PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman praktek klinik selama 1 minggu di RSJD. Dr. RM.
Soedjarwadi Klaten dan preceptee dapat memahami dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
1
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kepada Pasien dengan gangguan jiwa.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi Pasien gangguan
jiwa.
c. Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran tentang sistem pelayanan yang
diberikan kepada Pasien dengan gangguan jiwa.
d. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan kepada Pasien dengan
gangguan jiwa.
e. Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi dengan Pasien gangguan jiwa.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang diberikan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain.
Dua hal yang menjadi sasaran Penulisan adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan
stressor lingkungan dan sosial.
b. Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :
Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan
gejala psikotik pada siapapun.
c. Faktor Genetika
Penulisan tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan
salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko
seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota
keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga
dekat. Penulisan terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh
genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.
d. Faktor Psikososial
1) Teori Tentang Individu Pasien
a) Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika
neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan
konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego
defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.
4
Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan
waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang
buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud
tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon
terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan
oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang
berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah,
yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,
kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol
terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut
terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi
masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin
mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien
untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga
merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.
b) Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan
psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap
berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan
kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat
kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan
faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi
tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan
dengan kerusakan ego yang mendasar.
5
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik
dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik
memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada
pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut
pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang
menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
c) Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-
kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara
pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
2) Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami
nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga
yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang
harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
a) Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan
keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang
dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya.
Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar,
sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk
melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
b) Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan
yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat
dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola
keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak
dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara
kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families Dijelaskan oleh Lyman Wynne,
beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan
komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara
konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik,
6
yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c) Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak Penulisan
menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa
yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse
pada pasien skizofrenia.
3) Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,
namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap
waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.
7
d) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan.
e) Emosi yang berlebihan.
f) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik.
g) Terpecah - belahnya kepribadian.
2) Gangguan Kemauan
Penderita schizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan.
3) Gejala Psikomotor juga dinamakan gejala - gejala katatonik atau gangguan
perbuatan.
b. Gejala Sekunder
1) Waham:Sering tidak logis sama sekali dan sangat bizzare.
2) Halusinasi:Timbul tanpa adanya penurunan kesadaran.
3) Menarik diri:Mengidentifikasi dirinya sebuah obyek yang tidak ada artinya.
4. Psikopatologi
Tanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya
simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya
simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya
perubahan social/lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan. Masa
prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul simtom
psikotik yang terlihat.
Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah
sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama
(remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi
biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi
membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi
sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi,
dan ini bisa berlangsung seumur hidup.
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada,
sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai
anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang
tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu
persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan
8
dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu,
menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses
berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap
paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata yang abnormal,
menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai
riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control
suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.
5. Jenis Schizofrenia
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan : Halusinasi dan atau
waham harus menonjol :
1) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
b. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia:
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan.
9
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow)
dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau
perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau
oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
c. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya ;
1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan)
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya)
6) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar);
10
7) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
d. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe
tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia tidak memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
e. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya).
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit
2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
f. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua
11
1) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia.
3) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia.
4) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative
tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
g. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala
“negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan
12
mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik
diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya
ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
6. Terapi
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena
75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika.
Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin,
molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma
sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik
dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika,
penggunaannya disarankan sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif
(ECT) lebih rendah disbanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian,
penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita
skizofrenia.
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan
menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk
mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini
berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat
pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi
perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi
bawah sadar.
Tujuannya adalah :
a. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
b. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita
memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
c. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak
berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
d. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
e. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga
lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan
bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi
13
individual menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau
mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks
hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas.
Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-
ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.
2. Etiologi
a. Faktor Perkembangan
Sentuhan, perhatian, kemampuan berhubungan dengan orang lain kurang sehingga
bereaksi menarik diri. Setiap perkembangan memiliki tugas yang harus dilalui,
jika tidak terpenuhi maka akan menyebabkan terlambatnya perkembangan.
Selanjutnya stimulus kasih sayang dan perhatian ibu saat masih bayi,
menyebabkan terlambatnya pembentukan rasa percaya.
b. Faktor Biologis
Genetik merupakan faktor pendukung gangguan jiwa.
c. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
14
Pasien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan anggota
keluarga, sering menjadi kambing hitam setiap keluarga yang tidak konsisten.
Situasi ini membuat Pasien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
d. Faktor Sosial Budaya
Biasanya timbul gangguan berinteraksi dengan orang lain, sibuk memperjuangkan
hidup, cenderung tidak ada waktu untuk bersosialisasi.
15
kecintaan dirinya yang berlebihan dan pola menutup diri (introvert), sehingga
kegiatan yang dilakukan ditujukan untuk pemuasan diri dan kepribadian. Individu
menjadi kaku dan tidak dapat melibatkan diri pada situasi baru.
7. Mekanisme Koping
a. Regresi : Menghindari stres terhadap karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan yang lebih awal.
b. Represi : Dorongan involunter dari pikiran yang menyakitkan atau konflik ingatan
dan kesadaran, pertahanan ego primer yang lebih cenderung memperkuat
mekanisme ego lamanya.
c. Isolasi : Memisahkan komponen emosional dari pikiran yang temporer atau
jangka panjang.
16
C. Teori Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
Data yang harus dilakukan pengkajian yaitu :
17
2. Pohon Masalah Isolasi Sosial
Resiko PK
18
d. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
tidak efektif.
e. Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping keluarga
tidak efektif.
f. ADL : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi sosial.
g. ADL : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
20
2. Pengobatan sebelumnya
Klien mengatakan pengobatannya kurang berhasil, karena klien tidak teratur dalam
minum obat.
Masalah Keperawatan : Ketidakpatuhan
3. Trauma
Jenis trauma usia Pelaku korban saksi
Aniaya fisik - - - -
Aniaya seksual - - - -
penolakan - - - -
Kekerasan - - - -
dalam keluarga
Tindakan - - - -
kriminal
21
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda vital
TD : 110/ 70 mmHg N :98 x/mnt R : 20 x/ mnt S: 37OC
2. Ukuran
BB :46 Kg TB : 165 cm
3. Keluhan fisik : tidak terdapat keluhan fisik
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: laki –laki
: perempuan
: klien
: tinggal serumah
Klien tinggal bersama hanya dengan kakak pertamanya, karena ibunya sudah
meninggal dan ayahnya menikah lagi dan tinggal sendiri, sehingga tidak mengurusnya
22
lagi. Sedangkan kakak pertamannya juga sibuk bekerja sehingga klien tidak ada yang
merawat.
Masalah Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif : ketidakmampuan
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Hidupnya tidak berarti, klien merasa hanya untuk dijalani
saja, tidak untuk suatu tujuan tertentu
b. Ideal diri : Klien mengatakan ingin sembuh dan ingin segera keluar dari
rumah sakit .
c. Harga diri: klien mengatakan masih malas bergaul dengan orang lain, karena
klien merasa malu dan kurang interaksi
d. Peran: Klien tidak ikut serta dalam kegiatan, karena klian merasa malum dan
tidak mempunyai teman untuk diajak bicara
e. Identitas: klien dapat menyebutkan identitas dirinya, meliputi nama dan tahun
lahir
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah kronik
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Klien mengatakan orang paling berarti dalam hidupnya
adalah hanya kakak pertamanya
b. Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan kelompok/ masyarakat, karena
malas untuk berinteraksi dengan orang lain
Masalah Keperawatan :Isolasi sosial: menarik diri
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :klien beragama katholik.
b. Kegiatan ibadah :klien mengatakan tidak pernah ke gereja.
Masalah Keperawatan : distress spiritual
23
VI. Status Mental
1. Penampilan
Klien tidak rapi dalam berpakaian, kulit tampak lusuh dan kasar, selalu memakai
seragam dari Rumah Sakit, mandi 1x sehari, saat makan kurang bersih dan kurang
rapi, untuk BAB dan BAK biasa ke toilet sendiri, klien malas menggosok gigi.
Masalah Keperawatan :Defisit perawatan diri.
2. Pembicaraan
Komunikasi klien kurang, klien berbicara lambat, pelan dan tidak mau menatap
lawan bicara dan kadang hanya menganggukan kepala, cenderung blocking.
Masalah Keperawatan : kerusakan komunikasi verbal.
3. Aktivitas motorik
Klien lesu, dan tidak bersemangat, kadang diam saja pada saat mengikuti kegiatan
TAK di ruangan
Masalah keperawatan : deficit aktivitas deversional / hiburan
24
6. Persepsi sensori
Klien tidak menunjukkan adanya gangguan persepsi sensori
Masalah keperawatan : -
7. Proses pikir
a. Proses pikir ( Arus dan bentuk pikir )
Selama diberi pertanyaan klien mampu menjawab dengan baik walau hanya
seperlunya saja.
Masalah keperawatan : -
b. Isi pikir
Tidak ada waham, obsesi, dan tidak ada hipokondria
Masalah keperawatan : -
8. Tingkat kesadaran
Kesadaran baik, klien dapat mengorientasikan waktu, tempat dengan jelas.
Misalnya klien dapat menyebutkan nama dan tahun lahir, klien menyebutkan
nama hari itu dan jam saat itu.
9. Memori
Klien mudah lupa, Gangguan daya ingat jangka pendek, contoh saat kemarin
berkenalan sekarang tidak ingat nama saat berkenalan
Masalah keperawatan : -
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dan berhitung sederhana, misalnya menyebutkan
angka 1 sampai 10 dan dapat menyebutkan urutan nama nama hari dan bulan.
Masalah keperawatan : -
11. Kemampuan penilaian
Klien mampu membedakan barang kotor dan bersih.
Masalah keperawatan : -
12. Daya tilik diri
Klien tidak menyalahkan hal diluar dirinya yang membuat dirinya sakit
Masalah keperawatan : -
25
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri, tetapi harus disuruh
terlebih dahulu.
b. Nutrisi
Klien mengatakan puas dengan nafsu makanya, dan tidak mengeluh dengan
apa yang disajikan
c. Frekuensi makan 3x sehari, habis satu porsi, nafsu makan baik, BB tetap : 46
kg
MasalahKeperawatan : -
26
d. Tidur
Klien jarang bisa tidur siang, karena terlalu gaduh setelah tidur klien merasa
segar, tidak ada yang menolong untuk memudahkan tidur
Tidur malam jam : 10 Bangun jam :7 Rata-rata tidur malam : 10 jam
Tidak ada gangguan tidur
MasalahKeperawatan :-
27
IX. Masalah psikososial dan lingkungan
a. Klien mengatakan kurangnya dukungan dari kelompok masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya, sehingga klien merasa dikucilkan, karena klien
malu berinteraksi dengan orang lain.
b. Klien mengatakan tidak punya teman karena malas berkomunikasi dengan
orang lain.
c. Klien mengatakan pendidikannya hanya sampai SMA, karena ingin
melanjutkan bekerja.
d. Klien mengatakan tidak punya pekerjaan, karena pernah beberapa kali di tolak
dalam pekerjaan
e. Klien mengatakan masalah keuangannya ditanggung saudaranya
Masalah keperawatan: isolasi social
X. ASPEK MEDIS
Diagnosa medis : Skizofrenia
Terapi Medis :
Diberikan obat:
- Diasepam 1 mg 1x1
No. Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek samping Implikasi
Masalah Keperawatan :-
28
XI. ANALISA DATA
No. DATA MASALAH
1 DS : Harga diri rendah kronik
Klien mengatakan hidupnyatidak berarti, hanya untuk
dijalani saja tidak ada maknanya.
DO :
Klien terlihat lesu tidak bersemangat, acuh dan cuek
terhadap hidupnya
4 DS : Ketidakpatuhan
Klen mengatakan tidak minum obat secara teratur
DO :
Pengobatan kurang berhasil dan klien kambuh sehingga
merasa depresi dan stress berlebihan
5 DS : Berduka Disfungsional
Klien mengatakan ibunya sudah meninggal kemudian
29
ditinggal ayahnya menikah lagi, hanya tinggal dengan
kakaknya
DO :
Klien sering melamun dan merasa sedih teringant kejadian
masa lalu
7 DS : Distress Spiritual
Klien mengatakan tidak pernah ke gereja
DO :
Klien beragama katholik
8 DS : Kerusakan Komunikasi
Klien mengatakan malas berkomunikasi Verbal
DO :
Komunikasi klien kurang, klien berbicara lambat, pelan dan
tidak mau menatap lawan bicara dan kadang hanya
menganggukan kepala, cenderung blocking.
9 DS : Defisit aktivitas
Klien mengatakan malas untuk mengikuti kegiatan deversional / hiburan
DO :
Klien tampak lesu, dan tidak bersemangat, kadang diam saja
pada saat mengikuti kegiatan TAK di ruangan
32
33