Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS

Di Susun Oleh :
1. DIKA ROMADAN (1611018)
2. ERRIE DWI MANDASARI (1611025)
3. INDRI DWI CAHYANI (1612032)

MATA KULIAH KEPERAWATAN KELUARGA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN ADI HUSADA
TAHUN 2019
I. DEFINISI
Tuberkulosis (TBC) adalah infeksi pernafasan yang sangat manular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri Mycobacterium
Tuberkulosis ini dapat menyebar ke orang lain melalui udara (droplet) ketika
kuman yang dikeluarkan dari pasien, misalnya saat batuk, bersin, berbicara, atau
tertawa. Satu kali batuk, seseorang dapat menghasilkan 3.000 percikan dahak atau
droplet nuclei (Masriadi, 2017).
Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman Mycrobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari
keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% lainnya merupakan
tuberculosis ekstra Pulmonal (Djojodibroto, 2009). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma (pembentukan granuloma dimulai dengan terjadinya
profilerasi sel epitel di periapeks, sehingga membentuk jaringan granulasi
akibatnya sel yg berada di tengah masaepitel tidak mendapatkan suplai nutrisi)
dan menimbulkan nekrosis jaringan (kematian patologis satu atau lebih sel atau
sebagian jaringan atau organ, yang dihasilkan dari kerusakan ireversibel. Hal ini
terjadi ketika tidak ada cukup darah mengalir ke jaringan, baik karena cedera,
radiasi, atau bahan kimia.) Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
pasien kepada orang lain .
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru, disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen,ginjal,tulang,dan nodus limfe.
Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk yaitu:
a. Tuberkulosis primer, jika terjadi pada infeksi yang pertama kali.
b. Tuberkulosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberkulosis
Primer akan aktif setelah betahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen
menjadi tuberkulosis dewasa. Moyoritas terjadi karena adanya penurunan
imunitas, misalnya karena malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit malgina,
diabetes, AIDS, dan gagal ginjal (Somantri, 2012).
II. ETIOLOGI
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah mycobacterium tuberkulosis, bakteri
tersebut pertama kali di deskripsikan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret
1882. Mycobacterium Tuberkulosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok
dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 µm. pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk
mengidentifikasi bakteri tersebut. Bakteri tersebut mempunyai sifat istimewa,
yaitu tahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alcohol, sehingga sering
disebut basil tahan asam (BTA). Kuman tuberkulosis juga bersifat dorman dan
aerob. Mycobacterium Tuberkulosismati pada pemanasan 100℃ selama 5-10
menit sedangkan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri tersebut
tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat lembab dan gelap (bisa
berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Bakteri
tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100℃ selama 5-10 menit atau pada
pemanasan 60℃ selam 30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik.
Bakteri tersebut tahan selama 1-2 jam din udara terutama di tempat lembab dan
gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara
(Masriadi, 2017).
Tuberculosis disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini bebentuk batang dan tahan asam, serta banyak mengandung lemak
yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan kuman ini tahan asam
dan pertumbuhannya sangat lambat. Kuman ini tidak tahan terhadap sinar
ultraviolet karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari. Ukuran dari
kuman tuberculosis ini kurang lebih 0,3 X 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil
dari pada ukuran sel darah merah (Somantri, 2012). Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
Ada dua macam mikrobakteria tubercolosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil
tipe bovin berada berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis
khusus. Basil tipe human bisa berada dibercak ludah (droplet) diudara yang
berasal dari pasien tuberkulosis terbuka dan orang yang rentan terinfeksi
tuberkulosis ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan tuberkulosis setelah infeksi
melalui udara (Sjamsuhidajat, 2005). Setelah organisme terinhalasi, dan masuk
paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan meyebar kenodus limfatikus local.
Mycobacterium Tuberculosis mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut Basil
Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Bakteri ini juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob (Widoyono,
2008).
Faktor risiko yang menyebabkan penyakit tuberkulosis menurut (Masriadi,
2017) adalah sebagai berikut :
a. Faktor umur
Semakin muda umur seseorang maka semakin mudah pula terserang penyakit
dikarenakan sistem imun pada anak usia muda masih belum terbentuk secara
sempurna.
b. Faktor Jenis Kelamin
Tuberkulosis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya tuberkulosis. (Smeltzer, 2002).
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan
seseorang,diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit tuberkulosis sehingga dengan pengetahuan yang cukup,
maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan
sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis
pekerjaannya.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja dilingkungan yang berdebu, paparan partikel
debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan
morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan
umumnya tuberkulosis. Jenis pekerjaan seseorang akan juga mempengaruhi
pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup
sehari-hari di antara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan.
e. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan rokok dapat meningkatkan risiko untuk terkena tuberkulosis
sebanyak 2,2 kali. Kebiasaan merokok mempermudah untuk terjadinya infeksi
penyakit tuberkulosis.

III. PATOFISIOLOGI
1. Tuberkulosis Primer
Penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Bila partikel
ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan
paru. Partikel bisa masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman
akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh magrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihksan oleh magrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya.
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Dari sini akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan terbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer (fokus ghon). Sarang primer ini dapat terjadi disetiap
jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain diluar paru.
Kuman Mycobacterium Tuberkulosisdari sarang primer akan menimbulkan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis regional). Sarang primer
limfanghitis lokal + limfadenitis regional membentuk kompleks primer. Semua
proses ini selanjutnya dapat menjadi:
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa gari-garis fibrotik,
kalsifikasi hilus, dapat terjadi reaktifasi lagi karena kuman yang dorman.
3) Komplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, bronkogen,
hematogen, limfogen.
2. Tuberkulosis Paska Primer
Kuman yang dorma pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Tuberkulosis
Post primer/Tuberkulosis sekunder). Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,
gagal ginjal. Tuberkulosis paska primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi diregio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kacil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosis dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
Tuberkulosis paska primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi Tuberkulosis usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya
dan imunitas pasien, sarang ini dapat menjadi:
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2) Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengah nya mengalami
nekrosis, menjadi lembek dan membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar terjadi kavitas.
Disini lesi sangat kecil, tetapi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat meluas
kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila is kavitas ini masuk
kedalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi Tuberkulosis milier. Lesi ini
juga dapat memadat dan membungkus diri sehingga terjadi tuberculoma, menjadi
cair dan kavitas lagi. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi
kecil (Mansjoer, 2008).
IV. PATHWAY

Basil Tuberkulosis Droplet nukleat

Air borne Infection

Implantasi kuman terjadi pada respiratori bronkial atau alveoli

Pasca primer
Fokus primer

Kompleks primer
Kompleks primer yang sembuh

Sembuh pada sebagian besar/ meluas Reaktivitas kuman leukositosis

Reinfeksi endogen
Tubekulosis Primer

Tubekulosis pasca primer

Gejala Respiratorik Gejala sistemik

Batuk Hemaptoe Sesak nafas Demam Keringat Anoreksia, BB


malam menurun, malaise

Bersihan jalan Resiko Psikologis Gangguan


nafas tidak kompliksi pertukaran Peningkatan Perubahan nutrisi
efektif anemia gas suhu tubuh kurang dari kebutuhan

Cemas

(Widoyono, 2008)
V. MANIFESTASI KLINIS
Tuberculosis Paru memiliki gejala seperti demam tingkat rendah, keletihan,
anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari, nyeri dada, dan
batuk menetap. Batuk pada awalnya non produktif, tetapi dapat berkembang ke
arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis . Gejala penyakit
tuberkulosis dapat dibagi gejala umum dan gejala khusus yang timbul dengan
organ terlibat :
1) Gejala Umum
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah ).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2) Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
bagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas yang melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru) dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah (Sjamsuhidajat, 2005).
Gambaran utama limfadenitis Tuberkulosis berupa masa palpable yang
dijumpai sekitar 75% dari pasien tanpa gejala khas. Demam, penurunan berat
badan dan keringat malam bervariasi pada 10% hingga 100% pasien. Lama
timbulnya gejala sebelum terdiagnosis berkisar antara beberapa minggu hingga
bulan. Pembesaran lymph node biasanya disertai rasa sakit disebabkan oleh karena
periadenitis dan adhesi pada struktur jaringan sekitar yang dijumpai pada 50-70
kasus. Keterlibatan lokasi multiple dijumpai lebih dari 20% pasien, termasuk
inflamasi kulit, abcess formation atau cutaneous discharging sinus. Gambaran
klinis limfadenitis mikobakterium non Tuberkulosis terlokalisasi pada lokasi
terlibat dan tumbuh secara cepat, jarang berhubungan dengan manifestasi
sistemik. Komplikasi terlokalisasi pada lokasi lymph node yang terlibat seperti
inflamasi kulit, abcess formation dan discharging cutaneous sinus, yang lebih
sering dijumpai disbandingkan dengan limfadenitis Tuberkulosis (Somantri,
2012).

VI. KOMPLIKASI
(Ardiansyah, 2012) membagi komplikasi penyakit tuberkulosis itu dalam dua
kategori yaitu :
1) Komplikasi Dini
a. Pleuritis adalah suatu peradangan pada pleura (selaput yang
menyelubungi permukaan paru-paru).
b. Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebihan dalam rongga pleura
baik transudat maupun eksudat.
c. Emfisiema adalah kondisi dimana kondisi dimana kantung udara di paru-
paru secara bertahap hancur, membuat nafas lebih pendek.
d. Laryngitis adalah inflamasi laring, yang merupakan suatu kondisi medis
yang ditandai dengan peradangan pada laring yang menyebabkan suara
sesak dan hilangnya suara.
e. TBC usus adalah penyakit infeksi basil tuberkulosa pada usus.
2) Komplikasi Lanjut
a. Obstruksi Jalan Nafas adalah gangguan yang menimbulkan penyumbatan
pada saluran pernapasan bagian atas.
b. Cor Pulmonal adalah perubahan dalam struktus dan fungsi dari ventrikel
kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system
pernapasan.
c. Amiolodosis adalah suatu penyakit yang terjadi ketika zat yang disebut
protein amiloid ada dalam organ-organ tubuh.
d. Karsinoma adalah segala jenis tumor atau kanker yang tumbuh dari sel
dilapisan permukaan penutup atau membrane pembatas dari organ.
e. Sindrome gagal nafas adalah ketidak mampuan system pernapasan untuk
mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan
sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal.

VII. PENATALAKSANAAN
A. FARMAKOLOGIS
1) Pengobatan infeksi tuberkulosis laten
Pengobatan yang umum digunakan untuk infeksi ini adalah isoniazid (INH).
Dosis tunggal diberikan sebanyak 300 mg per hari selama 9 bulan. Apabila
terjadi resistansi atau intoleransi terhadap INH maka dapat diberikan
rifampisin 600 mg setiap hari selama 4 bulan. Selain rifampisin dapat pula
digunakan rifabutin 300 mg sehari sebagai penggantinya.
2) Pengobatan pada tuberkulosis aktif membutuhkan kombinasi dari beberapa
antibiotic. Penggunaan obat tunggal untuk penyakit ini dapat menyebabkan
kegagalan terapi. Isoniazid dan rifampisin sering digunakan bersamaan
karena dapat mencegah terjadinya resitansi. Pemilihan obat – obatan yang
tepat untuk pengobatan tuberkulosis aktif sebaiknya didasarkan pada hasil uji
resitansi antibiotic. Uji resitansi ini dapat diulangi lagi apabila setelah
mendapatkan terapi pasien masih memberikan hasil positif terhdap kultur
setelah mendapatkan terapi selama 8 minggu atau lebih. Pengobatan
tuberkulosis aktif dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal yang sangat
krusial untuk mencegah resistansi obat dan menentukan outcome dari
regimen yang diberikan dan tahap kontinu yang diberikan selama 6 hingga 9
bulan. Pada pasien tuberkulosis tanpa komplikasi, tanpa kavitasi, dan tidak
resistan terhadap antibiotic setelah beberapa bulan menggunakan obat maka
terapi kontinu dilakukan hanya selama 6 bulan. Namun untuk pasien dengan
risiko resitansi tinggi dan memberikan hasil uji kultur positif setelah 2 bulan
menggunakan obat, maka waktu terapi kontinue yang dibutuhkan adalah 9
bulan.
Secara umum pengobatan standar untuk penyakit ini adalah isoniazid,
rifampisin, pirazinamida dan etambutol yang digunakan selama 2 bulan dan
kemudian diikuti dengan penggunaan isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.
Pengobatan menggunakan isoniazid dan rifampisin selama 9 bulan dianjurkan
untuk pasien yang berisik otinggi terhadap terjadinya kegagalan terapi dan
reinfeksi bakteri tuberculosis, termasuk pasien dengan kavitasi pada hasil
radiografi dada dan pasien yang masih memberikan hasil kultur positif setelah
mendapatkan terapi intesif selama dua bulan. Setelah mendapatkan hasil kultur
yang negative, terapi harus dilanjutkan selama 6 bulan. Regimen pengobatan yang
dianjurkan secara lengkap. (Djojodibroto, 2009).
Pengobatan tuberkulosis aktif pada pasien HIV dapat dilakukan dengan
menggunakan obat pilihan yang terdapat. Pengobatan pada pasie ini harus
dimonitor dengan ketat karena sering kali pasien kesulitan mengonsumsi obat
tuberkulosis bersamaan dengan obat HIV.Selain itu terdapat beberapa obat yang
saling berinteraksi jika digunakan bersamaan. Oleh karena itu risiko terjadinya
MDR tuberculosis sangat besar untuk pasien HIV. Pada pasien dengan gagal
ginjal pengobatan tuberkulosis aktif menggunakan isoniazid dan rifampisin tidak
perlu dilakukan modifikasi dosis karena di eliminasi melalui hati. Sedangkan
penggunaan pirazinamida dan etambutol harus diturunkan hingga tiga kali
seminggu untuk mencegah terjadinya akumulasi dari obat induk atau
metabolitnya. Penggunaan obat – obatan lainnya di eliminasi melalui ginjal seperti
aminoglikosida (amikasin, kanamisin, streptomisin) siklosporin, levofloksasin dan
sikloserin harus diperpanjang interval dosisnya dan dimonitor kadarnya dalam
serum. Penggunaan obat – obatanseperti INH, rifampisin, dan pirazinamida,
etionamida dan asam p- aminosalisilat yang di eliminasi melalui hati juga harus
dimonitor dengan ketat kadarnya di dalam serum.Pada pasien yang memiliki TBC
laten atau beresiko tinggi terhadap terkenanya infeksi tuberkulosis aktif, terapi
preventif dapat dilakukan dengan menggunakan INH.
Obat-obat Anti – Tuberkulosis :
a. Isoniazid (INH/H)
Dosis : 5mg /KgBB, per oral.
Efeksamping: peripheral neuritis,hepatitis, dan hipersensitivitas.
b. Ethambutol Hydrochloride (EMB/E)
Dengan dosis sebagai berikut:
Dewasa : 15 mg/KgBB per oral, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25
mg/KgBB/hari selama 60 hari kemudian diturunkan sampai 15mg/KgBB/hari.
Anak (6-12 tahun): 10-15 mg/KgBB/hari.
Efek samping :optik neuritis (efek terburuk adalah kebutaan ) dan skin rash.
c. Rifapin/Rifampisin (RFP/R)
Dosis : 10 mg/KgBB/hari per oral.
Efek samping : hepatitis, reaksidemam, purpura, nausea, dan vomiting.
d. Pyrazinamide (PZA/Z)
Dosis: 10mg/KgBB/hari per oral.
Efek samping :hiperurisemia, hepatotoxicity, skin rash, artralgia, distres
gastrointestinal.
Dengan di temukannya Rifampisin paduan obat yang diberikan untuk klien
tuberculosis adalah INH + Rifapisin + Streptomisin atau Etambutol setiap hari
(faseawal) dan diteruskan pada fase lanjut dengan INH + Rifampisin atau
Etambutol. Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek,
dengan memberikan INH + Rifampisin + Streptomisin atau etambutol atau
Pyrazinamide setiap hari sebagai fase awal selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan
INH+ Rifampisin atau Etambutol atau pengobatan seluruhnya 6-9 bulan.
(Somantri, 2012).
Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas
menelan obat (PMO).
3. Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien tuberculosis BTA positif menjadi BTA negative
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
3) Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
1. Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
b. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
c. Kategori Anak : 2HRZ/4HR
2. Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tabelt OAT-KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu Tabelt. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
3. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniasid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Panduan OAT
ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT-KDT.
Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontunitas) pengobatan sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan tuberkolosis:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah Tabelt yang ditelan lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
4) Panduan OAT dan peruntukannya:
1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru tuberculosis BTA positif
b. Pasien tuberculosis BTA negatif foto thorax positif
c. Pasien tuberculosis ekstra paru
2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan tuberculosis dalam keadaan khusus.
c. Cara melakukan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambah aquabides
sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml, (1ml=250 mg).
VIII. KONSEP ASKEP
1. TAHAP PENGKAJIAN
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil
data/informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang
dibinanya. Sumber informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan
metode :
a. Wawancara keluarga
b. Observasi fasilitas rumah
c. Pemeriksaan fisik terhadap anggota keluarga (head to toe)
d. Data sekunder, misalnya hasil laboratorium, hasil X-ray, PAP Smear dan
sebagainya.
Hal2 yang perlu di kaji dalam keluarga adalah:
1) Data Umur
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:
a. Nama kepala keluarga (KK)
b. Alamat dan telepon
c. Pekerjaan kepala keluarga
d. Pendidikan kepala keluarga
e. Komposisi Keluarga
f. Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah2
yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
g. Suku Bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebutserta mengidentifikasi budaya
suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
h. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yg dapat
mempengaruhi kesehatan.
i. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga di tentukan oleh pendapatan baik dari
kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial
ekonomi ditentkan pula oleh kebutuhan2 yang dikeluarkan oleh keluarga
serta barang2 yg dimiliki oleh keluarga , siapa yg mengatur keuangan.
j. Aktivitas rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya di lihat kapan saja keluarga pergi
bersama2unuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan
menonton televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas
rekreasi.
2) Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari
keluarga ini.
Contoh:
Keluarga bapak A mempunyai 2 orang anak, anak pertama berumur 7
tahun dan anak kedua berumur 4 tahun, maka keluarga bapak A berada
pada tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak sekolah.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh
keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
c. Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang
meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing
anggota keluarga, perhatian biasa digunakan terhadap pencegahan
penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa
digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan
kesehatan.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami
dan istri.
3) Pengkajian lingkungan
a. Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah,
jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan
perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber
air minum yang digunakan serta denah rumah.
b. Karateristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/kesepakatan
penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.
c. Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga
berpindah tempat.
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada sejauhmana interaksinya dengan
masyarakat.
e. Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota
keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk
menunjang kesehatan. Fasilitas mencangkup fasilitas fisik, fasilitas
psikologi atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau
dukungan dari masyarakat setempat.
4) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota keluarga.
b. Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang
lain untuk merubah perilaku.
c. Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal.
d. Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga, yang
berhubungan dengan kesehatan.
5) Fungsi Keluarga
a. Fungsi efektif
Hal yang perlu dikaji adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga, terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota
keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai.
b. Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana interaksi atau hubungan dalam
keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya
dan perilaku.
c. Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit, sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga
didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan
keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu
mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit, menciptakan
lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat.
Hal-hal yang di kaji sejauhmana keluaarga melakukan pemenuhan tugas
perawatan keluarga adalah:
(1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, yang
perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga mengetahui mengenai fakta2 dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab dan mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.
(2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yg tepat, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya
masalah
b) Apakah masalah kesehatan di rasakan oleh keluarga
c) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang di alami
d) Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit
e) Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan
f) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada
g) Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
h) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam
mengatasi masalah
(3) Mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya
(sifat,penyebaran,komplikasi,prognosa dan cara perawatannya)
a) Sejauh mana keluar mengetahui tentang sifat dan perkembangan
perawatan yang di butuhkan
b) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang di perlukan
untuk perawatan
c) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber2 yang ada dalam keluarga
(anggota keluarga yang bertanggungjawab, sumber keuangan/Finansial,
fasilitas fisik, psikososial)
d) Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit
(4) Untuk mengetahui Sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber2 keluarga yang dimiliki
b) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan /manfaat pemeliharaan
lingkungan
c) Sejauh mana keluarga mengetahui Pentingnya higiene sanitasi
d) Sejauh mana kekompakan antar anggota keluarga
(5) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
/pelayanan kesehatan di masyarakat, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
b) Sejauh mana keluarga memahami keuntungan2 yang dapat di peroleh dari
fasilitas kesehatan
c) Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas
kesehatan
d) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yg kurang baik terhadap petuga
kesehatan
e) Apakah Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga
d. Fungsi reproduksi
Hal yang perlu di kaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah:
a) Berapa jumlah anak
b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga
c) Metode apa yang di gunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga
e. Fungsi Ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah:
a) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan
b) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga
6) Stress dan Koping keluarga
a. Stresor Jangka pendek dan panjang
a) stresor janka pendek yaitu stesor yang di alami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 Bulan
b) Stresor janka panjang yaitu stresor yang di alami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 Bulan
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stresor
Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon terhadap
situasi /stressor
c. Strategi koping yang di gunakan
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan
d. Strategi adaptasi disfungsional
Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang di gunakan bila
menghadapi permasalahan
7) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di
gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
klinik.
8) Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap
petugas kesehatan yang ada.

2. TAHAP DIAGNOSA
a. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang
didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan
berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan
keluarga.
Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari:
1) Diagnosa Keperawatan Keluarga Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari
gangguan kesehatan. Sebagai contoh:
a) Gangguan nutrisi Kurang dari kebutuhan pada balita (Anak N), keluarga
Bapak Y berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga dengan masalah kekurangan nutrisi.
b) Keterbatasan pergerakan pada lanjut usia (Ibu S) keluarga Bapak Y
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga dengan keterbatasan gerak ( rematik).
c) Perubahan peran dalam keluarga (Bapak A) Berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah peran sebagai suami.
2) Diagnosa Keperawatan Keluarga Risiko (ancaman kesehatan)
Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan. Misalnya
lingkungan rumah yang kurang bersih, pola makan yang tidak adekuat,
stimulasi tumbuh kembang yang tidak adekuat. Sebagai contoh:
a) Risiko terjadi konflik pada keluarga Bapak I berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi.
b) Risiko gangguan perkembangan pada balita (Anak N) keluarga Bapak Y
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga melakukan stimulasi
terhadap balita.
c) Risiko gangguan pergerakkan pada lansia ( Ibu Y) keluarga Bapak A
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga dengan keterbatasan gerak
3) Diagnosa Keperawatan Keluarga Sejahtera/Potensial
Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat di tingkatkan. Khusus untuk diagnosa keperawatan potensial
(sejahtera) boleh tidak menggunakan etiologi. Sebagai contoh:
a) Potensial terjadi peningkatan kesejahteraan pada ibu hamil (Ibu M)
keluarga Bapak K.
b) Potensial peningkatan status kesejahteraan pada bayi keluarga Bapak X.
c) Potensial peningkatan status kesehatan pada pasangan baru menikah
keluarga Bapak I.
b. Menetukan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga (menurut Ballon dan
Maglaya, 2002).
No. Kriteria Skor Bobot
1. Sifat Masalah
· Skala:
- Aktual (Tidak/Kurang sehat) 3
- Ancaman kesehatan 2 1
- Keadaan Sejahtera 1

2. Kemungkinan Masalah
· Skala:
- Mudah 2
- Sebagian 1 2
- Tidak dapat 0

3. Potensial Masalah untuk Dicegah


· Skala:
- Tinggi 3
- Cukup 2 1
- Rendah 1
4. Menonjolnya Masalah
· Skala:
- Masalah berat harus segera ditangani 2
- Ada masalah, tapi tidak perlu 1 1
ditangani 0
- Masalah tidak dirasakan

Skoring:
 Tentukan skor untuk setiap kriteria.
 Skore dibagi dengan angkat tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.
Catatan : skor dihitung bersama-sama dengan keluarga.
Skor
Bobot
Angka tertinggi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas:


Kriteria 1: Sifat masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat
karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan
dirasakan oleh keluarga.
Kriteria 2: Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan
terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut:
 Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani
masalah.
 Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga.
 Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan waktu
 Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat:
dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat dan sokongan
masyarakat.
Kriteria 3: Potensial masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah:
 Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan penyakit atau masalah .
 Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada
 Tindakan yang sedang di jalankan adalah tindakan2 yang tepat dalam
memperbaiki masalah.
 Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka menambah
potensi untuk mencegah masalah.
Kriteria 4: Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana
keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai Skor yang tertinggi yang
terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga.

3. TAHAP INTERVENSI
Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang
mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria
dan standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil
yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus
yang ditetapkan.

4. TAHAP IMPLEMENTASI
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan
perencanaan mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan
keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal dibawah ini:
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan
kebutuhan kesehatan dengan cara:
1) Memberikan informasi
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,
dengan cara:
1) Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tipa tindakan
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit,
dengan cara:
1) Mendemonstrasikan cara perawatan
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat
lingkungan menjadi sehat, dengan cara:
1) Menemukan sumber2 yang dapat digunakan keluarga
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada,
dengan cara:
1) Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

5. TAHAP EVALUASI
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah di berikan, dilakukan penilaian
untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun
rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat
dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk dapat
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional:
S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan, misalnya : keluarga mengatakan nyerinya
berkurang.
O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan, misalnya : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
yang terkait dengan diagnosis.
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga
pada tahapan evaluasi .
Tahapan Evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang di lakukan selama proses asuhan keperawatan,
sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
(Henny, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Djojodibroto, D. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Henny, K. A. (2012). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta:


CV Sagung Seto.

Mansjoer, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Muskuluskeletal. Jakarta: EGC.

Masriadi. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarata: Trans Info Media.

Sjamsuhidajat, W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.

Smeltzer, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta: EGC.

Somantri, I. (2012). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penulara, Pencegahan dan


Pemberantasannya . Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai