Anda di halaman 1dari 35

PENANGANAN NYERI KANKER

PADA PERAWATAN PALIATIF

Oleh
dr. I Gusti Ayu Agung Yulianti

Pembimbing
dr. Ni Ketut Putri Ariani, SpKJ
PENDAHULUAN
• Nyeri merupakan keluhan yang sering dialami oleh penderita penyakit kanker
• 45-100% penderita kanker mengalami nyeri dari ringan sampai dengan berat.
Saat ini 50-80% nyeri kanker tidak mendapatkan penanganan yang adequate
• Nyeri yang tidak teratasi akan merusak kualitas hidup penderita dan keluarga
• Nyeri yang dialami penderita tidak hanya berhubungan dengan faktor-faktor
somatik, tetapi juga banyak faktor-faktor psikologis, maka penanganannya
harus mencakup semua faktor tersebut
PENDAHULUAN lanjutan,,,
Batasan Masalah:
• Tinjauan pustaka ini membahas tentang berbagai masalah yang
berkaitan dengan penanganan nyeri pada penderita kanker

Tujuan dan Manfaat


• Mempelajari secara lebih mendalam tentang penangan nyeri yang
dialami penderita kanker. Dengan pengetahuan ini diharapkan bisa
diambil suatu kesimpulan terkait penanganan pasien fase terminal
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien pada akhir
kehidupannya.
DEFINISI
• Perawatan paliatif adalah perawatan menyeluruh dari pasien-pasien
dengan penyakit yang tidak berespon terhadap pengobatan kuratif.
• Perawatan komprehensif  aspek multidimensional pasien dan
keluarga (fisik, psikologik, sosial, spiritual)
• Dilakukan oleh tim pelayanan paliatif yaitu pelayanan terintegrasi
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan
dukungan bagi keluarga melalui identifikasi dini, penilaian yang
seksama serta pengobatan nyeri dan masalah lain, baik fisik,
psikososial dan spiritual (WHO, 2002),
DEFINISI lanjutan,,,
• Nyeri (IASP) adalah “pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial, atau dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut“.
• Digunakan konsep total pain. Dikenalkan oleh Dame Cicely Saunders pada
th 1960
• menjelaskan bahwa nyeri yang dialami oleh penderita tidak hanya
berhubungan dengan faktor-faktor somatik, tetapi juga faktor psikologis,
sosial, spiritual, budaya pendekatan holistik
• Gejala umumnya muncul berbarengan (sangat jarang terisolasi)

Brant, 2017
TOTAL PAIN
(Cicely Saunder)

Clark, 2000
KOMPONEN-KOMPONEN NYERI
1. Nyeri Fisik/fisiologis
- Dipengaruhi oleh penderitaan fisik lain: dyspnea, gangguan tidur, mual,
dan kehilangan nafsu makan.
- Merupakan tujuan utama sebelum kita melakukan penilaian dan
intervensi faktor-faktor.
- Mengelola rasa sakit juga dapat menghilangkan gejala lain
Penyebab nyeri:
• Kankernya sendiri : perluasan ke dlm soft tissue, menekan saraf, me TIK,
• Berkaitan dg kanker (spasme otot, limfedema, decubitus)
• Berkaitan dg pengobatan ( kemoterapi induced mucositis)
(Reye-Gibby, 2013, Yennurajalingam , 2013).
Nyeri Psikologis dipengaruhi oleh:
1. Kognitif perilaku : Penyangkalan rasa sakit atau katastrofisasi merupakan sifat
kognitif yang terkait rasa nyeri.
2. Sosial: isolasi sosial, pelepasan dari makan dan kegiatan lain, beban pengasuh,
dan ketidakmampuan finansial
3. Spiritual dan agama: sakit sebagai hukuman dari tuhan (leong, 2016), konsep
harapan terkait dengan spiritual: berkorelasi (+)dengan kesejahteraan spiritual
berkorelasi (-) dengan nyeri (Radwin, 2013)
4. Budaya: beda etnis beda mengungkapkan nyeri. Asia cenderung menekan
nyeri, kaukasian cenderung mencari bantuan untuk mengatasi nyerinya.
5. Tenaga kesehatan: Nyeri yang dirasakan penderita serta ekspresinya dan
respon terhadap pengobatan amat dipengaruhi oleh lingkungan yang
diciptakan oleh tenaga kesehatan.
MEKANISME NYERI FISIK

Nyeri nosiseptik Nyeri neuropatik


• Dihasilkan langsung dari stimulasi • disebabkan sebuah lesi atau penyakit
nosiseptor atau meningkatnya dari sistem somatosensoris/saraf
sensitivitas karena proses inflmasi • dapat berasal dari sistem saraf perifer
- Nyeri somatik dari kulit, tulang dan (khususnya neuropati)
jaringan lunak yang memiliki • Sistem saraf pusat (lesi pada otak
inervasi yang banyak atau medulla spinalis).
- Nyeri visceral dari organ dalam dari
inervasi yang berbeda
BEBERAPA ISTILAH YANG SERING DIGUNAKAN
Nyeri akut Nyeri yang berdurasi pendek dan hilang; biasanya
berhubungan langsung dengan resolusi atau penyembuhan
kerusakan jaringan.

Nyeri kronis Nyeri yang berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan
(misalnya, 1 bulan); ambang batas untuk kronisitas tidak
sesuai

Nyeri neuropatik Nyeri yang timbul dari kerusakan, atau disfungsi dari
setiap bagian dari sistem saraf perifer atau pusat

Nociceptik Proses dimana rangsangan berbahaya menghasilkan


aktivitas di jalur sensorik yang menyampaikan informasi
"menyakitkan"

Stimulus noxius Stimulus yang menimbulkan kerusakan, atau berpotensi


menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh

Hiperalgesia Setiap proses yang mengurangi sensasi rasa sakit,


sementara tidak mempengaruhi sentuhan normal
Mekanisme Nyeri Akut/ Nosiseptik
Gambar 1. Aktivasi serabut saraf nociceptive. Deteksi
stimulus noxius di terminal perifer neuron aferen primer
menyebabkan terjadinya potensial aksi Serat Aβ hanya
merespons stimuli non-noxius, serat Aδ merespon untuk
rangsangan mekanik berbahaya dan rangsangan termal
subnoxious, dan serabut C merespon rangsangan mekanis
panas, dan rangsangan kimia. Neuron aferen primer
memiliki badan sel di dorsal root ganglion dan mengirim
terminal ke dalam segmen sumsum tulang belakang serta
pengiriman lebih sedikit kolateral padat sampai sumsum
tulang belakang untuk jarak dekat. Neuron aferen primer
sinaps ke beberapa kelas yang berbeda proyeksi neuron
(PN) dorsal horn, yang proyesi melalui saluran yang
berbeda ke pusat yang lebih tinggi.

Stahl, 2008
Tranduksi– konduksi– modulasi---persepsi
Mekanisme Nyeri kronis/Neuropatik
Gambar 2. Neuron dorsal horn diproyeksi traktus
spinotalamik ke thalamus dan kemudian ke korteks
somatosensori primer. Jalur ini membawa informasi
tentang intensitas dan lokasi rangsangan yang
menyakitkan dan disebut jalur diskriminatif. Neuron naik
di traktus spinobulbar proyeksi saluran untuk nukleus
batang otak dan kemudian ke thalamus dan struktur
limbik. Jalur-jalur ini menyampaikan aspek emosional
dan motivasi pengalaman rasa sakit. Hanya bila
informasi dari pihak yang diskriminatif (thalamokortikal)
dan emosional / jalur motivasional (limbik) bergabung
adalah pengalaman subyektif manusia nyeri terbentuk
(“nyeri").
Stahl, 2008
Berbagai neurotransmitter memodulasi nyeri

Berbagai neurotransmiter dapat


memodulasi proses nyeri di spinal cord.
Terdapat beberapa neurotransmitter dan
reseptor korespondennya di dorsal horn,
yang dapat dilepaskan oleh neuron
afferent primer, regulasi descenden
melalui proyeksi neuron dorsal horn dan
melalui inter neuron.

Stahl, 2008
Perkembangan nyeri

Segmental central Supra segmental dari Supra segmental dari lokus


cedera perifer di otak
PENILAIAN NYERI
Prinsip-prinsip penilaian nyeri
• Evaluasi nyeri adalah langkah vital pertama pada manajemen nyeri kanker.
• Terbaik dicapai dengan pendekatan oleh tim.
• Penilaian nyeri harus dilakukan dengan seksama dalam waktu yang relatif singkat.
• Mendengarkan dengan penuh perhatian dan percaya merupakan ketrampilan
terpenting yang harus dimiliki oleh tenaga medis dalam melaksanakan penilaian nyeri
dengan berbagai komponennya.
• Pemeriksaan harus dibatasi pada pemeriksaan yang hasilnya dapat memberikan
perbedaan pada penanganan nyeri.
• Nyeri dan respon terhadap obat-obatan yang diberikan perlu pemantauan sefrekwen
mungkin
SKALA NYERI
1. NRS (numeric Rating Scale)
Tanyakan intensitas nyeri dengan menggunakan angka 0-10
0 berarti tidak nyeri dan 10 sangat nyeri
2. Categorial Scale
Dibagi atas: nyeri ringan – nyeri sedang – nyeri berat
3. Faces Rating Scale/ Wong-Baker face grimace scale
SKALA NYERI LANJUTAN….
4. Visual Analog Scale

(Hill 1977, Gagilese dan Melzack 2003, Powel, 2010)


SKALA NYERI LANJUTAN….
5. Numeric Pain Scale (NPS)

0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-10 = nyeri berat
Dapat dipakai pada anak-anak mulai usia 6-7 tahun
( McCaffery, 1999)
TATALAKSANA NYERI KANKER
• Sesuai dengan penyebab yang ada dan prinsip tata laksana yang
digunakan di perawatan paliatif, pengobatan dimulai dengan
penjelasan dan pendekatan fisik dan psikologis, dengan
menggunakan baik pengobatan farmakologik ataupun non
farmakologik.
1. PENANGANAN NYERI FISIK

Metode penanganan nyeri kanker


• “by mouth”: diberikan peroral

• “by the clock”: interval tetap, titrasi gradual, rescue dose

• “by the ledder”: WHO three step ladder

• “for the individual”: Dosis yang tepat yang membuat nyaman

• “attention to detail”: regimen ditulis detail, dosis pertama dan terakhir


disesuaikan dg waktu tidur, informasikan efek samping
WHO Three-step Analgesic Ledder
WHO THREE STEP LADDER sebagai dasar pemberian obat (WHO Geneva, 1986
disesuaikan dengan obat yang tersedia di Indonesia)
Analgetik Obat pilihan Obat lain

STEP 1 Nyeri Non-opioid + NSAID Parasetamol


Ringan adjuvant
1-3

STEP Nyeri tetap atau meningkat Opioid lemah + Codein Tramadol


Sedang Non-opioid +
4-6 adjuvant

STEP 3 Nyeri tetap atau meningkat Opioid kuat + Morfin Fentanyl


Berat Non-opioid +
7-10 Adjuvant
Analgetik non opioid
Obat Dosis Standar Efek Samping

Acetyl salicylic acid 500-600 mg/jam Iritasi lambung, dyspepsia,


(ASA) perdarahan saluran cerna

Parasetamol 650-100 mg tiap 4-6jam Hepatotoksik, nefrotoksik.


Dosis maksimal 6 g / hari

Ibuprofen 400 mg tiap 4-6 jam Efek gastrointestinalnya ringan.

Indometasin 25 mg tiap 6 jam Efek gastrointestinal sedang


Dosis maksimal 200 mg/hari.
Dapat diberikan secara suppositori
ANALGETIK OPIOID LEMAH

Codein:
• Digunakan untuk nyeri sedang, dapat diberikan I.O.
Dosis: 0,5- 1 mg/kg (maksimal 60 mg/dosis).
• Efek samping: sedasi, konfusi, hipotensi, mual, muntah dan konstipasi. Efek samping
berupa konstipasi memerlukan laksatif secara rutin

Tramadol:
• Dosis: 2 mg/kg (Maksimal 8 mg/kg/hari)
• efek samping sedasi, depresi nafas dan gastrointestinal minimal.
ANALGETIK OPIOID KUAT

Morfin oral
• Diberikan dengan dosis kecil Imediet Release (IR), dosis titrasi mulai 2,5 – 5 mg
tiap 4 jam . Naikkan 30-50% bila efek belum tercapai, atau turunkan 30-50%
bila muncul efek samping.
• Bila dosis sudah sudah optimal ganti IR ke SR.
• Morfin SR mempunyai kelebihan seperti tidak perlu minum di tengah
malam, efek samping mengantuk dan mual lebih ringan, dan rasa yang lebih
dapat diterima.
MORFIN PARENTERAL
• diperlukan jika pasien tidak dapat menelan, mual muntah hebat atau ada
obstruksi usus, kesadaran yang menurun, kebutuhan dosis yang tinggi, nyeri harus
segera diatasi dan pada pasien yang tidak patuh untuk minum obat.
• Dosis morfin parenteral 24 jam adalah jumlah dosis oral 24 jam (dosis dasar + dosis
renjatan, tidak termasuk dosis untuk nyeri insiden) dibagi 3. Pemberian morfin SK
atau IV dimulai dengan 1/3 dosis oral.
• Fentanyl tidak memiliki bentuk aktif metabolit.
• Morfin parenteral sebaiknya diberikan secara subkutaneus (SK) atau intravena
(IV).
• Pemberian IV atau SK memiliki durasi singkat sehingga dapat digunakan untuk
nyeri renjatan.
TERAPI ADJUVAN
NYERI PSIKOLOGIS
• Marah
• Depresi
• Cemas
• Ketakutan menderita
• Pengalaman nyeri
PENANGANAN NYERI PSIKOLOGIS
Farmakologis Non- Farmakologis
• Konseling profesional
• Anti cemas • Berbagi perasaan & cerita
• Anti depresan dengan teman, keluarga,
tenaga kesehatan
• Membaca tulisan
inspirasional atau spiritual

Brant, 2017
NYERI SPIRITUAL

• Penyesalan
• Perasaan tidak dimaafkan
• Merasa tidak berarti atau tidak berguna
• Kemarahan terhadap nasib atau Tuhan
• Kehilangan kepercayaan
• Ketakutan terhadap hari akhir

Brant, 2017
PENANGANAN NYERI SPIRITUAL
Farmakologis Non-Farmakologis
• Memaafkan dan meminta
• Tidak ada maaf
• Diskusi tentang penyesalan
/ pengakuan dosa
• Napak tilas kehidupan dan
menemukan tujuan hidup
• Bimbingan rohaniwan

Brant, 2017
NYERI SOSIAL

• Kehilangan peran
• Kehilangan pekerjaan
• Masalah finansial
• Kekhawatiran tentang masa depan
keluarga
• Ketergantungan

Brant, 2017
PENANGANAN NYERI SOSIAL
Farmakologis Non-Farmakologis

• Tidak ada • Menulis surat


• Pembagian warisan
• Menuntaskan urusan hukum
• Konseling dengan pekerja
sosial

Brant, 2017
TERAPI ANTI NYERI PADA FASE TERMINAL
(kematian diperkirakan dalam hari atau minggu)

• Jangan kurangi dosis opioid semata-mata karena penurunan tensi, respirasi atau
kesadaran, namun pertahankan sampai mencapai kenyamanan.
• Pehatikan adanya neurotoksisitas karena opioid termasuk hyperalgesia
• Bila pengurangan dosis diperlukan, kurangi 50% dosis 24 jam.
• Gantikan cara pemberian opioid bila diperlukan (oral, sk, iv, transdermal) dengan
dosis konversi.
• Bila terdapat refractory pain, pertimbangkan sedasi.

Anda mungkin juga menyukai