Anda di halaman 1dari 79

EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATERAPI LEMON TERHADAP

PENURUNAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER SERVIKS


DI RUANG KEMOTERAPU RSUD ABDUL WAHAB
SJAHRANIE SAMARINDA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Di Susun Oleh :
Shinta Puspita Sari
Nim: P2002054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUSI TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUDASA
SAMARINDA
2021
EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATERAPI LEMON TERHADAP
PENURUNAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER DI RUANG
KEMOTERAPU RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ners Keperawatan

Di Susun Oleh :
Shinta Puspita Sari
Nim: P2002054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUSI TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUDASA
SAMARINDA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATERAPI LEMON TERHADAP
PENURUNAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER DI RUANG
KEMOTERAPU RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Di Susun Oleh:

Shinta Puspita Sari

P2002054

Telah dipertahankan dalam ujian

Pada tanggal ……2021

PENGUJI I PENGUJI II

Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini S.Kep.,M.S Ns. Rini Maysa S.Kep


NIK.

Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmi Keperawatan
ItKes Wiyata Husada Samarinda

Ns. Kiki Hardiansyah Safitri S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIDN.11280558801
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama
Nim
Program Studi
Judul Laporan Tugas Akhir

Menyatakan bahwa proposal ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber
baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Samarinda, ….2021
Yang membuat pernyataan

Shinta Puspita Sari


P2002054
KATA PENGANTAR
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI

Saya yang betanda tangan dibawah ini :


Nama : Shinta Puspita Sari
Nim : P2002054
Program studi : Profesi Ners

Dengan ini menyetujui dan memberikan hak kepada ITKES Wiyata Husada
Samarinda atas Karya Ilmiah Akhir Ners saya yang berjudul :

Efektivitas Pemberian Aromaterapi Lemon Terhadap Penurunan Mual


Muntah Pada Pasien Kanker Di Ruang Kemoterapi RSUD Abdul Wahab
Sjaranie Samarinda

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak ini, ITKES Wiyata
Husada Samarinda berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak
cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Samarinda,……2021
Yang membuat pernyataan

Shinta Pupsita Sari


P2002054
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlu kita ketahui bersama bahwa kanker merupakan salah satu
penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik laki-laki maupun wanita.
Kemudian, adapun tanda dan gejala dari kanker ini dapat berupa salah
satunya adalah terjadinya masalah kesehatan seperti perubahan ondisi
psikologis dan psikospriritual pada bagian tubuh seperti, missal purus asa,
merasa seperti tidak berguna lagi, merasa seperti tidak berguna lagi,
merasa kurang percaya diri akan kondisi tubuhnya, takut akan mati,
syok,sedih dan bisa saja terjadi penurunan harga diri. Hal-hal tersebut
tentunya dapat mempengaruhi tentang kualitas hidup pada pasien kanker.
Kanker merupakan sekelompok penyakit yang ditandai oleh
pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal yang tidak terkendali. Jik
apenyebaran sel abnormal tidak terkontrol, hal ini dapat mengakibatkan
kematian bagi penderita kanker tersebut. Penyebab kanker sendiri masih
belum sepenuhnya diketahui, namun terdapat dua faktor risiko yang
diketahui sebagai penyebab terjadinya kanker yaitu seperti merokok dan
obesitas. Adapun penyebab genetic seperti mutasi gen yang diwariskan
oleh keluarga ataupun konsisi kekebalan tubuh pasien yang kurang baik.
Kedua faktor ini dapat mendorong pertumbuhan sel kanker di dalam tubuh
manusia (American Cancer Society, 2019).
Adapun jumlah penderita kanker dan kematian akibat kanker terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik di dunia maupun di
Indonesia. Selain itu kanker juga dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan
sel abnormal yang menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebar ke
organ tubuh lain yang letaknnya jauh atau metastasis (Corwin, 2009).
International Agency For Research on Cancer (IARC) menemukan bahwa
pada tahun 2012 terdapat 14 juta kasus kanker baru. Sementara itu,
kematian akibat kanker di seluruh dunia mencapai 8,2 juta kasus
(Kemnekes RI, 2015).
Kanker serviks adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
sel yang tidak terkontrol dan penyebaran sel yang abnormal (Herlana et
al.,2017). Kanker leher rahin atau lebih dikenal dengan kanker serviks
merupakan penyebab kematian akibat kanker yang terbesar bagi wanita di
Negara-negara berkembang. Secara global terdapat 600.000 kasus baru
300.000 kematian setiap tahunnya, yang hamper 80% terjadi di Negara
berkembang. Fakta-fakta tersebut membuat kanker leher Rahim
menempati posisi kedua kanker terbanyak pada perempuan di dunia dan
menempati urutan pertama di Negara kembang (Nurlelawati et al.,2018).
Kanker serviks termasuk masalah kesehatan yang sangat serius dan
menjadi perhatian dunia. Setiap tahun, lebih dari 300.000 wanita
meninggal dunia. Lebih dari setengah juta wanita di diagnose dan tiap
menit seorang wanita di diagnosis. Kanker ini menempati urutan keempat
yang paling banyak diderita wanita didunia. Diperkirakan kasus baru pada
tahun 2018, mewakili 6,6% dari semua kanker yang dialami wanita
(WHO, 2019).
Berdasarkan data Globocaan, saat ini beban penyakit kanker di
dunia meningkat, yaitu terdapat 18,1 juta kasus baru dengan angka
kematian sebesar 9,6 juta kematian di tahun 2018, dimana 1 dari 5 laki-
laki dan 1 dari 6 perempuan di dunia mengalami kejadian kanker, serta 1
dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan meninggal karena kanker. Insiden
dan mortalitas kanker di Indonesia terus meningkat, salah satu kanker pada
wanita yang sering terjadi adalah kanker serviks, sekitar 0,8% per 1.000
penduduk (Kemkes RI, 2019).
Amerika pada tahun 2016 memiliki catatan dengan jumlah
penderita kanker sebanyak lebih dari 15,5 juta jiwa. Pada tahun 2019,
diperkirakan jumlah penderita kanker di Amerika akan bertambah
sebanyak 1,7 juta jiwa. Kanker merupakan penyebab kematian paling
umum terjadi di Amerika setelah penyakit jantung (American Cancer
Society, 2019)
Berdasrakan Riskesdas 2018 prevalensi dua kanker tertinggi di
Indonesia adalah kanker leher Rahim dan kanker payudara. Prevalensi
kanker menurut provinsi tahun 2013 Indonesia 1,4/1000 penduduk,
sedangkan prevalensi kanker untuk provinsi Yogyakarta diatas angka
nasional yaitu 4,1/1000 penduduk (Riskesdas, 2018).
Data terbaru yang dikeluarkan oleh The International Agency For
Research on Cancer (IARC) dan World Health Organization (WHO)
menunjukkan pertumbuhan jumlah penderita kanker di dunia meningkat
sekitar 18,1 juta kasus baru dan berdasarkan jumlah kasus tersebut 9,6 juta
pasien kanker meninggal dunia (Bray, 2018). Menurut data Riskesdas
2018, prevalensi kanker di Indonesia adalah 4,9 permil. Berdasarkan
doagnosa pasien kanker terutama perempuan mencapai 2,9 permil,
berdasarkan pengobatan kanker, operasi mencapai 61,8%, radiasi 17,3%,
kemoterapi 24,9% (Kemenkes, 2018).
Indonesia menempati urutan ke 8 dengan jumlah penderita kanker
terbanyak di Asia Tenggara dengan angka kejadian kanker sebesar
136.2/100.000 dari jumlah penduduk. Sedangkan di Asia, Indonesia
menmpati urutan ke 23 dengan jumlah penderita kanker terbanyak. Angka
kejadian kanker tertinggi di Indonesia untuk pendrita laki-laki adalah
kanker paru yaitu sebesar 34,2% dari jumlah penduduk laki-laki dengan
rata-rata kematian sebesar 19,7% dari jumlah penduduk laki-laki
(Departemen Kesehatan, 2019).
Kementrian kesehatan RI telah mengembangkan program
pencegahan kanker serviks sejak tiga belas tahun yang lalu. Pada tahun
2014 diharapkan kabupaten dan kota di Indonesia dapat melakukan deteksi
dini terhadap kanker serviks dengan sasaran 80%. Menjalani tes kanker
atau pra-kanker dianjurkan bagi semua perempuan berusia 30-50 tahun
khususnya yang sudah melakukan hubungan seksual. Wanita yang
termasuk dalam kelompok resiko tinggi yaitu mereka yang pertama kali
melakukan hubungan seksual di usia muda (<20 tahun), memiliki banyak
pasangan seksual, pernah mengalami IMS atau HIV/AIDS, riwayat
keluarga yang terkena kanker serviks dan merokok (Surbakti, 2020).
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang wanita terkena kanker
serviks, diantaranya usia aktivitas seksual pertama kali, usia saat ini,
pendidikan serta gaya hidup (Puspitasari et al., 2018; Nurlelawati et al.,
2018). Pada beberapa penelitian kasus ini tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan pekerjaan serta paritas ibu (Nurlelawati et al., 2018;
Puspitasari et al., 2018; Wasiah, 2019).
Pengobatan penyakit kanker selama ini menggunakan metode
pembedahan, kemoterapi, radioterapi, dan kombinasinya. Kemtoterapi
merupakan terapi utama bagi penyakit kanker, terapi ini diberikan sebagai
neoadjuvan maupun adjuvant pada kanker stadium lanjut. Tujuan
neoadjuvant untuk memperkecil ukuran kanker sebelum pemvedahan dan
tujuan adjuvant untuk membunuh sisa sel kanker yang tertinggal atau yang
dapat berkembang lagi.
Efek kemoterapi secara fisik berupa mual muntah, rambut rontok,
nyeri, perubahan pada kulit dan kuku, keletihan, infeksi, diare dan gejala
lain akibat ikutnya sel sehat disekitar lokasi kanker (Yarbro, Wujcik &
Gobel, 2011). Efek samping yang berat sering timbul pada pasien pasca
kemoterapi. Efek samping dengan frekuensi terbesar adalah gangguan
mual muntah. Mual muntah akibat kemoterapi dikategorikan dalam tiga
jenis berdasarkan waktu terjadinya yaitu acute, delayed, anticipatory.
Keluhan mual muntah setelah kemoterapi digolongkan menjadi 3
tipe yaitu akut tertunda (delayed) dan terantisipasi (antipatory). Muntah
akut terjadi pada 24 jam pertama setelah kemoterapi dalam muntah
tertunda (delayed) yang terjadi 24-96 jam setelah kemoterapi. Sedangkan
muntah antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai
pada pasien kemoterapi (40%) dimana muntah terjadi sebelum
diberikannya kemoterapi/tidak ada hubungannya dengan pemberian
kemoterapi (Ritenburg, 2005).
Mual muntah dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yang
bervariasi dan serangkaian yang komplek. Pertama, kemoterapi secara
langsung dapat menstimulus Chemoreseptor Triger Zona (CTZ). Efek ini
dimediasi oleh pengeluaran 5HT3 (5Hydroxytriptamine) dan NK1
(Neurokin 1) akibat pemberian kemoterapi. Kedua kemoterapi dapat
menyebabkan gangguan pada mukosa gastrointestinal dan menyebabkan
pengeluaran neuro transmitter termasuk 5HT3 (5 Hydroxytriptamine).
Penatalaksanaan mual dan muntah yang tidak dapat menghambat
proses kemoterapi berikutnya, menurunkan tingkat kesembuhan kasus
kanker, serta menimbulkan mual dan muntah tipe antisipatori yang berat.
Kejadian mual dan muntah sangat bervariasi pada kasus kemoterapi
sehingga dibutuhkan penatalksanaan gangguan ini untuk terwujudnya
terapi yang rasional (appropriate, effective, safe dan convenient) serta
meningkatkan kulaitas dan umur harapan hidup pasien kanker (Yusuf,
2017).
Salah satu tindakan keperawatan mandiiri seorang perawat yaitu
memberikan rasa nyaman untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan akibat efek samping kemoterapi dengan pemberian
terapi komplementer. (Boehn, et, al., 2012). Tindakan independen perawat
yang merupakan proyek inovasi untuk memperkuat pengatur kognitif dan
mekanisme koping untuk mngatasi mual muntah adalah melalui terapi
komplementer atau non farmakaologis, seperti aromaterapi lemon adalah
cara penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial lemon,
dimana 2-3 tetes minyak essensial lemoj yang dihidrup aromanya dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Minyak essensial dapat mempengaruhi
aktivitas otak melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera
penciuman. Respon ini akan mampu merangsang produksi penghantar
saraf otak (neurotransmitter) yang berkaitan dengan pemulihan kondisi
psikologis. Mengirup aroamterapi dapat merangsang penciuman sistem
limbic dan sistem saraf pusat dan aspek lainnya aroma lemon bisa
menimbulkan kenangan dan bisa membuat klien menjadi lebih rileks juga
memepngaruhi serotonin, menyebabkan sesorang dalam keadaan rileks
dan nyaman.(Jaelani, 2017). Hal ini juga didukung berdasarkan beberapa
penelitian bahwa aroma dapat mempengaruhi kognisi dan perilaku, efek
aromaterapi pada perasaan dan keleleahan. Penelitian P.H Hraham
menunjukkan bahwa klien yang menjalani terapi inhalasi lemon yang
muranngi kecemasan dan depresi. Menghirup lemon meningkatkan
perasaan dan mengurangi kecemasan dan depresi sebanyak 77% dari 122
pasien di ICU (Moss and Cook, 2002).
Bedasarkan uraian tersebut diatas diperlukan upaya memenuhi
kebutuhan rasa nyaman klien kanker serviks post kemoterapi yang
berfokus pada kebutuhan kenyamanan klien mual muntah akut dengan
pendekatan aplikasi teroi comfort kolcaba. Dengan tindakan inovasi
melalui terapi komplementer atau non farmakologis seperti arimaterapi
lemon. Hal ini yang menjadi latar belakang penulis membuat karya tulis
ilmiah akhir ners “Efektivitas Pemberian Aromaterapi Lemon Terhadap
Penurunan Mual Muntah Pada Paien Kanker Di Ruang Kemoterapi RSUD
Wahab Sjahranie Samarinda”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumusakan masalah
yaitu, apakah terdapat efektivitas pemberian aromaterapi terhadap
penurunan mual muntah pada pasien kanker diruang kemoterapi RSUD
Abdoel Wahab Sjahranie samarinda.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas pemberian aromaterapi lemon terhadap
penurunan mual muntah pada pasien kanker serviks diruang kemoterapi
RSUD Abdoel Wahab Sjahranie Samarinda
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien kemoterapi dengan
kanker serviks
b. Mengidentifikasi tingkat mual muntah sebelum diberikan
aromaterapi lemon
c. Mengidentifikasi tingkat mual muntah sesudah dilakukan
aromaterapi lemon
d. Menganalisa efek pemberian aromaterapi lemon terhadap penurunan
tingkat mual muntah
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) yaitu:
1. Teoritis
a. Bagi penulis
Penulisan karya ilmiah ini dapat menjadi dasar dalam praktik
keperawatan maternitas dan sebagai proses pembelajaran dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap penurunan mual muntah
pada kanker serviks di ruang kemoterapi
b. Ilmu pengetahuan
Penulisan ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang terapi
komplamenter yang merupakan tindakan mandiri non farmakologis
yang dilakukan perawat khususnya mual dan muntah pada pasien
kanker serviks dengan pemberian aromaterapi lemon
2. Praktisi
a. Intansi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
informasi pendidikan kesehatan pada pasien dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan, tidak hanya berfokus pada manajemen
farmakologi saja tetapi menekankan fungsi perawat mandiri sebagai
pemberi asuhan keperawatan yang bersifat palliative care, dan
sebagai tindakan terapi komplamenter.
b. Insttitusi Pendidikan
Karya ilmiah Ners ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
praktik keperawatan untuk kedepannya khususnya di ITKES Wiyata
Husada Samarinda dan menjadi salah satu sumber informasi yang
dapat digunakan untk tindakan mandiri keperawatan terapi
komplamenter.
c. Pasien
Penulisan ini dapat memberikan informasi kepada pasien sehingga
diharapkan tingkat pengetahuan pasien meningkat khususnya
tentang pemberian aromaterapi lemon terhadap penurunan mual
muntah pada pasien kanker serviks yang juga dapat dilakukan di
kehidupan sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Kanker Serviks


1. Pengertian
Kanker serviks merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh
adanya pertumbuhan sel-sel epitel serviks yang tidak terkontrol
(Mirayashi, 2013). Sudah dibuktikan penyebab utama kanker serviks
adalah Human papillomavirus (HPV), subtype onkogenik, terutama
subtype 16, 18, 31, 33 dan 45. Kanker serviks atau sering disebut
kanker leher rahim, merupakan bagian dari Rahim atau uterus. Kanker
dimulai ketika sel-sel didalam tubuh mulai tumbuh diluar kendali. Sel
di hamper semua bagian tubuh dapat menjadi kanker, dan dapat
menyebar ke area tubuh laainnya. Kanker serviks dimulai pada sel-sel
yang melapisi serviks bagian bawah Rahim.
Serviks menghubungkan tubuh Rahim ke vagina (jalan lahir).
Serviks memiliki dua bagian yang berbeda dan ditutupi dengan dua
jenis sel yang berbeda. Bagian serviks yang paling dekat dengan badan
Rahim/korpus disebut endoserviks dan ditutupi sel kelenjar. Bagian
disbeleha vagina adalah exocervix (atau ectocervix) dan ditutupi sel-
sel skuamuosa. Kedua tipe sel ini bertemu disuatu tempat yang disebut
zona trnsformasi lokasi yang tepat dari zona transformasi berubah
seiring bertambahnya usia dan jika wanita melahirkan
Gambar 2.1 anatomi Serviks
2. Etiologi
Perjalanan penyakit carcinoma serviks merupakan salah satu
model karsiogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari
karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi
hingga menjadi kanker invasive. Studi-studi epidemiologi
menunjukkan 90% lebih kanker serviks di hubungkan dengan jenis
human papilomma virus (HPV) (Agustina, 2006). Faktor-faktor resiko
yang mempengaruhi adanya kanker leher Rahim adalah sebagai
pemicu tumbuhnya sel tidak normal (Sukaca, 2009).
a. Makanan
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa
defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya
dysplasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya
rendah beta karoten, retinol (vitamin A), vitamin C, Vitamin E
(Sukaca, 2009).
b. Gangguan sistem kekebalan atau sistem imun lemah
Wanita yang terkena gangguan kekebalan tubuh imuno
supresi (penurunan kekebalan tubuh) dapat terjadi peningkatan
terjadinya kanker leher Rahim. Pada wanita imunokompromise
(penurunan kekebalan tubuh) seperti transplantasi ginjal dan HIV,
dapat mengakselerasi (mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari
noninvasif menjadi invasive (tidak ganas menjadi ganas) (Sukaca,
2009).
c. Ras
Ras juga dapat menyebabkan resiko kanker leher Rahim.
Karena pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker leher Rahim
meningkat sebanyak 2 kali dari Amerika hispanik. Sedangkan
untuk Ras Asia-Amerika memiliki angka kejadian yang sama
dengan warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosio
ekonomi (Sukaca, 2009).
d. Polusi Udara Menyebabkan Kanker Serviks
Polusi udara ternyata dapat juga memicu penyakit kanker
leher Rahim. Sumber polusi udara ini disebabkan oleh dioksin. Zat
dioksin ini tentu merugikan tubuh. Sumber dioksin berasal dari
beberapa faktor antara lain yaitu pembakaran limbah padat dan
cair, pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, asap hasil
industry kimia, kebakaran hutan dan asap rokok (Sukaca, 2009).
e. Pemakaian DES
Pemakaian DES (dietilstilbestrol) adalah untuk wanita
hamil yang bertujuan untuk mencegah keguguran. Ini sebenarnya
dapat memicu kanker leher Rahim
f. Golongan Ekonomi Lemah
Golongan ekonomi lemah dapat menjadi resiko terkenanya
kanker leher Rahim dikarenakan golongan ekonomi lemah tidak
mampu melakukan pap smear secara rutin. Pengetahuan mereka
mengenai resiko kanker serviks juga sangat minim
g. Terlalu Sering Membersihkan Vagina
Terlalu sering menggunakan antiseptic untuk mencuci
vagina dapat memicu kanker serviks. Dengan mencuci vagina
denngan antiseptic, maka dapat menyebabkan iritasi di servik.
Iritasi akan merangsang terjadinya perubahan sel yang akhirnya
berubah menjad kanker

3. Manifestasi Klinis
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar
dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan
nekrosis jaringan
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
c. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause. Pada fase invasive
dapat keluar cairan berwara kekuning-kuningan , berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
d. Timbul gejala – gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
Timbulnya nyeri panggul (pelvis) atau diperut bagian bawah bila
ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis selain itu bisa juga
timbul nyeri di tempat-tempat lainnya
e. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang
gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan proses usus
besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistal vesikovaginal
atau rektovaginal atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh
(Andrijono, 2010).

4. Faktor Risiko
Predisposisi adalah kondisi yang memicu munculnya kanker.
Faktor- faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain:
a. Perilaku Seksual
Risiko terkena kanker serviks akan meningkat apabila
seorang perempuan memiliki mitra seksual multipel atau sama saja
ketika pasangannya memiliki mitra seksual multipel. Selain itu
akan sangat berisiko apabila pasangan mengidap kondiloma
akuminata (Kurniawati, 2018) .
b. Aktivitas Seksual Dini
Risiko terkena kanker serviks akan meningkat apabila
seorang perempuan memiliki mitra seksual multipel atau sama saja
ketika pasangannya memiliki mitra seksual multipel. Selain itu
akan sangat berisiko apabila pasangan mengidap kondiloma
akuminata (Kurniawati, 2018) .
c. Smegma
Smegma adalah substansi berlemak. Smegma biasanya
terdapat pada lekukan kepala kemaluan laki-laki yang tidak
disunat. Sebenarnya smegma adalah secret alami yang dihasilkan
kelenjar sabeceous pada kulit penis. Namun ternyata hal ini
berkaitan dengan meningkatnya resiko seorang laki-laki sebagai
pembawa dan penular virus HPV (Kurniawati, 2018).
d. Perempuan yang Merokok
Rokok terbuat dari tembakau dan seperti yang kita ketahui
bahwa didalam tembakau terdapat zat-zat yang bersifat sebagai
pemicu kanker baik yang dihisap maupun dikunyah. Asap rokok
menghasilkan Polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic
amine yang mutagen dan sangat karsinogen, sedangkan jika
dikunyah menghasilkan netrosamine. Bahan karsinogenik spesifik
dari tembakau dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok.
Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama
dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna
(Meihartati, 2017).
e. Paritas
Perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko
terkena kanker serviks lebih tinggi. Hal ini terjadi karena ibu
dengan paritas tinggi akan mengalami lebih banyak resiko
morbiditas dan mortalita. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya
fungsi organ-organ reproduksi yang memudahkan timbulnya
komplikasi (Handayani dan Mayrita, 2018).
f. Tingkat Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan
dengan asupan gizi serta status imunitas (Kurniawati, 2018).
g. Penggunaan Obat Imunosupresan atau Penekan Kekebalan Tubuh
HIV (Human Immunodeficiensy Virus) merupakan virus
penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang
menyebabkan sistem imun tubuh menurun dan membuat
perempuan berisiko tinggi terinfeksi HPV. Pada wanita dengan
HIV, pra-kanker serviks mungkin akan berkembang menginvasi
dengan cepat untuk menjadi kanker dari pada normalnya.
Pengguna obat imunosupresan atau penekan kekebalan tubuh atau
pasca transplantasi organ merupakan faktor risiko juga (Yanti,
2013).
h. Riwayat Terpapar Infeksi Menular Seksual (IMS)
Human Papilloma Virus (HPV) bisa ikut tertularkan bersamaan
dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan
kelamin (Kurniawati, 2018).
i. Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang
panjang (5 tahun atau lebih) akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker serviks pada perempuan yang terinfeksi HPV, jika
penggunaan obat oral kontrasepsi dihentikan maka risiko akan
turun pula (Yanti, 2013).
j. Kontrasepsi Barier
Penggunaan metode barier (kondom) akan menurunkan
risiko kanker serviks. Hal ini disebabkan karena adanya
perlindungan serviks dari kontak langsung bahan karsinogen dari
cairan semen (Yanti, 2013).

5. Patofisiologi
Perjalanan secara singkat kanker serviks dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 2.2 Patofisiologi Kanker Serviks


Sumber : Malhere, 2019
Perkembangan kanker serviks dimulai dari neoplasia intraepitel
serviks
(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS) pada lapisan epitel
serviks dan setelah menembus membrane basalis akan menjadi
karsinoma mikroinvasif dan incasif (Kemnterian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).
Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut
squamoclumnar junction (SCJ) yaitu batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks (porsio) dan endoserviksa kanalis serviks, dimana secara
histologic terjadi perubahan dari eptitel ektoserviks yaitu epitel
skuamosa berlapis dengan epitel ensoserviks yaitu epitel
kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ berada di luar
ostium uteri eskternum, sedangkan pada wanita muda SCJ berada di
luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia diatas 35
tahun SCJ berada di dalam kanalis servik. Oleh karena itu pada wanita
muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan
terhadap faktor luar berupa mutagen yang aka memicu dysplasia dari
SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak
di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot olehprostaglandin
(Wiknjosastro, 2007).
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada
epitel serviks. Epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel ekuamosa
yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian
epitel kolumnar menjad epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan
terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia
yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli
dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa
baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi (Wiknjosastro, 2007).
6. Klasifikasi
Stadium kanker serviks yang digunakan adalah menurut The
International Federation Of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
(Malehere, 2019) dapat dilihat pada berikut.
Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks
Stadium Karakterikstik
0 karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial
I Karsinoma benar-benar terbatas pada serviks (tanpa
bisa mengenali ekstensi ke korpus uteri).
IA Karsinoma invasive yang hanya diidentifikasi secara
mikroskopis. Kedalaman invasi maksimun 5 mm dan
tidak lebih lebar dari 7 mm
IA1 Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≤ 7 mm
IA2 Invasi stroma sedalam > 3 mm namun < 5 mm dan
seluas > 7 mm
IB Lesi klinis terbatas pada serviks, atau lesi praklinis
lebih besar dari stadium IA.
IB1 Lesi klinis berukuran ≤ 4 cm
IB2 Lesi klinis berukuran > 4 cm
II Karsinoma meluas di luar Rahim, tetapi tidak meluas
ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah
vagina.
II A Telah melibatkan vagina tetapi belum melibatkan
prametrium
II A 1 Lesi yang tampak kurang atau sama dengan 4 cm
II A 2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm
II B Infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai
dinding panggul
III Tumor menyebar sampai dinding panggul dan atau
menvapai 1/3 bawah vagina dan atau menyebabkan
hidronefrosis/kerusakan ginjal
III A Tumor mencapai 1/3 distal dnding vagina namun
belum mencapai dinding panggul
III B Penyebaran sampai didnidng panggul dan atau
terdapat hidronefrosis dan kerusakan ginjal
IV Lesi menyebar keluar organ genitalia
IV A Penyebaran ke organ sekitar seperti rectum, kandung
kenih
IV B Lesi meluas ke mukosa rectum dan atau meluas ke
organ jauh
Sumber : Malehere, 2019

7. Penatalksanaan
a. Pembedahan (operasi), pada kanker serviks yang telah terdeteksi
dini umumnya dilakukan operasi. Beberapa jenis operasi dapat
dilakukan, namun pilihan terakhir tergantung dari faktor yang
dipertimbangkan oleh dokter, terutama stadium dan ukuran kanker.
b. Terapi radiasi, terapi radiasi (radiioterapi) menggunakan x-ray
energy tinggi atau jenis radiasi lain untuk membunuh sel kanker
dan menghentikan perkembangannya. Terapi radiasi dapat menjadi
pengobatan yang efektif untuk kanker serviks stadium awal. Pada
kanker serviks stadum awal, radiasi lebih digunakan sebagai
pengobatan tambahan setelah operasi untuk pasien dengan resiko
tinggi relaps. Dokter juga menggunakan radiasi untuk kanker lebih
besar dan stadium lebih tinggi. Kebutuhan terapi radiasi ditentukan
oleh stadium, pemeriksaan, dan waktu operasi.
c. Kemoterapi, pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang
bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel
kanker.

E. Konsep Teori Kemoterapi


1. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah obat anti kanker yang dapat diberikan melalui
intravena atau oral. Obat anti-kanker ini akan membunuh sel kanker
yang menyebar dalam tubuh Handayani, Suharmiati & Ayuningtya,
2012). Menurut Desen (2008) kemoterapi merupakan terapi modalitas
kanker yang paling sering digunakan pada kanker stadium lanjut lokal,
maupun metastatis dan sering menjadi satu-satunya pilihan metode
terapi efektif. Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi utama,
adjuvant (tambahan), dan neonadjuvant, yaitu kemoterapi adjuvant
yang diberikan pada saat pra-operasi atau pra-radiasi (Sukardja, 2000).
Terapi adjuvant mengacu pada perawatan pasien kanker setelah
operasi pengangkatan tumor (Johnson, dkk., 2014).

2. Obat-obatan Sitostatika
Menurut Desen (2008) dan Sukardja (2000), obat-obatan anti kanker
(sitostatika) yang umum digunakan di klinik yaitu :
a. Alkilator : Mostar Nitrogen, Siklofosfamid, Ifosfamid, Ttio-tepa,
Myleran, Melfalan, Karmustin, Lomustin, Me-CCNU, Cisplatin,
Karboplatin, Oksalipatin, Dakarbazin, Temozolamid, Prokarbazin.
b. Antimetabolite : Metotreksat, Merkaptopurin, Tioguanin,
Fluorourasil, Ftorafur, Urasil Tegafur, Xeloda, Sitrabin,
Gemsitabin, Fludarabin, Hidroksiurea, L-Asparaginase.
c. Antimikrotubular : Onkovin/Vinkristin, Vinblastin, Vindesin,
Navelbin, Taksol, Taksoter
d. Inhibitor topoisomerase : Etoposid, Vumon, Topotekan,
Irinotekan.
e. Antibiotic : Adriamisin, Epirubisin, Daunorubisin, Pirarubisin,
Bleomisin, Mitomisin-C, Aktinomosin D, Dokasil.
f. Hormonal : Tamoksifen, Toremifen, Medroksi-progesterin,
Megestrol, Flutamid, Aminoglutotimid, Lentaron, Letrozol,
Anastrozol, Eksemestran, Goserelin, Lupron.
g. Target molecular : Gleevac, Mabthere, Herceptin, Iressa, Erbitux,
Tarceva, Avastin

3. Tujuan Penggunaan Kemoterapi


Menurut (Sheard, 2020) Kemoterapi dapat digunakan untuk
berbagai alasan:
a. Untuk mencapai remisi atau penyembuhan (kemoterapi kuratif).
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pengobatan utama dengan
tujuan mengurangi atau menghilangkan tanda dan gejala kanker
(sering disebut sebagai remisi atau respons lengkap).
b. Untuk membantu perawatan lain. Kemoterapi dapat diberikan
sebelum atau sesudah perawatan lain seperti pembedahan atau
terapi radiasi. Jika digunakan sebelumnya (terapi neoadjuvan),
tujuannya adalah untuk mengecilkan kanker sehingga pengobatan
lain (biasanya pembedahan) lebih efektif. Jika diberikan setelah
(terapi adjuvan), tujuannya adalah untuk membuang sel kanker
yang tersisa. Kemoterapi sering diberikan dengan terapi radiasi
agar terapi radiasi lebih efektif (kemoradiasi).
c. Untuk mengontrol kanker: Bahkan jika kemoterapi tidak dapat
mencapai remisi atau respons lengkap (lihat di atas), kemoterapi
dapat digunakan untuk mengontrol bagaimana kanker tumbuh dan
menghentikan penyebarannya untuk jangka waktu tertentu. Ini
dikenal sebagai kemoterapi paliatif.
d. Untuk meredakan gejala: Dengan mengecilkan kanker yang
menyebabkan rasa sakit dan gejala lainnya, kemoterapi dapat
meningkatkan kualitas hidup. Ini juga disebut kemoterapi paliatif.
e. Untuk menghentikan kanker datang kembali: Kemoterapi mungkin
berlanjut selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah
remisi. Ini disebut kemoterapi pemeliharaan dan dapat diberikan
dengan terapi obat lain. Ini bertujuan untuk mencegah atau
menunda kembalinya kanker

5. Toksisitas Kemoterapi
Pemberian kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi kanker
telah terbukti dalam memperbaiki hasil pengobatan hasil kanker, baik
untuk meningkatkan angka kesembuhan, ketahanan hidup, dan
kaualitas hidup penderita, namun kemoterapi juga membawa berbagai
efek samping dan komplikasi (Susanto, 2006 dalam Susanti, 2016).
a. Kemoterapi memberikan efek toksik terhadap sel-sel yang normal
karena proliferasi juga terjadi di beberapa organ-organ normal,
terutama pada jaringan dengan siklus sel yang cepat seperti
sumsum tulang, mukosa epithelia, dan folikel-folikel rambut
(saleh, 2006). Semeltzer dan Bare (2002) juga menjelaskan bahwa
sel-sel dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi (misalnya :
epithelium, sumsum tulang, folikel rambut, sperma) sangat rentan
terhadap kerusakan akibat obat-obatan kemoterapi. Menurut Saleh
(20026), hal – hal yang mempengaruhi terjadinya efek samping
dan toksisitas dari obat kemoterapi taitu : jenis obat, dosis, jadwal
pemberian obat, cara pemberian obat, dan faktor predisposisi.
b. Efek toksik kemoterapi terdiri dari ebebrapa toksik jangka pendek
dan jangka panjang (Desen, 2008). Efek toksik janga pendek
meliputi: depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal (mual,
muntah, ulserasi mukosa mulut, diare), trauma fungsi hati (infeksi
virus hepatitis laten memburuk dan nekrosisi hati akut), trauma
fungsi ginjal (sistitis hemoragik, oliguria, uremia, nefropati asam
urat, hiperurikemia, hyperkalemia, dan hiperfostamia),
kardiotoksisitas, pulmotoksisitas (fibrosis kronis paru),
neurotoksisitas (perineuritis), reaksi alergi (demam, syok,
menggigil, syok anafilatik, oedema), efek toksik local
(tromboflebitis), dan lainnya (alopesia, meanosis, sindrom tangan-
kaki/eritoderma palmar-plantar). Sedangkan efek jangka panjang
meliputi : karsinogenisitas (meningkatkan peluang terjadinya
tumor primer kedua), dan infertilitas. Menurut Saleh (2007),
toksisitas umum yang diakibatkan oleh obat-obatan kemoterapi
yaitu miolosupresi (seperti anemia, leucopenia, trombositopenia),
mual muntah, ulserasi membram mukosa, dan alopesia (kebotakan)

6. Cara Pemberian Kemoterapi


a. Pemberian Peroral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral
diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide (VP-16).
b. Pemebrian secara intra
Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya
suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan pemberian
2-3x berturut-turut. Yang dapat diberikan secara intramusculu
anatara lain bleomicin dan methotrexate.
c. Pemberian secara intravena
Dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau diberikan secara
infus/drip. Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang
paling umum dan banyak banyak digunakan
d. Pemberian secara intraarteri
Pemberian ini jarang dilakukan karena butuh sarana yang cukup
banyak, anatar lain: arteri radiologi diagnostic, mesin, atau alat
filter serta ketrampilan sendiri
e. Pemberian secara intraperitonial
f. Cara ini jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus/kateter
intraperitoneal serta kelengkapan kamar operasi karena
pemasangan perlu narkose. Kemoterapi biasanya diberikan dalam
siklus, dalam interval 3-4 minggu dalam periode 4-6 bulan (Ariani,
2016).
7. Efek Samping Kemoterapi
Efek samping kemoterapi fisik dan psikologis, meliputi :
a. Dampak kemoterapi secara fisik :
1) Mual dan muntah
Faktor pemicu mual dan muntah dapat dipicu oleh selera, baru,
pikiran dan kecemasan terkait dengan kemoterapi
2) Konstipasi
Konstipasi terjadi kurang lebih satu minggu. Faktor
penyebabnya yaitu penggunaan analgesic poid, berkurangnya
intake makanan dan minuman, mobilitas yang berkurang, usia
lanjut terkait kondidi keganasan kanker itu sendiri
3) Neuropati perifer
Neuropati perifer adalah gejala yang disebabkan oleh
kerusakan saraf yang lebih jauh dari otak dan sum-sum tulang
belakang. Neuropati perifer terjadi setiap saat setelah
pengobatan dimulai dan semakin parah seiring berjalannnya
pengobatan. Faktor yang mempengaruhi diantaranya usia.
Intensitas kemoterapi, dosisi obat, durasi pemberian
kemoterapi.
4) Toksisitasi kulit
Efek samping pemberian obat kemoterapi tertentu dapat
menggelapkan warna kulit sepanjang vena, dapat juga berupa
eritema atau garis hiperigmentasi yang menyebar di sepanjang
vena superfial. Toksisitas kulit tidak mengancam kehidupan
tetapi memperburuk kualitas hidup pasien.
5) Alopecia
Kerontokan rambut mulai terjadi 2 hingga 4 minggu dan akan
selesai 1 sampai 2 hingga 4 dan akan selesai 1 sam[pai 2 bulan
setelah kerontokan, kerontokan biasa terjjadi sebagain atau
lengkap. Bagian tubuh lain yang mengalami kerontokan yaitu
bagian ketiak, alias dan kemaluan.
6) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan terjadi karena beberapa faktor
diantaranya adalah penurunan nafsu makan, mual dan muntah,
dan mukositis. Sebagian besar pasien kemoterapi mengalami
penurunan sebanyak 5% dari berat badan sebelum menjalani
kemoterapi.
7) Penurunan nafsu makan
Penurunan nafsu makan terkait kanker dapat terjadi karena
sinyal rasa lapar yang berasal dari hipotalamus berkurang dan
sinyal kenyang yang dihasilkan oleh melacortins diperkuat.
Pada pasien kemoterapi penurunan nafsu makan juga
dipengaruhi oleh rasa mual dan perubahan sensasi rasa.
8) Fatigue (kelelahan)
Rasa lelah terjadi selama 1 sampai 2 minggu setelah pemberian
kemoterapi, kelelahan dapat terjadi karena kebutuhan nutrisi
kurang sehingga kebutuhan energy didalam tubuh tidak
tercukupi, pada pasien kemoterapi terjadi penurunan nafsu
makan sehingga kebutuhan energy dalam tubuh tidak dapat
tercukupi
9) Perubahan rasa
Pada pasien kemoterapi sering mengeluhkan perubahan dalam
persepsi dan banyak rasa pahit atau rasa mental. Kualitas rasa
juga berkurang yang dideskripsikan sebgai rasa tidak enak
dimulut atau mual. Faktor yang berpengaruh karena perawatan
mulut, infeksi, gastrointestinal reflux.
10) Nyeri
Rasa nyeri timbul dibagian perut bawah dan punggung, terjadi
secara hilang timbul, dapat diperberat oleh aktifitas fisik yang
berat, setelah kemoterapi selesai nyeri akan berkurang
(Ambarwati, 2013).
b. Dampak psikologis kemoetrapi diantaranya:
1) Cemas
Kecemasan pada pasien kemoterapi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, bisa karena faktor interna maupun eksternal.
a) Faktor eksternal diantaranya : adanya anaman fisik dan
harga diri, dan itngakt keparahan penyakit
b) Faktor internal diantaranya : kemampuan beradptasi,
keyakinan akan kemampuan mengontrol situasi, jenis
kelamin dan kepribadian, pengalaman individu dengan
situasi yang dialami, pengetahuan pasien mengenai
berbagai hal tentang kanker dan prosedur pengobatan
(Oetami, 2014).
2) Merasa ketidakberdayaan
Pada pasien kemoterapi ketidakberdayaan dapat berupa
gangguan emosi, misalnya menagis karena teringat akan
penyakit yang dideritanya (Oetami, 2014).
3) Harga diri rendah
Pada pasien kemoterapi dampak psikologis harga diri berupa
rasa malu dan rasa pesimis dalam menjalani kehidupan
dikarena efek kemoterapi yang merubah konsisi fisiologis
tubuhnya (Oetami, 2014).
4) Stress dan amarah
Stress dan marah pada pasien kemoterapi timbul karena adanya
rasa tidak suka terhadap efek pengobatan yang dirasakannya
(Oetami, 2014).
5) Depresi
Suatu penelitian meta-analisis di Amerika menyatakan bahwa
sekitar 50% pasien dengan kanker stadium lanjut memenuhi
kriteria untuk ganggua psikiatri, yang paling umum adalah
gangguan penyesusaian (11-35%) dan depresi berat (5-26%).
Depresi yang dialami pasien kemoterapi adalah depresi
minimal dan depresi sedang (Rulianti, 2013). Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sonia (2014), penderita
keganasan yang mendapatkan kemoetarpi menunjukkan
pravelansi gejala psikologis depresi lebih tinggi dari ansietas.

F. Mual Dan Muntah Pada Pasien Kemoterapi


1. Definisi Mual dan Muntah
Mual dan muntah sering terjadi bersama-sama dalam satu waktu,
tetapi bisa menjadi 2 masalah yang berbeda (American Cancer Society,
2013). Hal ini juga dijelaskan oleh Glare, dkk., (2011) bahwa muntah
biasanya, tetapi tidak selalu, disebabkan oleh proses mual. Mual
didefinisikan sebagai sebuah sensasi yang tidak enak disekitar
esophagus, di atas areagastrik (lambung) atau perut, dan biasa
dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Muntah dapat dikatakan
sebagai “memuntajkan” yaitu pengeluaran secara paksa dari isi perut
lewat mulut atau cavitas nasal (rongga idung) (Garret, dkk.,2003 dalam
Lua & Zakaria, 2010: Glare, dkk., 2011).
Muntah didefinisikan sebagai suatu reflek yang meneyabbkab
dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya. Insiden mual
muntah akibat kemoterapi suddah ditemukan sejak digunakannya obat-
obat sitotoksik penanganan kanker. Mual muntah akibat kemoterapi
tergantung dari jenis dan emetogenik obat yang digunakan. Potensi
yang dapat menyebabkan mual muntah diperngaruhi oleh jenis obat,
dosis, kombinasi dan metode pemberian obat. Faktor lainnnya adalah
pengalaman sebelumnya dengan kemoterapi. Pasien yang pernah
menjalani kemoterapi sebelumnya akan lebih beresiko mengalami
mual muntah dibandingkan dengan yang belum pernah (Grunberg,
2004).
Reflek muntah terjadi akibat aktivitas nucleus dari neuron yang
terletak di medulla oblongata. Pusat muntah dapat diaktifkan secara
langsung oleh sinyal dari korteks serebral (antisipasi, takut), sinyal dari
orhan sensori (pemandangan yang mengganggu, bau) atau sinyal dari
apparatus vestibular dari telinga dalam (mual karena gerakan tertentu).
Pusat muntah juga dapat terjadi secara tidak langsung oleh stimulus
tertentu yang dapat mengaktifkan Chemoreseptor Triger Zona (CTZ).
Chemoreseptor Triger Zona (CTZ berada di daerah yang memiliki
banyak pembuluh darah postrema pada permukaan otak. Area ini tidak
memiliki sawar darah otak dan terkena oleh kedua darah dan cairan
serebrospinal. Selain itu, Chemoreseptor Triger Zona (CTZ) dapat
bereaksi secara langsung terhadap subtansi dalam darah.
Chemoreseptor Triger Zona (CTZ) dapat dipicu oleh sinyal dari
lambung dan usus kecil yang berjalan sepanjang saraf vegal aferen
atau oleh tindakan langsung dari komponenn emetogenik yang
dibawah dalam darah (obat anti kanker, opioid, iptek) (Garrett et al.,
2003).
Kemoterapi dapat menyebabkan mual muntah karena agen
kemoterapi dapat menstimulasi sel enterochromaffin pada saluran
pencernaan untuk melepaskan serotin dengan memicu reseptor serotin.
Aktivitas reseptor memicu aktifnya jalur aferen vegal yang
mengaktifkan pusat muntah dan menyebabkan respon muntah (Garret
et al., 2013). Potensi emetic agen kemoterapi itu sendiri merupa stimul
utama terhadap mual muntah yang disebabkan oleh kemoterapi
(Chemoreseptor Induced Nause and Vomitting/CINV). Agen
kemoterapi dinilai berdasarkan tingkat potensi emetiknya, 1
merupakan nilai terendah sedangkan 5 merupakan nilai terbesart dari
tingkat potensi emetic salah satu contoh agen kemoterapi yang
memiliki potensi emetic tinggi yaitu Cisplatin dan potensi emetic
terkecil yaitu Vincristin.

2. Macam – Macam mual muntah pada pasien kemoterapi


Mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker dapat
dibedakan menurt waktu terjadinya mual muntah, Garret et al (2003)
yaitu :
a. Mual muntah antisipatori
Mual muntah yang terjadi sebelum pemberian kemoterapi
mual muntah ini terjadi akibat adanya rangsangan seperti bau,
sauna dan suara dari ruangan perawatan atau kehadiran petugas
medis yang memberikan kemoterapi. Mual antisipatori biasanya 12
jam sebelum pemberian kemoterapi pada pasien pada pasien
kemoterapi sebelumnya. Data dari beberapa studi menunjukkan
sekitar 25% pasien yang mendapat pengobatan kemoterapi
mengalami mual muntah antisipatori pada pengobatan yang
keempat (Morrow dan Dobkin, 20021).
Mual muntah ini terjadi pada pasien yang sudah merasa
mual atau merasa tidak nyaman di perut dan cemas, walaupun agen
kemoterapi belum diberikan. Sebagian pasien dapat menekan rasa
tersebut dengan cara latihan relaksasi
b. Mual muntah akut
Mual muntah akut berlangsung dalam 24 jam pertama
setelah pemberian kemoterapi, biasanya 1 sampai 2 jam pertama.
Tipe ini diawali oleh stimulus primer dari reseptor dopamine dan
serotinin pada CTZ, yang memicu terjadinya muntah, kejadian ini
akan berakhir dalam waktu 24 jam
c. Mual muntah lambat
Mual muntah lambat terjadi minimal;l 24 jam pertama
setelah pemberian kemoterapi, dan dapat berangsung hingga 120
jam. Pengalaman mual muntah pada kemoetrapi sebelumnya akan
menyebabkan terjadnya mual muntah pada kemoterapi berikutnya,
sebelumnnya akan mengalami jual muntah akut. Metanolit agen
kemoterapi diduga merupakan salah satu penyebab mekanisme
terjadinya mual muntah kambat dikarenakan agen ini dapat terus
mempengaruhi sistem saraf pusat dan saluran pencernaan.
Misalnya, Cisplatin yang merupakan agen kemoterapi level tinggi
bisa menyebabkan terjadnya mual muntah lambat yang akan timbul
dalam waktu 48-72 jam setelah pemberian agen tersebut setelah
kemoterapi dan berakhir 6-7 hari. Agen kemoterapi yang dapat
menyebabkan mual muntah lambat lainnya adalah Carboplatin
dosisi tinggi, Cyclophosphamide dan Doxorubicin.
d. Mual muntah lanjut/berlarut
Mual muntah lanjut yaitu mual muntah yang terus
berlangsung walaupun telah diberikan terapi pencegahan, sehingga
dibutuhkan terapi tambahan untuk mengatasinya. Pasien yang tidak
berespon terhadap regimen profilaksis akan diberikan pengobatan
antiemetic, dimana pengobatan ini disebut sebagai terapi
penyelamat. Jika pasien yang sudah diberikan obat antiemtik
pencegahan terapi masi mengalami mual muntah akibat kemoetrapi
yang berlangsung dalam 24 jam, maka perlu segera diberikan
kombinasi obat-obatan antiemetic dari kelas yang berbeda.
Tindakan ini dikenal sebagai terapi pertolongan.
Penatalaksanaan mual muntah dapat diberikan sesuai
dengan waktu terjadinya mual muntah Garret et al (2003) yaitu :
1) Mual muntah antisipatori
Mual muntah antisipatori diatsi dengan meberikan
intervensi perilaku berupa relaksasi, penglihatan terhadap suatu
stimulus, serta kemampuan untuk mengendalikan perasaan
tertentu. Antiemetic yang diberikan yaitu Lorazepam (Amnestc
dan Anxyolitic) yang dapat membantu memblokir memori
mual muntah yang terkait dengan kemoterapi sebelumnya.
Lorazepam diberikan pada malam sebelumnya atau pada pagi
hari sebelum kemoterapi diberikan
2) Mual muntah akut
Penanganan mual muntah akut dberikan terapi antiemetic
seperti serotin Reseptor Antagonis (SRA). Dikarenakan agen
kemoterapi memulai terjadnya reseptor serotonin utama yang
menyebabkan terjadinya mual munytah akibat kemoterapi.
Obat antiemetic ini telah menjadi standar utama terapi
antiemetic yang drekomendasikan oleh ASHP sebagai obat
pilihan pada pasien yang menerima agen kemoterapi dengan
tingkat potensi emetic pada level 3 sampai 5. SRA akan
mencegah mual muntah dengan menghambat respon awal mual
muntah. Jenis serotonin reseptor antagonis yang sering
digunakan adalah Ondansentron (Zofran), Granisetron (Kytril),
dan Dolasetron (Anzemet).
3) Mual muntah lambat
Pemberian SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) dalam
dosis tunggal tidak dapat membantu menangani mual muntah
lambat tetatpi pencegahan mual muntah lambat ini dapat diatasi
dengan pemberian Ondasentron yang dikombinasi dengan
Dexametason. Oleh karena itu Dexametason dijadikan sebagai
pilihan obat yang dapat digunakan untuk mangatasi mual
muntah lambat bila diberikan bersamaan dengan SRA
(Serotonin Reseptor Antagonis) saat sebelum prosedur
kemoetrapi dimulai.
4) Mual muntah berlanjut
Kombinasi antiemetic harus segera diberikan pada pasien
yang masih mengalami mual muntah dalam waktu 24 jam
merupakan obat antiemetic tunggal telah diberikan
sebelumnya. Tindakan pemberian kombinasi antiemetic ini
disebut terapi oenyelamat. Obat yang digunakan untuk terapi
penyelamat adalah prochlorperazine, thiethylperazine atau
metoclopramide dengan atau tanpa pemberian
disphenhydramine atau lorazepam, haloperidol serta
dronabinol. Pemberian dronabinol diindikasikan jika mual
muntah yang dialami pasien tidak berespon terhadap gologan
obat lain.
Obat antiemetic dapat digunakan dalam pencegahan dan
pengobatan mual muntah akibat kemoterapi. Obat diklasifikasikan
sesuai dengan indeks terapeutiknya, yaitu tinggi dan rendah
Hesketh (2008) yaitu :
a) Indeks terapeutik tinggi
(1) 5HT3 Antagonis
Obat yang digolongkan kedalam 5HT3 antagonis
ada lim ayitu Ondasentron (Zofran), Glaxosmith (Kline),
Granisetron (Navoban, Roche), Dolasetron (Anzemet,
Sanofi-Aventis) Trofisetron (Navoban, Novartis) dan
Palanosetron (Axoxi, MGI Pharma) sebagai jenis obat
5HT3 anatgonis terbaru. Efek samping yang umunya timbul
akibat obat-obat ini adalah sakit kepala ringan, konstipasi
dan meningkatkan enzim aminotransferase di hati.
(2) Neurokinin 1 Reseptor Antagonis (MK 1 Antagonis)
Neurokin 1 (NK 1) antagonis merupakan kelompok
terbaru agen antiemetic yang efektif dalam pencegahan
mual muntah akibat kemoterapi. Aprepitant sebagai obat
dengan formulasi oral pertama dalam kelompok kelas ini
(3) Kortikosteroid
Kortikosteroid efektif diberikan sebagai agen
tunggal pada pasien yang mendapatkan prosedur
kemoterapi dengan potensi emetogenik rendah.
Kortikosteroid lebih menguntungkan ketika digabungkan
dengan agen antiemetic yang lain. Kortikosteroid dalam
mengatasi mual muntah akut ataupun lambat.
b) Indeks Terapeutik rendah
Agen antiemetic yang termasuk indeks terapeutik rendah
adalah Metoclopramide, Butyrophenones, Phenothiazines,
Cannabinoids dan Olanzapine. Obat – obatan tersebut memiliki
keberhasilan yang rendah dalam mengatasi mual muntah akibat
kemoterapi namun memiliki efek samping yang sangat besar,
bila dibandingkan dengan agen antiemetic yang memiliki
indeks terapi tinggi

3. Patofosiologi Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV)


Neurotransmitter yang paling sering terlibat dalam kejadian
mual dan muntah yaitu dopamine, serotinin, substansi P, acetylcholine,
histamine, endorphin, dan GABA (Malamakal, 2015: Mustian, dkk.,
2011). Menurut Mustian, dkk (2011), senyawa yang paling banyak
dipelajari terkait dengan mual muntah yang diakibatkan oleh
kemoterapi atau Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV)
adalah serotonin (5-HT) yang diperoduksi oleh sel enterochromaffin,
yaitu suatu jenis sel yang unik yang tersebar di seluruh epitel usus.
Serotonin (5-HT) akan meningkat setelah terpapar agen kemoterapi,
sehingga pada tingkat tertinggi akan dilepaskan dari permukaan basal
ke lamina propia. 5-HT yang berkaitan dengan reseptor-reseptor yang
serumpun dengan 5-HT3, yang terletak di terminal saraf vagus,
bertindak sebagai meurotransmitter yang mengubah sinyal ke otak
belakang, sehingga memicu respon motoric mual dan muntah.
Menurut Janelsis, dkk (2013), proses CINV dipicu oleh agen
kemoterapi yang melibatkan saraf pusat, saraf perifer,
neurotransmitter, dan reseptor. Sitoktoksik kemoterapi dapat merusak
saluran gastrointestinal menyebabkan sel-sel Entrochromaffin (EC)
didistribusikan ke seluruh dindng GI untuk melepaskan sinyal-sinyal
saraf melalui pelepasan neurotrnsmiter, yaitu serotonin (5-HT),
substansi P (SP), dopamine (D2), monoamine (M), dan histamine
(H1).
Neurotransmitter ini kemudian mengaktifkan serabut aferen
saraf vagus dengan mengikat reseptor-reseptor (5-HT3, NK-1, dan
lain-lain) yang kemudian menstimulus kompleks dorsal saraf vagus
yang terdiri dari pusat emetic/muntah (VC), Chemoreseptor Triger
Zone (CTZ), dan Nucleus Tractus Solitarius (NTS). Kemudian sensori
tersebut iintegrasikan dan mengakibatkan aktivasi respon muntah.

4. Faktor risiko Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CNIV)


Menurut Sekine, dkk. (dalam susanti, 2016) melalui atudi
prospektif analisis, faktor risiko yang berhubungan dengan beberapa
derajat mual pada fase akut (acute CNIV) adalah jenis kelamin
(perempuan), usia (<55 tahun), konsumsi alcohol, serta kemoterapi
berbasis Cisplatin dan AC/EC (Anthracycline and Cyclophosphamide
combination), sedangkan pada fase tertunda (delayed CINV) hanya
saja jenis kelamin (perempuan), konsumsi alcohol dan kemoterapi
berbasis Cisplatin.

5. Dampak Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CNIV)


Menurut Chan, (dalam Susanti, 2016), Chemotherapy Induced
Nausea and Vomiting (CINV) adalah salah satu dari efek samping
yang paling bermasalah dari kanker sering hingga 5 hari atau lebih
setelah kemoterapi diberikan dan dapat berdampak buruk, baik pada
kualitas hidup pasien maupun keadaan fisik mereka. CINV dapat
berdampak buruk, baik pada kualitas hidup pasien maupun keadaan
fisik mereka (Chan, dlk., 2015). Dampak dari CINV juga dijelaskan
oleh Bloechl-Daum, dkk.m (20016) dalam Chan, dkk, (2015). Bahwa
CNIV dapat mengubat keputusan [asien terhadap pengobatan.

6. Instrumen Mual Muntah


Menurut Rhodes dan Daniel (2001, dalam Oktaviani 2013),
instrument yang digunakan untuk mengukur mual muntah yang telah
teruji validitas dan reabilitasnya yaitu :
a. Numeric rating scale (NRS)
NRS merupakan instrument yang mudah digunakan untuk
mengukur mual (Lee Jiyeon, dkk., 2010 dalam Oktaviani, dkk.,
2014). NRS digunakan dengan 0=tidak dan 10=kejadian yang
terburuk.
b. Duke Descriptive Scale (DDS)
Instrument ini memuat data mual dan muntah dengan frekuensi
keparahan dan kombinasi aktifitas. Tipe dari kuesioner ini adalah
skala check list. Kelemahan kuesioner adalah informasi yang
terbatas (Rhodes & Daniel, 2001 dalam Oktaviasni, 2013).
c. Visual Analog Scale (VAS)
Menurut Oktaviani (2013) intrumen penelitian ini berupa rentan
skala dengan menggunakan angka 0-10 untuk mengetahui gejala
d. Index Nausea Vomiting and Retching (INVR)
Index Nausea Vomting and Retching yang dipopulerkan oleh
Rodes digunakan untuk mengukur mual, muntah dan retching
dengan skala Likert yaitu 0-4. Kriteria dari Rodes INVR dibagi
menjadi 5 yaitu :
1) 0 : Tidak
2) 1-8 : Ringan
3) 9-16 : Sedang
4) 17-24 : berat
5) 25-32 : buruk
Kuesioner untuk mengukur skla mual yang dialami pasien
diminta untuk memberikan centang pada skala yang sesuai dengan
pengalaman mual pasien tersebut (Reni, 2013). Skala Rhodes
INVR tediri dari 8 pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan untuk
mengukur mual, 3 pertanyaan untuk mengukur muntah dan 2
pertanyaan untuk mengukur retching. Delapan pertanyaanya yang
terdapat dalam skala Rodes INVR anatar lain adalah sebagai
berikut :
1. Selama 12 jam terakhir pasien muntah berapa kali
2. Selama 12 jam terakhir, setiap muntah yang dialami
mengganggu aktivitas pasien
3. Selama 12 jam terakhir, dari mual yang dialami mengganggu
aktivitas
4. Selama 12 jam terakhir, merasakam mual berapa kali
5. Selama 12 jam terakhir, merasakan mual berapa lama
6. Selama 12 jam terkahir, setiap muntah keluar banyak
7. Selama 12 jam terakhir, mual yang dirasakan mengganggu
aktivitas atau merasakan stres
8. Selama 12 jam terakhir, mengalami dehidrasi atau retching
berapa kali
e. Marroe Assessment Of Nausea and Emesis and Funtional Living
Index Emesis
Instrument ini dilengkapi dengan data awal, intensitas, keparahan,
dan durasi dari mual dan muntah (Rodes dan Daniel, 2001 dalam
Otaviani, 2013).

D. Konsep Teori Aromaterapi lemon


1. Definisi Aromarerapi
Aromaterapi adalah terapi atau pengobatan dengan menggunakan
bau-bauan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon yang
berbau harum dan enak. Arometrapi digunakan digunakan untuk
mempertahankan dan meningklatkan kesehatan dan bersifat
menenangkan (Andria, 2014).

2. Mekanisme Aromaterapi
Efek fisiologis dari aroma dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
mereka yang bertindak melalui stimulus saraf dan organ-organ yang
bertindak langsung pada organ atau jaringan melaui efektor reseptor
mekanisme. Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau
penyerapan minyak essensial memicu perubahan dalam sistem limbic,
bagian dari otak yang berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini
dapatt merangsang respon fisiologis saraf, endokrin tau sistem
kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah,
pernafasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan hormone diseluruh
tubu (Sharma, 2012).
Efek pada otak menjadikan tenang atau merangsang sistem saraf,
serta mungkin membantu dalam menormalkan skresi ormon.
Menghirup minyak essensial dapat meredakan gejala pernafasan,
sedangkan aplikasi lokal minyak yang diencerkan dapat membantu
untuk kondisi tertentu. Pijat dikombinasi dengan minyak essensial
memberikan relaksasi, serta bantuan dari rasa nyeri, kekuatan otot dan
kejang. Beberapa minyak essensial yang diterapkan pada kulit dapat
menjadi anti mikroba, antiseptic, anti jamur, atau anti inflamasi.
(Sharma, 2013).

3. Manfaat Aromaterapi
Menurut (Rahma, 2016) manfaat aromaterapi terdiri dari :
a. Relaksasi banyak penelitian membuktikkan bahwa minyak
essensial yang dipakai dalam aromaterapi, seperti minyak bunga
lavender dan kamomil, dapat menenangkan anda ketika dilanda
kecemasan atau stres berlebihan. Aromaterapi lavender dipercaya
bisa memberikan efek relaksasi yang mengendendalikan sistem
saraf simptasi, yaitu sistem saraf yang bertanggung jawab pada
respon stress flight or flight (melawan atau melarikan diri) dan
gejala fisiknya seperti tangan berkeringat atau jantung yang
berdegup kencang.
b. Meningkatkan kualitas tidur karena minyak aromaterapi membantu
orang mengurangi stress, maka dipercaya bahwa aromaterapi juga
turut membantu sesorang untuk tidur lebih nyenyak. Sesorang
dengan insomnia, cemas, atau restless leg syndrome dan gatal
dimalam hari yang sering terjadi dapat menggunakan aromaterapi
untuk membantu tidurnya. Minyak essensial dalam aromaterapi
yang digunakan dapat berupa minyak bunga lavender. Nyalakan
diffuser kira-kira satu jam sebelum tidur. Mengobati masalah
pernafasan beberapa minyak aromaterapi memiliki antiseptic yang
dapat membantu membersihkan udara dari bakteri, kuman, dan
jamur. Organisme – organisme tersebut dapat mengganggu
pernafasan, seperti sumbatan, batuk, atau bersin. Tea tree atau
minyak pohon the dianggap memiliki kemampuan sntiseptik dan
antimikroba sedangkan minyak eukaliptus dianggap dapat
melegakan pernapasan disaat flu.
c. Meredakan nyeri dan peradangan unruk meredakan nyeri atau pada
otot yang tegang, nyeri sendi, jaringan yang mengalami
peradangan, atau sakit kepala. Minyak aromaterapi yang biasa
digunakan adalah jahe, kunyit, dan jeruk untuk meredakan nyeri
sendi. Kemudian yntuk sakit kepala menggunakan aroma terapi
daun mint dan rosemary.
d. Mengurangi mual minyak aromaterapi seperti jahe, kunyit, anggur,
daun mint. Lemon, kamomil, dan eukaliptus dapat membantu
mengatasi penyakit asam lambung, mual, morning sickness (mual
saat hamil), atau kram perut saat pms.

4. Teknik Pemberian Aromaterapi


Menurut (Rafika, 2013), teknik pemberian aromaterapi bisa digunakan
dengan cara:
a. Inhalasi biasanya dianjurkan untuk masalah dengan pernafasan dan
dapat dilakukan dengan menjatuhkan beberapa tetes minyak
essensial ke dalam mangkuk air mengepul. Uap tersebut kemudian
dihirup selama beberapa saat, dengan efek yang ditingkatkan
dengan menempatkan handuk diatas kepala dan mangkuk sehingga
membentuk tenda untuk menangkap udara yang dilembabkan dan
bau.
b. Massage/pijat menggunakan minyak essensial aemoatik di
kombinasikan dengan minyak dasar yang dapat menenagkan atau
merangsang. Pijat minyak essensial dapat diterapkan ke area
masalah tertentu atau keseluruh tubuh.
c. Difusi baisanya digunakan untuk menennagkan saraf atau
mengobati beberapa masalah pernasafan dan dapat dilakukan
dengan penyemprotan senyawa yang mengandung minyak ke
udara dengan cara yang sama dengan udara freshener. Hal ini juga
dapat dilakukan dengan menempatkan sumber panas. Duduk dalam
jarak tiga kaki diffuser, pengobatan biasanya berlangsung sekitar
30 mneit.
d. Kompres panas atau dingin yang mengandung minyak essensial
dapat digunakan untuk nyeri oror dan dengan segala nyeri, memar
dan sakit kepala.
e. Perendaman mand yang mengandung minya essesnial dan
berlangsung selama 10-20 menit yang direkomendasikan untuk
masalah kulit dan memenangkan saraf.

5. Aromaterapi Lemon
a. Definisi Aromterapi Lemon
Aromaerapi minyak lemon adalah essensial oil yang dihasilkan
dari ekstrak kulit jeruk lemon (citrus lemon) yang sering digunakan
dalam aromaterapi. Aromaterapi lemon telah banyak digunakan
oleh wanita sebanyak 40% untuk meredakan mual dan muntah dan
26,5% dari dilaporkan sebagai cara yang efektif untuk mengontrol
gejala mual muntah
Gambar 2.3 buah lemon
b. Manfaat Aromaterapi Lemon
1) Mengurangi rasa mual
Salah satu manfaat dari minyak essensial lemon yang
paling banyak orang gunakan adalah untuk meredakan rasa
mual.
2) Memelihara kesehatan kulit
Sifat antioksidan yang dimiliki oleh minyak lemon ternyata
membantu mengurangi kerusakan jaringan pada kulit yang
disebabkan oleh radikal bebas. Selain itu, lemon juga dipercaya
mempunyai sifat anti-penuaan yang membuat kulit lebih
kencang dan awet muda. Seperti yang dimuat dari jurnal
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine
tentang sifat antimikroba pada minyak esensial, lemon
termasuk salah satu minyak yang dapat membantu mengobati
masalah kulit. Pada jurnal tersebut disebutkan bahwa minyak
esensial lemon cukup membantu masalah kulit, seperti:
a) Lecet dan luka
b) Gigitan serangga
c) Kulit berminyak
d) Selulit
Akan tetapi, sangat disarankan untuk tidak langsung
mengoles minyak esensial pada kulit Anda karena dapat
menyebabkan iritasi. Usahakan untuk mencampurkan minyak
esensial lemon dengan minyak pembawa sebelum dioleskan
pada kulit Anda.
3) Meredakan gangguan pencernaan
Bagi Anda yang mengalami sakit perut atau konstipasi
(sembelit), minyak lemon bisa jadi solusi masalah Anda.
Pada tahun 2009, terdapat sebuah penelitian mengenai efek
penggunaan minyak esensial lemon dalam makanan terhadap
kesehatan lambung. Para peneliti tersebut menggunakan tikus
percobaan untuk melihat apakah pemberian minyak lemon
berpengaruh atau tidak. Hasilnya, minyak esensial lemon
ternyata dapat membantu mengurangi gejala gastritis. Hal
tersebut dilakukan dengan mengurangi luka pada selaput
lambung dan melindungi organ pencernaan. Namun, belum ada
penelitian yang menyatakan seberapa aman minyak lemon bila
dikonsumsi manusia. Jangan mencobanya di rumah.
Manfaat minyak lemon bagi kesehatan pencernaan lainnya
adalah meredakan gejala konstipasi. Hal tersebut dibuktikan
melalui sebuah uji coba yang berlangsung selama 10 hari.
Selama masa percobaan, para peserta lansia mendapatkan
pijatan dengan minyak lemon. Pijatan yang mereka dapatkan
sebagian besar pada perut bagian bawah.
Ternyata, dari pijatan tersebut membuat mereka lebih
lancar buang air besar. Efek obat alami ini bertahan hingga dua
minggu setelah penelitian berakhir.
4) Membantu melindungi organ dalam
Minyak esensial lemon dipercaya dapat melindungi organ
dalam, seperti hati dan ginjal, akibat penggunaan obat aspirin.
Salah satu obat antinyeri dan antipembekuan darah.
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian tahun 2016 yang
mengujicobakan tikus dan minyak esensial lemon. Tikus yang
menjadi hewan percobaan menderita kerusakan hati dan ginjal
akibat penggunaan aspirin dosis tinggi.
Setelah diberikan beberapa kali, minyak lemon ternyata
dapat mengurangi kadar oksidatif dan kerusakan pada kedua
organ tersebut. Hal tersebut dikarenakan minyak lemon
mengandung antioksidan yang membantu menjebak radikal
bebas untuk berhenti menyerang organ.
5) Membantu mengatasi masalah pernapasan
Selain mengandung antimikroba dan antioksidan, minyak
esensial lemon juga bersifat antiradang. Maka itu, lemon
termasuk dalam minyak esensial yang memiliki manfaat untuk
mengatasi masalah pernapasan dan meningkatkan kekebalan
tubuh.
Tidak hanya itu, minyak lemon dapat merangsang drainase
limfatik. Drainase limfatik oleh lemon ini dapat membantu
mengurangi pembengkakan kelenjar getah bening.
Dengan begitu, potensi penumpukan cairan pun berkurang,
sehingga masalah batuk pun mereda.
c. Cara Kerja Minyak Lemon
Minyak lemon bermanfaat sebagai antistress, karena
minyak atsiri minyak astsiri lemon memiliki kemampuan untuk
menyegarkan pikiran yaitu dengan menciptakan pikiran dalam
bingkai posistif dan menghapus emosi negative. Menghirup
minytak atsiri lemon dapat membantu meningkatkan konsentrasi
dan kewaspadaan. Limonene adalah kandungan utama yang
terdapat dari minyak esensial lemon yang memiliki manfaat
sebagai mentaly, stimulating, antiheumatic, antispasmodic,
hypotensive, antistres dan sedative. Bau yang menimbulkan rasa
nyaman dan rileks untuk memproduksi serotonin, ensepalin, dan
endorphin sehingga mual muntah berkurang.
Penggunaan aromaterapi dengan cara inhalasi lebih cepat
absorpsi disbanding dengan pemberian obat melalui oral karena
pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran
nafas dan epitel paru-paru, sehingga hanya memerlukan waktu
beberapa detik samapi dengan menit. Sedangkan pemebrian obat
melalui oral memerlukan waktu absorpsi lebih lambat karena jalan
untuk mencapai jaringan lebih rumit dan ketika minum obat
bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorpsi
sehingga obat yang tidak tahan asam menjadi rusak atau tidak
diabsorpsi.
d. Cara Pemakaian
Layaknya menggunakan minyak esensial dari tumbuhan
lain, minyak lemon juga bisa dicampurkan 3-4 tetes ke diffuser dan
biarkan harumnya merebak mengharumkan ruangan
Anda. Pastikan ruangan yang diletakkan diffuser memiliki sirkulasi
udara yang baik. Batasi pula sesi aromaterapi
Anda menggunakan diffuser maksimal 30 menit saja. Bila ingin
mengoleskan minyak lemon pada kulit, Anda harus
mencampurkannya ke minyak pelarut terlebih dahulu, seperti
minyak kelapa atau minyak almond. Ingat bahwa minyak esensial
tidak boleh dioleskan langsung tanpa dilarutkan.Sebelum dioleskan
ke kulit, lakukan tes tempel sedikit minyak lemon ke lengan –
untuk memastikan kulit bisa menerima minyak esensial ini. Jangan
lupa untuk membasuh kulit yang dioleskan minyak lemon sebelum
Anda keluar rumah.

E. Integrasi Model Comfort Kolcaba Dalam Proses Keperawatan


1. Gambaran Model Kenyamanan Kolcaba
Pemberian asuhan keperawatan pada klien kanker serviks dengan
keluhan mual muntah akut post kemoterapi dalam penulisan karya tulis
ilmiah akhir ners ini menggunakan pendekatan teori keperawatan
comfort dari kathrine kolcaba. Kolcaba (2003) mengenalkan teori
kenyamanan sebagai middle range theory karena mempunyai tingkat
abstraksi yang rendah dan mudah diaplikasikan dalam praktik
keperawatan, medis, psikologi, psikiatri, ergonomic dan bahasa
inggris. Dalam berbagai artikelnya, kolcaba memaparkan teori tentang
kenyamanan dalam keperawatan. Sebagai contoh Kolcaba
menggunakan teori Nightingales (1859) yang menenkannkan “Tidak
akan pernah melihat apa yang diobservasi dan untuk apa. Bukan untuk
menabrak bermacam-macam informasi atau fakta yang tidak benar,
tetapi untuk kepentingan menyelamatkan hidup dan meningkatkan
kesehatan dan kenyamanan”. Keunikan teori ini adalah penekanan
bahwa kecakapan dan karakter perawat selalu dinilai dari
kemampuannya untuk membuat pasiennya lebih nyaman dalam
hidupnya secara biospikospriritual dan finansial (Tomey & Alligood,
2006).
Kebutuhan perawatan kesehatan didefinisikan sebagai kebutuhan
untuk memperoleh kenyamanan, bangkit dari situasi stres. Kebutuhan
disini meliputi kebutuhan fisik, psikospritual, sosial, dan lingkungan
yang diperoleh melalui monitoring, laporan vernal dan non verbal,
kebutuhan yang berhubungan dengan parameter patofisiologi,
kebutuhan pendidkan dan dukungan, serta kebutuhan konseling
finansial dan intervensi (Kolcaba, 1994 dalam Tomey dan Alligood,
2006: 728).
Pengukuran kenyamanan didefinisikan sebagai intervensi
keperawatan untuk mengetahui kenyamanan resipien secara spesifik
meliputi fisiologi, sosial, finansial, psikologi, spiritual, lingkungan,
dan intervensi fisik (Kolcaba, 1994 dalam Tomey dan Alligood, 2006:
728).
Variabel-variabel intervensi didefinisikan sebagai interaksi
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persepsi resipien tentang
kenyamanan total. Variabel ini terdiri atas pengalaman masa lalu,
umur, sikap, status emosional, siistem pendukung, prognosis penyakit,
keuangan, dan pengalaman resipien secara keseluruhan (Kolcaba, 1994
dalam Tomey dan Alligood, 2006: 728).
Kenyamanan didefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh
resipien berdasarkan pengukuran kenyamanan. Ada tiga tipe
kenyamanan (dorongan, ketentraman dan transcendence) serta empat
konteks pengalaman (fisik, psikospritual, sosial dan lingkungan). Tipe-
tipe kenyamanan didefinisikan sebagai berikut (Kolcaba, 2001 dalam
Tomey dan Alligood, 2006: 728): dorongan (relief) : kondisi resipien
yang membutuhkan penanganan yang spesifik dan segera.
Ketentraman (ease) : kondisi yang tentram atau kepuasan hati.
Transcendence: kondisi dimana individu mampu mengatasi masalah
(nyeri).
“Comfort Food” untuk jiwa, meliputi intervensi yang tidak
dibutuhkan pasien saat ini tetapi sangat berguna bagi pasien. Intervensi
kenyamanan ini membuat pasien merasa lebih kuat dalam kondisi yang
sulit diukur secara personal. Target intervensi ini adalah transcendence
meliputi hubungan yang mengesankan antara perawat dan pasien,
keluarga, atau kelompok. Sugesti kenyamanan ini dapat diberikan
dalam bentuk relaksasi, pijat, lingkungan yang adaptif yang
menciptakan kedamaian dan ketenangan, guided imagery, terapi
music, mengenag masa lalu, dan sentuhan terapeurik.
2. Proses Keperawatan Teori Kolcaba
Aplikasi teori di area keperawatan menggunakan metode
pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan mencakup
kegiatan pengkajian, penegakan diagnose keperawatan sesuai masalah
keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi dan
evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data atau hal-hal yang
menunjang perawat untuk melakukan tindakan. Pengkajian
dilakukan melalui wawancara dan observasi dengan
mempertimbangkan aplikasi teori comfort. Perawat mengobservasi
respon organismic pasien, membaca catatan medis, mengevaluasi
hasil pemeriksaan diagnose, dan menanyakan pasien akan
kebutuhan yang memerlukan bantuan. Perawat mengkaji
lingkungan internal dan eksternal pasien. Pengkajian menurut teori
comfort meliputi :
1) Kenyamanan fisik meliputi hemodinamik dan masalah
kenyamann yang dirasakan berhubungan dengan konisi fisik
pasien
2) Kenyamanan psikospiritual meliputi kenyamanan berhubungan
dengan konsisi psikologis dan spiritual pasien misalnya
kecemasan, ketakutan, harga diri, identitas diri.
3) Kenyamanan lingkungan yaitu berhubungan dengan
lingkungan fisik pada perawatan dirumah sakit, termasuk
situasi dan kondisi yang mempengaruhi lingkungan misalnya
pencahayaan, kegaduhan dan suhu lingkungan.
4) Kenyamanan sosial kultural yaitu dukungan sosial kultural
seperti adanya kerabat atau teman, hubungan dengan orang
disekitar, nilai yang dianut dan budaya yang menjadi keyakinan
dalam perawatan.
b. Diagnosea Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap dimana perawat
mengintreprestasikan atau menetapkan masalah dan kebutuhan
klien yang akan diatasi. Interpretasi dan penetapan masalah ini
dilakukan berdasarkan data hasil pengkajian yang dilakukan
sebelumnya (Aligood & Thomey, 2006). Diagnose keperawatan
adalah suatu penilaian yang menghasilkan pernyataan status
kenyamanan pada manusia. Diagnose keperawatan yang digunakan
melihat pada NANDA sesuai konsep kenyamanan yang dinyatakan
oleh Kolcaba
c. Intervensi
Tahapan intervensi yaitu perencanaan asuhan keperawatan
yang akan dilakukan. Pada tahap intervensi perawat menyusun
rencana asuhan keperawatan berdasarkan masalah yang telah
ditetapkan. Rencana asuhan keperawatan yang dibuat perawat
mengacu pada tujuan yaitu untuk membantu mengatasi masalah
pasien (Aligood & Thomey, 2006). Intervensi pada teori comfort
dikategorikan kedalam tiga tipe intervensi yaitu :
1) Intervensi untuk kenyaman standar (standar comfort) adalah
intervensi untuk mempertahankan hemodinamika dan
mgnontrol nyeri
2) Intervensi untuk pembinaan (coaching) yaitu intervensi yang
digunakan untuk menurunkan kecemasan, menyediakan
informasi kesehatan, mendengarkan harapan pasien dan
membantu pasien untuk sembuh
3) Intervensi yang berhubungan dengan memberikan kenyaman
jiwa (comfort food for the soul) yaitu melakukan sesuatu yang
menyenangkan untuk membuat keluarga dan pasien merasa
diberikan kepedulian dan meningkatkan semangat, contohnya
melakukan massage dan melalukan imajinasi terbimbing
(Kolcaba & Dimarco, 2005).
d. Implementasi
Tahap implementasi adalah menguji hipotesis. Perawat
menggunakan hipotesis dalam memberikan perawatan langsung
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun berdasarkan
masalah dan tujuan keperawatan. Perawat menggunakan
pendekatan intervensi berdasarkan proinsip comfot kolcaba baik
dari segi fisik, psikospiritual, sosial budaya dan leingkungan.
Kebutuhan kenyaman sosiocultural adalah kebutuhan untuk
jamninan budaya, dukungan, bahasa tubuh yang positif dan caring.
Kebutuhan ini terpenuhi melalui pembinaan yang mencakup sikap
optimism, pesan-pesan kesehatan dan dorongan semangat.
Penghargaan terhadap pencapaian klien, persahabatan perawat
selama bertugas. Perkembangan informasi yang tepat setiap aspek
yang berhubungan dengan prosedur, pemulihan kesadaran, setelah
anastesi, rencana pemulangan dan rehabilitas.
Kebutuhan kenyaman lingkungan meliputi ketertiban,
ketetnagan, perabotan yang nyaman, bau yang minimal dan
keamanan. Kebutuhan ini juga termasuk prhatian dan saran pada
klien dan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan kamar
rumah sakit. Ketika perawat tidak mampu untuk menyediakan
lingkungan benar-benar tenang, perawat dapat membantu klien dan
keluarga untuk mampu menrima kekurangan dari pengaturan yang
ideal. Namun perawat harus mampu untuk melakukan upaya
mengurangi kebisingan, cahaya lampu dan gangguan istirahat tidur
dalam rangka memfasilitasi lingkungan yang meningkatkan
kesehatan klien.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan dalam mengobservasi respon
pasien terhadap intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi didasarkan pada tujuan dan kriteria hasil pada
perencanaan keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji
tingkat kenyaman fisik, psikospirtual, social kultur dan lingkungan.
(Alligood & Thomey, 2006).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN


Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode
studi kasus atau Case Study dan tinjauan pustaka atau literatur review.
Case Study merupakan proses penyelidikan atau pemeriksaan secara
mendalam, terperinci dan detail pada suatu peristiwa tertentu atau khusus
yang terjadi. Literatur review merupakan ringkasan komperehensif yang
sudah dilakukan mengenai topik yang spesifik tentang penelitian untuk
menunjukkan kepada pembaca apa yang belum diketahui, untuk mencari
rasional dari penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide penelitian
selanjutnya (Denney & Tweksbury, 2013)

B. DATA BASE JURNSL


Studi literature review yang merupakan rangkuman menyeluruh
beberapa studi penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu. Data
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperboleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu.
Sumber data sekunder yang didapati berupa artikel jurnal bereputasi baik
nasional maupun internasional dengan tema yang sudah ditentukan
(Nursalam, 2020).
Pencarian artikel jurnal pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mengakses databes pada Google Scholar, Pubmed, dengan keyword atau
kata kunci sesuai dengan masalah pada penelitian. Dalam penelitian yang
menggunakan literatur review, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
sehingga hasil dari studi literatur tersebut dapat diakui kredibilitasnya.
Studi literature memiliki 3 tahapan yaitu planning, conducting, dan
reporting (Wahono, 2016). Studi literature melalui tahapan sebagai
berikut:
1. Planning
Planning merupakan tahap pertama dalam studi literature
review sebagai strategi dalam mencari artikel (Nursalam, 2020). Pada
tahap planning ini terdapat dua bagian didalamnya yaitu formulate the
review’s research question dan develop the review’s protocol
(Wahono, 2016).
a. Formulate the review’s researchquestion
Bagian ini merupakan strategi pertama yang digunakan
untuk mencari artikel dengan menyusun pertanyaan penelitian
(Research question) kemudian di formulasikan menggunakan
PICOC framework (Wahono, 2016). Research question atau
pertanyaan penelitian merupakan bagian terpenting dalam setiap
systematic literature review, research question digunkan untuk
memandu proses pencarian dan memandu proses ekstrasi data
(wahono, 2016).
1) RQ1: Judul yang paling banyak tentang literature review
paliatife care pada pasien end stage renal disease?
2) RQ2: Mengapa paliatife cara sangat dibutuhkan end stage renal
disease?
3) RQ3: Metode apa saja yang digunakan dalam penelitian
Paliatife care pada pasien end stage renal disease?
4) RQ4: Metode apa yang sering digunakan dalam penelitiaan
paliatife care pada pasien end stage renal disease?
Tabel 3.1 Format PICOC Framework
PICOC Framework
Population Ca Cervix
Issue Palliative carae, perawatan diakhir
kehidupan, good death
Camparator None
Outcome -
Context Nursing

2. Develop The Review’s Protocol


Develop the review’s protocol merupakan strategi kedua dalam
tahap Planning yaitu dengan merencanakan dan menetapkan
prosedur dasar peninjauan. Komponen dari strategi ini merupakan
search terms (kata kunci), seleksi berdasarkan kriterian inklusi dan
eksklusi, quality chekslist atau penil penilaian kualitas (Wahono.,
2016).
a. Search Terms (Kata Kunci)
Pencarian Jurnal atau artikel menggunakan keyword dan
Boolean operator (AND, OR NOT or AND NOT) digunakan
untuk memperluas atau memspesifikkan pencarian sehingga
mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang
digunakan. Kata kunci dalam systematic review disesuaikan
dengan Medical Subject Heading (MeSH) (Nursalam., 2020)
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kata Kunci Studi Literatur

Independen Dependen Subject

Google Scholar
Pemberian Terhadap mual
Pasien Kanker
aromaterapi lemon muntah
Semantic Sholar
Lemon
Nausea vomiting Cancer
aromatherapy

b. Cara Mengakses Jurnal


Mesin pencarian junal untuk melihat jurnal tersebut
menggunakan masin pencarian yaitu google scholar dan semantic
scholar.
c. Cara Seleksi Jurnal
Penyeleksian jurnal yang telah di seleksi dengan kriteria
Inklusi dan eksklusi berdasarkan PICOS Framework untuk
menyeleksi data. Seleksi berdasarkan judul, tahun publikasi
literature yaitu tahun 2016 – 2021, ful-text, language bahasa
inggris dan bahasa indonesia (Nursalam., 2020).
Tabel 3.3 PICOS Framework
Kriteria Inklusi Eksklusi
Pasien dengan kasus
cancer yang Pasien tidak mempunyai
Population
mengeluhkan mual penyakit kanker
muntah
Pemberian aromaterapi
Intervention -
lemon
Comparators No comparation No comparation
Menurunkan mual muntah
Tidak menurunkannya
Outcome pada saat diberikan
mual muntah klien
aromaterapi lemon

Quasi-experimental
studies Pendekatan pres
Tidak ada kriteria ekslusi
and post test intervension
Study Design and pada study design
group menggunakan
publication Type publication type:
Kuisioner Index of
webpages
Nausea, Vomiting and
Retching

Pre-2021
Publication Years Post-2016
English and Indonesian
Language English, Indonesian

d. Quality Cheklist (Peniliain Kualitas)


Screening literature menggunakan Prisma Cheklis untuk
menganalisis kualitas metodologi di setiap jurnal sehingga dapat
menganalisis kualitas metodologi dalam setiap study sesuai dengan
metode penelitian yang dilakukan pada penelitian. Instrument ini
berisikan ceklist untuk melihat apakah ada kesesuaian, keselarasan
dan ketepatan dari judul, desain, sampel, tujuan, hasil dan
pembahasan. Ceklist ini kemudian diisi berdasarkan jenis
penelitian dan dinilai. Tujuan pengunaan tool instrument Prisma
Cheklis merupakan melihat kualitas jurnal tersebut

e. The Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Apraisal


The Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal untuk
beberapa jenis studi Quasi Experimental Studies, cross sectional,
dan artikel review digunakan untuk menganalisis kualitas
metodologi dalam tiap studi (n=6). Checklist daftar penilaian
berdasarkan The JBI Critical Appraisal telah tersedia beberapa
pertanyaan untuk menilai kualitas dari studi. Penilaian kriteria
diberi nilai ‘ya’, ‘tidak’, ‘tidak jelas’ atau ‘tidak berlaku’, dan
setiap kriteria dengan skor ‘ya’ diberi satu poin dan nilai lainnya
adalah nol, setiap skor studi kemudian dihitung dan dijumlahkan.
Critical appraisal untuk menilai studi yang telah memenuhi syarat
serta dilakukan oleh peneliti. Jika skor penelitian 50% memenuhi
kriteria critical appraisal dengan nilai titik cut-off yang telah
disepakati oleh peneliti, kemudian studi dimasukkan kedalam
kriteria inklusi. Peneliti mengecualikan studi yang berkualitas
rendah guna menghindari bias dalam validitas hasil dan
rekomendasi ulasan. Dalam screening terakhir, delapan belas studi
mencapai skor lebih tinggi dari 50% dan siap untuk melakukan
sintesis data, akan tetapi karena penilaian terhadap resiko bias,
terdapat dua belas studi dikeluarkan, dan artikel literature review
yang digunakan adalah 6 buah.
Risiko bias dalam Studi literatur ini menggunakan asesmen
pada metode penelitian masing-masing studi, yang terdiri dari
(Nursalam, 2020):
1) Teori: Teori yang tidak sesuai, sudah kadaluwarsa, dan
kredibilitas yang kurang
2) Desain: Desain kurang sesuai dengan tujuan penelitian
3) Sample: Ada 4 hal yang harus diperhatikan yaitu Populasi,
sampel, sampling, dan besar sampel yang tidak sesuai dengan
kaidah pengambilan sampel
4) Variabel: Variabel yang ditetapkan kurang sesuai dari segi
jumlah, pengontrolan variabel perancu, dan variabel lainya
5) Inturmen: Instrumen yang digunakan tidak memeliki
sesitivitas, spesivikasi dan dan validatas-reliablitas
6) Analisis Data: Analisis data tidak sesuai dengan kaidah
analisis yang sesuai dengan satandar

3. Conducting
a. Ekstrasi data
Pada ekstrasi data menggunakan Prisma dan JBI untuk
menyesuaikan jurnal berdasarkan ranking jurnal. Prisma Cheklis
untuk menganalisis kualitas metodologi di setiap jurnal sehingga
dapat menganalisis kualitas metodologi dalam setiap study sesuai
dengan metode penelitian yang dilakukan pada penelitian dan The
Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal untuk beberapa
jenis studi Quasi Experimental Studies, cross sectional, dan artikel
review digunakan untuk menganalisis kualitas metodologi dalam
tiap studi
Tabel 3.4 Data Ranking Jurnal

Jurnal dan publikasi Kualitas


Lemon Aromaterapi as an alternative to reduce the
intensity chemotherapy-relared nausea and vomiting
1
experienced by the breast cancer patients
Publikasi : bulan Agustus 2021
Efektivitas penggunaan aromaterapi untuk kerusakan
kelenjar ludah pada pasien kanker tiroid yang
2
menjalani terapi radioactif iodine dirumah sakitkanker
darmis jakarta
Pengaruh aromaterapi lemon dan relaksasi otot
progresif terhadap penirunan intensitas mual muntah
setelah kemoterapi pada pasien kanker payudara di 3
rumah sakit telogorejo semarang
Publikasi : Desember 2014

b. Gambaran Sintesis
Sintesis pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
yaitu dengan menjelaskan secara narasi hasil temuan artikel ilmiah
pada peneltian ini tidak ditambahkan metode analisis yang lain
peneliti hanya merangkum hasil yang ada diartikel dan
menganalisisnya sesuai dengan tema (Nursalam., 2020).

c. Reporting
Pada tahap terakhir dari SLR peneliti mulai menuliskan
hasil dari pengumpulan jurnal yang sudah dianalisis dan juga
sudah di rankingkan berdasarkan kualitas jurnal (Wahono.,
2016), Write up the SLR Paper yaitu :
1) Introduction: Definisi umum tentang penelitian, tujuan ulasan
menekankan menggapa RQ Penting, pentingnya melakukan
tinjauan dan bagaimana kontribusi pada pengetahuan di lahan
praktik;
2) Main body: Pada bagian ini menjelaskan secara singkat
hari

tahap-tahap yang diambil untuk melakukan SLR Kemudian


7

menuliskan hasil temuan dari review dan juga tuliskan


22-10-2021

MENIT
15-30
GIM

bagaimana keterlibatan SLR pada penelitian ini untuk praktik


H7

dan pengetahuan;
3) Conclusion: Bagian paling akhir ditarik kesimpulan

C. KERANGKA INTERVENSI KEPERAWATAN PADA KASUS


15-10-2021

MENIT
15-30
GIM
H2

D. INSTRUMEN
alat ukur yang digunakan dalam pengumpulan data kuesioner.
Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket atau kuesioner dengan
bebrapa pertanyaan (Nursalam, 2013). Mual muntahh diukur dengan
instrument dari Rhodes Index Nausea Vomiting and Rtching (Rhodes
INVR) yang dpopulerkan oleh Rhodes. Rodes INVR digunakan sebagai
14-10-2021

MENIT
15-30
GIM

alat untuk mengukur mual, muntah dan retching (muntah-muntah) yang


H1
popular sampai sekarang, yang akan diidi oleh responden dengan 5 respon
skala likert yaitu 0-4.
Pada penilain mual muntah dapat dilakukan dengan menggunakan
Pengukuran Rhodes Indeks of Nausea Vomiting and Retching (RINVR).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kim, Choi, Chin, Lee, Kim,
dan, Noh (2017) menyatakan bahwa alat ukur yang digunakan untuk
mengukur mual muntah pasca operasi ialah RINVR. RINVR terdiri dari
delapan buah pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan yang subjektif dan
objektif. Dalam pengukuran menggunakan instrument RINVR total skor
terkecil 0 dan total skor tertinggi 32. Katagorinya ialah skor 0= normal,
skor 1-8= mual muntah ringan, skor 9-16= mual muntah sedang, skor 17-
24= mual muntah berat, dan skor 25- 32= mual muntah sangat berat.
Perhitangan menggunakan instrument ini dilakukan pada 12 jam setelah
pasien menjalankan operasi (Kim, Choi, Chin, Lee, Kim, & Noh, 2007).

E. PROSEDUR ASUHAN KEPERAWATAN DAN LIETRATUR


RIVIEW
Prosedur asuahan keperawatan yang diterapkan kepada pasien
kelolahan selama perawatan di rungan kemoterapi. Klien masuk ruangan
kemoterapi, penulis melakukan sleksi pasien berdasarkan kriteria inklusi
pasien, kemudian penulis membina hubungan saling percaya dan kontrak
waktu untuk melakukan pengkajian awal keperawatan, kenudian
menentukan masalah keperawatan dan pengukuran tingkat mual muntah
berdasarkan INVR, penulis mencari jurnal EBN yang tepat untuk
mengurangi masalah yang dirasakan klien saat ini, peneliti kontrak waktu
untuk menerapkan perlakuan memberikan aromaterapi lemon untuk
mengurangin masalah yang dirasakan, penulis menerapkan EBN selama
kurang lebih 30 menit, setelah itu evaluasi mual muntah menggunakan,
evaluasi mual muntah dengan INVR, kemudian kontrak waktu kontrak
waktu untuk penerapan EBN besok Hari ke 2, pada hari berikutnya,
penerapan EBN dilakukan kembali kurang lebih 30 menit, evaluasi
kembali mual muntah dengan INVR.
Prosedur literature review yang di analisa sebagai dasar penerapan
EBN yang di terapkan kepada pasien, pencarian jurnal menggunakan
media elektronik seperti google scolar dan semantic sholar. Jurnal di cari
menggunakan kata kunci untuk google scolar pemberian aromaterapi
lemon + terhadap mual muntah + pasien kanker, dan Semantic Sholar
Lemon aromatherapy + Nausea vomiting + Cancer, setelah artikel di cari
kemudian reduksi dan di analisis berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
artikel, didapatkan artikel-artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi,
kemudian di analisis kualitas menggunakan Prisma Cheklist dan JBI, dan
didapatkan 3 artikel yang sesuai, kemudian artikel di jabarkan di dalam
table.

F. ALUR ASUHAN KEPERAWATAN DAN LIETERATUR RIVIEW


1. Alur Asuhan Keperawatan

Ruang Pengkajian Menentukan


Pasien awal Masalah
Kemoterapi

Penerapan
Evaluasi EBN <30 Penilaian Izin Penerapan
INVR menit INVR EBN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Laporan Kasus


1. Gambaran Umum kasus 1
Klien Ny. J berumur 49 tahun berjenis kelamin perempuan, berasal
dari kutai kartanegara. Klien beragama islam dengan latar belakang
pendidikan sekolah dasar. Klien merupakan Ibu rumah tangga dan
sudah menikah. Klien dating ke RS Abdul Wahab Sjahranie pada
tanggal 15 Oktober 2021 karena akan melakukan kemoterapi seri ke
duanya sebagai kelanjutan terapi kanker. Klien mengatakan mual yang
dirasakan berada di skor 17 yaitu dengan mual muntah berat mual
yang dirasakan klien berlangsung sejak masuk rumah sakit hingga
sampai dirumah. Riwayat kesehatan pada bulan april sebelum puasa
klien mengalmi perdarahan pervagina selama seminggu 3 kali
mengalami perdarahan dan hampir pingsan dan mengalami berhenti
perdarahan pada bulan September dan pada bulan September di rawat
di ruang mawar dan mendapatkan tranfusi darah 4 kolf dikarenakan Hb
turun di rawat inap selama 5 hari serta di bulan September di tanggal
13 klien melakukan radiasi sampai di tanggal 14 oktober 2021 selama
ini sudah 17 kali radiasi.
Secara seksualitas, klien mengungkapkan tidak ada mengalmai
masalah pada pernikahan ini klien memiliki dua orang anak yang
pertama laki-laki dan yang kedua perempuan. klien riwayat
menggunakan pil KB selama 4 tahun lamanya. Nutrisi klien makan 3
akli sehari tetapi memakan bubur saja kalau makanan berbumbu mual
dank lien mengkonsumsi madu setiap malam minumnya, pola
eliminasi untuk BAB klien rutin sehari 2 kali setiap pagi hari dan sore
dan BAK klien sering kencing 7-8 kali. Mulut klien tidak ada
sariawan. Hasil pengukuran tanda-tanda vital adalah tekanan darah
121/61 mmHg, suhu 36,1⸰C, Frekuensi nadi 71x/menit dan frekuansi
nafas 20x/menit, berat badan 80kg dan tinggi 155cm, keadaan umum
klien baik, kesadaran compos mentis dengan nilai GCS E4, M6, V5.
Klien mengaku bahwa sering merasakan mual dan muntah saat setelah
atau pada saat dikemoterapi. Pada tanggal 15 oktober 2021 kliem
diberikan cairan ringer laktat pada jam 10 l, lalu setelah itu dilanjut
pemberian NaCl 0,9% serta pemberian ondansentron tab: 3x1,
ranitidine tab: 2x1 dan vitamin 1x1. Pada tanggal 16 NaCl pemberian
obat ondansentron ampl 8mg melalui iv dan dexametason 10mg
melalui iv pada jam 10 pagi dan pemberian obat kanker pada jam
13.40 yaitu cyplastin 96mg sealama 12 jam lalu nanti dibilas NaCl dan
rehidrasi ringer laktat 1 dan 2 kolf dari jam 01:00 sampai 05.00 lalu
pada tanggal 17 oktober 2021 pemberian ringer laktat ke 3 lalu klien
pulang dan akan control lagi pada tanggal 21 oktober 2021 sebelum
pulang diberikan obat ondansentron berbentuk tablet, vitamin dan
omeprazole tablet.
Pada tanggal 16 dilakukan intervensi untuk pemberian aromaterapi
lemon dengan menggunakan diffuser pada klien sebelum memulai
kemoterapi skor yang didapatkan yaitu 17 dengan hasil mual muntah
berat dan pada saat setelah dilakukan pemberian aromaterapi skor masi
di 17 dan saya memberikan aromaterapi lagi setelah kemoterapi dan
skor menurun menjadi diangkat 16 tetapi masi di mual muntah sedang,
kemudian dihari berikutnya pada tanggal 17 saya melakukan lagi
penilaian dengan menggunakan alat ukur INVR didapatkan hasil yaitu
masi 16 dengan hasil mual muntah sedang lalu saya memberikan
sedikit penjelasan kepada klien bahwa untuk aromterapi ini bisa
diterapkan dirumah jika tidak ada diffuser bisa dilakukan di sebuah
tempat dan menggunakan air hangat lalu tetes kan essesnial oil lemon
2-3 tetes dan lalu dihirup jika masi merasakan mual muntah.
Kemudian dihari berikutnya saya menanyakan lagi untuk mual
muntahnya didaptkan hasilnya skor yaitu sudah turun menjadi 15 dan
klien menerapkan aromaterapi lemon yang saya berikan.
2. Gambaran umum kasus 2
Klien Ny. S berumur 49 tahun berjenis kelamin perempuan, berasal
dari samarinda sebrang dating ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda pada tanggal 15 Oktober 2021 dengan tujuan melakukan
kemoterapi. Klien datang dengan diagnose kanker serviks. Dari hasil
wawancara dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2021, klien
mengatakan bahwa merasakan mual pada saat sebelu kemoterapi dan
setelah kemoterapi. Klien mengatakan mual yang dirasakan berada di
skor 16 dengan hasil mual muntah sedang, mual yang dirasakan klien
berlangsung sejak klien sebelum menjalani kemoterapi gingga
dirumah. Klien beragama islam dengan latar belakang pendidikan
terakhir sekolah dasar. Klien merupakan Ibu rumah tangga dan sudah
menikah. Klien dating ke RS Abdul Wahab Sjahranie pada tanggal 15
Oktober 2021 karena akan melakukan kemoterapi seri ke ketiga
sebagai kelanjutan terapi kanker. Riwayat kesehatan pada bulan
September 2020 klien mengalami perdarahan dan bergumpal-gumpal
serta klien sampai pingsan dan kemudain sadar kembali dan dirasakan
selama 1 minggu sekali hingga dibulan juni perdarahan berehenti dan
dibulan juni klien terdiagnosa kanker serviks, klien sempat masuk
UGD di Rumah sakit Balikpapan untuk dilakukan biopsy dan sebelum
biopsy klien sempat tranfusi darah 4 kolf dan setelah itu satu setenngah
bulan dating kerumah sakit Awab sjahranie untuk dirujuk. Klien sudah
melakukan radiasi 24 kali pada kemoterapi pertama kliem mengalami
perdarahn tetapi hanya sebentar saja dan kemoterapi kedua klien
sempat tranfusi darah 2 kolf dan sejak sakit klien mengalami
penurunan berat badan dari 58kg menjadi 53 kg.
klien riwayat menggunakan pil KB selama 3 tahun lamanya.
Nutrisi klien makan 3 akli sehari tetapi harus makanan lembek dan
hanya memakan 5 kali suap saja dank lien mengkonsumsi suplemen
serta mengkonsumsi susu nutrican buat kanker sehari 1 kali minum,
pola eliminasi untuk BAB klien rutin sehari 1 kali setiap pagi hari dan
BAK klien sering kencing 6-7 kali. Mulut klien tidak ada sariawan
hanya merasakan saat ini pahit saja. Hasil pengukuran tanda-tanda
vital adalah tekanan darah 113/72 mmHg, suhu 36 ⸰C, frekuenai nadi
80x/menit, dan frekuensi pernasafam 20x/menit, berat badan sekarang
53kg dan tinggi badan 150 cm, keadaan umum klien baik, kesadaran
compos mentis. Nilai GCS E4, M6, V5. Klien mengaku bahwa sering
merasakan mual dan muntah saat sebelum kemoterapi,setelah atau
pada saat dikemoterapi. Obat kanker yang telah diberikan yaitu pada
tanggal 16 oktober 2021 ondansentron amp dan dexametason ampul
serta pemberian ringer laktat dan Nacl 0,9%, obat yang masuk cisplatin
74mg selama 12 jam dan pada tanggal 17 oktober 2021 diberikan
cairan ringer laktat 1 samapi 2 500cc dan sebelum pulang diberikan
obat ondansentron berbentuk tablet, vitamin dan omeprazole tablet lalu
klien pulang.
Pada tanggal 16 dilakukan intervensi diunit kemoterapi sebanyak 2
kali untuk pemberian aromaterapi lemon dengan menggunakan
diffuser pada klien sebelum memulai kemoterapi skor yang didapatkan
yaitu 10 dengan hasil mual muntah sedang dan pada saat setelah
dilakukan pemberian aromaterapi skor masi di 10 pada jam 10.00 dan
saya memberikan aromaterapi lagi setelah kemoterapi dan skor
menurun menjadi diangkat 9 tetapi masi di mual muntah sedang,
kemudian dihari berikutnya pada tanggal 17 saya melakukan lagi
penilaian dengan menggunakan alat ukur INVR didapatkan hasil yaitu
masi 9 dengan hasil mual muntah sedang lalu saya memberikan sedikit
penjelasan kepada klien bahwa untuk aromterapi ini bisa diterapkan
dirumah jika tidak ada diffuser bisa dilakukan di sebuah tempat dan
menggunakan air hangat lalu tetes kan essesnial oil lemon 2-3 tetes
dan lalu dihirup jika masi merasakan mual muntah. Kemudian dihari
berikutnya saya menanyakan lagi untuk mual muntahnya didaptkan
hasilnya skor yaitu sudah turun menjadi 8 dan klien menerapkan
aromaterapi lemon yang saya berikan.
Evaluasi pada masalah keparawatan mual muntah sedang dari
tindakan yang penulis lakukan dapat disimpulkan pada implementasi
Ny.J dan Ny.S sebelum dan sesudah dilakukan terapi klien merasa
sedikit berkurang mual muntahnya, mual muntah yang dirasakan
sedikit berkurang dari skor 17 menjadi skor 15 mual muntah sedang
dan dari skor 10 menjadi skor 8 yaitu mual muntah ringan, klien
mengatakan kondisinya seedikit membaik dari hari kehari, klien
kooperatif.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kelolaan


Berdasarkan dari data hasil pengkajian yang telah ditentukan, kemudian
dilakukan analisis data dan penegakan diagnose keperawatan yang sesuai
dengan masalah yang dialami oleh klien.
1. Analisa data
No Data Penunjang Penyebab Masalah
1. DS: Program pengobatan Mual
klien mengatakan “saya
pada saat sebelum
kemoterapi mengalami
mual dan setelah
kemoterapi muntah 1 kali”

DO:
a. Pola makan 2-3 kali
sehari makan bubur
selain dari itu tidak bisa
b. Tidak ada riwayat alergi
makanan
c. Berat badan sekarang 80
selama kemoterapi ada
penurunan berat badan 3
kg
d. Tinggi badan 155 cm
e. Klien tampak lemah
f. Konjungtiva anemis
g. Tidak ada stomatitis
h. Mukosa bibir lembab
2. DS : Program pengobatan Gangguan citra
Klien mengatakan bahwa tubuh
merasa malu jika rambut
saya yang rontik sedikit-
dikit ini kelihatan orang
lain”

DO:
a. Rambuts klien tipis
b. Menyembunyikan
bagian rambut jadi
sering menggunakan
jilbab
c. Berfokus pada
penampilan masa lalu

2. Diagnose Keperawatan
a. Nausea berhubungan dengan program pengobatan
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan

4. Rencana dan Tindakan Keperawatan


No Dx Tujuan Intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen mual
keperawatan 3x 24 jam, pasien 1) Identifikasi pengalaman mual
mampu mengontrol mual dan (saat sebelum kemoterapi dan
muntah dengan menggunakan setelah kemoetrapi)
langkah-langkah pencegahan, 2) Identifikasi dampak mual
menghindari penyebab bila terhadap kualitas hidu (nafsu
memungkinkan, melaporkan makan berkurang, aktivitas dan
mual, muntah yang terkontrol tidur)
dan menggunakan obat 3) Identifikasi faktor penyebab
antiemetic seperti yang mual (pengobatan kemoterapi)
drekomendasikan 4) Monitor mual (frekuensi lama,
durasi pada saat sebelum
kemoetrapi dan sesudah di skor
17 mual muntah berat)
5) Kendalikan faktor lingkungan
penyebab mual
6) Anjurkan isitirahat dan tidur
yang cukup
7) Ajarkan penggunaaan tehnik
nonfaramakologus untuk
mengatasi mual (pemberian
aromaterapi lemon)
8) Kolaborasi pemberian antiemetic
(ondansentron)
2. Setelah dlakukan tindakan b. Promosi citra tubuh
keperawatan selama 3x24 jam, 1) Identifikasi harapan citra tubuh
pasien mampu beradpatasi berdasarkan tahap perkembangan
terhadap gangguan citra tubuh 2) Identifikasi perubahan citra
dengan menunjukkan tubuh mengakibatkan isolasi
penyesuaian terhadap perubahan sosial
tampilan fisik, perubahan status 3) Ajarjanmenggunakan alat bantu
kesehatan dan menunjukkan (kosmetik)
sikap penggunaan strategi untuk 4) Anjurkan mengikuti kelompok
meningkatkan penampilan pendukung (kelompok sebaya).

C. Hasil Literatur Riview


NO AUTHOR, TAHUN, METODOLOGI HASIL
JUDUL
1. Puji Hastuti, Yuli Desain penelitian ini adalah pre- Aromaterapi lemon mengurangi intensitas pengalaman
Nurhayati, Dwi experimental design dengan pre-post mual dan muntah pada pasien kanker payudara sebagai
Ernawati, Christina
test without control group efek kemoterapi di Ruang Chemo Center RSAL Dr.
Yuliastuti, Merina
Widyastuti (selfcontrol) (Jaelani, 2009). Ramelan Surabaya. Bau tersebut kemudian akan
Agustus 2021 Penelitian ini dilakukan di Ruang ditransmisikan sebagai pesan ke pusat penciuman yang
Chemo Center RSAL Dr. Ramelan terletak di belakang hidung. Sel neuron menafsirkan
http://ijnms.net/index.p
Surabaya dari mana populasinya bau dan mengirimkannya ke sistem limbik, yang
hp/ijnms
diambil. Populasi adalah pasien kemudian dikirim ke hipotalamus. Kandungan unsur
e-ISSN: 2686-2123 kanker payudara yang mengalami aromaterapi secara fisiologis akan memperbaiki
p-ISSN: 2686-0538
mual muntah akibat kemoterapi, rata- ketidakseimbangan yang mungkin terjadi dalam tubuh.
LEMON rata sekitar 40 orang per bulan. Bau yang menenangkan merangsang area di otak yang
THERAPHY AS AN Sampel terdiri dari bagian-bagian disebut nukleus raphe untuk memproduksi serotonin.
ALTERNATIVE TO
populasi yang dapat dijadikan subjek Berfungsi untuk menimbulkan rasa nyaman dan tenang
REDUCE THE
INTENSITY OF penelitian yang diambil melalui teknik sehingga dapat mengurangi keluhan mual dan muntah
CHEMOTHERAPY sampling. Sampling adalah proses yang dilaporkan.
RELATED pemilihan bagian dari populasi yang Data yang terkumpul dianalisis menggunakan Uji
NAUSEA AND
VOMITING mewakili populasi yang ada (Peoples Wilcoxon (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan
EXPERIENCED BY et al., 2016). Jumlah pasien kanker bahwa aromaterapi lemon efektif menurunkan
THE BREAST payudara yang mengalami mual intensitas mual muntah yang dialami responden,
CANCER
muntah akibat kemoterapi dan dengan nilai uji Wilcoxon p < 0,001. Aromaterapi
PATINENTS
memenuhi syarat sampel adalah 34 lemon merangsang inti raphe untuk memproduksi
orang yang diambil melalui teknik serotonin. Yang berfungsi untuk menimbulkan rasa
purposive sampling. nyaman dan tenang. Oleh karena itu, dapat dijadikan
menggunakan kuesioner INVR (Index sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi mual
of Nausea, Vomiting, and Retching). muntah yang dialami oleh penderita kanker payudara
Kuesioner INVR terdiri dari 8 akibat efek samping kemoterapi.
pertanyaan dengan 5 tanggapan skala
Likert (0-4) untuk diisi oleh responden
(Nasif et al., 2011).
Caranya meneteskan 2-3 tetes minyak
atsiri aromaterapi lemon pada kertas
tisu kemudian dihirup sebanyak 3 kali
pernafasan selama 30 menit.

2. Dwi Damayanti, Metodologi kuantitatif dan pendekatan Data dianalisis dengan mengunkaan test Wilcokson
Dewi Irawati, Riri
yang peneliti gunakan adalah Sign Test.Hasil penelitian ini Kesimpulan signifikasi
Maria
Oktober 2017 aplikasievidence based nursing lebih kecil atau sama dengan < 0,05 maka dapat
practice dengan mengunakan disimpulkan bahwa pemberian aromatheraphy
ISSN : 2338-0020
pendekatan model Stetler. kombinasi citrus lemon dan jahe memberikan pengaruh
EFEKTIVITAS
Populasi target penelitian adalah pada penurunan kerusakan kelenjar ludah pada pasien
PENGGUNAAN
AROMATERAPI pasien usia > 18th tahun yang kanker tiroid yang menjalani terapi tadioactifiodine.
UNTUK
mengalami ketidak nyamanan seperti Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh
MENURUNKAN
KERUSAKAN rasa kering di mulut, tenggorokan, Nakayama, (2016) bahwa ada perbaikan dari fungsi
KELENJAR LUDAH
bibir dan lidah sakit pada saat kelenjar saliva diamati, menunjukkan adanya khasiat
PADA PASIEN
KANKER TIROID menelan, perubahan rasa, kehilangan aromaterapi dalam pencegahan gangguan kelenjar
YANG MENJALANI
rasa, kesulitan bicara, nyeri pada ludah terkait terapi radioactive iodine efektif. Sejalan
TERAPI
RADIOACTIF kelenjar ludah di depan telinga dan dengan hasil penelitian ( I Kei et al, 2015) menyatakan
IODINE DI RUMAH
rahang, sakit dan adanya perlukaan di bahwa aroma terapi dengan mengunakan esensial oil
SAKIT KANKER
DARMAIS mulut yang dievalusi melalui VAS telah terbukti memberikan perubahan positif bagi
JAKARTA
(Visual Analog Scale For Salivary kesehatan fisik dan psikologis, hal ini telah menjadi
Gland Disorders) Jenis uji analisis perhatian dan pantauan selama bertahun-tahun.
yang digunakan adalah Wilconxon Rekomendasi Penggunaan Aroma terapi kombinasi
Signt Test. Citrus Lemon dan Jahe hendaknya menjadi pilihan
terapi non farmakologi yang dapat dilaksanakan oleh
perawat sebagai bagian dari tindakan keperawatan
untuk mengurangi kerusakan kelenjar ludah selama dan
setelah pemberian terapi radioactif Iodine pada pasien
kanker tiroid.
3. Prasetyo Penelitian ini menggunakan quasy Aromaterapi yang digunakan dalam penelitian ini yakni
ardhyWidodo, Sri
eksperiment dengan bentuk rancangan aromaterapi lemon, bekerja melalui proses penciuman.
Puguh Kristiyawati,
Supriyadi pre-postest with control group Selanjutnya bau tersebut akan ditransmisikan sebagai
Desember 2014
(rancangan pretest-pisttes dengan suatu pesan ke pusat penciuman yang terletak pada
PENGARUH kelompok control). Populasi pada belakang hidung. Sel neuron mengintrepretasikan baud
AROMATERAPI
penelitian ini adalah semua pasien an mengantarkan ke sistem limbic, kemudian dikirim
LEMON RELAKSASI
OTOT PROGRESIF kanker payudara yang menjalani ke hipotalamus. Secara fisiologis kandungan unsur-
TERHADAP
kemoterapi di rumah sakit telogorejo unsur dari bahan aromaterapi tersebut akan
PENURUNAN
INTENSITAS MUAL semarang. Tehnik sampling yang memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi di dalam
MUNTAH SETELAH
digunakan dalam penelitian ini adalah tubuh. Bau yang menimbulkan rasa tenang akan
KEMOTERAPI PADA
PASIEN KANKER tisal sampling yaitu tehnik penentuan merangsang daerah di otak yang disebut nucleus rafe
PAYUDARA DI
sampel dengan mengambil seluruh untuk memprodukdi serontinin, mempunyai fungsi
RUMAH SAKIT
TELOGOREJO angora populasi sebagai responden untuk menimbulkan rasa nyaman, tenang, sehingga
SEMARANG
atau sampel. Alat pengumpulan data mampu menunrunkan intensitas mual muntah.
yang digunakan untuk mengukur Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan
intensitas mual muntah yaitu Auwaliyah (2012) menunjukkan bahwa pemberian
instrument Numeric Rating Scale aromaterapi lemon memiliki efek untuk mengurangi
(NRS), dengan cara observasi dan mual muntah di trimester pertama kehamilan (p=0,002)
wawancara pada responden. pra perawatan aromaterapi lemon (x=8,50_ dan pasca
Instrument ini terdiri dari skala 0 tidak perawatan aromaterapi lemon menjadi (x=4,25).
mual, skala 1-3 mual ringan, skala 4-6 Aromaterapi lemon berguna untuk mendorong
mual sedang, skala 7-9 mual berat dan menyegarkan dan meningkatkan suasana hati,
skala 10 muntah. memberikan perasaan santai, nyeman dan tenang.
Hasil penelitian yang sudah dlakukan diketahui bahwa
kedua terapi tersebut efektif untuk menurunkan
intensitas mual dan muntah. Setelah kedua terapi
tersebut dikombinasikan didaptkan hasil nilai p=0,001
(<0,05) maka artinya ada pengaruh yang signifikan
aromaterapi lemon dan relaksasi otot progresif terhadap
penurunan intensitas mual muntah setelah kemoterapi
pada pasien kanker payudara.

D. Pembahasan Berdasarkan Hasil Paper Literatur Riview


Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia.
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian
dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat dan tidak terkendali. Di dunia, 12% seluruh kematian
disebabkan oleh kanker dan pembunuh nomor dua setelah penyakit
kardiovaskular (Mahleda & Hartini, 2012).
Kanker serviks adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
sel yang tidak terkontrol dan penyebaran sel yang abnormal (Herlana et
al.,2017). Kanker leher rahin atau lebih dikenal dengan kanker serviks
merupakan penyebab kematian akibat kanker yang terbesar bagi wanita di
Negara-negara berkembang. Secara global terdapat 600.000 kasus baru
300.000 kematian setiap tahunnya, yang hamper 80% terjadi di Negara
berkembang. Fakta-fakta tersebut membuat kanker leher Rahim
menempati posisi kedua kanker terbanyak pada perempuan di dunia dan
menempati urutan pertama di Negara kembang (Nurlelawati et al.,2018).
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di
dunia setelah kardiovaskular. Kanker menjadi penyebab kematian 8,2 juta
jiwa di dunia pada tahun 2012 (Kemenkes RI, 2015). Menurut WHO
(Word Health Organization) lebih dari 70% kematian yang terjadi di
negara miskin dan berkembang disebabkan oleh kanker.
Efek kemoterapi secara fisik berupa mual muntah, rambut rontok,
nyeri, perubahan pada kulit dan kuku, keletihan, infeksi, diare dan gejala
lain akibat ikutnya sel sehat disekitar lokasi kanker (Yarbro, Wujcik &
Gobel, 2011). Efek samping yang berat sering timbul pada pasien pasca
kemoterapi. Efek samping dengan frekuensi terbesar adalah gangguan
mual muntah. Mual muntah akibat kemoterapi dikategorikan dalam tiga
jenis berdasarkan waktu terjadinya yaitu acute, delayed, anticipatory.
Salah satu cara perawatan yang baik dan paling banyak dilakukan
pada pasien kanker yaitu dengan pengobatan kemoetrapi. Namun hal
itupun juga harus didasari dengan ketersediaan dalam menjalani
pengobatan yang sewaktu-waktu dapat memakan waktu yang cukup
panjang atau bertahap,untuk itu juga diperlukan terapi pendukung
lainnya,dengan cara memberikan intervensi keperawatan yang berbasis
komplementer atau non farmakologi dengan menginnakan aromaterapi
yang bisa digunakan yaitu aromaterapi jahe, lavender, lemon papermint
dan salah salah satu arometrapi yang penulis gunakan yaitu aromaterapi
lemon.
Tindakan independen perawat yang merupakan proyek inovasi
untuk memperkuat pengatur kognitif dan mekanisme koping untuk
mngatasi mual muntah adalah melalui terapi komplementer atau non
farmakaologis, seperti aromaterapi lemon adalah cara penyembuhan
penyakit dengan menggunakan minyak esensial lemon, dimana 2-3 tetes
minyak essensial lemoj yang dihidrup aromanya dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Minyak essensial dapat mempengaruhi aktivitas otak
melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera penciuman. Respon
ini akan mampu merangsang produksi penghantar saraf otak
(neurotransmitter) yang berkaitan dengan pemulihan kondisi psikologis.
Mengirup aroamterapi dapat merangsang penciuman sistem limbic dan
sistem saraf pusat dan aspek lainnya aroma lemon bisa menimbulkan
kenangan dan bisa membuat klien menjadi lebih rileks juga memepngaruhi
serotonin, menyebabkan sesorang dalam keadaan rileks dan nyaman.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dlakukan oleh puji
hastuti, dkk (2021) yang mengatakan bahwa aromaterapi lemon
mengurangi intensitas pengalaman mual dan muntah pada pasien kanker
payudara sebagai efek kemoterapi di Ruang Chemo Center RSAL Dr.
Ramelan Surabaya. Bau tersebut kemudian akan ditransmisikan sebagai
pesan ke pusat penciuman yang terletak di belakang hidung. Sel neuron
menafsirkan bau dan mengirimkannya ke sistem limbik, yang kemudian
dikirim ke hipotalamus. Kandungan unsur aromaterapi secara fisiologis
akan memperbaiki ketidakseimbangan yang mungkin terjadi dalam tubuh.
Bau yang menenangkan merangsang area di otak yang disebut nukleus
raphe untuk memproduksi serotonin. Berfungsi untuk menimbulkan rasa
nyaman dan tenang sehingga dapat mengurangi keluhan mual dan muntah
yang dilaporkan.
Pada studi yang dilakukan Nakayama, (2016) tentang efektifitas
aroma terapi dalam menurunkan kerusakan kelenjar saliva paska terapi
iodine pada kanker thyroid menyatakan bahwa inhalasi uap citrus lemon
dengan komponen utama essensial oil dari kulit buah jeruk yang
merupakan jenis dari Monoterpene. Aroma terapi lemon secara efektif
berperan dalam mengaktifkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis
melalui rangsangan penciuman. Menurut Nakayaman, (2016) dengan
menghirup aroma terapi esensial lemon akan meningkatkan aktifasi sistem
saraf otonom sehinga akan meningkatkan sekresi produksi kelenjar saliva
Hal ini juga didukung oleh penelitian Prasetyo ardhy widggo
(2014) Hasil tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Widagdo(2014). Penelitiannya menunjukkan bahwa “Aromaterapi
lemon dan relaksasi otot progresif mempengaruhi penurunan intensitas
mual dan muntah selama kemoterapi” (H. & K., 2007). Manfaat
aromaterapi lemon antara lain meningkatkan mood, mempercepat
penyembuhan penyakit, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh,
pikiran, dan jiwa (14,12). Zorba dan Isdemir (2018) menjelaskan tentang
aromaterapi yang ditunjukkan dalam penelitian mereka, “Pendekatan
nonfarmakologis direkomendasikan untuk manajemen CINV
(Chemotherapy Induced Acute Nausea and Vomiting). Seringkali
dikombinasikan dengan pengobatan alternatif seperti pijat” (Widagdo,
2014).
Jadi kesimpulan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian
aromaterapi lemon pada pasien kanker adalah dapat menurunkan intensitas
mual muntah pada pasien kanker dan dapat membantu keluhan yang
dirasakan klien sebelum ataupun sesduah menjalani perawatan atau
pengobatan kemoterapi dengan tujuan agar dapat memperoleh
kenyamanan, ketenangan, memberikan mood dan kesehatan pada klien
untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan pada 2 klien keloalaan dengan dagnosa
medis kanker servik yang menjalani kemoterapi dengan masalah
keperawatan utama mual, berdasarkan model keperawatan comfort
kolcaba didapatkan hasil sebagai berikut :
Model comfort kolcaba menyatakan bahwa kebutuhan keperawatan
kesehatan adalah kebutuhan tentang kenyaman dan peningkatan dari
konidisi penuh tekanan dalam situasi perawatan kesehatan. Kebutuhan ini
meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial dan kebutuhan lingkungan
yang memfasilitasinya. Kolcaba mengemukan teori comfort dengan
membagi 3 tipe comfot yaitu relief, ease dan transcende. Teori ini dapat
membantu meningkatkan kenyamann terhadap proses perubahan yang
terjadi pada klien akibat keluhan yang dialaminya. Secara umum klien
post kemoterapi akan mengalami masalah mual sehingga diperlukannya
intervensi agar klien meraa nyaman dan mampu beradpatasi terhadap mual
dan dialaminya.
Penggunaan terapi komplementer efektif mengurangi mual dan
muntah, menarik dan dapat diterima klien. Dalam kasus kelolaan ini klien
diberi aromaterpi lemon karena sangat mudah diaplikasikan sehingga
perawat bisa mennggunakannya sebagai salah satu standar operasional
prosedur mengenai mual dan muntah diruang perawatan post kemoterapi.

B. Saran
Berdasarkan hasil analisis jurnal tersebut, penulis ingin mengajukan
beberapa saran bagi pengembangan ilmu keperawatan khususnya ilmu
keperawatan onkologi atau paliatif, dengan rekomendasi untuk selanjutnya
adalah sebagai berikut :
1. Rumah Sakit
Rumah sakit diharapkan dapat diaplikasikan dan dijadikan sebagai
terapi komplementer pada pasien kanker serviks untuk menurunkan
mual muntah pada pasien
2. Perawat
Hasil dari penelitian ini dapat dijadkan reverensi bagi teman sejawat
dalam menjalankan praktik keperawatan terutama pada saat melakukan
asuhan keperawatan terhadap klien kanker dengan mual muntah.
3. Intitusi Pendidikan
Menambah bahan bacaan lagi mahasiswa dan memberikan tambahan
acuan bagi mahasiswa yang pada akhirnya akan melakukan penelitian
yang sama atau menyerupai dengan penelitian ini. Dapat dijadkan
sebagai saran peningkatan dan pengembangan ilmu keperawatan
khususnya keperawatan dasar onkologi atau yang berhubungan dengan
pasien kanker
4. Peneliti
Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan analisa pengaruh
pelaksanaan aromaterapi terhadap perubahan mual muntah pada pasien
kanker serta menambah pengetahuan penulis dalam pembuatan karya
ilmiah akhir ners.
DFTAR PUSTAKA

Dewi Damayanti, Dewi Irawati, Riri Maria. 2017. Efektifitas Penggunaan


Aromataerapi Untuk Menurunkan Keruskan Ludah Pada Pasien Kanker Toroid
Yang Menjalani Terapi Radioactif Iodine Dirumah Sakit Kanker Darmais Jakarta..
bandar lampung. Jurnal Kesehatan. Volume v no, 2.

Dharma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan, Panduan


Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian. CV. Trans Info Medis.

H., T. T., & K., R. (2007). Obat-obat penting : khasiat, penggunaan, dan
efek-efek sampingnya (ke enam). PT Elex Media Komputindo.

Jaelani. (2009). Aroma Therapi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Koensoemardiyah. (2009). Aromaterapi Untuk Kesehatan, Kebugaran


Dan Kecantikan. Andi.

Mulyani, & Nuryani. (2013). Kanker Payudara dan PMS pada Kehamilan. Nuha
Medika.

Nasif, Junaidi, & Muchtar. (2011). Efektivitas antiemetik pada pasien


yang menggunakan sitostatika pasca bedah pada berbagai jenis kanker di rumah
sakit umum daerah dr. Achmad mochtar bukit tinggi.
http://jstf.ffarmasi.unand.ac.id/index.php/jstf/article/viewFile/56/5/9

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis (4th ed.). Salemba Medika. study. Supportive Care in Cancer.
https://doi.org/10.1007/s00520-016-3520-8

RI, P. D. dan I. K. K. (2015). Stop Kanker. Departemen Kesehatan.

Setyoadi, & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada


Klien Psikogeriatrik. Salemba Medika.
Subagyo, A. (2013). Mual dan muntah akibat kemoterapi.
http://www.klikparu.com/2013/05/mual-dan-muntah-akibat-kemoterapi.html

Widagdo, P. A. (2014). Pengaruh aroma terapi lemon dan relaksasi otot


progresif terhadap penurunan intensitas mual muntah setelah kemoterapi pada
pasien kanker payudara di Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/jikk/article/view/318/341

Anda mungkin juga menyukai