Anda di halaman 1dari 16

BAB II

Tinjauan Teori

2.1 DEFINISI
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia. Seluruh klien dengan
skizofenia diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang sering juga
disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak depresi dan delirium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikam sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksternal; persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien
mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi
terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus intiernal
dipersepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh klien (Iskandar, 2012)

2.2 ETIOLOGI
Menurut wlins dan Heacock Etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera tapi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi pendengar, Halusinasi dapat ditimbulkan dari beberapa kondisi sepeerti
kelelahan yang luar biasa
2. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebihan yang tidak dapat
diatasi
3. Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego
4. Dimensi sosial
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak memuaskan
sehingga koping digunakan untuk menurunkan kecemasan akibat kehilangan
kontrol terhadap diri sendiri, harga diri,maupun interaksi sosial
5. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami hausinasi yang merupakan mahluk sosial yang mengalami
ketidakharmonisan berinteraksi
Menurut stuart dan sudden terjadi halusinasi disebabkan karena:
1. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
mengancam, ditekan untuk muncul akan sabae
2. Teori biokimia
Halusinasi terjadi karna respon metabolisme terhadap stress yang mengakibatkan
dan melepaskan zat halusinogenikneurokimia seperti bufotamin
Sedangkan mc forlana dan tomas mengemukakan beberapa teori yaitu
1. Teori psikofisiologi
Terjadi akibat ada fungsi kognitik yang menurun karena terganggunya fungsi luhur
otak, oleh karena kelelahan, keracunan
2. Teori psikodinamik
Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sabar yang masuk alam tak sadar
merupakan sesuatu/respon terhadap konflik psikologi dan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sehingga halusinasi adalah gambaran dari keinginan klien
3. Teoti interpersonal
Teori ini menyakatakan seseorang yang mengalami keccemasan berat dalam situasi
yang penuh dengan stress akan berusaha untuk menurunkan kecemasan dengan
menggunakan koping yang biasa digunakan (Iskandar, 2012)

2.3 JENIS – JENIS HALUSINASI


Stuart dan Laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi
yang meliputi:
1) halusinasi pendengaran (auditory),
2) halusinasi penglihatan (visual),
3) halusinasi penghidu (olfactory),
4) halusinasi pengecapan (gustatory),
5) halusinasi perabaan (tactile),
6) halusinasi cenethetic,
7) halusinasi kinesthetic.
Halusinasi yang paling banya di derita adalah halusinasi pendengaran yang
mencapai lebih kuran 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat
kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi
pengecapan, penghidu, perabaan, kinesthetic, dan cenethetic hanya meliputi 10%.
(Iskandar, 2012)

2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnose klien
yang mengalami psikotik, khususnya Schizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh
factor (Stuart dan Laraia,2005), dibawah ini antara lain:
1. Factor predisposisi , adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan social cultural, biokimia, psikologis dan genetic yaitu factor
risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Beberapa factor
predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologyseperti
pada halusinasi antara lain: (Iskandar, 2012)
a. Factor Genetik, telah diketahui bahwa secara genetic
schizophrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom yang keberapa yang menjadi factor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitin. Anak kembali identik memilikikemungkinan
mengalami schizophrenia, sementara jika dizygote peluangnya
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalami
schizophrenia, sementara bila kedua orang tunya schizophrenia
maka peluangnya menjadi 35%.
b. Factor perkembangan, jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu
akan mengalami stress dan kecemasa.
c. Factor neurobiology, ditemukan bahwa kortex pre frontal dan
kortex limbic pada klien dengan klien dengan schizophrenia
tudak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
schizophrenia terjadi penurunan juga volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga tidak ditemukan tidak
normal, khususnya dopamine, serotonin dan glutamate.
d. Study neurotransmitter, schizophrenia diduga juga disebabkan
oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter serta
dopamine berlebihan, tidak seimbangdengan kadar serotonin.
e. Factor Biokimia, mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Dengan adanya stress yangyang berlebihan yang
dialami seseorang,maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia sperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP).
f. Teori Virus, paparan virus influenza pada trimester ke-3
kehamiulan dapat menjadi factor predisposisi schizophrenia.
g. Psikologis, beberapa kondisi psikologis yang menjadi factor
predisposisi schizophrenia, antara lain anak yang diperlakukan
olegh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak
berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya. Sementara itu hubungan interpersonal yang tidak
harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan
yang tinghi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
h. Factor Sosiokultural, berbagai factor di masyarakat dapat
menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
2. Factor Presipitasi, yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperi partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karna hal tersebut dapat
menyebabkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan
zat halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena proses penghambatan
dalam proses transduksi dari suatu impuls yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan dalam proses interprestasi dan interkoneksi sehingga dengan
demikian factor-faktor pencetus respon neurubiologis dapat
dijabarkansebagai berikut:
a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak
b. Mekanisme penghantaran listriik di syaraf terganggu
(mekanisme getting abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan,
sikap, fan perilaku seperti yang tercantum di table berikut
ini:
1. KESEHATAN 1. Nutrisi kurang
2. Kurang tidur
3. Ketidakseimbangan irama sirkadian
4. Kelelahan
5. Infeksi
6. Obat-obatan sistem syaraf pusat
7. Kurangnya latihan
8. Hambatan untuk manjangkau
pelayanan kesehatan
2. LINGKUNGAN 1. Lingkungan yang memusuhi, krisis
2. Masalah di rumah tangga
3. Kehilangan kebebasan hidup
4. Perubahan kebiasaan hidup, pola
aktifitas sehari-hari
5. Kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain
6. Isolasi social
7. Kurangnya dukungan social
8. Tekanan kerja(ketrampilan dalam
bekerja)
9. Kurangnya alat transportasi
10. Ketidakmampuan dalam mendapatkan
pekerjaan
3. SIKAP/PERILAKU 1. Merasa tidak mampu (harga diri
rendah)
2. Putus asa (tidak percaya diri)
3. Merasa gagal (kehilangan motivasi
dalam menggunakan keterampilan
diri)
4. Kehilangan kendari diri (demoralisasi)
5. Merasa punya kekuatan berlebihan
demngan gejala tersebut
6. Merasa malang (tidak dapat
memenuhi kebutuhan spiritual)
7. Bertindak tidak seperti orang lain dari
segi usia maupun kebudayaan
8. Rendahnya kemampuan sosialisasi
9. Ketidakadekuatan pengobatan
10. Perilaku agresif
11. Perilaku keksrasan
12. Ketidakadekuatan penanganan gejala

2.5 MEKANISME KOPPING / PSIKODINAMIKA


Mekanisme kopping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart,
Laraia, 2005) meliputi: (Iskandar, 2012)
1) Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) Preyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

2.6 RENTANG RESPON HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu respon mal adaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart dan Laraia, 2005). Ini merupakan
respon persepsi paling mal adaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, ,mampu
mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra
walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu ( yang karena
suatu hal mengalami kelainan persepsi) yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi
yang dilakukan terhadap stimulus pancaindra tidak akurat sesuai dengan stiumulus
yang diterima. (Iskandar, 2012)
Respon Adaptif Respon Mal Adaptif
1. Distorsi pikiran 1. Gangguan
1. Pikiran logis
ilusi piker/delusi
2. Reaksi emosi
2. Persepsi akurat 2. Halusinasi
berlebihan
3. Emosi konsisten 3. Perilaku aneh atau 3. Sulit merespon
dengan tidak biasa emosi
pengalaman
4. Perilaku
4. Perilaku sesuai 4. Menarik diri
disorganisasi
5. Berhubungan
5. Isolasi social
sosial

2.7 FASE-FASE HALUSINASI


Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya.
Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat
ansietas yang dialami dan kemampuan klien dalam mengendalikan diri nya.
Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase lengkap tercantum dalam table di
bawah ini: (Iskandar, 2012)
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase.I Klien mengalami perasaan yang 1. Tersenyum atau tertawa
Ccomforting mendalam seperti ansietas, kesepian, yang tidak sesuai.
Ansietas sedang rasa bersalah, takut sehingga mencoba 2. Menggerakkan bibir tanpa
Halusinasi untuk berfokus pada pikiran suara.
menyenangkan menyenangkan untuk meredakan 3. Pergerakkan mata yang
ansietas. Individu mengenali bahwa cepat.
pikiran-pikiran dan pengalaman 4. Respon verbal yang lambat
sensori berada dalam kendali jika sedang asyik.
kesadaran jika ansietas dapat 5. Diam dan asyik sendiri.
ditangani.
NONPSIKOTIK
Fase.II 1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatnya tanda-tanda
Condeming menjijikan dan menakutkan. sistem saraf otonom akibat
Ansietas berat 2. Klien mulai lepas kendali dan ansietas seperti peningkatan
Halusinasi mungkin mencoba untuk denyut jantung, pernapasan,
menjadi mengambil jarak dirinya dengan dan tekanan darah.
menjijikan sumber yang dipersepsikan. 2. Rentang perhatian
3. Klien mengkin mengalami menyempit.
dipermalukanoleh pengalaman 3. Asyik dengan pengalaman
sensori dan menarik diri dari sensori dan kehilangan
orang lain. kemampuan membedakan
4. Mulai merasa kehilangan control. halusinasi dengan realita.
5. Tingkat kecemasan berat, secara 4. Menyalahkan.
umum halusinasi menyebabkan 5. Menarik diri dari orang lain.
perasaan antipasti. 6. Konsentrasi terhadap
PSIKOTIK RINGAN pengalaman sensori kerja.
Fase.III 1. Klien berhenti melakukan 1. Kemauan yang
Controling perlawanan terhadap halusinasi dikendalikan halusinasi
Ansietas berat dan menyerah pada halusinasi akan lebih diikuti.
Pengalaman tersebut. 2. Kesukaran berhubungan
sensori jadi 2. Isi halusinasi menjadi menarik. dengan orang lain.
berkuasa 3. Klien mungkin mengalami 3. Rentang perhatian hanya
pengalaman beberapa detik atau menit.
4. kesepian jika sensori halusinasi 4. Adanya tanda-tanda fisik
berhenti. ansietasberat;
berkeringat,tremor, dan
tidak mampu mematuhi
perintah.
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif.
6. Perintah halusinasi ditaati.
7. Tidak mapu mengikuti
perintah dari perawat,
tremor, dan berkeringat.
Fase.IV 1. Pengalaman sensori menjadi 1. Perilaku eror akibat panik.
Conquering mengancap jika klien mengikuti 2. Potensi kuat suicide atau
Panik perintah halusinasinya. homicide.
Umumnya 2. Halusinasi berakhir dari beberapa 3. Aktifitas fisik
menjadi melebur jam atau hari jika tidak ada merefleksikan isi halusinasi
dalam intervensi therapeutic. seperti perilaku
halusinasinya. PSIKOTIK BERAT kekerasan,agitasi, menarik
diri atau katatonik.
4. Tidak mampu merespon
perintah yang kompleks.
5. Tidak mampu merespon
lebih dari satu orang.
6. Agitasi atau katakon.

2.8 TANDA DAN GEJALA


Tanda dan Gejala (Iskandar, 2012)

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri


2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memsuastkan perhatian konsentrasi
5. Curiga, permusuhan, merusak (dirisendiri, oranglain, lingkungan)
6. Ekspresi muka : tegang, mudah tersinggung
7. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu, dan
merasakan sesuatu yang tidak nyata
8. Pembicaraan kacau
9. Sulit membuat keputusan
10. Tidak mau melakukan asuhan mandiri : mandi, sikat gigi, ganti pakaian,
berhias,
11. Mudah tersinggung, jengkelan, marah
12. Muka merah, kadang pucat

2.9 PENATALAKSANAAN SECARA MEDIS PADA HALUSINASI


Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Iskandar, 2012) yaitu:
1. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien
skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin
(Thorazine), Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesoridazin
(Serentil), Perfenazin(Trilafon), Proklorperazin(Compazine),
Promazin (Sparine), Tioridazin(Mellaril), Trifluoperazin(Stelazine),
Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg, TioksantenKlorprotiksen
(Taractan), Tiotiksen(Navane) 75-600 mg, Butirofenon
Haloperidol(Haldol) 1-100 mg, Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil)
300-900 mg, Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg,
Dihidroindolon Molindone ( Moban) 15-225 mg.
2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
2.10 POHON MASALAH

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan

Core problem Perubahan Persepsi Sensori : Halunisasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

(Fitria, 2009)

2.11 Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perubahan persepsi sensori Subjektif:
halusinasi  Klien mengatakan mendengar sesuatu
 Klien mengatakan melihat bayangan putih
 Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik
 Klien mencium bau – bauan yang tidak sedap
 Klien mengatakan kepalanya melayang diudara

Objektif
 Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
 Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatau
 Disorientasi
 Konsentrasi rendah
 Pikiran cepat berubah – ubah

(Fitria, 2009)
2.12 Diagnosa keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi (Fitria, 2009)

2.13 Rencana tindakan keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya 1. Membina hubungan salin
keperawatan selama 3x24 jam dengan prinsip komunikasi percaya dengan klien
dihasilkan klien dapat terpeutik berikan rasa aman
mengalami penurunan a. Sapa klien dengan ramah sehingga klien dapat
halusinasi baik verbal maupun non percaya dan gali semua
verbal keluhan pasien
b. Perkenalkan dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menempati janji
f. Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien
apaadanya
g. Beri perhatian kepada
klien dan memperhatikan
kebutuhan dasar manusia
Kriteria Hasil: 2. Bantu klien mengenal 2. Membimbing klien
1) Klien mendapat hubungan halusinasinya yang meliputi dengan edukasi tentang
saling percaya,dengan isi, waktu terjadi halusinasi, halusinasi
kriteria sebagai berikut. frekuensi, situasi pencetus, dan
a. Ekspresi wajah perasaan saat terjadi halusinasi
bersahabat
b. Menunjukan rasa senang
c. Klien bersedia diajak
berjabat tangan
d. Klien bersedia
menyebutkan nama
e. Ada kontak mata
f. Klien bersedia duduk
berdampingan dengan
perawat
g. Klien bersedia
mengutarakan masalah
yang dihadapinya.
2) Membantu klien mengenali
halusinasinya
3) Mengajarakan klien
mengontrol halusinasinya
dengan menghardik
halusinasinya
3. Latih klien untuk mengontrol 3. Membina dan
halusinasi dengan cara memberikan edukasi
menghardik. Tahpan tindakan tentang cara mengontrol
yang dapat dilakukan meliputi halusinasi agar klien dapat
hal – hal sebgai berikut: mengontrol halusinasinya
a. Jelaskan cara menghardik
halusinasi
b. Peragakan cara
menghardik halusinasi
c. Minta klien peragrakan
ulang
d. Pantau penerapan cara ini
dan beri penguatan pada
perilaku klien yang sesuai
e. Masukkan dalam jadwal
kegiatan lain

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling percaya 1. Hubungan saling
asuhan keperawtan dengan mengungkapkan prinsip percaya merupakan
selam 3x24 jam komunikasi terapeutik: dasar untuk kelancaran
diharapkan klien a. Sapa klien dengan ramah hubungan interaksi
dapat membina baik verbal maupun non selnjutnya
hubungan saling verbal
percaya, dapat b. Perkenalkan diri dengan
mengenali halusinasi, sopan
mengontrol c. Tanyakan nama lengkap
halusinasinya, klien dan nama panggilan
mendapat dukungan yang disukai klien
dari keluarga dalam d. Jelaskan tujuan pertemuan
mengontrol e. Jujur dan mnepati janji
halusinasi, dapat f. Tunjukkan sikap empati dan
memanfaatkan obat menerima klien apa adanya
dengan baik g. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar
klien
Kriteria Hasil: 2. Adakan kontak seirng dan singkat 2. Kontak sering tapi
a. Ekspresi secara bertahap singkat selain membina
wajah hubungan saling
bersahabat, percaya, juga dapat
menunjukkan memutuskan halusinasi
rasa senang,
ada kontak
mata, mau
berjabat
tangan, mau
menyebutkan
nama
b. Klien dapat
menyebutkan
waktu, isi,
frekuensi
timbulnya
halusinasi
c. Klien dapat
mengungkapk
an perasaan
terhadap
halusinasi
d. Klien dapat
membina
hubungan
saling percaya
dengan
perawat
e. Keluarga
dapat
menyebutkan
pengertian,
tanda dan
gejala
halusinasi

3. Observasi tingkah laku klien 3. Mengenal perilaku pada


terkait dengan halusinasinya saat halusinasi timbul
memudahkan perawat
dalam melakukan
intervensi
4. Bantu klien mengenali 4. Mengenal halusinasi
halusinasinya memungkinkan klien
a. Jika menemukan yang sedang untuk menghindarkan
halusinasi, tanyakan apakah faktor pencetus
ada suara yang didengar timbulnya halusinasi
b. Jika klien menjawab ada,
Lanjutkan; apa yang
dikatakan
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya
d. Katkan bahwa klien ada juga
yang seperti klien
5. Diskusikan dengan klien 5. Dengan mengetahui
a. Situasi yang menimbulkan waktu, isi, dan
atau tidak menimbulkan frekuensi munculnya
halusinasi halusinasi
b. Waktu dan frekuensi mempermudah tindakan
terjadinya halusinasi keperawatan klien yang
akan dilakukan perawat
6. Diskusikan dengan klien apa 6. Untuk mengidentifikasi
yang dirasakan jika terjadi pengaruh halusinasi
halusinasi beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannnya
7. Identifikasi bersama klien cara 7. Upaya untuk
tindakan yang dilakukan jika memutuskan siklus
terjadi halusinasi halusinasi tidak
berlanjut
8. Diskusikan manfaat cara yang 8. Reinforcement positif
dilakukan klien , jika bermanfaat akan meningkatkan
beri pujian harga diri klien
9. Diskusikan cara baru untuk 9. Memberikan alternatif
memutus halusinasi: pilihan bagi klien untuk
a. Katakan “saya tidak mengontrol halusinais
mau dengar kamu”
b. Menemui orang lain
untuk bercakap –
cakap atau
mengatakan
halusinasi yang
terdengar
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari – hari
agar halusinasi tidak
muncul
d. Minta keluarga/teman
jika nampak bicara
sendiri
10. Bantu klien memilih dan 10. Memotivasi dapat
melatih cara memutus halusinasi meningkatkan
secara bertahap kegiatan klien untuk
mencoba memilih
salah satu cara
mengendalikan
halusinasi dan dapat
meningkatkan harga
diri klien
11. Anjurkan klien untuk memberi 11. Untuk mendapatkan
tahu keluarga jika mengalami bantuan keluarga
halusinasi mengontrol halusinasi
12. Diskusikan dengan keluarga 12. Untuk mengetahui
pada saat kunjungan rumah: pengetahuan keluarga
a. Gejala halusinasi yang dan meningkatkan
dialami klien kemampuan
b. Cara yang dapat penngetahuan tentang
dilakukan klien dan halusinasi
keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota
keluarga untuk memutus
halusinasi dirumah
d. Beri informasi waktu
follow up : halusinasi
terkontrol dan resiko
mencederai orang lain
13. Diskusikan dengan klien dan 13. Dengan menyebutkan
keluarga tentang dosis, dosis, frekuensi dan
frekuensi manfaat obat manfaat obat
14. Anjurkan klien minta sendiri 14. Diharapkan klien
obat pada perawat dan untuk melaksanakan
merasakan manfaatnya program pengobatan.

(Fitria, 2009)
Daftar Pustaka

Fitria, N. (2009). Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan . jakarta: Salemba Medika.

Iskandar, S. (2012). Asuhan Keperawatan JIwa. jakarta : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai