Anda di halaman 1dari 27

GAGAL NAFAS

DISUSUN OLEH :
1. BIMA CARRY SATYA (1611012)
2. ERIKA OLIVIA (1611024)
3. INDRI DWI CAHYANI (1612032)
4. ROKMADATUL AZIZAH (1611068)
5. VINDA DWI JAYANTI (1611076)

MATA KULIAH KEPERAWATAN


GAWAT DARURAT DAN BENCANA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN ADI HUSADA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan anugerah kepada penyusun untuk dapat menyusun makalah yang
berjudul “Gagal Napas”.

Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam
menambah pengetahuan atau wawasan mengenai Gagal Napas. Penyusun sadar
makalah ini belumlah sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi sempurna.

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 2
KONSEP TEORI
2.1 KONSEP PENYAKIT
2.1.1 Definisi
Gagal napas adalah kelainan yang terjadi di paru. Sistem respirasi pada
dasarnya meliputi organ tempat pertukaran gas (paru) dan pompa ventilasi
(otot-otot pernafasan dan rongga toraks). Salah satu atau keduanya bisa gagal
dan menimbulkan kegagalan pernafasan. Gagal napas muncul jika pertukaran
gas di paru berkurang secara bermakna sehingga menyebabkan turunnya kadar
oksigen dalam darah (hipoksemia). Hal ini akan timbul dengan atau tanpa
peningkatan kadar karbondioksida. Dengan perkataan lain gagal nafas terjadi
jika PaO2 <8kPa (60mmHg), atau PaCO2 > 6,5kPa (50mmHg).
Walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah
berkembang pesat, tetapi gagal nafas akut masih merupakan penyebab angka
kesakitan dan kematian yang tinggal di instansi perawatan intensif. Gagal nafas
akut tidak dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit.
Gagal nafas hampir selalu berhubungan dengan kelainan di paru, tapi
keterlibatan organ lain dalam situasi ini juga tidak dapat diabaikan (kosasih,
2008).
2.1.2 Etiologi
a. Kelainan di luar paru – paru.
1) Penekanan pusat pernafasan
a) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
b) Trauma atau infark selebral.
c) Poliomyelitis bulbar.
d) Ensefalitis.
2) Kelainan neuromuscular
a) Trauma medulaspinalis servikalis.
b) Sindroma guilainbare.
c) Sklerosis aminotropik lateral.
d) Miastenia gravis.
e) Distrofi otot.
3) Kelainan pleura dan Dinding dada
a) Cedera dada (fraktur iga multiple).
b) Pneumotoraks tension.
c) Efusi pleura.
d) Kifoskoliosis (paru – paru abnormal).
e) Obesitas : sindrom pickwick.
b. Kelainan intrinsic paru – paru
1) Kelainan obstruksi difus
a) Emfisema, Bronchitis kronis (PPOM).
b) Asma, status asmatikus.
c) Fibrosis kistik.
2) Kelainan restriktif difus
a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica,
debu, batuk darah).
b) Sarkoidosis.
c) Scleroderma.
d) Edema paru – paru.
e) Kardiogenik.
f) Nonkardiogenik (ARDS)
g) Atelektasis.
h) Pneumoni yang terkonsolidasi.
3) Kelainan vaskuler paru – paru
a) Emboli paru – paru (Bare, 2010).
2.1.3 Diagnosis
Diagnosis gagal nafas akut ditegakkan bila terdapat dua dari kriteria di
bawah ini :
1. Sesak napas akut.
2. PaO2 kurang dari 60 mmHg dengan pernapasan di udara ruangan.
3. PaO2 lebih dari 50 mmHg.
4. pH darah sesuai dengan asidosis respiratorik.
5. Perubahan status mental pasien (kosasih, 2008)
2.1.4 Klasifikasi
Gagal nafas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut
hipoksemia dan gagal napas akut hiperkapnia. Gagal napas akut hipoksemia
atau gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi
sedangkan gagal napas hiperkapnia atau gagal napas tipe II dihubungkan
dengan defek primer pada ventilasi. Pada beberapa kasus sering dijumpai
kombinasi kedua tipe gagal napas tersebut.
Gagal napas tipe I
Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan oleh
kegagalan oksigenasi. PaO2 ≤ 60 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, dapat
pula PaCO2 normal atau ≤ 40 mmHg. Ada enam kondisi yang dapat
menyebabkan gagal napas tipe I yaitu :
1. tekanan parsial oksigen inspirasi yang tidak normal (lowPI O2)
2. kegagalan difusi oksigen.
3. ketidakseimbangan ventilasi / perfusi (V/Q mismatch)
4. pirau (shunt) kanan ke kiri.
5. hipoventilasi alveolar.
6. konsumsi oksigen jaringan yang tinggi.
Kondisi klinis yang mengubah keseimbangan V/Q dan memacu
terjadinya gagal napas akut hipoksemia dapat terjadi pada keadaan pneumonia,
emboli paru, asma akut, penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi serta acute
respiratory distress syndrom (ARDS). Pirau kanan ke kiri merupakan
respresentasi ketidakseimbangan V/Q yang ekstrim (Daerah paru terjadi
perkusi tanpa diikuti ventilasi). kegagalan difusi oksigen dapat disebabkan oleh
berbagai proses yang mempertebal antara lumen alveoli dan kapiler, sehingga
dapat menyebabkan hipoksemia kerena perlambatan difusi oksigen melalui
membran alveoli / kapiler.Penurunan tekanan parsial oksigen inspirasi pada
ketinggian diatas 10.000 kaki dihubungkan oleh munculnya gejala klinis
dengan kondisi paru yang mendasari. Proses penyakit yang berhubungan
dengan pengangkutan oksigen mengikuti shock septic, syok kardiogenik, luka
bakar hebat, prankeatitis, keracunan sianida dan overdosis salisilat.berbagai
kelainan yang dapat menyebabkan gagal nafas tipe 1 dapat dilihat dibawah ini :
a. Keterlibatan parenkim difus
b. Edema paru kardiogenik : gagal nafas kongestif, stenosis mitral, overload
cairan
c. Edema paru non kardiogenik : ARDS, Syndrom emboli lemak, edema paru
neurogenik, tenggelam (Neardrouning)
d. Pnemounia bilateral yang disebakan oleh :
a) Bakteri : S.Aureus, P.aeroginosa, Legionela, H.influenza, Mycoplasma
b) Virus : Influenza, CMV, Varicella, Adenovirus, RSV, parainfluenza.
c) Parasit, Penumocytis Carinii
e. Infiltratif : Vibrsi paru, infiltratif tumor, Reaksi Siktoksik obat
f. Lain-lain : Reaksi transfusi, aspirasi isi lambung, trauma inhalasi dan
Salisilat.
g. Keterlibatan parenkim : Efusi pleura, atelektasis, penumonia, trauma paru
h. Tanpa keterlibatan parenkim : Peumotoraks, emboli paru, pirau intrakardial,
asma, PPOK.
i. peningkatan kebutuhan metabolisme : Sepsis, syok, excessive feeding.
Gagal nafas tipe II
Gagal nafas tipe II dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida
karna kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. beberapa
kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan
sistem syaraf central, kelemahan neuromuskular, dan deformitas dinding dada
seperti terlihat dibawah ini:
a. Kerusakan pengaturan sentral.
a) Struktural : stroke, perdarahan intrakarnial, infiltrasi tumor.
b) Keracunan obat : narkotika, benzodiazepine, barbiturate, alkohol.
c) gangguan napas saat tidur : obstruktif sleep apnea, sentral sleep apnea,
pernafasan chaeynes-stokes.
b. Kelemahan neuromuskular
c. Trauma spinal servikal, inflitrasi tumor.
d. Keracunan obat : obat – obat paralitik, aminoglikosida, racun organofosfat.
e. Infeksi : botulisme, tetanus, poliomyetis.
f. Penyakit neuromuskular : sidnrom guillan-barre, miastenia gravis, sclerosis
amiotropik lateral, distrofi muscular.
g. Kelelahan atau respirasi..
h. Kelumpuhan saraf frenikus : bedah thorax, infiltasi tumor mediastinum.
i. Gangguan metabolisme : mal nutrisi, hipofostfatemia, hipokalemia,
hipomagnesia, hipokalsemia.
j. Deformitas dinding dada : kifoskoliosis, pectus excavatum, flail chest,
sindrom hipoventilasi, kegemukan.
k. Distensi abdomen masif : asites, obesitas.
l. Obstruksi jalan napas : tumor endobronkial, paralysis pita suara, obstruktif
sleep apnea.
2.1.5 Pathway

- Pemeriksaan pusat pernafasan. - Kelainan obstruksi digus.


- Kelainan neuromuskular. - Kelainan restrektif difus
- Kelainan pleura dan dinding dada.

- Penekanan dorongan pernafasan


sentral.
- Gangguan pada respon dan
dinding dada.

- Hipoventilasi alveolar
- Ketidakseimbangan rasio V/Q
(ventilasi/perfusi) pirau / shurt

Ventilasi yang tidak adekuat

- Gangguan pertukaran
gas Hipoksemia
- Pola napas tidak Hiperkapnea
efektif

Penurunan kemampuan batuk Peningkatan usaha dan


efektif frekuensi pernapasan,
penggunaan otot bantu
Bersihan jalan napas tidak pernapasan
efektif
Respon sistematis dan
Peningkatan kerja pernapasan psikologis
dan hipoksemia secara
reversibel
Keluhan sistematis, mual, Keluhan psikologis,
intik zat gizi tidak kecemasan,
adekuat, malaise,serta ketidaktahuan akan
kelemahan dan keletihan prignosis
fisik
- Ansietas
- Defisit nutrisi
- Defisit perawatan
diri
(Muttaqin, 2008)
(PPNI, 2016)
2.1.6 Manifestasi klinis gagal napas
Manifestasi klinis dari gagal napas sebagai berikut :
a. Gagal napas total.
b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
c. Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembang dada pada inspirasi.
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
e. Gagal napas parsial.
f. Terdengar suara napas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
g. Ada retraksi dada.
h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PC02).
i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (P02
menurun) (kosasih, 2008).
2.1.7 Pemeriksaan
a. Laboratorium
1. Analisis gas darah dan kadar elektrolit.
2. Rontgen toraks.
3. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia
jaringan, polisitemia bisa menyebabkan gagal napas hipoksemi
kronik.
4. Fungsi ginjal dan hati : untuk mencari etiologi atau identifikasi
komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
5. Serum kreatinin kinase dan Troponin I : untuk menyingkirkan infark
miokard akut.
6. EKG dan Ekokardiografi : jika gagal napas akut disebabkan oleh
kardiak.
7. Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik.
b. Radiologi
1. Rongen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebaba
gagal napas seperti atelektasis dan pneumoni.
2. EKG dan Ekokardiografi : jika gagal napas akut disebabkan oleh
cardiac.
3. Uji faal paru : sanagt berguna untuk evaluasi gagal napas kronik
(volume tidal < 500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun, ventilasi
semenit (Ve) menurun.
2.1.8 Penatalaksanaan medis
Prinsip penatalaksanaan gagal napas pada umumnya meliputi
oksigenasi jaringan yang adekuat, meningkatkan kepastian residu fungsional,
mempertahankan tekanan kapiler paru yang rendah, mengobati penyakit dasar
dan mengatasi komplikasi yang timbul. Oksigenasi jaringan dengan cata
mempertahankan tekanan arteri yang aman, mengurangi edema paru,
menurunkan kebutuhan oksigen seminimal mungkin. Meningkatkan kapasitas
residu fungsional dengan cara pemakaian ventilator mekanis positive
endexpiratory pressure (PEEP), meninggikan posisi kepala dan dada,
mengurangi distensi abdomen dengan memasang pipa nasogastik.
Penatalaksanaan edema paru yang dirokemendasiakan meliputi
pemeriksaan analisis gas darah (AGDA) berkala, mengawasi situasi oksigen
dengan oksimetri, suplementasi oksigen, pemakaian continuous positive airway
pressure (CPAP), mengurangi natrium dalam cairan intravena, membatasi
cairan intravena, menghentikan pemberian obat yang meningkatkan edema
paru, pemasangan kateter Swan – Ganz, pemberian diuretik, pengurangan
beban hilir dan jika perlu nitrogliserin intravena. Pada pneumonia perlu
diperhatikan aspek yang menjadi faktor risiko munculnya pneumonia seeprti
riwayat penyakit paru sebelumnya, penggunaan obat terlarang (narkotika) dan
merokok. Pemakaian antibiotik yang sesuai dengan penyebab pneumonia juga
harus diperhatikan.
2.1.9 Komplikasi
1. Paru : emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator.
2. Jantung : cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal : Perdarahan, distensi lambung, ileus, diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas akut.
4. Polisitemia.
5. Infeksi nosokomial : pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal : gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit dan asam basa.
7. Nutrisi : malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan
pemberian nutrisi enternal atau parenteral.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian
A. Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang
gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami
sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan
cepat marah (iritability), tanpak bingung (confusion), atau mengantuk
(somnolen). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien
terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan
fungsi paru akut dan berat sering direfresikan dalam bentuk perubahan
status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan
dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun.
Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga,
lingkungan serta kebiasaan.
B. Prevelensi : Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta pada tahun 2009 tercatat bahwa dari 77 pasien
yang mengalami gagal napas terdiri dari laki – laki 52 orang (67,53%)
perempuan 25 (32,47%). Pasien gagal napas terbanyak pada kelompok
umur 61 – 80 tahun 34 orang (44,15%). Kelompok umur ≤20 tahun
hanya terdapat 1 orang (1,30%). Penyakit paru yang mendasari
timbulnya gagal napas terbanyak adalah penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK) 37 orang (35,58%) dan paling sedikit adalah pneumotoraks 1
orang (0,96%)
C. Riwayat kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah klien dulu pernah mengalami penyakit yang menyangkut
tentang system pernafasan misalnya asma, PPOK atau Infeksi pada
paru.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Feel : tidak terasa aliran udara pernafasan px
Yaitu meliputi alasan klien masuk kerumah sakit dan yang dialami
klien saat ini misalnya aliran udara dimulut klien tidak
terdengar/diraakan, terdengar suara nafas tambahan, adanya
retraksi otot bantu nafas, penurunan kesadaran, sianosis, takikardia,
gelisah.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
penyakit yang sama dengan klien atau penyakit yang menyangkut
dengan system pernafasan.
D. Pemeriksaan fisik
1. Airway
a) Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)
b) Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing
2. Breathing
a) Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea /
bradipnea
b) Menggunakan otot asesoris pernafasan
c) Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis
d) Pernafasan memakai alat Bantu nafas
3. Circulation
a) Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan
mental (ansietas, cemas)
E. Keadaan umum
Kaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meningkat, penggunaan otot
– otot bantu pernafasan, sianosis.
1. B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16 – 20 x/menit
dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat
dan dangkal, itu menunjukkan adanya depresi pusat pernafasan.
Penyakit akut paru sering menunjukkan frekuensi pernafasan > 20
x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan,
syok, dan gangguan metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pe;ebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal napas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan seksama dan cermat dapat
ditemukan daerah redup sampai daerah dengan daerah nafas
melemah yang disebabkan oleh penebalan pleura, efusi pleura yang
cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau
emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronchi serta untuk menentukan dengan tepat lokasi
yang didapat dari kelainan yang ada.
2. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardiovaskuler meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
3. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat
karena merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan
pertukaran gas. Diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan
tingkat kesadaran.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya
oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi
dan kesulitan – kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada
klien sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi,
hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta
kecemasan yang dialami klien.
6. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda – tanda infeksi pada
ekstremitas, turgor kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik
pada dermis/integumen.
F. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.
2) Gangguan pertukaran gas b.d abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi.
3) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi secret.
G. Perencanaan keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman dan
keperawatan, pasien dapat kualitas pernapasan serta pola
mempertahankan pola pernapasan pernapasan.
yang efektif dengan kriteria hasil 2. Kaji tanda vital dan tingkat
Pasien menunjukkan kesasdaran setaiap jam dan prn
1. Frekuensi, irama dan kedalaman 3. Monitor pemberian trakeostomi bila
pernapasan normal PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60
2. Adanya penurunan dispneu mmHg
3. Gas-gas darah dalam batas 4. Berikan oksigen dalam bantuan
normal ventilasi dan humidifier sesuai
dengan pesanan
5. Pantau dan catat gas-gas darah
sesuai indikasi : kaji kecenderungan
kenaikan PaCO2 atau
kecendurungan penurunan PaO2
6. Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi nafas setiap 1
jam
7. Pertahankan tirah baring dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 30
sampai 45 derajat untuk
mengoptimalkan pernapasan
8. Berikan dorongan utnuk batuk dan
napas dalam, bantu pasien untuk
mebebat dada selama batuk
9. Instruksikan pasien untuk
melakukan pernapasan diagpragma
atau bibir
10. Berikan bantuan ventilasi
mekanik bila PaCO > 60 mmHg.
PaO2 dan PCO2 meningkat dengan
frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak
dapat dipertahankan pada 60 mmHg
atau lebih, atau pasien
memperlihatkan keletihan atau
depresi mental atau sekresi menjadi
sulit untuk diatasi.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Setelah diberikan tindakan 1. Kaji terhadap tanda dan gejala
keperawatan pasien dapat hipoksia dan hiperkapnia
mempertahankan pertukaran gas 2. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat
yang adekuat kesadaran setiap[ jam dan prn,
Kriteria Hasil : laporkan perubahan tinmgkat
Pasien mampu menunjukkan : kesadaran pada dokter.
1. Bunyi paru bersih 3. Pantau dan catat pemeriksaan gas
2. Warna kulit normal darah, kaji adanya kecenderungan
3. Gas-gas darah dalam batas kenaikan dalam PaCO2 atau
normal untuk usia yang penurunan dalam PaO2
diperkirakan 4. Bantu dengan pemberian ventilasi
mekanik sesuai indikasi, kaji
perlunya CPAP atau PEEP.
5. Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi nafas setiap
jam
6. Tinjau kembali pemeriksaan sinar
X dada harian, perhatikan
peningkatan atau penyimpangan
7. Pantau irama jantung
8. Berikan cairan parenteral sesuai
pesanan
9. Berikan obat-obatan sesuai pesanan
: bronkodilator, antibiotik, steroid.
10. Evaluasi AKS dalam
hubungannya dengan penurunan
kebutuhan oksigen.
3) Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo

No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Setelah diberikan tindakan 1. Timbang BB tiap hari
perawatan pasien tidak terjadi 2. Monitor input dan output pasien
kelebihan volume cairan tiap 1 jam
Kriteria Hasil : 3. Kaji tanda dan gejala penurunan
Pasien mampu menunjukkan: curah jantung
1. TTV normal 4. Kaji tanda-tanda kelebihan volume
2. Balance cairan dalam batas : edema, BB , CVP
normal 5. Monitor parameter hemodinamik
3. Tidak terjadi edema 6. Kolaburasi untuk pemberian
cairandan elektrolit.

H. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan setelah direncanakan guna memenuhi bobot
secara optimal, pelaksanaan ini dapat dilakukan secara langsung dalam
melakukan keperawatan dan mengawasi, mendiskusikan serta memberi
tahu klien tentang tindakan yang akan dilakkukan
I. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan akhir dari asuhan keperawatan dimana
perawat melihat sejauh mana ia mampu menerapkan asuhan
keperawatan dan mencapai kriteria yang telah ditetapkan dalam
tujuan
BAB 3
STUDI KASUS
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 77 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Kapasari xx
Tanggal Masuk : 01 Mei 2018
DX Medis : Gagal Nafas, PSA/SH, Sepsis, MRSA
No Register : 51036xx
B. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan Utama : klien tidak sadar
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk RS klien terjatuh terpeleset di kamar mandi terus tidak
sadar, setelah beberapa jam klien mengalami demam, nafas sesak kemudian
dibawa ke RS ADI HUSADA KAPASARI lewat IGD. Di IGD diberikan
tindakan pasang ET, periksa darah lengkap, pasang infuse, kemudian
dirawat di ICU sampai pengkajian dilakukan
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung sudah 5 tahun
Riwayat Parkinson sudah 2 tahun
Riwayat Hemiparese sudah 2 tahun
C. Pengkajian Primer
a) Airways
Jalan nafas secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap
lendir
b) Breathing
Memakai ET no 7,5 dengan ventilator mode CPAP, FiO2: 30 %, nafas
mesin:10, nafas klien: 28 x/mnt, SaO2: 96, bunyi ronchi kasar seluruh area
paru.
c) Circulation
TD: 147/86 mmHg, HR: 100 x/mnt, MAP: 94, suhu: 36,5 oC, edema
ekstremitas atas dan bawah, capillary refill <>
D. Pengkajian
a) Kepala : Mesosefal, tidak ada hematom/luka pada kepala
b) Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2 mm,
tidak ada hematom kelopak mata
c) Hidung : Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lendir
d) Telinga : Tampak bersih, tidak ada discharge
e) Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, JVP meningkat
f) Thorak :
Paru
Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri
Palpasi : Sterm fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor seluruh lapang pandang paru
Auskultasi : Ronchi terdengar seluruh lapang paru
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5, 2 cm LMCS
Perkusi : Suara pekak, konfigurasi dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-)
g) Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus normal, 15 x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien
h) Ekstremitas : Edema ekstremitas atas dan bawah
E. Data Penunjang :
1) Laboratorium:
Tanggal 01 Mei 2018
- Kultur darah: ditemukan kuman Stapilokokus Epidedermis
- Kultur urin: ditemukan kuman Stapilokokus Aeureus
- Kuman resisten terhadap semua Cephalosforin dan Beta Lactam
- MRSA dan MRSE

Darah Urin
Ø Hb : 8,7 gr% Ø PH : 6
Ø Ht : 26,3 % Ø Prot : 30 mg/dl
Ø Eritro : 2,67 jt/mmk Ø Red : negative
Ø MCH : 32,70 pg Sediment
Ø MCV : 98,70 Ø Ep cell : 7 – 10 LPK
Ø Leuko : 11,0 rb/mmk Ø Leuko : 10 – 15 LPB
Ø Urea : 104 mg/dl Ø Eritrosit : 30 – 40 LPB
Ø Creatin : 0,99 mg/dl Ø Ca ox : -
Ø Na : 130 mmol/L Ø Asam urat : -
Ø K : 5,0 mmol/L Ø Triple phosfat: -
Ø Cl : 106 mmol/L Ø Amorf : -
Ø Ca : 2,1 mmol/L Ø Sel hialin : -
Ø Mg : 0,91 mmol/L Ø Sel granula: -
Ø Bakteri : positif
BGA
- PH : 7,36
- PCO2 : 37,4 mmHg
- PO2 : 58,6 mmHg
- HCO3 : 24,5
- BE : 0,7
- BE ecf : - 0,5
- AaDO2: 143
- SaO2 : 93 %
2) Foto Rontgen
CT Scan
- Perdarahan intra serebral region transversal kiri dengan edema
- Perdarahan subarachnoid
- Subdural higroma region fronto temporal kanan, temporo parietal kiri
dan interhemisfer serebri
Foto Thorak
- Bronkiektasis kanan dan kiri, gambaran pneumonia
F. Terapi
Program Infus: Oral:
Ø Comafusin I Ø Tequien 400 mg tiap 24 jam
Ø Kalbumin I Ø Ticlopidin 200 mg / 24 jam
Ø Fima Hes I Ø ASA 80 gr / 24 jam
Ø RL I Ø CaCO3 500 mg / 8 jam
Injeksi: Ø Propranolol 10 mg / 8 jam
Ø Amikin 1 gr/ 24 jam Repirator
Ø Nootrophyl 3 gram /6 jam CPAP
Ø Vit C 1 amp / 8 jam FiO2 30 %
Ø Vit K 1 amp /8 jam
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
1 DS: - Spasme jalan napas Bersihan jalan
DO: nafas tidak
- Jalan nafas secret kental efektif
produktif.
- Ada reflek batuk bila
dilakukan isap lendir.
2 DS: - Perubahan Gangguan
DO: membran alveolus - pertukaran gas
- Ronchi terdengar seluruh kapiler
lapang paru.
- Bronkiektasis kanan dan kiri,
gambaran pneumonia.
- Hasil BGA
- PH : 7,36
- PCO2 : 37,4 mmHg
- PO2 : 58,6 mmHg
- HCO3 : 24,5
- BE : 0,7
- BE ecf : - 0,5
- AaDO2: 143
- SaO2 : 93 %

3 DS: - Ketidakmampuan Risiko defisit


DO: menelan makanan nutrisi
- Terpasang NGT
- Klien tidak sadar reflek
menelan tidak ada
- Hasil CT Scan:
- Perdarahan intra serebral
region transversal kiri dengan
edema
- Perdarahan subarachnoid
- Subdural higroma regio fronto
temporal kanan, temporo
parietal kiri dan interhemisfer
serebri

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas
B. Gangguan pertukaran gas berhubungan b.d perubahan membran alveolar-
kapiler.
C. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan.
3. RENCANA TINDAKAN

TUJUAN & KRITERIA RASIONAL


TGL DX INTERVENSI
HASIL
01/05/2018 1 Setelah dilakukan tindakan - Catat karakteristik bunyi
keperawatan selama ..... jalan nafas
nafas efektif. - Catat refleks batuk dan
Kriteria hasil: lendir yang keluar
- Tidak ada bunyi nafas. - Monitor status hidrasi
- Sekret berkurang atau untuk mencegah sekresi
bersih. kental
- Berikan humidifikasi
pada jalan nafas
- Pertahankan posisi tubuh
/ kepala dan gunakan
ventilator sesuai
kebutuhan
- Observasi perubahan
pola nafas dan upaya
bernafas
- Berikan cairan garam
faaal sesuai indiaksi
untuk membuang skresi
yang lengket
- Berikan O2 sesuai
kebutuhan tubuh
- Berikan fisioterapi dada
01/05/2018 2 Setelah dilakukan tindakan - Kaji status pernafasan
keperawatan selama ... - Kaji penyebab adanya
pertukaran gas adekuat penurunan PaO2atau
Criteria hasil: yang menimbulkan
- Perbaikan oksigenasi ketidaknyaman dalam
adekuat: akral hangat, pernafasan
peningkatan kesadaran - Catat adanya sianosis
- BGA dalam batas normal - Observasi
- Bebas distres pernafasan kecenderungan hipoksia
dan hiperkapnia
- Berikan bantuan nafas
dengan ventilator
mekanik
- Kaji seri foto dada
- Awasi BGA / saturasi
oksigen (SaO2)
01/05/2018 3 Setelah dilakukan tindakan - Kaji status gizi klien
keperawatan selama 1x24 - Kaji bising usus
jam klien mempertahankan - Hitung kebutuhan gizi
kebutuhan nutrisi tubuh atau kolaborasi
Criteria hasil: tim gizi
- Laborat Hb, protein dalam - Pertahankan asupan
batas normal kalori dengan makan per
- Makanan dapat masuk sonde atau nutrisi
sesuai dietnya perenteral sesuai indikasi
- Periksa laborat darah
rutin dan protein
4. IMPLEMENTASI
TGL IMPLEMENTASI & RESPON
DP RESPON TTD
JAM KLIEN
03/05/18 1 - Mencatat karakteristik bunyi nafas - ronchi (+) paru
21.00 - Mencatat karakteristik batuk, dan kanan dan kiri
24.00 lendir - reflek batuk (+) bila
05.00 - Memberikan cairan garam faal isap lendir, lendir
07.00 sesuai indiaksi untuk membuang keluar
skresi yang lengket - lendir dapat keluar
- Memberikan humidifikasi pada lebih encer
jalan nafas - aguades masuk
- Mempertahankan posisi kedalam
tubuh/kepala dan gunakan penampung sesuai
ventilator sesuai kebutuhan level
- Mengobservasi perubahan pola - posisi kepala
nafas dan upaya bernafas tempat tidur tetap
- Memberikan fisioterapi dada elevasi 300
Memonitor status hidrasi untuk - pola nafas memakai
mencegah sekresi kental mode CPAP, F: 12,
klien 14 x/mnt,
FiO2 30%
- fisioterapi dada
sudah dilakukan
klien batuk-batuk
- BC + 107, turgor
baik
03/05/18 2 - Mengkaji status pernafasan - memakai mode
21.00 - Mengkaji penyebab adanya CPAP, F: 12, klien
24.00 penurunan PaO2 14 x/mnt, FiO2 30%
05.00 - Mencatat adanya sianosis - adanya gangguan
07.00 - Mengobservasi kecenderungan ventilasi dan perfusi
hipoksia dan hiperkapnia paru
- Mempertahankan bantuan nafas - tidak ada sianosis
dengan ventilator mekanik - SaO2 96%, BGA:
dalam batas normal
- ventilator terpasang
sesuai kebutuhan
klien
03/05/18 3 - Mengkaji kebutuhan gizi klien - 1400 kkal, 60 gr
21.00 - Mengkaji bising usus klien protein
24.00 - Mempertahankan asupan kalori - BU normal, 20
05.00 dengan makan per sonde atau x/mnt, residu
07.00 nutrisi perenteral sesuai indikasi negatif
- Memantau hasil darah rutin dan - diet masuk, residu
protein negative, tidak ada
muntah
- Hb 10,3 gr%,
Albumin: 2,8 mg/dl
5. EVALUASI
TANGGAL DX EVALUASI
04/05/18 1 S:-
07.00 WIB O:
- Ronchi (+)
- Lendir keluar lebih encer
- Posisi elevasi 300
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi sebelumnya
04/05/18 2 S:-
07.00 WIB O:
- Respirasi dengan vent.mode CPAP, FiO2 30 %
- Tidak ada sianosis
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi sebelumnya
04/05/18 3 S:-
07.00 WIB O:
- Diit masuk
- Tidak ada muntah
- Residu negative
- BU 20 x/mnt
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai