Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien,
cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda Hermann,
2008). Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional gangguan utama
pada proses piker serta disharmoni (keretakan, pecahan). Antara proses
pikir, . afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi
kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi sehingga timbul
inkoherensi.
Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal.
Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak- kanak. Insiden awitannya
adalah 15-25 tahun untuk pria dan 25- 35 tahun untuk wanita (DSM-IV-
TR,2000). Prevalensi skizofrenia diperkirakan 1% dari seluruh penduduk.
Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hampir 3 juta
penduduk yang sedang, telah atau akan terkena penyakit tersebut. Insiden
dan prevalensi seumur hidup secara kasar sama di seluruh dunia
(Buchannan & Charpenter,2000).

Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian dari seorang individu dan


diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang
negative atau mengancam (dr.Judith M Wilkinson, 2007 hal 483).
Gangguan sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungannya.

Menurut Ns,Maramis (2006) mengatakan klien mengalami isolasi sosial


sebesar 72% dari kasus skizofrenia dan 64% mengalami penurunan
kemampuan memelihara diri ( makan, mandi, dan berpakaian). Dengan
demikian dapat disimpulkan bhwa 72% klien mengalami masalah isolasi

1
sosial sebagai akibat dari kerusakan kognitif dan afektif. Data yang
didapatkan pada 6 bulan terakhir yaitu januari sampai juni 2009 yaitu
perilaku kekerasan 18 orang (2,11%), harga diri rendah 216 orang (25,41%),
halusinasi 300 orang (35, 29%), isolasi sosial 316 orang (37,17%).

Keadaan seperti ini diperlukan peran perawat diantarany perventif,


promotif,kuratif, dan rehabilitative. Upaya perventif yaitu dengan mencegah
kegawatan agar tidak terjadi kerusakan komunikasi, upaya promotif yaitu
memberikan pendidikan kesehatan bagi keluarga tentang merawat pasien
dengan isolasi sosial dan mengetahui gejala awal dari menarik diri, upaya
kuratif yaitu kolaborasi dengan tim kesehatan untuk member pengobatan
dan upaya rehabilitative yaitu membantu klien dalam kegiatan sehari- hari
dan dapat kembali menjadi kehidupan normal.

1.2 Tujuan penulisan

1.2.1 Tujuan umum


Agar mahasiswa/i STIKes Elisabeth Medan dapat mengetahui dan mengerti
teori dasar dalam Isolasi Sosial.

1.2.2 Tujuan Khusus


Agar mahasiswa/i STIKes St.Elisabeth Medan dapat menjelaskan:

 Penegertian isolasi sosial

 Etiologi isolasi sosial

 Patofisiologi isolasi sosial

 Tanda dan gejala isolasi sosial

 Penatalaksanaan medis isolasi sosial

 Asuhan keperawatan isolasi sosial

BAB II

2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Medik

2.1.1 Pengertian

Istilah Skizoprenia diciptakan oleh Bleuler (psikiater dari Swiss) dari bahasa
Yunani skhizo = split / membelah, dan phren =mind / pikiran berarti :
terbelahnya/ terpisahnya antara emosi dan pikiran/intelektual. (Zullies,2009)

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan


menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakkan, dan perilaku
aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefenisikan sebagai penyakit
tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit
yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala seperti jenis kanker.
Penyakit ini ditakuti sebagai gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat
dikontrol, dan mereka yang terdiagnosis penyakit ini digambarkan sebagai
individu yang tidak mengalami masalah emosional atau psikologis yang
terkendali dan memperlihatkan perilaku yang aneh dan amarah. Hanya baru-
baru ini saja, komunitas kesehatan jiwa menyadari untuk belajar dan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat bahwa skizofrenia adalah
gangguan jiwa yang memiliki berbagai tanda dan gejala dan skizofrenia
merupakan penyakit yang dapat dikendalikan dengan obat . (Sheila,2008)

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh


ditandai dengan terdapatnya perpecahan antara pikiran, emosi, dan perilaku
pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya
gejala fundamental (primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai
dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekunder nya adalah waham dan halusinasi

(Kaplan dan Sadock,2004 http://www.google.com/search?q=skizofrenia-


pdf&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla )

3
Skizofrenia adalah suatu ganguan jiwa berat yang ditandai dengan
penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas
(halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif
(tidak mampu berfikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan
aktivitas sehari-hari.(Budi Anna.dkk,2011)

2.1.2 Etiologi

Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi beberapa pendekatan


seperti pendekatan biologis, pendekatan psikodinamika, pendekatan belajar
dan pendekatan gabungan atau stres-vulnerability model.

a. Pendekatan Biologi

Pendekatan yang pertama adalah pendekatan biologis yang mencakup faktor


genetik, stuktur otak, dan proses biokimia sebagai penyebab skizofrenia
(Kraeplin dalam Halgin dan Whitbourne,1997). Faktor genetik dipercaya
dapat menyebabkan skizofrenia cenderung menurun dalam keluarga
(Erlenmeyer-Kimling dalam Nevid dkk.2005). Keluarga tingkat pertama
seperti orang tua atau saudara kandung dari orang dengan skizofrenia
memiliki sepuluh kali lipat resiko yang lebih besar untuk mengidap
skizofrenia dibandingkan anggota populasi umum (APA dalam Nevid dkk,
2005). Struktur otak yang tidak normal seperti pembesaran ventrikel otak
diyakini menyebabkan tiga sampai empat orang yang mengalami menderita
skizofrenia (Nevid dkk, 2005). Pembesaran ventrikel otak ini menyebabkan
otak kehilangan sel-sel otak, sehingga otak akan mengecil ukurannya
dibanding otak yang normal. Pendapat lain menyatakan bahwa skizofrenia
dapat terjadi pada seseorang yang kehilangan jaringan otak yang bersifat
degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk berkembang normal, dan
juga karena infeksi virus pada otak ketika massa kandungan (Nevid dkk,
2005). Dalam sudut pandang biokimia, skizorenia dapat terjadi pada
seseorang diakibatkan oleh peran neurotransmitter dopamine (dopamin)
dalam otak. Teori dopamin ini menyatakan bahwa gejala-gejala skizofrenia

4
diakibatkan karena terlalu banyaknya tingkat dopamin dalam otak terutama
di sistem limbik dan frontal lobe (Wiramihardja,2007).

b. Pendekatan Belajar.

Seperti pendekatan belajar dalam hal lainnya, pendekatan belajar untuk


menjelaskan mengenai penyebab skizofrenia pun tidak lepas dari teori
reinforcement (penguatan) dan operant conditioning (pengkondisian
operan). Seseorang mengidap skizofrenia dianggap sebagai hasil dari
pembelajaran atau modelling terhadap perilaku skizofrenik yag dianggap
lebih banyak menghasilkan imbalan dibandingkan perilaku normal
(Nevid.dkk, 2005). Imbalan yang didapatkan dapat berupa perhatian lebih
dari orang lain. Mungkin saja beberapa perilaku skizofrenik dapat dijelaskan
melalui pendekatan belajar, namun banyak juga yang tidak dapat dijelaskan
dengan pendekatan ini.

c. Pendekatan Psikodinamika.

Para ahli teori psikodinamika meyakini bahwa skizofrenia merupakan


hasil dari banyaknya pengalaman negatif yang dialami orang dengan
skizofrenia di masa kecilnya yang didapat dari ibu maupun caregiver lain.
Freud menyatakan bahwa perlakuan ibu yang kasar dan sangat mendominasi
akan menyebabkan anaknya mengalami regresi atau kemunduran fungsi
perkembangan sehingga ego anak menjadi tidak mampu membedakan mana
yang nyata dan tidak nyata (Wiramihardja, 2007).Penelitian yang
berdasakan sudut pandang psikodinamika sekarang ini lebih menekankan
kepada interaksi keluarga yang dapat menyebabkan atau mengurangi
skziofrenia pada penderita. Interaksi keluarga yang berpengaruh pada orang
dengan skziofrenia dapat berbentuk pola komunikasi dan ekspresi emosi.
Penyimpangan komunikasi yang tinggi pada keluarga dianggap lebih
mungkin mengembangkan skizofrenia pada seseorang daripada keluarga
yang penyimpangan komunikasinya rendah.Ekspresi emosi keluarga yang
kuat, terlalu melindungi anggota keluarga, suka mengkritik, menunjukkan
sikap bermusuhan, dan memarahi anggota keluarga memiliki kemungkinan

5
yang lebih besar untuk memunculkan kekambuhan psikosis pada anggota
keluarga dibandingkan dengan keluarga yang tingkat ekspresi emosinya
rendah .

d. Stress-Vulnerability Model.

Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan gabungan dari seluruh


pendekatan yang telah diuraikan sebelumnya. Pendekatan gabungan ini
dikenal dengan nama Stress-Vulnerability Model yang diajukan oleh
seorang psikolog bernama Paul Meehl. Stress-Vulnerability Model.
Terdapat beberapa bukti yang mendukung pendekatan ini. Bukti yang
pertama adalah kecenderungan skizofrenia yang muncul pada masa remaja
akhir atau dewasa awal di mana pada masa-masa itu tekanan terhadap
seseorang meningkat sehubungan dengan tantangan perkembangan seperti
kemandirian dan peran baru dalam kehidupan. Bukti lain menunjukkan
bahwa stress psikososial seperti kritik yang berulang-ulang dari anggota
keluarga dapat meningkatkan resiko kambuhnya gejala skizofrenia pada
seseorang

2.1.3 Jenis-jenis Skizofrenia


Adapun jenis-jenis dari skizofrenia ialah:
 Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi
auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif
masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran,
atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri
lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka
berargumentasi, dan agresif.

 Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

6
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah
laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau
dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi
pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan
yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
 Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat
meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang
berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan
berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain
(echopraxia).
 Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion),
emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi,
referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat
besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase
yang menunjukkan ketakutan.
 Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia
tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti
keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak
wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat
meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan
afek datar.
(Ababar,2011 http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-manusia/111-
jenis-jenis-skizofrenia.pdf.

2.1.4 Patofisiologi

7
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi
beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif
dan keadaan residual.

Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia,


walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik
gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan
masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang
berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala
prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror
atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia
menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti
nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan.

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku.
Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri
(tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan
menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu
atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa
penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%20II.pdf).

2.1.5 Tanda dan Gejala


Gejala-gejal skizofrenia adalah sebagai berikut:

8
 Gejala Positif

a. Waham: keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan,


dipertahankan dan disampaikan berulang-ulang ( waham kejar, waham
curiga, waham kebesaran )
b. Halusinasi: gangguan penerimaan pancaindera tanpa ada stimulus
eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman,
dan perabaan)
c. Perubahan arus pikir:
Arus pikir terputus: dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan.
Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan bicara (bicara
ngacau).
Neologisme: menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti oleh
diri sendiri, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
d. Perubahan Perilaku
 Hiperaktif: perilaku motorik yang berlebihan.
 Agitasi: perilaku yang menunjukkan kegelisahan.
 Iritabilitas: mudah tersinggung

 Gejala Negatif

a. Sikap masa bodoh (apatis)


b. Pembicaraan berhenti tiba-tiba (blocking)
c. Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)
d. Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari.( Budi Anna,2011)

2.1.6 Penatalaksanaan Medis

9
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis dan
terapi psikologis.

 Terapi Biologis

Schizophrenia merupakan penyakit menahun/ khronis, seperti juga dengan


penyakit darah tinggi atau gula darah, yang memerlukan pengobatan jangka
panjang meskipun gejala sudah menghilang atau berkurang. Pengobatan
dengan minum obat dan psikoterapi akan dapat membuat penderita
schizophrenia mengendalikan penyakitnya. Pada saat krisis atau kambuh
parah, perawatan di rumah sakit sering diperlukan sehingga penderita bisa
tetap mendapat nutrisi, tidur dan penanganan kebersihan diri yang baik.
Pengobatan schizophrenia memerlukan penanganan dari psikiater.
Penanganan pasien schizophrenia sering memerlukan berbagai keahlian,
seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog, pekerja sosial. Obat obatan
merupakan kunci utama pengobatan schizophrenia. Hanya saja, pemberian
obat tersebut kadang memberikan efek samping yang tidak enak sehingga
membuat penderita malas minum obat. Obat obat anti psikotik biasanya
yang diberikan dokter kepada pasien schizophrenia. Obat obat tersebut
mengendalikan gejala dengan melalui pengaruhnya terhadap
neurotransmitter serotonin dan dopamin. Kesediaan penderita untuk bekerja
sama dalam pengobatan akan memudahkannya untuk pulih. Penderita yang
tidak mau minum obat perlu diobati dengan suntikan. Penderita yang gelisah
(agitated) mungkin memerlukan pemberian benzodiazepine, seperti
lorazepam (Ativan) ) agar bisa tenang selain diberikan obat anti psikotik
juga. Obat antipsikotik atypical adalah obat obat anti psikotik baru biasanya
lebih disukai karena lkurang dalam membuat pasien menjadi lemah atau
tidak bertenaga. beberapa obat anti psikotik atypical adalah:

• Aripiprazole (Abilify)

• Clozapine (Clozaril, Fazaclo ODT)

• Olanzapine (Zyprexa)

• Paliperidone (Invega)

10
• Quetiapine (Seroquel)

• Risperidone (Risperdal)

• Ziprasidone (Geodon)

Efek samping yang sering muncul adalah: penambahan berat badan, gula
darah dan meningkatnya cholesterol darah. Obat obat anti psikotik lama,
sering mempunyai efek samping yang menganggu gerak tubuh. Obat obat
anti psikotik lama antara lain:

• Chlorpromazine

• Fluphenazine

• Haloperidol (Haldol)

• Perphenazine

Obat anti psikotik lama tersebut sangat murah, khususnya obat generiknya.
Hal tersebut perlu dipertimbangkan untuk pengobatan jangka lama.Biasanya
diperlukan waktu beberapa minggu sebelum obat anti psikotik memberikan
dampak pada perbaikan gejala. Tujuan utama pengobatan adalah menekan
tanda dan gejala schizophrenia dengan dosis serendah mungkin. ( Tirto
Jiwo,2012 tirtojiwo.org/wp-content/uploads/2012/06/kuliah-
schizophrenia.pdf)

1. Terapi Psikologis

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi


pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi
monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan
psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan
adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi
terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada
terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga. Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.
Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan
terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.

11
Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan
perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang
mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya
pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok.
Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa
dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari
ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita
kambuh kembali.Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara
untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang
negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan
secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan
penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian,
seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et
al.,1991) ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses
penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit
penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

(Buchanan,2005 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/
Chapter%20IIpdf ).

2.2 Konsep Dasar Keperawatan

Isolasi sosial sering terlihat pada klien skizofrenia. Hal ini sebagian akibat
tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan
kehilangan batasan ego. Sulit untuk berhubungan dengan orang lain ketika
konsep diri tidak jelas. Klien juga mengalami masalah dalam hal
kepercayaan dan keintiman, yang mengganggu kemampuannnya untuk
membina hubungan yang memuaskan. Harga diri rendah, salah satu tanda
negatif skizofrenia, lebih lanjut menyulitkan kemampuan klien untuk
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Klien tidak percaya diri,

12
merasa asing atau berbeda dengan orang lain, dan tidak percaya bahwa
mereka adalah individu yang berharga. Akibatnya klien menghindari orang
lain. Klien yang menderita skizofrenia pada usia muda mengalami lebih
banyak kesulitan karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk berhasil
dalam area-area ini sebelum penyakit timbul. Sulit bagi klien untuk
memenuhi peran dalam keluarga, sebagai seorang anak laki-laki atau
perempuan atau sebagai saudara kandung. Klien juga akan merasa bahwa ia
telah mengecewakan keluarganya karena ia tidak dapat mandiri atau
berhasil dalam hidup.

2.2.1 Pengertian Isolasi Sosial


Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Farida,2010)

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
sekitarnya (Farida,2010)

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya (Mukhripah, 2008)

Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negative atau mengancam (Mukhripah,2008)

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Budi
Anna,2011)

2.2.2 Etiologi

13
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,
rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri,
(Mukhripah,2012).

 Faktor predisposisi

Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik


diri

a. Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi


sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai
masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga
dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga
bekerja sama dengan tenaga profisional untuk mengembangkan gambaran
yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaburatif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon social
menarik diri.

b. Faktor Biologik

Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.


Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan
struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

c. Faktor Sosiokultural

14
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,
seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari
yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini,
(Stuart and sudden, 1998).

 Faktor persipitasi

Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik


diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:

a. Stressor sosiokultural

Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam


membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya stabilitas unit
keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya, misalnya
karena dirawat di rumah sakit.

b. Stressor psikologik

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan


kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang
mengalami gangguan hubungan (menarik diri), (Stuart & Sundeen, 1998)

c. Stressor intelektual

15
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan
orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan
dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan
orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain
akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan
berhubungan dengan orang lain
d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik
diri dari orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain
(Mukhripah,2012).

2.2.3 Patofisiologi Isolasi Sosial


Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya prilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin
tenggelam dalam perjalinan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi.

2.2.4 Pohon Masalah

16
Resiko perubahan sensori persepsi: Halusinasi

Isolasi sosial

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

2.2.5 Gambaran Klinis/Tanda dan Gejala

Menurut Mustika Sari (2012), tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial ,
yaitu:

1. Kurang spontan
2. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)

3. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)

4. Afek tumpul

5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri

6. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada.Klien tidak bercakap- cakap


dengan klien atau perawat

7. Mengisolasi (menyendiri)

8. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain

17
9. Tidak atau kurang sadar teehadap lingkungan sekitar

10. Pemasukan makanan dan minuman terganggu

11. Retensi urine dan feses

12. Harga diri rendah

13. Menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan


atau pergi jika diajak bercakap- cakap.

( Mukhripah,2012)

2.2.6 Rentang respon hubungan sosial

Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa


manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga
harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.

Respon adaptif Respon


maladaptif

Menyendiri, Kesepian Manipulasi

otonomi, Menarik diri Impulsif

kebersamaan Ketergantungan Narkisisme

saling ketergantungan

18
a) Menyendiri

Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa


yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan satu cara mengevaluasi
diri untuk menentukan langkah selanjutnya.

b) Otonomi

Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan


ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

c) Kebersamaan

Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal di mana individu


tersebut mampu untuk memberi dan menerima.

d) Saling ketergantungan

Merupakan kondisi saling ketergantungan antara individu dengan orang


lain dalam membina hubungan interpersonal.

e) Kesepian

Kondisi di mana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya.

f) Isolasi sosial

Suatu keadaan di mana seseorang menemukan kesulitan dalam membina


hubungan secara terbuka dengan orang lain.

g) Ketergantungan

Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau


kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

h) Manipulasi

19
Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai subjek. Individu tersebut tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.

i) Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan dan penilaian yang buruk.
j) Narkisisme
Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik,
pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung. (Mukripah,2012)
2.2.7 Komplikasi dari Isolasi Sosial
Isolasi sosial apabila tidak ditangani secara komprehensif melalui asuhan
keperawatan dan terapi medik maka keadaan tersebut akan berlanjut
menjadi :
a)    Asupan makanan dan minum klien terganggu.
b)   Klien kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
c)    Aktivitas klien menurun.
d)   Defisit perawatan diri dan curiga.
e)    Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
f)     Halusinasi.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien isolasi sosial
yaitu:
1.Somatoterapi (Melalui badan organobioplasmik)
Fisioterapi, menggunakan energi listrik dengan atau tanpa alat: Biofeedback
therapy, Elektro Sleep Therapy, Elektro Convulsi Therapy, Photo Therapy,
dan sebagainya.

2.Psikoterapi (Melalui proses mental spiritual)

20
Terapi bina laku untuk menanggulangi kebiasaan buruk, tetapi kelompok
(group therapy) untuk kelompok bermasalah bagi yang senasip, sejenis,
maupun sebaya, terapi keluarga (family therapy) untuk keluarga yang
bermasalah. Terapi relaksasi bagi mereka yang merasa resah , tegang, dan
sulit tidur. Terapi deserisitisasi bagi mereka yang menderita cemas dan
takut. Terapi ventilasi (sadar) dan abstraksi (bawah sadar) bagi mereka yang
terganggu oleh endapen rasa sedih, kecewa, putus asa, kesal, benci,dendam
dan sebagainya.

3. Psikofarmaka

Terapi pengobatan yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan


gejala gangguan jiwa berdasarkan obat yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka antara lain:

a.Cholorpromazine

Aturan pakai 3x25mg/hari, kemungkinan diberikan sampai dosis optimal.


Indikasi digunakan untuk pengobatan psikosa, untuk mengurangi gejala
emosi, efek samping: hipotensi, aritmia, takikardia, penglihatan kabur.

b. Thioridazane

Aturan pakai: tergantung dari berat ringannya, gangguan yang ringan 50-70
mg/hari, indikasi: keadaan psikosa, kecemasan, dan refleksi cemas.

c. ECT/Psikoteraphy

Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang


menghasilkan efek samping tetapi dengan menngunakan arus listrik. Tujuan
untuk memperpendek lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak
dengan orang lain. Dengan kekuatan 75- 100 volt, ECT diberikan pada klien
dengan indikasi depresi berat dan terapi obat sebelumnya tidak berhasil,
klien akan beresiko bunuh diri dan skizofrenia akut.

2.2.7 Penatalaksanaan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan

21
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial anda dapat menggunakan wawancara
dan observasi kepada pasien dan keluarga. Tanda dan gejal isolasi sosial
yang dapat ditemukan dengan wawancara adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain
2. Pasien merasa tidak aman dengan orang lain
3. Pasien merasa tidak aman dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat anda tanyakan waktu wawancara
untuk mendapatkan data subjek:
1. Bagaiman pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya
2. Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya, siapa teman
dekatnya itu?
3. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang terdekat dengannya?
4. Apa yang pasien inginkan dengan orang-orang disekitarnya ?
5. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien
6. Apa yang memghambat hubungan harmonis antar pasien dengan orang
disekitarnya
7. Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu?
8. Apakah pernah merasa ragu untuk dapat melanjutkan kehidupan?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:
1. Tidak memiliki teman dekat
2. Menarik diri
3. Tidak komunikatif
4. Tidak berulang dan tidak bermakna
5. Asyik dengan pikirannya sendiri
6. Tidak ada kontak mata
7. Tampak sedih, afek tumpul (Budi Anna,2011)

B. Diagnosa Keperawatan

22
Diagnosa keperawatan yang berlaku pada gangguan ini adalah isolasi sosial

23
C. Intervensi Keperawatan (Mukhripah,2012)

No. Perencanaan
Diagnosa
Diagnos Intervensi
keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
a
1 Isolasi Klien dapat Setelah dilakukan 1 x interaksi pasien 1.Bina hubungan saling percaya dengan
sosial : berinteraksi dapat menunjukan tanda-tanda percaya mengguanakan prinsip komunikasi terapeutik:
Menarik diri dengan terhadap perawatan a.Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non
orang lain dengan menunjukan: verbal
sehingga 1. Ekspresi wajah b.Perkenalkan diri dengan sopan
tidak terjadi bersahabat, menunjukan rasa tenang, c.Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
menarik ada kontak mata, mau menyebutkan disukai klien
diri. nama, mau menjawab salam, mau d.Jelaskan tujuan pertemuan
1.Klien mengutarakan masalah yang dihadapi e.Jujur dan menepati janji
dapat f.Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa
membina adanya
hubungan g.Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan
saling kebutuhan dasar klien
percaya
2.Klien 2.Klien dapat menyebutkan penyebab 2.Kaji pengetahuan klien tentang menarik diri dan
dapat menarik diri yang berasal dari: tandanya:

24
menyebutka a.diri sendiri a.”dirumah klien tinggal dengan siapa”
n penyebab b.orang lain b.”siapa yang paling dekat dengan klien”
menarik diri c.lingkungan c. ” apa yang membuat klien dekat dengannya”
d.”dengan siapa klien tidak dekat”
e.”apa yang membuat klien tidak dekat”
3.Klien 3.Klien dapat berinteraksi 1.kaji pengetahuan klien tentang keuntungan memiliki
dapat menyebutkan keuntungan dan teman
menyebutka kerugian berinteraksi dengan orang 2.Beri kesempatan kepada klien untuk berinteraksi
n lain misalnya: dengan orang lain
keuntungan a.banyak teman 3.Diskusikan bersama klien tentang keuntungan
dan b.tidak sendiri berinteraksi dengan orang lain
kerugian c.bisa diskusi 4.Beri penguatan positif terhadap kemampuan
berinteraksi mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
dengan berinteraksi dengan orang lain

orang lain 1.Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak


2.Klien dapat menyebutkan kerugian berinteraksi dengan orang lain
bila tidak berinteraksi deng-an orang 2.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
lain misalnya: perasaan tentang kerugian bila tidak berinteraksi
a.sendiri dengan orang lain
b.tidak memiliki teman 3.Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
c.sepi berinteraksi dengan orang lain

25
4.Beri penguatan positif terhadap kemampuan
mengungkapkan tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
4.Klien 4.Klien dapat mendemonstrasikan 1.Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan
dapat interaksi sosial secara bertahap antara: orang lain
melaksanak a.Klien – perawat 2.Bermain peran tentang cara berhubungan
an interaksi b.Klien – perawat – perawat lain /berinteraksi dengan orang lain
sosial c.Klien – 3.Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi dengan
secara keluarga/kelompok/masyarakat orang lain melalui tahap:
bertahap a.Klien – perawat
b.Klien – perawat – perawat lain
c.Klien –keluarga/kelompok/masyarakat
4.Beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang
telah dicapai
5.Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
bersama klien dalam mengisi waktu yaitu berinteraksi
dengan orang lain
6.Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7.Beri penguatan positif atas kegiatan klien dalam
kegiatan ruangan
5.Klien 5.Klien dapat 1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya bila

26
dapat mengungkapkan perasaanya setelah berinteraksi dengan orang lain
mengungka berinteraksi dengan orang lain untuk: 2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan
pkan a. Diri-sendiri keuntungsn berinteraksi dengan orang lain
perasaanya b. Orang lain 3. Beri penguatan positif atas kemampuan klien
setelah mengungkapkan perasaan keuntungan berhubungan
berinteraksi dengan orang lain
dengan
orang lain

6.Klien 6. Keluarga dapat: 1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:


dapat a. Menjelaskan perasaan nya a. Salam,perkenalkan diri
memberda- b.Menjelaskan cara merawat klien b. Jelaskan tujuan
yakan menarik diri c. Buat kontrak
system c. Mendemonstrasikan cara perawatan d. Eksplorasi perasaan klien
pendukung klien menarik diri 2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang:
atau d. Berpartisipasi dalam perawatan a. Perilaku menarik diri
keluarga klien menarik diri b. Penyebab perilaku menarik diri
c. Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri
tidak ditanggapi
d. Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan

27
kepada klien dalam berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin
bergantian menjenguk klien minimal satu kali
seminggu
5. Beri penguatan positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga

28
BAB III

PENUTUP

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari tinjauan teoritis
yang dilakukan tim penyaji:

3.1 Kesimpulan

Isolasi sosial merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami suatu


kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain,akan tetapi tidak dapat
membuat hubungan baik(Carpenito,1995)dan menurut kelompok mengenai
isolasoi sosial itu merupakan suatu situasi atau kondisi seseorang yang kurang
baik dan mengalami pola pikir sehingga menarik diri sendiri atau menutup diri
untuk tidak bergaul terhadap lingkungan atau terhadap orang lain.Dikatakan
demikian karena menurut Towsend isolasi sosial tersebut memiliki tanda dan
gejala yang dapt diketahui antara lain:kurang spontan,apatis,ekspresi wajah tidak
berseri,tidak memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal kurang,
menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan terganggu,aktivitas
menurun,menolak berhungan dengan orang lain,sedih dan afek datar. Menurut
kelompok, isolasi sosial ini sering terjadi karena kurangnya hubungan yang baik
didalam manyarakat tersebut sehingga terjadi penarikan diri,gangguan pola pikir
gterhadap individu tersebut.

3.2 Saran

 Adapun saran bagi mahasiswa/I untuk mampu melakukan sesuatu


pengkajian terhadap suatu tindakan dan mampu mengangkat suatu
diagnosa dari tindakan pegkajian tersebut.

 Bagi para tim medis agar tetap menjalin kerja sama yang baik dalam
melakukan asuhan tindakan keperawatan terhadap pasien sesuai prosedur
baik didalam bidang teori maupun praktek lapangan nantinya.

 Saran bagi para masyrakat untuk tetap membina hubungan yang baik dalm
menciptakan suasana lingkuungan yang aman dan nyaman dalam
mengurangi angka kejadian terhadap isolasi sosial nantinya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ababar,2011 Jenis-jenis Skizofrenia http://www.vdshared.com/kesehatan/34-dunia-


manusia/111-jenis-jenis-skizofrenia.pdf) diakses tanggal 01 April 2013

Buchanan,2005.Patofisiologi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%20IIpdf.diakses
tanggal 01 April 2013

Damayanti,Mukhripah.2012.Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Kaplan dan Sadock,2004 .Skizofrenia http://www.google.com/search?q=skizofrenia-


pdf&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla diakses tanggal 01 April 2013

Keliat,Budi A.2011.Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat,Budi A.2011.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC

Kusumawati,Farida.2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Tirto.Jiwo.2012.Skizofrenia
tirtojiwo.org/wp-content/uploads/2012/06/kuliah schizophrenia.pdf , diakses tanggal 01
April 2013
Videbeck,Sheila L.2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

30

Anda mungkin juga menyukai