PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI 12 BULAN
SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK
PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
DI RSUP SANGLAH
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Lembar Pengesahan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K)
NIP 194612131971071001
NIP 195902151985102001
Ketua
Sekretaris
Anggota
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai
penghargaan kepada seluruh pasien HIV dan keluarganya atas bantuan dan kerjasamanya
selama melaksanakan penelitian ini. Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih yang tulus
kepada kedua orangtua yang saya cintai, I Gst Ngurah Suwendra dan Marcelina Holiday,
Spd; ayah dan ibu mertua yang saya hormati, Prof. Dr, I Ketut Sudibia, SU dan Putu
Rusmiati; istri dan anak-anak tersayang, Ni Nyoman Rina Susanti, SE, G.A.A Reswari
Masputri Widanta, I G.A.A Rajni Manika Widanta yang telah memberikan semangat dan
dorongan baik material maupun moral dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada
penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap
menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan
penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan
tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa akan selalu
melimpahkan karunia-NYA kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini.
Dengan kesabaran, setiap orang akan mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dengan
kesabaran semua orang akan mencapai apa yang diinginkannya
(Gede Prama)
ABSTRAK
TERAPI ARV GOLONGAN NRTI 12 BULAN
SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HIV
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada
pasien dengan HIV/AIDS. Angka insiden mendekati sepertiga dari seluruh pasien dengan
HIV/AIDS. Penyebab utama terjadinya DSP adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas
dan obat yang digunakan untuk pengobatan HIV/AIDS yang disebut Antiretroviral Toxic
Neuropathy. ARV gol NRTI menyebabkan gangguan mitokondria bila digunakan dalam
jangka waktu lama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui terapi ARV gol NRTI 12 bulan
sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.
Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol terhadap 66 penderita HIV yang
menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah selama bulan Desember 2013 sampai
Februari 2014. Subyek yang memenuhi kriteria eligibilitas dikelompokkan sebagai kasus dan
kontrol masing-masing berjumlah 33 orang. Nyeri neuropatik pada penderita HIV dinilai
dengan Skala nyeri LANSS. Seluruh data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 for windows.
Data karakteristik dianalisis secara deskriptif. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel
bebas dan variabel tergantung berskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat
hubungan antar variabel dinilai dengan Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan = 5%.
Hasil analisis data didapatkan penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol
NRTI 12 bulan yang mengalami nyeri neuropatik sebanyak 25 orang (75,8%) dengan
karakteristik terbanyak pada kelompok umur 30 tahun yaitu 72,2% dan jenis kelamin
terbanyak adalah perempuan (51,5%), sebagian besar ditemukan pada stadium HIV tinggi
(stadium III dan IV) yaitu 87,9% dengan CD4 nadir 100-200 sel/l (84,85%). Pada analisis
bivariat didapatkan hubungan bermakna antara lama terapi ARV gol NRTI 12 bulan
dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p=0,001) dengan OR 6,25; IK 95% (2,1318,33).
Dapat disimpulkan bahwa terapi ARV gol NRTI 12 bulan sebagai faktor risiko
nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.
ABSTRACT
NRTIs ARV THERAPY 12 MONTHS AS RISK FACTOR FOR NEUROPATHIC
PAIN IN HIV PATIENT AT SANGLAH GENERAL HOSPITAL DENPASAR
Peripheral neuropathy is a common neurological complication achieved in HIV
patient, affecting almost one third of all HIV patients. The main cause of distal symmetrical
polyneuropathy is the virus itself through immunity system and the medication used known
as Antiretroviral Toxic Neuropathy. Depletion of mitochondria is the effect of NRTIs ARV.
This study was aimed at testing that NRTIs ARV therapy for 12 months was a risk factor
for neuropathic pain on HIV patient at Sanglah General Hospital.
This was a case control study enrolled in 66 HIV patients admitted to VCT clinic at
Sanglah General Hospital on December 2013 until February 2014. Eligible patients
categorized as case and control group, each of it included 33 patients. LANSS pain scale
which was applied to measure neuropathic pain in HIV patients. All data analyzed with SPSS
16.0 for Windows. Characteristic data analyzed by descriptive method. Bivariate analysis for
independent and dependent variable was performed using Chi-square test. Level of
significance described using Odds Ratio, with significance level = 5%.
There were 25 patients with HIV on NRTIs ARV therapy for 12 months who got
neuropathic pain, with the most affected ones were patients 30 years (72,2%) and mostly
were female (51,5%). High stage HIV (stage III and IV) patients were 87,9% with nadir CD4
100-200 cell/l were 84,5%. In bivariate analyze, there was significant relationship between
duration of NRTIs ARV therapy for 12 months and incidence of neuropathic pain in HIV
patients (p=0,001) with OR 6,25; CI 95% (2,13-18,33).
As conclusions, NRTIs ARV therapy for 12 months was a risk factor for
neuropathic pain in HIV patients at RSUP Sanglah.
Keywords: HIV, NRTIs ARV Therapy, Neurophatic pain
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN .. i
SAMPUL DALAM . ii
PRASYARAT GELAR .. iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH .. v
ABSTRAK .. viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI........ x
DAFTAR GAMBAR .. xii
DAFTAR TABEL .. xiii
DAFTAR SINGKATAN . xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian . 5
1.4 Manfaat Penelitian .. 5
1.4.1 Manfaat Ilmiah 5
1.4.2 Manfaat Praktis ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........... 7
2.1 Gambaran Klinis .... 10
2.2 Pemeriksaan Penunjang .... 11
2.3 Patogenesis Nyeri neuropatik ....... 12
2.4 Neurotoksik Virus HIV ......... 14
2.5 Antriretroviral Toxic Neuropathy (ATN) . 16
2.5.1 Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)...... 16
2.5.2 Patogenesis ATN ... 20
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN
HIPOTESIS PENELITIAN............................................. 26
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................. 26
3.2 Kerangka Konsep .................................................................. 27
3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................. 28
BAB IV METODE PENELITIAN............................................... 29
4.1 Rancangan Penelitian ...........................................................
29
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................
29
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 30
4.4 Populasi dan sampel Penelitian ............................................ 30
4.4.1 Populasi Target ........................................................
30
4.4.2 Populasi Terjangkau ................................................
30
4.4.3 Kriteria Sampel ........................................................
30
4.4.3.1
Kriteria Inklusi Kasus ............................
30
4.4.3.2
Kriteria Inklusi Kontrol .........................
31
4.4.3.3
Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol .....
31
4.4.4 Besar Sampel ...........................................................
31
4.4.5 Teknik Pengambilan sampel .................................... 32
4.5 Variabel Penelitian ...............................................................
32
4.6 Definisi Operasional Variabel .............................................. 32
4.7 Alat Pengumpulan Data .......................................................
34
35
37
38
38
38
41
43
43
45
51
51
52
53
60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan CD4 dan Viral Load HIV Plasma ....
Gambar 2.2 Patogenesis Nyeri Neuropatik-HIV..
Gambar 2.3 Patogenesis Neurotoksik Virus HIV .
Gambar 2.4 Struktur NRTI..
Gambar 2.5 Mekanisme Kerja ARV ..
Gambar 2.6 Mekanisme Kerja ARV pada Virus dan Mitokondria.
Gambar 2.7 Mekanisme Neurotoksik NRTIs ....
Gambar 2.8 Patogenesis ATN
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir ..
Gambar 3.2 Konsep penelitian...
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol ...
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian .
8
14
15
18
19
20
22
23
23
24
26
33
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian
Tabel 5.2 Uji Normalitas
Tabel 5.3 Analisis bivariat ....
40
41
41
DAFTAR SINGKATAN
3TC
ABC
ACTG
AIDS
AMPA
Apaf-1
ARV
ATN
AZT
CCR5
CD4
CXCR4
d4T
ddC
ddI
DN4
DRG
DSP
EFV
EMG
HAART
HIV
LANSS
MACS
mDNA
MPTP
NCS
NMDA
NNRTIs
NPQ
NRTIs
NVP
ODHA
PIs
PKC
QST
RANTES
ROS
TNF-
TRPV1
TRPM8
: Lamivudine
: Abacavir
: AIDS Clinical Trials Group
: Acquired Immune Deficiency Syndrome
: Amino-Hydroxy-Methyl-Isoxazolepropionate
: Apoptotic Protease Activating Factor-1
: Antiretroviral
: Antiretroviral Toxic Neuropathy
: Zidovudine
: Chemokine co-receptors 5
: Cluster of Differentiation 4
: CX Chemokine co-receptors 4
: Stavudin
: Zalcitabine
: Didanosine
: Douleur Neuropathique en 4 questions
: Dorsal Root Ganglia
: Distal Sensory Polyneuropathy
: Efavirenz
: Electromyografi
: Highly Active Anti-Retroviral Therapy
: Human Immunodeficiency Virus
: Leeds Assessment of Neuropathic symptoms
: Multicenter AIDS Cohort Study
: mitochondrial DNA
: Mitochondrial Permeability Transition Pore
: Nerve Conduction Studies
: N-methyl-D-aspartate
: Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
: Neuropathic Pain Questionnaire
: Nucleoside and Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors
: Nevirapine
: Orang Dengan HIV/AIDS
: Protease Inhibitors
: Protein Kinase-C
: Quantitative Sensory Test
: Regulated upon Activation Normal T-cell Expressed and
Secreted
: Reactive Oxygen Species
: Tumor Necrosis Factor-
: The Transient Receptor Potential V1
: The Transient Receptor Potential M8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
60
62
64
66
67
68
72
BAB I
PENDAHULUAN
menderita neuropati HIV terdapat 64.7% menderita DSP. Dilaporkan 46,7% gejala
neuropatik HIV adalah nyeri neuropatik (Maritz dkk, 2010). Penyebab utama terjadinya DSP
adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas dan obat yang digunakan untuk terapi
HIV/AIDS dan durasi penggunaannya dalam hal ini disebut Antiretroviral Toxic Neuropathy
(ATN) (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Faktor risiko lainnya adalah umur, stadium
HIV, diabetes, defisiensi nutrisi (vitamin B12) (Belachew dkk, 2010). Umur merupakan
faktor independen terjadinya DSP terutama bagi mereka yang berumur > 40th (Oshinaike
dkk, 2012).
Sebelum era Highly Active Anti-Retroviral Therapi (HAART) neuropati sering
dihubungkan Cluster of differentiation 4 (CD4), kadar viral HIV plasma yang tinggi (viral
load), stadium HIV dan infeksi oportunistik. CD4 nadir rendah memiliki hubungan signifikan
terhadap terjadinya neuropatik HIV (p < 0.05) (Konchalard dkk, 2007). Pada penelitian
kohort multisenter, peningkatan risiko terjadinya DSP 2 kali lebih tinggi pada pasien dengan
viral load > 10,000 copies/mL (Childs dkk, 1999). Stadium HIV juga dihubungkan dengan
kejadian DSP, terutama pada stadium 3 dan 4 dimana sudah terjadi infeksi oportunistik yang
menandakan rendahnya CD4 dan tingginya viral load. Kejadian DSP ditemukan pada orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan infeksi Mycobacterium avium complex dan tuberculosis
(TBC) dengan CD4 <50 cells/mL (Smyth dkk, 2007; Maritz dkk, 2010).
Penemuan ARV pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA
di negara maju. Terapi ARV menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan
kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan masyarakat, sehingga pada saat ini HIV
dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap
sebagai penyakit yang menakutkan. Berdasarkan cara kerjanya ARV dibagi menjadi 3
kelompok besar yaitu (1) Fusion and entry inhibitors, (2) Penghambat reverse transcriptase
enzyme: Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) dan Non-Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitors (NNRTI), (3) Penghambat enzim protease (Protease Inhibitors
(PIs)) (Hoffmann dan Mulcahy, 2007). Prinsip pemilihan HAART di Indonesia dan di RSUP
Sanglah adalah penggunaan obat lini pertama yaitu : Lamivudine (3TC), ditambah salah satu
obat golongan NRTI, bersama dengan golongan NNRTI (Depkes, 2007). Namun ARV
memilki efek samping yang harus mendapatkan perhatian lebih agar kualitas hidup ODHA
lebih baik lagi. Efek samping tersebut antara lain: hiperlaktasemia, lipotropi, neuropati,
pancreatitis, miopati/kardiomiopati (Jongwutiwes dkk, 2006).
Neuropati merupakan komplikasi yang terbanyak ditemukan pada penggunaan ARV.
Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah NRTI baik terapi
monoterapi maupun kombinasi. (Moore dkk., 2000). Golongan NRTI tersebut adalah
didanosine (ddI), zalcitabine (ddC), stavudine (d4T), dan zidovudine (AZT) (Skopelitis dkk.,
2006; van Griensven
dkk, 2009).
neuropati HIV dengan ARV-NRTI. Simpson, 2002, menemukan neuropati timbul karena
pemakaina ARV gol NRTI kira- kira sekitar 30% pada dewasa dan anak dengan ODHA. Ellis
dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV gol NRTI merupakan faktor risiko terhadap neuropati
dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Penggunaan stavudine (p=0.00) merupakan faktor
independen terjadinya neuropati (Oshinaike dkk, 2012). Golongan ARV lainnya seperti
NNRTI dan PI tidak terbukti menimbulkan neuropati (Lichtenstein dkk, 2005).
Patogenesis terjadinya neuropati HIV yang disebabkan oleh ARV adalah melalui
mitochondrial toxicity (Keswani dkk, 2002; Lewis dkk,, 2003). NRTI bekerja dengan
menghambat polymerase mitochondrial DNA (mDNA) sehingga replikasi mDNA yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan sel terganggu yang akhirnya menyebabkan
kematian sel (Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012). Pemeriksaan penunjang
neuropati antara lain adalah electromyografi (EMG), punch skin biopsy (Cherry dkk, 2003).
Punch skin biopsies merupakan pemeriksaan yang mudah, valid tapi bersifat invasif sehingga
pada penelitian ini digunakan alat penilaian neuropati yang tidak invasif namun sensitif dan
spesifik yaitu skala nyeri LANSS (Leeds Assessment of Neuropathtic Symptoms and Signs)
dengan sensitifitas dan spesifisitas sekitar 85% dan 80% untuk membedakan nyeri neuropatik
atau nosiseptik (Bennett, 2001).
Toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTI dan memerlukan waktu sampai
terjadinya gangguan. Perubahan metabolime mitokondria terjadi secara perlahan seiring
dengan terapi NRTI yang dalam jangka waktu lama sehinggga kecil kemungkinan gejala
klinisnya muncul dalam satu bulan pertama penggunaan NRTI (Kamerman dkk, 2012).
Walker dkk (2002) menyatakan penurunan jumlah mtDNA karena efek toksik NRTI sekitar
25%-40% selama 30 hari pertama. Namun lama terapi ARV khususnya NRTI sebagai faktor
risiko neuropati masih menjadi kontroversi, beberapa peneliti menyatakan bahwa signifikan
walaupun masih terdapat perbedaan rentangan waktunya dan sebagian peneliti menyatakan
tidak signifikan. Forna dkk. (2007) juga melaporkan bahwa terjadinya neuropati HIV sekitar
26-36% pada 12 bulan pertama penggunaan d4T. Namun penelitian lainya melaporkan pasien
HIV yang mendapatkan terapi NRTI (ddI, ddC, d4T, dan AZT) menderita neuropati setelah 6
bulan terapi dengan puncaknya sekitar 3 bulan (Arenas-Pinto dkk, 2008; van Griensven dkk,
2009). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa riwayat penggunaan ARV gol NRTI
terdahulu maupun sekarang dan lama penggunaannya tidak signifikan sebagai faktor risiko
neuropati.
Berdasarkan perbedaan pendapat dan kontroversi tersebut serta belum ada yang
melakukan penelitian tersebut di Bali, khususnya di RSUP Sanglah yang melatarbelakangi
dilakukannya penelitian terhadap lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik
pada penderita HIV.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat ditentukan rumusan masalah yaitu:
Apakah terapi ARV gol NRTI 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada
penderita HIV di RSUP Sanglah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui terapi ARV gol NRTI 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri
neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Dengan penelitian ini diharapkan akan memperoleh besarnya prevalensi penderita
HIV yang mengalami nyeri neuropatik dan faktor risiko terjadinya nyeri neuropatik pada
penderita HIV sehingga dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut di masa
yang akan datang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan terbuktinya terapi ARV gol NRTI 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri
neuropatik pada HIV, maka dapat dilakukan usaha preventif dan kuratif untuk mengurangi
perburukan klinis penderita HIV dan meningkatkan kualitas hidup penderita HIV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi neurologi yang paling sering
ditemukan pada ODHA. Lebih dari 1/3 ODHA menderita neuropati. Pada ODHA, neuropatiHIV dapat disebabkan oleh virus itu sendiri, terapi ARV dan komplikasinya atau dapat
disebabkan oleh infeksi opurtunistik yang timbul seperti sitomegalovirus, kandidiasis, herpes,
tuberkulosis. Neuropati juga dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti alkoholism dan
defisiensi vitamin (Belachew dkk, 2010). Neuropati perifer yang paling sering dijumpai pada
ODHA adalah DSP. Ditemukan kira- kira sekitar 30% pada dewasa dan anak dengan ODHA
(Simpson, 2002) dan hampir 100% pada pemeriksaan otopsi ODHA (Ferarri dkk, 2006).
Di era pra-HAART, DSP biasanya terjadi pada tingkatan derajat imunosupresi sangat
rendah (Belachew dkk, 2010). Analisis multivariat menunjukkan bahwa jumlah sel CD4
maupun viral load adalah faktor independen dari neuropati-HIV dan tingkat keparahannya
(Lichtenstein dkk, 2005). Pada Multicenter AIDS Cohort Study (MACS), insiden tahunan
neuropati-HIV meningkat selama periode waktu 1988 1992. Terdapat peningkatan sebesar
2.81 % pada semua kelompok CD4 dan 7 % pada kelompok CD4 < 200 x 10 6/l. (Sacktor,
2001). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara status imun
dengan kerusakan fungsi saraf dimana didapatkan rata-rata CD4 nadir sebesar 100 x 106/l
(HR=0.79; p=0.03).
Jumlah CD4 berbanding terbalik dengan jumlah viral load HIV. Bila kadar viral load
tinggi maka CD4 rendah. Hal tersebut menunjukkan proses penyakit yang semakin parah
termasuk reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf pusat maupun perifer
(Devadas dkk, 2005). Sebagai perbandingannya viral load HIV 10,000 copies/ml maka CD4
adalah 200 cells/mL (Childs dkk, 1999). Individu dengan jumlah viral load HIV dalam
plasma > 10.000 copies/ml memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih tinggi menderita neuropati
dibandingkan dengan < 500 copies/ml (Childs dkk, 1999). Evans dkk. (2011) menjelakan
bahwa jumlah viral load HIV dalam plasma 400 copies/ml tidak berhubungan dengan
neuropati HIV dengan OR=1.01, 95% CI=(0.761.34), (p=0.931). Sebuah studi kohort
menjelaskan bahwa viral load HIV memiliki hubungan dengan tingkat keparahan neuropati
sesuai dengan pemeriksaan derajat nyeri dan hasil dari quantitative sensory test (QST)
(Simpson dkk, 2002). Pemberian ARV yang menghambat peningkatan viral load HIV
meningkatkan fungsi sensoris saraf yang di periksa dengan QST (Martin dkk, 2000).
Gambar 2.1 Hubungan CD4 dan Viral Load HIV plasma (Palmisano, 2011)
Ellis dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV merupakan faktor risiko terhadap neuropati
dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati
adalah NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi seperti didanosine, stavudine, dan
nevirapine (Moore dkk., 2000; Cherry dkk, 2006). Golongan ARV lainnya yang dapat
menyebabkan neuropati adalah golongan PIs (Pettersen dkk, 2006; Smyth dkk, 2007).
Faktor risiko lainnya adalah umur, jenis kelamin, stadium klinis HIV, diabetes,
defisiensi nutrisi (vit B12) (Belachew dkk, 2010). Umur > 40 tahun memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kejadian neuropati HIV (P = 0.03) (Oshinaike dkk, 2012). Morgello dkk,
(2004) menjelaskan bahwa kejadian neuropati didapatkan pada ODHA yang umur tua dan
lebih banyak laki-laki dibandingkan wanita. Usia tua dikatakan memiliki hubungan yang
signifikan terhadap penurunan CD4, penurunan respon proliferative sel T dan menurunnya
kemampuan untuk berespon terhadap patogen (Keswani dkk, 2005). Peningkatan prevalensi
DSP terkait dengan peningkatan umur pasien di era post-HAART yang dikombinasikan
dengan paparan terus menerus terapi antiretroviral dengan toksisitas mitokondria intrinsik
(Reeve dkk, 2008). Klasifikasi klinis penyakit terkait HIV disusun untuk digunakan pada
pasien yang sudah didiagnosis secara pasti. Stadium klinis HIV disusun berdasarkan gejala
yang timbul, dibagi menjadi 4 stadium klinis dimana pada stadium klinis 3 dan 4 telah terjadi
infeksi oportunistik yang menandakan imunitas rendah yang dihubungkan dengan jumlah
CD4 yang rendah dan jumlah viral load HIV yang tinggi (Depkes, 2007). Neuropati HIV
dapat terjadi pada semua stadium klinis HIV tergantung jumlah CD4 (Ferarri dkk, 2006).
Pada Defisiensi Vit B12 terjadi penurunan kadar methionine yang menyebabkan
peningkatan sitokin myelinolitik (TNF) sehingga terjadi proses demyelinisasi sel saraf.
Gejala neuropati defisiensi Vit B12 adalah kesemutan dan rasa tebal, penurunan vibrasi dan
propriospetik simetris pada kaki. Tipikal pada usia tua antara 60-70 tahun. Infeksi
oportunistik yang timbul memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian neuropati
HIV. Pada era pra HAART, ODHA yang menderita neuropati disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium avium complex (Norton dkk, 1996). Infeksi TBC yang merupakan salah satu
infeksi oportunistik dan obat TBC secara signifikan memiliki hubungan terhadap kejadian
neuropati HIV (Luma dkk, 2012).
2.1 Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari DSP oleh karena HIV dan toksisitas ARV tumpang tindih.
Keduanya menunjukkan neuropati sensorik dimulai dari kaki dengan gejalanya adalah rasa
nyeri di telapak kaki di lebih dari 60% (rasa terbakar) dan kesemutan lebih dari 40% pada
kaki dan tangan (stocking dan glove paresthesia). Gejala neuropati yang disebabkan oleh
virus onsetnya lambat, gejala dimulai dari kesemutan dan tebal, nyeri seperti terbakar dan
membaik dengan pengobatan. Neuropati karena ARV terjadi sub akut dan progresif serta
dimulai dengan nyeri yang hebat dan alodinia pemakaian ARV dalam kurun waktu 20
minggu, nyeri akan berkurang bila ARV dihentikan. Gejala tersebut timbul pada ekstremitas
bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya setelah
minggu ke 4) (Keswani dkk, 2002; Sugianto, 2013; Verma dkk, 2004).
Kelemahan adalah hampir tidak pernah ditemukan walaupun ada terjadi pada fase
lanjut. Pemeriksaan neurologis menunjukkan gangguan sensorik pada 85% individu dan
berkurang atau menghilangnya refleks pergelangan kaki hingga 96%. Sementara posisi sendi
tetap relatif normal, ambang batas getaran yang meningkat pada kaki. (Gonzalez-Duarte dkk,
2006).
2.2 Pemeriksaan Penunjang
Gambaran elektrodiagnostik / elektrofisiologi dari DSP mengindikasikan terjadinya
degenerasi aksonal simetris serat sensoris dan motorik bagian distal. Terjadi penurunan atau
menghilangnya potensial aksi dari nervus sensoris suralis. Pada nerve conduction studies
(NCS)
terdapat
polineuropati
aksonal
yang
memanjang
dan
pada
pemeriksaan
electromyografi (EMG) jarum didapatkan denervasi parsial akut maupun kronis dari otot
ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan punch skin biopsies ditemukan terjadinya degenerasi
pada axon yang bermielin maupun tidak bermielin (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006).
Bradely dkk. (1998) menemukan terjadinya degenerasi aksonal, infiltrasi sel T dan makrofag
serta ekspresi sitokin. Walaupun biopsi saraf tidak diharuskan pada neuropati perifer namun
analisa biopsi nervus suralis dikatakan mudah, valid dan secara diagnosis dikatakan berguna.
Hal ini digunakan pada studi kontrol trial AIDS Clinical Trials Group (ACTG) (Cherry dkk,
2003; Lauria, 2007). Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk menilai nyeri neuropatik
seperti: (1) Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) dengan
sensitifitas dan spesifisitas 85% dan 80%, (2) Neuropathic Pain Questionnaire (NPQ) dengan
sensitifitas 66% dan spesifisitas 74%, (3) Douleur Neuropathique en 4 questions (DN4)
dengan sensitifitas 83% dan spesifisitas 90%, (4) painDETECT dengan sensitifitas 85% dan
spesifisitas 80% (Bennett dkk, 2007). Dari keempat alat tersebut hanya LANSS yang sudah
dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan dapat dipercaya dengan kappa
coefficient agreement adalah 0,76 (Widyadharma dkk, 2008).
2.3 Patogenesis nyeri neuropatik
Terdapat dua teori utama nyeri neuropatik. Pertama, teori perifer yaitu menyatakan
bahwa nyeri neuropatik yang terkait dengan DSP berasal dari aktivitas spontan serat saraf C
(nosiseptik) yang normal setelah serat saraf disebelahnya (serat saraf A) mengalami
kerusakan (degenerasi Wallerian) (Baron dkk, 2010). Degenerasi wallerian merupakan
degenerasi aksonal yang dimulai dari ujung distal disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
trauma, toksik dan gangguan mitokondria. Setelah terjadi degenerasi aksonal maka diikuti
peningkatan permeabilitas blood-tissue barrier, terjadi robekan pada selaput myelin dan
makrofag masuk kedalam axon dan akhirnya memfagosit debris pada akson yang mengalami
kerusakan dan 2-3 minggu kemudian akson dapat menghantarkan impuls kembali (Vargas
dan Barres, 2007). Makrofag menyebabkan terjadinya kerusakan akson dengan melepaskan
sitokin pro-inflamasi (TNF-) yang menimbulkan hipersensitivitas dan hiperaktivitas dari
serat saraf aferen (nosiseptik) yang utuh sehingga menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan
(hiperalgesia) serta peningkatan aktivasi dari beberapa protein reseptor seperti The Transient
Receptor Potential V1 (TRPV1) dan The Transient Receptor Potential M8 (TRPM8) yang
berperan dalam rangsang suhu (Kamerman dkk, 2012).
Kedua atau teori sentral yaitu akibat dari kerusakan pada kornu dorsalis menyebabkan
terjadinya sprouting dari serat saraf A ke dalam lamina II kornu dorsalis, dimana daerah ini
menerima serat saraf tidak bermielin (nosiseptik). Terbentuknya formasi sinaptik baru dan
hiperaktivitas stimulus perifer menimbulkan perubahan pada postsinap yang baru seperti
sel saraf, atau secara tidak langsung melalui aktivasi sel-sel Schwann dan makrofag. Gp120
menyebabkan kerusakan saraf tidak langsung melalui sel Schwann. Sel Schwann melalui CX
chemokine co-receptors 4 (CXCR4), menyebabkan up-regulation dari Regulated upon
Activation Normal T-cell Expressed and Secreted (RANTES). RANTES yang dihasilkan oleh
sel Schwann berikatan dengan chemokine co-receptors 5 (CCR5) pada sel saraf dan
menyebabkan up-regulation dari tumor necrosis factor- (TNF-). Up-regulation TNF-
mengakibatkan apoptosis sel saraf pada neuron sensorik. Degenerasi aksonal juga disebabkan
oleh axonal caspase-3-dependent mechanism tapi efek ini tidak jelas apakah disebabkan
secara langsung oleh karena mekanisme yang mendasari degenerasi aksonal atau efek tidak
langsung akibat apoptosis sel saraf (Keswani dkk., 2002; Kamerman dkk, 2012).
(Moore dkk, 2000). Penggunaan stavudine (p=0.00) merupakan faktor independen terjadinya
neuropatik (Oshinaike dkk, 2012). Lefaucheur dkk. (1997) melaporkan bahwa derajat
keparahan DSP dipengaruhi oleh AZT (r: 0.27; P < 0.05). Kombinasi AZT + ddC memiliki
korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropatik (p<0,0001) (Arenas-Pinto dkk, 2008).
Rejimen yang mengandung AZT, kejadian neuropati sensorik adalah kira-kira 7%, 8%
dengan d4T dan kejadian meningkat 20% dengan ddI+d4T serta 26% dengan ddI+
d4T+hydroxyurea (Belachew dkk, 2010). Tenofovir merupakan NRTI yang memiliki efek
samping yang sedikit terutama terhadap kejadian neuropati (Birkus dkk, 2002).
2.5.1 Highly active antiretroviral therapy (HAART)
Terapi kombinasi terhadap HIV dikenal dengan HAART. Prinsip pemilihan HAART
di Indonesia adalah penggunaan obat lini pertama yaitu : Lamivudine (3TC), ditambah salah
satu obat golongan NRTI, bersama dengan golongan NNRTI telah menyebabkan penurunan
angka morbiditas dan mortalitas secara dramatis. (Depkes, 2007)
Terdapat tiga golongan utama dari ARV: (Hoffmann dan Mulcahy, 2007)
1. Fusion and entry inhibitors
2. Penghambat reverse transcriptase enzyme
a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)
3. Penghambat enzim protease (Protease Inhibitors (PI))
Pertumbuhan virus dihambat saat masuk kedalam sel oleh golongan fusion and entery
inhibitors dengan menghambat protein g41. Setelah virus masuk kedalam sel maka
golongan NRTI yang akan menghambatnya. Mekanisme kerjanya melalui kompetisi
dengan nukleosida alami sehingga menghambat enzym reverse transcriptase yang
menyebabkan hambatan pertumbuhan rantai DNA virus dan menghambat polymerase-
sehingga tidak terbentuk mtDNA diikuti dengan kematian sel neuron. Polymerase-
adalah enzim primer yang bertanggungjawab terhadap replikasi mtDNA (Kallianpur dkk,
2010). NRTI adalah analog sintetis dari pyrimidin atau purin, yang memuat basa nitrogen
yang dihubungkan dengan cincin deoxyribose yang menggantikan posisi dari grup 3OH,
dimana diperlukan untuk pertumbuhan rantai DNA (gambar 2.4). NRTI diubah secara
intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus fosfat yaitu NRTI monophosphate (MP),
NRTI diphosphate (DP), NRTI triphosphate (TP) yang dikontrol oleh enzim thymidine
kinase (TK) and nucleoside DP kinase (Macchi dan Mastino, 2002).
Golongan NRTI adalah: Zidovudin (ZDV/AZT), Stavudin (d4T), Lamivudin (3TC), Zalcitabin
(ddC), Didanosine (ddI), Abacavir (ABC), Tenofovir. Golongan NNRTI yaitu Evapirenz (EFV) dan
Nevirapine (NVP) bekerja tidak menghambat polymerase- tetapi mengaktifkan jalur intriksik
apoptosis yang mengaktifkan caspase 3 dan 9 serta sitokrom c yang menyebabkan terjadinya
apoptosis mtDNA HIV. Mekanisme PIs berikatan secara reversible dengan enzim protease yang
mengkatalisis pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya
virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain (gambar 2.5) (Apostolova
dkk, 2011).
Gambar 2.5 Mekanisme kerja ARV pada Virus HIV (Apostolova dkk, 2011)
Ternyata selain dapat menghambat pertumbuhan virus, beberapa ARV juga berakibat
buruk terhadap mitokondria yang sehat (gambar 2.6). Terdapat beberapa efek samping ARV
berdasarkan jenis ARV seperti: hiperlaktasemia (d4T > ddI > AZT), lipotropi (d4T > AZT),
neuropati (ddC > d4T > ddI), pankreatitis (ddI > d4T), miopati /kardiomiopati (AZT)
(Jongwutiwes dkk, 2006). Prevalensi penggunaan HAART gol NRTI group 1 (ddI, d4T, ddC)
lebih tinggi pada insiden DSP (15 orang dengan 73% DSP) dibandingkan group 2 (salah satu
dari NRTI) 30% dan group 3 (tidak menggunakan HAART) 31 % (Skopelitis dkk, 2006).
Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropati (p<0,0001)
(Arenas-Pinto dkk, 2008).
Gambar 2.6. Mekanisme kerja ARV pada Virus HIV dan mitokondria
(Nolan dan Mallan, 2004)
efek kerja dari cellular kinase, konsentrasi deoxynucleoside triphosphates (dNTP) intrasel
dan rasio antara dideoxynucleoside dan deoxynucleoside (Macchi dan Mastino , 2002)
Secara detail golongan NRTI menyebabkan:
1. Inhibisi polymerase- mtDNA yang menyebabkan tidak terbentuk mtDNA.
2. Inhibisi rantai pernapasan sel/ electron transport chain.
3. Inhibisi adenylate kinase
4. Inhibisi ADP/ATP translocator
Semua proses tersebut merusak proses fosforilasi oksidasi yang menyebabkan
disfungsi mitokondrial, meningkatkan radikal bebas/reactive oxygen species (ROS)
dan stress oksidatif yang akhirnya menyebabkan mitochondrial toxicity sehingga
terjadi apoptosis/degenerasi neuron (Lewis dkk, 2006, Hulgan dkk, 2006)
(KCa), klorida, dan kalsium). Pelepasan gen p53 dan gangguan homeostasis ion ca
menyebabkan terbukanya mitochondrial permeability transition pore (MPTP) yang
mengeluarkan sitokrom c dan apoptotic protease activating factor-1 (Apaf-1) kemudian
mengaktifkan proses caspase-9, caspase-3 sehingga terjadi kerusakan mtDNA dan berakhir
dengan kematian sel melalui proses apoptosis. Proses tersebut menyebabkan terjadinya
degenerasi aksonal terutama pada saraf dengan axon yang panjang serta kaliber saraf yang
terkecil (Nasronudin, 2007; Kamerman dkk, 2012). Pada DRG, NRTI menyebabkan aktivasi
sel Schwann dan infiltrasi makrofag. Aktivasi sel Schwann mengaktifkan kemokin reseptor
CXCR4 yang menyebabkan pelepasan kemokin CXCL12 yang menimbulkan rangsangan
hipernosiseptik pada DRG. Selain itu juga pada DRG dilepaskan molekul pronosiseptik
seperti CCR2 dan TNF- yang menambah peningkatan rangsang nosiseptik. Pada sel astrosit
di kornu dorsalis medula spinalis terjadi pelepasan TNF- yang menyebabkan hipernosiseptik
(Keswani dkk, 2002; Kamerman dkk, 2012).
klinik ditemukan bahwa waktu yang diperlukan untuk terjadinya ATN yang dimulai dari
apoptosis sel neuron sampai terjadinya degenerasi akson adalah sekitar 6-12 bulan (Walker
dkk, 2002; Coleman, 2005; Kerschensteiner dkk, 2005). Gejala neuropati timbul pada
ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya
setelah minggu ke 4) setelah terjadinya degenerasi aksonal (Keswani dkk, 2002; Verma dkk,
2004). Terdapatnya perbedaan rentang waktu terjadinya gejala tergantung dari jarak antara
lesi dengan sel neuron dan diameter aksonnya, semakin jauh dan tebal maka semakin lambat
terjadi degenerasi dan timbulnya gejala (Vargas dan Barres, 2007). Menurut beberapa
penilitian rata-rata lama penggunaan ARV sampai terjadinya neuropati adalah sekitar 12
bulan. Schifitto dkk (2002) menjelaskan terjadi peningkatan insiden neuropati-HIV sekitar
25% pada satu tahun dan 52% di dua tahun pada pasien yang mendapatkan terapi
dideoxynucleoside ganda. Pada studi kohort Lichtenstein dkk. (2005) menjelaskan bahwa
obat-obatan tertentu (didanosine, stavudine, nevirapine, dan protease inhibitors tertentu)
terkait dengan kejadian DSP di tahun pertama timbul antara 10% - 36 %. Lebih dari 50 %
setelah dua tahun penggunaan obat-obatan NRTI (Forna, 2007; Smyth, 2007).
Namun penelitian lain menjelaskan bahwa efek neurotoksik menderita neuropati
setelah 6 bulan terapi dengan puncaknya sekitar 3 bulan (Arenas-Pinto dkk, 2008; van
Griensven J dkk, 2008).
merupakan faktor risiko neuropati. Durasi penggunaan ARV > 12 bulan (p= 0.10) tidak
berhubungan dengan kejadian neuropati (Oshinaike dkk, 2012). Nakamoto dkk. (2012)
menjelaskan bahwa riwayat penggunaan ARV terdahulu maupun sekarang tidak signifikan
sebagai faktor risiko neuropati.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
(2)
(3)
Inhibisi electron
transport chain (IV)
(4)
Inhibisi ADP/ATP
translocator (T)
Inhibisi adenylate
kinase (AK)
mtDNA depletion
ROS
Apoptosis
Metabolik efek :
Alkohol
Diabetes Mellitus
Defisiensi Vit B1, B6, B12
Degenerasi
aksonal
mengeluarkan
sitokin
proinflamatorik
dan
prohipernosiseptik
sehingga
menimbulkan nyeri. Neuropati juga dipengaruhi oleh efek metabolik seperti alkohol,
defisiensi Vit B1, B6, B12, dan DM.
3.2 Kerangka Konsep
Riwayat:
Hiperkolesterol
Hipertensi
Diabetes mellitus
Penyakit jantung
Merokok
Neuropati sensorimotor
herediter
Neuropati jebakan
Penderita HIV
Stadium klinis
CD4 nadir
Penggunaan alkohol
Uremia
Gambar Nyeri
3.2. Konsep Penelitian
neuropatik
Keterangan:
= dikendalikan pada tahap analisis data
= dikendalikan pada tahap rancangan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian
sebagai berikut:
1. Gangguan nyeri neuropatik dapat terjadi pada penderita HIV. Perlu diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi gangguan nyeri neuropatik pada penderita HIV. Lama
terapi ARV merupakan salah satu faktor risiko gangguan nyeri neuropatik pada
penderita HIV.
2. Beberapa faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya gangguan nyeri
neuropatik pada penderita HIV, antara lain usia, jenis kelamin, CD4 nadir, dan
stadium
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui
lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV.
ARV 12 bulan
Nyeri Neuropatik (+)
ARV < 12 bulan
HIV (+)
ARV 12 bulan
Nyeri Neuropatik (-)
ARV < 12 bulan
kooperatif
penelitian
dengan
P2
P1
Q1 : 1- P1
Q2 : 1- P2
Proporsi nyeri neuropatik pada penderita HIV dengan penggunaan ARV adalah 0,3
(Arenas-Pinto dkk, 2008). Besar sampel berdasarkan rumus diatas didapatkan n1 = n2 = 33.
Jadi jumlah sampel masing-masing kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol
adalah orang sehingga sampel keseluruhan berjumlah 66 orang.
4.4.5 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random jenis
consecutive yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan
ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel tergantung adalah gangguan nyeri neuropatik.
Variabel bebas adalah penggunaan ARV (bulan).
Variabel pengganggu adalah usia, jenis kelamin, stadium HIV dan CD4 nadir.
HIV (+) adalah penderita dengan gejala klinis infeksi HIV dan hasil pemeriksaan
serologis HIV menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan HIV dilakukan dengan rapid test
dan penderita dinyatakan HIV (+) bila didapatkan hasil reaktif pada pemeriksaan rapid
test tersebut (Depkes, 2009).
2.
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang ditimbulkan atau disebabkan oleh lesi atau gangguan
primer pada sistem somatosensoris (Jensen dkk, 2011; Kelompok Studi Nyeri, 2011).
3.
Angka CD4 adalah jumlah sel CD4 dalam tiap mikroliter serum darah penderita HIV
(Depkes, 2009).
Angka CD4 nadir adalah angka CD4 terendah yang pernah dicapai oleh penderita HIV.
Angka CD4 nadir dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 100 sel/l -200 sel/l dan > 200
sel/l (Nakamoto dkk, 2012). Angka CD4 nadir rendah bila pada pemeriksaan angka
CD4 didapatkan angka CD4 nadir 100 sel/l -200 sel/l dan angka CD4 nadir tinggi bila
pada pemeriksaan angka CD4 didapatkan angka CD4 nadir > 200 sel/l.
4.
Umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir yang tertera pada KTP, dibagi dalam 2
kelompok yaitu < 30 tahun dan 30 tahun.
5.
Stadium klinis HIV ditentukan berdasarkan stadium yang ditetapkan oleh WHO, yaitu
(1) stadium 1, (2) stadium 2, (3) stadium 3, dan (4) stadium 4 dan dibedakan
menggunakan skala nominal (dikotom) yaitu stadium rendah (stadium 1 dan 2) dan
stadium tinggi (stadium 3 dan 4) (van Griensven dkk, 2009)
6. ARV adalah golongan NRTI (AZT dan D4T) (Depkes, 2007) ditentukan berdasarkan
catatan medis.
7.
Lama terapi ARV adalah waktu sejak penderita mulai meminum obat ARV, dibedakan
menggunakan skala nominal yaitu < 12 bulan dan 12 bulan (Forna, 2007).
8.
ARV 12 bulan
Analisis Data
Laporan Hasil
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
ARV 12 bulan
BAB V
HASIL PENELITIAN
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
umur
.082
66
.200*
.138
66
.003
Angka CD 4 Nadir
.129
66
.009
.281
66
.000
Tabel 5.2
Karakteristik Demografi Subyek Penelitian
Karakteristik
Umur (tahun)
< 30 th
30 th
Jenis Kelamin
Laki
Perempuan
Status pernikahan
Menikah
Tidak menikah
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Diploma/PT
Pekerjaan
PNS
Swasta
Wiraswasta
Buruh/Tani
Lain-lain
Cara penularan
IDU
Heteroseksual
Homoseksual
Pasangan heteroseksual
Multiple risk
Stadium HIV WHO
Stadium rendah (I & II)
Stadium tinggi (III & IV)
Lama menderita (tahun)
< 1th
> 1 th
Lama Terapi ARV (bulan)
< 12 bulan
12 bulan
Angka CD4 Nadir (sel/l)
100-200
> 200
Kasus (n=33)
Kontrol (n=33)
9 (27,3%)
24 (72,2%)
11 (33,3%)
22 (66,7%)
16 (48,5%)
17 (51,5%)
16 (48,5%)
17 (51,5%)
25 (75,8%)
8 (24,2%)
29 (87,9%)
4 (12,1%)
9 (27,3%)
3 (9,1%)
19 (57,6%)
2 (6,1%)
5 (15,2%)
5 (15,2%)
20 (60,6%)
3 (9,1%)
1 (3,0%)
10 (30,3%)
13 (39,4%)
4 (12,1%)
5 (15,2%)
2 (6,1%)
13 (39,4%)
7 (21,2%)
2 (6,1%)
9 (27,3%)
1 (3,0%)
15 (45,5%)
1 (3,0%)
16 (48,5%)
-
1 (3,0%)
15 (45,5%)
16 (48,5%)
1 (3,0%)
4 (12,1%)
29 (87,9%)
21 (63,6%)
12 (36,4%)
6 (18,2%)
27 (81,8%)
22 (66,7%)
11 (33,3%)
6 (18,2%)
27 (81,8%)
22 (66,7%)
11 (33,3%)
28 (84,8%)
5 (15,2%)
11 (33,3%)
22 (66,7%)
<0,001
<0,001
12 bulan sebanyak 27 orang (81,8%). Kelompok kontrol therapi < 12 bulan adalah sebanyak
22 orang (66,7%) dan 12 bulan sebanyak 11 orang (33,3%).
Angka CD4 nadir pada kelompok kasus sebagian besar 100-200 sel/l (84,85%) dan
pada kelompok kontrol sebagian besar > 200 sel/l (66,7%).
5.3 Hubungan antara lama terapi ARV dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV
Hubungan antara lama terapi ARV sebagai variabel bebas dengan nyeri neuropatik
sebagai variabel tergantung dinilai dengan menggunakan analisis bivariat. Uji hipotesis yang
digunakan adalah uji Chi-Square. Didapatkan nilai Odds ratio (OR) dengan interval
kepercayaan 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p) < 0,05.
Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.3
Analisis bivariat lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik
12 bulan
< 12 bulan
Kasus
n (%)
27 (81,8%)
6 (18,2%)
Kontrol
n (%)
11 (33,3%)
22 (66,7%)
OR
IK 95%
6,25
(2,13-18,33)
p
0,001*
BAB VI
PEMBAHASAN
telah terjadi infeksi oportunistik yang menandakan imunitas rendah yang dihubungkan
dengan jumlah CD4 yang rendah dan jumlah viral load HIV yang tinggi (Depkes, 2007).
Pada penelitian ini didapatkan angka CD4 nadir pada penderita nyeri neuropatik
sebagian besar CD4 nadir 100-200 sel/l (84,85%). Pada penelitian sebelumnya, angka CD4
nadir < 200 sel/l (50199 cells/mm) merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
kejadian neuropati HIV (p=0,018), tetapi didapatkan pula bahwa angka CD4 nadir < 50 sel/l
sebagai faktor risiko yang signifikan terjadinya nyeri neuropatik pada penderita HIV yang
tidak mendapatkan ARV (p=0.002) (Lichtenstein dkk, 2005). Arenas-Pinto dkk, (2008)
menjelaskan bahwa CD4 0-145 sel/l memiliki risiko 2,3 kali lebih tinggi menderita
neuropati dibandingkan CD4 > 350 sel/l pada penderita yang mendapatkan terapi AZT,
AZT/ddI dan AZT/ddC. Pada penelitian terbaru oleh Nakamoto dkk. (2012) didapatkan
bahwa angka CD4 nadir yang merupakan faktor risiko signifikan terhadap kejadian neuropati
HIV adalah < 100 sel/l (p=0.03). Angka CD4 rendah mewakili jumlah viral load HIV tinggi
yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf pusat
maupun perifer (Devadas dkk, 2005).
6.2 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV
Pada era HAART, DSP merupakan komplikasi neurologi yang sering ditemukan pada
penderita HIV, prevalensi neuropati-HIV kira- kira sekitar 36%-62% (Simpson, 2002; Smyth,
2007; Maritz dkk, 2010). Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah
NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi (Moore dkk., 2000). Ellis dkk. (2010)
melaporkan bahwa ARV gol NRTI merupakan faktor risiko terhadap neuropati dengan OR
2.0 (95% CI 1,3-2,6). Prevalensi penggunaan HAART gol NRTI group 1 (ddI, d4T, ddC)
lebih tinggi pada insiden DSP (15 orang dengan 73% DSP) dibandingkan group 2 (salah satu
dari NRTI) 30% dan group 3 (tidak menggunakan HAART) 31 % (Skopelitis dkk, 2006).
Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropati (p<0,0001)
(Arenas-Pinto dkk, 2008).
Patogenesis neuropati HIV adalah melalui mitochondrial toxicity (Keswani dkk, 2002;
Lewis dkk,, 2003). ARV dalam hal ini golongan NRTI bekerja dengan menghambat
polymerase mitochondrial DNA (mtDNA) sehingga replikasi mtDNA terhambat dan
jumlahnya semakin berkurang yang akhirnya menyebabkan kematian sel neuron (apoptosis)
(Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012).
Pada penelitian ini didapatkan hubungan bermakna antara lama terapi ARV gol NRTI
12 bulan dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p = 0,001) dengan OR 6,25; IK 95%
(2,13-18,33). Artinya bahwa penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI 12
bulan mempunyai risiko terjadinya nyeri neuropatik 6,2 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi < 12 bulan. Hal ini disebabkan karena
toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTI dan memerlukan waktu yang lama sampai
terjadinya kerusakan neuron. Kerusakan sel neuron menyebabkan neuropati bila didapatkan
kerusakan akson lebih dari 50% (Kamerman dkk, 2012).
Perkiraan yang akurat dari timbulnya gejala neuropati perifer yang terkait dengan
penggunaan NRTI masih terbatas. Namun beberapa peneliti memperkirakan waktu yang
diperlukan untuk terjadinya neuropati yang dimulai dari apoptosis sel neuron sampai
terjadinya kerusakan neuron adalah sekitar 6-12 bulan dimana didapatkan penurunan
mitokondria sekitar 80% (Walker dkk, 2002; Coleman, 2005; Kerschensteiner dkk, 2005).
Apoptosis terjadi 1-2 hari setelah timbulnya ROS, sedangkan mitokondria dalam tiap sel
neuron berjumlah ratusan sampai ribuan sehingga untuk dapat menyebabkan kerusakan sel
neuron memerlukan waktu yang cukup lama (Chang dkk, 2011). Degenerasi wallerian
merupakan bentuk dari kerusakan neuron yang disebabkan oleh NRTI diawali oleh
degenerasi akson (Baron dkk, 2010). Kerschensteiner dkk (2005) menemukan bahwa akson
dibagian proksimal dan distal mengalami degenerasi ratusan mikrometer pada 30 menit
pertama setelah lesi, dan diikuti oleh degenerasi akson secara total adalah 36 jam setelah lesi
(Coleman, 2005). Gejala neuropati timbul pada ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi
dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya minggu ke 4) setelah terjadinya degenerasi
aksonal (Keswani dkk, 2002; Verma dkk, 2004).. Terdapatnya perbedaan rentang waktu
terjadinya gejala tergantung dari jarak antara lesi dengan sel neuron dan diameter aksonnya.
Semakin jauh dan tebal maka semakin lambat terjadi degenerasi dan timbulnya gejala
(Vargas dan Barres, 2007).
Walker dkk, (2002) melakukan penelitian terhadap toksisitas mitokondrial dengan
membandingkan dosis dan lama penggunaan masing-masing golongan NRTI dan ditemukan
bahwa golongan d4T dan ddC serta kombinasi d4T + ddC bermakna menurunkan jumlah
mtDNA (p<0,01). D4T menurunkan sebesar 40%, ddC sebesar 60% dan kombinasi d4T +
ddC sebesar 80% dalam waktu 30 hari. Sedangkan untuk golongan AZT dan 3TC serta
kombinasinya tidak bermakna menurunkan kadar mtDNA dalam 30 hari. Dosis yang
digunakan adalah 1/3 dan 1/10 dari steady-state peak plasma levels (Cmax). Schifitto dkk.
(2002) menjelaskan terjadi peningkatan insiden neuropati-HIV sekitar 25% pada satu tahun
dan 52% di dua tahun pada pasien yang mendapatkan terapi dideoxynucleoside ganda.
Lichtenstein dkk, (2005) melakukan penelitian terhadap ARV golongan NRTI (ddI, d4T,
AZT, ABC) dan NNRTI (EFV, NVP) menemukan bahwa risiko terjadinya nyeri neuropatik
pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI 12, rata rata 3 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi < 12 bulan. Pada
penelitian tersebut yang terbukti bermakna sebagai faktor risiko neuropati adalah (1) ddI (OR
1,45; p = 0,004) dengan lama terapi yang bermakna adalah di bawah 12 bulan (OR 2,20; p <
0,001), (2) d4T dosis 40 mg (OR 1,65; p < 0,001) dengan lama terapi yang bermakna adalah
antara 12 13 bulan (OR 2,06; p < 0,001) dan 36 bulan (OR 0,35; p < 0,001), (3) AZT (OR
0,55; p < 0,001) dengan lama terapi yang bermakna adalah antara 12 13 bulan (OR 0,43; p
< 0,001) dan 36 bulan (OR 0,24; p < 0,001), (4) ABC (OR 0,61; p < 0,003) dengan lama
terapi yang bermakna adalah 24 bulan (OR 0,35; (p = 0,003) sedangkan terapi d4T dosis
30mg, 3TC, EFV dan NVP tidak bermakna menyebabkan neuropati. Smyth dkk, (2007)
menyatakan kejadian DSP di tahun pertama timbul antara 10% - 36 % dan lebih dari 50 %
setelah dua tahun terapi obat-obatan NRTI, dimana terapi d4T dalam waktu 30 bulan
bermakna menyebabkan neuropati (p=0,001). Forna dkk. (2007) juga melaporkan bahwa
terjadinya neuropati HIV sekitar 26-36% pada 12 bulan pertama terapi d4T.
Kesimpulan yang berbeda didapatkan pada penelitian Arenas-Pinto dkk, (2008)
bahwa efek neurotoksik neuropati setelah 3 bulan terapi ARV golongan AZT, AZT/ddI,
AZT/ddC. van Griensven dkk, (2009) menjelaskan penggunaan d4T dengan dosis 2 x 40
mg/hari terjadi dalam 6 bulan pertama dengan proporsi 2,6 yang meningkat kira-kira 3 point
setiap 6 bulannya. Hal ini disebabkan karena pada penelitian Arenas-pinto digunakan
kombinasi ARV yaitu AZT/ddI dan AZT/ddC, dimana efek toksik ddI dan ddC sangat kuat
sehingga terjadi kerusakan sel saraf tepi dengan cepat (Apostolova dkk, 2011). Sedangkan
pada penelitian van Griensven, digunakan d4T dosis tinggi yaitu 2x40mg sehingga lebih
cepat terjadinya kerusakan sel saraf.
Oshinaike dkk, (2012) meneliti terapi obat ARV golongan d4T dibagi menjadi dua
kategori < atau > 12 bulan menemukan bahwa durasi terapi ARV > 12 bulan tidak memiliki
hubungan dengan peningkatan risiko neuropati (P = 0,10). Nakamoto dkk, (2012)
menjelaskan bahwa riwayat terapi ARV terdahulu maupun sekarang dan lama terapinya tidak
signifikan sebagai faktor risiko neuropati (P = 0,10). Terjadinya perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan desain penelitian dimana Oshinaike dkk, menggunakan desain
potong lintang dan Nakamoto dkk menggunakan desain cohort. Hal lain yang mungkin
menyebabkan perbedaan adalah alat yang digunakan untuk mengukur neuropati HIV.
Oshinaike dan Nakamoto sama-sama menggunakan alat ukur dari ACTG sedangkan pada
penelitian ini menggunakan LANSS.
Kelemahan pada penelitian ini adalah sulit membedakan secara pasti apakah nyeri
neuropatik disebabkan oleh ARV atau jumlah CD4 nadir yang rendah atau faktor lainnya
seperti defisiensi vit B12. Untuk meminimalkan pengaruh CD4 nadir sebagai faktor risiko
nyeri neuropatik maka pada penelitian ini subyek yang diteliti adalah memiliki jumlah CD4
nadir > 100 sel/l. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Nakamoto dkk (2012) bahwa CD4
nadir < 100 sel/l [Hazard Ratio (HR)=0.79; p=0.03] merupakan faktor risiko yang
signifikan terhadap kejadian neuropati HIV. Sedangkan untuk faktor lainnya seperti
defisiensi vitamin B 6 dan B12 sulit untuk dibedakan karena tidak dilakukan pemeriksaan
kadar vitamin B 6 dan B12.
Kelemahan yang lainnya adalah dalam penilaian neuropati seharusnya digunakan
pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan punch skin biopsy (Keswani
dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Namun pemeriksaan tersebut bersifat invasif sehingga pada
penelitian ini digunakan alat untuk menilai nyeri neuropatik yang lebih mudah, aman dan
sudah dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan dapat dipercaya dengan kappa
coefficient agreement adalah 0,76 (Widyadharma dkk, 2008) yaitu LANSS.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Acharjee, S., Noorbakhsh, F., Stemkowski, P.L., Olechowski, C., Cohen, E.A.,
Ballanyi, K., Kerr, B., Pardo, C., Smith, P.A., Power, C. 2010. HIV-1 Viral Protein R Causes
Peripheral Nervous System Injury Associated with In Vivo Neuropathic Pain. Faseb J;
24:43434353.
Arenas-Pinto, A., Bhaskaran, K., Dunn, D., Weller, I.V.D. 2008 The Risk of
Developing Peripheral Neuropathy Induced by Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
Decreases Over Time: Evidence from The Delta Trial. Antiviral Therapy ; 13:289295.
Apostolova, N., Blas-Garc, A., Esplugues, J.V. 2011. Mitochondrial Interference by
Anti-HIV Drugs: Mechanisms Beyond Pol- Inhibition. Trends in Pharmacological Sciences
; 32 : 715-725.
Baron, R., Binder, A., Wasner, G. 2010 Neuropathic pain:
pathophysiological mechanisms, and treatment. Lancet Neurol; 9: 80719
diagnosis,
Bennett, M.I. 2001. The LANSS Pain Scale: the Leeds assessment of neuropathic
symptoms and signs. Pain ;92:147-57
Bennett, M.I. Attal, N., backonja, M.M., Baron, R., Bouhassira, D., Freynhagen, R.,
Scholz, J., Tolle, T.R., Wittchen, H., Jensen, T.S. 2007. Using screening tools of identify
neuropathic pain. Pain ;92:147-57
Belachew, A., Jacob, S., Zenebe, G. 2010. Distal Symmetric Polyneuropathy and
Toxic Neuropathy in HIV Patients. Annals of Tropical Medicine and Public Health vol 3.
Birkus G, Hitchcock MJ, Cihlar T.. 2002. Assessment of mitochondrial toxicity in
human cells treated with tenofovir: comparison with other nucleoside reverse transcriptase
inhibitors. Antimicrob Agents Chemother, 46, 716-23.
Bradley, W.G., Shapshak, P., Delgado, S., Nagano, I., Stewart, R., Rocha, B. 1998.
Morphometric Analysis of The Peripheral Neuropathy of AIDS. Muscle Nerve; 21:1188
1195.
Chang KT, Nieschier RF, Min KT. 2011. Mitochondrial matrix Ca2+ as an intrinsic
signal regulating mitochondrial motility in axons. Proc Natl Acad Sci U S A,108, 15456-61
Cherry, C.L., McArthur, J.C., Hoy, J.F., Wesselingh, S.L. 2003. Nucleoside
Analogues and neuropathy in the era of HAART. J. Clin. Virol ; 26:195207.
Cherry, C.L., Skolasky, R.L., Lal, L., Creighton, J., Hauer, P., Raman, S.P., Moore,
R., Carter, K., Thomas, D., Ebenezer, G.J., Wesselingh, S.L., McArthur, J.C. 2006.
Antiretroviral Use and Other Risk for HIV-associated Neuropathies in an International
Cohort. Neurology ; 66 : 867873.
Cherry, C.L., Affandi, J.S., Imran, D., Yunihastuti, E., Smyth, K., Vanar, S.,
Kamarulzaman, A., Price, P. 2009. Age and Height Predict Neuropathy Risk in Patie.nts with
HIV Prescribed Stavudine. Neurology; 73:315320.
Childs EA, Lyles RH, Selnes OA, Chen B, Miller EN, Cohen BA, Becker JT, Mellors
J, McArthur JC. 1999. Plasma viral load and CD4 lymphocytes predict HIV-associated
dementia and sensory neuropathy. Neurology ;52:607-13.
Coleman, M., 2005. Axon degeneration mechanisms: commonality amid diversity.
Nat. Rev. Neurosci. 6, 889898.
Conti, L., Fantuzzi, L., Del Corno, M., Belardelli, F., Gessani, S. 2004.
Immunomodulatory Effects of the HIV-1 gp120 Protein on Antigen Presenting Cells:
Implications for IDS Pathogenesis. Immunobiology; 209:99115.
Dalakas, M.C. 2001. Peripheral Neuropathy and Antiretroviral Drugs. J Peripher
Nerv Syst; 6:1420.
Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Dalam: Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. Edisi kedua.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang
Dewasa dan Remaja : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua. Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Saat Memulai Terapi ARV pada Odha Dewasa dan
Remaja. Dalam : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua. Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Devadas, K., Lal, R.B., 2005. Immunology of HIV-1. In: Gendelham, H.E, Grant, I.,
Everall, I.P., Lipton, S., Swindels, S. (eds). The Neurology of AIDS, 2 nd ed, Oxford
University Press, New York. Pp 29-47
Ellis, R.J., Rosario, D., Clifford, D.B., McArthur, J.C., Simpson, D., Alexander, T.,
Gelman, B.B., Vaida, F., Collier, A., Marra, C.M., Ances, B., Atkinson, J.H., Dworkin, R.H.,
Morgello, S., Grant, I. 2010. Continued High Prevalence and Adverse Clinical Impact of
Human Immunodeficiency Virus-associated Sensory Neuropathy in The Era of Combination
Antiretroviral Therapy: the CHARTER Study. Arch Neurol ; 67:552558.
Evans, S.R, Ellisb, R.J, Chena, H, Yeha, T, Leea, A.J, Schifittoc, G, Wua, K,
Boscha, R.J, McArthurd, J.C, Simpsone D.M, Clifford, D.B. 2011. Peripheral neuropathy in
HIV: prevalence and risk factors. AIDS 25:919928
Ferrari, S., Vento, S., Monaco, S., Cavallaro, T., Cainelli, F., Rizzuto, N., Temesgen,
Z. 2006. Human Immunodeficiency Virus Associated Peripheral Neuropathies. Mayo Clin
Proc; 81:213219.
Forna, F., Liechty, C.A., Solberg, P., Asiimwe, F., Were, W., Mermin, J.,
Behumbiize, P., Tong, T., Brooks, J.T., Weidle, P.J. 2007. Clinical Toxicity of Highly Active
Antiretroviral Therapy in a Home-based AIDS Care Program in Rural Uganda. J. Acquir.
Immune Defic. Syndr ; 44 : 456462.
Nakamoto, B.K., McMurtray, A., Davis, J., Valcour, V., Watters, M.R., Shiramizu,
B., Chow, D.C., Kallianpur, K., Shikuma, C.M. 2010. Incident Neuropathy in HIV-Infected
Patients on HAART. AIDS Research and Human Retrovirus ; Vol 26, Number 7.
Nasronuddin, 2007. Apoptosis dan Nekrosis. Dalam: Barakbah, J., Soewandojo, E.,
Suharto, Hadi, U., Astuti, W.D., editor. HIV dan AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis
dan Sosial, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 53-57.
Nolan D dan Mallal S. 2004. Complications associated with NRTI therapy:update on
clinical features and possible pathogenic mechanisms. Antiviral Therapy 9:849863
Norton, G, Sweeney, J, Marriott, D, Law, M, Brew, B. Association between HIV
distal symmetric polyneuropathy and Mycobacterium avium complex infection. J Neurol
Neurosurg Psychiatry 1996; 61: 606609
Oshinaike, O., Akinbami, A., Ojo, O., Ogbera, A., Okubadejo, N., Ojini, F., Danesi,
M. 2012. Influence of Age and Neurotoxic HAART Use on Frequency of HIV Sensory
Neuropathy AIDS Research and Treatment.
Palmisano, L and Vella, S. 2011. A brief history of antiretroviral therapy of HIV
infection: success and challenges. Ann Ist Super Sanit Vol. 47, No. 1: 44-48
Pettersen, J.A, Jones, G, Worthington, C, Krentz, H.B, Keppler, O.T, Hoke, A. 2006.
Sensory Neuropathy in human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency
syndrome patients: protease inhibitor-mediated neurotoxicity. Ann Neurol 59:816824.
Reeve, A.K., Krishnan, K.J., Turnbull, D.M. 2008. Age Related Mitochondrial
Degenerative Disorders in Humans. Biotechnol. J ; 3:750756.
Sacktor, N. 2002. The Epidemiology of Human Immunodeficiency Virus-associated
Neurological Disease in The Era of highly Active Antiretroviral Therapy. J. Neurovirol ;
8:115121.
Schifitto, G., McDermott, M.P., McArthur, J.C., Marder, K., Sacktor, N., Epstein, L.,
Kieburtz, K. 2002. Incidence of and Risk Factors for HIV-associated Distal Sensory
Polyneuropathy. Neurology ; 58 : 17641768.
Skopelitis, E., Aroni, K., Kontos, A.N., Konstantinou, K., Kokotis, P., Karandreas, N.,
Kordossis, T. 2006. Distal Sensory Polyneuropathy in HIV-Positive in The HAART Era: an
Entity Underestimated by Clinical Examination. Int J STD AIDS ; 17:467-472.
Simpson, D.M. 2002. Selected Peripheral Neuropathies Associated with Human
Immunodeficiency Virus Infection and Antiretroviral Therapy. Journal of NeuroVirology; 8
(suppl. 2): 3341.
Simpson, D.M, Haidich, A.B, Schifitto, G, Yiannoutsos, C.T, Geraci, A.P, McArthur,
J.C, Katzenstein, D.A. 2002. Severity of HIV- associated neuropathy is associated with
plasma HIV-1 RNA levels. AIDS 16: 407412.
Smyth, K., Affandi, J.S., McArthur, J.C., Bowtell-Harris, C., Mijch, A.M., Watson,
K., Costello, K., Woolley, I.J., Price, P., Wesselingh, S.L., Cherry, C.L. 2007. Prevalence of
and Risk Factors for HIV-associated Neuropathy in Melbourne, Australia 19932006. HIV
Med ; 8:367373.
Sugianto, P. 2013. Penyakit Neuropati Akibat Infeksi Virus HIV. Surhajanti, I.,
Basuki, , M., Islamiyah, W.R. editors. Clinical Practice in Neurology. FK Airlangga
Vargas ME dan Barres BA, 2007. Why Is Wallerian Degeneration in the CNS So
Slow? Annu. Rev. Neurosci 30:15379
Walker UA, Setzer B, Venhoff N. 2002. Increased long-term mitochondrial toxicity in
combinations of nucleoside analoguereverse-transcriptase inhibitors. J Acquir Immune Defic
Syndr 16:2165-2173
Widyadharma, E., Yudiyanta., 2008. Uji Reliabilitas Leeds Assessment of
Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) Scale pada Penderita Diabetes Melitus tipe II.
CPD Neurodiabetes. Yogyakarta.
WHO, UNAIDS, Unicef. 2010. Towards Universal Access: Scaling up Priority
HIV/AIDS Interventions in The Health Sector: Progress Report 2010. WHO, Geneva, p 145.
van Griensven, J., Zachariaha, R., Rasschaerta, F., Mugabob, J., Atta, E.F., Reida, T.
2009. Stavudine- and Nevirapine-Related Drug Toxicity While on Generic Fixed-Dose
Antiretroviral Treatment: Incidence, Timing and Risk Factors in A Three-year Cohort in
Kigali, Rwanda. Trans R Soc Trop Med Hyg . IN PRESS.
Verma S, Estanilao L, Mintz L, Simpson D. 2004. Controlling neuropathic pain in
HIV. Curr HIV/AIDS Rep, 1, 136-41.
Lampiran 1
PENJELASAN DAN FORM PERSETUJUAN PENELITIAN
Judul :
Terapi ARV 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita
HIV/AIDS.
Peneliti Utama :
dr. IGN Putra Martin Widanta
Latar Belakang Penelitian
Neuropati perifer merupakan bentuk komplikasi neurologis tersering dari infeksi
HIV-1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lama penggunaan ARV sebagai
faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV/AIDS dan apabila ditemukan adanya
kelainan dapat dilakukan upaya-upaya preventif untuk mencegah perburukan status
imunologis
penderita
HIV
dan
dapat
meningkatkan
kewaspadaan
anggota
tim
Nama
Jenis Kelamin
: Laki-laki/Perempuan
Tanggal Lahir
Umur
Alamat
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi sampel penelitian yang akan dilaksanakan oleh
peneliti dari Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Sanglah/FK-UNUD dari awal hingga
akhir penelitian dan akan dijalankan dengan sebaik-baiknya, tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
Subjek Penelitian
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
NO ID:
Pewawancara :
Tanggal :
Waktu
No
VARIABEL/KODE
1
2
3
4
5
Nomor penelitian
Nama
Alamat
Nomor CM
Pendidikan terakhir:
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Akademi/Diploma/Perguruan Tinggi
Umur .........................
<40th
40th
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Status perkawinan
Kawin
Tidak kawin
Pekerjaan
Pegawai Negeri
Swasta
Wiraswasta
Buruh/Tani
Lain-lain
Cara Penularan IDU
Heteroseksual
Homoseksual
Biseksual
Tatto
Transfusi
Pasangan heteroseksual
Pasangan IDU
Multiple risk
Stadium
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
Lama Menderita HIV 1 tahun
> 1tahun
7
8
9
11
12
13
14
15
Kode
Var.
JAWABAN
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(1)
(2)
AZT/3TC/EFV
D4t/3TC/EFV
TDF/3TC/NVP
Lain-lain .........
Pemeriksaan Laboratorium
15 Angka CD4.....................
Pemeriksaan Neurologi
16 LANSS
17 Nyeri Neuropati
(1)
(2)
(3)
(4)
100-200 sel/mm3
> 200 sel/mm3
<12
12
(1)
(2)
(1)
(2)
Lampiran 3
Skala Nyeri LANSS (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs)
Nama:_______________________________________Tanggal_______________
Skala nyeri ini dapat membantu untuk menentukan saraf yang membawa rangsang nyeri anda
bekerja normal atau tidak. Hal ini penting untuk menentukan apakah terapi yang berbeda
diperlukan untuk mengatasi nyeri anda
A. KUESIONER NYERI
1.
Nyatakan gambaran nyeri seperti apa yang paling cocok untuk nyeri anda
Apakah nyeri yang anda rasakan seperti suatu perasaan aneh, perasaan tidak
menyenangkan pada kulit? Perkataan seperti tertusuk jarum atau pin, kesemutan
(kebas) mungkin menggambarkan perasaan ini.
a. Tidak Nyeri yang saya rasakan tidak seperti itu........................(0)
b. Ya Saya agak sering merasakan sensasi seperti itu....................(5)
2.
Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah nyeri terlihat berbeda dari
normal? Perkataan seperti kulit terlihat merah, atau merah jambu mungkin
menggambarkan keadaannya.
a. Tidak
Nyeri
saya
tidak
menyebabkan
perubahan
warna
di
kulit...(0)
b. Ya Saya menemukan bahwa nyeri saya menyebabkan kulit saya berbeda dari
normal.......................................................... (5)
3.
Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah yang terkena secara abnormal
sensitif terhadap rabaan? Merasakan sensasi tidak nyaman saat kulit diraba secara
halus, atau merasakan nyeri saat memakai pakaian ketat mungkin dapat
menggambarkan sensitifitas yang abnormal.
a. Tidak Nyeri saya tidak menyebabkan kulit di daerah tersebut sensitif
abnormal.. (0)
b. Ya
Kulit
di
daerah
itu
tampaknya
sensitif
abnormal
disentuh........(3)
saat
4.
Apakah nyeri anda datang secara tiba-tiba/mendadak dan memuncak tanpa alasan
yang jelas saat anda sedang diam? Perkataan seperti tersengat listrik
menggambarkan sensasi ini.
a. Tidak Nyeri saya tidak terasa seperti ini...................................(0)
b. Ya - Saya sering merasakan sensasi seperti ini...........................(2)
5.
Apakah nyeri anda terasa seperti seolah-olah suhu kulit di daerah nyeri berubah
abnormal? Perkataan seperti rasa panas dan terbakar menggambarkan sensasi ini.
a. Tidak Saya tidak merasakan sensasi ini.................................... (0)
b. Ya Saya sering merasakan sensasi ini........................................(1)
B. PEMERIKSAAN SENSORIK
Sensitivitas kulit dapat diperiksa dengan membandingkan area nyeri dengan daerah
kontralateralnya atau daerah di dekatnya yang tidak terasa nyeri untuk adanya alodinia dan
perubahan ambang rangsang tusukan.
1.
ALODINIA
Periksa respon terhadap sentuhan halus dengan menggunakan kapas sepanjang
area tidak nyeri lalu di area nyeri. Jika pada area tidak nyeri terasa sensasi normal,
tetapi nyeri atau perasaan tidak nyaman di area nyeri, maka alodinia ada.
a. Tidak sensasi pada kedua area normal...................................(0)
b. Ya alodinia hanya pada daerah nyeri........................................(5)
2.
Jika tidak terasa sensasi tajam pada kedua area, ulangi pemeriksaan dengan
menambah tambah jarum sedikit tekanan pada jarum.
a. Tidak Sensasi di kedua area sama........................................(0)
b. Ya
terjadi
perubahan
ambang
rangsang
tusukan
di
area
nyeri...............................................................................(3)
Skor Total:
Jumlahkan keseluruhan skor pada kuesioner nyeri dan pemeriksaan sensorik untuk
mendapatkan total skor
Skor Total (maksimum 24)
Jika skor <12, mekanisme neuropatik tampaknya tidak berperan pada nyeri yang dirasakan
pasien
Jika skor 12, mekanisme neuropatik tampaknya berperan pada nyeri
pasien.
yang dirasakan
Lampiran 4
Surat Keliakan Etik
Lampiran 5
Surat Ijin RSUP Sanglah
Lampiran 6
Data Subyek penelitian
No
nama
JK
umur
suku
pendidikan
pekerjaan
Status
cara penularan
dx HIV
NS
28
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
2010
NPS
21
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Sep-12
IWPA
33
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
2009
EDH
34
Jawa
SD
Swasta
kawin
pasangan hetero
Nov-11
IKAA
26
Bali
SMA
Swasta
Tdk kawin
IDU
2009
AAND
50
Bali
SMP
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Juli 2011
AARA
50
Bali
SD
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
okt 2011
IGPA
30
Bali
SD
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Mei 2012
IGPS
49
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Nov-11
10
IBB
26
Jawa
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Mar-12
11
NKR
34
Bali
SMP
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mei 2011
12
NME
44
Bali
SMA
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
th2009
13
SNA
42
Bali
SMA
Buruh
Tdk kawin
Heteroseksual
2009
14
NA
33
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
2011
15
IBKDM
28
Bali
PT
PNS
kawin
Heteroseksual
Juni 2012
16
IWS
45
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
2009
17
JKD
36
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
agst 2011
18
AAR
50
Bali
SD
Buruh
kawin
pasangan hetero
2009
19
DR
31
Jawa
SMA
Swasta
Tdk kawin
Homoseksual
mar 2012
20
NKS
37
Bali
SD
Buruh
kawin
pasangan hetero
2011
21
MS
39
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
2009
22
IKS
42
Bali
SD
Lain-lain
kawin
Heteroseksual
Mei 2012
23
KS
36
Bali
SMA
Buruh
Tdk kawin
Heteroseksual
2010
24
IKAS
27
Bali
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Juni 2012
25
NWAM
35
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Okt 2013
26
INW
48
Bali
SMP
Swasta
kawin
Heteroseksual
okt 2013
27
JKP
35
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Des-2012
28
IGS
22
Bali
SMA
Swasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Juli 2013
29
NLPA
35
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Feb-13
30
TF
27
Jawa
Diploma
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Feb-13
31
NKM
50
Bali
SD
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Juni 2013
32
PA
34
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Agst 2013
33
KEN
33
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Agst 2013
34
AR
30
Bali
Diploma
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Okt 2012
35
IMAB
40
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Apr-12
36
NPT
23
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mei 2012
37
INB
26
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Sep-12
38
WS
37
Bali
SMP
Buruh
kawin
IDU
des 2012
39
LPS
28
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Juni 2012
40
IAIA
40
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
okt 2012
41
YU
34
Jawa
Diploma
Swasta
kawin
pasangan hetero
Nov-12
42
IBGU
50
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Nov-12
43
IWS
43
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
des 2011
44
NPT
23
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mei 2012
45
IKS
36
Bali
SMP
Lain-lain
kawin
Heteroseksual
Nov-12
46
NWDP
28
Bali
SMP
Swasta
kawin
pasangan hetero
Jun-13
47
Sf
34
Jawa
SD
Lain-lain
kawin
Heteroseksual
Agst 2013
48
Ev
30
Jawa
SMP
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Juli 2013
49
FR
25
Jawa
SMA
Swasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Sep-13
50
AMK
50
Bali
PT
PNS
kawin
Heteroseksual
Jan-13
51
NKYP
42
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Juli 2013
52
MJ
35
Jawa
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
okt 2013
53
PY
42
Jawa
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Juni 2013
54
MDU
27
Jawa
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Agst 2013
55
IWB
32
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Juni 2013
56
KD
37
Bali
SMP
Swasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Okt 2013
57
AS
40
Bali
SMA
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Juli 2013
58
IWEM
40
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
juli 2013
59
NKH
18
Bali
SMP
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mar 2013
60
IS
35
Jawa
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Mei 2013
61
PR
48
Bali
SD
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Sep-13
62
APMR
22
Bali
SMA
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Sep-13
63
WW
40
Bali
SMP
Swasta
kawin
pasangan hetero
Jan-13
64
IT
25
Jawa
SMA
Swasta
kawin
multiple risk
Sep-13
65
AR
30
Jawa
SD
Buruh
kawin
Heteroseksual
Juli 2013
66
NMLW
26
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Apr-13
No
nama
lama
Stadium
ARV
ARV
Lama
CD4 nadir
LANSS
neuropati
n. perifer
NS
>1 th
ya
AZT/3TC/NVP
36
114
14
ya
Tdk
NPS
>1 th
ya
AZT/3TC/EFV
15
167
13
ya
Tdk
IWPA
> 1 th
ya
AZT/3TC/NVP
48
128
13
ya
Tdk
EDH
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
25
240
13
ya
Tdk
IKAA
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
36
112
12
ya
Tdk
AAND
>1th
ya
AZT/3TC/NVP
30
112
13
ya
Tdk
AARA
>1th
ya
AZT/3TC/NVP
26
176
18
ya
Tdk
IGPA
<1th
ya
AZT/3TC/NVP
19
115
14
ya
Tdk
IGPS
<1th
ya
AZT/3TC/NVP
24
108
13
ya
Tdk
10
IBB
<1th
ya
AZT/3TC/NVP
21
209
12
ya
Tdk
11
NKR
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
30
121
12
ya
Tdk
12
NME
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
48
144
13
ya
Tdk
13
SNA
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
48
110
13
ya
Tdk
14
NA
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
24
173
14
ya
Tdk
15
IBKDM
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
18
119
13
ya
tdk
16
IWS
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
48
113
18
ya
tdk
17
JKD
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
30
191
13
ya
tdk
18
AAR
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
48
160
13
ya
tdk
19
DR
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
21
206
13
ya
tdk
20
NKS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
24
164
13
ya
tdk
21
MS
>1th
ya
D4t/3TC/EFV
48
202
14
ya
tdk
22
IKS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
19
132
14
ya
tdk
23
KS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
36
114
13
ya
tdk
24
IKAS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
18
143
14
ya
tdk
25
NWAM
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
135
13
ya
tdk
26
INW
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
146
13
ya
tdk
27
JKP
>1th
ya
AZT/3TC/NVP
12
169
18
ya
tdk
28
IGS
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
138
14
ya
tdk
29
NLPA
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
10
391
13
ya
tdk
30
TF
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
10
199
14
ya
tdk
31
NKM
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
116
14
ya
tdk
32
PA
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
107
13
ya
tdk
33
KEN
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
121
14
ya
tdk
34
AR
>1th
ya
AZT/3TC/NVP
14
202
tdk
tdk
35
IMAB
<1 th
ya
AZT/3TC/NVP
20
271
tdk
tdk
36
NPT
<1th
ya
AZT/3TC/NVP
19
267
tdk
tdk
37
INB
<1th
ya
AZT/3TC/NVP
15
248
tdk
tdk
38
WS
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
12
163
tdk
tdk
39
LPS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
18
350
tdk
tdk
40
IAIA
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
14
287
tdk
tdk
41
YU
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
13
151
tdk
tdk
42
IBGU
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
13
212
tdk
ya
43
IWS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
24
256
tdk
ya
44
NPT
>1th
ya
AZT/3TC/NVP
19
267
tdk
tdk
45
IKS
>1th
ya
AZT/3TC/EFV
13
117
tdk
tdk
46
NWDP
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
266
tdk
tdk
47
SF
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
150
tdk
tdk
48
EV
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
146
tdk
ya
49
FR
< 1th
ya
AZT/3TC/EFV
199
tdk
tdk
50
AMK
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
11
236
tdk
ya
51
NKYP
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
339
tdk
tdk
52
MJ
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
275
tdk
tdk
53
PY
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
179
tdk
tdk
54
MDU
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
225
tdk
tdk
55
IWB
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
175
tdk
tdk
56
KD
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
142
tdk
tdk
57
AS
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
130
tdk
tdk
58
IWEM
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
294
tdk
ya
59
NKH
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
293
tdk
tdk
60
IS
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
273
tdk
tdk
61
PR
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
167
tdk
tdk
62
APMR
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
417
tdk
tdk
63
WW
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
11
291
tdk
tdk
64
IT
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
274
tdk
tdk
65
AR
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
233
tdk
tdk
66
NMLW
<1th
ya
AZT/3TC/EFV
251
tdk
tdk
Lampiran 7
Hasil Analisa SPSS 16
7.1 Statistik data kasus dan kontrol
Statistik Kasus
Jenis kelamin
subyek
umur
N
Valid
Status
pendidikan
Jenis pekerjaan
subyek
33
33
33
33
Mean
36.06
1.52
3.42
3.06
Median
35.00
2.00
4.00
3.00
Std. Deviation
8.547
.508
.969
1.088
Minimum
21
Maximum
50
Missing
Statistik Kasus
Cara penularan Lama menderita
HIV
HIV
N
Valid
Stadium HIV
WHO
Status
Pernikahan
33
33
33
33
Mean
4.42
1.18
1.30
1.12
Median
3.00
1.00
1.00
1.00
2.550
.392
.847
.331
Minimum
Maximum
Missing
Std. Deviation
Statistik kasus
Lama Terapi ARV
N
Valid
Angka CD 4
Nadir
Skala nyeri
LANSS
33
33
33
Mean
24.15
154.39
13.67
Median
24.00
138.00
13.00
14.921
55.751
1.514
Minimum
107
12
Maximum
48
391
18
Missing
Std. Deviation
Statistik Kontrol
Jenis kelamin
subyek
umur
N
Valid
Missing
33
Status
pendidikan
33
Jenis pekerjaan
subyek
33
33
Mean
33.82
1.52
3.64
3.09
Median
34.00
2.00
4.00
3.00
Std. Deviation
8.338
.508
.859
1.355
Minimum
18
Maximum
50
Statistik Kontrol
Cara penularan Lama menderita
HIV
HIV
N
Valid
Stadium HIV
WHO
Status nikah
33
33
33
33
Mean
4.61
1.67
2.76
1.12
Median
7.00
2.00
3.00
1.00
Missing
Std. Deviation
2.657
.479
1.393
.331
Minimum
Maximum
Statistik Kontrol
Lama Terapi ARV
N
Valid
Angka CD 4
Nadir
Skala nyeri
LANSS
33
33
33
Mean
9.36
234.73
.70
Median
7.00
248.00
.00
Missing
Std. Deviation
6.035
69.585
1.704
Minimum
117
Maximum
24
417
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
21
3.0
3.0
3.0
22
3.0
3.0
6.1
26
6.1
6.1
12.1
27
6.1
6.1
18.2
28
6.1
6.1
24.2
30
3.0
3.0
27.3
31
3.0
3.0
30.3
33
9.1
9.1
39.4
34
9.1
9.1
48.5
35
9.1
9.1
57.6
36
6.1
6.1
63.6
37
3.0
3.0
66.7
39
3.0
3.0
69.7
42
6.1
6.1
75.8
44
3.0
3.0
78.8
45
3.0
3.0
81.8
48
3.0
3.0
84.8
49
3.0
3.0
87.9
50
12.1
12.1
100.0
33
100.0
100.0
Frequency
Percent
Valid Percent
Total
Umur kelompok kasus
Valid
Cumulative
Percent
<30th
27.3
27.3
27.3
=>30th
24
72.7
72.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
18
3.0
3.0
3.0
22
3.0
3.0
6.1
23
6.1
6.1
12.1
25
6.1
6.1
18.2
26
6.1
6.1
24.2
27
3.0
3.0
27.3
28
6.1
6.1
33.3
30
9.1
9.1
42.4
32
3.0
3.0
45.5
34
6.1
6.1
51.5
35
6.1
6.1
57.6
36
3.0
3.0
60.6
37
6.1
6.1
66.7
40
15.2
15.2
81.8
42
6.1
6.1
87.9
43
3.0
3.0
90.9
48
3.0
3.0
93.9
50
6.1
6.1
100.0
33
100.0
100.0
Frequency
Percent
Valid Percent
Total
Valid
Cumulative
Percent
<30th
11
33.3
33.3
33.3
=>30th
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Laki-laki
16
48.5
48.5
48.5
Perempuan
17
51.5
51.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Laki-laki
16
48.5
48.5
48.5
Perempuan
17
51.5
51.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
nikah
tidak menikah
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
25
75.8
75.8
75.8
24.2
24.2
100.0
Kasus
Frequency
Valid
nikah
Cumulative
Percent
Valid Percent
25
75.8
75.8
75.8
24.2
24.2
100.0
33
100.0
100.0
tidak menikah
Total
Percent
Kontrol
Frequency
Valid
nikah
tidak menikah
Total
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
29
87.9
87.9
87.9
12.1
12.1
100.0
33
100.0
100.0
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
SD
27.3
27.3
27.3
SMP
9.1
9.1
36.4
SMA
19
57.6
57.6
93.9
6.1
6.1
100.0
33
100.0
100.0
Akademi/Diploma/PT
Total
Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
SD
15.2
15.2
15.2
SMP
15.2
15.2
30.3
SMA
20
60.6
60.6
90.9
9.1
9.1
100.0
33
100.0
100.0
Akademi/Diploma/PT
Total
7.6 Jenis Pekerjaan
Kasus
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Pegawai Negeri
3.0
3.0
3.0
Pegawai Swasta
10
30.3
30.3
33.3
Wiraswasta
13
39.4
39.4
72.7
Buruh/Tani
12.1
12.1
84.8
Lain-lain
15.2
15.2
100.0
33
100.0
100.0
Total
Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Pegawai Negeri
6.1
6.1
6.1
Pegawai Swasta
13
39.4
39.4
45.5
Wiraswasta
21.2
21.2
66.7
Buruh/Tani
6.1
6.1
72.7
Lain-lain
27.3
27.3
100.0
33
100.0
100.0
Total
7.7 Cara Penularan
Kasus
Frequency
Valid
IDU
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
3.0
3.0
3.0
Heteroseksual
15
45.5
45.5
48.5
Homoseksual
3.0
3.0
51.5
Pasangan heteroseksual
16
48.5
48.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
IDU
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
3.0
3.0
3.0
Heteroseksual
15
45.5
45.5
48.5
Pasangan heteroseksual
16
48.5
48.5
97.0
3.0
3.0
100.0
33
100.0
100.0
Valid Percent
Cumulative
Percent
Multiple risk
Total
Percent
Stadium 4
29
87.9
87.9
87.9
Stadium 2
6.1
6.1
93.9
Stadium 1
6.1
6.1
100.0
33
100.0
100.0
Total
Kasus
Frequency
Valid
stadium tinggi
stadium rendah
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
29
87.9
87.9
87.9
12.1
12.1
100.0
33
100.0
100.0
Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Stadium 4
12
36.4
36.4
36.4
Stadium 2
15.2
15.2
51.5
Stadium 1
16
48.5
48.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
stadium tinggi
12
36.4
36.4
36.4
stadium rendah
21
63.6
63.6
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
> 1 tahun
27
81.8
81.8
81.8
< 1 tahun
18.2
18.2
100.0
33
100.0
100.0
Total
Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
> 1 tahun
11
33.3
33.3
33.3
< 1 tahun
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6.1
6.1
6.1
6.1
6.1
12.1
3.0
3.0
15.2
3.0
3.0
18.2
10
6.1
6.1
24.2
12
3.0
3.0
27.3
15
3.0
3.0
30.3
18
6.1
6.1
36.4
19
6.1
6.1
42.4
21
6.1
6.1
48.5
24
9.1
9.1
57.6
25
3.0
3.0
60.6
26
3.0
3.0
63.6
30
9.1
9.1
72.7
36
9.1
9.1
81.8
48
18.2
18.2
100.0
33
100.0
100.0
Total
Kasus
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
=>12 bulan
27
81.8
81.8
81.8
< 12 bulan
18.2
18.2
100.0
33
100.0
100.0
Total
Lama Terapi HIV Kontrol
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
6.1
6.1
6.1
12.1
12.1
18.2
6.1
6.1
24.2
12.1
12.1
36.4
9.1
9.1
45.5
6.1
6.1
51.5
3.0
3.0
54.5
3.0
3.0
57.6
11
6.1
6.1
63.6
12
3.0
3.0
66.7
13
9.1
9.1
75.8
14
6.1
6.1
81.8
15
3.0
3.0
84.8
18
3.0
3.0
87.9
19
6.1
6.1
93.9
20
3.0
3.0
97.0
24
3.0
3.0
100.0
33
100.0
100.0
Total
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
=>12 bulan
11
33.3
33.3
33.3
< 12 bulan
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
=<200
28
84.8
84.8
84.8
>200
15.2
15.2
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
=<200
11
33.3
33.3
33.3
>200
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
107
3.0
3.0
3.0
108
3.0
3.0
6.1
110
3.0
3.0
9.1
112
6.1
6.1
15.2
113
3.0
3.0
18.2
114
6.1
6.1
24.2
115
3.0
3.0
27.3
116
3.0
3.0
30.3
119
3.0
3.0
33.3
121
6.1
6.1
39.4
128
3.0
3.0
42.4
132
3.0
3.0
45.5
135
3.0
3.0
48.5
138
3.0
3.0
51.5
143
3.0
3.0
54.5
144
3.0
3.0
57.6
146
3.0
3.0
60.6
160
3.0
3.0
63.6
164
3.0
3.0
66.7
167
3.0
3.0
69.7
169
3.0
3.0
72.7
173
3.0
3.0
75.8
176
3.0
3.0
78.8
191
3.0
3.0
81.8
199
3.0
3.0
84.8
202
3.0
3.0
87.9
206
3.0
3.0
90.9
209
3.0
3.0
93.9
240
3.0
3.0
97.0
391
3.0
3.0
100.0
Total
33
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
117
3.0
3.0
3.0
130
3.0
3.0
6.1
142
3.0
3.0
9.1
146
3.0
3.0
12.1
150
3.0
3.0
15.2
151
3.0
3.0
18.2
163
3.0
3.0
21.2
167
3.0
3.0
24.2
175
3.0
3.0
27.3
179
3.0
3.0
30.3
199
3.0
3.0
33.3
202
3.0
3.0
36.4
212
3.0
3.0
39.4
225
3.0
3.0
42.4
233
3.0
3.0
45.5
236
3.0
3.0
48.5
248
3.0
3.0
51.5
251
3.0
3.0
54.5
256
3.0
3.0
57.6
266
3.0
3.0
60.6
267
6.1
6.1
66.7
271
3.0
3.0
69.7
273
3.0
3.0
72.7
274
3.0
3.0
75.8
275
3.0
3.0
78.8
287
3.0
3.0
81.8
291
3.0
3.0
84.8
293
3.0
3.0
87.9
294
3.0
3.0
90.9
339
3.0
3.0
93.9
350
3.0
3.0
97.0
417
3.0
3.0
100.0
Total
33
100.0
100.0
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.963
66
.048
umur
.082
66
.200
.138
66
.003
.863
66
.000
Angka CD 4 Nadir
.129
66
.009
.910
66
.000
.281
66
.000
.759
66
.000
Likelihood Ratio
df
11.978a
.001
10.328
.001
12.385
.000
.001
11.796
.001
66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.
b. Computed only for a 2x2 table
.001
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
6.250
2.131
18.330
2.604
1.385
4.898
.417
.243
.713
66
=>12 bulan
< 12 bulan
Total
Count
tidak
Total
25
11
36
69.4%
30.6%
100.0%
75.8%
33.3%
54.5%
22
30
26.7%
73.3%
100.0%
24.2%
66.7%
45.5%
33
33
66
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count