TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Klasifikasi Nyeri
Menurut IASP, nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun
potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut, definisi
ini mengakui berbagai faktor yang dapat menyebabkan nyeri baik itu faktor
objektif, subjektif, fisiologis, ataupun emosional, sehingga menyebabkan
ambang nyeri dapat berbeda-beda pada setiap individu. 1, 2, 6
Istilah nosiseptif digunakan untuk mendeskripsikan response neural
terhadap suatu trauma atau stimuli noxious. Semua nosiseptif menyebabkan
nyeri, akan tetapi tidak semua nyeri disebabkan oleh nosiseptif, akan tetapi
pasien juga dapat merasakan nyeri dikarenakan absenya stimuli nosiseptif.
Oleh karena itu klasifikasi nyeri dapat terbagi menjadi dua, yaitu nyeri akut
dimana dominanya disebabkan oleh nosiseptif, dan nyeri kronis yang
mungkin disebabkan oleh nosiseptif, akan tetapi faktor psikologis dan
perilaku berperan lebih besar. 1
Nyeri juga dapat diklasifikasi berdasarkan patofisiologinya (nosiseptif
atau neuropatik) etiologi (post operatif, kanker), atau lokasi (cephalgia dan
LBP). Pada nosiseptif nyeri disebabkan oleh aktifnya reseptor yang
mentranduksi stimuli noxious, sedangkan neuropatik disebabkan adanya
kelainan pada ujung saraf perifer atau sistem saraf pusat. 1
Klasifikasi Nyeri : 1
1. Nyeri Akut
Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan oleh
stimulus noxious yang disebabkan oleh trauma, proses penyakit, atau
kelainan fungsi dari suatu otot atau viseranya. Nyeri ini biasanya bersifat
nosiseptif, dan nyeri ini berfungsi untuk mendeteksi, melokalisasi, dan
membatasi kerusakan jaringan. Terdapat empat proses fisiologi yang
mendasari nyeri ini, yaitu tranduksi, tranmisi, modulasi, dan persepsi.
Nyeri tipe ini biasanya berhubungan dengan stres neuroendokrin, dan
contoh yang paling sering ditemukan adalah nyeri post traumatik, post
2
mukus. Nyeri ini sering dideskripsikan sebagai nyeri yang tajam atau
sensasi terbarak. Nyeri somatis dalam datang dari otot, tendon, sendi
atau tulang. Sensasi nyeri yang diberikan adalah tumpul, dan sedikit
sulit untuk dilokalisir.
b. Nyeri Viseral
Nyeri viseral adalah salah satu bentuk dari nyeri akut yang
disebabkan oleh suatu proses penyakit, atau fungsi abnormal dari
suatu organ atau pelapisnya. Terdapat empat subtipe dari nyeri viseral
yaitu (1) true localized visceral pain, (2) localized parietal pain, (3)
referred visceral pain, (4) referred parietal pain. True localized
visceral pain biasanya berupa sensasi nyeri yang tumpul dan diffuse
yang biasanya di daerah midline, yang biasanya berhubungan dengan
gangguan pada saraf simpatis atau parasimpatis yang menyebabkan
sensasi mual, muntah, berkeringat, perubahan tekanan darah, dan
denyut jantung. Nyeri parietal biasanya berupa sensasi nyeri yang
tajam yang dapat dilokalisasi atau juga dapat berupa nyeri alih.
Lokasi
Diafragma pusat
Paru-paru
Dermatom
C4
T2-T6
3
Jantung
Aorta
Esophagus
Pankreas dan limfa
Perut, hati dan empedu
Adrenal
Usus Kecil
Kolon
Ginjal, Ovarium, dan testis
Ureter
Uterus
Kantung kemih dan prostat
Urethra dan Rektum
T1-T4
T1-L2
T3-T8
T5-T10
T6-T9
T8-L1
T9-T11
T10-L1
T10-L1
T10-T12
T11-L2
S2-S4
S2-S4
Tabel 2.1. Pola dari Nyeri Alih
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri yang bertahan melewati
batas dari nyeri akut, atau proses fisiologis penyembuhan. Nyeri kronik
dapat berupa nosiseptif, neuropatik, ataupun campuran. Faktor psikologis
dan lingkungan sangat berperan terhadap nyeri kronis. Pasien yang
menderita nyeri kronis biasanya memiliki gangguan dalam tidur dan juga
gangguan afektif. Nyeri neuropatik biasanya dideskripsikan sebagai nyeri
yang muncul secara tiba-tiba, menjalar seperti tersetrum dan dapat
disertai dengan gangguan sensori. Contoh dari nyeri akut adalah nyeri
yang dialami oleh pasien yang menderita rheumatoid arthritis, ataupun
penyakit kanker lainya.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri visceral atau somatik, biasanya
berasal dari stimulasi reseptor nyeri. Mungkin timbul dari peradangan
jaringan, deformasi mekanik, cedera, atau kerusakan yang sedang
berlangsung. Sedangkan nyeri neuropatik adalah nyeri yang melibatkan
sistem saraf perifer atau sentral.3
2.2. Anatomi, Fisiologi, dan Patofisiologi Nyeri
2.2.1. Nyeri 1
Supaya lebih mudah dimengerti, sensasi nyeri dikonduksi oleh
tiga jalur neuron yang meneruskan stimuli dari perifer ke korteks
serebral aferen primer dapat ditemukan pada bagian dorsal akar
dengan
neuron
second-order
dimana
axonya
A. Jalur Spinothalamic
Sebagian besar
axon
dari
neuron
second-order
memancarkan
teutama
ke
daerah
difuse,
menyebabkan
ipsilateral
beberapa
dan
pasien
kontralateral
tetap
sehingga
merasakan
nyeri
adaptasi
yang
tertunda,
sentisisasi,
dan
afterdischarge.
Sensasi noxious umumnya dapat dipecah menjadi dua
komponen; sensasi yang cepat tajam dan dapat dilokalisasi
dengan baik (first pain), yang dikonduksi oleh serabut A
dengan latensi yang pendek (0,1 detik); dan sensasi yang
tumpul, memiliki onset yang lambat dan tidak dapat dilokalisasi
dengan baik (second pain), yang dikonduksi serabt C.
Sedangkan untuk sensasi protopathic hanya di tranduksioleh
ujung-ujung saraf bebas.
Sebagian besar nosiseptif adalah ujung saraf bebas yang
mendeteksi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh suhu,
mekanikal dan kimiawi. Tipe-tipe dari nosiseptif terdiri dari tiga
yaitu (1) mechanonociceptor, yang merespon terhadap cubitan
dan tusukan pin (2) silent nociceptor, yang merespon terhadap
inflamasi dan (3) Polymodal mechanoheat nociceptors yang
10
neuropeptida
dan
amino
acid
eksasitori
neurons
chemoattractant
terhadap leukosit
3. Modulasi Nyeri
Modulasi terhadap nyeri terjadi secara perifer pada
nosiseptor, di korda spinal, atau di struktur supraspinal.
Modulasi ini dapat memfasilitasi ataupun mensupresi nyeri.
Modulasi Perifer
Nosiseptor dan neuronya menunjukkan sentisisasi setelah
stimulasi yang berulang. Sentisisasi dapat bermanifestasi
sebagai response tingkatan terhadap stimulasi noxious atau
respon terhadap stimulasi yang baru, termasuk stimuli
nonnoxious.
A. Hyperalgesia Primer
11
melalui
aksi
phospholipase
A2
terhadap
Jalur
lipoxygenase
mengubah
asam
12
dan
menginduksi
produksi
leukotrienes.
Neuron
dorsal
horn
13
yang
menyalurkan
sensasi
epicritic
asam
amino
yang
berfungsi
sebagai
menstimulasi
Reseptor
A1
memediasi
antinociceptive,
membalik
kegiatan
dan
efek
antinociceptive.
kegiatan
adenosine
methylxanthines
ini
melalui
dapat
inhibisi
phosphodiesterase.
(2) Inhibisi Supraspinal -- beberapa struktur supraspinal
mengirimkan
serabut
ke
korda
spinal
untuk
neuron
aferen
primer
dan
15
biasanya
dalam
bentuk
hipertensi,
oksigen
tubuh
sehingga
menyebabkan
sekresi
dari
asam
lambung
dapat
16
Respon
hormonal
terhada
stress
menyebabkan
dari
renin,
kortisol
bersamaan
aldosteron,
dengan
angiotensin
dan
adalah
17
18
dari
intensitas
nyeri.
Umumnya
pasien
akan
menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 010. 0menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan 10
menggambarkan nyeri yang hebat.
19
2. Penilaian Psikologis
Penilaian psikologis sangat berguna apabila penilaian medis
gagal untuk menemukan penyebab yang paling mungkin terhadap
penyebab dari nyeri, atau intensitas dari nyeri. Evaluasi ini membantu
menentukan peran dari bagian psikologis ataupun lingkungan terhadap
sensai nyeri yang dialami. Minnesota Multiphasic Personality
20
21
b. Teknik
- Blok ganglion gasserian
8-10 cm jarum 22 dimasukkan dari 3 cm lateral aproksimal
sehingga
jarum
sejajar
dengan
anterior
di
pertengahan
22
23
24
untuk menimbulkan
25
untuk
menimbulkan
parastesia
atau
jarum
c. Komplikasi
26
besar pada
27
foramen
jugular
dan
turun
melalui
sisi
nervus
Komplika
sinya adalah disfagia dan hasil dari memblok vagal adalah paralisis
dan takikardi. Paralisis ipsilateral di otot trapezius dan lidah akibat
blok pada nervus aksesoris dan nervus hypoglosus.
28
29
30
31
32
c. Teknik
Blok ini dilakukan pada penderita dengan posisi lateral. Jarum 22, 5-8
cm dengan menggunakan penanda yang isesuaikan. Dengan teknik
klasik, jarum dimasukkan 4-5 cm di garis tengah lateral. Jarum
diarahkan dengan sudut 45 derajat ke anterior dan medial midsagital,
dan dimasukkan sampai penanda yang telah disesuaikan. Kemudian
sebagian jarum ditarik dan diarahkan. Penanda pada jarum digunakan
untuk menandai kedalaman spinosus. Ketika jarum ditarik dan
diarahkan, jarum tersebut tidak boleh melebihi 2 cm diatas penanda.
Biasanya, 5 ml anastesi lokal di suntikkan.
d. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum adalah subarachnoid, subdural,
epidural dan injeksi intravaskular. Blok simpatetik dan hipotensi
mungkin terjadi jika segmen di blok atau disuntikkan pada satu
tempat.
8. Blok Saraf Lumbar Paravertebral Somatic
a. Indikasi
Blok paravertebral ini dilakukan untuk evaluasi nyeri
akibat
33
spinosus lateral dan diarahkan menuju batas atas dari cabang medial.
1-1,5 ml lokal anestesi disuntikkan untuk memblok cabang medial di
saraf spinal posterior.
d. Komplikasi
blok subarachnoid merupakan hasil injeksi ke dalam dural, sedangkan
injeksi dekat pangkal saraf tulang belakang memblok sensorik dan
motorik karena sendi biasanya mempunya volume 1-2 cn, suntikkan
yang lebih besar menyebabkan kapsul sendi.
35
36
37
B. Blok Simpatetik 1
Blok simpatetik dapat dicapai dengan berbagai macam teknik,
termasuk
blok
subaraknoid,
epidural
dan
termasuk
juga
blok
paravertebral. Akan tetapi cara ini akan memblok kedua serabut somatik
dan simpatetik. Teknik berikut ini secara spesifik memblok serabut
simpatetik dan dapat digunakan untuk menentukan peran saraf simpatetik
dari sensasi nyeri pasien dan mungkin dapat mengurangi sensasi nyeri
yang dialami oleh pasien. Indikasi dari tindakan ini adalah distropi reflek
simpatetik, nyeri viseral, neuralgia herpetik akut, nyeri post herpetik, dan
penyakit vaskular perifer. Tanda dari blok simpatetiks pada suatu regio
adalah hilangnya tonus simpattik yang ditandai ndengan meningkatnya
aliran darah kutaneus, dan peningkatan dari temperatur yang disertai
dengan normalnya sensasi somatik.
1. Blok Cervicothoracic (Stellata)
a. Indikasi
Teknik ini sering digunakan pada pasien dengan nyeri kepala, leher,
lengan dan dada bagian atas. Injeksi anestesi bervolume besar
(>10ml) dapat memblok ganglia T5. Blok stelata juga dapat
digunakan untuk penyakit vasospasik dari ekstremitas atas.
b. Anatomi
Inervasi saraf simpatetik pada kepala, leher dan sebagian besar dari
lengan sebagian besar berasal dari ganglia servikal; dan yang
paling
besar
adalah
ganglion
stelata,
yang
nantinya
38
dimasukan
pada
tepi
medial
dari
otot
39
40
41
42
Antikonvulsan
telah
terbukti
sangat
berperan
terhadap
ekstrapiramidal.1
Kortikosteroid
Glukokortikoid
manajemen
nyeri
digunakan
untuk
secara
mengambil
sering
efek
terutama
pada
antiinflamasi
dan
Reuptake
Reuptak
norepinepri
Sedasi
Aktivitas
Hipotens
Wakt
Dosis
antimusk
haria
serotoni
a-rinik
Ortostati
Paruh
Amitriptilin
++
n
++++
Tinggi
Tinggi
k
Menenga
(jam)
30-40
(mg)
25-
Bupropion
Rendah
Rendah
h
Rendah
11-14
300
300-
Citalopram
Clomiprami
0
+++
+++
+++
Rendah
Tinggi
Rendah
Menengah
Rendah
Menenga
35
20-80
450
20-40
75-
ne
Fluoxetine
+++
Rendah
Rendah
h
Rendah
160-
300
20-80
200
43
Nortriptilyne
++
+++
Menenga
Menengah
Rendah
15-90
40-
Setraline
+++
h
Rendah
Rendah
Rendah
26
150
50200
Kortikosteroid
Hidrokortison
Prednison
Prednisolone
Metilprednisolon
Triamcinolon
Betametason
dexametason
Rute
Aktifitas
Aktifitas
pemberian Glukokortikoid
mineralokortikoid
O,I,T
1
1
O
4
0.8
O,I
4
0.8
O,I,T
5
0,5
O,I,T
5
0
O,I,T
25
0
O,I,T
25
0
Tabel 2.4. kortikosteroid dalam manajemen nyeri
Dosis
Waktu
ekuivalen
20
5
5
4
4
0,75
0,75
paruh
8-12
12-36
12-36
12-36
12-36
36-72
36-72
6. Agonis 2-Andregenik
Efek dari agonis 2-androgenik mengaktifkan jalur inhibisi dari
dorsal tanduk. Pemberian agonis 2-androgenik secara epidural
44
memiliki
tingkat
toksisitas
yang
rendah
dan
efek
Waktu paruh
Onset (j)
Dosis (mg)
Interval (j)
(j)
Dosis
maksimum (mg)
Salisilate
Asam Asetilsalisilat
2-3
0.5-1
500-1000
3600-6000
diflunisal
8-12
1-2
500-1000
8-12
1500
Choline magnesium
8-12
1-2
500-1000
12
2000-3000
1-4
0.5
500-1000
1200-4000
trisalisilat
P-Aminophenols
Asetaminophen
Asam propionat
45
Ibuprofen
1.8-2.5
0.5
400
4-6
3200
Napoxen
12-15
250-500
12
1500
Indometasin
0.5
25-50
8-12
150-200
ketorolac
4-6
0.5-1
10
4-6
40
11
100-200
12
400
Indoles
COX-2 Inhibitor
Celecoxib
9. Opioid
Opioid sebaiknya digunakan pada pasien yang post operatif baik
itu sesuai kebutuhan (PRN) ataupun dalam jadwal yang terfiksasi.
Secara umum opioid diberikan bersamaan dengan COX inhibitor
sehingga mendapatkan efek analgesia dan menurunkan efek samping.
Obat yang paling sering digunakan adalah kodeine, oxycodone, dan
hydrocodone. Codeine diubah oleh hati menjadi morphine. Tramadol
adalah oral opioid sintetik yang juga menghambat reuptake dari
norepinefrine dan serotnin, dimana efek analgetik yang dicapai
menyerupai kombinasi kodein ditambah asetaminofen, tapi memiliki
efek samping yang lebih banyak. 1
Opioid
Waktu
Onset (j)
paruh (j)
Codeine
Hydrocodon
3
1-3
e
Oxycodone
Tramadol
2-3
6-7
0.25-1.0
0.5-1.0
Durasi
Potensi
Dosis
Interval
(j)
inisial
(j)
3-4
3-6
(mg)
30-60
5-7.5
4
4-6
20
3
0.5
3-6
3
5-10
1-2
3-6
30
50
Tabel 2.6. Opioid dalam manajemen nyeri
6
4-6
ataupun
psikiatris.
Terapi
ini
merupakan
46
dan
sendi
bagian
dalam,
sedangkan
terapi
47
mengeluarkan
dikarenakan
efek
opioid
alami
akupuntur
tubuh,
dapat
hal
ini
diantagonis
menggunakan naloxon.1
4. Stimulasi Listrik
Stimulasi listrik terhadap sistem saraf pusat dapat
menyebabkan analgesia pada pasien dengan nyeri akut
ataupun kronis. Pemberian stimulasi listrik ini dapat
diberikan secara kutaneus, epidural, ataupun melalui
elektroda yang dimasukkan ke dalam sistem saraf pusat.
Stimulasi listrikTranskutaneus (TENS) menghasilkan efek
analgesia dengan cara menstimulasi serabut aferen besar.
Aliran listrik yang digunakan biasanya sekitar 10-30mA
dengan lebar gelombang 50-80 us dan diaplikasikan
dengan frekuensi 80-100Hz. Untuk stimulasi pada spinal
cord, dapat menghasilkan efek analgesia dengan cara
menstimulasi secara langsung serabut A pada kolumna
dorsalis dari korda spinal. Sedangkan pada intracerebral
stimulation,
dilakukan
pemasangan
elektroda
pada
analgesi
preemptive
menunjukkan
bahwa
48
telah
dijelaskan
pada
bagian
intervensi
farmakologi.1
2. Rawat Inap
Sebagian besar pasien dengan nyeri post-operatif
sedang ke berat memerlukan analgesik parenteral atau
block neural dengan lokal anestesi pada 6 hari pertama
setelah operasi. Setelah pasien tersebut dapat melanjutkan
makan secara oral dan nyeri mulai berkurang, maka
pengobatan baru dialihkan ke pengobatan oral. Parenteral
analgetis termasuk NSAID (ketorolac), opioid, dan
ketamine.
Ketorolac
dapat
diberikan
intramuskular
Pemberian
49
masalah
terhadap
ekstremitas
bawah.
Injeksi
50
dan
motorik.
Hal
ini
dapat
Dosis
yang
diberikan
dapat
berkisar 5-10ml/jam
(2) Opioid
Intratekal morpine 0.2-0.4 mg dapat memberikan
analgesia yang baik selama 4-24 jam. Morphine
epidural 3-5mg kurang lebih sama efektif dan lebih
sering digunakan. Baik diberikan secara epidural
atau intrathecally, penetrasi opioid menuju korda
spinal dependen terhadap konsentrasi obat dan
waktu. Opioid terbagi menjadi dua, lipofilik dan
hidrofilik, lipo filik memerlukan dosis yang banyak
untuk memberikan efek analgetik karena kadar nya
di dalam darah sukar untuk meningkat, sedangkan
yang hidrofilik (morphine) dapat memberikan efek
analgesia dengan dosis yang cukup rendah. Contoh
lipofilik yang sering digunakan adalah fentanil
dengan dosis 3-10ug/ml.1
(3) Anestesi lokal dan campuran opioid
Walaupun intraspinal opioid sendiri
dapat
0,125%-0,25%
dikombinasikan
51
Kontraindikasi1
Kontraindikasi pemberian antara lain adalah
penolakan pasien, koagulopati, kelainan platelet, dan
adanya tumor atau infark pada tempat injeksi.
Adanya infeksi sistemik merupakan kontraindikasi
relatif kecuali terbukti bakteremia.
Efek samping Intraspinal Opioid1
Efek samping yang paling serius daru opioid
epidural atau intratekal adalah dose-dependent, dan
depresi napas yang tertunda.
Masuknya solusi
dalam
waktu
1-2
hari.
Depresi
0,04
mg
atau
dipenhidramine
atau
52
retensi
urin
dapat
ditangani
dengan
pemasangan kateter. 1
Selain itu agen lain seperti butorphanol
epidural dapat memberikan efek analgesia yang
baik, dengan durasi 2-3 jam, dengan efek samping
pruritus yang lebih minimal, akan tetapi memberikan
efek sedasi yang berlebihan. Clonidine secara
epidural juga dapat memberikan efek analgetik
namun
dapat
menyebabkan
hypotensi
dan
bradikardia. 1
53