan data penelitian dan hasil foto otoendoskop

Gambar . Pemeriksaan oleh Gambar . Pemeriksaan oleh peneliti


Gambar
dokter ikut Pemeriksaan II ole dengan otoendoskop

Gambar . Pencatatan Gambar . Pemeriksaan oleh


identitas dan nomor foto peneliti dengan otoscope
smartphone
(lanjutan)

Gambar . Normal Gambar Serumen prop

Gambar Otitis Media Perforasi Gambar Serumen

Gambar Otitis Media non


Gambar tidak dapat dinilai
Perforasi
Lampiran
Surat pengajuan kerjasama penelitian dengan KSM THT RSUP Fatmawati

Gambar Surat pengantar kerjasama dari fakultas dengan KSM THT RSUP
Fatmawati
Lampiran
Riwayat penulis
Identitas Diri
Nama : Wafa Sofia Fitri
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat , Tanggal Lahir : Bekasi, September
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kelapa Sawit no. RT / RW ,
Kel. Kota Baru, Kec. Bekasi Barat, Harapan Baru ,
Kota Bekasi, Prov. Jawa Barat ( )

Email : wafasofiafitri@gmail.com

Riwayat Pendidikan

- - : TKIT Al-Husnayain Bekasi Barat


- - : SDIT Al-Husnayain Bekasi Barat
- - : Pesantren Terpadu SMPIT Al-Kahfi Boarding
School Cigombong
- - : Pesantren Terpadu SMAIT Al-Kahfi Boarding
School Cigombong
- -sekarang : Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai