Anda di halaman 1dari 93

ASPEK BIOLOGI GANGGUAN KEPRIBADIAN 1

dr. I G.A.A.Yulianti 2

Pemahaman tentang kepribadian dan gangguannya membedakan psikiatri


secara fundamental dengan semua cabang ilmu kedokteran. Manusia dengan
kesadaran diri sebagai manusia seperti yang dikatakan oleh C. Robert Cloninger
bukan objek seperti mesin yang tanpa kesadaran diri. Kepribadian mengarah pada
semua karakteristik yang menyesuaikan diri dengan cara yang unik terhadap
perubahan lingkungan internal dan eksternal (Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, 2015).
Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel
dan maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna dan penderitaan
subjektif. Orang dengan gangguan kepribadian memiliki respons yang benar-benar
kaku terhadap situasi pribadi, hubungan dengan orang lain ataupun lingkungan
sekitarnya. Kekakuan tersebut menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri
terhadap tuntutan eksternal, sehingga akhirnya pola tersebut bersifat self-defeating.
Sikap kepribadian yang terganggu itu akan semakin nyata pada saat remaja
hingga awal masa dewasa dan terus berlanjut di sepanjang kehidupan dewasa,
semakin lama semakin mendalam dan mengakar sehingga semakin sulit diubah.
Kesimpulannya adalah bahwa seseorang dengan gangguan kepribadian akan
menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan dirinya sendiri yang
bersifat tidak fleksibel, maladaptif, serta berakar mendalam.
Gangguan kepribadian bersifat umum dan kronis. Gangguan kepribadian
terdapat pada 10 hingga 20 % dari populasi umum dan terjadi sejak beberapa puluh
tahun yang lalu. Pasien psikiatri Sekitar 50 % memiliki masalah dengan gangguan
kepribadian, yang sering berkomorbid dengan gejala klinis lainnya. Gangguan

1 Dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, tanggal 1 Februari 2017, di Ruang
Pertemuan Sekretariat Ilmu Kesehatan Jiwa FK UNUD/RSUP Sanglah. 2 Dokter
Residen yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Program
Studi Psikiatri yang dibimbing oleh dr. Made Wedastra, M.Biomed, SpKJ.

1
kepribadian juga merupakan faktor predisposisi untuk gangguan psikiatri lainnya
(seperti penggunaan zat, bunuh diri, gangguan afektif, gangguan dalam mengontrol
impuls, gangguan makan, dan gangguan cemas) dimana dapat mengganggu hasil
pengobatan dari banyak gejala klinis dan meningkatkan ketidakmampuan,
morbiditas dan mortalitas pasien.
Orang dengan gangguan kepribadian cenderung menolak pengobatan psikiatri
dan menyangkal masalah mereka dibandingkan orang dengan gangguan cemas,
gangguan depresi, atau gangguan obsesif kompulsif. Secara umum gejala gangguan
kepribadian adalah ego sintonik (yaitu dapat diterima oleh ego, dan sebaliknya
dengan ego distonik) dan alloplastik (yaitu mampu mengadaptasi dengan mencoba
mengubah lingkungan eksternal lebih dari diri mereka sendiri).
Orang dengan gangguan kepribadian tidak akan merasa cemas dengan
perilaku maladaptifnya. Karena mereka tidak merasakan sakit seperti apa yang
dirasakan orang lain sebagai suatu gejala, mereka seringkali tampak tidak tertarik
terhadap pengobatan dan sangat sulit untuk pulih.

KLASIFIKASI
Edisi kelima Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5)
mendefinisikan secara umum gangguan kepribadian sebagai pola perilaku dan
pengalaman bawah sadar yang menyimpang secara signifikan dari standar kultur
seseorang, sangat kaku, onset terjadi pada remaja atau dewasa awal, stabil
berlangsung lama, mengarah pada ketidakbahagiaan dan gangguan, dan manifestasi
didapatkan 2 dari 4 hal yaitu kognisi, afektif, fungsi interpersonal, atau kontrol
impuls. Ciri kepribadian seseorang yang kaku, maladaptif dan menyebabkan
penurunan fungsi atau distress maka dapat di diagnosis dengan gangguan
kepribadian.
Subtipe gangguan kepribadian diklasifikasikan dalam DSM-5 adalah
Kelompok A : orang yang dianggap aneh atau eksentrik. Kelompok ini
mencakup gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal.
Kelompok B : orang dengan perilaku yang terlalu dramatis, emosional, dan

2
eratik (tidak menentu). Kelompok ini terdiri dari gangguan kepribadian
antisosial, ambang (borderline), histrionik, dan narsistik.
Kelompok C : orang yang sering kali tampak cemas atau ketakutan. Kelompok
ini mencakup gangguan kepribadian menghindar, dependent, dan obsesif-
kompulsif
Banyak orang yang menunjukkan sifat yang tidak terbatas pada gangguan
kepribadian tunggal. Jika seorang pasien memenuhi kriteria untuk lebih dari satu
gangguan kepribadian masing-masingnya harus di diagnosis.

ETIOLOGI
FAKTOR GENETIK
Bukti terbaik bahwa faktor genetik berperan terhadap timbulnya gangguan
kepribadian berasal dari penelitian gangguan psikiatri pada 15.000 pasangan kembar
di Amerika Serikat. Angka kesesuaian gangguan kepribadian adalah beberapa kali
lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot. Menurut satu
penelitian tentang penelitian multiple kepribadian dan tempramen, minat okupasional,
waktu luang dan sikap sosial kembar monozigot yang dibesarkan terpisah sama
dengan kembar monozigot yang dibesarkan bersama-sama.

FAKTOR BIOLOGI
HORMON. Orang yang menunjukkan sifat impulsif sering kali juga menunjukan
peningkatan kadar testosterone, 17 estradiol, dan estrone. Pada primata bukan
manusia, androgen meningkatkan kemungkinan agresi dan perilaku seksual. Tetapi
peranan testoteron pada agresi manusia tidak jelas. Hasil DST abnormal pada
beberapa pasien gangguan kepribadian ambang dengan gejala depresi.

PLATELET MONOAMINE OKSIDASE. Kadar monoamin oxidase yang rendah


telah dihubungkan dengan aktivitas dan sosiabilitas pada kera. Pelajar perguruan
tinggi dengan MAO platelet yang rendah melaporkan menggunakan lebih banyak
waktu dalam aktivitas sosial dibanding dengan pelajar yang memiliki kadar MAO

3
platelet yang tinggi. Kadar MAO platelet yang rendah juga telah ditemukan pada
beberapa pasien dengan gangguan skizotipal.

SMOOTH PERSUIT EYE MOVEMENTS. Smooth persuit eye movements / gerakan


mata mengejar yang halus adalah sakadik (seperti gelisah) pada orang yang memiliki
sifat introvert, harga diri rendah, dan menarik diri pada pasien dengan gangguan
kepribadian skizotipal. Temuan tersebut tidak memiliki penerapan klinis, tetapi
terdapat indikasi peran diturunkan.

NEUROTRANSMITER. Endorfin memiliki efek yang serupa dengan morfin


eksogen, termasuk analgesia dan penekanan rangsangan. Kadar endorphin endogen
yang tinggi mungkin berhubungan dengan orang yang flegmatik atau pasif. Penelitian
sifat kepribadian dan sistem dopaminergik serta serotoninergik menyatakan suatu
fungsi aktivasi kesadaran dari neurotransmiter tersebut. Kadar 5-Hidroxy-
indoleacetic-acid (5-HIAA), metabolit serotonin rendah pada orang yang mencoba
bunuh diri dan pada pasien yang impulsive dan agresif.
Peningkatan kadar serotonin dengan obat serotonergik tertentu seperti Fluoxetine
(Prolac) dapat menghasilkan perubahan dramatis pada beberapa karakteristik
kepribadian. Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas, dan nafsu makan pada
banyak orang dan mempengaruhi perasaan pada umumnya. Meningkatnya kadar
dopamin pada sistem syaraf pusat dihasilkan oleh psikostimulan tertentu (seperti:
amphetamin) dapat menginduksi euphoria. Efek neurotransmitter pada sifat
kepribadian menimbulkan ketertarikan dan kontroversi apakah sifat kepribadian
seseorang dibawa semenjak lahir atau didapat.

ELEKTROFISIOLOGI. Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram


(EEG) telah ditemukan pada beberapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling
sering pada tipe antisosial dan ambang dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat
pada EEG

4
FAKTOR PSIKOANALITIK
Sigmound Freud pada awalnya menyatakan bahwa sifat kepribadian adalah
berhubungan dengan fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual.
Sebagai contoh suatu karakter oral adalah pasif dan dependen karena terfiksasi pada
fase oral dimana ketergantungan pada orang lain untuk asupan makanan adalah
menonjol. Karakter anal adalah keras kepala, kikir, dan sangat teliti karena
perjuangan di sekitar latihan toilet selama periode anal.
Selanjutnya Wilhelm Reich mengajukan istilah character armor untuk
menggambarkan karakteristik defensif yang digunakan seseorang untuk melindungi
dirinya dari impuls internal dan dari kecemasan interpersonal dalam hubungan yang
bermakna. Pandapat Reich memiliki pengaruh yang luas pada pemahaman
kontemporer tentang kepribadian dan gangguan kepribadian. Cap kepribadian yang
unik pada masing-masing manusia adalah sangat ditentukan oleh mekanisme
pertahanan karakteristik orang tersebut. Masing-masing gangguan kepribadian dalam
setiap klaster memiliki kelompok mekanisme pertahanan yang membantu klinisi
psikodinamika mengenali tipe patologi karakter yang ada. Sebagai contohnya orang
dengan gangguan kepribadian paranoid menggunakan proyeksi, gangguan
kepribadian schizoid berhubungan dengan penarikan diri.
Jika mekanisme pertahanan berfungsi dengan baik pasien dengan gangguan
kepribadian akan mampu mengatasi perasaan cemas, depresi, kemarahan, malu,
bersalah, atau afek lainnya. Perilaku mereka egosintonik, dimana perilaku tersebut
tidak menimbulkan penderitaan pada pasien tersebut, kendatipun dapat merugikan
orang lain. Pasien mungkin juga enggan untuk melibatkan diri dalam proses terapi
karena pengendalian mereka adalah penting dalam pengendalian afek yang tidak
menyenangkan dan mereka tidak berminat dalam menyerahkan itu sepenuhnya.
Sebagai tambahan pada karakteristik pertahanan pada gangguan kepribadian,
ciri pusat lain dari gangguan kepribadian adalah hubungan objek internal pasien.
Selama perkembangan, pola diri tertentu dalam hubungan dengan orang lain
diinternalisasikan. Melalui introyeksi anak menginternalisasikan orang tuanya atau
orang terdekat lainnya sebagai objek yang secara terus-menerus dirasakan melebihi

5
dirinya sendiri. Melalui identifikasi seorang anak menginternalisasikan orang tua dan
orang terdekat lainnya dengan cara tertentu dimana sifat objek eksternal dipadukan ke
dalam diri dan sifat anak tersebut. Penampilan sifat secara internal dan penampilan
objek sangatlah penting dalam perkembangan kepribadian dan melalui eksternalisasi
dan identifikasi proyektif, aspek penampilan diri dan penampilan objek
dimanifestasikan dalam skenario interpersonal dimana orang lain dipaksa bermain
dalam kehidupan internal seseorang. Dengan demikian, orang dengan gangguan
kepribadian dapat diidentifikasi dengan pola tertentu yang berkaitan dengan
kedekatan interpersonal yang bersumber dari pola hubungan objek internal tersebut.

NEUROBIOLOGI
Studi tentang gangguan kepribadian melibatkan studi dari gangguan karakter dan
gangguan temperamen. Karakter berkaitan dengan bagaimana kita melihat dan
beroperasi di dunia kita dan didasarkan pada bagaimana kita berkembang dan apa
yang diajarkan pada kita tentang bagaimana menjalani hidup. Temperamen berkaitan
dengan kecenderungan bawaan kita untuk berperilaku dan bereaksi terhadap salah
satu dari berbagai tantangan yang disajikan oleh orang lain dan lingkungan kita.
Meskipun kedua aspek kepribadian dapat dipelajari secara empiris, studi temperamen
secara unik cocok untuk studi biologi karena temperamen telah dikenal berkorelasi
genetik dan neurobiologis, yang keduanya terkait dengan proses kritis yang
melibatkan kognisi, emosi, dan perilaku (Oklham JM, 2009).
Neurobiologi temperamen, seperti yang muncul dalam gangguan kepribadian,
dapat dipelajari dalam berbagai cara, termasuk yang melibatkan genetika perilaku,
neuropsikofarmakologi, genetika molekuler, psikofisiologi, dan neuroimaging. Studi
genetik perilaku memberitahu kita tentang sifat kimia otak dan bagaimana regulasi
neurotransmiter otak mempengaruhi temperamen. Mempelajari neurobiologi
menyebabkan pemahaman bahwa serotonin otak, misalnya, sangat penting dalam
modulasi perilaku agresif impulsif pada individu dengan gangguan kepribadian. Studi
neuropsikofarmakologi dalam kaitannya dengan genetika molekular mengatakan
bahwa terdapat salinan tertentu dari gen tertentu (misalnya, untuk komponen sistem

6
serotonin otak) mempengaruhi temperamen. Misalnya, individu yang membawa gen
khusus untuk transporter serotonin mungkin lebih gelisah daripada individu lain yang
tidak membawa gen ini. Akhirnya, keberadaan gen tersebut dapat berefek pada
psikofisiologi dan neuroimaging yang dapat melakukan pemeriksaan sampai ke
tingkat yang mengintegrasikan gen, neuropsikofarmakologi, dan transmisi jaringan
saraf. Metodologi ini mempelajari struktur dan fungsi otak serta kontribusi mereka
terhadap ekspresi berbagai temperamen. Dalam beberapa kelompok pasien dengan
gangguan kepribadian, neuroimaging telah mengungkapkan perbedaan dalam ukuran
dan fungsi struktur tertentu.
Studi tentang neurobiologi gangguan kepribadian mengarah pada pemahaman
yang lebih komprehensif dari substrat biologis gangguan kepribadian sehingga
pengobatan yang lebih baik dapat ditemukan dan perawatan yang ada dapat
ditingkatkan. Mengetahui substrat biologis untuk temperamen tertentu secara alami
mengarah pada strategi pengobatan yang ditujukan untuk substrat tertentu. Contoh
terbaik dari pendekatan ini adalah penggunaan serotonin reuptake inhibitor dalam
pengobatan agresif impulsif pada individu dengan gangguan kepribadian. Studi ini
menjelaskan kemungkinan adanya dua kelompok respon pengobatan: satu responsif
terhadap serotonin reuptake inhibitor, yang lain responsif terhadap penstabil mood.
Selanjutnya akan dibahas berbagai aspek neurobiologi gangguan kepribadian secara
klaster per klaster.

GANGGUAN KEPRIBDIAN KLASTER A

Genetika Perilaku
Gangguan kepribadian skizotipal ditemukan lebih sering dalam keluarga skizofrenia
daripada di keluarga kontrol, dan hubungan ini didasarkan pada genetika bukan
berdasarkan lingkungan sosial keluarga seperti yang dijelaskan oleh studi adopsi dan
anak kembar (Siever 1991). Genetika gangguan kepribadian paranoid memiliki
tumpang tindih tinggi dengan gangguan kepribadian skizotipal, dan mungkin muncul
lebih besar pada keluarga pasien dengan skizofrenia atau gangguan waham (Webb

7
dan Levinson 1993). Gangguan kepribadian skizoid sedikit yang meneliti bahkan
tidak ada penelitian lengkap berkaitan dengan genetikanya tapi lebih sering terjadi
pada keluarga pasien dengan skizofrenia (Kalus et al. 1993).

Neuropsikofarmakologi: Sistem Dopamin


Sistem dopamin telah dipelajari secara luas pada pasien dengan skizofrenia dan
terutama terkait dengan gejala psikotik dari gangguan ini, konsisten dengan efek
antipsikotik dari neuroleptik, yang bertindak sebagai antagonis dopamin. Dengan
demikian, mengingat hubungan fenomenologis dan genetik antara skizofrenia dan
gangguan kepribadian skizotipal, sistem dopaminergik telah menjadi sistem
neurotransmiter utama yang dipelajari dalam gangguan kepribadian skizotipal.

Neurokimia
Asam homovanillik / Homovanilic Acid (HVA) plasma, metabolit utama dopamin,
telah ditemukan meningkat pada pasien yang dipilih secara klinis dengan gangguan
kepribadian skizotipal, dan peningkatan ini secara signifikan berkorelasi dengan
kriteria psikotik seperti untuk gangguan ini, sehingga koreksi statistik untuk
munculnya gejala psikotik seperti menghapuskan perbedaan antara kelompok (Siever
et al. 1991). Konfigurasi hasil identik ditemukan berkaitan dengan HVA cairan
serebrospinal (CSF) (Siever et al. 1993). Di satu sisi, pada keluarga pasien dengan
skizofrenia, yang umumnya ditandai defisit gejala sosial dan kognitif lainnya seperti
gangguan kepribadian skizotipal, HVA plasma lebih rendah pada individu dengan
gangguan kepribadian skizotipal daripada kontrol (Amin et al. 1999). Studi ini
menemukan, HVA plasma berkorelasi negatif dengan gejala negatif atau defisit
seperti pada gangguan kepribadian skizotipal. Menariknya, namun, ketika gejala
negatif dimasukkan sebagai kovarian, hubungan positif dengan gejala psikotik seperti
di HVA plasma muncul (Amin et al. 1997). Berkurangnya konsentrasi HVA plasma
telah dikaitkan dengan penurunan tes fungsi eksekutif frontal dimediasi seperti
Wisconsin Card Sort Test (Siever et al. 1991). Dengan demikian, hasil ini
menunjukkan bahwa aktivitas dopaminergik dapat relatif meningkat atau menurun

8
tergantung pada dominasi gejala seperti-psikotik atau gejala defisit. Perbedaan ini
konsisten dengan formulasi dimana meningkatkan aktivitas dopaminergik, terutama
di striatum, dikaitkan dengan gejala seperti-psikotik dan penurunan aktivitas
dopaminergik, terutama di daerah prefrontal, terutama terkait dengan seperti gejala
defisit (Siever dan Davis 2004).

Intervensi Farmakologis Akut


Amfetamin, yang merangsang pelepasan monoamina, terutama dopamin dan
norepinefrin, telah terbukti meningkatkan kinerja kognitif pada gangguan kepribadian
skizotipal pada tes fungsi eksekutif, memori kerja, dan pada tingkat lebih rendah,
perhatian dan verbal learning berkelanjutan (Kirrane . et al, 2000; Siegel et al 1996).
Perbaikan ini lebih konsisten daripada yang diamati pada subyek skizofrenia
diberikan amfetamin dan tidak disertai dengan perburukan perilaku yaitu,
peningkatan gejala psikotik ditemukan setelah pemberian amfetamin pada pasien
skizofrenia. Gejala defisit pada gangguan kepribadian skizotipal cenderung membaik
setelah pemberian amfetamin (Laruelle et al, 2002;. Siegel et al 1996.). Hasil ini
menunjukkan bahwa agen yang meningkatkan katekolamin, termasuk dopamin,
mungkin memiliki efek menguntungkan pada kognisi, mungkin melalui stimulasi
reseptor D1 di kortek prefrontal.
Pemberian stressor glukopiruvat, 2-deoksiglukosa, yang mengaktifkan sistem
subkortikal yang sensitif stres seperti sistem dopamin dan aksis hipotalamus-
hipofisis-adrenal (HPA), menghasil respon yang lebih besar terkait stres (yaitu,
kortisol dan HVA plasma) pada pasien dengan skizofrenia dibanding kontrol.
Sebaliknya, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal menunjukkan aktivasi
normal (plasma HVA) atau bahkan berkurang (kortisol) dibandingkan dengan kontrol,
menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal telah
menyangga lebih baik sistem stres-responsif subkortikal dibandingkan pasien dengan
skizofrenia. Sehingga, mungkin bahwa penyangga ini memberikan faktor protektif
terhadap psikosis pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal (Siever dan
Davis 2004).

9
Intervensi farmakologis jangka panjang telah dievaluasi pada individu dengan
gangguan kepribadian skizotipal untuk menentukan efek mereka pada fungsi kognitif.
Studi guanfasin, agonis 2-adrenergik, dan pergolide, agonis D1 / D2, menyarankan
perbaikan pada fungsi kognitif, terutama memori kerja, dengan intervensi
katekolaminergik ini, konsisten dengan efek fasilitasi dari katekolamin pada fungsi
kognitif dan kortek prefrontal (McClure et al. 2007). Fungsi kognitif juga dapat
meningkat dengan risperidone (Koenigsberg et al. 2003), mungkin karena efek
blokade reseptor 5-hydroxytriptamine tipe-2 (serotonin) (5-HT2) memfasilitasi
aktivitas dopaminergik di lobus frontal. Efek antipsikotik telah didokumentasikan di
sejumlah uji klinis neuroleptik atipikal dan khas pada individu dengan gangguan
kepribadian skizotipal (Hymowitz et al 1986;. Schulz et al 2003.).

DNA Polimorfisme
Katekol-O-metiltransferase (COMT) memainkan peran penting dalam inaktivasi
dopamin di lobus frontal, di mana transporter dopamin tidak merupakan mode utama
inaktivasi dopamin. Sebuah polimorfisme nukleotida tunggal pada gen COMT telah
ditemukan. Polymorphism, untuk alel kode gen COMT untuk asam amino valin (Val),
sebagai lawan metionin (Met), dalam enzim COMT. Substitusi Val untuk Met
mengarah pada enzim COMT yang memiliki jauh lebih banyak aktivitas dari enzim
COMT yang dikode oleh alel MET. Dengan demikian, individu dengan alel VAL
seharusnya memiliki aktivitas COMT yang meningkat dibandingkan dengan mereka
dengan alel MET. Karena peningkatan aktivitas COMT berhubungan dengan
peningkatan kerusakan katekolamin, individu dengan alel VAL harus memiliki
aktivitas dopamin sentral kurang dibandingkan dengan alel MET. Konsisten dengan
ide ini, gangguan kognitif, terutama jelas dalam dopamin tergantung memori kerja,
telah dikaitkan dengan kehadiran alel VAL pada pasien dengan skizofrenia
(Weinberger et al. 2001) serta saudara mereka yang sehat dan kontrol (Goldberg et al.
2003). Studi pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal juga menunjukkan
hubungan antara penurunan kognitif dan alel VAL, konsisten dengan peran
berkurangnya aktivitas dopaminergik diduga berkontribusi terhadap disfungsi

10
kognitif dalam gangguan spektrum skizofrenia seperti gangguan kepribadian
skizotipal (Minzenberg et al. 2006 ).

Fungsi kognitif dan psikofisiologi


Disfungsi kognitif dalam bentuk ringan ada dalam berbagai gangguan kepribadian,
namun perubahan yang paling konsisten dan kuat ditemukan pada orang dengan
gangguan kepribadian klaster A, lebih khusus gangguan kepribadian skizotipal. Pola
penurunan gangguan kognitif pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal
mirip dengan pasien skizofrenia tapi lebih spesifik. Kecerdasan keseluruhan mungkin
tidak terganggu (Mitropoulou et al, 2002;. Trestman et al 1995.), namun gangguan
spesifik pada perhatian yang berkelanjutan, belajar verbal, dan terutama dalam
memori kerja telah dilaporkan pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal
dibanding dengan pasien gangguan kepribadian yang tidak berhubungan dengan
schizophrenia lainnya, dimana mereka umumnya tidak terganggu dalam indeks
tersebut, dan dengan kontrol normal (Mitropoulou et al. 2002, 2005). Meskipun
pasien dengan skizofrenia menunjukkan penyimpangan dari kontrol normal pada
urutan dua standar deviasi, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki
lebih pada urutan satu standar deviasi di bawah rata-rata atau kurang (Mitropoulou et
al. 2002, 2005). Defisit dalam memori kerja dan perhatian dapat berkontribusi pada
gangguan hubungan dan salah membaca isyarat verbal dan wajah pada pasien dengan
gangguan kepribadian skizotipal, yang secara klinis mengeluh bahwa mereka
memiliki waktu yang sulit fokus pada orang lain, yang akan mengurangi kemampuan
mereka untuk terlibat. Penampilan tugas memori kerja telah dilaporkan berkorelasi
dengan gangguan interpersonal dan jumlah untuk gangguan kognitif lainnya pada
gangguan kepribadian skizotipal (Mitropoulou et al 2005;. Siever et al 2002.).
Berbagai endofenotip psikofisiologis yang mungkin mencerminkan substrat
genetik untuk gangguan spektrum skizofrenia telah ditemukan abnormal pada pasien
dengan gangguan kepribadian skizotipal serta pada pasien dengan skizofrenia kronis.
Banyak dari kelainan psikofisiologis juga telah ditemukan pada keluarga pasien
dengan skizofrenia, yang mungkin memiliki gejala skizofrenia spektrum ringan atau

11
bahkan mungkin tampak sehat secara klinis, meningkatkan kemungkinan bahwa
kelainan ini mencerminkan kerentanan genetik yang mendasari untuk spektrum
skizofrenia yang diekspresikan secara bervariasi. Meskipun tinjauan rinci kelainan
psikofisiologis adalah di luar lingkup bab ini, kelainan pada gerakan mata,
pemrosesan visual, dan penghambatan respon kejut adalah yang paling konsisten
direplikasikan. Dengan demikian, individu dengan gangguan kepribadian skizotipal
menunjukkan gangguan gerakan mengejar mata halus, generasi antisaccade, dan
diskriminasi kecepatan. Mereka menunjukkan kapasitas yang kurang untuk
penghambatan pada paradigma penghambatan Prepulse dan paradigma potensi
membangkitkan-P50 (Cadenhead 2002). Temuan terakhir adalah tentang kepentingan
tertentu karena telah dikaitkan dengan alel spesifik reseptor nikotinik pada keluarga
pasien dengan skizofrenia. Secara retrospektif, mencerminkan pemrosesan visual
awal, juga telah dilaporkan abnormal pada pasien dengan gangguan kepribadian
skizotipal dan skizofrenia (Siever dan Davis 2004; lihat Braff dan Freedman [2002]
untuk ikhtisar dari kelainan psikofisiologis).

Neuroimaging
Pencitraan struktural
Pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal menunjukkan pembesaran ventrikel
dan berkurangnya volume dari beberapa daerah otak, seperti halnya pasien dengan
skizofrenia. Dalam studi pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal, volume
ventrikel meningkat, meskipun studi keluarga pasien dengan gangguan kepribadian
skizotipal adalah campuran (Shihabuddin et al 1996;. Siever 1995). Pengurangan
volume lobus temporal pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal
tampaknya sebanding dengan yang diamati pada pasien skizofrenia dan terjadi di
kedua gyrus temporal superior dan temporal lainnya. Namun, beberapa data
menunjukkan bahwa volume frontal relatif tetap, terutama pole frontal (area
Brodmann 10 [BA10]), menunjukkan bahwa kapasitas frontal yang lebih besar dapat
berfungsi sebagai penyangga terhadap kerusakan kognitif dan sosial berat yang kita
lihat pada skizofrenia (Hazlett et al. 2008). Sedangkan volume striatal pasien dengan

12
skizofrenia membesar sekunder (sebagian besar) untuk obat neuroleptik, volume
striatal (termasuk putamen [Shihabuddin et al. 2001] dan caudatus [Levitt et al.
2002]) pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal berkurang dibandingkan
dengan subjek kontrol normal dan pasien tanpa pengobatan skizofrenia. Pengurangan
volume striatal konsisten dengan kemungkinan penurunan aktivitas dopaminergik,
yang dapat melindungi terhadap munculnya psikosis.

Pencitraan fungsional
Studi pencitraan fungsional Positron emission tomography (PET) dan single photon
emission computed tomography (SPECT) menunjukkan bahwa pasien dengan
gangguan kepribadian skizotipal kurang aktif di daerah seperti dorsolateral
prefrontal cortex dalam menanggapi fungsi eksekutif atau tugas belajar dibandingkan
dengan kontrol, tetapi lebih aktif dibanding pasien skizofrenia. Namun, pasien dengan
gangguan kepribadian skizotipal dapat mengaktifkan daerah kompensasi lainnya,
termasuk pole anterior kortek frontal (BA 10), yang diyakini menjadi wilayah
eksekutif tingkat tinggi (Buchsbaum et al. 2002). Studi terbaru pencitraan resonansi
magnetik fungsional / fungtional magnetic resonance imaging (fMRI) (Koenigsberg
et al. 2005) menggunakan tugas memori visuospatial juga menunjukkan peningkatan
aktivasi pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal di BA 10, namun
aktivasi yang lebih rendah di dorsolateral prefrontal cortex dibanding kontrol.
Dengan demikian, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal mungkin memiliki
mekanisme kompensasi yang tersedia bagi mereka yang tidak dimiliki oleh pasien
dengan skizofrenia dalam menghadapi berkurangnya kapasitas untuk menggunakan
dorsolateral prefrontal cortex. Mekanisme kompensasi mungkin melibatkan
menggunakan wilayah eksekutif lebih tinggi dari yang diperlukan untuk individu
normal.
Sebuah studi IBZM SPECT mengukur pelepasan dopamin oleh displacement
dari [11 C] iodium-methoxybenzamide (IBZM) menunjukkan bahwa individu dengan
gangguan kepribadian skizotipal secara signifikan melepaskan lebih banyak dopamin
dalam menanggapi pemberian amfetamin daripada kontrol normal tetapi lebih sedikit

13
daripada pasien skizofrenia akut (Siever et al. 2002). Hasil ini konsisten dengan studi
pencitraan fungsional yang menunjukkan peningkatan aktivasi dari ventral striatum,
yang biasanya dihambat oleh dopamine, pada pasien skizotipal tanpa pengobatan
dibandingkan dengan kontrol dan pasien skizofrenia tanpa pengobatan serta
berkurangnya respon HVA plasma pada 2-deoksiglukosa dan volume striatal yang
dicatat sebelumnya dalam studi ini, menunjukkan aktivitas dopaminergik yang
disangga lebih baik daripada pasien skizofrenia.

Contoh kasus
Mr B 56 tahun, menikah laki-laki, bekerja dalam bisnis keluarga besarnya, keluhan
saat ini adalah bahwa "orang-orang di tempat kerja yang menuduh saya mengatakan
hal-hal yang saya tidak katakan." Mr B memiliki riwayat dirawat oleh layanan
psikiatri selama lebih dari 20 tahun, setelah ia dirawat dengan keluhan sakit
punggung. Ia dirujuk ke psikiatri karena dia "tidak bisa berdiri." Dia pertama kali ke
bagian psikiatri ketika dia berada di Angkatan Laut untuk sebuah episode dari
"menjadi gila" setelah perselisihan dengan kaptennya. Dia memiliki gejala
depersonalisasi, lekas marah, dan kesulitan bergaul dengan teman-temannya. Enam
tahun setelah tur di Angkatan Laut, ia menemui seorang terapis tetapi akan memiliki
impian hidup yang mengganggu untuk terapis dan dirinya sendiri, pada titik ini Mr B
menyatakan terapinya berakhir. Dia telah memiliki ide paranoid, berpikir bahwa
orang-orang di tempat kerja yang melawan dia, meskipun kecurigaa dan ide ini
responsif terhadap penilaian realitas, seperti ide-ide referensi. Dia telah lama dengan
periode anhedonia dan demoralisasi tetapi, selain insomnia, tidak memiliki gejala
depresi vegetatif luas. Dia telah mengalami episode depersonalisasi digambarkan
sebagai menatap dirinya. Dia mengeluh rendah diri tapi membantah tidak berharga,
putus asa, atau tidak berdaya. Mr B mencatat bahwa ia selalu penyendiri dan tidak
punya teman dekat sejak kelas lima. Ia pergi ke perguruan tinggi sebelum ia pergi ke
Vietnam. Ia merokok satu bungkus rokok per hari, tidak menggunakan narkoba, dan
minum sampai tiga minuman per malam, meskipun dia pergi untuk waktu tanpa
minum secara signifikan.

14
Mr B menjalani evaluasi Program penelitian Mood dan Gangguan Kepribadian.
Penelitian evaluasi diagnostik mengungkapkan adanya gangguan kepribadian
skizotipal dengan ciri-ciri gangguan kepribadian paranoid dan narsis; ia juga
memenuhi kriteria penyalahgunaan alkohol (masa lalu) menurut DSM-IV-TR
(American Psychiatric Association 2000). Evaluasi neurobiologis menemukan
sejumlah kelainan. Pertama, menunjukkan gangguan ringan akurasi gerakan mata
(3,38 pada 1 = pesawat ke 5 = skala terburuk) dan penurunan kognitif ringan. Indeks
dopaminergiknya yang tinggi, dengan kadar HVA plasma 14,5 ng / mL (normal
adalah 7,4 1,8 ng / mL) dan kadar HVA CSF 38,0 ng / mL ( normal = 24,1 6 ng /
mL). Selain itu, Mr B menunjukkan hypofrontality pada PET scan selama tugas
memori verbal. Akhirnya, ia menunjukkan perbaikan moderat setelah pemberian
amfetamin. Sejak evaluasi, Mr.B telah diobati dengan obat neuroleptik dosis rendah
yang membantu dia mengendalikan beberapa gejala, termasuk pengalaman halusinasi
seperti penciuman bau "mesiu," perasaan bahwa orang lain menatapnya, perasaan
terpisah dari orang lain atau "dipisahkan oleh gelembung", tidak adanya teman dekat
selain istri, perasaan di masa lalu bahwa istrinya mungkin "mengikutinya" dan
perasaan di masa lalu bahwa ia telah melihat kejadian di masa depan.

Ringkasan
Hasil studi ini menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal
memiliki setidaknya profil dari gangguan kognitif dan kelainan struktur otak,
terutama di korteks temporal, mirip dengan yang ditemukan pada pasien dengan
skizofrenia, namun kombinasi dari cadangan prefrontal yang lebih baik dan aktivitas
dopaminergik lebih tenang di subkortikal melindungi mereka dari munculnya
psikosis. kognitif lebih halus mereka tercermin dalam eksentrisitas mereka dan
pelepasan antarpribadi tetapi tidak mencapai ambang psikosis. Untuk alasan ini,
mereka hadir lebih dalam konteks gangguan interpersonal dan mekanisme koping
bukan dalam konteks psikosis terbuka seperti pada skizofrenia. Namun, gangguan ini
memberikan contoh spektrum yang dalam bentuk yang lebih ekstrim bermanifestasi
sebagai Axis I gangguan (skizofrenia) tetapi dalam bentuk yang lebih ringan sebagai

15
gangguan Axis II. Terdapat beberapa data biologis mengenai gangguan kepribadian
paranoid jika tidak komorbid dengan gangguan kepribadian skizotipal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN KLASTER B

Gangguan kepribadian kluster B terdiri dari gangguan kepribadian antisosial,


borderline, histrionik, dan narsistik. Individu dengan gangguan ini memiliki derajat
bervariasi dari impulsivitas, agresi, dan disregulasi emosional. Seperti di klaster
lainnya, terdapat tumpang tindih tingkat tinggi antara gangguan dalam klaster B,
terutama antara gangguan kepribadian antisosial (ASPD) dan gangguan kepribadian
ambang (BPD). ASPD dan BPD adalah yang dipelajari dari klaster ini, karena
kreteria yang jelas prevalensinya tinggi dalam populasi.

Genetika perilaku
Studi anak kembar menunjukkan bahwa pengaruh genetik yang mendasari gangguan
kepribadian setidaknya sama tinggi dengan ciri-ciri kepribadian yang mendasari
berbagai gangguan kepribadian. Dalam sebuah penelitian anak kembar yang relatif
kecil (Torgersen et al. 2000) yang mungkin cenderung melebih-lebihkan pengaruh
genetik yang mendasari salah satu dari berbagai gangguan kepribadian, heritabilitas
untuk gangguan kepribadian Cluster B adalah 0,60. Heritabilitas dari gangguan
klaster B yang spesifik dalam penelitian ini adalah 0,79 untuk gangguan kepribadian
narsistik, 0.69 untuk BPD, dan 0,67 untuk gangguan kepribadian histrionik. Model
pas terbaik tidak termasuk berbagi efek lingkungan keluarga, meskipun efek tersebut
dapat mempengaruhi perkembangan BPD. Studi Adopsi ASPD mengkonfirmasi
genetik yang kuat, meskipun pengaruh lingkungan kurang kuat, untuk gangguan ini
(Cadoret et al. 1985). Meskipun studi adopsi gangguan kepribadian klaster B lainnya
belum dilakukan, hasil penelitian sejarah keluarga menunjukkan pola yang kompleks
dari agregasi familial di mana ciri-ciri yang terkait dengan agresivitas impulsif dan
disregulasi suasana hati, bukan BPD itu sendiri, yang ditransmisikan dalam keluarga
(Silverman et al. 1991).

16
Neuropsikofarmakologi
Sistem 5-HT telah dipelajari secara luas pada individu dengan gangguan kepribadian
pada umumnya dan khususnya sebagai korelasi kebalikan dari perilaku agresif
impulsif. Neurotransmitter dan / atau modulator lainnya juga telah diteliti dalam hal
ini, tetapi untuk tingkat yang jauh lebih rendah.

Serotonin
Terdapat peran yang jelas dan konsisten untuk 5-HT dalam regulasi agresi dan atau
impulsivitas, terutama pada individu dengan gangguan kepribadian. Kebanyakan data
menunjukkan hubungan terbalik antara salah satu dari berbagai pengukuran kadar 5-
HT dan tingkat agresi atau impulsif. Meskipun beberapa studi menunjukkan
hubungan primer dengan impulsif, kebanyakan studi melaporkan hubungan 5-HT
lebih konsisten dengan konstruksi "agresi impulsif."

Studi neurokimia. Hubungan terbalik antara agresi manusia dan pengukuran dari
fungsi 5-HT sentral telah dilaporkan sejak tahun 1979, ketika Brown dan koleganya
melaporkan hubungan terbalik antara kadar metabolit 5-HT CSF, 5-hydroroxi indol
asetic acid (5-HIAA), dan riwayat perilaku agresif yang sebenarnya pada laki-laki
dengan berbagai diagnosis gangguan kepribadian DSM-II (American Psychiatric
Association 1968) (Brown et al. 1979). Temuan ini diperpanjang (Brown et al. 1982)
untuk menyertakan hubungan trivariate antara sejarah agresi, percobaan bunuh diri,
dan berkurangnya 5-HIAA CSF, dimana sejarah agresi dan usaha bunuh diri yang
berkorelasi langsung dengan satu sama lain dan berbanding terbalik dengan 5-HIAA
CSF. Kemudian bekerja dengan pelaku kekerasan (Linnoila et al. 1983) menemukan
berkurangnya 5-HIAA CSF pada impulsif, tetapi tidak nonimpulsive, pelaku
kekerasan dengan berbagai diagnosis gangguan kepribadian DSM-II, menunjukkan
bahwa agresi impulsif adalah bentuk yang paling dikaitkan dengan penurunan
konsentrasi 5-HIAA CSF. Meskipun temuan ini telah direplikasi, hubungan terbalik
antara 5-HIAA CSF dan agresi belum dilaporkan dalam sampel dari individu dengan
gangguan kepribadian tanpa riwayat menonjol dari kegiatan kriminal (Coccaro et al

17
1997a, 1997b;. Gardner et al., 1990; Simeon et al. 1992). Sangat mungkin bahwa
5HIAA CSF, menjadi indeks yang relatif tidak sensitif dari aktivitas 5-HT, paling
berkurang dalam individu agresif yang paling parah dan bahwa sulit untuk
mendeteksi hubungan ini pada individu agresif kurang parah.

Intervensi farmakologis akut.


Beberapa studi farmakologis akut 5-HT yang telah dilakukan pada individu dengan
gangguan kepribadian dalam konteks studi tentang agresi. Hormonal (seperti,
prolaktin) respon terhadap obat selektif 5-HT dilaporkan berkorelasi terbalik dengan
berbagai pengukuran agresi dan impulsif (Coccaro et al 1989, 1997a, 1997b;. Dolan
et al, 2001;. Moss et al 1990. ; O'Keane et al 1992;. Paris et al 2004;. Siever dan
Trestman 1993). Studi farmakologis menggunakan obat yang disangkakan selektif
terhadap receptor 5-HT juga tampaknya mendukung hipotesis dari hubungan terbalik
antara 5-HT dan pengukuran agresi dan menunjukkan peran untuk setidaknya
reseptor 5-HT1A khususnya (Cleare dan Obligasi 2000; Coccaro et al 1990, 1995;.
Hansenne et al, 2002). Gambaran yang lebih kompleks dalam hal reseptor 5HT1A
sentral telah disarankan oleh pengamatan bahwa respon reseptor 5-HT1A berkurang
pada wanita dengan BPD dengan riwayat pelecehan anak (Rinne et al. 2000). Karena
pelecehan masa kanak telah dikaitkan dengan agresi impulsif kelak pada masa remaja
dan dewasa (Crick dan Dodge 1996), hal itu masih harus ditentukan apakah hubungan
antara 5-HT dan agresi terkait dengan variabel lingkungan / perkembangan.
Meskipun respon perilaku terhadap rangsangan 5-HT pada individu dengan gangguan
kepribadian belum mendapat banyak perhatian, setidaknya satu studi melaporkan
kemarahan berkurang secara signifikan dalam pada 12 pasien dengan BPD setelah
pemberian campuran 5-HT agonis m-chlorophenylpiperazine (m-CPP ) dan tidak
pada plasebo (Hollander et al 1994).; berkurangnya rasa takut juga diamati pada laki-
laki dengan BPD.

Penanda reseptor platelet. Meskipun mengarah pada reseptor platelet bekerja pada
populasi kejiwaan lainnya, relatif sedikit penelitian di bidang ini telah diterbitkan

18
pada individu dengan gangguan kepribadian. Korelasi terbalik antara jumlah tempat
ikatan trombosit 3H-imipramine (5-HT transporter) dengan riwayat melukai diri
sendiri dan impulsif telah dilaporkan pada individu dengan gangguan kepribadian tapi
tidak pada pasien tanpa riwayat melukai diri sendiri (Simeon et al. 1992). Demikian
pula, korelasi terbalik antara jumlah tempat ikatan trombosit 3H-paroxetine (5-HT
transporter) (Coccaro et al. 1996), jumlah serotonin trombosit (Goveas et al. 2004),
dan riwayat dengan agresi telah dilaporkan pada orang dengan gangguan kepribadian.

Studi DNA polimorfisme. Studi ini dimulai dengan pemeriksaan polimorfisme DNA
pada gen untuk hidroksilase tryptophan (TPH). TPH adalah rate-limiting step untuk
sintesis serotonin, dan diperkirakan bahwa polimorfisme pada TPH akan
menyebabkan perbedaan aktivitas enzim TPH. Meskipun polimorfisme TPH ini tidak
ditemukan memiliki konsekuensi fungsional yang jelas mengenai sintesis serotonin,
kehadiran alel L (L mengacu pada "Lower band "pada gel genotipe) ditemukan
memiliki beberapa hubungan dengan variabel klinis yang relevan. Misalnya, pelaku
kekerasan impulsif (hampir semua dengan gangguan kepribadian) dengan setidaknya
satu salinan alel L TPH telah dilaporkan memiliki kadar 5-HIAA CSF secara
signifikan lebih rendah dibandingkan dengan pelaku kekerasan impulsif dengan
genotipe UU (U disebut " upper band "pada gel genotipe) dalam setidaknya satu studi
(Nielson et al. 1994). Temuan ini tidak menggeneralisasi hingga pelaku kekerasan
nonimpulsif (banyak di antaranya juga memiliki gangguan kepribadian) atau kontrol
normal dan tidak direplikasi dalam studi kemudian oleh penulis yang sama (Nielson
et al. 1998).
Kehadiran alel L dikaitkan dengan peningkatan risiko perilaku bunuh diri pada
semua pelaku kekerasan dalam hal ini dan dalam studi selanjutnya oleh penulis ini
(Nielson et al. 1994, 1998). New et al. (1998) juga melaporkan bahwa kecenderungan
yang dilaporkan sendiri tentang agresi bervariasi sebagai fungsi dari genotipe TPH
dimana individu dengan genotipe LL memiliki skor agresi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan genotipe UU. Namun, temuan sebaliknya dilaporkan oleh

19
Manuck et al. (1999) dalam sampel relawan yang sehat dari masyarakat: skor agresi
yang lebih tinggi dikaitkan dengan kehadiran alel U.
Temuan yang berbeda mungkin karena perbedaan penting dalam sampel.
Dengan demikian, hubungan antara alel TPH dan fungsi 5-HT mungkin tergantung
pada hubungan alel TPH dengan beberapa gen lain tergantung pada sampel.
Lappalainen et al. (1998) melaporkan hubungan antara "antisosial alkoholisme"
(yaitu, alkoholisme dengan ASPD atau gangguan eksplosif intermiten) dan alel C
polimorfisme untuk beta-reseptor 5-HT1D. Karena beta reseptor 5-HT1D adalah
reseptor penting yang terlibat dalam regulasi pelepasan 5-HT pada impuls saraf,
temuan ini bisa menjadi sangat relevan untuk memahami komorbiditas ASPD dengan
alkoholisme. Alel dari transporter 5-HTT, 5-HT2A, dan TPH2 telah ditemuka
berhubungan dengan dengan BPD atau perilaku ini (Ni et al. 2006a, 2006b, 2007;
Siever et al. 2006).

Katekolamin
Data yang jauh lebih sedikit dipublikasikan mengenai peran neurotransmitter lain
dibandingkan dengan serotonin dalam relevansi dimensi perilaku pada gangguan
kepribadian klaster B.

Studi neurokimia. Sebuah korelasi positif antara konsentrasi 3-metoksi-4-hydroxy-


phenylglycol CSF (MHPG, metabolit utama dari norepinefrin) dan riwayat agresi
telah dilaporkan pada laki-laki dengan gangguan kepribadian, meskipun analisis lebih
lanjut mengungkapkan bahwa konsentrasi 5-HIAA CSF menyumbang sebagian besar
(80%) dari varians dalam skor agresi. Demikian pula, satu penelitian melaporkan
korelasi positif kecil antara norepinefrin plasma dan impulsif yang dilaporkan sendiri
pada laki-laki dengan gangguan kepribadian (Siever dan Trestman 1993). Sebaliknya,
setidaknya satu studi (Virkkunen et al. 1987) melaporkan penurunan yang signifikan
dalam konsentrasi MHPG CSF pada laki-laki yang telah melakukan pelanggaran
kekerasan. Akhirnya, Coccaro et al. (2003) melaporkan hubungan terbalik antara free
MHPG plasma dan riwayat agresi pada laki-laki dengan gangguan kepribadian.

20
Dibandingkan dengan pasien dengan gangguan kepribadian nonborderline, pasien
dengan BPD memiliki free MHPG plasma yang lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol nonborderline; sebuah temuan yang menghilang setelah perbedaan skor agresi
dipertanggungjawabkan.
Bukti untuk peran dopamin dalam agresi pada individu dengan gangguan
kepribadian terbatas dan kontradiktif. Beberapa studi menunjukkan tidak ada
hubungan antara konsentrasi HVA CSF dan agresi (Brown et al 1979;. Virkkunen et al
1987), penelitian lain menunjukkan hubungan terbalik antara variabel-variabel ini
(Linnoila et al 1983;. Virkkunen et al 1989.). Pengamatan yang konsisten menemukan
korelasi kuat antara konsentrasi 5-HIAA CSF dan HVA CSF, adalah mungkin bahwa
temuan dengan HVA CSF mungkin terkait dengan temuan yang sama dengan
konsentrasi 5-HIAA CSF. Jika demikian, penilaian spesifik HVA CSF tidak dapat
dilakukan kecuali pengaruh konsentrasi 5-HIAA CSF dicatat, penyesuaian statistik
yang belum dibuat dalam penelitian yang diterbitkan sampai saat ini.

Intervensi farmakologis akut. Studi awal pemberian amfetamin singkat pada pasien
dengan BPD menunjukkan sensitivitas perilaku yang lebih besar untuk amfetamin
antara pasien dengan gangguan kepribadian dibanding kontrol (Schulz et al. 1985).
Penelitian replikasi menemukan bahwa perburukan global pada psikopatologi setelah
pemberian amphetamine adalah khas pada pasien dengan gangguan kepribadian baik
borderline dan skizotipal, sedangkan peningkatan global adalah khas pada individu
borderline tanpa komorbiditas dengan gangguan kepribadian skizotipal (Schulz et al.
1988). Temuan ini menunjukkan perbedaan biologis penting antara pasien dengan
BPD sebagai fungsi dari komorbiditas skizotipal (mungkin karena sudah ada
sebelumnya hiperaktif dopaminergik di sirkuit dopamin mesolimbik). Dalam
penelitian lain dari pemberian amfetamine yang relevan dengan gangguan
kepribadian klaster B, hubungan langsung dengan labilitas afektif telah dicatat pada
sukarelawan sehat, menunjukkan bahwa peningkatan norepinefrin dan / atau dopamin
mungkin memainkan peran dalam disregulasi mempengaruhi dari waktu ke waktu
yang dijumpai pada pasien dengan BPD (Kavoussi et al. 1993).

21
Data yang terbatas yang tersedia mengenai studi respon reseptor norepinefrin
terkait dengan fitur gangguan kepribadian klaster B. Satu studi melaporkan korelasi
positif antara respon hormon pertumbuhan pada agonis 2 norepinefrin klonidin dan
laporan diri iritabilitas (berkorelasi dengan agresi) dalam sampel kecil dari laki-laki
dengan gangguan kepribadian dan relawan sehat (Coccaro et al. 1991). Studi yang
lebih baru dari wanita dengan BPD, melaporkan tidak ada perbedaan dalam respon
hormon pertumbuhan untuk clonidine (Paris et al. 2004).

Studi DNA polimorfisme. Kehadiran alel low-functioning monoamine oxidase A


(MAO-A) pada pria muda yang dikombinasikan dengan riwayat penganiayaan anak-
anak baru-baru ini terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko perilaku agresif
dan kriminal (misalnya, antisosial) (Caspi et al. 2002). Alel spesifik MAO-A
dikaitkan dengan penurunan katabolisme katekolamin (dan serotonin) dan sesuai
dengan tingkat yang lebih tinggi neurotransmiter ini mungkin terkait dengan perilaku
agresif. Data ini menunjukkan bahwa meskipun kehadiran alel ini mungkin penting
dalam meningkatkan risiko perilaku antisosial, yang juga terjadinya penganiayaan
anak pada individu rentan juga dibutuhkan untuk bermakna meningkatkan risiko
perilaku antisosial.

Asetilkolin dan Neurotransmiter / neuromodulators lain


Studi fungsi asetilkolin pada gangguan kepribadian telah terbatas pada dua studi.
Studi pertama (Steinberg et al. 1997), pasien dengan BPD melaporkan skor depresi
diri lebih besar terhadap obat kolinomimetik pisostigmin daripada pasien dengan
gangguan kepribadian nonborderline atau kontrol relawan yang sehat. skor depresi
pisostigmin-induced puncak berkorelasi positif dengan jumlah "ketidakstabilan
afektif," tapi tidak dengan jumlah "impulsif agresi," ciri-ciri kepribadian borderline.
Temuan ini menunjukkan bahwa sifat dari labilitas afektif pada pasien dengan BPD
dapat dimediasi sebagian oleh sensitivitas yang meningkat untuk asetilkolin. Pada
penelitian kedua (Paris et al. 2004), bagaimanapun, tidak ada perbedaan dalam respon
hormonal terhadap obat kolinomimetik yang berbeda, pyridostigmine, yang terlihat

22
antara perempuan dengan BPD dan kontrol. Temuan yang berbeda menunjukkan
kemungkinan bahwa reseptor kolinergik memediasi respon perilaku dan hormonal
terhadap obat kolinergik mungkin sangat berbeda berdasarkan lokasi otak.
Neurotransmitter atau neuromodulators lain yang mungkin memainkan peran
dalam tanda-tanda yang terkait dengan klaster B termasuk vasopressin, yang mungkin
memiliki hubungan langsung dengan agresi (Coccaro et al 1998.); zat yang
berhubungan dengan limbik fungsi aksis HPA (corticotropin releasing factor, hormon
adrenokortikotropik, kortisol), yang mungkin memiliki hubungan yang bervariasi
mengenai perilaku agresif tergantung pada konteks sosial dan stres (Rinne et al,
2002.); testosteron, yang bervariasi berkorelasi dengan agresi, terutama pada pelaku
kekerasan dengan ASPD (Virkkunen et al 1994.); dan kolesterol dan asam lemak,
yang mungkin memainkan peran dalam agresi (baik:. Atmaca et al, 2002; New et al
1999.) dan pengaturan mood (asam lemak: Zanarini dan Frankenburg 2003).

Neuroimaging
Pencitraan struktural.
Berkurangnya gray matter prefrontal (misalnya, 11%) telah dikaitkan dengan defisit
otonom pada individu dengan ASPD yang ditandai dengan perilaku agresif (Raine et
al. 2000). Sebaliknya, peningkatan volume dan panjang dari white mater corpus
callosum telah dijelaskan pada individu yang sama (Raine et al. 2003), di mana
volume callosal lebih besar juga dikaitkan dengan defisit afektif / interpersonal,
reaktivitas stres otonom dan kemampuan spasial rendah. Mengingat peran kompleks
struktur ini dalam mediasi proses kognitif dan afektif, temuan ini dapat mewakili
korelasi anatomi dari perilaku kompleks terlihat di ASPD. Peran pengganggu untuk
alkoholisme dalam hal ini harus selalu ditangani, namun, karena juga telah
menunjukkan bahwa perubahan volume dapat berkorelasi dengan durasi alkoholisme
(Laakso et al. 2002).
Penelitian serupa tentang pencitraan struktural pada perempuan dengan BPD
melaporkan pengurangan volume struktur subkortikal seperti amigdala (Rusch et al
2003;. Schmahl et al 2003;. Tebartz van Elst et al 2003;.. tapi melihat New et al 2007)

23
dan hippocampus (Schmahl et al. Tebartz van Elst et al. 2003). Studi juga melaporkan
penurunan volume orbitofrontal dan anterior cingulate (Hazlett et al 2005;. Tebartz
van Elst et al 2003.). Mengingat peran struktur ini memainkan dalam pengolahan
informasi emosional, sangat menggoda untuk berspekulasi bahwa struktur ini
berkorelasi anatomi dengan disregulasi emosional (termasuk agresi impulsif) seperti
yang terlihat pada pasien dengan BPD.

Pencitraan fungsional (PET dan SPECT)


Pencitraan struktural hanya menghasilkan gambar statis otak, sedangkan SPECT atau
PET scan dapat menghasilkan informasi fungsional yang berhubungan dengan aliran
darah otak atau metabolisme glukosa otak, masing-masing. Misalnya, studi SPECT
telah menunjukkan penurunan perfusi di kortek prefrontal serta kelainan fokal di
lobus temporal kiri dan peningkatan aktivitas di anteromedial kortek frontal dalam
sistem limbik pada individu agresif dengan ASPD dan alkoholisme (Amin et al.
1996). Sebuah studi yang lebih baru menggunakan SPECT melaporkan korelasi yang
signifikan antara berkurangnya aliran darah otak di daerah otak frontal dan temporal
dan "gangguan interpersonal " faktor dari Psikopati Checklist yang telah direvisi.
(Soderstrom et al. 2002). Dalam pelaku pembunuhan (banyak di antaranya mungkin
memiliki ASPD), berkurangnya metabolisme glukosa bilateral telah dilaporkan di
kedua korteks frontal medial dan pada tingkat tren di kortek orbitofrontal (Raine et
al. 1994). Dalam studi pasien dengan berbagai gangguan kepribadian, hubungan
terbalik yang ditemukan antara riwayat perilaku impulsif agresif dan metabolisme
glukosa regional di korteks orbital frontal dan lobus temporal kanan (Goyer et al.
1994). Pasien yang memenuhi kriteria untuk BPD mengalami penurunan
metabolisme di daerah frontal sesuai dengan BA 46 dan BA 6 dan peningkatan
metabolisme dalam frontal gyrus superior dan inferior (BA 9 dan BA 45; Goyer et al
1994.). Studi PET yang lebih baru pada wanita dengan BPD melaporkan metabolisme
yang lebih rendah di daerah frontal dan prefrontal serta dalam hippocampus dan
cuneus (Juengling et al. 2003), mendukung penelitian struktural sebelumnya yang
menunjukkan penurunan volume daerah otak ini. Meskipun sebagian besar studi PET

24
ini dilakukan dalam kondisi istirahat, satu studi PET pada wanita dengan BPD
menunjukkan bahwa tayangan ulang script ditinggalkan sebelum PET scan dikaitkan
dengan peningkatan yang lebih besar dalam aktivitas di dorsolateral prefrontal cortex
(bilateral) dan di cuneus, tapi dengan penurunan aktivitas di cingulate anterior kanan
(Schmahl et al. 2003). Mengingat bahwa beberapa dari struktur ini telah terbukti lebih
kecil pada subyek dibandingkan dengan kontrol, peningkatan aktivitas di wilayah ini
setelah pemberian tugas cukup terkenal.
Studi PET juga dapat dilakukan setelah pemberian agen neurotransmitter
spesifik sehingga aktivitas daerah otak dalam menanggapi aktivasi reseptor tertentu
dengan agen ini dapat dinilai. Setidaknya empat studi pasien dengan gangguan
kepribadian telah dilakukan dengan cara ini. Dua memanfaatkan langsung agonis 5-
HT fenfluramine, satu memanfaatkan lebih langsung pasca sinap agonis 5-HT m-CPP,
dan satu memeriksa perangkap dari 11C analog triptofan. Dalam studi fenfluramine
pertama, pasien dengan riwayat yang menonjol dengan agresi impulsif dan BPD
menunjukkan tanggapan tumpul dari metabolisme glukosa di frontal orbital, ventral
medial frontal, dan cingulate cortex dibandingkan dengan subyek normal (Siever et
al. 1999). Hasil serupa dilaporkan dalam studi fenfluramine kedua, di mana pasien
dengan BPD menampilkan berkurangnya metabolisme glukosa (relatif terhadap
plasebo) dibandingkan dengan kontrol di medial kanan dan kortek orbital frontal, kiri
tengah dan girus temporal superior, lobus parietal kiri, dan caudatus kiri (Soloff et al.
2000). Dalam studi PET melibatkan m-CPP, pasien dengan sejarah yang menonjol
agresi impulsif dan gangguan kepribadian ditemukan telah mengurangi aktivasi
cingulate anterior dan peningkatan aktivasi cingulate posterior dibandingkan dengan
subyek kontrol, serta pemutusan amigdala-prefrontal relatif (New et al. 2002, 2007).
Peran cingulate anterior dalam pengolahan informasi emosional, perlu dicatat bahwa
daerah ini distimulasi oleh 5-HT. Dalam studi PET memeriksa perangkap sepihak dari
analog 11C triptofan, bukti penurunan sintesis 5-HT hadir di corticostriatal (misalnya,
frontal medial, cingulate anterior, girus temporal superior, dan corpus striatum) area
otak subyek dengan BPD (Leyton et al. 2001). Penurunan sintesis 5-HT di wilayah ini
dilaporkan berkorelasi dengan pengukuran laboratorium disinhibisi perilaku.

25
Mengurangi ikatan transporter juga telah dilaporkan pada pasien dengan gangguan
kepribadian agresif impulsif (Frankle et al. 2005), dan peningkatan reseptor 5- HT 2A
telah dilaporkan pada saat subyek agresif (Siever et al. 2006).

Fungsional Imaging (fMRI)


Tidak seperti PET atau SPECT, fMRI tidak memerlukan suntikan kontras.
Sebaliknya, fMRI menilai perubahan aliran darah otak menggunakan perubahan
sinyal oksigenasi darah Blood oxigen Level-Dependent (BOLD) dalam scanner MRI.
Menampilkan resolusi spasial dan temporal jauh lebih besar dibandingkan dengan
PET atau SPECT dan memungkinkan penilaian lebih halus dari aktivasi dan
deaktivasi daerah diskrit otak dalam menanggapi rangsangan tertentu. Sampai saat
ini, tiga studi telah diterbitkan menggunakan fMRI pada pasien dengan gangguan
kepribadian. Dalam satu studi menggunakan fMRI, laki-laki dengan (psikopat) ASPD
diaktifkan region frontal dan temporal dipilih sebelumnya kurang dari subyek kontrol
selama percobaan dari kata-kata emosional bermuatan negatif (Kiehl et al. 2001),
menunjukkan defisit penting dalam pengolahan informasi emosional. Dalam sebuah
penelitian serupa fMRI pada wanita dengan BPD, kelompok studi menunjukkan
aktivasi yang lebih besar dari amigdala bilateral (serta aktivasi daerah frontal yang
dipilih) selama melihat gambar yang tidak disukai secara emosional (misalnya, anak
yang menangis) daripada subyek kontrol (Herpertz et al. 2001). Penelitian fMRI lain
pada wanita dengan BPD melaporkan temuan umumnya sama (amigdala kiri sebagai
lawan aktivasi bilateral) menggunakan wajah emosional (Donegan et al. 2003). Studi
terbaru lainnya dari dua laboratorium yang terpisah dari penulis menyarankan)
peningkatan aktivasi di amigdala, dan mengurangi aktivasi di orbitomedial prefrontal
cortex, pada wajah marah individu dengan impulsif agresif dengan gangguan
kepribadian (tidak ada satupun yang adalah psikopat;. Coccaro et al 2007) dan b)
peningkatan korteks temporal superior, daripada korteks temporal tengah, tanggapan
BOLD, menunjukkan peningkatan pengolahan refleksif dan peningkatan amigdala,
fusiform, dan aktivasi daerah visual oksipital untuk provokasi emosional
(Koenigsberg et al. 2007). Mengingat perbedaan yang jelas dalam pengolahan

26
informasi emosional dikenal antara pasien dengan antisosial psikopat di satu sisi dan
borderline di sisi lain, data ini menunjukkan situs otak dari perbedaan-perbedaan ini.

Contoh kasus
Mr C, menikah, teknisi komputer laki-laki 29 tahun dirujuk untuk pengobatan
ledakan agresif impulsif dalam konteks terancam perpisahan dari istrinya dari 4
tahun. Mr C melaporkan ledakan agresif impulsif sejak pertengahan-remaja. ledakan
ini biasanya melibatkan menjerit, berteriak, dan melemparkan sesuatu di sekitar; ia
hanya sesekali memukul fisik orang lain. Namun, ledakan agresif terjadi beberapa
kali dalam sebulan dan biasanya beberapa kali seminggu, terutama ketika Mr. C
"emosi" dalam lalu lintas. Baru-baru ini, ia telah mengalami kesulitan perkawinan
serius, dan istrinya kini mengancam untuk meninggalkan dia jika dia tidak
mendapatkan bantuan untuk masalah kemarahannya. Dia melaporkan bahwa
hubungannya dengan istrinya sering "dalam badai," dengan sering bertengkar yang
kadang-kadang berlangsung selama berjam-jam. Kadang-kadang setelah terjadinya
perkelahian tersebut Mr. C kabur dan selanjutnya mabuk dan menyetir sembarangan.
Di lain waktu, dia melaporkan, ia membenturkan kepalanya begitu keras ke dinding
hingga dahinya berdarah (hingga ia membutuhkan jahitan). Namun, di lain waktu ia
panik meminta istrinya untuk tidak meninggalkan dia; dengan minum aspirin
overdosis, di depan istrinya, agar tetap bersamanya. Mr C melaporkan riwayat
penyalahgunaan alkohol di akhir remaja dan awal dua puluhan dan riwayat perjudian
secara berlebihan sampai 1 tahun sebelum evaluasi.
Mr C menjalani evaluasi penelitian pada program Mood dan Gangguan
Kepribadian. Evaluasi diagnostik mengungkapkan adanya BPD dengan ciri-ciri
gangguan kepribadian histrionik, narsisistik, dan obsesif kompulsif. Ia juga
ditemukan memenuhi kriteria DSM-IV-TR untuk dua episode depresi berat di masa
lalu dan penyalahgunaan alkohol (masa lalu) serta judi patologis (masa lalu). Ia
menjalani berbagai studi termasuk d-fenfluramine (d-FEN) dan ditemukan memiliki
respon prolaktin tumpul, tapi tidak absen, untuk d-FEN (2,3 ng / mL dibandingkan
dengan 6,3 3,4 ng / mL pada kontrol laki-laki); kadar 5-HIAA CSF tidak normal

27
(23,9 ng / mL dibandingkan dengan 20,0 4,9 ng / mL pada kontrol laki-laki yang
sehat). Besarnya sederhana respon prolaktin untuk d-FEN menunjukkan derajat
disfungsi yang terbatas pada sistem serotonin sentral.
Mr C menjalani pengobatan dengan fluoxetine dan mengalami penurunan
perilaku agresif selama periode beberapa minggu. Seiring waktu hubungannya
dengan istrinya agak membaik, dan dia sekarang dalam terapi perilaku dialektis untuk
bekerja pada aspek lain dari kesulitan interpersonal dengan orang lain dalam
hidupnya.

Ringkasan
Studi yang dibahas dalam bagian ini menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan
kepribadian klaster B memiliki disfungsi dalam berbagai bidang neurobiologis yang
mungkin mendasari presentasi klinis mereka. Disfungsi dapat terjadi pada beberapa
sistem monoaminergik (misalnya, serotonin, norepineprin, vasopressin untuk impulsif
dan agresi, mungkin asetilkolin untuk reaktivitas suasana hati) dan struktur otak
terkait dengan penghambatan perilaku dan pengolahan informasi emosional
(misalnya, orbitofrontal cortex, amigdala). Meskipun pasien dengan BPD sering
paling ekstrim dalam fitur ini dan disfungsi biologis terkait, disfungsi biologis
tertentu yang berkaitan dengan sifat-sifat tertentu (misalnya, disfungsi serotonin
dengan agresi impulsif) dapat dilihat pada pasien dengan, gangguan kepribadian
nonborderline lainnya. Dengan demikian, diragukan bahwa setiap penilaian fungsi
neurobiologis yang spesifik akan khusus untuk pasien dengan BPD

GANGGUAN KEPRIBADIAN KLASTER C

Gangguan kepribadian klaster C termasuk gangguan kepribadian menghindar,


dependent, dan obsesif-kompulsif. Individu dengan gangguan ini hadir dengan derajat
bervariasi dari kecemasan kadang-kadang dinyatakan sebagai "kekakuan," terutama
dalam kasus gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Gangguan kepribadian
menghindar paling umum dari tiga gangguan kepribadian klaster C lainnya seperti

28
fobia sosial di Axis I, dan sering komorbid terjadi antara kedua diagnosis (Dahl
1996). Seperti dalam kelompok gangguan kepribadian lainnya, terdapat tumpang
tindih antara gangguan dalam klaster ini dan dengan orang-orang dalam kelompok
gangguan kepribadian lainnya, terutama klaster B. Untuk saat ini, telah ada penelitian
neurobiologis apalagi empiris dengan pasien di klaster C.

Genetika perilaku
Studi anak kembar menunjukkan pengaruh genetik yang cukup besar untuk masing-
masing gangguan kepribadian klaster C, seperti dengan gangguan kepribadian klaster
B, (Torgersen et al. 2000). Gangguan kepribadian klaster C kemungkinan diturunkan
diperkirakan 0,62. Heritabilitas untuk setiap gangguan dalam penelitian ini adalah
0,78 untuk obsesif-kompulsif, 0.57 untuk dependent, dan 0,28 untuk gangguan
kepribadian menghindar. Model terbaik pas tidak termasuk berbagi dengan efek
lingkungan keluarga, meskipun model yang terdiri hanya dari efek lingkungan
bersama keluarga dan unik tidak bisa definitif dikesampingkan untuk gangguan
kepribadian dependent. Studi keluarga menyarankan hubungan kekeluargaan antara
gangguan kecemasan sosial dan gangguan kepribadian menghindar (Schneier et al.
2002). Klaster gangguan kepribadian menghindar, dependent, dan cemas
menunjukkan hubungan keluarga signifikan (Reich 1989), dan keduanya ciri-ciri
kepribadian menghindar dan dependent ditemukan dalam keluarga pasien dengan
gangguan panik (Reich 1991).

Neuropsikofarmakologi
Studi biologis dari gangguan kepribadian klaster C masih sedikit. Namun, metabolit
dopamin yang rendah dalam CSF telah diidentifikasi pada pasien dengan gangguan
kecemasan sosial (Johnson et al. 1994), yang tumpang tindih untuk sebagian besar
dengan gangguan kepribadian menghindar, sedangkan inhibitor monoamine oksidase
nonselektif (yang meningkatkan transmisi dopamin) atau antidepresan dopaminergik
meningkatkan kecemasan sosial (Schneier et al. 2002). Pencitraan juga konsisten
dengan temuan ini, dengan ikatan transporter dopamin yang rendah ditunjukkan

29
dalam gangguan ansietas sosial umum (Tiihonen et al. 1997) dan ikatan D2 reseptor
rendah dalam studi SPECT dari gangguan ansietas sosial secara umum (Schneier et
al. 2000). Selain itu, tiga studi PET mendukung hubungan berkurangnya ikatan D2
terkait dengan pelepasan, yang berkorelasi dengan penghindaran sosial konsisten
dengan yang diamati baik pada pasien dengan gangguan kepribadian klaster C dan
pada pasien dengan gangguan kepribadian skizofrenia (Schneier et al. 2000). Studi
genetik jenis perilaku telah ditemukan dalam hubungan dengan DAT1 gen transporter
dopamin (Blum et al. 1997). Studi-studi ini secara kumulatif menunjukkan aktivitas
dopaminergik yang rendah pada gangguan ansietas sosial dan kemungkinan juga pada
gangguan kepribadian menghindar.
Dalam sistem serotonergik, di sisi lain, pasien dengan ansietas sosial memiliki
peningkatan respon kortisol dengan agen serotonergik (Tancer et al. 1999), dan
gangguan ansietas sosial merespon pada inhibitor serotonin reuptake selektif yang
kembali mengatur aktivitas serotonergik (Schneier et al. 2003). Perasaan malu (terkait
dengan sifat menghindar) telah dikaitkan dengan serotonin transporter wilayah
reporter L alel tetapi tidak untuk COMT, MAO-A, atau alel DRD4. Regulasi hormon
pertumbuhan juga telah dikaitkan dengan ansietas sosial (Schneier et al. 2002).

Hubungan neuropsikologi dan psikofisiologis


Peningkatan aktivasi amigdala pada fMRI telah ditunjukkan dalam fobia sosial dalam
satu studi (Schneier et al. 1999) yang dikatakan bias dengan pemeriksaan lain. (Foa et
al. 2000). Namun, konduktansi kulit dan perubahan denyut jantung respon
mengejutkan selama melihat slide dengan tema emosional tidak berbeda antara pasien
dengan gangguan kepribadian menghindar dengan kontrol (Herpertz et al. 2000).
Studi psikofisiologis belum secara luas dilakukan dalam gangguan kepribadian
klaster C lainnya.

Ringkasan

30
Penelitian genetik dan neurobiologis pada pasien dengan gangguan kepribadian
klaster C terbatas, tetapi penurunan aktivitas dopaminergik dan peningkatan aktivitas
serotonergik yang diisyaratkan tersedia dalam data.

ARAH MASA DEPAN


Penelitian dalam psikobiologi dari gangguan kepribadian telah banyak dilakukan
sejak 1980-an. Meskipun ada bukti yang jelas dari sejumlah korelasi biogenetis sifat
gangguan kepribadian, upaya masa depan perlu diarahkan bersama berbagai jalur
untuk meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana perubahan dalam fungsi
otak mengarah pada pengembangan dan manifestasi dari sifat-sifat ini. Penelitian
dapat ditujukan pada 1) bagaimana genetik dan pengaruh lingkungan berinteraksi
dengan fungsi neurotransmitter menyebabkan sifat-sifat tertentu; 2) bagaimana fungsi
neurotransmitter berinteraksi dengan pengaturan fungsi kognitif dan emosional di
seluruh jaringan saraf didistribusikan menyebabkan sifat-sifat tertentu; dan 3)
bagaimana pemahaman fungsi otak pada tingkat ini dapat memungkinkan kita untuk
menemukan cara-cara yang lebih efektif untuk mengobati ciri-ciri gangguan
kepribadian baik secara farmakologi maupun psikoterapeutikal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN KLASTER A

GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID


Orang dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki kecurigaan dan
ketidakpercayaan pada orang lain bahwa orang lain berniat buruk kepadanya,
bersifat pervasif, nyata dalam berbagai konteks. Mereka menolak tanggung jawab
atas perasaan mereka sendiri dan melemparkan tanggung jawab pada orang lain.
Mereka sering kali bersikap bermusuhan, mudah tersinggung, dan marah. Orang
fanatik, pengumpul ketidakadilan, pasangan yang cemburu secara patologis, dan
orang yang aneh sering kali memiliki gangguan kepribadian paranoid.

Epidemiologi.

31
Menurut data gangguan kepribadian paranoid adalah 2-4% dari populasi umum.
Orang dengan gangguan ini jarang mencari pengobatan sendiri, jika dirujuk ke
pengobatan oleh pasangan atau perusahaannya, mereka sering kali menarik diri dan
tampak tidak stres. Keluarga pasien skizofrenia menunjukkan insidensi gangguan
kepribadian paranoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Gangguan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita, dan gangguan tampaknya
tidak memiliki pola familial. Insidensi diantara homoseksual tidak lebih tinggi
daripada umumnya, seperti yang dulu diperkirakan, tetapi dipercaya lebih tinggi pada
kelompok minoritas, imigran, dan tuna rungu dibandingkan populasi umum.

Diagnosis.
Pada pemeriksaan psikiatri pasien dengan gangguan kepribadian paranoid tampak
resmi dan keheranan karena diminta mencari bantuan psikiater. Ketegangan otot,
tidak dapat santai dan kebutuhan untuk mencari petunjuk-petunjuk di lingkungan
yang mungkin ditemukan. Afek pasien sering kali tanpa humor dan serius. Walaupun
beberapa alasan argumentasi mereka mungkin salah, pembicaraan mereka adalah
diarahkan oleh tujuan dan logis. Isi pikiran mereka menunjukkan bukti-bukti
proyeksi, praduga, dan kadang-kadang gagasan mengenai diri sendiri (ideas of
refrence). Kriteria diagnosis DSM 5 pada table 22-1.

Gambaran Klinis
Ciri penting dari gangguan kepribadian paranoid adalah curiga dan tidak percaya
terhadap ekspresi orang lain dan kecendrungan pervasif untuk menginterpretasi
tindakan orang lain merendahkan dengan sengaja, dengki, mengeksploitasi, atau
menipu. Cenderung dimulai pada masa dewasa awal dan ada dalam berbagai konteks-
untuk menginterpretasikan tindakan orang lain sebagai merendahkan atau
mengancam secara disengaja.

Tabel 22-1

32
KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
A. Ketidak percayaan dan kecurigaan yang pervasif kepada orang lain sehingga motif mereka
dianggap berhati dengki, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukan oleh 4 (empat) atau lebih keriteria berikut :
1. Menduga tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan, membahayakan, atau
menghianati dirinya.
2. Preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya. Tentang loyalitas atau kejujuran
teman dan rekan kerja.
3. Enggan untuk menceritakan rahasia kepada orang lain karena rasa takut bahwa informasi
tersebut akan digunakan untuk secara jahat melawan dirinya.
4. Mengartikan suatu hal yang merendahkan atau mengancam dari suatu kejadian yang
biasa.
5. Secara persisten mendendam, yaitu tidak memaafkan suatu kerugian, cedera atau
kelalaian.
6. Merasakan suatu kritik terhadap dirinya atau reputasinya dengan cara marah atau balas
menyerang.
7. Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang kesetiaan pasangan
atau mitra seksual.
B. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skizofrenia, suatu gangguan mood dengan ciri
psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena efek fisiologis langsung dari kondisi
medis umum.
Catatan : jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofernia tambahkan premorbid contoh
gangguan kepribadian paranoid (premorbid)

Hampir selalu, orang dengan gangguan ini mengharapkan diekploitasi atau


disakiti oleh orang lain dalam suatu cara. Sering kali mereka bertanya tanpa
pertimbangan, tentang loyalitas dan kejujuran teman atau teman kerjanya. Sering kali
orang tersebut cemburu secara patologis, bertanya-tanya tanpa pertimbangan tentang
kesetiaan pasangannya atau patner seksualnya. Pasien mengeksternalisasikan
emosinya sendiri dan menggunakan pertahanan proyeksi yaitu mereka
menghubungkan kepada orang lain impuls dan pikiran yang tidak dapat diterimanya

33
sendiri. Gagasan mengenai diri sendiri dan ilusi yang dipertahankan secara logis
adalah sering ditemukan.
Pasien dengan gangguan kepribadian paranoid adalah terbatas secara afektif
dan tampak tidak memiliki emosi. Mereka membanggakan dirinya sendiri karena
mampu rasional dan objektif, tetapi sebenarnya tidak. Mereka kehilangan kehangatan
dan terkesan dengan kekuatan dan melakukan penghinaan kepada orang yang
dipandangnya lemah, sakit, terganggu atau mengalami kekurangan dalam suatu hal.
Dalam suatu situasi sosial orang dengan gangguan kepribadian paranoid tampak
sibuk dan efisien dalam melakukan suatu hal, tapi mereka sering kali menciptakan
ketakutan atau konflik dengan orang lain.

Diagnosis Banding.
Gangguan kepribadian paranoid biasanya dapat dibedakan dengan gangguan waham
karena waham yang menetap tidak ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid.
Keadaan ini dapat dibedakan dengan skizofrenia paranoid karena halusinasi dan
pikiran formal tidak ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid. Gangguan
kepribadian paranoid dapat dibedakan dengan gangguan kepribadian ambang karena
pasien paranoid jarang terlibat secara berlebihan dan membuat rusuh dalam
persahabatan dengan orang lain seperti pasien ambang. Pasien paranoid tidak
memiliki karakter antisosial sepanjang hidupnya. Orang dengan gangguan
kepribadian skizoid umumnya menarik diri dan menjauhkan diri tetapi tidak memiliki
gagasan paranoid.

Perjalan Penyakit Dan Prognosis


Tidak ada penelitian yang panjang dan adekuat terhadap pasien gangguan kepribadian
paranoid yang telah dilakukan. Pada beberapa orang gangguan kepribadian paranoid
dapat terjadi seumur hidup. Pada beberapa orang gangguan ini dapat merupakan
tanda gejala skizofrenia. Pada beberapa orang, sifat paranoid membentuk sesorang
untuk reaksi formasi, perhatian yang sesuai dengan moralitas, dan perhatian
mengenai altruistik. Tetapi pada umumnya pasien dengan gangguan kepribadian

34
paranoid memiliki masalah seumur hidup dengan pekerjaan dan hidup dengan orang
lain. Masalah tersering yang dialami adalah pekerjaan dan perkawinan.

Tatalaksana.
Psikoterapi. Psikoterapi adalah pengobatan yang tepat untuk gangguan kepribadian
paranoid. Terapis harus langsung dapat menghadapi pasien. Jika terapis dituduh tidak
konsisten atau gagal, seperti terlibat untuk suatu perjanjian, maka kejujuran dan
permintaan maaf lebih baik dari pada melakukan pembelaan diri. Terapis harus
mengingat bahwa kejujuran dan toleransi kedekatan merupakan hal yang menjadi
perhatian bagi pasien dengan gangguan ini. Dengan demikian psikoterapi individu
memerlukan cara yang professional dan tidak terlalu hangat dari pihak terapis.
Psikoterapi kelompok kurang bermanfaat bagi pasien dengan paranoid, mereka juga
tidak mentoleransi intrusivitas terapi perilaku. Klinisi yang terlalu banyak
menggunakan interpretasi khususnya interpretasi mengenai perasaan ketergantungan
yang dalam, masalah seksual dan keinginan untuk lebih dekat akan meningkatkan
ketidak percayaaan pasien.
Pada suatu waktu perilaku pasien dengan gangguan kepribadian paranoid
menjadi mengancam sehingga terapis harus dapat mengendalikannya atau
menentukan batas dalam hal tersebut. Suatu waham yang disampaikan pasien harus
dapat dihadapi dengan cara yang realistis tetapi jelas tanpa menghina pasien. Pasien
paranoid akan merasa ketakutan bila merasa bahwa orang yang mencoba
menolongnya lemah dan tak berdaya, sehingga terapis tidak boleh mengambil kendali
kecuali pasien bersedia dan mampu melakukannya.

Farmakoterapi. Farmakoterapi sangat berguna dalam menangani agitasi dan


kecemasan pasien. Pada sebagian besar kasus, antiansietas seperti diazepam (valium)
cukup berguna. Tetapi mungkin perlu dipertimbangkan untuk menggunakan suatu
antipsikotik seperti haloperidol (Haldol) dengan dosis kecil dan dalam periode
singkat untuk menangani agitasi yang berat atau suatu waham. Obat Antipsikotik
Pimozide (Orap) cukup berhasil menangani ide paranoid pada beberapa pasien.

35
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID
Gangguan kepribadian skizoid di tegakkan pada pasien yang memiliki pola penarikan
sosial seumur hidup. Pasien dengan gangguan kepribadian skizoid sering kali tampak
aneh, mengurung diri dan kesepian. Mereka merasa tidak nyaman dengan interaksi
sosial, sifatnya tertutup dan memiliki afek yang lemah dan terbatas sering kali perlu
diperhatikan.

Epidemiologi
Prevalensi dari gangguan kepribadian skizoid tidak didapatkan secara jelas, tetapi
gangguan ini diperkirakan sekitar 5% dari populasai umum. Rasio jenis kelamin pada
gangguan ini tidak diketahui, beberapa studi melaporkan ratio laki-laki dan wanita 2
berbanding 1. Orang dengan gangguan ini cenderung mencari pekerjaan sendirian
yang melibatkan sedikit kontak atau tanpa kontak dengan orang lain. Orang dengan
gangguan ini lebih sering mencari pekerjaan malam hari dibandingan siang karena
lebih sedikit berinteraksi dengan orang lain.

Diagnosis
Pada pemeriksaan awal psikiatri, pasien dengan gangguan kepribadian skizoid
tampak sakit. Mereka tidak melakukan kontak mata, dan pewawancara mungkin
menduga pasien tersebut ingin mengakhiri wawancara. Afek mereka bisa terbatas,
mengucilkan diri, atau ketidaksesuaian yang serius. Tetapi di dalam penarikan diri
tersebut bila seorang klinisi yang jeli dapat menangkap suatu rasa ketakutan dari
pasien. Pasien merasa sulit untuk berterus terang, usaha mereka untuk bercanda
biasanya datar dan tidak jelas. Pembicaraan pasien terarah, tetapi mereka memberikan
jawaban yang singkat pada setiap pertanyaan dan biasanya tidak memiliki spontanitas
dalam percakapan. Terkadang mereka menggunakan topik pembicaraan yang tidak
lazim, seperi metafora aneh. Mental mereka mungkin mengungkapkan rasa kedekatan
yang tidak diinginkan dengan orang lain yang tidak dikenal baik oleh mereka atau
yang tidak bertemu untuk waktu yang lama. Kesadaran pasien jernih, daya ingat

36
pasien baik dan interpretasi ungkapan adalah abstrak. Berikut kriteria diagnosis
menurut DSM 5 pada tabel 22-2.

Gambaran Klinis
Orang dengan gangguan kepribadian skizoid memberikan kesan dingin dan menarik
diri. Dan mereka tampak menjauhkan diri dan tidak ingin terlibat dengan peristiwa
sehari-hari dan permasalahan orang lain. Mereka tampak tenang, jauh, menutup diri,
dan tidak dapat bersosialisasi. Mereka mungkin menjalani kehidupan mereka sendiri
dengan kebutuhan atau harapan yang kecil dalam menumbuhkan membina hubungan
dengan orang lain. Mereka merupakan yang terakhir menerima perubahan gaya hidup
populer.
Riwayat kehidupan orang tersebut mencerminkan minat sendirian dan
keberhasilan pada pekerjaan yang tidak kompetitif dan sepi yang sukar ditoleransi
oleh orang lain. Kehidupan seksual mereka mungkin semata-mata hanya dalam
fantasi, dan mereka menunda kematangan seksualitas tanpa ada batasan waktu.
Pasien laki-laki mungkin tidak menikah karena mereka sulit mendapatkan membuat
hubungan dengan orang lain. Bagi pasien wanita secara pasif setuju untuk menikah
dengan seorang laki-laki yang agresif yang menginginkan pernikahan. Biasanya
orang dengan gangguan kepribadian skizoid mengungkapkan ketidakmampuan
seumur hidupnya untuk mengekpresikan kemarahan secara langsung. Mereka mampu
menanamkan sejumlah besar energi afektif dalam minat pada objek yang bukan
manusia seperti matematika dan astronomi dan mereka mungkin sangat tertarik pada
binatang. Mereka sering kali terpikat oleh mode diet dan kesehatan gerakan filosofi
dan skema perbaikan sosial, khususnya yang tidak memerlukan keterlibatan pribadi.
Walaupun orang dengan gangguan kepribadian skizoid tampak meresap ke
dalam diri dan hidup dengan mimpinya yang berlebihan, mereka tidak menunjukkan

Tabel 22-2
KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID DSM V
A. Pola pervasif pelepasan hubungan sosial dan rentang pengalaman emosi yang terbatas

37
dengan lingkungan interpersonal, dimulai pada masa dewasa awal dan ditemukan dalam
berbagai konteks, seperti yang dinyatakan oleh 4 (empat)atau lebih kriteria yaitu :
1. Tidak memiliki minat ataupun menikmati hubungan dekat, termasuk menjadi bagian
keluarga.
2. Selalu melakukan aktivitas seorang diri
3. Memiliki sedikit, jika ada, minat mengalami pengalaman seksual dengan orang lain.
4. Merasakan kesenangan sangat sedikit sekali, jika ada aktivitas
5. Tidak memiliki teman dekat atau orang yang dipercaya selain keluarga derajat pertama
6. Tampak tidak acuh terhadap pujian atau kritikan orang lain
7. Menunjukkan kedinginan emosi, pelepasan atau pendataran afektivitas
B. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skizofrenia, suatu gangguan mood dengan ciri
psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena efek fisiologis langsung dari kondisi
medis umum.
Catatan : jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofernia tambahkan premorbid contoh
gangguan kepribadian skizoid (premorbid)

kehilangan kapasitas untuk mengenali realitas. Karena tindakan agresif bukan


termasuk dalam kumpulan respons mereka yang biasanya, sebagian besar ancaman,
baik nyata atau dikhayalkan adalah diatasi oleh kemahakuasaan khayalan atau
kepasrahan. Mereka sering kali terlihat sebagai mengucilkan diri tetapi pada suatu
waktu orang tersebut mampu menyusun, mengembangkan, dan memberikan pada
dunia suatu gagasan yang asli dan kreatif.

Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian skizotipal dibedakan dengan pasien skizofrenia, gangguan
waham dan gangguan afektif dengan gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.
Pasien dengan gangguan kepribadian skizoid tidak memiliki keluarga skizofrenia, dan
mereka mungkin memiliki riwayat pekerjaan yang berhasil, jika terisolasi. Walaupun
mereka memiliki banyak sifat yang sama dengan pasien gangguan kepribadian
skizoid, mereka dengan gangguan kepribadian paranoid lebih menunjukkan
keterlibatan sosial, riwayat perilaku verbal yang agresif, dan kecenderungan yang
lebih besar untuk memproyeksikan perasaan mereka kepada orang lain. Jika hanya

38
terbatas secara emosional pasien gangguan kepribadian obsesif kompulsif dan
menghindar mengalami kesepian yang tidak nyaman, memiliki riwayat hubungan
objek yang lebih banyak di masa lalu, dan tidak terlibat banyak dalam lamunan
autistik. Secara teoritis perbedaan utama antara pasien gangguan kepribadian
skizotipal dan pasien gangguan skizoid adalah pasien skizotipal menunjukkan
kemiripan yang lebih banyak dengan pasien skizofrenia dalam hal keanehan persepsi,
pikiran, perilaku, dan komunikasi. Pasien gangguan kepribadian menghindar
terisolasi tetapi memiliki keinginan kuat untuk berperan serta dalam aktivitas, suatu
karateristik yang tidak ditemukan pada pasien dengan gangguan kepribadian skizoid.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Onset gangguan kepribadian skizoid biasanya pada masa kanak awal atau masa
remaja. Seperti semua gangguan kepribadian, gangguan kepribadian skizoid
berlangsung lama tetapi tidak selalu seumur hidup. Proporsi pasien yang menjadi
skizofrenia belum banyak diketahui.

Terapi
Psikoterapi. Terapi pasien gangguan kepribadian skizoid mirip dengan terapi pada
pasien gangguan kepribadian paranoid. Tetapi kecenderungan pasien skizoid ke arah
introspeksi konsisten dengan harapan terapis, dan jika lebih lama dilakukan terapi
pasien gangguan kepribadian skizoid akan menjadi pasien yang tekun. Saat
kepercayaan berkembang, pasien skizoid dengan disertai keragu-raguan yang kuat
mengungkapkan fantasi yang berlebihan, teman khayalannya, dan ketakutan terhadap
ketergantungan walaupun bersama dengan terapis.
Dalam lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan kepribadian skizoid
biasanya diam dalam jangka waktu yang cukup lama, namun akhirnya akan ikut
melibatkan diri. Pasien harus dilindungi dari serangan agresif oleh anggota kelompok
mengingat pasien cenderung memiliki kesan yang kuat mengenai ketenangan.
Dengan berjalannya waktu anggota kelompok menjadi penting bagi pasien skizoid

39
dan dapat memberikan kontak sosial satu-satunya dalam keberadaan mereka yang
terisolasi.

Farmakoterapi. Farmakoterapi dengan antipsikotik dosis kecil, antidepresan, dan


psikostimulan dikatakan cukup efektif pada beberapa pasien. Obat-obat serotonergik
mungkin membuat mereka kurang sensitif terhadap penolakan. Benzodiazepin
mungkin membantu mengurangi kecemasan interpersonal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL


Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki tampilan aneh atau asing,
walaupun bagi orang awam, pikiran magis, gagasan aneh, idea of refference, ilusi,
dan derealisasi adalah bagian dari dunia orang skizotipal setiap harinya.

Epidemiologi.
Keadaan ini terjadi pada kira-kira 3 % populasi. Rasio jenis kelamin tidak diketahui.
Terdapat hubungan kasus yang lebih besar antara saudara biologis pasien skizofrenia
dibandingkan kontrol dan insidensi yang lebih besar diantara kembar monozigot
dibandingkan kembar dizigot (33 dizigot vs 4 % dalam satu penelitian)

Diagnosis
Gangguan kepribadian skizotipal didiagnosis berdasarkan keanehan pikiran, perilaku,
dan penampilan pasien. Penggalian riwayat penyakit mungkin sulit karena
Tabel 22-3
KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL DSM V
A. Pola pervasif defisit sosial dan interpersonal yang ditandai oleh ketidaksenangan akut
dengan dan penurunan kapasitas untuk hubungan erat dan juga oleh penyimpangan kognitif
atau persepsi dan perilaku eksentrik dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam
berbagai konteks seperti yan ditunjukkan dengan 5 (lima) kriteria yaitu :
1. Gagasan yang menyangkut diri sendiri (idea of reference) (kecuali waham yang
menyangkut diri sendiri)
2. Keyakinan aneh atau pikiran magis yang mempengaruhi perilaku dan tidak konsisten

40
dengan norma kultural (misalnya percaya takhayul, percaya dapat melihat apa yang akan
terjadi, telepati atau indar keenam, pada anak0anak dan remaja, khayalan atau preokupasi
yang kacau)
3. Pengalaman persepsi yang tidak lazim, termasuk ilusi tubuh.
4. Pikiran dan bicara yang aneh (misalnya samar-samar, sirkumtangialitas, metaforik, terlalu
berbelit belit atau stereotipik)
5. Kecurigaan atau ide paranoid
6. Afek yang tidak sesuai atau terbatas
7. Perilaku atau penampilan tidak wajar, eksentrik atau janggal
8. Tidak memiliki teman akrab atau orang yang dipercaya selain keluarga derjat pertama
9. Kecemasan sosial yang berlebihan tang tidak menghilang dengan keakraban dan
cenderung disertai dengan ketakutan paranoid ketimbang pertimbangan negatif tentang
diri sendiri
B. Tidak terjadi semata mata selama perjalanan skizofrenia, suatu gangguan mood dengan ciri
psikotik, atau gangguan psikotik lain atau gangguan perkembangan pervasif
Catatan : jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofernia tambahkan premorbid contoh
gangguan kepribadian skizotipal (premorbid)

cara komunikasi pasien yang tidak lazim. Kriteria DSM 5 untuk gangguan
kepribadian skizotipal pada table 22-3.

Gambaran Klinis
Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal, pikiran dan komunikasi akan
terganggu. Meskipun gangguan pikiran jujur, kata-kata mereka mungkin khusus dan
aneh, mungkin hanya memiliki arti untuk mereka sendiri, dan sering memerlukan
interpretasi. Seperti pasien skizofrenia, orang dengan gangguan kepribadian
skizotipal mungkin tidak mengetahui perasaan mereka sendiri, malah mereka sangat
peka dalam mendeteksi perasaan orang lain khususnya afek negatif seperti
kemarahan. Mereka mungkin bertakhayul atau mengakui ahli tenung. Dunia mereka
terisi oleh hubungan khayalan yang jelas dan ketakutan dan fantasi mirip anak-anak.
Mereka mungkin percaya bahwa mereka memiliki kekuatan pikiran dan tilikan yang
khusus. Walaupun tidak ada gangguan berpikir yang jelas, pembicaraan mereka
mungkin sering memerlukan interpretasi. Mereka mungkin mengakui bahwa mereka

41
memiliki ilusi perseptual atau mikropsia atau bahwa orang terlihat oleh mereka
sebagai kayu dan semua sama.
Karena orang dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki hubungan
interpersonal yang buruk mungkin berperilaku tidak sesuai. Sebagai akibatnya,
mereka terisolasi dan memiliki sedikit teman, jika ada. Pasien mungkin nenunjukkan
ciri-ciri gangguan kepribadian ambang, dan malahan kedua diagnosis dapat dibuat.
Dibawah stres pasien gangguan kepribadian skizotipal mungkin mengalami
dekompensasi dan memiliki gejala psikotik tetapi gejala tersebut biasanya singkat.
Pada kasus yang parah dari gangguan, dapat ditemukan anhedonia dan depresi berat.

Diagnosis Banding
Secara teoritis pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal dapat dibedakan dari
pasien gangguan kepribadian skizoid dan menghindar oleh adanya keanehan dalam
perilaku, pikiran dan persepsi dan komunikasi mereka dengan riwayat skizofrenia
pada keluarga. Pasien gangguan kepribadian skizotipal dapat dibedakan dari pasien
skizofrenia oleh tidak adanya gejala psikotik. Jika dalam perjalanannya gejala
psikotik ditemukan biasanya gejala tersebut singkat dan terpecah. Beberapa pasien
biasanya ditemukan memenuhi kriteria campuran antara gangguan kepribadian
skizotipal dan ambang. Pada pasien gangguan kepribadian paranoid biasanya disertai
dengan munculnya kecurigaan yang kuat namun tidak memiliki perilaku yang aneh
seperti yang terdapat pada pasin dengan gangguan kepribadian skizotipal.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Mengacu pada pemikiran klinis saat ini, skizotipal adalah kepribadian premorbid dari
pasien dengan skizofrenia. Beberapa kadang-kadang tetap sebagai kepribadian
skizotipal yang stabil selama hidup mereka kemudiam menikah dan bekerja
disamping keanehan mereka. Penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Thomas
McGlashan melaporkan bahwa 10 % orang dengan ganggaun kepribadian skizotipal
melakukan bunuh diri.

42
Terapi
Psikoterapi. Prinsip terapi pada gangguan kepribadian skizotipal tidak berbeda
dengan terapi pada gangguan kepribadian skizoid. Tetapi pikiran yang aneh dan ganjil
pada pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal harus ditangani dengan sangat
hati-hati. Beberapa pasien terlibat dengan suatu pemujaan, kegiatan religius yang
aneh dan okultis. Terapi tidak boleh menertawai dan mengadili segala bentuk
aktivitas mereka.

Farmakoterapi. Pemberian antipsikotik dikatakan cukup berguna dalam mengontrol


gagasan aneh, ilusi dan gejala lain dari gangguan dapat dikombinasikan dengan
psikoterapi. penambahan antidepresan hanya diberikan bila didapatkan komponen
depresi dari kepribadian saat ini.

GANGGUAN KEPRIBADIAN KLASTER B

GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTISOSIAL


Gangguan kerpibadian antisosial ditandai dengan gejala tindakan antisosial atau
melanggar hukum yang terus menerus pada umumnya. Gangguan ini merupakan
ketidakmampuan pasien mematuhi norma sosial yang melibatkan banyak aspek
perilaku remaja dan dewasa. Meskipun ditandai dengan tindakan antisosial atau
kriminal, namun tidak sama dengan suatu kriminalitas.

Epidemiologi
Angka prevalensi 12 bulan dari gangguan kepribadian antisosial antara 0,2 dan 3 %
mengacu pada DSM-5. Keadaan ini sering didapatkan pada daerah perkotaan yang
miskin dan pada penduduk yang sering berpindah-pindah dalam daerah tersebut.
Anak laki-laki yang mengalami gangguan biasanya berasal dari keluarga yang lebih
tinggi dan anak perempuan yang mengalami ganggaun biasanya berasal dari keluarga

43
yang lebih rendah. Onset gangguan biasanya pada usia di bawah 15 tahun. Anak
perempuan biasanya muncul gejala sebelum pubertas dan anak lelaki biasanya lebih
awal. Didalam penjara didapatkan populasi orang dengan gangguan kepribadian
antisosial sekitar 75%. Suatu pola familial didapatkan bahwa gangguan lima kali
lebih sering pada anak saudara derajat pertama dari laki-laki dengan gangguan
dibanding dengan kelompok kontrol.

Diagnosis
Pasien mungkin dapat tenang dan dapat dipercaya selama wawancara. Tetapi dibalik
itu (menggunakan istilah Hervey Cleckley,topeng kejiwaan) terdapat ketegangan,
permusuhan, sikap mudah tersinggung dan kekerasan. Dalam suatu wawancara pasien
dengan gangguan memberikan riwayat penyakit yang tidak konsisten sulit di gunakan
untuk menentukan gejala patologi pasien. Bahkan terapis yang ahli sekalipun sering
tertipu oleh pasien.

Tabel 22-4
KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTISOSIAL DSM V
A. Terdapat pola pervasif tidak menghargai dan melanggar hak orang lain yang terjadi sejak 15
tahun seperti yang ditunjukkan oleh 3 (tiga) kriteria yaitu :
1. Gagal untuk mematuhi norma sosial dengan menghormati perilaku yang sesuai hukum
seperti yang ditunjukan dengan berulang kali melakukan tindakan yang menjadi dasar
penahanan.
2. Ketidakjujuran seperti yang ditunjukkan oleh berulang kali berbohong, menggunakan
nama samaran atau menipu orang lain untuk mendapatkan keuntungan atau kesenangan
pribadi.
3. Impulsivitas atau tidak dapat merencanakan masa depan
4. Iritabilitas dan agresivitas seperti yang ditunjukkan oleh perkelahian fisik atau
penyerangan yang berulang
5. Secara sembrono mengabaikan keselamatan diri sendiri atau orang lain
6. Terus menerus tidak bertanggung jawab, seperti ditunjukkan oleh kegagalan berulang kali
untuk mempertahankan perilaku kerja atau menghormati kewajiban finansial.
7. Tidak adanya penyesalan, seperti yang ditunjukkan oleh acuh tak acuh atau mencari-cari

44
alasan telah disakiti, dianiaya, atau dicuri oleh orang lain.
B. Individu sekurangnya berusia 18 tahun
C. Terdapat tanda-tanda gangguan konduksi dengan onset sebelum usia 15 tahun
D. Terjadinya perilaku antisosial tidak semata-mata selama perjalanan skizofrenia atau suatu
episode manik

Suatu pemeriksaan diagnostik harus termasuk pemeriksaan neurologis karena pasien


dengan gangguan antisosial sering kali menunjukkan hasil EEG yang abnormal dan
tanda neurologis lunak yang mengarahkan pada kerusakan otak ringan pada masa
kanak, temuan tersebut dapan digunakan untuk menegakkan kesan klinis. Kriteria
diagnosis DSM 5 pada table 22-4.

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial sering kali menunjukkan kesan yang
normal, hangat dan mencari muka pada pemeriksa. Namun dalam riwayat penyakit
terdapat banyak fungsi kehidupan yang terganggu. Berbohong, membolos, melarikan
diri dari rumah, mencuri, berkelahi, penyalahgunaan zat, dan aktivitas ilegal
merupakan pengalaman yang sering dilaporkan pasien berawal sejak masa kanak-
kanak. Sering kali pasien dengan gangguan kepribadian antisosial mengesankan
terapis yang berjenis kelamin berbeda dengan aspek kepribadian mereka yang
bermacam-macam dan menggoda. Namun bagi terapis yang sejenis akan terkesan
manipulatif dan menuntut. Pasien dengan gangguan ini tidak menunjukkan gejala
cemas atau depresi yang mungkin sangat tidak sesuai dengan kondisi saat itu,
penjelasan mereka mengenai suatu tindakan antisosial terasa sangat tidak masuk akal.
Ancaman bunuh diri dan preokupasi somatik sangat sering ditemukan pada pasien.
Namun isi pikir pasien tidak didapatkan waham dan pikiran irasional. Pada
kenyataannya mereka sering kali mengalami peningkatan rasa tes realitas dan sering
mengesankan terapis dengan kemampuan intelegensi verbal yang baik.
Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial dapat diwakili dengan sebutan
penipu. Mereka sangat manipulatif dan sering kali mampu untuk berbicara dengan
orang lain untuk berperan dalam suatu skema yang melibatkan cara mudah untuk

45
mendapatkan uang, atau untuk mencapai suatu kemasyuran atau ketenaran yang dapat
menyebabkan orang lain mengalami kerugian secara finansial atau malu atau bahkan
mengalami keduanya bila tidak berhati-hati dengan orang gangguan kepribadian
antisosial tersebut. Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial tidak menceritakan
suatu kebenaran dan tidak dapat dipercaya untuk menyelesaikan suatu tugas atau
terlibat dalam suatu standar moralitas yang konvensional. Promiskuitas, penyiksaan
pasangan, penyiksaan anak, mengendarai kendaraan sambil mabuk, adalah peristiwa
yang sering ditemukan pada pasien gangguan ini. Suatu yang jelas bahwa pasien tidak
menyesali apa yang ia lakukan dan bahkan pasien tampak tidak menyadarinya.

Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian antisosial dapat dibedakan dari perilaku ilegal dimana
gangguan kepribadian melibatkan banyak bidang dalam kehidupan seseorang. Jika
perilaku antisosial hanya merupakan manifestasi satu-satunya pasien dimasukkan
dalam kategori DSM V kondisi tambahan yang mungkin merupakan pusat perhatian
klinis secara spesifik, perilaku antisosial dewasa.
Dorothy lewis menemukan bahwa banyak dari orang yang mengalami
gangguan terdapat gangguan neurologis dan gangguan mental yang tidak
terdiagnosis. Hal yang lebih sulit adalah membedakan antara gangguan antisosial
dengan penyalahgunaaan zat. Jika penyalahgunaan zat maupun perilaku antisosial
dimulai saat usia kanak dan dilakukan sampai dewasa maka kedua gangguan harus di
diagnosis. Tetapi jika perilaku antisosial jelas sekunder terhadap pramorbid perilaku
penyalahgunaan alkohol atau penyalahgunaan zat lain, diagnosis gangguan
kepribadian antisosial tidak didiagnosis.
Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial, klinisi harus
mempertimbangkan efek yang mengganggu dari status sisioekonomi, latar belakang
kultural dan jenis kelamin pada manifestasinya. Selain itu diagnosis gangguan
kepribadian antisosial tidak diperlukan jika retardasi mental, skizofrenia atau mania
merupakan gejala pada pasien.

46
Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Jika gangguan kepribadian antisosial berkembang, perjalanan penyakitnya tidak
mengalami remisi, dan puncak perilaku antisosial biasanya terjadi pada masa remaja
akhir. Prognosisnya bervariasi. Beberapa laporan menyatakan bahwa gejala menurun
saat pasien menjadi semakin bertambah usia. Banyak pasien memiliki gangguan
somatisasi dan keluhan fisik multipel. Gangguan depresi, gangguan penggunaan
alkohol dan penyalahgunaan zat lainnya sangat sering ditemukan.

Terapi
Psikoterapi. Jika pasien gangguan kepribadian antisosial diimobilisasi (contoh
dimasukkan rumah sakit) mereka sering kali mampu untuk menjalani psikoterapi.
Jika mereka merasa berada pada rekan sebayanya maka motivasi untuk berubah
mereka akan menghilang, kemungkinan karena hal tersebut kelompok untuk
menolong diri sendiri (selfhelp group) dikatakan lebih berguna dibanding penjara
dalam menghilangkan gangguan.
Sebelum terapi dimulai perlu ditentukan batasan-batasan yang kuat. Terapis
harus dapat menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak diri sendiri
pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien gangguan kepribadian antisosial
terhadap kedekatan, terapis harus menggagalkan usaha pasien untuk melarikan diri
dari perjumpaan dengan orang lain. Dalam melakukan hal tersebut terapi
mendapatkan tantangan memisahkan kendali dari hukum dan memisahkan
pertolongan dan konfirmasi dari isolasi sosial dan ganti rugi.

Farmakoterapi. Farmakoterapi digunakan untuk menghadapi gejala yang


diperkirakan akan timbul seperti kecemasan, penyerangan, dan depresi tetapi karena
adanya kecenderungan penyalahgunaan zat maka obat harus diberikan secara
bijaksana. Jika pasien menunjukkan bukti-bukti adanya gangguan defisit atensi/

47
hiperaktivitas, psikostimulan seperti methylpenidate (retalin) dapat digunakan. Harus
dilakukan usaha untuk mengubah metabolisme katekolamin dengan obat-obatan dan
untuk mengendalikan perilaku impulsif dengan obat antiepileptik, khususnya jika
bentuk gelombang abnormal ditemukan pada EEG. Antagonis reseptor adrenergik
telah digunakan untuk mengurangi agresi.

GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG


Pasien dengan gangguan kepribadian ambang berada pada perbatasan antara neurosis
dan psikosis ditandai dengan afek, mood, perilaku, hubungan objek, dan citra diri
yang sangat tidak stabil. Gangguan ini juga telah dinamakan skizofrenia ambulatorik,
kepribadian seolah-olah (as if personality)( suatu istilah yang diajukan oleh Helene
Dutsch), skizofrenia pseudoneurotik ( dijelaskan oleh Paul hoch dan Philip Politan)
dan karakter psikotik (dijelasakan oleh John frosch). Dalam ICD 10 gangguan ini
dikatakan sebagai gangguan emosional tidak stabil.

Epidemiologi
Tidak ada penelitian prevalensi yang tersedia, namun gangguan kepribadian ambang
diperkirakan 1-2 % dalam populasi dan dua kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pada laki-laki. Suatu peningkatan prevalensi gangguan depresi berat,
gangguan penggunaan alkohol, dan penyalah gunaan zat ditemukan pada keluarga
derajat pertama orang dengan gangguan kepribadian ambang.

Diagnosis
Menurut DSM V diagnosis gangguan kepribadian ambang dapat dibuat pada
masa dewasa awal bila memenuhi 5 aspek dalam kriteria dalam table 22-5. Penelitian
secara biologis mungkin dapat membantu penegakan diagnosis gangguan kepribadian
ambang karena didapatkan pada beberapa kasus penurunan latensi tidur REM (rapid
eye movemant), gangguan kelanjutan tidur, hasil DST yang abnormal, dan hasil tes
TRH (thyrotropin releasing hormone) yang abnormal. Tetapi perubahan tersebut juga
ditemukan pada kasus gangguan depresi.

48
Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang selalu tampak dalam keadaan
kritis. Pergeseran mood sering sekali dijumpai. Pasien dapat nampak sangat
argumentatif pada suatu waktu namun juga pada waktu yang berbeda bisa sangat
depresif, dan pada waktu yang lain bisa menyangkal memiliki perasaan yang terjadi
sebelumnya. Pasien dapat juga memiliki episode psikiatri yang singkat (yang disebut
episode mikropsikotik) bukannya serangan psikotik yang sepenuhnya, dan gejala
psikotik pada pasien gangguan kepribadian ambang hampir selalu terbatas, cepat,
atau meragukan. Perilaku pasien gangguan kepribadian ambang sangat tidak dapat
diperkirakan sebagai dampaknya pasien tidak dapat mencapai tingkat kemampuannya
sendiri. Sifat menyakitkan dari kehidupan mereka tercermin dari sikap melukai diri
yang berulang. Pasien biasanya melakukan mengiris pergelangan tangannya dan atau
Tabel 22-5
KRITERIA GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG DSM V
Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, cita-cita, dan afek dan impulsivitas yang
jelas pada masa dewasa awal dan ditemukan dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukan
oleh 5 (lima) atau lebih yaitu :
1. Usaha mati-matian untuk menghindari ketinggalan yang nyata atau khayalan. Catatan ;
tidak termasuk perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang ditemukan dalam 5 kriteria
2. Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan kuat yang ditandai oleh perubahan
antara idealisasi dan devaluasi yang ekstrim
3. Gangguan identitas citra diri atau perasaan diri sendiri yang tidak stabil secara jelas dan
persisten
4. Impulsivitas pada sekurangnya dua bidang yang potensial membahayakan diri sendiri
(misalnya berbelanja, seks, penyalahgunaan zat, ngebut, serta makanan) catatan ; tidak
termasuk perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang ditemukan dalam 5 kriteria.
5. Perilaku, isyarat, atau ancaman bunuh diri yang berulang kali atau perilaku mutilasi
6. Ketidakstabilan afektif karena reaktifitas mood yang jelas (misalnya disforik kuat,
iritabilitas, atau kecemasan biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari
beberapa hari)
7. Perasaan kosong yang kronis
8. Kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau kesulitan dalam mengendalikan

49
kemarahan (misalnya sering menunjukkan temper tantrum, marah terus-menerus,
perkelahian fisik berulang)
9. Ide paranoid yang transien dan berhubungan dengan stres atau gejala disosiatif yang berat

memutilasi organnya sendiri untuk mendapatkan bantuan dari orang lain, untuk
mengekspresikan kemarahan, untuk menumpulkan mereka sendiri dari afek yang
melanda.
Karena mereka merasakan ketergantungan dan permusuhan pasien gangguan
kepribadian ambang memiliki hubungan interpersonal yang buruk. Mereka dapat
tergantung pada orang yang dekat dengan mereka, mereka dapat mengekspresikan
kemarahan pada teman dekatnya jika merasa frustasi. Tetapi pasien gangguan
kepribadian ambang tidak dapat mentoleransi kesendirian, mereka akan mencari
teman walaupun teman tersebut sangat tidak menyenangkan dibandingkan harus
sendirian. Untuk mengatasi kesepiannya mereka menerima siapa saja untuk bergaul.
Mereka sering kali mengeluh mengenai kekosongan dan kebosanan yang lama dan
tidak memiliki identitas, jika ditekan mereka sering kali mengeluh betapa depresinya
mereka selama wawancara namun pada beberapa waktu mengalami kebingungan afek
lainnya.
Otto Kernberg menjelaskan mekanisme pertahanan identifikasi proyektif
digunakan oleh pasien gangguan kepribadian ambang. Dalam mekanisme pertahanan
yang primitif tersebut, aspek dari diri yang tidak ditoleransi di proyeksikan kepada
orang lain. Orang lain diminta untuk memainkan peranan apa yang diproyeksikan dan
kedua orang bertindak serentak. Terapis harus dapat menyadari sehingga dapat
bertindak secara netral terhadap pasien.
Sebagian besar ahli sepakat bahwa pasien dengan gangguan kepribadian
ambang menunjukkan kemampuan pertimbangan yang biasa pada tes terstruktur,
seperti wechsler adult inteligence scale dan menunjukkan proses yang menyimpang
hanya pada tes proyektif tidak terstruktur seperti rorschach test.
Secara fungsional pasien gangguan kepribadian ambang mengacaukan
hubungan mereka sekarang ini dengan memasukkan setiap orang dalam kategori baik

50
atau jahat. Mereka melihat orang sebagai pengasuh dan tokoh perlekatan atau orang
yang penuh dengan kebencian atau sadistik yang mengambil keputusan terkait
keamanan mereka dan mengancam mereka dengan penelantaran ketika mereka
merasa tergantung. Sebagai akibat pemisahan tersebut orang yang baik diidealkan dan
orang jahat di rendahkan. Perpindahan hubungan dari satu orang atau kelompok lain
sangat sering ditemukan. Beberapa klinisi menggunakan konsep panfobia,
panansietas, panambivalensi, dan seksualitas yang kacau untuk menggambarkan
karakteristik pasien gangguan kepribadian ambang.

Diagnosis Banding
Gangguan ini dibedakan dari skizofrenia berdasarkan tidak adanya episode psikotik,
gangguan pikiran, atau tanda skizofrenia klasik lainnya yang berkepanjangan yang
dimiliki pasien ambang. Pasien gangguann kepribadian skizotipal menunjukkan
pikiran yang sangat aneh, gagasan yang aneh dan gagasan menyangkut diri sendiri
yang rekuren. Pasien gangguan kepribadian paranoid ditandai dengan kecurigaan
ekstrim. Pada umumnya pasien gangguan kepribadian ambang menunjukkan
perasaaan kekosongan yang kronis, episode psikotik singkat, impulsif dan
membutuhkan hubungan yang tidak biasa, mereka mungkin memutilasi dirinya dan
usaha bunuh diri manipulatif.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Gangguan ini cukup stabil di mana pasien mengalami sedikit perubahan dengan
berjalannya waktu. Penelitian longitudinal tidak menunjukkan perkembangan ke arah
skizofrenia tetapi pasien memiliki insidensi tinggi untuk mengalami episode
gangguan depresi berat. Diagnosis biasanya dibuat sebelum usia 40 tahun. Jika pasien
berusaha mengambil pilihan pekerjaan, perkawinan, dan pilihan lain dan tidak
mampu mengatasi stadium normal siklus kehidupan tersebut.

Terapi

51
Psikoterapi. Psikoterapi untuk pasien gangguan kepribadian ambang dalam
penelitian intensif dan telah menjadi terapi pilihan. Sekarang ini farmakoterapi telah
ditambahkan pada bagian terapi. Psikoterapi cukup sulit dilakukan pada pasien dan
terapis sendiri. Regresi terjadi dengan mudah pada gangguan kepribadian ambang
yang melakukan impulsnya dan menunjukkan transferensi negatif atau positif yang
terpaku atau labil yang sukar untuk dianalisis. Identifikasi proyektif mungkin juga
menyebabkan masalah tranferensi balik jika terapis tidak menyadari bahwa pasien
secara tidak sadar berusaha memaksa terapis untuk melakukan suatu perilaku tertentu.
Mekanisme pertahanan splitting merupakan suatu mekanisme pertahanan
menyebabkan pasien secara berganti-ganti mencintai dan membenci terapis dan orang
lain di lingkungannya. Pendekatan berorientasi realitas adalah lebih efektif
dibandingkan interpretasi bawah sadar secara mendalam.
Terapi perilaku telah dilakukan pada pasien gangguan kepribadian ambang
untuk mengendalikan impuls dan ledakan kemarahan dan untuk menurunkan
kepekaan terhadap kritik dan penolakan. Latihan keterampilan sosial, khususnya
dengan videotape, adalah membantu pasien untuk melihat bagaimana tindakan
mereka mempengaruhi orang lain dengan demikian untuk melihat bagaimana
tindakan mereka mempengaruhi orang lain dan dengan demikian untuk meningkatkan
perilaku interpersonal mereka.
Pasien gangguan kepribadian ambang sering kali berkelakuan baik di dalam
lingkungan rumah sakit dimana mereka mendapatkan psikoterapi intensif pada
psikoterapi individual dan kelompok. Mereka juga berinteraksi dengan anggota staf
yang terlatih dari disiplin dan dibekali dengan terapi kerja, rekreasional, dan
kejujuran. Program-program tersebut sangat membantu jika lingkungan rumah
membahayakan rehabilitasi karena konflik dalam keluarga atau tekanan lain. Dalam
lingkungan yang terlindung di rumah sakit, pasien yang terlalu impulsif, merusak diri
sendiri, atau mutilasi diri dapat dibatasi, dan tindakan mereka dapat diamati. Dalam
situasi yang ideal, pasien tetap di rumah sakit sampai mereka menunjukkan tanda
perbaikan, sampai dengan 1 tahun pada beberapa kasus. Pasien kemudian dapat
dikeluarkan ke sistem suportif khusus, seperti rumah sakit, rumah sakit malam, dan

52
rumah transisi. Bentuk khusus dari psikoterapi yang disebut terapi perilaku dialektis
(dialectical behavior therapy - DBT) telah digunakan untuk pasien dengan gangguan
ini, terutama mereka dengan perilaku parasuicidal, seperti sering memotong.

Farmakoterapi. Farmakoterapi pada pasien gangguan kepribadian ambang sangat


berguna untuk mengobati ciri kepribadian tertentu pada pasien secara menyeluruh.
Penggunaan antipsikotik dapat digunakan untuk mengatasi kemarahan, kebencian dan
gejala psikotik singkat. Anti depresan digunakan untuk mengatasi mood pasien yang
terdepresi bila ditemukan gejala tersebut. Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI)
efektif untuk memodulasi perilaku impulsif pada beberapa pasien. Benzodiazepine
terutama alprazolam dapat sangat membantu mengatasi kecemasan dan depresi pada
pasien, tetapi hati-hati karena ada beberapa pasien yang mengalami disinhibisi
dengan obat golongan tersebut. Anti konvulsan seperti carbamazepine berguna untuk
meningkatkan fungsi global pada beberapa pasien. Dilaporkan obat serotoninergik
seperti fluoxetine cukup membantu pada beberapa kasus.

GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK


Gangguan kepribadian histronik ditandai dengan perilaku yang bermacam-macam,
dramatikal, ekstrovert yang meluap-luap, dan emosional. Tetapi, dengan penampilan
yang flamboyan mereka sangat sulit untuk mempertahankan hubungan dalam waktu
yang cukup lama.

Epidemiologi.
Menurut DSM V dari data yang terbatas didapatkan prevalensi 2 sampai 3 % pada
populasi. Didapatkan data sekitar 10-15 % pada lingkungan pasien rawat inap dan
rawat jalan psikiatri bila dilakukan pemeriksaan terstruktur. Keadaan tersebut lebih
sering terdiagnosis pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Beberapa penelitian
menemukan adanya hubungan dengan gangguan somatisasi dan gangguan
penggunaan alkohol.

53
Diagnosis
Dalam wawancara pasien dengan gangguan kepribadian histrionik dapat
berkerjasama dan dapat menjelaskan penyakitnya secara rinci. Dalam percakapan

Tabel 22-6
KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK DSM V
Pola pervasif emosionalitas dan mencari perhatian yang berlebihan, dimulai pada masa dewasa
muda dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh 5 (lima) atau lebih
kriteria yaitu :
1. Tidak merasa nyaman pada situasi dimana ia bukan merupakan pusat perhatian
2. Interaksi dengan orang lain sering ditandai dengan godaan seksual yang tidak pada
tempatnya atau perilaku provokatif
3. Menunjukkan pergeseran emosi yang cepat atau ekspresi emosi yang dangkal
4. Secara terus menerus menggunakan penampilan fisik untuk menarik perhatian pada
dirinya
5. Memiliki gaya bicara yang sangat imprisionistik dan tidak memiliki perincian
6. Menunjukkan dramatisasi diri, teaterikal, dan ekspersi emosi yang berlebihan
7. Mudah disugesti yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain atau situasi
8. Menganggap hubungan lebih intim dibanding kadaan yang sebenarnya.

sering ditemukan gerakan isyarat dan penekanan yang dramatikal. Pasien sering
membuat plesetan dan bahasa yang digunakan bermacam-macam. Pasien
menampilkan afek yang berubah-ubah, namun ketika diminta untuk menjelaskan
perasaan marah, sedih, dan keinginan seksual mereka cenderung terkejut, marah dan
menyangkal. Kognitif biasanya normal, walaupun didapatkan ketidaktekunan dalam
mengerjakan tugas aritmatika atau konsentrasi, dan sifat pelupa pasien yang
melibatkan aspek material. Diagnosis DSM 5 dalam table 22-6

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik menunjukkan perilaku mencari
perhatian yang tinggi. Mereka membesar-besarkan pikiran dan perasaan meraka
membuat segalanya terdengar lebih penting dibandingkan kenyataannya. Mereka

54
menunjukkan temper tantrum, ketakutan, dan tuduhan jika mereka bukan merupakan
pusat perhatian atau tidak mendapatkan pujian atau penghargaan.
Perilaku menggoda sering ditemukan pada kedua jenis kelamin. Sering terjadi
fantasi seksual pada pasien mengenai orang yang berada dekat dengannya. Namun
pasien tidak secara terus terang mengatakannya, tampak malu-malu dan genit lebih
dari agresif secara seksual. Pada pasien histrionik biasanya memiliki masalah
psikoseksual wanita bisa mengalami anorgasmik dan laki-laki mengalami impotensi.
Mereka melakukan impuls seksual dengan harapan bahwa mereka masih menarik
bagi lawan jenisnya. Kebutuhan mereka akan ketentraman sangat dibutuhkan, namun
hubungan pasien biasanya dangkal karena pasien cenderung asik dengan dunianya
sendiri dan berubah-ubah. Ketergantungannya yang kuat membuat mereka mudah
percaya dan tertipu.
Mekanisme pertahanan diri pasien histrionik adalah represi dan disosiasif.
Mereka tidak menyadari perasaanya yang sesungguhnya dan tidak mampu
menjelaskan motivasi mereka. Di bawah stres, tes realitas pasien biasanya terganggu.

Diagnosis Banding
Sangat sulit untuk membedakan gangguan kerpibadian histrionik dengan gangguan
kepribadian ambang. Pada gangguan kepribadian ambang sering ditemukan usaha
bunuh diri, difusi identitas dan adanya episode psikotik singkat. Walaupun kedua
kondisi dapat terjadi secara bersamaan namun klinisi harus memisahkan kedua
gangguan tersebut. Gangguan somatisasi (sindrom briquet) dapat terjadi secara
bersamaan pada gangguan kepribadian histrionik. Pasien dengan gangguan psikotik
singkat dan gangguan disosiatif perlu dipertimbangkan pemberian diagnosis penyerta
gangguan kepribadian histrionik.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Dengan bertambahnya usia pasien dengan gangguan kepribadian cenderung
mengalami penurunan gajala yang dialami, hal tersebut karena mereka tidak memiliki

55
energi seperti saat usia muda. Pasien sering mencari sensasi dan bermasalah dengan
hukum, penyalahgunaan zat dan bertindak sembarangan.

Terapi
Psikoterapi. Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik sering kali tidak
menyadari perasaan mereka yang sebenarnya, sehingga penjelasan mengenai
perasaan yang dalam (inner feeling) merupakan suatu proses terapeutik yang sangat
penting. Psikoterapi berorientasi psikoanalisis, apakah dalam kelompok atau
individual, kemungkinan merupakan terapi yang terpilih untuk gangguan kepribadian
histrionik.

Farmakoterapi. Farmakoterapi dapat ditambahkan jika menjadi sasarannya (seperti


penggunaan antidepresan untuk depresi dan keluhan somatik, obat antiansietas untuk
kecemasan dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi)

GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK


Orang dengan gangguan kepribadian narsistik ditandai oleh meningkatnya rasa
kepentingan, kurang empati, dan merasa unik yang grandius. Sementara kepercayaan
diri mereka rapuh dan rentan meskipun terhadap kritik yang kecil.

Epidemiologi
Menurut DSM V diperkirakan angka prevalensi gangguan kepribadian narsistik
berkisar antara 1 hingga 6 % dalam sampel komunitas dan kurang dari 1 % dari
populasi umum. Terdapat risiko yang lebih tinggi dari biasanya pada keturunan orang
tua yang mengalami gangguan narsistik yang menanamkan pada anak-anaknya rasa
kemahakuasaan yang tidak realistik, kebesaran, kecantikan, dan bakat. Keturunan dari
orang tua ini mungkin lebih tinggi dari biasanya risiko untuk berkembangnya
gangguan mereka sendiri.

56
Tabel 22-7
Kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian narsistik DSM V
Pola pervasif kebesaran (dalam khayalan atau perilaku) membutuhkan kebanggaan, dan tidak
ada empati, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditujukan oleh lima (atau lebih) yaitu :
1. Memiliki rasa kepentingan diri yang besar (misalnya pencapaian dan bakat yang
berlebihan, berharap terkenal sebagai superior tanpa usaha yang sepadan.
2. Preokupasi dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecerdasan, kecantikan, atau
cinta ideal yang tidak terbatas.
3. Yakin bahwa ia adalah khusus dan unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus
berhubungan dengan orang lain (atau institusi) yang khusus atau memiliki status tinggi.
4. Membutuhkan kebanggaan yang berlebihan
5. Memiliki perasaan yang tinggi yaitu harapan yang tidak beralasan akan perlakuan khusus
atau kepatuhan secara otomatis yang sesuai dengan harapannya
6. Eksploitatif secara interpersonal yaitu mengambil keuntungan dari orang lain untuk
mencapai tujuannya sendiri
7. Tidak memiliki empati, tidak mau mengenali atau mengetahui perasaan dan kebutuhan
orang lain.
8. Sering merasa iri dengan orang lain atau yakin bahwa orang lain iri kepadanya
9. Menunjukkan perilaku atau sikap yang sombong

Diagnosis
Tabel 22-7 menunjukkan kriteria diagnosis gangguan kepribadian narsistik menurut
DSM 5

Gambaran Klinis
Orang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tinggi
mengenai dirinya, menganggap dirinya sebagai orang khusus dan mendapatkan terapi
yang khusus pula. Mereka menanggapi kritik secara buruk dan mungkin menjadi
marah jika ada orang yang mengkritik mereka, atau sangat acuh terhadap kritik.
Pasien tidak dapat menjalin hubungan dekat bahkan terkesan rapuh dan sering

57
menimbulkan kesal bagi orang lain karena mereka menolak hubungan secara
konvensional. Mereka tidak mampu menunjukkan empati, berpura-pura simpati
hanya untuk mencapai tujuan sendiri. Sangat sering memanfaatkan orang lain.
Mereka memiliki harga diri yang rapuh dan rentan mengalami depresi. Kesulitan
interpersonal, penolakan, kehilangan, dan masalah pekerjaan merupakan stres yang
sering sulit dihadapi oleh orang dengan gangguan kepribadian narsistik.

Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian ambang, histrionik, dan antisosial sering kali ditemukan
bersama-sama dengan gangguan kepribadian narsistik, itu menjadikan sulit untuk
memilah diagnosis banding. Pasien dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki
tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan gangguan kepribadian
ambang namun kehidupan mereka tidak se kacau pasien gangguan kepribadian
ambang. Pada gangguan kepribadian narsistik lebih kecil risiko bunuh diri
dibandingkan gangguan kepribadian ambang. Pada gangguan kepribadian antisosial
lebih sering mengahadapi masalah hukum dengan perilaku impulsif, penyalahgunaan
napza dibandingkan gangguan narsistik. Gangguan kepribadian histrionik
menampilkan eksibinionisme dan manipulativitas yang hampir sama dengan
gangguan kepribadian narsistik.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Gangguan kepribadian narsistik bersifat kronis dan sulit untuk diterapi. Pasien secara
terus menerus berhadapan dengan narsisisme baik dengan diri maupun pengalaman
hidup pasien. Keadaan menua merupaka stresor yang berat karena pasien sangat
menilai aspek kecantikan, kekuatan, dan kemudaan. Sehingga pasien dengan
gangguan kepribadian narsistik memiliki kerentanan untuk mengalami krisis
kehidupan di masa pertengahan usia dibanding kelompok lainnya.

Terapi

58
Psikoterapi. Pengobatan gangguan kepribadian narsistik sangat sulit, karena pasien
harus meninggalkan kehidupan narsisnya bila ingin ada kemajuan. Psikiater seperti
Otto Kermberg dan Heinz Kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik
untuk mendapatkan perubahan, tetapi banyak penelitian yang diperlukan untuk
menghasilkan diagnosis dan atau menentukan terapi terbaik. Beberapa klinisi
menyarankan terapi kelompok untuk pasien ini sehingga mereka dapat belajar
bagaimana berbagi dengan orang lain dan dibawah lingkungan yang ideal, dapat
mengembangkan respon empatik kepada orang lain.

Farmakoterapi. Lithium telah digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran


mood sesuai dengan kriteria diagnosis. Karena pasien dengan gangguan narsistik sulit
menerima penolakan sehingga rentan mengalami depresi, anti depresan dapat juga
digunakan.

GANGGUAN KEPRIBADIAN KLASTER C

GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR


Orang dengan gangguan kepribadian menghindar menunjukkan kepekaan yang
ekstrem terhadap penolakan, yang dapat menyebabkan penarikan kehidupan dari
sosial. Mereka tidak asosial dan menunjukkan keinginan yang kuat untuk berteman
tetapi mereka malu; mereka memerlukan jaminan yang kuat dan penerimaan tanpa
kritik yang tidak lazim. Orang tersebut sering kali disebut sebagai memiliki kompleks
inferioritas. Dalam ICD-10 pasien diklasifikasikan menderita gangguan kepribadian
cemas (anxious personality disorder).

Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah 2 sampai 3 %; seperti yang
didefinisikan DSM-5, gangguan ini sering dijumpai. Tidak ada informasi tentang
rasio jenis kelamin dan pola familial. Bayi yang diklasifikasikan memiliki tem-

59
peramen yang malu-malu mungkin lebih rentan terhadap gangguan ini dibandingkan
mereka yang berada pada skala aktivitas pendekatan yang tinggi.

Diagnosis
Dalam wawancara klinis aspek yang paling penting adalah kecemasan pasien tentang
berbicara dengan pewawancara. Kecemasan dan ketegangan pasien tampaknya hilang
dan timbul dengan persepsi mereka apakah pewawancara menyukai diri mereka.

Tabel 22-8
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kepribadian Menghindar
Pola pervasif hambatan sosial, perasaan tidak cakap, dan kepekaan berlebihan
terhadap penilaian negatif, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam
berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut:
(1) Menghindari aktivitas pekerjaan yang memerlukan kontak interpersonal yang
bermakna, karena takut akan kritik, celaan, atau penolakan
(2) Tidak mau terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin akan disenangi
(3) Menunjukkan keterbatasan dalam hubungan intim karena rasa takut
dipermalukan atau ditertawai
(4) Preokupasi dengan sedang dikritik atau ditolak dalam situasi sosial
(5) Terhambat dalam situasi interpersonal yang baru karena perasaan tidak
adekuat
(6) Memandang diri sendiri sebagai janggal secara sosial, tidak menarik secara
pribadi, atau lebih rendah dari orang lain
(7) Tidak biasanya enggan untuk mengambil risiko pribadi atau melakukan
aktivitas baru karena dapat membuktikan penghinaan

Mereka tampak rentan terhadap komentar dan sugesti pewawancara dan mungkin
menganggap suatu penjelasan atau suatu interpretasi sebagai suatu kritik. DSM 5
kriteria diagnosis untuk gangguan kepribadian menghindar, table 22-8

Gambaran Klinis

60
Hipersensitif terhadap penolakan oleh orang lain adalah gambaran klinis inti dari
gangguan kepribadian menghindar. Orang dengan gangguan menginginkan hubungan
dengan orang lain yang hangat dan aman tetapi membenarkan penghindaran mereka
untuk membentuk persahabatan karena perasaan ketakutan mereka akan penolakan.
Saat berbicara dengan seseorang, mereka mengekspresikan ketidakpastian dan tidak
memiliki kepercayaan diri dan mungkin berbicara dalam cara yang merendahkan diri
sendiri. Mereka takut untuk berbicara di depan publik atau membuat permohonan
untuk hal lain, karena kewaspadaan mereka yang berlebihan terhadap penolakan.
Mereka mudah keliru mengartikan komentar orang lain sebagai penghinaan atau
ejekan. Penolakan suatu permohonan menyebabkan mereka menarik diri dari orang
lain dan merasa terluka.
Dalam segi kejuruan, pasien gangguan kepribadian menghindar sering kali
mengambil pekerjaan digaris pinggir. Mereka jarang mencapai kemajuan personal
yang banyak atau banyak berlatih kepemimpinan. Malahan, pada pekerjaan mereka
mungkin mudah malu dan ingin sekali kesenangan. Orang dengan gangguan biasanya
tidak mau memasuki persahabatan kecuali mereka diberikan jaminan yang kuat
secara tidak biasanya akan penerimaan tanpa kritik. Sebagai akibatnya, mereka sering
kali tidak memiliki teman dekat atau teman kepercayaan.

Diagnosis Banding
Pasien gangguan kepribadian menghindar menginginkan interaksi sosial,
dibandingkan dengan pasien gangguan kepribadian skizoid, yang ingin sendirian.
Pasien gangguan kepribadian menghindar adalah tidak menuntut, tidak mudah marah,
atau tidak dapat diramalkan seperti pasien gangguan kepribadian ambang dan
histrionik. Gangguan kepribadian menghindar dan gangguan kepribadian dependen
adalah serupa. Pasien gangguan kepribadian dependen dianggap memiliki ketakutan
yang lebih tinggi akan penelantaran atau tidak dicintai dibandingkan pasien gangguan
kepribadian menghindar; tetapi, gambaran klinisnya mungkin tidak dapat dibedakan.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis

61
Banyak pasien gangguan kepribadian menghindar mampu untuk berfungsi,
asalkan mereka dalam lingkungan yang terlindung. Beberapa pasien menikah,
memiliki anak-anak, dan kehidupan mereka hanya dikelilingi anggota keluarga.
Tetapi, jika sistem pendukung gagal, mereka menjadi orang yang depresi, kecemasan,
dan kemarahan. Penghindaran fobik sering ditemukan, dan pasien gangguan
kepribadian menghindar mungkin memberikan riwayat fobia sosial atau berkembang
menjadi fobia sosial selama perjalanan penyakitnya.

Terapi
Psikoterapi. Terapi psikoterapeutik tergantung pada kedekatan suatu ikatan dengan
pasien. Saat kepercayaan berkembang, terapis menyampaikan sikap menerima akan
ketakutan pasien, khususnya rasa takut akan penolakan. Terapis akhirnya mendorong
pasien untuk keluar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki
risiko tinggi penghinaan, penolakan, dan kegagalan. Tetapi terapis harus berhati-hati
saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan sosial yang baru di luar terapi,
karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang telah buruk. Terapi
kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan mereka terhadap
penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Latihan ketegasan adalah bentuk
terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk mengekspresikan kebutuhan
mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan harga diri mereka.

Farmakoterapi. Farmakoterapi telah digunakan untuk menangani kecemasan dan


depresi jika ditemukan sebagai gambaran penyerta. Beberapa pasien tertolong oleh -
bloker, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf
otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian meng-
hindar, khususnya jika mereka menghadapi somasi yang menakutkan

GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN


Orang dengan gangguan kepribadian dependen menempatkan kebutuhan mereka
sendiri di bawah kebutuhan orang lain, meminta orang lain untuk mengambil

62
tanggung jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak memiliki
kepercayaan dari, dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat jika sedang
sendirian lebih dari suatu periode singkat. Dalam Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders edisi pertama (DSM-I), kondisi ini dinamakan kepribadian
tergantung-pasif (passive-dependent personality), Freud menjelaskan, dimensi
kepribadian ketergantungan-oral yang ditandai oleh ketergantungan, pesimisme, rasa
takut akan seksualitas, keraguan diri, pasivitas, sugestibilitas, dan tidak memiliki
keteguhan hati, yang serupa dengan kategorisasi gangguan kepribadian dependen
dalam DSM-V.

Epidemiologi
Gangguan kepribadian dependen adalah lebih sering pada wanita dibandingkan laki-
laki. Satu penelitian mendiagnosis 2,5 % dari semua gangguan kepribadian masuk ke
dalam kategori tersebut. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak kecil
dibandingkan anak yang lebih besar. Orang dengan penyakit fisik yang kronis pada
masa anak-anaknya mungkin yang paling rentan terhadap gangguan ini.

Diagnosis
Dalam wawancara pasien tampak penuh keluhan. Mereka mencoba untuk bekerja
sama, menyambut pertanyaan spesifik, dan mencari bimbingan. Kriteria diagnostik
DSM-V untuk gangguan kepribadian dependen seperti dalam table 22-9.

Tabel 22-9
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kepribadian Tergantung
Kebutuhan yang pervasif dan berlebihan untuk diasuh, yang menyebabkan
perilaku tunduk dan menggantung dan rasa takut akan perpisahan, dimulai pada
masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan
oleh lima (atau lebih) berikut;

63
(1) Memiliki kesulitan dalam mengambil keputusan setiap hari tanpa sejumlah
besar nasihat dan penenteraman dari orang lain
(2) Membutuhkan orang lain untuk menerima tanggung jawab dalam sebagian
besar bidang utama kehidupannya
(3) Memiliki kesulitan dalam mengekspresikan ketidaksetujuan pada orang lain.
Catatan: tidak termasuk rasa takut yang realistik akan ganti rugi.
(4) Memiliki kesulitan dalam memulai proyek atau melakukan hal dengan
dirinya sendiri (karena tidak memiliki keyakinan diri dalam pertimbangan
atau kemampuan ketimbang tidak memiliki motivasi atau energi)
(5) Berusaha berlebihan untuk mendapatkan asuhan dan dukungan dari orang
lain, sampai pada titik secara sukarela melakukan hal yang tidak
menyenangkan
(6) Merasa tidak nyaman atau tidak berdaya jika sendirian karena timbulnya rasa
takut tidak mampu merawat diri sendiri
(7) Segera mencari hubungan dengan orang lain sebagai sumber pengasuhan dan
dukungan jika hubungan dekatnya berakhir
(8) Secara tidak realistik terpreokupasi dengan rasa takut ditinggal untuk
merawat dirinya sendiri.

GAMBARAN KLINIS
Gangguan kepribadian dependen ditandai oleh pola ketergantungan yang pervasif dan
perilaku patuh. Orang dengan gangguan ini tidak mampu untuk mengambil keputusan
tanpa nasehat dan penenteraman yang banyak dari orang lain. Pasien gangguan
kepribadian dependen menghindari posisi tanggung jawab dan menjadi cemas jika
diminta untuk memegang peran kepemimpinan. Mereka lebih senang tunduk. Jika
mereka sendirian, mereka merasa sukar untuk menekuni tugas tetapi merasa mudah
melakukan tugas tersebut untuk orang lain.
Orang dengan gangguan tidak senang sendirian. Mereka mencari orang lain
pada siapa mereka dapat menggantung, dan hubungan mereka dengan demikian
dikacaukan oleh kebutuhan mereka untuk melekat dengan orang lain tersebut. Dalam

64
folie a deux (gangguan psikotik terbagi), satu anggota pasangan biasanya menderita
gangguan kepribadian dependen, dan pasangan yang tunduk mengambil sistem
waham, dari pasangan yang lebih agresif dan tegas pada siapa ia tergantung.
Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan ketakutan untuk mengekspresikan
perasaan seksual dan agresif menandai perilaku pasien gangguan kepribadian
dependen. Seorang pasangan yang menyiksa, tidak setia, atau alkoholik mungkin
dapat ditoleransi untuk jangka waktu yang lama untuk tidak mengganggu perasaan
perlekatan.

Diagnosis Banding
Sifat ketergantungan ditemukan pada banyak gangguan psikiatrik, yang menyebabkan
diagnosis banding menjadi sulit. Ketergantungan adalah faktor yang menonjol pada
pasien gangguan kepribadian histrionik dan ambang; tetapi, pasien gangguan
kepribadian dependen biasanya memiliki hubungan jangka panjang dengan orang
pada siapa mereka tergantung, bukannya pada sejumlah orang, dan mereka tidak
cenderung manipulatif. Pasien gangguan kepribadian skizoid dan skizotipal mungkin
tidak dapat dibedakan dari pasien gangguan kepribadian menghindar.
Perilaku ketergantungan dapat terjadi pada pasien dengan agorafobia, tetapi
pasien agorafobik cenderung memiliki tingkat kecemasan yang jelas atau bahkan
panik.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Sedikit yang diketahui tentang perjalanan penyakit gangguan kepribadian dependen.
Terdapat kecenderungan untuk mengganggu fungsi pekerjaan, karena pasien memiliki
ketidakmampuan untuk bertindak secara mandiri dan tanpa pengawasan dari dekat.
Hubungan sosial adalah terbatas pada siapa orang dapat tergantung, dan banyak yang
menderita penyiksaan mental atau fisik karena mereka tidak dapat menegaskan
dirinya sendiri. Mereka berada dalam risiko mengalami gangguan depresif berat jika
mereka mengalami kehilangan orang pada siapa mereka tergantung. Tetapi, prognosis
dengan pengobatan adalah cukup baik.

65
Terapi
Psikoterapi. Terapi gangguan kepribadian dependen sering kali dapat berhasil. Terapi
berorientasi tilikan memungkinkan pasien mengerti datangnya perilaku mereka, dan
dengan dukungan terapis, pasien dapat menjadi lebih mandiri, tegas, dan percaya
pada diri dibandingkan diri mereka sebelum terapi.
Suatu kesukaran dalam terapi dapat tampak jika terapis memaksakan pasien
untuk mengubah dinamika hubungan patologis (sebagai contohnya, mendorong istri
yang mendapatkan penyiksaan fisik untuk meminta bantuan polisi). Pada saat itu
pasien menjadi ketakutan, tidak mampu bekerja sama dalam terapi, dan merasa
terobek antara mematuhi terapis dan kehilangan hubungan eksternal yang patologis.
Terapi harus menunjukkan rasa hormat yang besar pada perasaan perlekatan seorang
pasien gangguan kepribadian dependen, tidak peduli bagaimana patologisnya
perasaan tersebut.

Farmakoterapi. Farmakoterapi telah digunakan untuk mengatasi gejala spesifik


seperti kecemasan dan depresi, yang sering merupakan gambaran penyerta gangguan
kepribadian dependen. Pasien tersebut yang mengalami serangan panik atau yang
memiliki tingkat kecemasan perpisahan yang tinggi mungkin tertolong oleh
imipramine (Tofranil). Benzodiazepine dan obat serotonergik juga telah berguna. Jika
depresi atau gejala menarik diri pada pasien berespons terhadap psikosti-mulan, obat
tersebut dapat digunakan.

GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF-KOMPULSIF


Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif ditandai oleh penyempitan emosional,
ketertiban, kekerasan hati, sikap keras kepala, dan kebimbangan. Gambaran penting
dari gangguan ini adalah, pola perfeksionisme dan infleksibilitas yang pervasif.
Dalam ICD-10 gangguan ini disebut gangguan kepribadian anankastik.

66
Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian obsesif-kompulsif adalah tidak diketahui. Keadaan
ini lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita dan didiagnosis paling sering pada
anak yang tertua. Gangguan juga lebih sering terjadi pada sanak saudara biologis
derajat pertama dari orang dengan gangguan tersebut dibandingkan populasi umum.
Pasien sering kali memiliki latar belakang yang ditandai oleh disiplin yang keras.
Freud menghipotesiskan bahwa gangguan ini adalah berhubungan dengan kesulitan
pada stadium anal dari perkembangan psikoseksual, biasanya di sekitar usia 2 tahun.
Tetapi, pada berbagai penelitian teori tersebut belum disahkan.

Diagnosis
Dalam wawancara, pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif mungkin
memiliki kelakuan yang kaku, resmi, dan dingin. Afek mereka tidak tumpul atau datar
tetapi dapat digambarkan sebagai terkonstriksi. Mereka tidak memiliki spontanitas.
Mood mereka biasanya serius. Pasien tersebut mungkin ketakutan tentang tidak
dalam pengendalian wawancara. Jawaban mereka terhadap pertanyaan biasanya
terinci. Mekanisme pertahanan yang digunakan adalah rasionalisasi, isolasi, inte-
lektualisasi, pembentukan reaksi, dan meruntuhkan (undoing). DSM 5 kriteria
diagnosis gangguan kepribadian obsesif kompulsif, table 22-10

Gambaran Klinis
Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif memiliki keasyikan dengan
aturan, peraturan, ketertiban, kebersihan, perincian, dan pencapaian kesempurnaan.

Tabel 22-10
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif
Pola pervasif preokupasi dengan urutan, perfeksionisme, dan pengendalian mental
dan interpersonal, dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi,
dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut:

67
(1) Terpreokupasi dengan perincian, aturan, daftar urutan, susunan, atau jadwal
sampai tingkat di mana aktivitas utama hilang
(2) Menunjukkan perfeksionisme yang mengganggu penyelesaian tugas
(misalnya, tidak mampu menyelesaikan suatu proyek karena tidak memenuhi
standarnya sendiri yang terlalu ketat.
(3) Secara berlebihan setia kepada pekerjaan dan produktivitas sampai
mengabaikan aktivitas waktu luang dan persahabatan (tidak disebabkan oleh
kebutuhan ekonomi yang besar)
(4) Terlalu berhati-hati, teliti, dan tidak fleksibel tentang masalah moralitas, etika,
atau nilai-nilai (tidak disebabkan oleh identifikasi kultural atau religius)
(5) Tidak mampu membuang benda-benda yang usang atau tidak berguna
walaupun tidak memiliki nilai sentimentil
(6) Enggan untuk mendelegasikan tugas atau untuk bekerja dengan orang lain
kecuali mereka tunduk dengan tepat caranya mengerjakan hal tersebut.
(7) Memiliki gaya belanja yang kikir baik untuk dirinya sendiri maupun orang
lain, uang dipandang sebagai sesuatu yang harus ditimbun untuk bencana di
masa depan
(8) menunjukkan kekakuan dan keras kepala

Sifat tersebut menyebabkan penyempitan umum pada kepribadian keseluruhan.


Orang tersebut adalah resmi dan serius dan sering kali tidak memiliki rasa humor.
Mereka memaksakan aturan supaya diikuti secara kaku dan tidak mampu untuk
menoleransi apa yang dirasakannya sebagai pelanggaran. Dengan demikian, mereka
tidak memiliki fleksibilitas dan intoleran. Mereka mampu bekerja lama, asalkan dila-
kukan secara rutin dan tidak memerlukan perubahan yang tidak dapat diadaptasi oleh
mereka.
Keterampilan interpersonal pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
adalah terbatas. Mereka mengasingkan orang lain, tidak mampu untuk berkompromi,
dan memaksakan supaya orang lain tunduk pada kebutuhan mereka. Tetapi, mereka
mudah memaafkan mereka yang dipandangnya sebagai lebih berkuasa dibandingkan

68
dirinya dan memenuhi keinginan mereka dalam cara penguasa, karena mereka takut
melakukan kesalahan, mereka mengalami kebimbangan dan berpikir lama dalam
mengambil keputusan. Walaupun perkawinan yang stabil dan pekerjaan yang adekuat
adalah sering, pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif memiliki sedikit
teman.
Segala sesuatu yang mengancam merusak rutinitas kehidupan pasien atau
stabilitas mereka dapat mencetuskan kecemasan yang berat yang terjalin dalam ritual
yang mereka tetapkan pada kehidupan mereka sendiri dan dicoba untuk ditetapkan
pada orang lain.

Diagnosis Banding
Jika ditemukan obsesi atau kompulsi yang rekuren, gangguan obsesif-kompulsif
harus ditulis dalam Aksis I. Kemungkinan pembedaan yang paling sukar adalah
antara pasien rawat jalan dengan sifat obsesif-kompulsif dan pasien dengan gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Diagnosis gangguan kepribadian diberikan pada
pasien dengan gangguan bermakna dalam efektivitas pekerjaan atau sosialnya. Pada
beberapa kasus, gangguan waham terjadi bersama-sama dengan gangguan
kepribadian dan harus dicatat.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Perjalanan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif adalah bervariasi dan tidak dapat
diramalkan. Dari waktu ke waktu, obsesi atau kompulsi dapat berkembang dalam
perjalanan gangguan kepribadian. Beberapa remaja dengan gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif dapat berkembang menjadi orang dewasa yang hangat, terbuka,
dan ramah, tetapi beberapa yang lain, gangguan dapat mengawali skizofrenia atau
beberapa puluh tahun kemudian dan dieksaserbasi oleh proses penuaan - gangguan
depresif berat.
Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan
baik dalam posisi yang membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif, atau
terperinci, tetapi mereka rentan terhadap perubahan yang tidak diharapkan, dan

69
kehidupan pribadi mereka masih tetap tandus. Gangguan depresif, khususnya dengan
onset lambat, adalah sering ditemukan.

Terapi
Psikoterapi. Tidak seperti pasien dengan gangguan kepribadian lainnya, pasien
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif sering kali tahu bahwa mereka sakit, dan
mencari pengobatan atas kemauan sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak
mengarahkan adalah sangat dihargai oleh pasien gangguan kepribadian obsesif-
kompulsif yang bersosialisasi atau berlatih berlebihan (over-socialized, overtrained).
Tetapi, terapi sering kali lama dan kompleks, dan masalah transferensi-balik dapat
terjadi.
Terapi, kelompok dan terapi perilaku biasanya menawarkan manfaat tertentu.
Pada kedua konteks adalah mudah untuk memutuskan pasien di tengah-tengah
interaksi atau penjelasan maladaptif mereka. Melengkapi perilaku kebiasaan mereka
mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan menyebabkan mereka mudah
mempelajari strategi mengatasi yang baru. Pasien juga dapat menerima penghargaan
langsung karena berubah di dalam terapi kelompok, sesuatu yang kurang dimung-
kinkan pada psikoterapi individual.

Farmakoterapi. Clonazepam (Klonopin) adalah suatu benzodiazepin dengan


antikonvulsan. Pemakaian obat ini telah menurunkan gejala pada pasien dengan
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang parah. Apakah obat ini digunakan pada
gangguan kepribadian adalah tidak diketahui. Clomipramine (Anafranil) dan obat
serotonergik tertentu seperti fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala
obsesif-kompulsif timbul.

GANGGUAN KEPRIBADIAN YANG TIDAK DITENTUKAN


Kategori ini dalam DSM-V dicadangkan untuk gangguan yang tidak memenuhi ke
dalam salah satu gangguan kepribadian yang telah dijelaskan sebelumnya. Gangguan
kepribadian pasif-agresif dan gangguan kepribadian depresif adalah contohnya.

70
Spektrum sempit dari perilaku atau perilaku tertentu seperti perlawanan, sadisme atau
masokisme dapat diklasifikasikan dalam katagori ini. Seorang pasien yang memiliki
ciri-ciri dari lebih satu gangguan kepribadian tetapi tidak memenuhi kriteria lengkap
untuk salah satu gangguan kepribadian dapat diklasifikasikan di sini.

GANGGUAN KEPRIBADIAN PASIF-AGRESIF


Walaupun tidak lagi didiagnosis secara resmi, orang dengan gangguan kepribadian ini
tidak umum. Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh
obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala,
dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari,
yang diekspresikan secara pasif dengan latar belakang agresi.

Epidemiologi
Tidak ada data yang tersedia tentang epidemiologi gangguan. Rasio jenis kelamin,
pola familial, dan prevalenis belum diteliti secara adekuat.

Gambaran Klinis.
Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah menunda-
nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, meminta maaf untuk
keterlambatan, dan mencari kesalahan pada diri orang lain pada siapa mereka
tergantung, tetapi mereka menolak untuk melepaskan diri mereka sendiri dari
hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan dan tidak
langsung tentang kebutuhan dan harapan mereka.
Tabel 22-10
Kriteria Riset Gangguan Kepribadian Pasif Agresif
A. Pola pervasif sikap negativistik dan resistensi pasif terhadap tuntutan akan
kinerja yang adekuat, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam
berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut:
(1) Secara pasif menolak memenuhi tugas sosial den pekerjaan rutin
(2) Mengeluh tidak dimengerti dan tidak dihargai oleh orang lain

71
(3) Cemberut dan argumentatif
(4) Tanpa alasan mengkritik dan mencemooh atasan
(5) Menunjukkan rasa cemburu dan kebencian terhadap mereka yang tampaknya
lebih beruntung
(6) suara yang diperkeras dan keluhan terus-menerus atas ketidakberuntungan
dirinya
(7) berganti-ganti antara tantangan permusuhan dan perasaan dosa
B. Tidak terjadi semata-mata selama episode depresif berat dan tidak diterangkan
lebih baik oleh gangguan distimik.

Mereka tidak dapat menjawab pertanyaan yang diperlukan tentang apa yang
diharapkan oleh mereka dan mungkin menjadi cemas jika dipaksa untuk melakukan-
nya atau jika pertahanan mereka yang biasanya menahan kemarahan pada dirinya
dihilangkan.
Dalam hubungan interpersonal, pasien gangguan kepribadian pasif-agresif
berusaha untuk memanipulasi dirinya sendiri ke dalam posisi tergantung, tetapi
perilaku mereka yang pasif, dan merendahkan diri sendiri sering kali dirasakan oleh
orang lain sebagai hukuman atau manipulatif. Orang lain harus melakukan suruhan
dan melakukan tanggung jawab rutin pasien. Teman-teman dan klinisi mungkin
menjadi terperangkap dalam usaha untuk menghilangkan keluhan pasien yang banyak
tentang terapi yang tidak adil. Hubungan erat pasien gangguan kepribadian pasif-
agresif jarang menyenangkan atau hening. Karena pasien lebih terikat dekat pada
kemarahan mereka dibandingkan pada kepuasan mereka, mereka mungkin tidak
pernah mengetahui apa yang mereka inginkan bagi diri mereka sendiri untuk
mendapatkan kesenangan. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan
pada diri sendiri dan biasanya pesimistik tentang masa depan.

Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian pasif-agresif perlu dibedakan dari gangguan kepribadian
histrionik dan ambang, tetapi pasien gangguan kepribadian pasif-agresif adalah

72
kurang semarak, dramatik, afektif, dan agresif secara terbuka bila dibandingkan
dengan pasien gangguan kepribadian histrionik dan ambang.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Dalam suatu penelitian follow-up terhadap 100 orang pasien rawat inap yang rata-rata
berusia 11 tahun dengan gangguan pasif-agresif, Ivor Small menemukan bahwa
gangguan kepribadian pasif-agresif merupakan diagnosis utama pada 54 orang di
antara mereka, 18 orang juga penyalahguna alkohol, dan 30 orang secara klinis dapat
dicap sebagai terdepresi. Dari 73 orang pasien yang pertama ditempatkan, 58 orang
(79 %) memiliki kesulitan psikiatrik yang menetap, dan 9 orang (12 %) dianggap
bebas gejala. Sebagian besar tampak mudah tersinggung, cemas, dan terdepresi;
keluhan somatik adalah banyak. Hanya 32 orang (44 %) dapat bekerja penuh waktu
sebagai pekerja atau bekerja di rumah. Walaupun penelantaran tanggung jawab dan
usaha bunuh diri adalah sering ditemukan, hanya 1 % pasien yang berhasil melakukan
bunuh diri sementara ini. Walaupun 28 pasien (38 %) dirawat ulang ke rumah sakit,
hanya 3 % yang menjadi skizofrenia.

Terapi
Psikoterapi. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif yang mendapatkan
psikoterapi suportif memiliki hasil yang baik. Tetapi, psikoterapi untuk pasien dengan
gangguan kepribadian pasif-agresif memiliki banyak kekurangan dalam memenuhi
kebutuhan pasien sering kali mendukung patologi mereka, tetapi menolak permintaan
mereka adalah menolak mereka. Sesi terapi dengan demikian menjadi medan area
konflik di mana pasien mengekspresikan perasaan kemarahan terhadap terapis yaitu
orang pada siapa pasien ingin menjadi tergantung. Pada pasien gangguan kepribadian
pasif-agresif, klinisi harus mengobati kecenderungan bunuh diri terhadap tiap
ekspresi kemarahan yang tersembunyi dan bukan mengobati sebagai orang yang akan
kehilangan objek pada gangguan depresif berat. Terapis harus menyatakan
kemungkinan akibat perilaku pasif-agresif jika terjadi. Konfrontasi tersebut mungkin

73
lebih membantu dalam mengubah perilaku pasien dibandingkan interpretasi yang
benar.

Farmakoterapi. Antidepresan harus diresepkan hanya jika ada indikasi klinis depresi
dan kemungkinan bunuh diri. Sementara medikasi tidak diindikasikan.

GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPRESIF


Orang dengan gangguan kepribadian depresif ditandai oleh sifat seumur hidup yang
masuk ke dalam spektrum depresif. Mereka adalah pesimistik, anhedonik, terikat
pada kewajiban, meragukan diri sendiri, dan tidak gembira secara kronis. Gangguan
ini baru diklasifikasikan dalam DSM-V, tetapi kepribadian melankolik telah
digambarkan pada awal abad ke-20 oleh dokter psikiatri Eropa, seperti Ernst
Kretschmer.

Epidemiologi
Karena gangguan kepribadian depresif adalah kategori yang baru, tidak ada angka
epidemiologi yang tersedia. Tetapi, berdasarkan prevalensi gangguan depresif pada
populasi keseluruhan, gangguan kepribadian depresif tampaknya sering, terjadi sama
banyak pada laki-laki dan wanita, dan terjadi di dalam keluarga di mana gangguan
depresif ditemukan.

Etiologi
Penyebab gangguan kepribadian depresif tidak diketahui, tetapi faktor yang terlibat
dalam gangguan distimik dan gangguan depresif berat mungkin bekerja. Teori
psikologis melibatkan kehilangan pada awal kehidupan, pengasuhan orang tua yang
buruk, superego yang menghukum, dan perasaan bersalah yang ekstrem. Teori
biologis melibatkan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal-tiroid, termasuk sistem
amin nonadrenergik dan serotonergik. Predisposisi genetik, seperti yang dinyatakan
oleh penelitian Stella Chess tentang temperamen, mungkin juga berperan.

74
Gambaran Klinis
Deskripsi klasik tentang kepribadian depresif diajukan tahun 1963 oleh Arthur Noyes
dan Laurence Kolb: mereka merasakan tetapi hanya sedikit kegembiraan kehidupan
yang normal dan cenderung kesepian dan serius, bermuram durja, bersikap patuh,
pesimistik, dan rendah diri. Mereka rentan untuk mengekspresikan penyesalan dan
perasaan ketidakberdayaan dan putus asa. Mereka sering kali teliti, perfeksionistik,
sangat berhati-hati, asyik dengan pekerjaan, merasa bertanggung jawab dengan tajam,
dan mudah berkecil hati di bawah kondisi yang baru. Mereka ketakutan akan celaan,
cenderung menderita dalam kesepian dan kemungkinan mudah menangis, walaupun
biasanya tidak di hadapan orang lain. Suatu kecenderungan untuk merasa ragu-ragu,
tidak dapat mengambil keputusan, dan berhati-hati mengkhianati perasaan keti-
dakamanan yang melekat.
Belakangan ini, H. Akiskal menggambarkan 7 kelompok sifat depresif: (1)
tenang, introvert, pasif, tidak sombong; (2) bermuram durja, pesimistik, serius, dan
tidak dapat merasakan kegembiraan; (3) mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri
sendiri, dan menghina diri sendiri; (4) bersifat ragu-ragu, kritik orang lain, sukar
untuk memaafkan; (5) berhati-hati, bertanggung jawab, dan disiplin diri; (6)
memikirkan hal yang sedih dan merasa merasa cemas; (7) asyik dengan peristiwa
negatif, perasaan tidak berdaya, dan kelemahan pribadi.
Pasien dengan gangguan kepribadian depresif mengeluh perasaan tidak
gembira yang kronis. Mereka memiliki perasaan rendah diri dan merasa sukar untuk
menemukan sesuatu di dalam hidupnya yang dapat membuatnya bergembira, penuh
harapan, atau optimistik. Mereka kemungkinan mencemarkan pekerjaannya, dirinya
sendiri, dan hubungannya dengan orang lain; dan mereka adalah mengkritik dan
menghina diri sendiri. Fisiognomi mereka sering kali mengungkapkan mood mereka-
perawakan yang buruk, wajah depresi, suara serak, dan retardasi psikomotorik.

Diagnosis Banding
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang ditandai oleh fluktuasi besar dalam
mood dibandingkan yang ditemukan pada gangguan kepribadian depresif. Gangguan

75
kepribadian adalah kronis dan seumur hidup, sedangkan gangguan distimik adalah
episodik, dapat terjadi pada setiap waktu, dan biasanya memiliki stresor pencetus.
Kepribadian depresif dapat dianggap sebagai spektrum kondisi afektif di mana
gangguan distimik dan gangguan depresif memiliki varian yang lebih parah. Pasien
dengan gangguan kepribadian menghindar adalah introvert dan tergantung tetapi
cenderung lebih merasa cemas daripada depresi, dibandingkan dengan orang dengan
gangguan kepribadian depresif.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Orang dengan gangguan kepribadian depresif mungkin berada dalam risiko tinggi
untuk mengalami gangguan distimik dan gangguan depresif berat. Dalam satu
penelitian terakhir oleh Donald Klein dan Gregory Mills subjek dengan kepribadian
depresif menunjukkan angka gangguan mood rekuren yang lebih tinggi secara
bermakna, gangguan mood seumur hidup, depresi berat, dan distimia dibandingkan
subjek tanpa kepribadian depresif.

Terapi.
Psikoterapi adalah pengobatan terpilih untuk gangguan kepribadian depresif. Pasien
berespon terhadap psikoterapi berorientasi tilikan, dan karena tes realitas pasien
adalah baik, mereka mampu membangun tilikan ke dalam psikodinamika penyakitnya
dan memahami efeknya pada hubungan interpersonal mereka. Terapi kemungkinan
berlangsung lama. Terapi kognitif membantu pasien mengerti manifestasi kognitif
dari perasaan rendah diri dan pesimisme mereka. Jenis psikoterapi lain yang berguna
adalah psikoterapi kelompok dan terapi interpersonal. Beberapa orang berespons
terhadap tindakan menolong diri sendiri.
Pendekatan psikofarmakologi adalah pemakaian medikasi antidepresan,
khususnya obat serotonergik tertentu seperti sertraline (Zoloft), 50 mg sehari.
Beberapa pasien berespons terhadap dosis kecil psikostimulan, seperti amphetamine,
5-10 mg sehari. Pada semua kasus, obat psikofarmakologis harus dikombinasikan
dengan psikoterapi untuk mencapai efek yang maksimal.

76
GANGGUAN KEPRIBADIAN SADOMASOKISTIK
Beberapa jenis kepribadian ditandai oleh elemen sadisme atau masokisme atau
kombinasi keduanya. Gangguan kepribadian sadomasokis dituliskan di sini karena
merupakan perhatian klinis dan historis yang besar dalam psikiatri. Gangguan ini
bukan merupakan diagnosis resmi dalam DSM-V atau apendiksnya, tetapi dapat
didiagnosis sebagai gangguan kepribadian yang tidak diklasifikasikan.
Sadisme adalah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit pada orang lain baik
secara penyiksaan seksual atau fisik atau penyiksaan psikologi pada umumnya. Ini
adalah nama mengikuti Marquis de Sade, yang menulis di abad ke-18 tentang orang
yang mengalami kenikmatan seksual saat menyiksa orang lain. Freud percaya bahwa
pasien sadisme mencegah kecemasan kastrasi dan mampu untuk melakukan kepada
orang lain apa yang mereka takutkan akan terjadi pada diri mereka.
Masokisme, nama untuk Leopold von Sacher-Masoch, seorang penulis novel
Austria abad ke-19) adalah pencapaian pemuasan seksual dengan menyiksa diri
sendiri. Pada umumnya, yang dinamakan penderita masokisme moral mencari peng-
hinaan dan kegagalan, bukannya sakit fisik. Freud percaya bahwa kemampuan
penderita masokisme untuk mencapai orgasme terganggu oleh kecemasan dan
perasaan bersalah tentang seks dan perasaan tersebut dihilangkan oleh penderitaan
dan hukuman diri mereka sendiri.
Pengamatan klinis menyatakan bahwa elemen perilaku sadistik dan
masokistik biasanya ditemukan pada orang yang sama. Terapi dengan psikoterapi
berorientasi tilikan, termasuk psikoanalisis, telah efektif pada beberapa kasus.
Sebagai hasil terapi, pasien menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri
sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah bawah sadar yang berlebihan dan
juga menjadi mengenali impuls agresif mereka yang terepresi, yang berasal dari masa
anak-anak awal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN SADISTIK

77
Gangguan ini tidak dimasukkan di dalam DSM-V. Tetapi, gangguan ini masih
ditemukan di dalam literatur dan mungkin memiliki pemakaian deskriptif. Orang
dengan gangguan kepribadian sadistik menunjukkan pola kekejaman yang pervasif,
merendahkan, dan perilaku agresif, yang dimulai sejak masa anak-anak awal, dan
diarahkan kepada orang lain. Kekejaman atau kekerasan fisik digunakan untuk
menyebabkan sakit pada orang lain dan bukan untuk mencapai suatu tujuan lain,
seperti membegal seseorang untuk mencuri. Orang dengan gangguan ini
kemungkinan menghina atau merendahkan orang di hadapan orang lain dan biasanya
telah mengancam atau menghukum orang lain dengan kasar yang tidak lazimnya,
terutama anak-anak. Pada umumnya, orang dengan gangguan kepribadian sadistik
merasa tertarik dengan kekejaman, senjata, cedera, atau penyiksaan. Untuk
dimasukkan ke dalam kategori ini, orang tersebut tidak termotivasi semata-mata oleh
keinginan untuk mendapatkan rangsangan seksual dari perilaku mereka. Jika mereka
termotivasi demikian, parafilia dari sadisme seksual harus didiagnosis.

PERUBAHAN KEPRIBADIAN KARENA KONDISI MEDIS UMUM


Perubahan kepribadian karena kondisi medis umum (Bagian 10.5) memerlukan
beberapa pembicaraan di sini. ICD-10 menuliskan diagnosis gangguan kepribadian
dan perilaku karena penyakit, cedera, dan disfungsi otak, yang termasuk gangguan
kepribadian organik, sindrom pascaensefalitis, dan sindrom pasca gegar. Perubahan
kepribadian karena kondisi medis umum ditandai oleh perubahan yang jelas pada
gaya dan sifat kepribadian dari tingkat fungsi sebelumnya. Pasien harus menunjukkan
bukti-bukti faktor organik penyebab sebelum onset perubahan kepribadian.

Etiologi
Kerusakan struktural pada otak biasanya penyebab perubahan kepribadian. Trauma
kepala kemungkinan merupakan penyebab yang paling sering. Neoplasma serebral
dan kerusakan pembuluh darah (vascular accidents), khususnya lobus temporalis dan
frontalis, juga merupakan penyebab yang sering. Kondisi ini tersering disertai dengan
perubahan kepribadian yang ditulis dalam Tabel 22-11

78
Diagnosis Dan Gambaran Klinis
Ditemukan perubahan kepribadian dari pola perilaku sebelumnya atau suatu
eksaserbasi karakteristik kepribadian sebelumnya. Gangguan pengendalian ekspresi
emosi dan impuls adalah gambaran yang utama. Secara karakteristik emosi adalah
labil dan dangkal, walaupun euforia dan apati mungkin menonjol. Euforia mungkin
menyerupai hipomania, tetapi elasi yang sesungguhnya tidak ada, dan pasien
mungkin menyatakan tidak benar-benar merasa gembira. Terdapat lubang yang palsu
dan kebodoh-bodohan pada luapan kegembiraan pasien dan komentar-komentar lucu
terutama bila lobus temporal terpengaruh. Juga berubungan dengan kerusakan lobus
frontalis, sehingga disebut sindrom lobus frontalis, terdapat pengabaian dan apatis
yang menonjol, ditandai dengan kurangnya perhatian pada kejadian dalam
lingkungan segera. Ekspresi impuls mungkin dimanifestasikan dengan lelucon yang
tidak sesuai, cara-cara yang kasar, seksual yang tidak patut, perilaku antisosial,
konflik dengan hukum, seperti penyerangan terhadap orang lain, pelecehan seksual,
dan pencurian.

Kriteria ICD-10 untuk Gangguan Kepribadian Organik


Gangguan ini ditandai oleh perubahan yang bermakna pada pola kebiasaan
perilaku pramorbid, ekspresi emosi, kebutuhan, dan impuls adalah yang terutama
dipengaruhi. Fungsi kognitif mungkin terutama terganggu atau bahkan secara
khusus dalam bidang perencanaan dan antisipasi kemungkinan konsekuensi
pribadi dan sosial, seperti pada yang disebut sindrom lobus frontalis. Tetapi,
sekarang diketahui bahwa sindrom ini terjadi tidak hanya pada lesi lobus frontalis
tetapi juga pada lesi di daerah tertentu lainnya di otak.

Pedoman Diagnostik
Di samping mendapatkan riwayat penyakit atau bukti-bukti lain adanya penyakit,
cedera, atau disfungsi otak, diagnosis definitif memerlukan adanya dua atau lebih
ciri berikut:

79
(a) Penurunan konsisten kemampuan untuk gigih dalam aktivitas mengejar suatu
tujuan, terutama yang memerlukan waktu yang lama dan pemuasan yang
tertunda;
(b) Perubahan perilaku emosional, ditandai oleh labilitas emosi, kegembiraan
yang dangkal dan tidak diinginkan (euforia, komentar lucu yang tidak
pantas), dan mudah berubah menjadi iritabililas atau ledakan kemarahan dan
agresi yang berlangsung singkat; pada beberapa keadaan apati mungkin
merupakan ciri yang lebih menonjol;
(c) Ekspresi kebutuhan dan impuls tanpa mempertimbangkan akibatnya atau
kaidah sosial (pasien mungkin terlibat dalam tindakan disosial, seperti
mencuri, tindakan seksual yang tidak layak, atau makan rakus, atau mungkin
menunjukkan ketidakpedulian terhadap higiene pribadi.
(d) Gangguan kognitif, dalam bentuk kecurigaan atau ide paranoid, dan/atau
preokupasi berlebihan dengan tema tunggal yang biasanya abstrak (misalnya,
keagamaan, "benar" dan "salah".
(e) Perubahan jelas dalam kecepatan dan aliran produksi Rahasa, dengan ciri-ciri
seperti sirkumstansialitas, terlalu memasukkan, kekentalan, dan hipergrafia
(f) Perubahan perilaku seksual (hiposeksualitas atau perubahan kesenangan
seksual).

Kondisi Medis yang Berhubungan dengan Perubahan Kepribadian


Trauma kepala
Penyakit serebrovaskular
Tumor serebral
Epilepsi (terutama epilepsis parsial)
Penyakit Huntington
Sclerosis multiple
Gangguan endokrin
Keracunan logam berat (mangan, raksa)

80
Sindrom defisiensi di dapat (AIDS)

Pandangan ke depan dan kemampuan untuk mengantisipasi akibat sosial dan hukum
dari tindakan seseorang biasanya menghilang. Orang dengan epilepsi lobus
temporalis secara karakteristik menunjukkan tidak memiliki rasa humor, hipergrafia,
hiperreligius, dan agresivitas yang nyata selama kejang.
Orang dengan perubahan kepribadian karena kondisi medis umum memiliki
sensorium yang jernih. Gangguan ringan pada fungsi kognitif sering kali ada
bersama-sama tetapi tidak menyebabkan pemburukan intelektual. Pasien cenderung
tidak memperhatikan, yang dapat menyebabkan gangguan pada daya ingat belum
lama. Tetapi, dengan suatu dorongan, pasien kemungkinan mengingat apa yang
dikatakannya telah lupa. Diagnosis harus dicurigai pada pasien yang menunjukkan
perubahan yang nyata dalam perilaku atau kepribadian termasuk labilitas emosional
dan gangguan pengendalian impuls, yang tidak memiliki riwayat gangguan mental,
dan yang perubahan kepribadiannya terjadi secara tiba-tiba atau selama periode yang
relatif singkat. Kriteria diagnostik DSM-V terdapat pada Tabel

Steroid Anabolik
Semakin banyak atlet sekolah menengah atas dan perguruan tinggi dan orang lain
yang terlibat dengan mengangkat beban yang menggunakan steroid anabolik sebagai
cara singkat untuk memaksimalkan perkembangan fisik mereka. Yang termasuk
steroid anabolik termasuk obat tertentu seperti oxymetholone (Anadrol), soma-tropin
(Humatrope), stanozolol (Winstrol), dan testosterone.
Tidak jelas apakah perubahan kepribadian karena penyalahgunaan steroid
lebih baik didiagnosis sebagai perubahan kepribadian karena kondisi medis umum
atau salah satu gangguan penggunaan zat lain (atau tidak diketahui). Hal ini
dibicarakan karena steroid anabolik dapat menyebabkan perubahan persisten pada
kepribadian dan perilaku.

Diagnosis Banding

81
Demensia melibatkan pemburukan global pada intelektual dan kapasitas perilaku, di
mana perubahan kepribadian hanya merupakan satu kategori. Suatu perubahan kepri-
badian mungkin menandai gangguan kognitif yang akhirnya akan berkembang
menjadi demensia. Pada kasus tersebut, saat pemburukan mulai mencakup daya ingat
yang penting dan defisit kognitif, diagnosis diubah dari perubahan kepribadian karena
kondisi medis umum menjadi demensia. Dalam membedakan sindrom spesifik dari
gangguan lain di mana perubahan kepribadian dapat terjadi seperti skizofrenia,
gangguan delusional, gangguan mood, dan gangguan pengendalian impuls, dokter
harus mempertimbangkan faktor yang paling penting, keberadaan faktor penyebab
organik dalam gangguan perubahan kepribadian.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Perjalanan penyakit maupun prognosis perubahan kepribadian karena kondisi medis
umum tergantung pada penyebabnya. Jika gangguan adalah akibat dari kerusakan
struktural pada otak, gangguan cenderung menetap. Gangguan mungkin terjadi
setelah suatu periode koma dan delirium pada kasus trauma kepala atau gangguan
pembuluh darah dan mungkin menetap. Perubahan kepribadian dapat berkembang
menjadi demensia pada kasus tumor otak, sklerosis multipel, dan penyakit
Huntington. Perubahan kepribadian yang diakibatkan oleh intoksikasi kronik,
penyakit medis, atau terapi obat (seperti levodopa [Larodopa] untuk mengobati
parkinsonisme) mungkin pulih jika penyebab dasar ditangani. Beberapa pasien
memerlukan perawatan lama atau, sekurangnya, pengawasan ketat untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka, menghindari konflik berulang dengan hukum, dan
melindungi mereka dan keluarganya dari permusuhan orang lain dan dari deinstitusi
yang diakibatkan oleh tindakan impulsif dan tidak dipertimbangkan.

Terapi
Penatalaksanaan gangguan perubahan kepribadian melibatkan terapi kondisi organik
dasar jika kondisi itu dapat diobati. Terapi psikofarmakologis untuk gejala spesifik

82
mungkin diindikasikan pada beberapa kasus, seperti imipramine atau fluoxetine untuk
depresi.
Pasien dengan gangguan kognitif yang parah atau pengendalian perilaku yang
melemah mungkin memerlukan konseling untuk membantu menghindari kesulitan
dalam pekerjaan atau mencegah keadaan memalukan sosial. Pada intinya, keluarga
pasien memerlukan dukungan emosional dan nasihat yang konkrit tentang bagaimana
menekan tindakan pasien yang tidak diinginkan. Alkohol harus dihindari. Peperangan
sosial harus dibatasi jika pasien memiliki kecenderungan untuk bertindak dalam cara
yang sangat menyerang.

Model Psikobiologi Dan Tatalaksana


Tatalaksana model psikobiologi, kombinasi terapi dengan menggunakan psikoterapi
dan psikofarmaka berdasar pada struktur, gejala klinis, karakter dari postulat
neurokimia dari setiap tempramen dan karakter gangguan. Farmakoterapi dan
psikoterapi dapat menggabungkan secara sistematik dari struktur kepribadian dan
setiap tahapan perkembangan karater.
Pada penelitian terbaru mengenai terapi farmakologi pengobatan gangguan
kepribadian, target terapi meliputi gejala yang muncul atau yang teridentifikasi, dan
bagian pengobatan dengan efek yang bermakna pada ciri kepribadian akan sangat
berguna. Gejala gangguan kepribadian dalam bukunya, Listening to Prozac, Peter
Kramer menjelaskan perubahan kepribadian dramatis ketika kadar serotonin
ditingkatkan oleh pemberian fluoxetine, seperti penurunan sensitifitas terhadap

Tabel 22-12
Farmakoterapi dari Target Domain Gejala Gangguan Kepribadian
Target Gejala Pilihan Obat Kontraindikasi
Gangguan tingkah laku
Agresi atau impulsif
Agresif afektif (mudah marah dengan Lithium Benzodiazepin
EEG normal Obat serotonergik Stimulan
Antikonvulsan
Antipsikotik dosis

83
rendah

Agresif ganas (kekerasan atau Antipsikotik Benzodiazepin


kejahatan) Lithium Stimulan
Antagonis reseptor
Agresif serupa gangguan organik
Imipramine
Agonis kolinergik
Agresif iktal (EEG abnormal)
Carbamazepine Antipsikotik
Diphenylhydantoin Stimulan
Benzodiazepine
II. Gangguan mood (suasana hati)
Emosional labil Lithium Obat-obatan
Antipsikotik Trisiklik
Depresi
Disforia, depresi atipikal
MAOI
Obat serotonergik
Antipsikotik
Penjarakan emosi / mati rasa
Antagonis serotonin- Obat-obatan
dopamin Trisiklik
Antipsikotik atipikal
III. Kecemasan (Ansietas)
Kognitif kronis Obat serotonegik Stimulan
MAOI
Benzodiazepine
Somatik kronis
MAOI
Antagonis reseptor
Kecemasan berat
Antipsikotik dosis
rendah
MAOI
IV. Gejala Psikotik
Psikosis akut Antipsikotik Stimulan

Kronis dan gejala ringan serupa psikotik


Antipsikotik dosis

84
rendah

penolakan, peningkatan ketegasan, perbaikan kepercayaan diri, dan kemampuan


untuk menoleransi stres. Obat pilihan dan kontraindikasi mayor EEG,
electroencephalogram; MAOI, monoamine oxidase inhibitor

Perubahan-perubahan dalam hal kepribadian ini terjadi pada pasien dengan


kondisi psikiatrik luas dan juga pada orang dengan gangguan mental yang tidak dapat
terdiagnosa. Menggunakan pengobatan untuk mengobati satu sifat spesifik pada
orang yang sebenarnya normal (contoh, tidak memenuhi kriteria untuk gangguan
kepribadian secara full-blown) masih kontroversial. Hal in disebut psikofarmakologi
kosmetik oleh beberapa kritikus.

Temperamen
Temperamen merujuk pada bias tubuh terhadap modulasi dari respon pengkondisian
lingkungan terhadap stimulus fisik yang mendahului. Pengkondisian lingkungan
(contoh, peringatan prosedural) melibatkan sensasi pra-semantik yang memunculkan
emosi dasar, seperti rasa takut atau marah, pengenalan kesadaran secara independen,
observasi deskriptif, refleksi, atau penalaran. Hal yang dipelopori oleh A. Thomas dan
S. Chess mengkonseptualisasikan temperamen sebagai komponen gaya
("bagaimana") dari perilaku, sebagaimana dibedakan dari motivasi ("mengapa") dan
isi ("apa") dari perilaku. Konsep modern temperamen, bagaimanapun, menekankan
aspek emosional, motivasi, dan adaptifnya. Secara khusus, empat sifat temperamen
utama telah diidentifikasi dan menyasar pada neurobiologis luas, psikososial, dan
investigasi klinis: penghindaran bahaya, pencarian hal baru, ketergantungan atas
penghargaan, dan ketekunan. Sungguh luar biasa bahwa model empat faktor
temperamen ini dapat, secara retrospeksi, dilihat sebagai interpretasi modern dari
empat jenis temperamen kuno: Individu dibedakan dalam sejauh mana mereka
melankolis (menghindari bahaya), mudah tersinggung (mencari hal-hal baru), optimis
(ketergantunganakan penghargaan), dan plegmatis (ketekunan). Namun, empat
temperamen sekarang dipahami sebagai dimensi genetik independen yang terjadi

85
pada semua kemungkinan kombinasi dalam individu yang sama daripada sebagai
sebuah kategori yang eksklusif.

Sifat Karakter Biologis. Empat sifat karakter telah dijelaskan masing-masing


dengan substrat fisik neurokimia dan neurofisiologi tertentu. Mereka berbagi sumber
umum dari variasi yang kuat terlepas dari perubahan lingkungan dan pengalaman
masa lalu. Tabel 22-13 merangkum kumpulan perbedaan perilaku yang membedakan
nilai ekstrim pada empat dimensi temperamen. Perhatikan bahwa setiap ekstrim
dimensi ini memiliki kelebihan dan kekurangan adaptif spesifik, sehingga nilai yang
tinggi atau rendah tidak secara berarti memiliki adaptasi yang lebih baik. Masing-
masing dari empat dimensi temperamen memiliki penentu genetik yang unik menurut
studi keluarga dan kembar, serta studi asosiasi genetik dengan penanda DNA tertentu.
Beberapa peneliti mendalilkan gen spesifik untuk beberapa sifat, seperti gen pencari
hal baru.

Penghindaran Bahaya
Menghindari bahaya melibatkan bias yang diwariskan dalam penghambatan perilaku
dalam menanggapi sinyal dari hukuman dan ketidakadaan penghargaan.
Penghindaran bahaya yang tinggi diamati sebagai ketakutan akan ketidakpastian,
penghambatan sosial, rasa malu dengan orang asing, cepat lelah, dan pesimis dalam
mengantisipasi masalah bahkan dalam situasi yang tidak mengkhawatirkan bagi
orang lain. Orang dengan penghindaran bahaya yang rendah cenderung riang, berani,
energik, terbuka, dan optimis bahkan dalam situasi yang paling membuat orang lain
khawatir.

Tabel 22-13
Deskriptor dari Individual dengan Skor Tinggi atau Rendah pada
Empat Dimensi Temperamen

86
Deskriptor Varian Ekstrim
Dimensi Temperamen Tinggi Rendah
Penghindaran bahaya Pesimistik Optimistik
Penakut Menantang
Pemalu Terbuka
Mudah lelah Enerjik
Pencarian hal baru Petualang Berdiam diri
Impulsif Tenang
Boros Hemat
Mudah tersinggung Sabar
Ketergantungan akan penghargaan Sentimental Tidak merasa
Terbuka Tertutup
Hangat Dingin
Pengasih Mandiri
Ketekunan Produktif Pemalas
Tekun / Yakin Manja
Antusias Rendah diri
Perfeksionis Pragmatis

Psikobiologi dari penghindaran bahaya sangatlah kompleks. Benzodiazepine


menghambat penghindaran melalui inhibisi asam -aminobutyric (GABA)-ergic dari
neuron serotonergik yang berasal dari inti raphe dorsal.
Positron Emission Tomography (PET) di Institusi Kesehatan Mental Nasional
(NIMH) dengan [18F]-deoxyglucose (FDG) pada 31 relawan dewasa yang sehat pada
tugas sederhana yang berkesinambungan menunjukkan bahwa menghindari bahaya
dikaitkan dengan peningkatan aktivitas di sirkuit paralimbik anterior, khususnya
amigdala kanan dan insula, korteks orbitofrontal kanan, dan korteks prefrontal medial
kiri.
Konsentrasi GABA yang tinggi dalam plasma juga berkorelasi dengan
kecenderungan menghindari bahaya yang rendah. Konsentrasi GABA plasma juga
telah berkorelasi dengan ukuran lain dari kerentanan akan kecemasan, dan hal itu
sangat berkorelasi dengan konsentrasi GABA di otak. Akhirnya, gen pada kromosom

87
17q12 yang mengatur ekspresi serotonin transporter untuk 4-9 % dari total varians
dalam penghindaran bahaya. Temuan ini mendukung bahwa peran proyeksi GABA
dan serotonergik dari dorsal raphe mendasari perbedaan individu dalam
penghambatan perilaku yang diukur dengan penghindaran bahaya. Orang yang
diberikan obat serotonin menunjukkan penurunan perilaku menghindari bahaya.

Pencarian Hal Baru. Mencari hal yang baru mencerminkan bias yang diwariskan
dalam inisiasi atau aktivasi dari pendekatan yang bernafsu dalam menanggapi hal-hal
baru, pendekatan dari sinyal sebuah penghargaan, penghindaran aktif dari sinyal
hukuman yang dikondisikan, dan melarikan diri dari hukuman dikondisikan (yang
semuanya diduga berhubungan sebagai bagian dari salah satu sistem pembelajaran
yang diwariskan). Mencari hal-hal baru diamati sebagai kegiatan eksplorasi dalam
menanggapi hal-hal baru, impulsif, pemborosan dalam pendekatan terhadap
penghargaan, dan penghindaran aktif dari frustrasi.Individu dengan sifat mencari hal
baru yang tinggi cenderung cepat marah, penasaran, mudah bosan, impulsif, boros,
dan tidak teratur. Orang yang rendah dalam pencarian hal baru lebih sulit marah, tidak
banyak bertanya-tanya, sabar, reflektif, hemat, tertutup, toleran terhadap hal monoton,
dan tertib.
Proyeksi dopaminergik memiliki peran penting dalam pencarian hal-hal baru.
Mencari hal-hal baru melibatkan peningkatan reuptake dopamin di terminal
prasinaps, sehingga membutuhkan stimulasi yang sering untuk mempertahankan
tingkat optimal dari stimulasi dopaminergik postsynaptic. Mencari hal-hal baru
mengarah ke berbaga perilaku mencari kesenangan, termasuk merokok, yang
mungkin menjelaskan rendahnya aktivitas platelet MAO tipe B (MAO B) karena
merokok menghambat aktivitas MAOB di trombosit dan otak.
Studi dari gen yang terlibat dalam neurotransmisi dopamine, seperti gen
transporter dopamin (DAT1) dan gen reseptor dopamin tipe 4 (DRD4), telah
memberikan bukti hubungan dengan sifat mencari hal-hal baru atau perilaku
pengambilan risiko.

88
Ketergantungan Akan Penghargaan. Ketergantungan dengan penghargaan
mencerminkan pemeliharaan perilaku dalam menanggapi keinginan untuk
mendapatkan penghargaan sosial. Individu dengen ketergantungan akan penghargaan
yang tinggi cenderung rendah hati, sensitif, bergantung pada sosial, dan mudah
bersosialisasi. Individu yang rendah dalam ketergantungan cenderung praktis,
berpikiran tangguh, dingin, tidak peka sosial, tidak tegas, dan acuh tak acuh jika
sendirian.
Proyeksi noradrenergik dari lokus seruleus dan proyeksi serotonergik dari raphe
median diduga mempengaruhi kondisi terhadap reward tersebut. Ketergantungan
akan penghargaan yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan aktivitas di talamus.
Konsentrasi 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) ditemukan rendah pada
orang dengan ketergantungan akan penghargaan yang tinggi.

Ketekunan. Ketekunan mencerminkan pemeliharaan perilaku meskipun berada


dalam kondisi frustrasi, kelelahan, dan penguatan intermiten. Orang dengan
ketekunan tinggi cenderung pekerja keras, gigih, dan ambisius dalam berprestasi dan
cenderung untuk mengintensifkan upaya mereka dalam menanggapi penghargaan dan
melihat frustrasi dan kelelahan sebagai tantangan pribadi. Individu yang rendah
dalam ketekunan cenderung malas, tidak aktif, tidak stabil, dan tidak menentu;
mereka cenderung mudah menyerah ketika menghadapi frustrasi, jarang berjuang
untuk prestasi yang lebih tinggi, dan memanifestasikan sedikit ketekunan bahkan
dalam menanggapi sebuah penghargaan.
Penelitian terbaru pada tikus terkait dengan integritas dari efek penguatan parsial
pada koneksi hippocampusdan metabolisme glutamat. Ketekunan dapat ditingkatkan
dengan psychostimulants.

Psikobiologi Dari Temperamen. Temperamen dari menghindari bahaya, mencari


hal-hal baru, ketergantungan akan penghargaan, dan ketekunan didefinisikan sebagai
perbedaan yang diwariskan dan mendasari respons otomatis terhadap bahaya, hal
baru, persetujuan sosial, dan penghargaan yang berselang. Komponen sifat ("facet")

89
untuk masing-masing dari empat dimensi temperamen memiliki karakteristik
pembelajaran yang berbeda dan berkorelasi lebih kuat dengan satu sama lain daripada
dengan komponen lain dari temperamen. Model neurobiologis yang paling
komprehensif dari studi pada hewan yang telah secara sistematis terkait dengan
struktur temperamen manusia diringkas dalam Tabel 22-14. Model ini dibedakan
dalam empat sistem otak untuk penghambatan perilaku (menghindari bahaya),
aktivasi perilaku (mencari hal-hal baru), pendekatan sosial (ketergantungan reward),
dan penguatan parsial (ketekunan).
Perbedaan individu dalam temperamen dan emosi dasar memodifikasi
pengolahan informasi sensorik dan bentuk karakteristik pada pembelajaran awal,
terutama pengkondisian asosiatif dari respon perilaku nirsadar. Temperamen
dikonseptualisasikan dalam hal bias yang diwariskan dalam emosionalitas dan
pembelajaran yang mendasari akuisisi dari ciri-ciri perilaku otomatis berbasis emosi
dan kebiasaan yang diamati pada awal kehidupan dan relatif stabil selama umur
seseorang.
Masing-masing dari empat dimensi utama adalah sifat yang terdistribusi normal
secara kuantitatif, diwariskan, dapat diamati pada awal masa kanak-kanak, relatif
stabil dalam perjalanan waktu, dan cukup dapat memprediksi perilaku pada masa
remaja dan dewasa. Empat dimensi in telah terbukti secara genetik homogen dan
independen diwariskan dari satu sama lain dalam studi berpasangan yang besar dan
independen di Amerika Serikat, Australia, dan Jepang. Perbedaan temperamental,

Tabel 22-14
Empat Fungsi Otak yang Tidak Sesuai yang Mempengaruhi Pola
Respon-Stimulus yang Mendasari Temperamen
Sistem Otak Neuromodulator Stimulus yang Respons Tingkah
(Berhubungan Utama Sesuai Laku
dengan Dimensi
Kepribadian)
Penghambatan GABA Kondisi permusuhan Pembentukan

90
tingkah laku Serotonin (raphe (memasangkan CS permusuhan (CS)
(penghindaran dorsal) dan UCS) Penghindaran pasif
bahaya) Pengkondisian Kepunahan
terhadap hukuman
dan ketidakadaan
penghargaan yang
membuat frustrasi

Aktivasi Tingkah Dopamin Hal baru Pengejaran /


Laku (Pencarian CS dari penghargaan pencarian
hal baru) CS atau UCS dari Pendekatan bernafsu
hal monoton atau Penghindaran aktif
hukuman Pelarian

Kedekatan sosial Norepinephrine Kondisi penghargaan Pembentukan CS


(ketergantungan Serotonin (raphe (pasangan CS dan hingga mencapai
atas penghargaan) median) UCS) kepuasan
Penguatan parsial Glutamat Penguatan Perlawanan terhadap
(ketekunan) Serotonin (raphe intermitten kepunahan
dorsal) (sebagian)
CS: Condition stimulus. UCS: Uncondition stimulus

yang cenderung sangat tidak stabil pada awalnya, cenderung stabil selama tahun
kedua dan ketiga kehidupan, demikian pula, sifat-sifat empat temperamen pada usia
10 sampai 11 tahun cukup dapat memprediksi kepribadian pada usia 15, 18, dan 27
tahun dalam sampel besar pada anak-anak Swedia.
Empat dimensi ini telah berulang kali terbukti bersifat universal pada lintas
budaya yang berbeda, kelompok etnis, dan sistem politik di setiap benua yang telah
dihuni.Singkatnya, aspek kepribadian disebut temperamen karena mereka diwariskan,
memanifestasikan awal kehidupan, berkembang stabil, dan konsisten dalam budaya
yang berbeda. Sifat temperamen mirip dengan kecerdasan yang mengkristal, dalam
hal bahwa mereka tidak menunjukkan perubahan yang cepat dengan bertambahnya

91
usia atau di berbagai kelompok kelahiran yang diamati dalam hal kecerdasan dan
perubahan karakter sifat.

KEPUSTAKAAN

Fabrega H. Ulrich R,Pilkonis P. MezzichJ:Personality disorders diagnosed at intake at


a public psychiatric facility. Hosp Community Psychiatry44:159. 1993.

Oklham JM, .. S. A. B. D., 2009. Neurobiology. In: Essential of Personality


Dysorder. Englan: s.n., pp. 102-122.

Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, 2015. Personality Dysorder. In: J. E. Julie Goolsby,
ed. Kaplan & Sadock Synopsis of psychiatry. New York: s.n., pp. 742-763.

92
93

Anda mungkin juga menyukai