Anda di halaman 1dari 70

GAMBARAN TATALAKSANA RADIOTERAPI

PADA KARSINOMA SKUAMOSA PENIS


DI RSUD ARIFIN ACHMAD 2014-2019

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Strata Satu pada Fakultas
Kedokteran Universitas Riau

Oleh:
AYESHA BELITANIA GAMMAYANTI
NIM. 1708155066

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
GAMBARAN KARSINOMA SKUAMOSA PENIS DENGAN TATALAKSANA
RADIOTERAPI DI RSUD ARIFIN ACHMAD 2014-2019

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Program Strata Satu Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Riau

Oleh :
AYESHA BELITANIA GAMMAYANTI

NIM. 1708155066

Disetujui oleh:

Pembimbing

Dr. dr. Zuhirman, SpU


NIP. 19650716 199803 1 001

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua baik yang di ikuti

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Ayesha Belitania Gammayanti

NIM : 17081155066

Tanggal : 26 Februari 2021

Tanda Tangan :

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Riau, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ayesha Belitania Gammayanti

NIM : 1708155066

Program Studi : Pendidikan Dokter Umum

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Riau Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exslusive Royalty- Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul :

GAMBARAN TATALAKSANA RADIOTERAPI PADA KARSINOMA SKUAMOSA


PENIS DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PERIODE 2017 – 2019

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini
Universitas Riau berhak menyimpan, mengalihmediakan/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, mempublikasikan tugas akhir saya tanpa
meminta izin saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemillik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Pekanbaru
Pada tanggal : 26 Februari 2021
Yang menyatakan

Ayesha Belitania Gammayanti


NIM. 1708155066

iv
SKRIPSI

Judul Penelitian : GAMBARAN KARSINOMA


SKUAMOSA PENIS DENGAN
TATALAKSANA RADIOTERAPI DI
RSUD ARIFIN ACHMAD PERIODE
2014– 2019

Cabang Ilmu : UROLOGI

Data Mahasiswa
Nama : Ayesha Belitania Gammayanti
NIM : 1708155066
Tempat/Tanggal lahir : Pekanbaru, 30 Juni 1999
Masuk FK Unri : 2017
Nama Penasehat Akademik : dr. Maya Savira, M.Kes
Jenis Penelitian : Deskriptif retrospektif

Pekanbaru, 26 Februari 2021

Mengetahui,

Koordinator Program Studi Kedokteran Mahasiswa Peneliti

dr. Huriatul Masdar, M. Sc Ayesha Belitania Gammayanti


NIP. 19790803 2005012 001 NIM. 1708155066

v
ABSTRACT

DESCRIPTION OF RADIOTHERAPY TREATMENT ON THE PENILE

SQUAMOUS CELL CARCINOMA AT ARIFIN ACHMAD HOSPITAL, RIAU

PROVINCE 2014-2019

by:

Ayesha Belitania Gammayanti

Squamous cell carcinoma (SCC) of the penis is rare cancer that originates from

epithelial cells in the inner prepuce or glans of the penis. This study aims to

investigate how the picture of radiotherapy treatment in penile squamous cell

carcinoma at Arifin Achmad Hospital from 2014 to 2019. This is a descriptive

study using secondary data from medical records and radiotherapy for squamous

carcinoma patients at Arifin Achmad Hospital, Riau Province from 2014 to 2019.

The results showed that there were 28 penile squamous cell carcinoma patients

where 3 of them were treated with radiotherapy at Arifin Achmad Hospital, Riau

Province from 2014 to 2019. The picture of radiotherapy management of penile

squamous carcinoma based on the largest age group was the age range of 45-60

years old (100%) with the largest tribe being Batak (66.6%), with enlarged

inguinal lymph nodes (100%). Mostly, they were in stage 4 (100%) with total

penectomy operative management (100%). Most clinical symptoms that occurred

were pain, sores, and itching around the genitals.

Keywords: Penile Squamous Carcinoma, Management, Radiotherapy

vi
ABSTRAK

GAMBARAN TATALAKSANA RADIOTERAPI PADA KARSINOMA


SKUAMOSA PENIS DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU PERIODE
2014 – 2019

Oleh:
AYESHA BELITANIA GAMMAYANTI

Karsinoma sel skuamosa (KSS) penis merupakan keganasan yang jarang yang
berasal dari sel epitel di preputium bagian dalam atau glans penis.. Penelitian
ini bertujuan Untuk melihat bagaimana gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien
karsinoma skuamosa penis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode 2014 -
2019. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang
berasal dari rekam medis dan radioterapi. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 28
pasien karsinoma skuamosa penis dan yang dilakukan tatalaksana radioterapi
sebanyak 3 pasien di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode 2014 – 2019.
Gambaran tatalaksana radioterapi pada karsinoma skuamosa penis berdasarkan
kelompok usia terbanyak adalah rentang usia 45-60 tahun (100%), dengan ras
terbanyak adalah batak (66,6%), dengan pembesaran kelenjar getah bening (100%).
Stadium terbanyak adalah 4 (100%), tatalaksana terbanyak adalah penektomi total
(100%), dengan gejala klinis terbanyak adalah nyeri, luka, dan gatal disekitar
kemaluan.

Kata Kunci : Karsinoma Skuamosa Penis, Tatalaksana, Radioterapi

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Yang

Maha Kuasa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul : “GAMBARAN TATALAKSANA RADIOTERAPI PADA

KARSINOMA SKUAMOSA PENIS DI RSUD ARIFIN ACHMAD

PERIODE 2014-2019". Skripsi ini disusun guna melengkapi syarat untuk

menyelesaikan program Sarjana Kedokteran Universitas Riau.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-


tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya sebelum dan
selama pengerjaan skripsi ini. Atas semua bantuan, bimbingan, arahan, dukungan
dan fasilitas yang telah diberikan, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Prof. Dr. dr. Dedi Afandi,
DFM, Sp.FM(K) dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bekal
ilmu yang bermanfaat sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

2. Dr. dr. Zuhirman, SpU selaku pembimbing yang telah memberikan


masukan, nasehat, ilmu serta meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis.

3. dr. Dita Kartika Sari, M.Biomed sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

4. Dr. dr. Tubagus Odih RW, SpBA selaku Tim supervisi yang telah
memberikan masukan dan nasehat kepada penulis.

5. Ayahanda tercinta H. Ansarullah, SH dan ibunda tercinta Hj. dr. Yetti


Rohayati, SpKKLP serta saudara kandungku Muhammad Maynanda
Alphatian, Muhammad Mayandre Bethatian, dan Annesya Fabyola
Delthayanti, terimakasih atas segala pengorbanan yang telah diberikan
selama ini, baik materil, moril, doa, waktu, kasih sayang, dan segalanya
yang telah diberikan untukku.

viii
6. Sahabat seperjuangan, Herlin Widya Ayuning, Alsadila Nurshafiera, Nur
Aina Isna Dewi, teman sepenelitian payung dan teman-teman Angkatan
2017. Terima kasih atas motivasi, do’a dan bantuan yang diberikan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu ada, Sarah Karina Putri, Feby Dwi
Putri, Syahfitri Dwi Yansi, Annisa Fatma Zafasia, Rofifah Nabilah, Aldira
Akbar Shadewa Hard, Delima Xena Harahap, Devia Anwar Ramadhani,
Maudy Aulia Putri, Alya Azma Fazira, Khairy Alfadhillah, Yaya Raisya,
Raihanna Elke Qory, Mhd Feri Desfri, dll. Terimakasih atas segala
bantuan dan motivasi yang diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan
skipsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan dan


penyusunan skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
semua pihak.

Pekanbaru, 26 Februari 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRACT ..................................................................................................vi
ABSTRAK ...................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... .2
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan umum .............................................................................. 3
1.3.2 Tujuan khusus ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... .5


2.1 Karsinoma Skuamosa Penis ................................................................ .5
2.1.1 Definisi ....................................................................................... 5
2.1.2 Epidemiologi ............................................................................... 5
2.1.3 Faktor Resiko .............................................................................. 7
2.1.4 Klasifikasi ................................................................................... 8
2.1.5 Patofisiologi ..... ............................................................................11
2.1.6 Manifestasi Klinis . ......................................................................12
2.1.7 Diagnosis ................. ...................................................................13
2.1.8 Manajememen ............................................................................15
2.1.9 Prognosis ... …………………………………………………….17
2.2 Radioterapi ........................................................................................ 19
2.2.1 Definisi……………………………………………………… .... 19
2.2.2 Kegunaan .................................................................................. 20
2.2.3 Mekanisme ................................................................................ 21
2.2.4 Efek Samping ............................................................................ 23
2.2.5 Peranan Radioterapi dengan Karsinoma Skuamosa .................... 26
2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 28
2.4 Kerangka Konsep ............................................................................. 29

BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 30


3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................... 30
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 30
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................. 30
3.4 Metode Pengambilan Data ................................................................ 31
3.5 Variabel Penelitian ............................................................................ 31
3.6 Pengolahan Data ............................................................................... 31
3.7 Analisis Data .................................................................................... 32
3.8 Penyajian Data .................................................................................. 32

x
3.9 Etika Penelitian..................................................................................... 32
3.10 Alur Penelitian ................................................................................. 33
3.11 Definisi Operasional ....................................................................... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. .....36


4.1 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan kelompok usia ....................................................... 36
4.2 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan ras ......... ...................................................................37
4.3 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan pemeriksaan fisik .................................................. 37
4.4 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan pemeriksaan penunjang ......................................... 38
4.5 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan stadium . ...................................................................39
4.6 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan tatalaksana ............................................................ 40
4.7 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan gejala klinis .......................................................... 41
4.8 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa
penis berdasarkan komplikasi ............................................................ 42

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 43


5.1 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Usia... ........ 43
5.2 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Ras ............ 43
5.3 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Pemeriksaan
Fisik ................................................................................................ 44
5.4 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Pemeriksaan
Penunjang ....................................................................................... 45
5.5 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Stadium ..... 46
5.6 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Tata-
lak sana ............................................................................................. 46
5.7 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Gejala
Klinis ................................................................................................ 47
5.8 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Berdasarkan Komplikasi 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 49


6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 49
6.2 Saran ................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51

LAMPIRAN ................................................................................................ 55

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 57

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi menurut TNM ............................................................. 9

Tabel 2.2 Klasifikasi Karsinoma Penis menurut WHO ............................... 11

Tabel 2.3 Pedoman untuk Diagnosis Kanker Penis ..................................... 15

Tabel 2.4 Pedoman Strategi Pengobatan ..................................................... 17

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................... 34

Tabel 4.1 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan kelompok usia.............. .................. 36

Tabel 4.2 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan ras .................................................. 37

Tabel 4.3 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan pemeriksaan fisik ........................... 38

Tabel 4.4 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan pemeriksaan penunjang .................. 39

Tabel 4.5 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan stadium .......................................... 40

Tabel 4.6 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan tatalaksana ..................................... 40

Tabel 4.7 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan gejala klinis .................................... 41

Tabel 4.8 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma


skuamosa penis berdasarkan komplikasi ..................................... 41

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................... 31

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ....................................................................... 32

Gambar 3.1 Alur Penelitian ............................................................................ 33

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Provinsi Riau pertama kali dilaporkan penelitian tentang keganasan

urologi oleh Yuwinanda dan Zuhirman (2011) yang dilakukan di RSUD Arifin

Achmad Provinsi Riau, jumlah penyakit karsinoma penis sebanyak 11

kasus(16,7).1 Pada periode 2013 -2017 di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

diemukan 20 pasien kanker penis dengan karakteristiknya adalah usia tua, separuh

pasien adalah suku Batak, lokasi kanker penisnya berada pada batang penis, gejala

klinisnya benjolan pada penis, histopatologinya adalah squamous cell carcinoma,

grade Gl pada tumor primer, stage II, X-ray thorax dan USG abdomen sebagai

pemeriksaan radiologi, dan ditatalaksana dengan penektomi total. 2,3 Faktor-faktor

risiko pada pasien-pasien kanker penis di rumah sakit ini adalah berasal dari kota

Pekanbaru, suku Batak,dengan riwayat merokok dan tidak disirkumsisi. 3

Karsinoma sel skuamosa (KSS) penis merupakan keganasan yang jarang

yang berasal dari sel epitel di preputium bagian dalam atau glans penis.4

Insidennya yang jarang di seluruh dunia membuatnya sulit untuk dilakukan

penelitian dan uji klinis agar dapat dibuat standar dalam penatalaksanaan

keganasan ini.6 Manifestasi paling sering terjadi pada karsinoma penis adalah

adanya lesi yang terlihat dan teraba pada penis, yang juga disertai nyeri, adanya

sekret, perdarahan, atau bau yang busuk apabila pasien menunda pengobatan. Lesi

tersebut dapat berupa nodul atau ulkus dan dapat dikaburkan oleh fimosis. Pasien

dapat memiliki tanda penyakit yang lebih lanjut, seperti nodul yang teraba dengan

gejala konstitusional.5

1
2

Keganasan pada penis 95% berasal dari sel epitel skuamosa dan kemudian

dikelompokkan menjadi Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) atau Penile

Intraepithelial Neoplasia (PIN). Penile Intraepithelial Neoplasia adalah suatu

kondisi pre-maligna yang berisiko tinggi berkembang menjadi KSS.5 KSS penis

dapat dibagi menjadi beberapa subtipe. Subtipe yang paling umum termasuk SCC

biasa (48-65%).7 Setiap subtipe memiliki fitur histologis yang berbeda. Analisis

histopatologis digunakan untuk menilai tumor, yang kemudian dilepaskan pada

spektrum berdasarkan dari diferensiasi sel.8,9.

Radioterapi merupakan cabang pengobatan yang berkaitan dengan

pengobatan penyakit onkologis melalui dari radiasi pengion. digunakan radiasi

pengion karena dapat membentuk ion (partikel bermuatan listrik) dan menyimpan

energi ke sel-sel jaringan yang melewatinya. Energi yang tersimpan ini bisa

membunuh sel kanker atau menyebabkan perubahan genetik yang mengakibatkan

kematian sel kanker.10,11 Terapi radiasi dapat mencapai efek sampingnya dengan

menginduksi kematian sel melalui beberapa cara yaitu, apoptosis, autofagi,

nekrosis, senescence, dan kematian mitosis. Dari tatalaksana radioterapi

diharapkan dapat meningkatkan angka survival rate.11

Saat ini belum ada publikasi tentang tatalaksana kanker penis dengan

radioterapi di RSUD Arifin Achmad.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana gambaran karsinoma skuamosa penis dengan tatalaksana

radioterapi di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2014-2019.


3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengkaji gambaran karsinoma skuamosa penis dengan tatalaksana

radioterapi di RSUD Arifin Achmad tahun 2014-2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan kelompok

usia, dan ras periode 2014-2019.

2. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan gejala

klinis periode 2014-2019.

3. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan

pemeriksaan fisik dan letaknya periode 2014-2019.

4. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan

pemeriksaan penunjang laboraturium periode 2014-2019.

5. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan

pemeriksaan penunjang radiologi CT Scan pelvis periode 2014-2019.

6. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan stadiumnya

periode 2014-2019.

7. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan tatalaksana

penektomi total atau penektomi parsial, dan diseksi kelenjar getah bening

inguinal periode 2014-2019.

8. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan tatalaksana

radioterapi periode 2014-2019.

9. Mengetahui gambaran karsinoma skuamosa penis berdasarkan komplikasi

radioterapi periode 2014-2019.


4

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan pengetahuan di bidang urologi dan menjadi suatu

pengalaman dalam mengembangkan kemampuan peneliti di bidang

penelitian kedokteran.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian

gambaran karsinoma skuamosa dengan tatalaksana radioterapi pada penis.

3. Bagi penelitian lain

Dapat digunakan sebagai bahan rujukan lanjutan tentang gambaran

karsinoma skuamosa dengan tatalaksana radioterapi pada penis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinona Skuamosa Penis

2.1.1 Definisi

Karsinoma penis adalah penyakit keganasan yang berasal dari lapisan

epitel jaringan penis. Permukaan mukosa penis berawal dari orificium preputium

hingga meatus uretra dan terdiri dari tiga epitel : permukaan bagian dalam, sulkus

koronaria dan glans. Dan kanker penis terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa

yang timbul dari salah satu dari ketiga epitel ini. Karsinoma sel skuamosa (KSS)

yang berasal dari preputium sangat jarang terjadi. Diluar dari KSS ini, ada

keganasan melanositik, mesenkimal dan limfoma. Kanker penis merupakan

penyakit yang sedikit sulit diagnosis. Diagnosis sering tertunda karena banyak

pasien yang cenderung mengabaikan lesi asimtomatik di awal dan bahkan mencari

penanganan medis ketika sudah terjadi stadium lanjut, dan pendekatan bedah

konservatif tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan. KSS merupakan kasus

yang paling umum dibandingkan jenis neoplasma ganas penis lainnya. 13

2.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian kanker penis sangat jarang terjadi di negara-negara maju,

melainkan lebih sering terjadi di negara berkembang. Kejadian kasus kanker penis

tertinggi di dunia telah tercatat di Brasil dengan rata-rata 2,9-6,8 per 100.000 pria,

yang mana prevalensi tertinggi dipegang oleh Orang Kaukasia yang tidak

disirkumsisi dan juga yang berekonomi rendah. 6 The American Cancer Society

memperkirakan bahwa pada tahun 2018, ada 2.320 kasus kanker penis didiagnosis

di Amerika serikat, dengan 380 kasus kematian. 13 Angka kematian ini 17% ini

5
6

menegaskan keseriusan dari penyakit ini, sebagai perbandingannya hanya 3% pria

yang memiliki kanker prostat meninggal karena penyakit ini. Indonesia termasuk

sulit untuk mengetahui kejadian dari kasus kanker penis. Suku Batak merupakan

sebagian besar yang tidak mewajibkan masyarakatnya untuk disirkumsisi

sehingga menyebabkan angka kejadian kanker penis semakin tinggi pada suku

ini.12

Pasien kanker penis dengan riwayat merokok ditemukan sebanyak 12

(60%) kasus. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat 29,61% kasus penduduk

generasi Z 15 tahun di Provinsi Riau adalah perokok dan rata-rata penduduk

Indonesia yang merokok mengkonsumsi 12 batang rokok per hari.12 Menurut

penelitian Yuwinanda et al pasien dari Kota Pekanbaru memiliki persentase

tertinggi yaitu sebanyak 25%. Hal ini berkemungkinan disebabkan oleh sarana

dan prasarana yang memadai sehingga pasien dapat dengan mudah melakukan

perawatan ke RS Arifin Achmad Provinsi Riau. Selain itu Kota Pekanbaru juga

memiliki jumlah penduduk tertinggi dibandingkan dengan daerah atau kabupaten

lainnya yang ada di Provinsi Riau.1

Faktor yang secara signifikan terkait dengan presentasi lanjut adalah pria

yang berusia lebih dari 55 tahun, adanya penyakit penyerta, dan pasien yang tidak

memiliki asuransi.6 Usia terbanyak umumnya sering ditemukan di Indonesia pada

usia 40-50 tahun dengan persentase 26.1%, mayoritas dari kasus ini memiliki

riwayat tidak disirkumsisi dengan persentase 47.8% dengan letak lesi primer pada

glans penis dengan persentase 18.8%, kombinasi dari glans penis-shaft penis

sebanyak 34.8%.17
7

2.1.3 Faktor Resiko

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit kanker penis,

diantaranya adalah pria yang tidak disirkumsisi, merokok, dan lansia. Sirkumsisi

telah terbukti sebagai tindakan profilaksis yang efektif untuk kanker penis. Data

dari sebagian besar menunjukkan bahwa kanker penis hampir tidak pernah terjadi

pada individu yang disirkumsisi pada periode neonatal. Penyakit ini lebih sering

dijumpai saat sirkumsisi yang ditunda hingga masa pubertas. Pria yang tidak

disirkumsisi akan beresiko terjadinya fimosis. Fimosis adalah kondisi dimana

kulit penis (preputium) yang menempel pada bagian kepala penis dan dapat

menyebabkan tersymbatnya saluran kemih. Kebersihan yang buruk berkontribusi

pada perkembangan tumor ini melalui akumulasi smegma dan iritan lainnya di

sulkus balanopreputial, dan juga dikaitkan dengan insiden infeksi bakteri dan

kandida yang lebih tinggi.13

Merokok dan mengonsumsi tembakau juga dianggap sebagai faktor resiko.

Bahan kimia karsinogenik, radikal bebas, dan berbagai kandungan pada rokok

yang masuk ke dalam tubuh dapat merusakan Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dan

meningkatkan resiko terkena kanker. Seperti benzene, polonium-210, benzo (a)

pyrene dan nitosamines.12 Menurut salah satu studi epidemiologi mengatakan

bahwa perokok memiliki nilai 4,5 kali mengalami peningkatan kanker penis.

Penelitian Harish & Ravi melaporkan bahwa resiko bagi mereka yang merokok

lebih dari 10 batang perhari adalah 2,14%. Kombinasi mengunyah tembakau dan

merokok meningkat menjadi 3,39%.15 Faktor usia, kanker penis umumnya

diderita oleh pria usia 60 tahun ke atas dan akan meningkat seiring bertambahnya

usia dikarenakan terjadinya akumulasi kerusakan sel DNA dari waktu ke waktu.
8

Kehieginisan alat kelamin juga harus dijaga agar kuman atau virus tidak

berkembang.13

Hubungan langsung antara infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan

KSS penis telah dibuktikan kondisi terkait dengan jumlah pasangan seksual.

Bagaimanapun, hubungan dengan HPV jarang terjadi dibandingkan dengan kasus

kanker serviks. Infeksi HPV lebih sering terjadi pada karsinoma in situ (70% -

100% kasus) dibandingkan bentuk invasif (30%-60%). Jenis HPV paling banyak

terjadi dalam pengembangan KSS penis adalah HPV-16 dengan 69% kasus.13

Kutil pada kelamin juga disebabkan oleh jenis HPV resiko rendah, namun riwayat

ini juga dikaitkan dengan peningkatan resiko KSS penis 3% hingga bisa lima kali

lipat.15 Kondisi ini berkemungkinan terjadi pada sebagian kasus karena kutil

kelamin sering terjadi pada individu yang mengalami kebiasaan seksual yang

beresiko, yang membuat mereka beresiko lebih besar untuk terinfeksi oleh jenis

HPV lain.15
9

2.1.4 Klasifikasi

Menurut TNM (tumor, nodus, metastase)

Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut TNM.14

Stadium

1. Stadium 0 ( Carcinoma in Situ)

Pada stadium 0, sel yang abnormal atau pertumbuhan yang terlihat

seperti kutil ditemukan pada permukaan preputium. 14

2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah terbentuk dan menyebar ke jaringan

ikat di bawah preputium. Kanker belum menyebar ke pembuluh getah

bening atau pembuluh darah.14


10

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar ke jaringan ikat di bawah

preputium. Kanker juga telah menyebar ke pembuluh getah bening atau

pembuluh darah.14

4. Stadium III

Dibagi menjadi tahap IIIa dan tahap IIIb. Pada tahap IIIa, kanker

telah menyebar ke satu kelenjar getah bening di selangkangan. Kanker

juga telah meyebar ke jaringan ikat di bawah preputium. Kanker mungkin

juga telah menyebar ke pembuluh getah bening atau pembuluh darah. Pada

tahap IIIb, kanker telah menyebar ke lebih dari satu kelenjar getah bening

di salah satu sisi selangkangan atau ke kelenjar getah bening pada kedua

sisi pangkal paha. Kanker juga menyebar ke jaringan ikat di bawah

preputium.14

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke jaringan dekat penis

seperti prostat, dan mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening di

paha atau panggul, atau pada satu atau lebih kelenjar getah bening di

panggul, atau kanker telah metastasis.14


11

Karsinoma penis menurut WHO, frekuensi relatif, dan rata-rata kematian akibat

kanker.

Tabel 2.2 klasifikasi karsinoma penis menurut WHO. 14

2.1.5 Patologi

Dari seluruh penyakit keganasan penis, sebanyak 95% adalah karsinoma

sel skuamosa, sedangkan sekitar setengahnya berasal dari epitel yang tidak

berkeratin. Pada KSS penis, ada beberapa subtipe histologis yang tiap subtipe nya

berbeda dalam karateristik genetik histologik dan molekuler, patogenesis dan

prognosisnya. Ada dua jalur patogen yang terlibat dalam perkembangan

karsinoma penis. Ada sekitar sepertiga dari kasus dihubungkan dengan infeksi

HPV. Parameter pengganti untuk asosiasi HPV adalah deteksi imunohistokimia


12

HPV.15 Serotipe dari HPV yang sering diidentifikasi adalah HPV 16, 18, 31, 33,

45, 56, dan 65. Kanker penis yang berhubungan dengan HPV dapat dibedakan

dari jenis yang tidak berhubungan dengan HPV dengan cara PCR atau

imunohistokimia. Peradangan kronis merupakan jalur patogen kedua, hal ini

terkait dengan lichen sclerosus atau peradangan pada preputium yang berkaitan

dengan phimosis.15

Adanya perubahan pada biologis molekuler berkemungkinan adanya

hubungan yang pasti dengan prognosis. Pada kanker penis hilangnya

heterozigositas (Loss of Heterozygosite/LOH) yang berdekatan dengan gen

supressor tumor (2q, 6p, 8q, 9p, 12q, 17p13) biasanya akan diamati dan bahkan

lebih sering terjadi metastasis pada kelenjar getah bening. Yang paling sering

adalah hilangnya alel didaerah 9p21 dan 17p, yang masing-masingnya akan

mengkode gen supressor tumor p16 dan p53. 4 Inaktivasi p16 dan p53 juga

dipengaruhi oleh onkogen HPV E6 dan E7. Hipermetilasi promotor p16 dan LOH

serta perubahan dari gen supressor tumor lainnya (KAI1, nm23HI) yang

berhubungan dengan penyebaran metastasis. Namun untuk perubahan p53

tersebut memiliki kesesuaian prognostik atau tidak belum dipastikan. 4

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala paling awal pada penyakit ini yang sering muncul adalah adanya

perubahan warna pada preputium, kemudian akan berkembang menjadi benjolan

dan bisul yang tidak bisa disembuhkan. Gambaran paling umum pada kanker

penis adalah terdapatnya lesi yang terlihat dan dapat teraba pada penis, disertai

nyeri, terdapat sekret, adanya perdarahan, terkadang mengeluarkan bau yang

busuk apabila penundaan pengobatan pada pasien. Lesi dapat berupa nodul atau
13

ulkus yang disamarkan oleh fimosis. Nodul teraba dengan gejala konstitusional

juga dapat terjadi pada pasien yang memiliki tanda penyakit yang lebih lanjut.14

2.1.7 Diagnosis

Kanker penis dapat disembuhkan lebih dari 80% kasus jika penyakit ini

bisa didiagnosis lebih awal. Sedangkan pengobatan lokal, meskipun berpotensi

menyelamatkan nyawa, namun dapat menyebabkan kerusakan dan

menghancurkan dari kesejahteraan psikologis pasien.

1. Nodus Inguinalis yang Tidak Teraba

Jika kelenjar getah bening(nodus) tidak teraba pada saat palpasi,

berkemungkinan adanya penyakit mikrometastasis sekitar 25%. CT scan

tidak dapat membantu dalam menentukan stadium daerah inguinal yang

normal secara klinis, meskipun pencitraan dapat membantu pasien obesitas

yang pada saat palpasi tidak dapat dilakukan.18,19

Manajemen untuk diagnostik lebih lanjut pada pasien dengan

nodus inguinalis normal harus dilihat sesuai faktor resiko patologis. Salah

satu faktor resiko kemungkinan terjadinya metastasis limfatik yaitu invasi

limfovaskular dengan stadium dan derajat lokal.20

2. Kelenjar Getah Bening Inguinalis Teraba

Kelenjar getah bening yang teraba dapat mencurigakan adanya

metastasis dari kelenjar getah bening. Dari pemeriksaan fisik harus dicatat

jumlah nodus yang teraba pada setiap sisi dan perhatikan jika nodus

tersebut terfiksasi atau mobile. Sedangkan CT Scan pada panggul dapat

dilakukan untuk menilai kelenjar getah bening yang berada di panggul.


14

Pencitraan dengan 18FDG-PET/CT telah membuktikan bahwa

sensitivitasnya tinggi mencapai 88-100%, dengan spesifitas 98-100%

untuk mengkonfirmasi adanya nodul yang bermetastatis pada pasien

dengan kelenjar getah bening di inguinal yang teraba.4

3. Metastatis Jauh

Penilaian ini harus dilakukan pada pasien yang telah terbukti

dengan nodus inguinalis positif. Computed Tomography (CT) pada perut

dan panggul serta dada direkomendasikan pada kasus ini. Untuk

mengidentifikasi metastasis jauh pada pasien dengan nodus inguinalis

positif PET/CT adalah pilihan terbaik.20 Tidak ada penanda tumor khusus

untuk kanker penis. Namun antigen SCC (SCC Ag) meningkat <25% pada

pasien dengan kanker penis. Sebuah studi menemukan bahwa SCC Ag

tidak memprediksi penyakit metastasis yang tersembunyi, tetapi

merupakan sebuah indikator kelangsungan dari disease-free survival pada

pasien yang positif kelenjar getah bening.21


15

Pedoman untuk diagnosis dan staging dari kanker penis

Tabel 2.3 Pedoman untuk diagnosis kanker penis. 4

CT = computed tomography; PET = tomografi emisi positron.

2.1.8 Manajemen Tatalaksana Penyakit

2.1.8.1 Pengobatan Tumor Primer

Perawatan pada kasus lesi kanker primer ini bertujuan untuk mengangkat

tumor seluruhnya, tujuannya juga agar mempertahankan bagian penis sebanyak

mungkin tanpa mengurangi radikalitas. Untuk mengurangi kekambuhan lokal

yang mempengaruhi efek dari kelangsungan hidup jangka panjangdapat

digunakan pengawetan organ.22 Belum ada studi kontrol secara acak yang dapat

membuktikan untuk manajemen bedah kanker penis lokal atau yang


16

membandingkan modalitas bedah dan non-bedah. Studi yang tersedia seringkali

bias. Namun, pengawetan penis tampak lebih unggul dalam hasil fungsional dan

kosmetik. Ini merupakan pengobatan metode utama untuk pria dengan kanker

penis lokal.23

Diagnosis histologis stadium lokal harus diperolah dalam semua kasus

kanker penis, terutama jika untuk mempertimbangkan modalitas pengobatan yang

non-bedah. Pengobatan pada tumor primer dan nodus regional dapat dilakukan

dengan semua jaringan ganas dengan margin bedah negatif wajib dihilangkan.

Pasien harus diberi konseling tentang semua modalitas pengobatan yang sesuai.

Pengobatan lokal untuk kanker penis yang kecil dan terlokalisasi dapat dilakukan

operasi eksisi, radioterapi sinar eskternal, brachytherapy dan ablasi laser.24

2.1.8.2 Pengobatan Penyakit Non-Invasif Superfisial (CIS)

Untuk penyakit ini, kemoterapi topikal dengan imiquimod atau 5-

fluorouracil (5-FU) dapat menjadi pengobatan lini pertama yang efektif. Mereka

memiliki toksisitas dan efek samping yang umumnya rendah, tetapi mempunyai

kemanjuran yang terbatas.21 Untuk mengetahui tingkat persistensi dan/atau

kekambuhan yang tinggi, perlu pengawasan yang ketat dan jangka panjang pada

pasien. Jika pengobatan ini gagal, maka sebaiknya tidak perlu untuk diulang.4

2.1.8.3 Penatalaksanaan Kelenjar Getah Bening Regional

Perkembangan metastasis limfatik pada kanker penis dapat mengikuti jalur

dari drainase anatomis. Kelenjar getah bening inguinalis superfisial dan profunda

adalah kelompok nodus regional utama yang memanifestasikan perluasan

metastasis limfatik, yang bisa unilateral atau bilateral.23 Semua nodul inguinal

dapat terlihat terletak di zona inguinal superior dan sentral, sedangkan sebagian
17

besar berada di zona superior medial.4 Drainase limfatik tidak ada yang dapat

terlihat dari penis ke dua dari daerah inferior dari selangkangan dan tidak ada

drainase langsung untuk kelenjar panggul yang dapat digambarkan. Temuan ini

mengkonfirmasi penelitian sebelumnya.4

Pedoman strategi pengobatan untuk metastasis nodal

Tabel 2.4 Pedoman strategi pengobatan untuk metastasis nodal. 4

2.1.9 Prognosis

Menurut beberapa penulis setuju menyimpulkan bahwa pasien dengan

KSS penis yang telah medapatkani penektomi total atau parsial harus dijadwalkan

untuk dilakukan limfadenoktomi inguinalis menurut stadium dari kelenjar getah

bening klinis dan hasil patologis dari tumor primernya. Menurut penelitian oleh

Lopes dkk. Menganalisa dari rekam medis 145 pria yang didiagnosis kanker penis

yang dirawat di Sao Paulo, Brazil menurut laporannya menunjukkan bahwa


18

ketebalan tumor, embolisasi limfatik, dan embolisasi vaskular dihubungkan

dengan adanya metastasis dari kelenjar getah bening, sedangkan untuk stadium

patologis tumor primer, stadium klinis kelenjar getah bening (cN), variabel

patologis dan derajat dari histologis lain yang hasil penilaiannya tidak sesuai

secara statistik dalam analisis univariat. Namun yang jadi prediktor independen

dari kelenjar getah bening dalam analisis regresi logistik hanya embolisasi

limfatik dan vaskular.19

Konsekuensi setelah pengobatan pada kanker penis akan melibatkan

perubahan dari kualitas hidup pasien, antara lain: disfungsi seksual, masalah pada

berkemih dan perubahan dari kosmetik pada penis yang dapat mempengaruhi

kualitas hidup. Sebuah studi di Swedia melaporkan bahwan adanya penurunan

yang nyata dalam beberapa dari kebiasaan seksual, seperti adanya stimulasi

manual. Dan juga salah satu studi besar tentang pengobatan laser CO2 pada pasien

kanker penis dengan 224 kasus pasien menginformasikan bahwa tidak terjadi

masalah dengan kemampuan dari ereksi pasien atau terganggunya fungsi seksual

setelah dilakukannya pengobatan.4

Sedangkan untuk pengobatan pelapisan kembali pada glans dalam satu

studi setelah dilakukannya pengisian kuesioner IIEF-5 (Indeks Internasional

Fungsi Ereksi) pada 7/10 pasien melaporkan bahwa semua pasien dapat aktif

kembali setelah waktu 3-5 bulan. 7/7 pasien mengatakan bahwa tidak ada

perbedaan sensasi di ujung penis setelah dilakukannya operasi atau bahkan lebih

baik, dan mereka dapat kembali mengalami ereksi setelah 2-3 minggu pasca

operasi.17
19

2.2 Radioterapi

2.2.1 Definisi

Radioterapi merupakan cabang pengobatan yang berkaitan dengan

pengobatan penyakit onkologis melalui dari radiasi pengion. 10 Terapi ini juga

disebut terapi radiasi yang menggunakan radiasi dengan dosis tinggi untuk

mematikan sel kanker dan mengecilkan ukuran tumor. Radiasi dengan dosis

rendah dapat digunakan sebagai rontgen guna melihat dan mengambil gambar

tubuh bagian dalam.25 Radiasi ialah perpindahan energi dari sumber radiasi

dengan medium lain, dan transmisi ini dapat berupa partikel (radiasi partikel)

ataupun berupa gelombang atau cahaya (radiasi elektromagnetik). 30 Dalam

radioterapi, digunakan radiasi pengion karena dapat membentuk ion (partikel

bermuatan listrik) dan menyimpan energi ke sel-sel jaringan yang melewatinya.

Energi yang tersimpan ini bisa membunuh sel kanker atau menyebabkan

perubahan genetik yang mengakibatkan kematian sel kanker. 11

Radioterapi sekarang sudah menjadi pilihan sentral dan penting dari

program pengobatan efektif dari kanker di seluruh dunia. Pengobatan ini

digunakan untuk memberikan kontrol lokal dan menyembuhkan kanker yang

terlokalisasi (tanpa kekambuhan di area yang diobati) atau menghilangkan gejala

pada kanker yang berkembang atau menyebar secara lokal. 4 Radioterapi

umumnya digunakan kombinasi dengan pembedahan, bisa pre operasi atau pasca

operasi, pilihan lain adalah kombinasi dengan kemoterapi sistemik sebelum,

selama, atau setelah rangkaian dari radioterapi. 11 Radiasi dari pengobatan ini juga

mempengaruhi dari jaringan normal dan juga tumor, bila mencapai rasio dari efek

samping yang diterima dapat didefinisikan sebagai probabilitas pengendalian


20

tumor dengan probabilitas toksisitas yang tidak dapat diterima. Jumlah toleransi

kontrol dari penyimpangan adalah kurang dari 5%. Radioterapi juga termasuk dari

salah satu modalitas pengobatan kanker yang lebih menghemat biaya, selain dari

investasi modal awal dan substansial dalam fasilitas dan peralatan. Namun,

investasi tersebut mengakibatkan akses yang sangat terbatas dikalangan mayoritas

masyarakat yang berpenghasilan rendah-menengah.25

2.2.2 Kegunaan Radioterapi

1) Terapi Radiasi dan Kemoterapi

Penggunaan kombinasi dua perawatan ini telah terbukti secara

signifikan dapat meningkatkan pengangkatan tumor dan kelangsungan

hidup pada beberapa jumlah kanker. Perawatan ini dapat meningkatkan

kontrol lokal, memberikan hasil pengawetan organ yang baik, dan

menghambat metastasis mikroskopis jauh.26

2) Terapi Radiasi Sebagai Pengobatan Adjuvan

Radioterapi ini biasanya dilakukan pasca operasi sebagai

pengobatan adjuvan atau setelah dilakukannya pengobatan tertentu,

radioterapi neoadjuvan, dan radiokemoterapi. Untuk radioterapi

neoadjuvan dapat dilakukan sebelum tindakan pengobatan lain misalnya

sebelum operasi. Radioterapi digunakan juga ketika kemoterapi tidak bisa

diharapkan untuk penyembuhan. Radiokemoterapi juga dapat diberikan

bersamaan kemoterapi.26
21

3) Terapi Radiasi pada Penyakit Metastasis

Pengobatan ini dapat memberikan menurunkan penyakit metastasis

pada pasien. Radioterapi ini juga efektif untuk mengendalikan perdarahan

dan rasa nyeri, gejala dikarenakan adanya kompresi saraf, sumsum tulang

belakang, dan saluran udara. Pengobatan ini sangat berguna untuk

menghilangkan rasa sakit dengan menggunakan dosis tunggal dengan

intensitas yang sedang (8-10 Gy) hingga tercapai rerata pereda nyeri yang

relevan pada 60%-80% pada pasien.20

2.2.3 Mekanisme Terapi Radiasi

Berdasarkan jarak antara sumber radiasi terhadap target yang akan diberi

radiasi maka radioterapi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu radioterapi

internal (brachytherapy) dan radioterapi eksterna. Pada bracytherapy sumber

radiasi diletakkan pada target radiasi atau sedekat mungkin dengan target radiasi

seperti implantasi, kontak dan intrakaviter. Pada radioterapi eksterna antara

sumber radiasi dan target radiasi dijarakkan dengan panjang tertentu seperti

Pesawat terapi Co-60, pesawat Linear Accelerator (LINAC), Gamma Knife dan

Cyber knife. Terapi kanker tidak hanya memberikan hal yang positif juga dapat

memberikan dampak negatif, oleh karena itu nilai dosis yang diberikan harus

sesuai dan tidak boleh melebihi batas yang telah diatur. Secara umum pemberian

dosis radiasi dilakukan 5 kali dalam seminggu, dengan dosis radiasi rata-rata

antara 1,8 Gy-2 Gy dalam satu hari penyinaran. Pemberian dosis radiasi sangat

bergantung pada jenis kanker, tujuan pengobatan dan sebagainya. Untuk sejumlah
22

kanker diberikan sebanyak 25-30 kali penyinaran atau dengan jumlah total dosis

antara 50 Gy-60 Gy.38

Penggunaan radasi untuk menghancurkan sel kanker harus diperhatikan

terlebih dahulu agar tidak merusak sel normal yang berada dekat pada sel kanker,

oleh sebab itu harus dilakukan verifikasi terlebih dahulu agar ketepatan dosis yang

akan diberikan sama dengan dosis yang akan diterima sehingga aman bagi pasien

dan juga jaringan normal sekitar sel kanker. 39 Instrumentasi dari pesawat terapi

Co-60 menggunakan sumber Co-60 yang memancarkan sinar gamma dan dapat

menghancurkan sel genetik, sehingga sel kanker tidak dapat membelah ataupun

tumbuh lagi. Penggunaan pesawat terapi Co-60 untuk mematikan sel kanker harus

sesuai dengan kebutuhannya. Jika pemberian dosis radiasi yang diterima oleh

kanker tidak tepat, maka sel normal yang ada disekitar kanker akan ikut menerima

radiasi yang seharusnya tidak diperlukan, sehingga akan menyebabkan

kerusakkan pada sel normal tersebut.39

Verifikasi dilakukan melalui perbandingan ketepatan dosis radiasi pada

saat kondisi penyinaran dengan pengukuran dosis radiasi permukaan

menggunakan thermoluminecence dosemetre-100(TLD-100). Pemberian dosis

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas lapangan penyinaran, kedalaman

kanker, distribusi dosis radiasi, laju dosis radiasi, fraksi penyinaran, lama

pengobatan, jenis jaringan/organ, volume kanker dan kualitas radiasi. Untuk

mengetahui ketepatan dosis radiasi yang diterima sesuai yang direncanakan

sehingga perlu dilakukan verifikasi terlebih dahulu agar dosis radiasi yang

direncanakan sesuai dengan yang akan diberikan pada pasien kanker. 42


23

1. Terapi Radiasi Sinar Eksternal (External beam radiation therapy).

Radioterapi Eksternal merupakan radioterapi yang langsung

dipaparkan ke tubuh secara eksternal. Terapi ini diterapkan secara

eksternal dengan pancaran radiasi yang ditujukan untuk mengobati kanker

yang letaknya jauh di dalam tubuh. Sinar radiasi eksternal dapat diterapkan

dengan beberapa ancangan seperti: sumber radioaktif (cobalt-60) yang

dapat memancarkan sinar gamma; sinar-x benergi tinggi atau photons yang

dihasilkan dari akselerator linier atau balok partikel-elektron, proton, atau

ion yang lebih berat dengan dipercepat oleh jenis akselerator lainnya. 28,29

2.2.4 Efek Samping

Tujuan sebenarnya dari terapi radiasi ialah memaksimalkan dosis radiasi

yang diberi pada sel kanker yang abnormal dan menimalisir paparan radiasi pada

sel normal yang berada dekat dengan sel kanker atau berada pada jalur radiasi,

meskipun sedikitnya radiasi dapat merusak sel normal maupun sel kanker. 38 NCI

(National Cancer Instittute) telah mengeluarkan deskriptif untuk pelaporan

kejadian yang tidak diinginkan atau juga disebut Common Terminology Criteria

for Adverse Events (CTCAE). Ada beberapa tingkat skala penilaian untuk setiap

istilah adverse events, yaitu:39

Tingkat 1: Ringan, berupa gejala asimtomatik yang terjadi pada

pengamatan klinis atau diagnostik.

Tingkat 2: Sedang, ditujukan untuk intervensi lokal atau kasus non-invasif.

Tingkat 3: Parah, atau yang relevan secara medis namun tidak mengancam

jiwa, ditujukan untuk pasien rawat inap.


24

Tingkat 4: Sudah termasuk mengancam jiwa, ditujukan untuk pasien yang

dilakukan intervensi mendesak.

Tingkat 5: Merupakan adverse events yang berhubungan dengan kematian.

Efek samping lainnya dapat berupa:

a. Komplikasi pada SSP (Sistem Saraf Pusat).

Menurut artikel review dari Soussain et al. menyebutkan bahwa

beberapa jenis komplikasi pada SSP oleh karena radioterapi antara lain

ensefalopati akut yang dapat mempengaruhi sampai 50% pasien setelah

diberikannya dosis tinggi, dan pada anak dapat terjadi sindrom mengantuk,

tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang dewasa setelah

2 bulan pertama pasca radioterapi. Gejala yang sangat tampak adalah

kantuk dan tidur yang berlebihan, mual dan anoreksia. Komplikasi

terparah akibat radiasi terjadinya focal cerebral and spinal cord

radionecrosisi yang didefinisikan menurut neuropatologis sebagai nekrosis

lesi vaskuler berat. Namun komplikasi ini jarang terjadi karena keamanan

dari protokol radiasi mengalami peningkatan 20 tahun terakhir. 40,43

b. Toksisitas Akut pada Kulit

Kasus ini dilaporkan dalam penelitian Hoppe et al. mengatakan

bahwa pada pasien yang mendapatkan terapi Stereotactic Body Radiation

Therapy (SBRT) mengalami toksisitas kulit dengan tingkat 1 (38%),

tingkat 2 (8%), dan tingkat 3 (4%).41

c. Efek samping pada penis

Kelemahan utama dari radioterapi ini adalah dapat merusak

jaringan sehat yang berada dekat dengan sel kanker. Kulit di daerah yang
25

dirawat sering terjadi kemerahan dan menjadi sensitif. Bahkan ditemukan

adanya bercak kulit, sebagian orang kulitnya mungkin akan terkelupas.

Untuk pasien kanker penis mungkin akanmerasakan sensasi terbakar saat

buang air kecil. Daerah itu mungkin juga akan membengkak untuk

sementara waktu. Pasien yang dlakukan perawatann dengan brachytherapy

akan mengalami efek samping yang cenderung buruk sekitar 3 minggu

pasca pengobatan dan terakhir setelah pengobatan selesai. Diperlukan

waktu hampir 12 minggu untuk sembuh. Begitu juga dengan penggunaan

radiasi sinar eksternal, efek samping perlahan akan menghilang dan

membaik seiring waktu setelah beberapa bulan.44

Pasien yang dilakukan perawatan dengan radiasi akan terlihat kulit

penis menjadi lebih gelap atau kurang elastis, dan akan terlihat seperti

pembuluh darah kecil seperti jaring atau dikenal juga dengan

telangiectasia. Beberapa efek samping yang tida terlalu umum namun

lebih serius meliputi: (1) Kulit atau jaringan ujung penis bisa mati

(nekrosis), (2) Uretra menyempit dari jaringan parut(stenosis) yang akan

meyebabkan terjadinya masalah saat buang air kecil, dan (3) Terjadinya

fistula yang mungkin terbentuk di antara uretra dan kulit yang dapat

menyebabkan urin bocor melalui lubang tersebut.

Efek dari radioterapi pada kasus kanker penis juga akan

mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengalami ereksi. Tetapi utuk

kasus dimana tumor belum tumbuh diluar kelenjar, radiasi hanya

diarahkan pada ujung penis, sehingga ereksi tidak boleh terpengaruh. Efek
26

samping lain yang mungkin timbul adalah radiasi ke panggul dan kelenjar

getah bening inguinal temasuk kelelaha, mual, atau diare. 44

2.2.5 Peranan Radioterapi pada Karsinoma Skuamosa Penis.

Target utama dari terapi radiasi ini adalah kerusakan molekul DNA pada

jaringan target. Umumnya, ada 2 jenis mekanisme kerusakan DNA akibat radiasi

pengion, diantaranya adalah ionisasi langsung dan ionisasi tidak langsung.

Kerusakan karena ionisasi langsung biasanya dapat disebabkan oleh radiasi

partikel yang terjadi karena energi kinetik partikel langsung merusak struktur dari

jaringan atom biologi yang dilewatinya. Sedangkan ionisasi tidak langsung

disebabkan oleh radiasi elektromagnetik yang membentuk elektron sekunder/

radikal bebas yang akan berinteraksi dengan DNA dan menyebabkan kerusakan. 10

Kerusakan ini dapat berupa single strand breaks (SSB) dan double strand breaks

(DSB). Kerusakan pada salah satu untai DNA (SSB) masih dapat diperbaiki oleh

sel, sedangkan kerusakan pada untai ganda seringkali menyebabkan kematian

sel.19,18

Terapi radiasi dapat mencapai efek sampingnya dengan menginduksi

kematian sel melalui beberapa cara, yaitu:

1. Apoptosis

Apoptosis merupakan bentuk kematian dari sel terprogram yang

ditandai dengan kondensasi/fragmentasi dari kromatin, penyusutan sel,

dan pengelupasan selaput membran sel. Dalam responnya terhadap radiasi,

apoptosis terutama diamati pada sel sistem hematopoietic.31


27

2. Autofagi

Autofagi adalah proses sel mencerna bagian dari sitoplasmanya

sendiri untuk menghasilkan makromolekul dan energi. Hal ini ditandai

dengan penyerapan protein dan/atau organel dalam vesikel autofagi besar

yang disebut autophagosomes, lalu peleburan dari vesikula dengan

lisosom menyebabkan terbentuknya autophagolysosomes dan degradasi di

dalamnya yang menyediakan bahan untuk sintesis dan regenerasi de novo.

Terdapat hubungan antara autofagi dengan apoptosis karena autofagi

ditemukan pada sel saat gagal mengalami apoptosis dan autofagi termasuk

kematian sel terprogram tipe II (apoptosis adalah tipe I). 32,33

3. Nekrosis

Nekrosis adalah kematian sel yang tidak terkontrol, ini terjadi

dikarenakan kondisi ligkungan yang ekstrim seperti perubahan pH,

kehilangan energi atau ketidakseimbangan ion, bisa karena terjadinya

infeksi, inflamasi, ataupun iskemia. Nekrosis ditandai dengan deformasi

dari membran, pelebaran selular, kerusakan dari organel, dan pelepasan

enzim lisosomal yang menyerang sel. Nekrosis juga sering diamati pada

sel tumor dan dapat terjadi karena kerusakan DNA akibat radiasi meskipun

belum jelas bagaimana mekanisme yang sebenarnya terjadi pada nekrosis

pasca radiasi.34,35

4. Senescence

Senescence merupakan keadaan hilangnya kemampuan sel untuk

membelah secara permanen, akan tetapi masih memiliki kemampuan

untuk metabolisme dan tidak dapat perubahan fungsional. 36


28

5. Kematian mitosis

Proses ini terjadi ketika sel sedang mengalami mitosis yang tidak

tepat akibat kerusakan DNA yang tidak diperbaiki, hal ini sering terjadi

setelah proses irradiasi. Dalam hal ini kematian sel didefinisikan sebagai

kehilangan kemampuan replikasi dan ketidakmampuan sel untuk

memisahkan materi genetik dengan benar. 37

2.2.6 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

a. Kerangka Teori
Peradangan
Kronis pada
Infeksi HPV Penis Faktor Resiko

Hilangnya Heterozygocites
(LOH:Loss of Heterozygocytes)

Inaktivasi p16 dan p53 Hipermetilasi promotor


dipengaruhi oleh HPV E6 p16 dan LOH
dan E7

Perubahan gen supressor


tumor (KA 11,nm23HI)

Karsinoma Penis

Metastasis ke Kelenjar Getah


Bening Inguinal Profunda

Gambar 2.1 Kerangka Teori


29

b. Kerangka Konsep

Karsinoma
Skuamosa Penis

Tatalaksana
Radioterapi

External Beam
Radiotherapy

Efek Therapy Efek Samping

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif retrospektif untuk melihat gambaran

tatalaksana radioterapi pada karsinoma skuamosa penis di RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru periode 2014-2019.

3.2 Populasi dan sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah pasien karsinoma skuamosa penis yang dilakukan

penatalaksanaan radioterapi di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada periode

2014-2019.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi di

Bagian Urologi, Radioterapi, dan Rekam Medis di RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau, jumlah sample adalah total sampling.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien yang terdiagnosis karsinoma skuamosa penis yang dilakukan

penatalaksanaan radioterapi berdasarkan ras Minang, Batak, Jawa, dan

Melayu di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode 2014-2019.

2. Data rekam medis lengkap.

30
31

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Data rekam medis yang tidak lengkap.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari catatan medik pasien karsinoma skuamosa penis

meliputi diagnosis, penatalaksanaan dan follow up.

3.4.2 Waktu Pengumpulan Data

Waktu pengumpulan data penelitian ini akan dilakukan pada pasien yang

terbukti karsinoma skuamosa penis yang dilakukan tatalaksana di RSUD Arifin

Achmad periode Desember-Januari 2021.

3.5 Variabel Penelitian

1. Usia

2. Ras

3. Pemeriksaan fisik

4. Pemeriksaan Penunjang

5. Stadium

6. Tatalaksana Operatif

7. Gejala Klinis

8. Komplikasi

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Data-data yang telah didapatkan dikelompokkan sesuai dengan parameter

yang ingin diketahui kemudian diolah secara manual serta disajikan secara
32

deskriptif dalam bentuk diagram dan tabel distribusi frekuensi untuk menarik

kesimpulan dengan mengunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa kembali kelengkapan data dan

kesalahan dalam pengisian data.

2. Coding

Data yang diperoleh diberikan kode sehingga memudahkan dalam

pengolahan atau pembacaan data.

3. Entry Data

Data yang terkumpul setelah dilakukan coding, dimasukan kedalam tabel

frekuensi sesuai dengan kategori maing-masing sehingga memudahkan untuk

melakukan analisis data. Data dimasukan kedalam tabel induk mengunakan

perangkat lunak program komputer.

3.7 Analisis Data

Analisis data mengunakan analisis univariat untuk melihat gambaran

karsinoma skuamosa penis di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 2014-

2019. Hasil dari anasisis data dapat disajikan secara deskriptif dalam bentuk

diagram dan tabel distribusi frekuensi untuk menarik kesimpulan.

3.8 Penyajian Data

Data hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi dan tubular.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini akan telah dinyatakan lulus kaji etik dengan Nomor:

B/150/UN19.5.1.1.8/UEPKK/2020 oleh Unit Etika Penelitian Kedokteran dan


33

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Riau. RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau.

3.10 Alur Penelitian

Membuat proposal dan mengurus izin melakukan


penelitian di Sub Bagian Pendidikan dan Pelatihan
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

Melihat catatan rekam medik

Memilih yang sesuai dengan kriteria inklusi

Pengambilan data dan mengolah sesuai variabel perintah

Analisis data

Gambar 3.1 Alur Penelitian


34

3.11 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur

Karsinoma Skuamosa Penis Merupakan suatu penyakit keganasan yang Rekam medis Ordinal Histopatologi
berasal dari lapisan epitel jaringan penis.

Usia Kelompok usia penderita kanker penis Rekam medis Nominal <45 th
46-55 th
56-65 th
>65 th3

Ras Kelompok ras penderita kanker penis Rekam medis Nominal Minang
Melayu
Jawa
Batak3

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada kanker penis Rekam medis Nominal Benjolan, bisul, nyeri,
sekret, dan lesi.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang laboraturium dan Rekam medis Ordinal Hb: 14-18
pemeriksaan radiologi pada pasien kanker Ureum: 0,5-1,3 mg/dL
penis. Kreatinin: 20-40 mg
CT Scan Pelvis

Stadium Merupakan derajat stadium kanker penis Rekam medis Ordinal Stadium 0, Stadium 1,
Stadium 2, Stadium 3, dan
Stadium 4.15
35

Tatalaksana Merupakan tatalaksana pada kanker penis Rekam medis Nominal Penektomi total
Penektomi parsial
Diseksi kelenjar getah
bening inguinal

Gejala Klinis Merupakan cabang pengobatan yang Rekam Medis Ordinal Nyeri, luka, dan gatal
berkaitan dengan pengobatan penyakit disekitar kemaluan.
onkologis melalui radiasi pengion.10

Komplikasi Merupakan komplikasi yang terjadi setelah Rekam medis Ordinal Disuria, uretra stenosis,
tatalaksana dari radioterapi pada kanker fistula, gangguan ereksi,
penis. fatigue, mual, dan diare.44
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Terdapat 28 kasus karsinoma skuamosa penis dan 3 pasien (100%)


diantaranya ditatalaksana menggunakan radioterapi yang diperiksa di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru periode 2014-2019.

4.1 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan kelompok usia di RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau periode 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa penis

berdasarkan kelompok usia di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode 2014-

2019 dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan kelompok usia di RSUD Arifin

Achmad 2014-2019.

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Usia (tahun)
1. <45 2 66,6
2. 46-55 1 33,3
3. 56-65 0 0
4. >65 0 0

Total 3 100

Tabel 4.1 menunjukkan kelompok usia terbanyak untuk kasus karsinoma

skuamosa penis yang ditatalaksana radioterapi usia terbanyak ialah usia >45 tahun

sebanyak 2 kasus (66,6%).

36
37

4.2 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan ras di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode

2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa penis

berdasarkan ras di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2014-2019 dapat

dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan ras di RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau periode 2014-2019

Ras Frekuensi (n) Persentase (%)


1. Batak 2 66,6
2. Melayu 1 33,3

Total 3 100

Tabel 4.2 terlihat bahwa kasus karsinoma skuamosa penis berdasarkan ras

yang terbanyak ialah suku Batak berjumlah 2 kasus (66,6%), sedangkan melayu 1

(33,3%).

4.3 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan pemeriksaan fisik di RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau tahun 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa penis

berdasarkan pemeriksaan fisik di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun

2014-2019 dapat dilihat pada Tabel 4.3


38

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan pemeriksaan fisik pembesaran

KGB inguinal di RSUD Arifin Achmad periode 2014-2019.

Pemeriksaan Fisik Frekuensi (n) Persentase (%)

Pembesaran KGB 3 100


inguinal

Total 3 100

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat distribusi karsinoma skuamosa penis

berdasarkan Pemeriksaan Fisik yang terbanyak ialah pembesaran kelenjar getah

bening sebanyak 3 pasien (100%).

4.4 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma

skuamosa penis berdasarkan pemeriksaan penunjang di RSUD

Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan pemeriksaan penunjang di RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau tahun 2014-2019 dapat dilihat pada Tabel 4.4


39

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang

menjalani tatalaksana radioterapi berdasarkan pemeriksaan

penunjang di RSUD Arifin Achmad periode 2014-2019.

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin
Normal 1 33,3
Abnormal 2 66,6

Total 3 100
2. Ureum
Normal 0 0
Abnormal 3 100

Total 3 100
3. Kreatinin
Normal 0 0
Abnormal 3 100

Total 3 100
4. CT-Scan Pelvis
Normal 0 0
Abnormal 3 100

Total 100

Dari Tabel 4.4 terlihat pada pasien karsinoma skuamosa penis sebanyak 2

pasien (66,6%) mengalami penurunan Hb, sedangkan 1 pasien normal (33,3%).

Sebanyak 3 pasien (100%) mengalami peningkatan kadar ureum. Sebanyak 3

pasien (100%) mengalami peningkatan kadar kreatinin, dan seluruh pasien

(100%) tampak abnormal pada CT-Scan Pelvis.

4.5 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan Stadium di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

tahun 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa


40

penis berdasarkan stadium di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2014-

2019 dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan stadium di RSUD Arifin Achmad

periode 2014-2019

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Stadium
0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 3 100

Total 3 100

Dari Tabel 4.5 terlihat distribusi pasien karsinoma skuamosa penis

berdasarkan stadium seluruhnya adalah stadium 4.

4.6 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan tatalaksana di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

tahun 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan tatalaksana di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun

2014-2019 dapat dilihat pada Tabel 4.6


41

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan tatalaksana operatif di RSUD

Arifin Achmad periode 2014-2019.

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Tatalaksana Operatif

Penektomi Total 3 100


Penektomi Parsial 0 0
Diseksi KGB Inguinal 0 0

Total 3 100

Dari Tabel 4.6 terlihat semua pasien (100%) karsinoma skuamosa penis

ditatalaksana dengan penektomi total.

4.7 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan gejala klinis di RSUD Arifin Achmad Provinsi

Riau tahun 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan gejala klinis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun

2014-2019 dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan gejala klinis di RSUD Arifin

Achmad periode 2014-2019.

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Gejala Klinis
1. Nyeri 3 100
Total 3 100
2. Luka 3 100
Total 3 100
3. Gatal
Total 2 66,6
42

Tabel 4.7.1 Jumlah dosis penyinaran radiasi pada pasien karsinoma skuamosa

penis di RSUD Arifin Achmad periode 2014-2019.

Pasien Jumlah Penyinaran Dosis Penyinaran Total Dosis


1 35 x 35 x 1,8 Gy 6300 cGy
2 35 x 35 x 2 Gy 7000 cGy
3 40 x 25 x 1,8 Gy + 10 x 2 Gy 7000 cGy

Dapat dilihat dari Tabel 4.7 seluruh pasien yang ditatalaksana

menggunakan radioterapi memiliki gejala klinis nyeri di daerah pubis, luka

disekitar kemaluan, dan gatal setelah dilakukannya penatalaksanaan.

Pada Tabel 4.7.1 dapat terlihat pasien 1 mendapatkan dosis total dari

penyinaran radiasi untuk sebanyak 35 kali penyinaran adalah 35 x 1,8 Gy =

(6300 cGy), dan pasien kedua mendapatkan dosis total dari penyinaran radiasi

untuk sebanyak 35 kali adalah 35 x 2 Gy = 70 (7000 cGy), sedangkan pasien

ketiga dari 40 x penyinaran terdiri dari 25 x 1,8 Gy ditambah dengan booster 10 x

2 Gy maka mendapatkan dosis total sebanyak 70 Gy (7000 cGy).

4.8 Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan komplikasi di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

tahun 2014-2019

Gambaran tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis berdasarkan komplikasi di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun

2014-2019 dapat dilihat pada Tabel 4.8


43

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani

tatalaksana radioterapi berdasarkan komplikasi di RSUD Arifin

Achmad periode 2014-2019.

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)


Komplikasi
1. Disuria 2 66,6
2. Uretra stenosis 0 0
3. Fistula 0 0
4. Gangguan ereksi 0 0

Total 2 66,6

Dari Tabel 4.8 terlihat pasien karsinoma skuamosa penis sebanyak 2

pasien (66,6%) mengalami disuria setelah dilakukannya penyinaran.


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pasien Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan Usia

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah dari 3 kasus (100%) karsinoma

skuamosa penis yang diperiksa di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode

2017–2020, karsinoma skuamosa penis terjadi pada kelompok usia >45 tahun

tahun sebanyak 2 kasus (66,6%). Hal ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh

Zuhirman Z (2019) menemukan insidensi karsinoma skuamosa penis terbanyak

pada selang usia 46-55 tahun sebanyak 22 kasus (62,5%).3 Dilaporkan pula oleh

penelitian dari Tranggono dan Prayoga (2015) yang mendapatkan usia terbanyak

pada rentang usia 40-60 tahun (26,1%).50 Dari penelitian Ottenhof SR et al

mengatakan faktor yang secara signifikan terkait dengan presentasi lanjut adalah

pria yang berusia dari 45-55 tahun, adanya penyakit penyerta, dan pasien yang

tidak memiliki asuransi.6 Begitu pula dengan penelitian Favorito LA et al (2008)

kanker penis menyerang terutama pria yang lebih tua antara usia 50 dan 70 tahun,

meskipun pasien di bawah usia 35 tahun tidak jarang terjadi di Brasil. 49 Hal ini

menunjukkan terjadinya peningkatan kejadian karsinoma skuamosa penis

berbanding lurus dengan peningkatan usia. Faktor resiko akan meningkat seiring

bertambahnya usia dikarenakan terjadinya akumulasi kerusakan sel DNA dari

waktu ke waktu.13

5.2 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Ras

Dari 3 pasien karsinoma skuamosa penis didapatkan ras terbanyak adalah

Batak terdapat sebanyak 2 kasus (66,6%), sedangkan melayu sebanyak 1 kasus

44
45

(33,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Zuhirman (2019) menemukan insidensi

terbanyak pada ras Batak adalah sebanyak 12 kasus (60%).3 Suku Batak

merupakan sebagian besar yang tidak mewajibkan masyarakatnya untuk

disirkumsisi sehingga menyebabkan angka kejadian kanker penis semakin tinggi

pada suku ini.12 Menurut jurnal American Cancer Society (2018) pria yang

disunat saat masih anak-anak memiliki kemungkinan yang jauh lebih rendah

untuk terkena kanker penis dibandingkan mereka yang tidak. Faktanya, beberapa

ahli mengatakan bahwa sunat saat masih bayi mencegah kanker ini. Efek
13
perlindungan yang sama tidak terlihat jika penyunatan dilakukan saat dewasa.

Tinjauan sistematis terbaru oleh Larke et al (2011) menemukan efek perlindungan

yang kuat dari sunat dini pada kanker penis invasif dengan rasio odds (OR) 0,33.

Sebaliknya, sunat di masa dewasa tampaknya meningkatkan risiko penyakit

invasif (OR 2.71), tetapi hasilnya mungkin karena bias seleksi.45

5.3 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Pemeriksaan Fisik

Dari 3 pasien karsinoma skuamosa penis didapatkan sebanyak pada 3

kasus (100%) yang mengalami pembesaran kelenjar getah bening. Hal ini sejalan

dengan penelitian Reza dan Umbas (2014) yang melaporkan nodus limfatikus

positif sebanyak 76%. Kelenjar getah bening yang teraba dapat mencurigakan

adanya metastasis dari kelenjar getah bening. Dari pemeriksaan fisik harus dicatat

jumlah nodus yang teraba pada setiap sisi dan perhatikan jika nodus tersebut

terfiksasi atau mobile.4 Penelitian oleh Jiao Hu et al mengatakan bahwa kelenjar

getah bening inguinalis adalah tempat pertama metastasis pada karsinoma penis.

Adanya metastasis kelenjar getah bening inguinalis adalah salah satu yang paling
46

signifikan. faktor prognostik untuk pasien dengan kanker penis. 46 Begitu juga

dengan penelitian Ficcara V et al melaporkan bahwa karsinoma sel skuamosa

penis biasanya ditandai dengan penyebaran kelenjar getah bening regional dalam

pola bertahap sebelum metastasis jauh. Dari gambaran klinikopatologi dari

penyakit primer, keberadaan dan luasnya metastasis limfatik ke daerah

ilioinguinal adalah faktor prognostik yang paling penting untuk kelangsungan

hidup.47

5.4 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Pemeriksaan Penunjang

Dari 3 pasien karsinoma skuamosa penis berdasarkan pemeriksaan

penunjang Sebanyak 2 pasien (66,6%) mengalami penurunan Hemoglobin,

sedangkan 1 pasien normal (33,3%). Sebanyak 3 pasien mengalami peningkatan

jumlah ureum. Sebanyak 3 pasien mengalami peningkatan kadar kreatinin, dan

sebanyak 2 pasien (66,6%) tampak abnormal pada CT-Scan Pelvis. Hal ini untuk

menunjukkan apakah ada berperngaruh dalam fungsi ginjal pada pasien atau tidak.

Sedangkan menurut penelitiam Hakenberg et al (2014) CT Scan pada panggul

dilakukan untuk menilai kelenjar getah bening yang berada di panggul. Pencitraan

dengan 18FDG-PET/CT telah membuktikan bahwa sensitivitasnya tinggi

mencapai 88-100%, dengan spesifitas 98-100% untuk mengkonfirmasi adanya

nodul yang bermetastatis pada pasien dengan kelenjar getah bening di inguinal

yang teraba.4
47

5.5 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Stadium

Dari 3 pasien (100%) karsinoma skuamosa penis berdasarkan stadium

didapatkan seluruh kasus adalah stadium 4. Hal ini sejalan dengan penelitian

Prayoga (2015) yang menemukan insidensi terbanyaknya ialah stadium 3b dan

stadium 4 sebanyak 40%.50 Dalam penelitian Brosman SA et al (2018)

mengatakan bahwa 30 pasien kanker penis dengan stadium 3 atau 4 dengan

penyakit metastasis regional. Pada stadium 4, kanker telah menyebar ke jaringan

dekat penis seperti prostat, dan mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening

di paha atau panggul, atau pada satu atau lebih kelenjar getah bening di panggul,

atau kanker telah metastasis.14

5.6 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Tatalaksana

Dari 3 pasien karsinoma skuamosa penis berdasarkan tatalaksana

didapatkan yang terbanyak adalah penektomi total sebanyak 3 kasus (100%). Hal

ini sejalan dengan penelitian Zuhirman (2019) melaporkan bahwa penanganan

primer kanker penis paling banyak dilakukan dengan penektomi total pada 13

kasus (37,1%) di RSUD Arifin Achmad. Pada penelitian Kusmawan et al (2012)

melaporkan sebanyak 8 kasus (17,4%) di RS Umum Sanglah yang dilakukan

penektomi total dengan diseksi kelenjar getah bening. Penelitian Ke Zhang et al

(2017) melaporkan bahwa seluruh 12 pasien mendapatkan terapi bedah termasuk

penektomi total.48
48

5.7 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Tatalaksana Radioterapi

Terdapat 3 pasien karsinoma skuamosa penis yang mendapatkan

tatalaksana radioterapi. Hal yang diteliti adalah gejala klinis dan prognosis dari

pasien karsinoma skuamosa penis. Didapatkan 3 pasien yang mengalami nyeri dan

luka besar di sekitar kemaluan, sedangkan 2 pasien yang mengalami gatal setelah

diberikan tatalaksana radioterapi. Prognosis dari 3 diantara 3 pasien adalah baik.

Radioterapi sekarang sudah menjadi pilihan sentral dan penting dari program

pengobatan efektif dari kanker di seluruh dunia. Pengobatan ini digunakan untuk

memberikan kontrol lokal dan menyembuhkan kanker yang terlokalisasi (tanpa

kekambuhan di area yang diobati) atau menghilangkan gejala pada kanker yang

berkembang atau menyebar secara lokal.4 Menurut penelitian Baskar R et al

(2012) mengatakan bahwa perawatan ini dapat meningkatkan kontrol lokal,

memberikan hasil pengawetan organ yang baik, dan menghambat metastasis

mikroskopis jauh.26 Dari penelitian Ke Zhang et al (2017) disampaikan bahwa

sebanyak 12 pasien mengalami disuria dan memiliki luka erosi yang cukup besar

sehingga mempengaruhi kualitas hidup mereka.48

5.8 Karakteristik Penderita Karsinoma Skuamosa Penis Berdasarkan

Komplikasi

Dari 3 pasien karsinoma skuamosa penis berdasarkan tatalaksana

didapatkan 2 kasus (66,6%) yang mengalami disuria setelah mendapatkan

tatalaksan radioterapi. Hal ini sejalan dengan penelitian Tranggono dan Umbas

(2015) yang mengatakan bahwa komplikasi yang sering terjadi adalah stenosis

meatal (15-30%) dan striktur uretra (20-35%).17 Dalam penelitian OW Hakenberg


49

et al (2014) mengatakan bahwa komplikasi umum yang sering terjadi adalah

stenosis meatus (10-35%) dan buang air kecil yang tidak dapat dihindari. 4

Kelemahan utama dari radioterapi ini adalah dapat merusak jaringan sehat yang

berada dekat dengan sel kanker. Kulit di daerah yang dirawat sering terjadi

kemerahan dan menjadi sensitif. Untuk pasien kanker penis mungkin

akanmerasakan sensasi terbakar saat buang air kecil. Daerah itu mungkin juga

akan membengkak untuk sementara waktu.44


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul Gambaran Tatalaksana

Radioterapi pada Karsinoma Skuamosa Penis di RSUD Arifin Achmad

periode 2014 - 2019 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kasus karsinoma skuamosa penis yang dilakukan tatalaksana radioterapi

adalah sebanyak 3 kasus (100%), dengan usia terbanyak <45 tahun, dan

ras terbanyak adalah suku Batak sebanyak 2 kasus (66,6%).

2. Jumlah pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani tatalaksana

radioterapi berdasarkan pemeriksaan fisik yaitu pembesaran kelenjar

getah bening sebanyak 3 kasus (100%).

3. Jumlah pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani tatalaksana

radioterapi berdasarkan pemeriksaan penunjang Sebanyak 2 pasien

(66,6%) mengalami penurunan Hb. Sebanyak 3 pasien (100%)

mengalami peningkatan kadar ureum. Sebanyak 3 pasien (100%)

mengalami penurunan kadar kreatinin. Dan sebanyak 2 pasien (66,6%)

tampak abnormal pada CT-Scan Pelvis.

4. Jumlah pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani tatalaksana

radioterapi didapatkan 3 kasus (100%) mengalami stadium 4 pada

karsinoma skuamosa penis, dan tatalaksana seluruhnya adalah penektomi

total.

5. Jumlah pasien karsinoma skuamosa penis yang menjalani tatalaksana

radioterapi berdasarkan gejala klinis dan prognosis, seluruh pasien

50
51

(100%) memiliki gejala klinis nyeri di daerah pubis, luka disekitar

kemaluan, dan gatal. Seluruh pasien memiliki prognosis baik.

6. Semua pasien menjalani radioterapi lengkap dengan dosis 6300-7000cGy

7. Komplikasi dari tatalaksana radioterapi pada pasien karsinoma skuamosa

penis sebanyak 2 pasien (66,6%) yang mengalami disuria.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

Bagi pihak rumah sakit diharapkan agar pencatatan data rekam medis di

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau dapat lebih disempurnakan tentang

kelengkapan data pasien agar dapat memudahkan dalam pengumpulan data

untuk penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Yuwinanda DP, Zuhirman, Masdar H.Gambaran Penyakit Keganasan


Urologi.Skripsi.2011. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
2. Zuhirman, Putri V. Profile and risk factors of several urology malignancies
in Riau Province, Indonesia. Biomed Res J. 2019; 3:S1.
3. Zuhirman Z. Characteristic of penile cancer and the management in Arifin
Achmad Regional General Hospital, Riau, Indonesia.
IJMDC.2019;3(1):050-054.
4. Hakenberg OW, Comperat E, Minhas S, Necchi A, Protzel C, Watkin N.
EAU Guideline on Penile Cancer. European Association of Urology. 2014;
p.13-17.
5. Lughezzani G, Catanzaro M, Torelli T, Piva L, Biasoni D, Stagni S, et al.
The relationship between characteristics of inguinal lymph nodes and
pelvic lymph node involvement in penile squamous cell carcinoma: a
single institution experience. J Urol. 2014; 191(4):977-82. doi:
10.1016/j.juro.2013.10.140.
6. Ottenhof SR, Bleeker M, Heideman D, Snijders P, Meijer C, Horenblas S.
Epidemiology of Penile Cancer. In: Muneer A, Horenblas S, editors.
Textbook of Penile Cancer. Cham: Springer; 2016. p.105-10.
7. Chaux A, Cubilla AL. Advances in the pathology of penile carcinomas.
Hum Pathol. 2012;43:771–789.
8. Spiess PE, Horenblas S, Pagliaro LC, Biagioli MC, Crook J, Clark PE, et
al. Current concepts in penile cancer. J Natl Compr Canc Netw.
2013;11:617–624.
9. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, Fritz AG, Greene FL, Trotti A. AJCC
Cancer Staging Manual. 7th ed. NY: Springer; 2010.
10. National Cancer Institute. Radiation therapy and you: support for people
with cancer. Cancer.gov
11. Gunderson, L and JE Tepper. 2012. Clinical Radiation Oncology, 3rd
Edition, ISBN: 978-1-4377-1637-5
12. Zuhirman. The risk factors of penile cancer patients in Arifin Achmad
Regional General Hospital, Riau Province, Indonesia. 2009. South East
Asia J.med 2019:3(1):01-03.
13. G. Pizzocaro, F. Algaba, S. Horenblas, E. Solsona, S. Tana, H. Van Der
Poel, dkk. 2009. Pedoman kanker penis EAU. Eur Urol, 57 (2010),
hlm.1002-1012
14. Brierley JD, Gospodarowicz MK, klasifikasi Wittekind C. 2017. TNM
tumor ganas Union for International Cancer Control; Oxford. John Wiley
& Sons.
15. Erbersdobler A. 2018. Patologi dan evaluasi histopatologi kanker penis.
Urologe. 57 : 391–397
16. Robert Koch-Institut und Gesellschaft der epidemiologischen
Krebsregister di Deutschland e. V Krebs di Deutschland für 2013/2014.
Berlin: 2017.
17. Tranggono U, Umbas R. Karakteristik dan Terapi Penderita Keganasan
Penis di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais. Indonesian
Journal of Cancer. 2008; 2: 45-50.

52
53

18. Schlenker B, Scher B, Tiling R, et al. Detection of inguinal lymph node


involvement in penile squamous cell carcinoma by 18F-
fluorodeoxyglucose PET/CT: a prospective single-center study. Urol
Oncol 2012 Jan-Feb;30(1):55-9.
19. Graafland NM, Lam W, Leijte JA, et al. Prognostic factors for occult
inguinal lymph node involvement in penile carcinoma and assessment of
the high-risk EAU subgroup: a two-institution analysis of 342 clinically
node-negative patients. Eur Urol 2010 Nov;58(5):742-7.
20. Alkatout I, Naumann CM, Hedderich J, et al. Squamous cell carcinoma of
the penis: predicting nodal metastases by histologic grade, pattern of
invasion and clinical examination. Urol Oncol 2011 Nov-
Dec;29(6):77481.
21. Souillac I, Rigaud J, Ansquer C, dkk . Calon evaluasi dari (18) F-
fluorodeoxyglucose emisi positron tomografi-komputerisasi tomografi
untuk menilai inguinal getah bening simpul Status di karsinoma sel
skuamosa invasif penis. J Urol 2012 Februari; 187 (2): 493-7.
22. Alnajjar HM, Lam W, Bolgeri M, et al. Treatment of carcinoma in situ of
the glans penis with topical chemotherapy agents. Eur Urol 2012
Nov;62(5):923-8.
23. Philippou P, Shabbir M, Malone P, et al. Conservative surgery for
squamous cell carcinoma of the penis: resection margins and long-term
oncological control. J Urol 2012 Sep;188(3):803-8.
24. Kane C, Sellers L, Miller R. Diagnosis and management of penile cancer.
Trends Urol Men’s Health. 2016;7(5):17–20.
25. Liauw SL, Connell PP, Weichselbaum RR. New paradigms and future
challenges in radiation oncology: An update of biological targets and
technology. SciTransl Med. 2013;5(173):173sr2.
26. Baskar R, Lee KA, Yeo R, Yeoh KW. Cancer and radiation therapy:
Current advances and future directions. Int J MedSci. 2012;9(3):193–9.
27. Bovi JA, White J. Radiation therapy in the prevention of brain metastases.
Curr Oncol Rep. 2012;14(1)
28. Rosenblatt E, Izewska J, Anacak Y, Pynda Y, Scalliet P. others. 2013.
“Radiotherapy Capacity in European Countries: An Analysis of the
Directory of Radiotherapy Centres (DIRAC) Database.” The Lancet
Oncology 14 (2): e79–86.
29. Zhuang H, Zhao X, Zhao L, Chang JY, Wang P. Progress of clinical
research on targeted therapy combined with thoracic radiotherapy for non-
small-cell lung cancer. Drug Des Devel Ther. 2014;8:667–75.
30. Bhandare N, Mendenhall WM. A literature review of late complications of
radiation therapy for head and neck cancers: Incidence and dose response.
Nucl Med Radiat Ther. 2012;S2:009.
31. Wong RS. Apoptosis in cancer: from pathogenesis to treatment. J Exp Clin
Cancer Res. 2011;30(1):87.
32. White E. The role for autophagy in cancer. J Clin Invest.2015;125(1):42-6.
33. Mathew R, Karantza-Wadsworth V, White E. Role of autophagy in cancer.
Nat Rev Cancer. 2007;7(12):961–7.
34. Proskuryakov SY, Gabai VL. Mechanisms of tumor cell necrosis. Curr
Pharm Des. 2010;16(1):56–68.
54

35. Caruso Ra, Branca G, Fedele F, Irato E, Finocchiaro G, Parisis A, et al.


Mechanisms of coagulative necrosis in malignant epithelial tumors
(review). Oncol Lett. 2014;8(4):1397–402.
36. Campisi J. Aging, Cellular Senescence, and Cancer. Annual review of
physiology. 2013;75:685–705.
37. Chan K-S, Koh C-G, Li H-Y. Mitosis-targeted anti-cancer therapies:
where they stand. Cell Death Dis. 2012;3(10):e411.
38. Baudino TA. Targeted cancer therapy: The next generation of cancer
treatment. Curr Drug Discov Technol. 2015;12(1):3–20.
39. National Cancer Institute. Common terminology criteria for adverse events
(CTCAE) common terminology criteria for adverse events v4.0 (CTCAE).
40. Soussain C, Ricard D, Fike JR, Mazeron JJ, Psimaras D, Delattre JY. CNS
complications of radiotherapy and chemotherapy. Lancet.
2009;374(9701):163 9–51.
41. Hoppe BS, Laser B, Kowalski AV, Fontenla SC, Pena-Greenberg E,
Yorke ED, et al. Acute skin toxicity following stereotactic body radiation
therapy for stage I non-small-cell lung cancer: who’s at risk?. Int J Radiat
Oncol Biol Phys. 2008;72(5):1283–6.
42. Susworo, R., Radioterapi (UI Press, Jakarta, 2007), Hal 1-5.
43. Barret, A, Dobs, J., Morris, S., dan Roques, T, Practical Radiotherapy
Planning, Fourth Edition, CRC Press, USA, 2009.
44. The American Cancer Society medical and editorial content team.
Radiation Therapy for Penile Cancer. June 25, 2018.
45. Larke NL, Thomas SL, dos Santos Silva I, Weiss HA. Male circumcision and
penile cancer: a systematic review and meta-analysis. Cancer Causes Control.
2011 Aug;22(8):1097-110.
46. Jiao Hu, Yu Cui, Peihua Liu, Xu Zhou, Wenbiao Ren, Jinbo Chen, Xiongbing Zu
Cancer Manag Res. 2019; 11: 6425–6441.
47. Ficarra V, Akduman B, Bouchot O, Palou J, Tobias-Machado M. Prognostic
factors in penile cancer. Urology. 2010 Aug;76(2 Suppl 1):S66-73.
48. Ke Zhang, Xiang Wan, Huan Xu, Wenzhi Li, Juan Zhou, Ming-Xi Xu, Hai-Jun
Yao, Zhong Wang J Cancer Res Clin Oncol. 2017; 143(9): 1865–1870.
49. Favorito LA, Nardi AC, Ronalsa M, Zequi SC, Sampaio FJ, Glina S.
Epidemiologic study on penile cancer in Brazil. Int Braz J Urol. 2008 Sep-
Oct;34(5):587-91; discussion 591-3.
50. Prayoga DA, Tranggono U. Evaluasi Klinis dan Manajemen Kanker Penis di
Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta. Indonesian Journal of Cancer. 2016;
10(1):29-34.
LAMPIRAN

55
56
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

Identitas Diri

Nama : Ayesha Belitania Gammayanti

NIM : 1708155066

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang/30 Juni 1999

Agama : Islam

Alamat : Jl. Garuda Raya No. 22 Griya Sidomulyo Arengka

Identitas Orang Tua

Ayah : H. Ansarullah, SH

Ibu : Hj. dr. Yetti Rohayati, Sp.KKLP

Alamat : Jl. Garuda Raya No. 22 Griya Sidomulyo Arengka

B. PENDIDIKAN

1. TK Pembina 2 Pekanbaru, lulus tahun 2005

2. SDN 004 Tampan Pekanbaru, lulus tahun 2011

3. SMP N 21 Pekanbaru, lulus tahun 2014

4. MA N 1 Pekanbaru, lulus tahun 2017

5. Fakultas Kedokteran UNRI, masuk tahun 2017

57

Anda mungkin juga menyukai