MAKALAH
SKRINING EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KANGKER SERVIKS
OLEH:
RESTIDAR SOEDARTO
(K012231052)
KESMAS A
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Tujuan Penelitian...............................................................................................7
BAB II TELAAH PUSTAKA...............................................................................8
A. Tinjauan Umum Tentang Kangker serviks .......................................................8
B. Tinjauan Umum tentang Skrining ...................................................................13
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................19
A. Skrining Kanker Serviks..................................................................................19
B. Metode dan Tahap-Tahap Skrining Kangker Serviks......................................20
C. Telaah Jurnal....................................................................................................24
BAB IV PENUTUP..............................................................................................28
A. Kesimpulan......................................................................................................28
B. Saran.................................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan yang tidak normal dari sel-
sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dan perkembangannya, sel-
sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat
menyebabkan kematian (Anies, 2018). Kanker merupakan penyakit tidak
menular (Non Communicable Disease) yang berdasarkan data World Health
Organization (WHO) (2018) penyakit kanker merupakan penyebab morbiditas
dan mortalitas di seluruh dunia, dengan sekitar 14 juta kasus baru di tahun
2012 dan jumlah kasus baru diperkirakan meningkat sekitar 70% selama 2
dekade ke depan. Kanker adalah penyebab utama kematian kedua di dunia dan
bertanggung jawab atas 8,8 juta kematian pada tahun 2015. Pada tahun 2017
diprediksikan hampir 9 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat kanker
dan akan terus meningkat hingga 13 juta oang per tahun di 2030. Di Indonesia,
prevalensi penyakit kanker cukup tinggi, dimana berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi kanker di Indonesia
adalah 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 347.000 orang (Kementerian
Kesehatan RI, 2017a). Terdapat dua kanker yang paling dominan pada wanita
yaitu kanker payudara dan kanker serviks.
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah terjadinya pertumbuhan
sel-sel yang tidak normal pada bagian leher rahim yang menjadi kanker.
Kanker serviks merupakan salah satu kanker terbanyak pada wanita di seluruh
dunia. Penyakit ini banyak terdapat pada wanita Amerika Latin, Afrika dan
negara-negara berkembang lainnya di Asia, termasuk Indonesia. Berdasarkan
data WHO (2016) kanker serviks di seluruh dunia menempati urutan keempat
setelah kanker payudara, kolorektum dan endometrium pada wanita dengan
sekitar 530.000 kasus baru pada tahun 2012 yang dimana 7,5% menyebabkan
kematian dari semua akibat kanker pada Wanita. Dari perkiraan lebih dari
270.000 kematian akibat kanker serviks setiap tahun, lebih dari 85% ini terjadi
di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Angka morbiditas dan
mortalitas kanker serviks menempati urutan ke 2 setelah kanker payudara.
Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research on Cancer
(IARC) (2012), insiden kanker di Indonesia 134 per 100.000 penduduk dengan
insiden tertinggi pada wanita adalah kanker payudara sebesar 40 per 100.000
diikuti dengan kanker leher rahim 17 per 100.000 dan kanker kolorektal 10 per
100.000 wanita.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, estimasi jumlah penderita
kanker serviks terbanyak pada provinsi Jawa Timur sebesar 21.313 kasus dan
Provinsi Jawa Tengah 19.734 kasus, sementara Provinsi Sulawesi Selatan
berada pada peringkat ke 6 yaitu estimasi penderita sebanyak 3.400 kasus
(Kemenkes, 2015). Kasus kanker serviks di Sulawesi Selatan pada tahun 2015
terdapat 460 kasus dan tahun 2016 ada 319 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan, 2017). Kasus kanker serviks di Kota Makassar pada tahun
2015 terdapat 117 kasus dan tahun 2016 ada 64 kasus yang menderita penyakit
kanker serviks (Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2017). Data tersebut
menunjukkan adanya penurunan kejadian penderita kanker serviks namun
belum dapat ditarik kesimpulan lebih lanjut berdasarkan data terbaru
disebabkan saat ini masih banyak wanita yang takut melakukan pemeriksaan
dini. Sementara, data pasien kanker serviks yang pernah dirawat di RS Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2015-2017 insiden kanker serviks 531
orang (9,1%).
Kanker serviks dapat diketahui pada tahap pra kanker dengan melakukan
skrining yaitu pemeriksaan tanpa menunggu keluhan yang diderita terutama
pada wanita yang telah masuk usia produktif (15-49 tahun) dan telah menikah.
Insiden kanker serviks dapat juga ditekan dengan melakukan upaya primer
seperti meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menjalankan pola hidup sehat, menghindari faktor risiko terkena kanker,
melakukan imunisasi dengan vaksin Human Papillomavirus (HPV) dan
melakukan deteksi dini (Febriani, 2016). Deteksi dini merupakan usaha untuk
mengidentifikasi penyakit secara klinis belum dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan tertentu dan mengidentifikasi penyakit sedini mungkin yaitu
masih pada stadium awal sehingga diharapkan mendapat pengobatan segera.
Metode skrining dan deteksi dini kanker serviks yaitu tes Pap Smear,
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), Kolposkopi, Servikografi, Thin Prep dan
tes HPV. Skrining kanker serviks metode IVA merupakan salah satu
dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu serta alat-
2008-2016 sebanyak 1.623.913 orang (4,34%) dari total target 37,5 juta
1.268.333 orang (3,4%) menjadi 1.925.943 orang (5,2%) pada tahun 2016.
Pada tahun 2017 jumlah wanita yang melakukan tes IVA berjumlah 2,2 juta
orang (5%) dari seluruh populasi target 34 juta wanita. Meskipun mengalami
peningkatan pemeriksaan IVA pada tahun 2015-2016 tetapi masih jauh dari
target yang diharapkan. Target yang ditetapkan untuk skrining secara nasional
adalah 50% pada wanita usia 30-50 tahun dalam waktu 5 tahun atau sampai
deteksi dini metode pemeriksaan IVA pada semua wanita usia 30-50 tahun
yaitu persentase 50% Wanita Usia Subur (WUS) diperiksa, akan tetapi
Selatan, 2017). Data dari profil kesehatan Kota Makassar tahun 2017,
pemeriksaan IVA dari 450.395 total target. Dari sumber yang sama,
sasaran WUS tertinggi dari 46 puskesmas yang ada di Kota Makassar yaitu
sebanyak 14.499 orang. Dari sasaran WUS tersebut, hanya 104 (0,72%) yang
melakukan pemeriksaan IVA dan IVA positif sebanyak 6 (5,7%) pada tahun
Makassar, 2017).
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek
faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama
dan para petugas kesehatan atau petuga lain, yang merupakan kelompok
terhadap suatu hal dan akan menentukan tindakan yang perlu dilakukan
kesehatan (Rasyid dan Afni, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Gustiana,
pemeriksaan IVA, nilai p = 0,04 < 0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Mirayashi, Raharjo dan Wicaksono (2013) bahwa terdapat
deteksi dini melalui pemeriksaan IVA adalah sikap positif ibu dengan nilai p
= 0,014. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Silfia dan Muliati (2017) yang
deteksi dini kanker serviks dengan meode pemeriksaan IVA. Penelitian yang
pencegahan kanker serviks pada wanita dewasa awal dengan dukungan suami
dibandingkan dengan dukungan suami yang buruk. Hal ini sejalan dengan
dukungan suami dengan perilaku WUS dalam deteksi dini kanker serviks
dengan metode pemeriksaan IVA dimana nilai p = 0,010 dan nilai OR = 3,05
yang artinya WUS yang mendapatkan dukungan suami 3,05 kali lebih besar
dini metode IVA dimana wanita yang dukungan petugas baik berpeluang 2,25
kali lebih besar untuk berperilaku pemeriksaan IVA baik daripada wanita
kanker serviks yang tepat dari segi sensitivitas dan spesifitas dari alat yang
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui metode pemeriksaan apa saja yang dapat
digunakan untuk melakukan skrining kanker serviks
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hasil dari sensitivitas dari alat untuk mendekteksi
penyakit kanker serviks
b. Untuk mengetahui hasil dari spesitifitas dari alat untuk mendekteksi
penyakit kanker serviks
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kanker Serviks
1. Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks atau yang disebut juga sebagai kanker leher rahim
merupakan jenis kanker yang menyerang organ leher rahim dan jenis tumor
ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut
rahim (Savitri, 2015).
Kanker serviks merupakan salah satu penyakit kanker yang paling
banyak terjadi pada pada kaum wanita. Setiap satu jam, satu wanita
meninggal di Indonesia karena kanker serviks. Kanker serviks bisa
menyerang dengan pendarahan pada vagina, tetapi gejala kanker serviks
tidak terlihat sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh (Tilong,
2012).
2. Epidemiologi Kanker Serviks
Data International Agency for Research on Cancer (IARC), 85% dari
kasus kanker di dunia, yang berjumlah sekitar 493.000 dengan jumlah
273.000 kasus kematian, terjadi di negara-negara berkembang. Indonesia
sendiri tercatat sebagai salah satu negara berkembang dimana pengidap
kanker serviks terbesar kedua setelah Cina. Kanker serviks merupakan salah
satu penyebab kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Pada
tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus.
Data tersebut didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi.
Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks dan 46.000
diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang
berkembang. Insiden kanker serviks adalah 100 per 100.000 penduduk per
tahun. Sedangkan Laboratorium Patologi Anatomi menemukan bahwa di
seluruh Indonesia, frekuensi kanker serviks paling tinggi diantara kanker
yang ada di Indonesia, penyebarannya terlihat bahwa 92,4% terakumulasi di
Jawa dan Bali (Savitri, 2015).
3. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya kanker
serviks menurut Subagja (2014) ialah:
a. Human Papilloma Virus (HPV). Pada kasus HPV, sistem imun tubuh
biasanya mencegah virus berkembang didalam tubuh. Akan tetapi, pada
kanker serviks, HPV bertahan hidup didalam tubuh selama bertahun-
tahun dan mengubah beberapa sel pada permukaan leher rahim menjadi
sel kanker.
b. Hubungan seksual pertama pada usia dibawah umur (kurang dari 16
tahun).
c. Pada Berganti-ganti pasangan seksual.
d. Hygiene rendah yang memungkinkan infeksi kuman.
e. Infeksi Herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun.
4. Diagnosis Kanker Serviks
Pada dasarnya kanker serviks dapat ditegakkan dengan diagnosis
melalui beberapa pemeriksaan laboratorium. Menurut Nurwijaya, Andrijono
dan Suheimi (2010) Kanker serviks stadium awal dapat didiagnosis dengan
melakukan pemeriksaan sitologi melalui Pap smear yaitu pemeriksaan
dengan cara pengambilan lapisan dari permukaan leher rahim atau vagina
untuk menilai perubahan bentuk sel. Kedua, melakukan tes Schiller yaitu
pemerikssan dengan menggunakan larutan iodium untuk mengetahui
perubahan warna jaringan yang mengalami kelainan. Ketiga, pemeriksaan
kolposkopi dengan menggunakan alat kolposkop yang bertujuan untuk
membuktikan adanya kelainan epitel serviks dan kelainan pembuluh darah.
5. Gejala dan Tanda Kanker Serviks
Pada tahap awal penyakit kanker serviks tidak menimbulkan gejala
yang mudah diamati. Gejala fisik penyakit kanker serviks pada umumnya
hanya dirasakan oleh penderita kanker stadium lanjut, yaitu munculnya rasa
sakit dan pendarahan saat berhubungan intim, keputihan yang berlebihan
dan tidak normal, pendarahan di luar siklus menstruasi, serta penurunan
berat badan secara drastis. Menurut Tilong (2012), berikut gambaran klinis
kanker serviks:
a. Pendarahan rahim yang abnormal.
b. Siklus menstruasi yang abnormal.
c. Pendarahan vagina pada wanita setelah masa menopause.
d. Pandarahan yang sangat lama dan sering (pada wanita yang berusia
diatas 40 tahun).
e. Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul.
f. Keluarnya cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca
menopause).
g. Nyeri atau sulit berkemih.
h. Nyeri saat melakukan hubungan seksual
6. Stadium Kanker Serviks
Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium kanker
serviks adalah sistem yang diperkenalkan oleh International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO). Pada sistem ini, angka romawi 0
sampai IV menggambarkan stadium kanker. Semakin besar angkanya, maka
kanker semakin serius dan sudah berada dalam tahap lanjut. Dalam hal ini,
berikut tingkatan atau stadium kanker serviks (Andrijono, 2009):
a. Stadium 0: Lesi belum menembus membrana basalis.
b. Stadium I: Lesi tumor masih terbatas diserviks. Pada stadium ini terbagi
yaitu stadium IA dan IB. Pada tahap IA-1, dimana lesi telah menembus
membrana basalis kurang dari 3 mm dengan diameter permukaan tumor
< 7 mm dan IA-2, dimana lesi telah menembus membrana basalis > 3
mm tetapi < 5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm. Pada
IB-1, dimana lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4 cm
dan IB-2, dimana lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4
cm.
c. Stadium II: Lesi telah keluar dari serviks (meluas keparametrium dan
sepertiga proksimal vagina). Pada stadium II-A, lesi telah meluas ke
sepertiga vagina proksimal dan stadium II-B, lesi telah meluas ke
parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul.
d. Stadium III: Lesi telah keluar dari serviks (menyebar keparametrium
dan atau sepertiga vagina distal). Pada stadium III-A, lesi menyebar ke
sepertiga vagina distal/bawah dan stadium III-B, lesi menyebar ke
parametrium sampai dinding panggul.
e. Stadium IV: Lesi menyebar keluar dari organ genetalia. Pada stadium
IV-A, lesi meluas keluar rongga panggul dan atau menyebar ke mukosa
vesika urinaria dan stadium IV-B, lesi meluas ke mukosa rektum dan
meluas ke organ jauh.
7. Pencegahan dan Pengobatan
a. Pencegahan
Pencegahan kanker serviks yang dapat dilakukan menurut
Departemen Kesehatan RI (2009) diantaranya sebagai berikut :
1) Hal utama yang dilakukan adalah tidak berperilaku seksual berisiko
dan tidak melakukan hubungan seksual pada usia dini (< 18 tahun).
asam folat.
lesi.
4) Melakukan vaksinasi HPV yang saat ini telah dikembangkan untuk
beberapa tipe yaitu bivalea (tipe 16 dan 18) atau kuadrivalen (tipe
6, 11, 16, 18). Kendala utama pelaksanaan vaksin saat ini adalah
b. Pengobatan
Kanker serviks bila ditemukan pada stadium dini, kesembuhan
penyakit akan sempurna hampir 100%. Menurut Dalimartha (2004)
pengobatan stadium pra kanker dapat dilakukan dengan cara krioterapi,
vaporisasi laser, elektrokoagulasi diatermi dan konisasi. Pengangkatan
rahim (uterus) total bisa dipertimbangkan bila sudah cukup memiliki anak.
Setelah operasi pengangkatan rahim total, dilanjutkan dengan radioterapi
dan kemoterapi dilakukan pada stadium lanjut yang telah bermetastatis jauh
atau timbul kekambuhan (residif).
8. Deteksi Dini Kanker Serviks
Deteksi dini atau pencegahan sekunder merupakan pemeriksaan atau
tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukan adanya gejala
penyakit dengan tujuan menemukan adanya penyakit yang belum terlihat
atau masih berada pada stadium praklinik.
Secara umum kasus kanker serviks dan kematian karena kanker
serviks dapat terdeteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah
serviks dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes papsmear
ataupun melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).
American College of Obstetrician and Gynecologist (ACOG), American
Cancer Society (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF)
mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes
papsmear untuk deteksi dini kanker servik saat 3 tahun pertama dimulainya
aktivitas seksual pada saat usia 21 tahun (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).
Sedangkan metode IVA merupakan metode skrining yang lain yang lebih
praktis, murah dan memungkinkan dilakukan di Indonesia. Namun dalam
pelaksanaannya metode ini masih mengalami kendala seperti keengganan
para perempuan diperiksa karena malu (Maharsie dan Indarwati, 2012).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Orang’o et al., (2016) di Kenya
Barat mengungkapkan bahwa penghalang yang paling umum dalam
skrining kanker serviks adalah perasaan khawatir tentang kemungkinan
menerima hasil skrining atau deteksi dini yang positif kanker.
B. Tinjauan Umum tentang Skrining
1. Pengertian Skrining
Upaya pencegahan primer merupakan upaya pencegahan yang
paling baik. Namun jika upaya pencegahan primer tidak memungkinkan,
dapat dilakukan pencegahan sekunder yaitu deteksi dini dan pengobatan
yang tepat. Ada dua pendekatan dalam diagnosis dini, yaitu memberi
perhatian yang seksama pada munculnya gejala dini suatu penyakit dan
yang kedua dengan melaksanakan deteksi penyakit pada seseorang yang
tidak mempunyai gejala
Menurut Mausner dan Kramer, (1985) Skrining adalah usaha untuk
mengidentifikasi penyakit-penyakit yang secara klinis belum jelas, dengan
menggunakan pemeriksaan tertentu / prosedur lain yang dapat digunakan
untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi
mempunyai kemungkinan sakit atau betul-betul sehat. Pendapat
Beaglehole dkk, (1997) adalah suatu proses dengan maksud agar penyakit
atau kelainan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi dengan
menggunakan uji-uji yang dapat diterapkan secara tepat dalam sebuah
skala yang besar. Sedangkan menurut Sutrisna, B, (1994) Skrining adalah
Penemuan penyakit secara aktif pada orang-orang yang tanpa gejala dan
nampak sehat.(Junadi, 2006)
1. Tujuan Kegiatan Skrining
a. Mendapatkan mereka yang menderita penyakit sedini mungkin
sehingga dapat dengan segara memperoleh pengobatan.
b. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri
sedini mungkin.
d. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan
tentang sifat penyakit dan untuk selalu waspada atau melakukan
pengamatan terhadap setiap gejala dini
e. Mendapat keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.(Noor, 1997)
Dalam epidemiologi dikenal apa yang disebut program
penyaringan dengan tes penyaringan (Screening test). Tes penyaringan
memiliki dua kategori tujuan yang berbeda yaitu penemuan kasus dan
surveilans kesehatan masyarakat. Program penyaringan itu sendiri tidak
dimaksudkan untuk mendiagnosis penyakit. Orang-orang yang ditemukan
positif dalam tes penyaringan, selanjutnya akan dievaluasi dengan
test/prosedur diagnostik (diagnostic test), untuk mengkonfirmasikan
apakah mereka memang menderita penyakit.(Murti, 2016)
Hal-hal utama yang melandasi program skrining dihubungkan
dengan karakteristik-karakteristik penyakit, pengobatan dan uji
penyaringannya. Sebaiknya dapat dibuktikan bahwa penyakit tersebut
merupakan penyakit yang serius bila tidak didiagnosis secara dini.
(Beaglehole, R. Bonita, 1997) Kriteria untuk melaksanakan sebuah
program penyaringan adalah sebagai berikut :
1. Penyakit
a. Penyakit yang diskrining adalah penyakit yang serius bila tidak
didiagnosis secara dini
b. Prevalensi tinggi pada tahap pra klinik
c. Riwayat alamiah penyakit yang dimengerti
d. Periode yang panjang diantara tanda-tanda pertama dari
timbulnya penyakit
2. Uji diagnostik
a. Sensitif dan spesifik
b. Sederhana dan murah
c. Aman dan dapat diterima
d. Reliabilitas yang tinggi
3. Diagnosis dan Pengobatan
a. Fasilitas adekuat
b. Efektif dan dapat diterima serta aman
Kriteria melakukan penjaringan atau skrining yang baik antara lain
sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan pada sejumlah besar orang dalam masyarakat dengan
cara yang mudah, cepat dan murah.
2. Mempunyai validitas, reabilitas dan hasil yang tinggi
3. Tes tersebut harus dapat diterima oleh masyarakat umum atau sasaran
(Beaglehole, R. Bonita, 1997).
2. Macam-Macam Skrining
Sedangkan untuk macam-macam penyaringan atau skrining adalah
sebagai berikut :
a. Mass Screening atau penyaringan masal yaitu penyaringan yang
melibatkan populasi secara keseluruhan.
b. Penyaringan multiple atau atau penyaringan multiphasic yaitu
meliputi penggunaan dari berbagai uji penyaringan yang diterapkan
padasaat yang sama
c. Penyaringan yang ditargetkan pada kelompok-kelompok yang terkena
paparan yang spesifik. Sebagai contoh adalah pada pekerja-pekerja
dalam pabrik yang menggunakan bahan-bahan timbal yang seringkali
digunakan dalam kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja.
d. Penyaringan pada penemuan kasus adalah terbatas pada penderita
penderita yang berkonsultasi pada seorang praktisi kesehatan untuk
beberapa tujuan lainnya. (Beaglehole, R. Bonita, 1997)
3. Karakteristik Tes Skrining
Untuk keberhasilan suatu program skrining, ketersediaan tes
skrining juga diperlukan selain juga harus memiliki penyakit yang cocok
untuk di skrining. Tes skrining seharusnya juga tidak mahal, mudah
dilaksanakan dan memberikan kenyamanan yang minimal pada pasien.
Dan juga hasil skrining harus valid dan konsisten (Dwi, 2007).
a. Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes
mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013). Sedangkan
menurut Saifuddin Azwar (2014) bahwa validitas mengacu sejauh
mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi
pengukurannya. Sedangkan validitas dalam skrining adalah
kemampuan dari suatu alat untuk membedakan antara orang yang
sakit dan orang yang tidak sakit. Validitas mempunyai dua komponen
yaitu :
1) Sensitivitas
Kemampuan yang dimiliki oleh alat ukur untuk
menunjukkan secara tepat individu-individu yang menderita
penyakit atau besarnya kemungkinan seseorang yang sakit akan
memberikan hasil tes positif pada tes diagnostik tersebut.
Sensitivitas merupakan true positive rate (TPR) dari suatu tes
diagnostik.
2) Spesifisitas
Kemampuan yang dimiliki alat ukur untuk menunjukkan
secara tepat individu-individu yang tidak menderita sakit. Besar
kemungkinan seseorang yang tidak sakit atau sehat akan
memberikan hasil tes negatif pada tes diagnostik. Sensitivitas
merupakan true negative rate (TNR) dari suatu tes diagnostik.
Sensitivitas dan spesifisitas merupakan komponen ukuran dalam
validitas, selain itu terdapat pula ukuran-ukuran lain dalam
validitas yaitu :
a) True positive yang menunjuk pada banyaknya kasus yang
benar-benar menderita penyakit dengan hasil tes positif
pula.
b) False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus
yang sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil
yang positif.
c) True negatif, menunjukkan pada banyaknya kasus yang
tidak sakit dengan hasil tes yang negatif pula.
d) False Negatif, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang
sebenarnya menderita penyakit tetapi hasil tes negatif.
b. Reliabilitas
Groth-Marnat mendefinisikan reliabilitas suatu tes yang merujuk
pada derajat stabilitas, stabilitas, prediksi daya, dan akurasi. Ia melihat
seberapa jauh skor yang diperoleh seseorang akan menjadi sama jika
orang itu diperiksa ulang dengan tes yang sama pada kesempatan yang
berbeda. Reliabilitas skrining adalah ukuran konsistensi berdasarkan
orang dan waktu. Menurut (Growth, 2009) reliabilitas ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor berikut.
1) Keandalan alat yang dapat ditimbulkan oleh:
a) Reagen Stabilitas
b) Stabilitas alat ukur yang digunakan
BAB III
PEMBAHASAN
3. Thin Prep
Metode thin prep lebih akurat dibandingkan pap smear. Jika pap
smear hanya mengambil sebagian dari sel–sel serviks, metode thin prep
akan memeriksa seluruh bagian serviks. Hasilnya akan jauh lebih akurat
dan tepat.
4. Kolposkopi
Prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang
dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi.
Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak
normal pada serviks. Jika ada yang tidak normal, biopsi (pengambilan
sejumlah kecil jaringan dari tubuh) dilakukan dan pengobatan untuk
kanker serviks segera dimulai.
5. Tes DNA-HPV
Sel serviks dapat diuji untuk kehadiran DNA dari Human Papilloma
Virus (HPV) melalui tes ini. Tes ini dapat mengidentifikasi apakah tipe
HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks yang hadir (Rahayu,
2015).
B. Metode dan Tahap-Tahap Skrining Kanker Serviks
Teknik dan metode skrining kanker serviks selama ini dilakukan
dengan pemeriksaan sitologi berupa Pap smear atau liquid based cytology,
pemeriksaan human papillomavirus (HPV), dan pemeriksaan inspeksi visual
asetat (IVA). Namun, pemeriksaan yang paling dianjurkan oleh bermacam
studi dan asosiasi kesehatan adalah pemeriksaan HPV dan sitologi. Terkait
tahap-tahap skrining kangker serviks sebagai berikut:(Sartika & Risiko, 2020)
1. Persiapan Pasien Skrining Kangker Serviks
Secara umum, pasien harus diedukasi tentang bagaimana prosedur
skrining kanker serviks akan berlangsung, apa tujuan skrining,
bagaimana kemungkinan hasil yang bisa didapat, dan kapan pasien harus
mengulang skrining. Pasien juga perlu diinformasikan bahwa skrining
mungkin perlu diulang jika ada gambaran abnormal yang mencurigakan
dan skrining mungkin menimbulkan efek samping tertentu (misalnya
perdarahan minor). Setelah itu, pasien harus menandatangani informed
consent
Sebelum pemeriksaan, lakukan anamnesis singkat tentang ada atau
tidaknya keluhan, riwayat menstruasi, riwayat aktivitas seksual, riwayat
obstetrik, riwayat penggunaan obat-obatan, serta riwayat operasi atau
radioterapi pada organ reproduksi. Hal-hal ini mungkin memengaruhi
kualitas sampel dan hasil skrining berikut ini tahap anamnesis singkat :
a. Keluhan tertentu
Adanya infeksi pada vagina yang disertai discharge purulen
dapat menyebabkan sel-sel inflamasi menutupi tampilan sel epitel
dan menunjukkan gambaran atipik.
b. Riwayat Menstruasi
Adanya menstruasi dapat menyebabkan sel darah menutupi
tampilan sel epitel. Selain itu, atrofi genital pada wanita yang sudah
menopause juga dapat memengaruhi sampel yang digunakan untuk
skrining kanker serviks.
c. Riwayat Aktivitas Seksual
Adanya hubungan seksual dalam 24 jam terakhir juga dapat
memengaruhi sampel yang diambil dari serviks dan memengaruhi
hasil skrining.
d. Riwayat Obstetrik
Contoh faktor lain yang dapat memengaruhi hasil skrining
adalah kehamilan, masa nifas, dan pemeriksaan fisik seperti
pemeriksaan bimanual vagina.
e. Riwayat Penggunaan Obat dan Tindakan Medis
Penggunaan zat kimia dalam 48 jam terakhir, seperti
antiseptik, lubrikan, dan obat-obat intravaginal dapat memengaruhi
sampel skrining. Selain itu, pemeriksaan kolposkopi dengan asam
asetat dalam 24 jam terakhir juga bisa merusak tampilan sel,
Pemeriksaan Pap smear dalam periode 3 bulan dapat membuat lesi
hilang pada saat pengambilan sampel, sehingga akan memberikan
hasil negatif palsu. Sementara itu, pada pasien yang baru menjalani
operasi serviks dalam periode 3 bulan, proses regenerasi sel
pascaoperasi mungkin masih berlangsung dan memberikan hasil
positif palsu. Radioterapi juga dilaporkan dapat memengaruhi hasil
skrining.
2. Peralatan Yang Digunakan Dalam Skrining Kanker Serviks
Peralatan yang dibutuhkan disesuaikan dengan metode skrining
kanker serviks yang dipilih. Secara umum, peralatan yang harus
disediakan adalah kasur periksa dengan penyangga kaki, pencahayaan
yang terang, troli instrumen, spekulum vagina, sarung tangan steril dan
nonsteril, cairan antiseptik, dan lembar laporan hasil pemeriksaan
a. Peralatan yang digunakan untuk inspeksi visual asetat (IVA) adalah:
arutan asam asetat dengan konsentrasi 3–5%
Cotton swab
b. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi adalah:
Alat pengambil sampel (spatula dua
sisi Aylesbury dan Ayre, cytobrush atau endocervical brush,
atau cervical broom)
Kaca preparat dan spidol untuk label nama
Cairan fiksasi dan tabung pengawet
c. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan HPV adalah:
olymerase chain reaction assays
Larutan saline
Alat scraper
Swab
Cairan pembilas atau lavage
Cawan berisi medium biologis
Tempat pendingin untuk menyimpan spesimen
3. Posisi pasian
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi berbaring dan
litotomi. Tulang ekor atau coccyx pasien harus berada tepat di ujung
meja pemeriksaan untuk memberikan visualisasi serviks yang adekuat
setelah spekulum dimasukkan
4. Prosudural Setiap Metode Skrining Kanker Serviks
Secara umum, tiap prosedur skrining kanker serviks diawali
dengan pengaturan posisi pasien yang tepat, penyediaan sumber cahaya
yang adekuat, pencucian tangan pemeriksa, penggunaan alat pelindung
diri, disinfeksi vulva, dan insersi spekulum ke dalam vagina hingga
mulut serviks tervisualisasi dengan jelas
a. Prosedural Inspeksi Visual Asetat (IVA)
Untuk tindakan IVA, oleskan larutan asam asetat 3–5% pada
permukaan serviks. Setelah itu, tunggu selama 30–60 detik untuk
melihat perubahan warna pada area yang dioleskan. Jika terdapat
perubahan warna menjadi putih, kemungkinan terdapat lesi
prakanker, erosi, atau peradangan
b. Prosedural Pemeriksaan Sitologi
Saat pemeriksaan Pap smear konvensional, ambil sampel
dengan alat pengambil sampel (cervical broom,
spatula, dan endocervical brush). Setelah itu, putar kuas
endoserviks ke ⅓ luar kaca preparat dalam satu olesan. Untuk
mendapatkan olesan yang tipis dan rata, hindari penekanan. Lalu,
lanjutkan dengan mengoles sampel dari spatula secara longitudinal
ke ⅓ tengah kaca preparat.
Cairan fiksasi yang sering digunakan pada Pap smear
konvensional adalah etil alkohol 95% yang diteteskan atau
disemprotkan dengan jarak 20 cm ke preparat. Selain itu, preparat
juga bisa direndam dalam cairan fiksasi. Preparat difiksasi selama
minimal 10 menit, lalu dikeringkan, ditaruh dalam wadah, dan
dikirim ke laboratorium.
Pada pemeriksaan liquid based cytology, sampel yang sudah
diambil tidak langsung dioleskan ke kaca preparat melainkan
difiksasi ke dalam tabung berisi cairan khusus terlebih dahulu. Tekan
kuat alat pengambil sampel ke bagian bawah tabung sebanyak 15–20
kali untuk memindahkan semua sel dari alat pengambil sampel ke
cairan
c. Prosedural Pemeriksaan DNA Human Papillomavirus atau HPV
Ambil sampel dengan alat pengambil sampel (cervical
broom, spatula, dan endocervical brush) lalu tempatkan alat
pengambil sampel ke dalam vial yang sudah disediakan, sesuai jenis
media koleksi dan transportasi. Sampel dapat disimpan pada suhu
ruangan selama 14 hari atau pada suhu 4 derajat Celcius selama 3
minggu hingga 3 bulan. Hal ini akan tergantung pada media koleksi
yang digunakan. Untuk waktu penyimpanan yang lebih lama, sampel
dapat dibekukan pada suhu -20 derajat Celcius
5. Follow Up Hasil Skrining kangker Serviks
Saat pasien kembali untuk mengambil hasil pemeriksaannya,
jelaskan kepada pasien apa interpretasi hasil pemeriksaan dan apa
yang harus dilakukan setelahnya. Jika hasil pemeriksaan normal,
anjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan HPV 5 tahun
kemudian atau pemeriksaan Pap smear 3 tahun kemudian jika tes
HPV tidak tersedia.
Pasien dengan hasil skrining abnormal perlu mendapatkan
penanganan sesuai profil risikonya masing-masing. Hasil skrining
DNA HPV, gambaran sitologi, riwayat hasil skrining sebelumnya,
serta genotipe HPV merupakan faktor penting dalam kalkulasi risiko
CIN 3+ (cervical intraepithelial neoplasia grade 3 atau lebih buruk)
dan penentuan tata laksana
C. Telaah Jurnal
Dalam penyusunan makalah ini terdapat 1 artikel yang telah dipilih
yang berhubungan dengan pengembangan skrining kangker serviks
berdasarkan dari nilai spesifitas dan sensifitasnya. Studi yang sesuai dengan
tinjauan ini diantaranya yaitu (Dini & Prakanker, 2018) Dari jurnal ini akan di
bahas mengenai tema skrining talassemia berdasarkan dari nilai spesifitas dan
sensivitasnya.
1. Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas metode tes IVA dan Pap
Terdapat satu studi yang mengukur sensitivitas dan spesifisitas dari tes IVA
dan tes Pap, yaitu studi yang dilakukan oleh (Dini & Prakanker,
2018)sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Validitas Skrining Metode pemeriksaan IVA dengan Konsep
Sensitivitas dan Spesifisitas
Biosi
IVA
Positif Negatif Jumlah
Positif 47 7 54
Negatif 9 57 66
Jumlah 56 64 120
Biosi
Test PAP
Positif Negatif Jumlah
Positif 31 6 37
Negatif 25 58 83
Jumlah 56 64 120
Pada tabel 2 diketahui sensitifitas tes Pap 55% untuk deteksi lesi
prakanker dengan spesifisitas 90%, nilai duga positif 84%, nilai duga
negatif 69%. Dijumpai 25 subyek (20,8%) dengan hasil negatif semu.
Hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa tes Pap tidak cukup sensitif untuk
digunakan sebagai metode penapisan lesi prakanker atau keganasan
serviks. Nilai diagnostik tes Pap akan meningkat apabila digunakan pada
kelompok dengan kemungkinan kejadian keganasan cukup tingg
2. Pembahasan
Hasil uji diagnostik pemeriksaan IVA menunjukkan bahwa
pemeriksaan IVA mempunyai sensitifitas (84%), spesifisitas (89%) dan
nilai duga positif (87%), serta nilai duga negatif (88%) yang tinggi.
Walaupun demikian tampak nilai spesifitas, dan nilai duga positif tidak
jauh berbeda dengan tes Pap. Temuan ini sebanding dari penelitian-
penelitian sebelumnya seperti di Jakarta
Didapatkan sensitifitas IVA 90,9%, spesifisitas 99,9%, nilai duga
positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,8%, sedang laporan dari JHPIEGO
dan Univesitas Zimbabwe mendapatkan sensitifitas IVA 77% dengan
spesifisitas 64%.3-5 Uji diagnostik tes Pap tampak tidak cukup sensitif
(55%) tetapi memiliki spesifitas yang tinggi (90%), nilai duga positif
(84%) dan nilai duga negatif (69%). Cukup rendahnya hasil sensitifitas
disebabkan cukup tingginya nilai negatif semu (20,8%), nilai negatif semu
dari tes Pap dilaporkan antara 15%-25%.11 Untuk mendapatkan hasil tes
Pap yang baik, setiap tahap dalam pemeriksaan mulai dari pengambilan
sediaan, fiksasi, transportasi, pewarnaan dan interpretasi harus dilakukan
dengan benar, bila salah satu tahapan di atas tidak dilakukan dengan benar,
maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Tingginya negatif semu
pada penelitian ini kemung kinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain karena minimalnya lesi sehingga belum memberikan hasil positif pada
tes Pap, adanya eksudat inflamasi dan debris nekrotik yang dapat
mengganggu kualitas sediaan di samping faktor-faktor lain seperti di atas
yang mungkin terjadi.7-9 Walaupun demikian tingginya nilai spesifisitas
dan nilai prediksi positif dapat memberikan gambaran bahwa hasil positif
pada tes Pap adalah cukup dapat diandalkan sebagai pemeriksaan penapis.
Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan sensitifitas dari
pemeriksaan tes Pap yang bervariasi antara 50-98% dengan spesifisitas
93%, laporan dari JHPIEGO dan Universitas Zimbabwe mendapatkan
hasil sensitifitas tes Pap 44,3% dan spesifisitas 90,6%. Sebuah systematic
review terhadap 92 penelitian mendapatkan sensitifitas tes Pap yang
bervariasi antara 37-87% dengan spesifisitas antara 86-100%.11,12 Hasil
uji diagnostik pararel antara tes Pap dengan pemeriksaan IVA dapat
meningkatkan nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga positif
pemeriksaan. Berdasarkan hasil di atas, tampak bahwa pemeriksaan IVA
yang lebih sederhana dan lebih cepat memberikan hasil sensitivitas yang
tinggi sebagai penapis adanya lesi prakanker serviks. Berdasarkan hasil uji
diagnostik paralel, dianjurkan untuk melakukan paralel tes khususnya pada
kelompok yang berisiko tinggi. Apabila hasil tes paralel positif dapat
dilanjutkan dengan biopsi atau pemeriksaan lain yang spesifik.(Dini &
Prakanker, 2018)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Screening adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi atau
mengidentificasi kelainan dalam kesehatan seseorang, menggunakan tes dan
prosedur spesifik. Faktor-faktor seperti predisposisi, faktor risiko, dan faktor
risiko dapat mempengaruhi proses mengidentifikasi kanker. Metode screening
termasuk analisis visual (IVA), pap smear, thin prep, kolposkopi, dan tes DNA-
HPV. Proses ini melibatkan pemeriksaan menyeluruh pasien, termasuk riwayat
kanker, riwayat menstruasi, aktivitas seksual, obstetrik, dan prosedur bedah.
Pasien juga harus memberikan persetujuan dan menjalani riwayat pada
berbagai faktor seperti infiltrasi genital, aktivitas menstruasi, aktivitas seksual,
obstetrik, dan faktor ginekologis.
Penggunaan berbagai metode untuk menganalisis sampel kanker,
termasuk analisis visual (IVA), citologi, dan HPV. Proses ini melibatkan posisi
sampel, menyediakan darah yang sesuai, menggunakan persiapan sampel yang
tepat, dan label sampel. Prosedur dari setiap metode didasarkan pada
kebutuhan pasien, persiapan sampel yang tepat, dan hasil yang diinginkan.
Teks ini juga menyediakan prosedur terperinci untuk melacak hasilnya.
B. Saran
1. Bagi program studi kesehatan masyarakat dapat di jadikan sebagai informasi
tambahan dan sebagai bahan referensi untuk literature review yang akan
datang dalam ruang lingkup yang sama
2. Bagi institusi pendidikan dapat memberikan referensi tentang metode
pemeriksaan yang digunakan untuk melakukan skrining kanker serviks.
Khusunya bagi mahasiswa S2 Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin
DAFTAR PUSTAKA