Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemajuan dan teknologi banyak memberikan perubahan dalam segi kehidupan manusia
baik positif maupun negatif. Salah satu perubahan negatif yang terjadi yaitu tekanan
psikologi yang berat. Setiap individu yang mempunyai suatu masalah apabila dibiarkan
akan menimbulkan gangguan jiwa.
Apabila individu mempunyai mekanisme koping yang efektif, maka individu tersebut
tidak mempunyai tekanan psikis, sebaliknya jika seorang individu mempunyai
mekanisme koping yang tidak efektif maka dapat menimbulkan gangguan jiwa. Ini sering
ditemukan pada pasien gangguan jiwa dengan schizofrenia.
Schizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai di mana-mana sejak
dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab - musabab dan
patogenesanya sangat kurang. (W.F. Maramis, 2005) Gangguan schizofrenia dapat
menimbulkan suatu gejala, salah satu dari gejala itu adalah menarik diri dimana seorang
mengidentifikasikan dirinya sebuah obyek yang tidak ada artinya. Perilaku menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain. (Tim Keperawatan Jiwa Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, 2004)
Oleh karena itu dituntut perawat psikiatri yang dapat menangani sesuai peran dan
fungsinya dengan memberikan proses keperawatan. Di RS Jiwa inilah penderita diberikan
terapi dan pengobatan serta disiapkan untuk kembali ke masyarakat dengan hidup normal
dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman praktek klinik selama 1 minggu di RSJD. Dr. RM.
Soedjarwadi Klaten dan preceptee dapat memahami dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa menggunakan pendekatan proses
keperawatan.

1
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kepada Pasien dengan gangguan jiwa.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi Pasien gangguan
jiwa.
c. Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran tentang sistem pelayanan yang
diberikan kepada Pasien dengan gangguan jiwa.
d. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan kepada Pasien dengan
gangguan jiwa.
e. Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi dengan Pasien gangguan jiwa.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang diberikan.

C. Metode Pengumpulan Data


Di dalam melakukan asuhan keperawatan pada Pasien dan untuk mendapatkan data yang
akurat, maka digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Wawancara dengan Pasien
Melakukan wawancara langsung dengan Pasien untuk mendapatkan data yang
subyektif maupun obyektif.
2. Observasi
Pengamatan langsung pada Pasien, akan mendapatkan data yang obyektif
3. Preceptor dan Staf Karyawan
Masukan dan bimbingan dari staf yang telah lama mengikuti dan mengamati Pasien
dapat dijadikan perbandingan.
4. Studi Pustaka

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis Schizofrenia


1. Pengertian
Schizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai di mana - mana
sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab - musabab dan
patogenesanya sangat kurang.
(W.F. Maramis, 2005)
Schizofrenia adalah kerusakan pola pikir (fragmented thinking) dan ketidakmampuan
melakukan hubungan dengan dunia lain.
(Stuart Sudden dalam Achir Yani, 2009)
2. Etiologi
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini
mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis)
yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress,
memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal
kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat
terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial ,
dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan
mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang
maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil
kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita
skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang
menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.
a. Faktor Neurobiologi
Penulisan menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui
bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan
munculnya simptom skizofrenia.

3
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain.
Dua hal yang menjadi sasaran Penulisan adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan
stressor lingkungan dan sosial.
b. Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :
Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan
gejala psikotik pada siapapun.
c. Faktor Genetika
Penulisan tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan
salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko
seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota
keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga
dekat. Penulisan terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh
genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
d. Faktor Psikososial
1) Teori Tentang Individu Pasien
a) Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika
neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan
konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego
defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.

4
Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan
waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang
buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud
tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon
terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan
oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang
berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah,
yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,
kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol
terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut
terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak. 
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi
masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin
mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien
untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga
merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.
b) Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan
psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap
berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan
kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat
kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan
faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi
tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan
dengan kerusakan ego yang mendasar.

5
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik
dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik
memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada
pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut
pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang
menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
c) Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-
kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara
pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
2) Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami
nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga
yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang
harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
a) Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan
keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang
dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya.
Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar,
sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk
melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
b) Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan
yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat
dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola
keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak
dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara
kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families Dijelaskan oleh Lyman Wynne,
beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan
komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara
konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik,

6
yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c) Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak Penulisan
menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa
yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse
pada pasien skizofrenia.
3) Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,
namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap
waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Bleuler gejala – gejala schizofrenia dibagi menjadi dua :
a. Gejala Primer
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi pikir). Yang terganggu
terutama adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan sudah
timbul ide lain. Terdapat pemindahan maksud. Jalan pikiran pada schizofrenia
sukar diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Seorang schizofrenia
juga mempunyai kecenderungan untuk menyamakan hal - hal. Kadang - kadang
pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi, dinamakan “blocking”. Timbul
ide-ide yang tidak dikehendaki, tekanan pikiran (pressure of thoughts). Bila suatu
ide berulang-ulang timbul dan diutarakan disebut perseverasi atau stereotipi
pikiran. Pikiran melayang / flight of ideas lebih sering dijumpai pada mania,
sedangkan pada schizofrenia lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering
tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, jalan pikiran tidak dapat diikuti
sama sekali. Sedangkan pada pikiran melayang selalu ada eforia dan jalan pikiran
masih bertujuan dan dapat diikuti meskipun ide muncul sangat cepat.
1) Gangguan afek dan emosi meliputi :
a) Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting).
b) Paramimi (Pasien senang tapi dia menangis).
c) Parathimi (seharusnya senang tapi timbul rasa sedih).

7
d) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan.
e) Emosi yang berlebihan.
f) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik.
g) Terpecah - belahnya kepribadian.
2) Gangguan Kemauan
Penderita schizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan.
3) Gejala Psikomotor juga dinamakan gejala - gejala katatonik atau gangguan
perbuatan.
b. Gejala Sekunder
1) Waham:Sering tidak logis sama sekali dan sangat bizzare.
2) Halusinasi:Timbul tanpa adanya penurunan kesadaran.
3) Menarik diri:Mengidentifikasi dirinya sebuah obyek yang tidak ada artinya.

4. Psikopatologi
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya
simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya
simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya
perubahan social/lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan. Masa
prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul simtom
psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah
sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama
(remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi
biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi
membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi
sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi,
dan ini bisa berlangsung seumur hidup.
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada,
sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah. 
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai
anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang
tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu
persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan

8
dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu,
menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses
berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap
paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata yang abnormal,
menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai
riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control
suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.

5. Jenis Schizofrenia
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia  Sebagai tambahan : Halusinasi dan atau
waham harus menonjol :
1) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
b. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia:
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis. 
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan.

9
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow)
dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau
perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau
oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
c. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya ;
1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan)
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
6) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar);

10
7) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. 
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. 
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
d. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu: 
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia tidak memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. 
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
e. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya).
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit
2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
f. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua

11
1) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia.
3) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia.
4) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative
tersebut. 
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
g. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala
“negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan

12
mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik
diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya
ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
6. Terapi
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena
75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika.
Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin,
molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma
sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik
dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika,
penggunaannya disarankan sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif
(ECT) lebih rendah disbanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian,
penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita
skizofrenia.
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan
menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk
mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini
berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat
pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi
perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi
bawah sadar.
Tujuannya adalah :
a. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
b. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita
memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
c. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak
berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
d. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
e. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga
lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan
bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi

13
individual menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau
mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks
hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas.
Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-
ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.

B. Teori Keperawatan Menarik diri


1. Pengertian
a. Kerusakan interaksi sosial adalah keadaan di mana seseorang berpartisipasi dalam
kuantitas yang tidak cukup atau kualitas tidak efektif dari pertukaran sosial.(Mary
C. Townsend, 2005).
b. Keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
c. Gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap
sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang
lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 
d. Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
yang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.(Tim Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan UI, 2004).

2. Etiologi
a. Faktor Perkembangan
Sentuhan, perhatian, kemampuan berhubungan dengan orang lain kurang sehingga
bereaksi menarik diri. Setiap perkembangan memiliki tugas yang harus dilalui,
jika tidak terpenuhi maka akan menyebabkan terlambatnya perkembangan.
Selanjutnya stimulus kasih sayang dan perhatian ibu saat masih bayi,
menyebabkan terlambatnya pembentukan rasa percaya.
b. Faktor Biologis
Genetik merupakan faktor pendukung gangguan jiwa.
c. Faktor Komunikasi dalam Keluarga

14
Pasien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan anggota
keluarga, sering menjadi kambing hitam setiap keluarga yang tidak konsisten.
Situasi ini membuat Pasien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
d. Faktor Sosial Budaya
Biasanya timbul gangguan berinteraksi dengan orang lain, sibuk memperjuangkan
hidup, cenderung tidak ada waktu untuk bersosialisasi.

3. Faktor Presipitasi (Pencetus)


a. Sosial Budaya
Mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain, dapat ditimbulkan
oleh berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya.
b. Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan, kekosongan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengisi tuntutan untuk terpisah dengan orang terdekat,
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, dan ketergantungan, dapat
menimbulkan ansietas tinggi.

4. Tanda Orang Dengan Menarik Diri


a. Kurang sopan.
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
c. Afek tumpul.
d. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
e. Komunikasi verbal menurun atau mengisolasi diri (menyendiri).
f. Pasien nampak memisahkan diri dari orang lain.
g. Tidak atau kurang sadar dengan lingkungkan sekitarnya.
h. Aktivitas menurun.
i. Harga diri rendah.
j. Menolak berhubungan dengna orang lain.

5. Proses Penarikan Diri


Seseorang yang merasa dirinya tidak berharga lagi akan merasa tidak aman
berhubungan dengan orang lain, sehingga mengalami gangguan dalam penghayatan
diri, rasa percaya diri dan menentukan identitas diri. Keadaan ini mengakibatkan
keadaan pasien takut ditolak atau tidak diterima orang lain, sehingga menimbulkan

15
kecintaan dirinya yang berlebihan dan pola menutup diri (introvert), sehingga
kegiatan yang dilakukan ditujukan untuk pemuasan diri dan kepribadian. Individu
menjadi kaku dan tidak dapat melibatkan diri pada situasi baru.

6. Gejala Menarik Diri


Seseorang yang cenderung mengembangkan pola menarik diri sering mengalami
kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari
individu tampak tenang, rajin, dan memberikan kesan tingkah laku yang baik.
Beberapa individu cenderung melamun dan bila mereka tampil di masyarakat
keterlibatannya selalu dalam bidang intelektual.
Gejala menarik diri akibat regresi antara lain :
a. Cara berpikir yang autistik.
Seperti anaknya yang beranggapan bahwa antara dirinya dengan dunia luar tidak
ada batas, segala sesuatu itu mempunyai arti.
b. Tidak dapat mengendalikan tingkah laku.
Padahal seharusnya dapat dikoreksi dengan adanya pengaruh realitas.
c. Tidak bisa membedakan simbol yang biasa dipakai dalam masyarakat.

7. Mekanisme Koping
a. Regresi : Menghindari stres terhadap karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan yang lebih awal.
b. Represi : Dorongan involunter dari pikiran yang menyakitkan atau konflik ingatan
dan kesadaran, pertahanan ego primer yang lebih cenderung memperkuat
mekanisme ego lamanya.
c. Isolasi : Memisahkan komponen emosional dari pikiran yang temporer atau
jangka panjang.

16
C. Teori Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
Data yang harus dilakukan pengkajian yaitu :

Data Subyektif Data Obyektif


a. Klien mengatakan malas bergaul a. Kurang spontan.
dengan orang lain. b. Apatis (acuh terhadap
b. Klien mengatakan dirinya tidak lingkungan)
ingin ditemani perawat dan c. Ekspresi wajah kurang berseri.
meminta untuk sendirian. d. Tidak merawat diri dan tidak
c. Klien mengatakan tidak mau memperhatikan kebersihan diri.
berbicara dengan orang lain. e. Tidak ada atau kurang
d. Klien tidak mau berkomunikasi. komunikasi verbal.

e. Data dari pasien / klien biasanya f. Mengisolasi diri.


didapat dari keluarga yang g. Tidak atau kurang sadar

mengetahui keterbatasan klien terhadap terhadap lingkungan

(suami, istri, anak, ibu, ayah, atau sekitarnya.

teman dekat). h. Asupan makanan dan minuman


terganggu.
i. Retensi urine dan feses.
j. Aktivitas menurun
k. Kurang berenergi atau
bertenaga.
l. Rendah diri.
m. Postur tubuh berubah, misal
sikap fetus atau janin (khusus
pada posisi tidur).

17
2. Pohon Masalah Isolasi Sosial

Resiko PK

PPS : Halusinasi AKIBAT


Defisit Perawatan Diri

Intoleransi Aktivitas Isolasi Sosial CORE PROBLEM

Harga Diri Rendah ETIOLOGI


Kronis

Koping Keluarga tidak efektif Koping Individu tidak efektif


Halusinasi

3. Masalah Keperawatan yang kemungkinan muncul :


a. Isolasi sosial.
b. Harga diri rendah kronis.
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
d. Koping individu tidak efektif.
e. Koping keluarga tidak efektif.
f. Intoleransi aktivitas.
g. Defisit perawatan diri.
h. Resiko Perilaku Kekerasan terhadap diri, orang lain dan lingkungan.

4. Diagnosa yang muncul :


a. Perubahan sensori persepsi : Halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial
menarik diri.
b. Kerusakan interaksi sosial : Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan
halusinasi
c. Kerusakan Interaksi sosial : Isolasi sosial berhubungan dengan harga diri rendah.

18
d. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
tidak efektif.
e. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping keluarga
tidak efektif.
f. ADL : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi sosial.
g. ADL : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas

19
BAB III
TINJAUAN KASUS

Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa

Tanggal pengkajian : 20 Januari 2015


Jam : 08.30 wib
Oleh : Leo Perdana Kurnianto
I. Identitas Klien
Nama klien : Bp.R
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Agama : Katolik
Statua perkawainan : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia
Tanggal Masuk RS : 29 Desember2014
Alamat : Karangturi, Gantiwarno, Klaten

II. Alasan Masuk RS


Sejak tahun 1985 mengalami gangguan psikologi akibat stres dan depresi, karena
ditinggal ayah dan tidak diterima bekerja dilakukan rawat jalan oleh keluarga tapi
kurang berhasil. Klien dimasukkan ke RSJD DR.RM.Soedjarwadi pada tanggal 29
desember 2014, karena mengalami depresi berat dan stress yang tidak terkontrol, dan
sering mengurung diri.

III. Faktor predisposisi


1. Riwayat gangguan jiwa dimasa lalu.
Klien mengatakan sejak tahun 1985 mengalami gangguan psikologi akibat stress
dan depresi, sudah pernah masuk RSJ dan kambuh lagi, karena terlambat minum
obat.

20
2. Pengobatan sebelumnya
Klien mengatakan pengobatannya kurang berhasil, karena klien tidak teratur dalam
minum obat.
Masalah Keperawatan : Ketidakpatuhan

3. Trauma
Jenis trauma usia Pelaku korban saksi
Aniaya fisik - - - -
Aniaya seksual - - - -
penolakan - - - -
Kekerasan - - - -
dalam keluarga
Tindakan - - - -
kriminal

klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma

4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa


Klien dan keluarga klien mengatakan tidak ada keluarga lain yang menderita
gangguan jiwa.

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Ayah dari bapak R menikah lagi, dan tidak mengurus Bapak R dan saudaranya.
Kemudian Ibu Bapak R meninggal, sehingga bapak R menjadi depresi dan merasa
kehilangan
Masalah Keperawatan : Berduka disfungsional

21
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda vital
TD : 110/ 70 mmHg N :98 x/mnt R : 20 x/ mnt S: 37OC
2. Ukuran
BB :46 Kg TB : 165 cm
3. Keluhan fisik : tidak terdapat keluhan fisik

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :

: laki –laki

: perempuan

: perempuan sudah meninggal

: laki-laki sudah meninggal

: klien

: tinggal serumah

Klien tinggal bersama hanya dengan kakak pertamanya, karena ibunya sudah
meninggal dan ayahnya menikah lagi dan tinggal sendiri, sehingga tidak mengurusnya

22
lagi. Sedangkan kakak pertamannya juga sibuk bekerja sehingga klien tidak ada yang
merawat.
Masalah Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif : ketidakmampuan

2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Hidupnya tidak berarti, klien merasa hanya untuk dijalani
saja, tidak untuk suatu tujuan tertentu
b. Ideal diri : Klien mengatakan ingin sembuh dan ingin segera keluar dari
rumah sakit .
c. Harga diri: klien mengatakan masih malas bergaul dengan orang lain, karena
klien merasa malu dan kurang interaksi
d. Peran: Klien tidak ikut serta dalam kegiatan, karena klian merasa malum dan
tidak mempunyai teman untuk diajak bicara
e. Identitas: klien dapat menyebutkan identitas dirinya, meliputi nama dan tahun
lahir
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah kronik

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Klien mengatakan orang paling berarti dalam hidupnya
adalah hanya kakak pertamanya
b. Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan kelompok/ masyarakat, karena
malas untuk berinteraksi dengan orang lain
Masalah Keperawatan :Isolasi sosial: menarik diri

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :klien beragama katholik.
b. Kegiatan ibadah :klien mengatakan tidak pernah ke gereja.
Masalah Keperawatan : distress spiritual

23
VI. Status Mental
1. Penampilan
Klien tidak rapi dalam berpakaian, kulit tampak lusuh dan kasar, selalu memakai
seragam dari Rumah Sakit, mandi 1x sehari, saat makan kurang bersih dan kurang
rapi, untuk BAB dan BAK biasa ke toilet sendiri, klien malas menggosok gigi.
Masalah Keperawatan :Defisit perawatan diri.

2. Pembicaraan
Komunikasi klien kurang, klien berbicara lambat, pelan dan tidak mau menatap
lawan bicara dan kadang hanya menganggukan kepala, cenderung blocking.
Masalah Keperawatan : kerusakan komunikasi verbal.

3. Aktivitas motorik
Klien lesu, dan tidak bersemangat, kadang diam saja pada saat mengikuti kegiatan
TAK di ruangan
Masalah keperawatan : deficit aktivitas deversional / hiburan

4. Afek dan emosi


a. Afek
Datar dan labil, kadang mau diajak berinteraksi kadang tidak mau.
Masalah Keperawatan: Kerusakan interaksi sosial
b. Alam Perasaan
Klien mengatakan masih sering memikirkan kejadian masa lalu tentang
ibunya yang meninggal dan di tinggal ayahnya menikah lagi, klien merasa
sedih.
Masalah keperawatan : Berduka disfungsional

5. Interaksi selama wawancara


Ada kontak mata sesekali, klien kurang kooperatif, sering hanya menganggukkan
kepala saja
Maslah keperawatan: kerusakan interaksi sosial

24
6. Persepsi sensori
Klien tidak menunjukkan adanya gangguan persepsi sensori
Masalah keperawatan : -
7. Proses pikir
a. Proses pikir ( Arus dan bentuk pikir )
Selama diberi pertanyaan klien mampu menjawab dengan baik walau hanya
seperlunya saja.
Masalah keperawatan : -
b. Isi pikir
Tidak ada waham, obsesi, dan tidak ada hipokondria
Masalah keperawatan : -
8. Tingkat kesadaran
Kesadaran baik, klien dapat mengorientasikan waktu, tempat dengan jelas.
Misalnya klien dapat menyebutkan nama dan tahun lahir, klien menyebutkan
nama hari itu dan jam saat itu.
9. Memori
Klien mudah lupa, Gangguan daya ingat jangka pendek, contoh saat kemarin
berkenalan sekarang tidak ingat nama saat berkenalan
Masalah keperawatan : -
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dan berhitung sederhana, misalnya menyebutkan
angka 1 sampai 10 dan dapat menyebutkan urutan nama nama hari dan bulan.
Masalah keperawatan : -
11. Kemampuan penilaian
Klien mampu membedakan barang kotor dan bersih.
Masalah keperawatan : -
12. Daya tilik diri
Klien tidak menyalahkan hal diluar dirinya yang membuat dirinya sakit
Masalah keperawatan : -

25
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan

Kemampuan memenuhi kebutuhan Ya Tidak


Makanan √
Keamanan √
Perawatan kesehatan √
Pakaian √
Transportasi √
Tempat tinggal √
Keuangan √
Lain-lain
Klien mampu memenuhi kebutuhan makan minum berpakaian, transportasi dan lain-
lainnya dengan cukup baik
2. Kegiatan Hidup Sehari-hari (ADL)
a. Perawatan Diri
Kegiatan hidup sehari-hari Bantuan total Bantuan minimal
Mandi √
Kebersihan √
Makan √
Buang air kecil (BAK) √
Buang air besar (BAB) √
Ganti pakaian √

Klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri, tetapi harus disuruh
terlebih dahulu.
b. Nutrisi
Klien mengatakan puas dengan nafsu makanya, dan tidak mengeluh dengan
apa yang disajikan
c. Frekuensi makan 3x sehari, habis satu porsi, nafsu makan baik, BB tetap : 46
kg
MasalahKeperawatan : -

26
d. Tidur
Klien jarang bisa tidur siang, karena terlalu gaduh setelah tidur klien merasa
segar, tidak ada yang menolong untuk memudahkan tidur
Tidur malam jam : 10 Bangun jam :7 Rata-rata tidur malam : 10 jam
Tidak ada gangguan tidur
MasalahKeperawatan :-

3. Kemampuan Klien dalam Hal-Hal Berikut


a. Klien membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri
b. Klien mampu mengatur penggunaan obat selama di rumah sakit
c. Klien mau melakukan pemeriksaan kesehatan, yaitu dengan melakukan
pemeriksaan tekanan darah secara rutin.
Masalah Keperawatan : -
4. Klien Memiliki Sistem Pendukung
a. Keluarga : Mendapatkan dukungan dari kakaknya
b. Teman sejawat : Tidak ada karena tidak bekerja
c. Terapis : Mendapat dukungan dari perawat dan terapis agar
sembuh
d. Kelompok sosial : Tidak ada karena susah berinteraksi
Masalah Keperawatan : -
5. Apakah Klien Menikmati Saat Bekerja, Kegiatan Produktif atau Hobi?
Klien tidak bekerja, menikmati hobinya yaitu membaca.
Masalah Keperawatan : -

VIII. Mekanisme koping


Adaptif Mal adaptif
Mampu berorientasi dengan waktu, Reaksi lambat
tempat dan orang
Teknik relaksasi Tidak mau berkomunikasi dengan
orang lain
Olahraga -
Aktif dalam kegiatan di RS -
Masalah Keperawatan ; Koping individu tidak efektif ( defensive)

27
IX. Masalah psikososial dan lingkungan
a. Klien mengatakan kurangnya dukungan dari kelompok masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya, sehingga klien merasa dikucilkan, karena klien
malu berinteraksi dengan orang lain.
b. Klien mengatakan tidak punya teman karena malas berkomunikasi dengan
orang lain.
c. Klien mengatakan pendidikannya hanya sampai SMA, karena ingin
melanjutkan bekerja.
d. Klien mengatakan tidak punya pekerjaan, karena pernah beberapa kali di tolak
dalam pekerjaan
e. Klien mengatakan masalah keuangannya ditanggung saudaranya
Masalah keperawatan: isolasi social

X. ASPEK MEDIS
Diagnosa medis : Skizofrenia

Terapi Medis :
Diberikan obat:
- Diasepam 1 mg 1x1
No. Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek samping Implikasi

1. Diazepam Kecemasan, Ketergantungan Penglihatan kabur, Memberikan


tegang, gelisah, zat-zat lain retensi urine, Diazepam
gangguan termasuk ketergantungan 5mg PO 1 x
fungsi alcohol kecuali obat. sehari setiap
autonomic, pada malam.
kejang otot. penanganan
akut raksi putus
obat.

Masalah Keperawatan :-

28
XI. ANALISA DATA
No. DATA MASALAH
1 DS : Harga diri rendah kronik
Klien mengatakan hidupnyatidak berarti, hanya untuk
dijalani saja tidak ada maknanya.
DO :
Klien terlihat lesu tidak bersemangat, acuh dan cuek
terhadap hidupnya

2 DS : Isolasi sosial: menari diri.


Klien mengatakan tidak punya teman dan tidak pernah
mengikuti kegiatan masyarakat. Klien mengatakan malas
bergaul dengan orang lain.
DO :
Klien senang menyendiri, saat di ajak bicara klien menunduk
dan tidak mau menatap lawan bicara

3 DS : Defisit perawatan diri


Klien mengatakan belum mandi dan malas untuk menggosok
gigi
DO :
Klien tampak kusut dan tidak segar karena belum mandi,
nafas klien bau, kulit kusam dan kasar, penampilan kurang
rapi

4 DS : Ketidakpatuhan
Klen mengatakan tidak minum obat secara teratur
DO :
Pengobatan kurang berhasil dan klien kambuh sehingga
merasa depresi dan stress berlebihan

5 DS : Berduka Disfungsional
Klien mengatakan ibunya sudah meninggal kemudian

29
ditinggal ayahnya menikah lagi, hanya tinggal dengan
kakaknya
DO :
Klien sering melamun dan merasa sedih teringant kejadian
masa lalu

6 DS : Koping keluarga tidak


Klien mengatakan ibunya sudah meninggal kemudian efektif : Ketidakmampuan
ayahnya menikah lagi dan meninggalkannya dan kakaknya,
DO :
Klien hanya tinggal serumah dengan kakak pertamanya, dan
sering ditinggal bekerja

7 DS : Distress Spiritual
Klien mengatakan tidak pernah ke gereja
DO :
Klien beragama katholik

8 DS : Kerusakan Komunikasi
Klien mengatakan malas berkomunikasi Verbal
DO :
Komunikasi klien kurang, klien berbicara lambat, pelan dan
tidak mau menatap lawan bicara dan kadang hanya
menganggukan kepala, cenderung blocking.

9 DS : Defisit aktivitas
Klien mengatakan malas untuk mengikuti kegiatan deversional / hiburan
DO :
Klien tampak lesu, dan tidak bersemangat, kadang diam saja
pada saat mengikuti kegiatan TAK di ruangan

10 DS : Kerusakan interaksi sosial


Klien mengatakan malas untuk berinteraksi dan mencari
teman karena merasa malu
30
DO :
Afek datar dan labil, kadang tidak mau diajak
berkomunikasi, hanya sedikit kontak mata, dan kurang
kooperatif

11 DS : Koping individu tidak


Klien merasa malu dan malas untuk berkomunikasi dengan efektif (defensive)
orang lain, sulit untuk menyelesaikan masalah
DO :
Reaksi klien lambat, tidak mau berkomunikasi, berdiam diri
dan menutup diri

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


a. Harga diri rendah kronik
b. Isolasi sosial: menari diri
c. Defisit perawatan diri
d. Ketidakpatuhan
e. Berduka Disfungsional
f. Koping keluarga tidak efektif : Ketidakmampuan
g. Distress Spiritual
h. Kerusakan Komunikasi Verbal
i. Defisit aktivitas deversional / hiburan
j. Kerusakan interaksi sosial
k. Koping individu tidak efektif (defensive)

XIII. POHON MASALAH


Defisit aktivitas deversional / hiburan
31
Kerusakan Komunikasi Verbal Isolasi Sosial CORE PROBLEM

Berduka Disfungsional Harga Diri Rendah ETIOLOGI


Kronis
Distress spiritual

Koping Keluarga tidak efektif Koping Individu tidak efektif Ketidakpatuhan


Halusinasi

XIV. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Isolasi sosial: menari diri
b. Harga diri rendah kronik
c. Defisit perawatan diri

Tanggal 20 Januari 2015


Perawat yang mengkaji,

Leo Perdana Kurnianto


NIM :1202077

32
33

Anda mungkin juga menyukai