Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Dissociative Identity Disorder

OLEH:
Tasya Ardiani
111 2020 2100

PEMBIMBING:
dr. Mayamariska Sanusi, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada

Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Referat ini dengan judul “Dissociative Identity

Disorder” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan

Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.

Selama persiapan dan penyusunan Referat ini rampung, penulis

mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran,

dan kritik dari berbagai pihak akhirnya Referat ini dapat terselesaikan serta

tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

tulisan ini.

Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala

dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam

penulisan Referat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk

menyempurnakan Referat ini. Saya berharap sekiranya makalah ini dapat

bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Makassar, September 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Disosiasi adalah gangguan dari proses integratif normal kesadaran,

persepsi, memori, dan identitas yang mendefinisikan diri. Gangguan

identitas disosiatif semakin dipahami sebagai psikopatologi pasca trauma

yang kompleks dan kronis yang terkait erat dengan pelecehan anak yang

parah, terutama anak usia dini. Anak-anak yang telah dianiaya atau

disalahgunakan berisiko mengalami sejumlah masalah kesehatan mental,

termasuk gangguan identitas disosiatif. Kondisi ini ditandai dengan

adanya 2 atau lebih keadaan kepribadian yang berbeda atau oleh

beberapa budaya dapat digambarkan sebagai pengalaman kerasukan,

dan episode amnesia yang berulang. 1

Studi yang dilakukan di berbagai negara menghasilkan konsensus

tentang prevalensi DID: 5% di antara pasien rawat inap psikiatri, 2-3% di

antara pasien rawat jalan, dan 1% pada populasi umum. Prevalensi

tampak meningkat di antara pasien rawat jalan psikiatri remaja dan di unit

gawat darurat psikiatri. Yang terakhir menunjukkan situasi krisis transien

akut yang mungkin ditumpangkan pada DID yang mendasarinya. Krisis

tersebut biasanya berfungsi sebagai jendela diagnostik bagi dokter dalam

kondisi ketika gejala inti DID tetap tidak aktif sampai peristiwa stres

memicu manifestasi yang lebih menonjol. 2

Diagnosis gangguan identitas disosiatif dapat didiagnosis jika

seseorang mempunyai minimal dua kedudukan ego yang terpisah, atau


berubah dan berbeda dalam eksistensi, perasaan, serta sikap yang satu

sama lain tidak saling memengaruhi juga yang muncul serta mengambil

kendali dalam waktu yang berlainan. 10


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dissociative identity disorder (DID) didefinisikan dalam Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) edisi kelima sebagai

gangguan identitas yang ditunjukkan dengan adanya dua atau lebih

keadaan kepribadian yang berbeda (dialami sebagai kerasukan di

beberapa budaya), dengan diskontinuitas dalam rasa diri dan agensi, dan

dengan variasi dalam pengaruh, perilaku, kesadaran, memori, persepsi,

kognisi, atau fungsi sensorik-motorik. Dengan demikian, ini juga disebut

sebagai gangguan kepribadian ganda. Ada beberapa kondisi yang

ditemukan terkait dengan gangguan ini, termasuk depresi, menyakiti diri

sendiri, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), gangguan penggunaan

zat, gangguan kepribadian ambang atau kecemasan, dan gangguan

konversi atau somatoform. DID juga termasuk hilangnya dijelaskan

informasi pribadi dari seseorang memori. Gangguan identitas disosiatif ini

biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, meski kebanyakan pasien

berusia remaja. Kira-kira tiga sampai sembilan kali lebih banyak wanita

dari pada laki-laki yang didiagnosis memiliki gangguan ini dan wanita

cenderung memiliki jumlah alter yang lebih banyak dari pada laki-laki.

Beberapa percaya bahwa perbedaan jenis kelamin yang ada ini di

sebabkan oleh banyaknya proporsi pelecehan seksual masa kecil yang

lebih besar pada wanita dibanding laki-laki. 3,4,9


2.2 Epidemiologi

Prevalensi sebenarnya belum diketahui secara pasti namun

gangguan identitas disosiatif telah terbukti lebih umum daripada yang

diperkirakan sebelumnya. Dalam satu studi komunitas kecil di AS,

prevalensi gangguan selama 12 bulan di antara orang dewasa adalah

1,5%. Prevalensi lintas jenis kelamin dalam penelitian itu adalah 1,6%

untuk pria dan 1,4% untuk wanita. Pasien dapat menghabiskan waktu

hingga 5 hingga 12,5 tahun dalam perawatan sebelum didiagnosis dengan

gangguan identitas disosiatif. Pasien dengan DID datang dengan


1,5
peningkatan tingkat perilaku melukai diri sendiri dan upaya bunuh diri.

2.3 Etiologi

Gangguan identitas disosiatif biasanya dikaitkan dengan trauma,

faktor psikologis, pembentukan kepribadian dari awal yang memang tidak

baik, faktor organik biologis, serta faktor lingkungan. Dalenberg dan

timnya telah merinci peran trauma dalam perkembangan gangguan

disosiatif dan menolak model sebelumnya, yang didasarkan pada fantasi

dan sering dikaitkan dengan sugestibilitas, distorsi kognitif, dan

fantasi. Namun, penelitian yang lebih baru cenderung menggambarkan

kombinasi dari kedua trauma parah (yang mungkin dalam bentuk apa pun-

fisik/emosional/seksual) serta beberapa efek sugesti kognitif. Stres yang

dialami oleh individu sekunder akibat trauma telah terlihat berkontribusi

terhadap pembentukan pemahaman yang akurat tentang trauma yang

tidak nyata, bahkan disosiasi pasca trauma seperti meninggalkan tubuh


seseorang. Namun, dalam teori fantasi telah terlihat bahwa orang-orang

dengan tingkat kerentanan tinggi, kecenderungan gejala psikologis,

pengaruh media. 5

Beberapa psikolog terkemuka seperti Kluft telah meruntuhkan teori

dibalik DID. Teori ini menjelaskan faktor predisposisi untuk disosiasi, yang

meliputi kemampuan untuk memisahkan, pengalaman traumatis yang luar

biasa yang mendistorsi realitas, penciptaan alter dengan nama dan

identitas tertentu, dan kurangnya stabilitas eksternal, yang mengarah

pada penenangan diri anak untuk menoleransi stresor ini. Keempat faktor

ini harus ada agar DID berkembang. 5

2.4 Patofisiologi

Menurut International Society for the Study of Trauma and

Dissociation, orang dengan DID digambarkan sebagai orang yang

mengalami identitas terpisah yang berfungsi secara independen satu

sama lain dan otonom satu sama lain. International Society

menggambarkan identitas atau alter alternatif sebagai identitas

independen yang memiliki perilaku tersendiri, memiliki ingatan yang

berbeda dari yang lain, dan bahkan mungkin berbeda dalam bahasa dan

ekspresi yang digunakan. Tanda-tanda peralihan ke keadaan yang

berubah termasuk perilaku seperti kesurupan, mata berkedip, memutar

mata, dan perubahan postur. 5

Hipotesis utama oleh Putnam et al. adalah bahwa identitas

alternatif dihasilkan dari ketidakmampuan banyak anak yang mengalami


trauma untuk mengembangkan rasa kesatuan diri yang dipertahankan di

berbagai keadaan perilaku, terutama jika paparan traumatis pertama kali

terjadi sebelum usia 5 tahun. Teori-teori tersebut telah dipelajari oleh


5
kelompok-kelompok di unit pelayanan rawat inap pada tahun 1990-an.

2.5 Manifestasi Klinis

1. Memiliki dua atau lebih identias atau kepribadian yang berbeda.

Kepribadian-kepribadian itu mempersepsi, menilai dan

bereaksi terhadap lingkungan dengan cara yang sangat berbeda.

Kepribadian yang berbeda-beda itu seperti pada pola pikir, tindakan

dan gaya bicara. Penderita gangguan identitas disosiatif ini

menampilkan dua atau lebih kepribadian pada situasi yang

berbeda. Misalnya ada laki-laki berusia 30 tahun dengan

kepribadian asli yang lemah, tidak mampu mengambil keputusan,

rapuh dan sensitif. Tapi dia juga memiliki kepribadian berbeda yaitu

berani, cepat tanggap, tidak kenal kompromi dan sebagainya.

Kepribadian kedua atau kepribadian pengganti (alter) tersebut akan

muncul beberapa kali. 6

2. Dua atau lebih kepribadian tersebut mengambil alih perilaku

penderita secara bergantian (switching)

Dua atau lebih kepribadian ini secara berulang mengambil

kontrol penuh atas perilaku individu. Kepribadian tuan rumah akan

ditinggalkan. Sehingga perilaku individu itu sepenuhnya berada di

dalam kendali kepribadian pengganti (alter). Salah satu di antara


beberapa kepribadian tersebut biasanya lebih menonjol, atau

dominasi tersebut dapat terjadi secara bergantian. Perilaku

penderita pada suatu saat akan konsisten dengan kepribadian yang

sedang mendominasi pada saat itu. Setiap kepribadian dapat

menyadari atau pun tidak, adanya jenis kepribadian yang lain. 6

3. Mengalami amnesia dalam artian tidak mengingat apa yang telah

dilakukan

Menurut Sarlito W. Sarwono, bahwa ketika satu kepribadian

sedang memegang kendali, kepribadian-kepribadian lain tidak tahu-

menahu. Dengan demikian, terjadi gejala yang khas pada penderita

gangguan identitas disosiatif, yaitu tidak ingat apa yang sudah

dilakukannya. 6

4. Gangguan bukan disebabkan oleh efek psikologis langsung dari

suatu zat

Menurut Sarlito W. Sarwono, bahwa hal ini bukan

disebabkan oleh pengaruh obat-obatan, trauma (benturan) di

kepala , usia tua atau penyebab medis yang lain, melainkan karena

ada pergantian kendali dalam jiwa penderita. 6

Pada umumnya penderita DID memiliki gejala-gejala seperti

depersonalisasi dan derealisasi, mengalami distorsi waktu, amnesia, sakit

kepala, keinginan bunuh diri, perilaku menyakiti diri sendiri, kecemasan

dan depresi. 7
2.6 Diagnosis

Cara untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif adalah

melalui riwayat terperinci yang diambil oleh praktisi psikiatri dan psikolog

berpengalaman. Seringkali orang dengan DID salah didiagnosis dengan

gangguan kepribadian lain, paling sering gangguan kepribadian ambang,

karena elemen disosiasi terlihat jelas dan bahkan amnesia. Seringkali

penilaian longitudinal dalam jangka waktu yang lama dan anamnesis yang

cermat diperlukan untuk melengkapi evaluasi diagnostik. Anamnesis

sering dikumpulkan dari berbagai sumber juga. Seringkali pemeriksaan

neurologis juga diperlukan untuk menyingkirkan ensefalitis autoimun,

seringkali membutuhkan elektroensefalogram, pungsi lumbal, dan

pencitraan otak. 5

Gangguan disosiatif secara klasik ditandai sebagai gangguan

kesadaran/memori/identitas dan perilaku normal. Gangguan secara klasik

dipecah menjadi gejala "positif" dan "negatif". Gejala positif sering

dikaitkan dengan "kepribadian baru, derealisasi," dan gejala negatif

adalah gejala seperti autisme dan kelumpuhan. Gangguan Identitas

Disosiatif adalah bagian dari spektrum gangguan disosiatif yang lebih

besar namun memiliki kriteria yang lebih spesifik yang diuraikan oleh

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi-5. 5

Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM-5) untuk DID mencakup setidaknya dua atau lebih kepribadian yang

berbeda. Setiap kepribadian bervariasi dalam perilaku, kesadaran,


ingatan, dan persepsi dunia luar. Orang dengan DID mengalami amnesia,

yang pada dasarnya adalah kesenjangan yang berbeda dalam memori

dan ingatan peristiwa sehari-hari dan traumatis. Mereka tidak dapat

secara langsung terkait dengan penggunaan zat atau bagian dari norma

atau praktik budaya. Yang penting, gejala-gejala ini harus menyebabkan

kurangnya fungsi dalam kehidupan sehari-hari. 5

Seperti dijelaskan di atas, anamnesis terperinci dari berbagai

sumber dan beberapa penilaian longitudinal dari waktu ke waktu adalah

esensinya. Namun, beberapa alat evaluasi telah dikembangkan untuk

mendiagnosis DID. Beberapa di antaranya di bawah ini: 5

 Skala Pengalaman Disosiatif 28 item instrumen laporan diri yang

item memanfaatkan penyerapan informasi luar, penggunaan

imajinasi depersonalisasi, derealisasi, dan amnesia terutama.

 Disosiasi Kuesioner 63 pertanyaan yang mengukur-mengukur

kebingungan identitas dan fragmentasi, kehilangan kontrol,

amnesia, dan penyerapan.

 Kesulitan dalam Skala Regulasi Emosi (DERS) 36 pertanyaan

pertanyaan subjektif seputar tantangan dalam pekerjaan yang

diarahkan pada tujuan, impulsif, respons emosional terhadap

situasi, kemampuan mengatur emosi sendiri, dll.

2.7 Tatalaksana
Beberapa pendekatan pengobatan gangguan identitas disosiatif

termasuk struktur dasar dari pekerjaan dengan gangguan kepribadian

dalam pendekatan tiga cabang: 5

 Menetapkan keamanan, stabilisasi, dan pengurangan gejala;

 Menghadapi, bekerja melalui, dan mengintegrasikan kenangan

traumatis

 Integrasi dan rehabilitasi identitas.

Langkah pertama berfokus pada keselamatan pasien dengan DID

karena banyak pasien datang dengan ide bunuh diri dan perilaku melukai

diri sendiri. Penting untuk mengurangi risiko tersebut. Fase kedua

berfokus pada bekerja dengan ingatan traumatis termasuk menoleransi,

memproses, dan mengintegrasikan trauma masa lalu. Ini mungkin fokus

untuk terus mengakses kembali ingatan traumatis dengan identitas

alternatif yang berbeda dan dapat membantu berbagi ingatan. Tahap

ketiga dan terakhir pengobatan berfokus pada dasarnya pada hubungan

pasien dengan diri sendiri secara keseluruhan dan ke seluruh

dunia. Melalui semua fase pengobatan, aliansi terapeutik yang kuat dan

kepercayaan didorong. 5

Pendekatan yang paling umum adalah melalui langkah-langkah

psikoterapi psikodinamik yang diuraikan di atas. Pendekatan terbaru

termasuk penggunaan terapi perilaku kognitif yang berfokus pada trauma

dan terapi perilaku dialektik (DBT). Alasan keterampilan DBT digunakan

pada dasarnya sekunder dari beberapa gejala yang tumpang tindih antara
gangguan kepribadian ambang dan DID. Bahkan dengan pendekatan

terapi yang berbeda-beda beberapa fitur inti dari perawatan termasuk

lebih banyak pendidikan, regulasi emosional, mengelola stres, dan fungsi

sehari-hari. 5

Cara lain pengobatan adalah penggunaan hipnosis sebagai

terapi. Pasien DID lebih dapat dihipnotis daripada populasi klinis lainnya

menurut literatur. Ada beberapa penelitian baru-baru ini pada tahun 2009

yang telah menunjukkan kemanjuran dalam penggunaan hipnosis untuk

mengobati DID. Banyak pasien DID dianggap autohypnotic. Beberapa

teknik termasuk mengakses identitas alternatif tidak hadir dalam sesi,

intervensi yang dapat memfasilitasi munculnya identitas penting untuk

proses terapeutik. 5

Cara pengobatan lainnya adalah penggunaan Eye Movement

Desensitization and Reprocessing ( EMDR ). Namun pedoman

menganjurkan EMDR untuk digunakan sebagai bagian dari pengobatan

integratif. Pemrosesan EMDR direkomendasikan hanya jika pasien

umumnya stabil dan memiliki keterampilan koping yang memadai.

Intervensi EMDR untuk pengurangan dan penahanan gejala, penguatan

ego, bekerja dengan identitas alternatif, dan, bila perlu, negosiasi

persetujuan dan persiapan identitas alternatif. 5

Psikofarmakologi bukanlah pengobatan utama untuk DID. Obat-

obatan dapat digunakan untuk menargetkan gejala tertentu yang

dilaporkan. Obat yang paling umum digunakan termasuk obat untuk


gangguan mood dan PTSD (gangguan stres pascatrauma). Tantangan

dalam menggunakan obat psikofarmakologis tetap ada karena perubahan

yang berbeda dapat melaporkan gejala yang berbeda dan beberapa

perubahan mungkin melaporkan kepatuhan dan beberapa mungkin

tidak. Tinjauan literatur telah menunjukkan bahwa banyak obat telah

digunakan untuk DID termasuk obat antipsikotik, penstabil mood, bahkan


5
stimulan namun tidak ada obat yang efektif dalam pengobatan DID.

2.8 Diagnosis Banding

Seperti disebutkan di atas, diagnosis banding yang paling umum

termasuk gangguan kepribadian ambang, gangguan kepribadian

histrionik, dan bahkan gangguan psikotik primer seperti skizofrenia dan

gangguan skizoafektif. Seperti disebutkan, pasien dengan DID sering

hadir dengan gejala disosiasi dan amnesia, yang juga terlihat pada pasien

dengan gangguan kepribadian ambang. Seringkali gejala pasien dianggap

sebagai gejala psikosis sebagai perubahan yang keliru seperti halusinasi

dan yang sering memicu penggunaan obat antipsikotik. Mengingat bahwa

trauma adalah fokusnya, Post Traumatic Stress Disorder juga merupakan

diagnosis banding. 5

Diagnosis banding yang paling umum adalah gangguan

kepribadian ambang. Gangguan kepribadian ambang juga dikaitkan

dengan trauma yang luas, yang sering muncul dengan gejala

mikropsikotik dan disosiatif. 5

2.9 Prognosis
Prognosis individu dengan gangguan identitas disosiatif tergantung

pada gejala yang dialami. Misalnya, memiliki tambahan gangguan

kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan

perasaan, gangguan makan atau gangguan penyalahgunaan zat memiliki

prognosis yang lebih buruk.

2.10 Pencegahan

Edukasi pasien harus fokus pada menginformasikan pasien tentang

diagnosis yang benar ketika ditentukan. Anggota keluarga didorong untuk

diedukasi tentang sifat penyakit ini, termasuk adanya perubahan serta

teknik keselamatan dan landasan. Aspek penting lainnya terus

mempertahankan aliansi terapeutik yang kuat dengan tim perawatan dan

terlibat dalam mempertahankan teknik keselamatan. 5

Edukasi dapat dilakukan dengan beberapa perubahan yang tidak

berkomunikasi satu sama lain, dan ini harus diakui. Di sisi lain, pasien DID

seringkali tidak ingin diagnosis mereka dibagikan secara publik, dan

privasi mereka harus dihormati. 5


BAB III

KESIMPULAN

Dissociative identity disorder (DID) didefinisikan sebagai gangguan

identitas yang ditunjukkan dengan adanya dua atau lebih keadaan

kepribadian yang berbeda (dialami sebagai kerasukan di beberapa

budaya), dengan diskontinuitas dalam rasa diri dan agensi, dan dengan

variasi dalam pengaruh, perilaku, kesadaran, memori, persepsi, kognisi,

atau fungsi sensorik-motorik. Dalam satu studi komunitas kecil di AS,

prevalensi gangguan selama 12 bulan di antara orang dewasa adalah

1,5%. Prevalensi lintas jenis kelamin dalam penelitian itu adalah 1,6%

untuk pria dan 1,4% untuk wanita. Diagnosis gangguan identitas disosiatif

(DID) dapat disahkan jika seseorang mempunyai minimal dua kedudukan

ego yang terpisah, atau berubah dan berbeda dalam eksistensi, perasaan,

serta sikap yang satu sama lain tidak saling memengaruhi juga yang

muncul serta mengambil kendali dalam waktu yang berlainan. Beberapa

pendekatan pengobatan gangguan identitas disosiatif termasuk struktur

dasar dari pekerjaan dengan gangguan kepribadian dalam pendekatan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad Waseem. Dissociative Identity Disorder.

Emedicine.Medscape Updated: Sep 25, 2018

2. Şar V, Dorahy MJ, Krüger C. Revisiting the etiological aspects of

dissociative identity disorder: A biopsychosocial perspective. Psychol

Res Behav Manag. 2017;10:137–46.

3. Rehan MA, Kuppa A, Ahuja A, Khalid S, Patel N, Budi Cardi FS, et al.

A Strange Case of Dissociative Identity Disorder: Are There Any

Triggers? Cureus. 2018;10(7).

4. Brand BL, Sar V, Stavropoulos P, Krüger C, Korzekwa M, Martínez-

Taboas A, et al. Separating fact from fiction: An empirical examination

of six myths about dissociative identity disorder. Harv Rev Psychiatry.

2016;24(4):257–70.

5. Mitra P, Jain A. Dissociative Identity Disorder. [Updated 2021 May 18].

In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;

2021 Jan. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/-

NBK568768/

6. Nurdin NN. Tindak Pidana Pembunuhan oleh Penderita Gangguan

Identitas Disosiatif (Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Hukum

Nasional). 2017; Available from:

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3592/1/Nur Naafilah_opt.pdf

7. Mustikasari D. Perilaku Gangguan Identitas Disosiatif (GID) Tokoh

Fleur Radella Dalam Novel Les Masques Karya Indah Hanaco :


Sebuah Pendekatan Struktural Dan Perilaku Gangguan Identitas

Disosiatif (GID) Tokoh Fleur Radella Da. 2018;

8. Claman A, Dickerman A, Desrosiers F, Charlton M, Zubov AP, Serur D.

Altruistic Renal Donation in a Patient With Dissociative Identity

Disorder: A Case Report. Psychosomatics [Internet]. 2020;61(6):825–

9. Available from: https://doi.org/10.1016/j.psym.2020.01.002

9. Ramadhan A. Gangguan Identitas Disosiatif Pada Tokoh Utama Dalam

Novel Don’T Tell Me Anything Karya Vasca Vannisa. PIKTORIAL J

Humanit. 2020;2(2):123–36.

10. Fatimah E. Abusive Treatments During Childhood As the Cause of

Dissociative Identity Disorder Suffered By Laurie in Clark’S Novel All

Around the Town. 2018;122–36.

Anda mungkin juga menyukai